viii
PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA PRIA DAN WANITA PASCA STROKE
Yonathan Supriadi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
ABSTRAK
Penelitian ini termasuk penelitian komparatif yang membandingkan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke. Hipotesis penelitian ini adalah ”ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke, wanita memiliki tingkat depresi lebih tinggi daripada pria. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.
Subjek penelitian ini adalah pasien pasca stroke di Klinik Syaraf R.S Bethesda Yogyakarta. Jumlah subjek adalah 25 pria dan 25 wanita dengan kriteria subjek adalah 40 – 60 tahun. Alat ukur yang dipakai untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala Beck Depression Inventory (BDI) yang diadaptasi. Metode analisis data menggunakan metode uji-t (T-score) dengan menggunakan program Independent Sample T-test dari SPSS 13.00 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai t yang didapat adalah 1,950 dengan nilai p sebesar 0,057 pada taraf signifikansi 5%. Nilai t hitung yang diperoleh lebih kecil dari nilai t tabel (2,021), maka perbedaan yang ada tidak signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.
ix
THE DIFFERENCE OF DEPRESSION LEVEL BETWEEN MALE AND FEMALE AFTER STROKE
Yonathan Supriadi Psychology Faculty Sanata Dharma University
ABSTRACT
This research was a comparability research by comparing the depression level between male and female after stroke. The hypothesis of this research was “there is the difference level of depression between male and female after stroke, which female more depressive than male”. This research aimed to saw the difference level of depression between male and female after stroke.
Subject of this research was after stroke patient in Neurology Clinic of Bethesda Hospital Yogyakarta. Total of the subject was 25 male and 25 female with the criterion of age was 40-60 years old. Measuring instrument for the data collecting in this research was The Beck Depression Inventory (BDI) adaptation scale. The data was analyzed used Independent Sample T-test from SPSS 13.00 for Windows.
The result showed that the t score was 1,950 equal to p = 0,057 at signification level 5 %. The t score was smaller than the t table (2,021) so that the difference was no significant. The result showed that there were no difference of depression level between male and female after stroke.
i
PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA
PRIA DAN WANITA PASCA STROKE
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh : Yonathan Supriadi
NIM : 029114134
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
Jangan Biarkan Diri Anda...…
KUATIR ketika anda melakukan bagian Anda yang
terbaik.
TERBURU-BURU ketika kesuksesan bergantung pada
ketepatan.
PERCAYA bahwa sesuatu itu tidak mungkin tanpa
mencobanya.
”Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun
juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal
keinginanmu kepada Allah dalam doa dan ucapan
syukur...”
v
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
Juruselamat yang hidup Tuhan Yesus Kristus
Bapak dan Mama
The one and only my greatest brother
Seseorang yang telah mendukung
viii
PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA PRIA DAN WANITA PASCA STROKE
Yonathan Supriadi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
ABSTRAK
Penelitian ini termasuk penelitian komparatif yang membandingkan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke. Hipotesis penelitian ini adalah ”ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke, wanita memiliki tingkat depresi lebih tinggi daripada pria. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.
Subjek penelitian ini adalah pasien pasca stroke di Klinik Syaraf R.S Bethesda Yogyakarta. Jumlah subjek adalah 25 pria dan 25 wanita dengan kriteria subjek adalah 40 – 60 tahun. Alat ukur yang dipakai untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala Beck Depression Inventory (BDI) yang diadaptasi. Metode analisis data menggunakan metode uji-t (T-score) dengan menggunakan program Independent Sample T-test dari SPSS 13.00 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai t yang didapat adalah 1,950 dengan nilai p sebesar 0,057 pada taraf signifikansi 5%. Nilai t hitung yang diperoleh lebih kecil dari nilai t tabel (2,021), maka perbedaan yang ada tidak signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.
ix
THE DIFFERENCE OF DEPRESSION LEVEL BETWEEN MALE AND FEMALE AFTER STROKE
Yonathan Supriadi Psychology Faculty Sanata Dharma University
ABSTRACT
This research was a comparability research by comparing the depression level between male and female after stroke. The hypothesis of this research was “there is the difference level of depression between male and female after stroke, which female more depressive than male”. This research aimed to saw the difference level of depression between male and female after stroke.
Subject of this research was after stroke patient in Neurology Clinic of Bethesda Hospital Yogyakarta. Total of the subject was 25 male and 25 female with the criterion of age was 40-60 years old. Measuring instrument for the data collecting in this research was The Beck Depression Inventory (BDI) adaptation scale. The data was analyzed used Independent Sample T-test from SPSS 13.00 for Windows.
The result showed that the t score was 1,950 equal to p = 0,057 at signification level 5 %. The t score was smaller than the t table (2,021) so that the difference was no significant. The result showed that there were no difference of depression level between male and female after stroke.
x
KATA PENGANTAR
Segala hormat dan kemuliaan hanya kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala hikmat, berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA PRIA DAN WANITA PASCA STROKE”.
Selama proses penulisan skripsi ini telah banyak pihak yang membantu dan mendukung baik mental maupun spiritual, pikiran maupun waktu. Oleh karena itu penulis menghargai segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapa yang Kekal, Juruselamat yang Hidup, Tuhan Yesus Kristus. Hanya
karena kasih kemurahan-Nya sajalah skripsi ini dapat diselesaikan, sungguh tiada hal yang mustahil di hadapan Engkau.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. Bapak Y. Agung Santoso, S. Psi. dan Ibu M.M. Nimas Eki S, S. Psi, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi banyak masukan, semangat, dan bantuan.
xi
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. ”Terima kasih telah membuka wawasanku dalam bidang psikologi, tanpa engkau saya tiadalah berarti..” especially buat Pak Minta Istono,S.Psi, M.Si (kapan pak poci-an lagi di kaliurang?!hehe.. unforgettable moment bangetlah!)
6. Seluruh staf dan laboran Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Mas Gandung (”makasih ya mas dah bantuin saya crosscheck nilai,) , Mbak Nanik (”makasih buat senyum manisnya tiap ketemu saya”), Mas Dony (”maaf ya mas kalo di ruang baca sering buat berisik, janji deh ga lagi-lagi hehehe...”), Pak Gie (”makasih buat kehangatan yang diberikan selama berproses di kampus psikologi, tetap tersenyum... ☺), dan tentunya tak lupa buat Mas Muji ’Beckham’ (Wah bakal keilangan temen untuk ngomongin bola neh, makasih ya mas buat semuanya.. kita ketemu difinal, MU vs Inter!)
7. Direktur R.S Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di klinik syaraf R.S Bethesda Yogyakarta.
8. Seluruh Dokter Syaraf dan Suster di Klinik Syaraf R.S. Bethesda Yogyakarta. Dokter Kriswanto N, Sp.S, Dokter R. Pinzon, Sp.S, Zr. Tuti, Zr. Sari, Zr. Mulat, Zr. Rohmi dan Bapak Jumiran (”Makasih semua, I luv u all... ☺”) 9. Bapak (Terimakasih ya pak buat setiap ketulusan doa dan kesabarannya
xii
buat adikmu ini (maaf lho gendy dipake mulu hehehe....cepetan ya diberesin juga skripsinya!).
10.Om Eddy Kusanto Sekeluarga buat setiap dukungan, baik materiil maupun spiritual.
11.Om dan Tante, beserta kakak dan adik sepupu yang sudah banyak memberi semangat.
12.Pak Zamzam P, S.Pd dan Ibu Siti Maulida, S.Pd di Sukabumi (Terimakasih ya pak dan bu udah menjadi rumah kedua bagi saya). Oki, Retno, Mugya beserta istri, Riana ”RirieJOe” (Terimakasih buat persahabatan yang sudah kita bina sampai sekarang!).
13. Mamah Tanti Sukowati (makasih ya tan buat dukungan dan semangat yg selalu diberikan untuk nyelesein skripsi ini, tanpa Tanti skripsi ini ga bakal beres. Makasih juga buat semua hal yang udah kita jalani bersama, sungguh aku bisa belajar banyak hal ketika kita selalu bersama dan aku percaya kalo semuanya tidak akan sia-sia!)
14.Yohana Tarida Damayanti Sinaga, S.Psi, Elman Andreson Saragih, S.Psi dan Yohanes Dody Mulya Indah (hanya satu kata ”WOW”, sungguh ga bakal ada yang bakal ngalahin kegilaan kita selama ini!!). Natalia Kristanti, Rio Hartomo, S.Psi, Lisna Indrawati, S.Psi (makasih buat kebersaman kita selama ini). Linda, Marin, Willy, Abe, Adip, Hellen (makasih ya teman!)
xiii
16.Anak-anak Kost semua : Apul, Nando Refael, Efra, Dian, Mas Jo, Bora, Gian,
Rizal dan tentunya the mascot ”Bruno”.
17.Semua teman-teman di PMK Ebenhaezer (Maju terus dalam pelayanan, jadilah terang dan garam di tempat kita semua berada, Gbu All!). Kak Sony, Kak Yolein dan Yoan (makasih ya kak udah jadi kakak pembimbing rohani kami). Especially buat Mamih Devi dan Bunda Inne (ga nyangka ya dari PMK akhirnya kita bisa deket gini, makasih ya buat semua keterbukaannya! Kita bakal terus jadi ’keluarga yang harmonis’!).
18.Paguyuban Mahasiswa Gereja Kristen Pasundan di Yogyakarta.
19.Semua pihak yang tidak disebutkan namun memberikan bantuan, dukungan
dan doanya.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak luput dari kekurangan, oleh
karena itui penulis dengan terbuka menerima segala kritik dan saran dalam
membantu skripsi ini kearah yang lebih baik lagi. Akhir kata penulis
mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, Februari 2008
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cerebral Vascular Accident (CVA) atau yang lebih umum disebut stroke
adalah penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf/ defisit
neurologik akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak (Junaidi,
2005). Menurut Lumbantobing (2003) penyakit ini merupakan penyebab kematian
ketiga di dunia dan di Indonesia setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke juga
merupakan penyebab cacat badan terbesar dari seluruh penyakit, dengan akibat
penurunan produktivitas kerja/ sumber daya manusia yang pada akhirnya menjadi
beban sosial bagi keluarga.
Perubahan pola struktur masyarakat dewasa ini, dari masyarakat agraris
menjadi masyarakat industri telah membawa dampak pada pergeseran gaya hidup
masyarakat perkotaan, termasuk di dalamnya pola makan yang pada awalnya
alami menjadi gemar makan makanan yang cepat saji. Efek lain dari perubahan
gaya hidup ini ialah terletak pada pergeseran penyakit dari penyakit infeksi ke
penyakit kronis, seperti penyakit jantung dan stroke. Tingginya angka kematian
yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup ini dapat dikurangi jika masyarakat
dapat berusaha menciptakan hal-hal yang baik, seperti cara pengaturan makan
yang baik dan tidak merokok (Sarafino, 1998).
Data insiden stroke di Indonesia hingga saat ini memang belum ada
pasien yang datang di rumah sakit. Menurut Setyopranoto
(www.suaramerdeka.com) jumlah penderita stroke yang dirawat di rumah sakit
meningkat dari waktu ke waktu. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
hingga 1995 rata-rata dirawat 726 penderita stroke. Adapun pada tahun 2000,
terdapat 1000 pasien yang dirawat. Di RSUP Djamil Padang, pada tahun 1995
jumlah yang dirawat 37 penderita dan pada tahun 1999 menjadi 279 penderita. Di
RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi, pada tahun 1995 penderita berjumlah 227
dan pada tahun 1999 menjadi 830 penderita. Menurut Lamsudin (1998)
berdasarkan data yang diambil dari Survai Kesehatan Rumah Tangga
menyebutkan bahwa pada 1996 prevalensi stroke adalah 35,6 per 100.000
penduduk. Prevalensi stroke pada kelompok umur 25-34 tahun adalah 6,9 per
100.000 penduduk. Pada kelompok umur 35-44 tahun adalah 20,4 per 100.000
penduduk dan pada kelompok umur 55 tahun ke atas adalah 276,3 per 100.000
penduduk
Pada stroke, gangguan depresi merupakan gangguan emosi yang paling
sering ditemukan. Menurut Andri (www.health.lrc) depresi pada stroke terjadi
karena dua faktor. Faktor yang pertama adalah pada penderita stroke terjadi
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak yang menyebabkan jalur
komunikasi ke daerah otak tersebut menjadi terhambat. Otak sendiri terdiri dari
beberapa bagian yang tugasnya bermacam-macam. Yang biasanya terkena pada
pasien stroke adalah bagian otak yang mengatur fungsi perasaan dan gerakan
3
melakukan gerakan akibat lumpuhnya tubuh sebagian dan gangguan suasana
perasaan dan tingkah laku.
Selain dari adanya bagian otak yang mengatur pusat perasaan yang
terkena, depresi pada pasien stroke juga disebabkan karena adanya
ketidakmampuan pasien dalam melakukan sesuatu yang biasanya dikerjakan
sebelum terkena stroke. Bagaimanapun, faktor psikososial juga mempengaruhi
tingkat depresi, seperti kontak sosial dan kegiatan waktu luang dengan teman
menjadi terganggu sehingga menyebabkan penderita stroke merasa dirinya tidak
berguna karena banyaknya keterbatasan yang ada dalam dirinya (Sarafino, 1998).
Depresi pasca stroke ini makin memberat dan makin sering dijumpai
sesudah 6 bulan sampai 2 tahun (Feibel dalam Hartanti, 2002). Depresi menjadi
semakin memberat ketika penderita stroke harus hidup dalam keadaan yang lebih
buruk setelah stroke, sehingga mereka memiliki persepsi yang buruk terhadap
masa depan dan merasa kurang memiliki arti hidup.
Sekitar 15%-25% penderita stroke dalam komunitas masyarakat menderita
depresi, sedangkan penderita stroke yang dirawat di rumah sakit, sekitar
30%-40% menderita depresi (Amir, 2005). Seperti yang dilaporkan oleh Feibel dkk
(dalam Hartanti, 2002) bahwa sepertiga dari 113 penderita pasca stroke
mengalami depresi.
Depresi setelah stroke merupakan hal yang biasa dan dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup, akibat fungsional, dan kepuasan hidup penderita. Penelitian
yang dilakukan oleh Glader, dkk (2003) menyebutkan bahwa wanita didiagnosa
pria. Pertambahan frekuensi depresi pada penderita stroke wanita terus berlanjut
pada 6 bulan dan 1 tahun setelah stroke.
Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Paradiso dan
Robinson (1996) mengenai perbedaan gender dalam depresi pasca stroke, yang
menyebutkan bahwa gangguan depresi mayor setelah stroke dua kali lebih sering
terjadi pada wanita dibanding pria. Depresi pasca stroke yang lebih sering terjadi
pada wanita dikarenakan faktor riwayat keluarga atau pribadi menderita depresi
sebelum stroke, namun ini juga bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan
depresi pasca stroke.
Meskipun wanita dua kali lebih sering mengalami depresi setelah stroke
(Paradiso dan Robinson, 1996 ; Glader dkk, 2003), akan tetapi angka penderita
stroke berdasarkan jenis kelamin justru lebih banyak diderita oleh pria dengan
perbandingan 61,1 % untuk pria dan 38,9 % untuk wanita (Lamsudin, 1998).
Proporsi penderita menurut jenis kelamin ini juga hampir sama dengan yang
dilaporkan oleh Hu dkk (dalam Lamsudin, 1998) di Taiwan yaitu 58,6 % laki-laki
dan 41,4 % wanita. Basim dkk melaporkan perbandingan proporsi penderita
stroke laki-laki dan wanita di Saudi Arabia 1,4 : 1 (Lamsudin, 1998).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Paradiso dan Robinson (1996),
tingginya angka depresi pada wanita lebih dikarenakan karakter subjek
penelitiannya, bahwa subjek yang diambil adalah penderita stroke yang baru saja
melewati periode akut di rumah sakit dan hanya terbatas pada populasi warga
5
Dari hal itulah yang kemudian mendorong peneliti untuk melakukan
penelitian mengenai perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke
di Indonesia, dengan tidak membatasi pada status sosial ekonominya. Adapun
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan tingkat depresi
antara pria dan wanita pasca stroke, sehingga dapat diambil suatu tindakan dalam
perawatannya agar dapat mencapai kesejahteraan psikologis, yaitu dengan cara
membentuk lingkungan yang saling mendukung, sehingga dapat memberikan
kesempatan perbaikan adaptasi terhadap ketidakberdayaan yang sebenarnya dapat
menimbulkan gangguan depresi.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka masalah pokok yang
terumuskan adalah apakah ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita
pasca stroke?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini ingin
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dari hasil ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam bidang
psikologi sebagai tambahan pengetahuan tentang dampak psikologi penderita
pasca stroke, khususnya masalah depresi.
2. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemahaman bagi keluarga atau yang merawat penderita pasca stroke untuk
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cerebral Vascular Accident (CVA) atau Stroke
1. Pengertian Stroke
Definisi stroke atau Cerebral Vascular Accident (CVA) menurut
Simon, dkk (1989) adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak, yang dapat timbul secara mendadak (dalam
waktu hanya beberapa detik) atau secara cepat (dalam tempo beberapa jam),
dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah otak yang mengalami
gangguan pasokan darah.
Menurut Junaidi (2005) stroke adalah penyakit gangguan fungsional
otak berupa kelumpuhan saraf/ defisit neurologik akibat gangguan aliran
darah pada salah satu bagian otak.
Madiyono, dkk (2003) menyebutkan stroke adalah bencana atau
gangguan peredaran darah di otak. Gangguan peredaran darah ini dapat
berupa :
a. Iskemia. Aliran darah berkurang atau terhenti pada sebagian daerah di
otak.
b. Perdarahan. Biasanya terjadi karena dinding pembuluh darah robek.
Gangguan peredaran ini mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila
berat dapat mengakibatkan kematian sebagian sel-sel otak atau yang disebut
2. Pengetahuan Dasar Anatomi tentang Stroke
Pengetahuan dasar ini dimaksudkan membantu memahami stroke
dengan lebih jelas. Chusid (1983) menjelaskan bahwa otak merupakan bagian
depan dari sistem saraf pusat yang mengalami perubahan dan pembesaran.
Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningen) dan terdiri atas
cortex cerebri, ganglion basalis, thalamus serta hipothalamus, mesenchepalon,
batang otak dan cerebellum merupakan landasan yang utama untuk
mempelajari lokasi otak.
Caplan (1993) menjelaskan bahwa batang otak merupakan bangunan
ramping yang kebelakang melanjutkan diri sebagai medula spinalis (batang
saraf dalam tulang belakang). Pesan-pesan yang menuju dan berasal dari
anggota tubuh serta badan dan hemisfer akan dihantarkan lewat medula
spinalis serta batang otak. Ada komunikasi bebas diantara serebelum yang
berhubungan dengan hemisfer, medula spinalis serta lengan dan tungkai.
Beratnya keadaan akibat serangan stroke tergantung lokasi serangan pada
otak, kerusakan yang ditimbulkan, dan juga seberapa besar akibat yang
ditimbulkan pada hubungan yang rumit antara daerah otak yang rusak dengan
bagian otak yang lainnya. Kerusakan pada hubungan ini dapat mengakibatkan
permasalahan yang lebih kompleks daripada kelumpuhan atau gangguan
sensorik yang biasa, misalnya penderita yang sembuh dari serangan stroke
mungkin menghadapi kesulitan dalam penggunaan anggota geraknya secara
9
sendiri, menyisir rambut atau penderita tidak dapat mengenali orang ataupun
benda.
Dijabarkan lagi secara lebih rinci oleh Troeboes (dalam Hartanti,
2001) mengenai fungsi salah satu susunan saraf di otak yakni hemisfer,
sebagai berikut :
a. Fungsi Hemisfer Bagian Kiri
1) Mengendalikan gerakan sisi tubuh sebelah kanan
2) Menginterpretasikan perasaan yang berasal dari sisi kanan tubuh
3) Menginterpretasikan penglihatan dari paruh kanan lapangan
penglihatan
4) Mengendalikan fungsi bicara dan pemahaman pada 99 % orang
yang dominan tangan kanan dan pada 60 % orang yang kidal
(dominan tangan kiri)
Lesi pada Hemisfer bagian kiri akan mengakibatkan :
(1) kelumpuhan tubuh sebelah kanan
(2) hilangnya kemampuan berbahasa (afasia)
(3) gangguan proses berpikir
(4) kebingungan membedakan kiri-kanan
(5) hemianopsia kanan, yaitu defek penglihatan atau kebutaan
pada mata kanan.
(6) gampang kecewa
b. Fungsi Hemisfer Bagian Kanan
1) Mengendalikan gerakan sisi tubuh sebelah kiri
2) Menginterpretasikan perasaan dari sisi kiri tubuh
3) Menginterpretasikan penglihatan dari paruh kiri lapangan
penglihatan
4) Mengendalikan fungsi bicara pada kurang lebih 40 % orang yang
kidal dan hanya 1 % pada orang yang dominan dengan kanan
Lesi pada Hemisfer Bagian Kanan akan mengakibatkan :
(1) kelumpuhan tubuh sebelah kiri
(2) berbicara berlebihan (verbalisasi)
(3) perhatian mudah terganggu
(4) gangguan daya ingat
(5) kebijaksanaan kurang, terutama terhadap keselamatan dirinya,
labil
(6) disorientasi waktu, hemianopsia kiri yaitu defek penglihatan
atau kebutaan pada mata kiri.
(7) pengabaian, impulsif, dan letargi yaitu kesadaran dalam tingkat
yang lebih rendah, yang ditandai dengan lesu, mengantuk dan
apati
B. Depresi
1. Pengertian Depresi
Menurut Sue (1986) depresi adalah keadaan emosional seperti
11
diri dari masyarakat. Greist & Jefferson (1984) menyebutkan bahwa depresi
adalah suatu gangguan yang berlangsung cukup lama disertai tanda-tanda
spesifik dan gejala-gejala yang secara substansial mengganggu kewajaran
sikap dan tindakan seseorang atau yang menyebakan kesedihan yang amat
mendalam.
Beck (1967) memberi definisi tentang depresi berkenaan dengan
adanya tanda-tanda berikut ini :
a. Perubahan suasana hati yang khusus berupa kesedihan, kesepian dan
apatis.
b. Konsep diri negatif yang disertai dengan pencelaan diri sendiri dan
penyalahan diri sendiri.
c. Keinginan-keinginan regresif dalam menghukum diri sendiri seperti
keinginan untuk menarik diri, menyembunyikan diri sendiri/ keinginan
untuk mati.
d. Perubahan-perubahan vegetatif berupa anoreksia, insomnia, dan
kehilangan libido.
e. Perubahan tingkat keefektifan mengerjakan sesuatu, misalnya retardasi
atau agitasi.
Dari sejumlah pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
depresi adalah suatu gangguan mood yang dimanifestasikan dalam gangguan
emosional berupa kesedihan yang mendalam serta gangguan kognitif seperti
timbulnya konsep diri yang negatif yang berlangsung lama sehingga
Gangguan depresi termasuk dalam kategori gangguan mood.
Gangguan mood adalah gangguan yang melibatkan keadaan emosi atau efek
positif dan negatif yang mendalam selama periode tertentu. Istilah afek berarti
suatu respon emosional yang subyektif. Gangguan mood dikarakteristikkan
melalui gangguan mood yang cukup serius dan mempengaruhi aktivitas
kehidupan sehari-hari (Carson & Butcher, 1992). Gangguan yang dihadapi
oleh penderita depresi biasanya seperti perubahan cara makan dan tidur, cara
menilai dirinya sendiri, dan cara berpikir tentang sesuatu.
Beck (1967) mengatakan bahwa gangguan depresi secara kognisi
dapat ditinjau dari tiga komponen. Komponen tersebut adalah diri, dunia, dan
masa depan. Komponen pertama adalah diri, yaitu pandangan terhadap diri
sendiri dengan cara yang negatif, merasa tidak benar atau tidak berharga, dan
memberi atribut pada pengalaman yang tidak menyenangkan dengan
kekurangan-kekurangan pada diri sendiri. Komponen kedua adalah dunia,
yaitu bentuk penafsiran terhadap pengalaman dengan cara yang negatif.
Menafsirkan hubungan dengan lingkungannya pada hal-hal yang negatif.
Komponen ketiga adalah masa depan, yaitu pandangan terhadap masa depan
dengan cara yang negatif, mengharapkan bahwa kesulitan dan penderitaan
akan berlanjut secara tidak jelas.
2. Gejala-Gejala Depresi
Beck (1967) mengelompokkan gejala-gejala gangguan depresi yang
13
a. Manifestasi Fisik
Contoh manifestasi fisik dari gangguan depresi adalah hilangnya
nafsu makan dan seksual, mengalami gangguan tidur, munculnya perasaan
lelah yang berlebihan.
b. Manifestasi Emosional
Manifestasi emosional menggambarkan adanya perubahan
perasaan atau perilaku akibat dari perubahan perasaan. Manifestasi
emosional meliputi:
1) Dejected mood atau perasaan ditolak yang berupa perasaan menderita, sedih, tidak bahagia, merasa bersalah, merasa tidak
berguna, malu, merasa kesepian dan kesendirian.
2) Perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berupa kecewa tehadap
diri sendiri, tidak senang terhadap diri sendiri dan akhirnya
membenci diri sendiri.
3) Berkurangnya kepuasan terhadap aktivitas-aktivitas yang
dilakukan, pada mulanya hanya terbatas pada aktivitas tertentu tapi
kemudian meluas pada semua aktivitas yang dilakukan termasuk
makan, minum, dan seksual.
4) Hilangnya kelekatan emosional dengan orang lain mulai dengan
hilangnya kepuasan sampai dengan kemudian pada ketidakacuhan
terhadap orang lain.
5) Mudah menangis.
c. Manifestasi Kognitif
Manifestasi kognitif terdiri atas tiga kelompok perilaku individu
yang menyimpang. Kelompok pertama meliputi perilaku akibat anggapan
pasien atau penderita yang menyimpang tentang dirinya. Gejala-gejala
yang termasuk dalam kelompok ini adalah penilaian diri yang rendah,
gambaran yang menyimpang tentang penampilan fisiologis dan harapan
yang negatif. Kelompok kedua menggambarkan dugaan pasien tentang
penyebab terjadinya masalah yang sedang dihadapinya. Kelompok ketiga
adalah penyimpangan yang berkaitan dengan area pengambilan keputusan
(The area of decision making). Umumnya pasien merasa ragu-ragu dan terombang-ambing saat mengambil keputusan.
d. Manifestasi Motivasional
Manifestasi motivasional merupakan hal yang tampak paling
menonjol dalam depresi. Manifestasi ini meliputi pengalaman sadar,
hasrat, dan dorongan-dorongan yang ada dalam diri individu. Pola gejala
ini adalah kemunduran sifat dasar (regressive nature). Penderita menarik diri dari aktivitas yang sebenarnya berguna bagi dirinya. Mereka juga
menghindar dari tanggungjawab, tidak mempunyai inisiatif serta
mengalami penurunan energi.
Gejala-gejala tersebut secara lebih spesifik tertera dibawah ini :
1) Hilangnya kemauan dan motivasi untuk melakukan semua
aktivitas, bahkan aktivitas yang paling sederhana sekalipun seperti
15
2) Keinginan unutk menghindar, melarikan diri, dan menarik diri dari
berbagai aktivitas.
3) Keinginan untuk bunuh diri yang muncul berulangkali dalam
pikiran individu.
4) Meningkatnya dependency atau ketergantungan individu terhadap orang lain secara berlebihan.
e. Delusi
Delusi hanya terjadi pada individu yang mengalami gangguan
depresi berat, tidak pada depresi ringan. Ada beberapa kategori delusi
yaitu delusi ketidakberdayaan, delusi mengenai dosa yang tak terampuni
baik mengenai hukuman yang akan diterima maupun mengharapkan
hukuman, ilusi, kemiskinan, nihilistik, dan somatik.
a. Halusinasi
Contoh halusinasi dari gangguan depresi adalah mengalami
halusinasi pada pendengaran, penglihatan, dan penciuman. Sama halnya
dengan delusi, halusinasi hanya terjadi pada individu yang mengalami
gangguan depresi berat, tidak pada depresi ringan.
3. Tipe-Tipe Depresi
Sue (1986) membedakan depresi berdasarkan penyebab gangguan ke
dalam dua jenis, yaitu depresi eksogen dan depresi endogen. Depresi eksogen
diakibatkan oleh penyebab psikologis berupa kejadian-kejadian di luar dirinya
perceraian. Depresi endogen merupakan gangguan yang disebabkan oleh
faktor-faktor genetik (keturunan) dan biologis.
Gangguan depresi dianggap unipolar karena gangguan ini terjadi
hanya pada satu arah kebawah (Nevid dkk, 2005). Pada penderita depresi
unipolar hanya memiliki satu episode afeksi yaitu kesedihan, kemurungan,
yang biasanya berkaitan dengan pengalaman yang sangat menekan dalam
hidupnya seperti kegagalan, penyakit atau kecelakaan yang parah, kematian
teman atau keluarga.
Gangguan-gangguan depresi atau gangguan unipolar terbagi kedalam
2 tipe yaitu gangguan depresi mayor dan gangguan distimik (Nevid dkk,
2005). Diagnosis dari gangguan depresi mayor didasarkan pada munculnya
satu atau lebih episode depresi mayor tanpa adanya riwayat episode manik
atau hipomanik. Dalam episode depresi mayor, penderita mengalami salah
satu diantara mood depresi seperti merasa sedih, putus asa atau kehilangan
minat/ rasa senang dalam semua atau berbagai aktivitas.
Data yang diperoleh APA (dalam Nevid, 2005) menyebutkan bahwa
gangguan depresi mayor merupakan tipe yang paling umum dari gangguan
mood yang dapat didiagnosis, dengan perkiraan prevalensi semasa hidup
berkisar antara 10 % hingga 25 % untuk wanita dan 5 % hingga 12 % untuk
pria.
Tipe kedua dari gangguan depresi adalah gangguan distimik. Individu
dengan gangguan distimik merasakan semangat yang buruk atau merasa
17
sangat parah seperti yang dialami oleh individu dengan gangguan depresi
mayor. Sementara gangguan depresi mayor cenderung parah dan terbatas
waktunya, gangguan distimik relatif ringan dan kronis, biasanya berlangsung
selama beberapa tahun (Klein dalam Nevid, 2005).
4. Penyebab Timbulnya Depresi
Depresi dapat disebabkan oleh faktor dari luar individu (eksternal)
maupun dari dalam individu (internal). Dalam kenyataannya depresi lebih
sering disebabkan oleh keduanya.
a. Faktor dari luar
Kekecewaan dan krisis merupakan keadaan psikis yang biasanya
disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar individu. Beberapa di antara
kejadian-kejadian di luar individu itu disebutkan oleh Holmes (1967)
sebagai berikut :
1) Kematian suami/ istri atau kematian salah seorang keluarga dekat
2) Perceraian
3) Perpisahan dengan keluarga untuk beberapa waktu
4) Masuk penjara
5) Mendapat luka berat atau penyakit atau salah seorang keluarga
menderita sakit
6) Perkawinan
7) Dipecat dari pekerjaan atau peristiwa
9) Kesulitan hubungan seksual
10)Adanya anggota keluarga baru
11)Perubahan peraturan pada tempat pekerjaan atau perubahan
tanggungjawab pada pekerjaan
12)Gangguan finansial atau mempunyai hutang
13)Memulai atau mengakhiri pendidikan
14)Pindah rumah/ tempat tinggal.
b. Faktor dari dalam
Penyebab dari dalam individu kebanyakan bersifat fisik misalnya
gangguan hormonal dan gangguan transmitter di otak.
1) Gangguan hormonal
Gangguan pada beberapa hormon dapat menyebabkan depresi,
misalnya gangguan pada hormon tyroid. Seringpula gangguan pada hormon-hormon seks menimbulkan depresi. Wanita yang mengalami
masa mendekati menopause, sedang hamil atau setelah melahirkan
seringkali menderita depresi akibat terganggunya hormon-hormon
seks tersebut.
2) Gangguan transmitter di otak
Didalam neurotransmitter terdapat tiga macam partikel yaitu
dopamine, serotonine, dan noradrenalin. Ketiga partikel tersebut bila
terganggu fungsinya dapat menimbulkan berbagai gangguan psikiatrik
19
5. Teori tentang Depresi
Depresi telah dipelajari dari berbagai perspektif, mulai dari pandangan
psikoanalisis, yang menekankan pada hubungan konflik ketidaksadaran
dengan kegagalan dan kehilangan. Teori kognitif, yang berfokus pada proses
berpikir individu yang mengalami depresi. Sampai dengan teori belajar, yang
menekankan pada faktor-faktor situasional.
a) Teori psikoanalisis
Teori ini meyakini bahwa depresi mewakili kemarahan yang
diarahkan ke dalam diri sendiri dan bukan terhadap orang-orang yang
dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada diri sendiri setelah
mengalami kehilangan yang sebenarnya atau ancaman kehilangan dari
orang-orang yang dianggap penting (Nevid dkk, 2005). Freud meneorikan
bahwa saat orang merasa kehilangan, atau bahkan takut kehilangan, dan
adanya perasaan ambivalen pada seorang figur yang penting, maka
perasaan marah mereka terhadap orang tersebut berubah menjadi
kemarahan yang ekstrem. Depresi akan berkembang bila individu
berupaya mengurangi rasa kehilangan dengan mengintroyeksi obyek yang
hilang ke dalam dirinya sehingga kemarahan dan kebenciannya diarahkan
ke dalam dirinya. Individu seringkali mengkritik diri sendiri, marah, dan
membenci dirinya untuk sesuatu hal yang bukan kesalahannya. Freud
b) Teori kognitif
Teori ini berupaya menjelaskan sebab-sebab depresi berdasarkan
pada proses-proses psikologis internal. Saat ini ada dua teori yang paling
utama, yaitu : Teori Beck dan Teori Learned-Helplessness dari Seligman (Nevid dkk, 2005).
(1) Teori Beck.
Beck menghubungkan pengembangan depresi dengan adopsi
dari cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara negatif di awal
kehidupan (cognitive triad of depression). Segitiga kognitif mencakup keyakinan-keyakinan negatif mengenai diri sendiri, lingkungan atau
dunia secara umum, dan masa depan. Segitiga kognitif dari depresi
adalah sebagai berikut :
(a) Pandangan negatif tentang diri sendiri. Memandang diri sendiri
sebagai tidak berharga, penuh kekurangan, tidak adekuat, tidak
dapat dicintai, dan kurang memiliki keterampilan yang
dibutuhkan untuk mencapai kebahagiaan.
(b) Pandangan negatif tentang lingkungan. Memandang
lingkungan sebagai memaksakan tuntutan yang berlebihan dan/
atau memberikan hambatan yang tidak mungkin diatasi, yang
terus menerus menyebabkan kegagalan dan kehilangan.
(c) Pandangan negatif tentang masa depan. Memandang masa
21
tidak punya kekuatan untuk mengubah hal-hal menjadi lebih
baik.
Teori kognitif meyakini bahwa orang yang mengadopsi cara
berpikir yang negatif ini memiliki resiko yang lebih besar untuk
menjadi depresi bila dihadapkan pada pengalaman hidup yang
menekan atau mengecewakan.
(2) Teori Learned-Helplessness
Seligman (dalam Nevid dkk, 2005) mengajukan pandangan
bahwa orang dapat menjadi depresi karena ia belajar untuk
memandang dirinya sendiri sebagai tidak berdaya dalam mengontrol
penguatan-penguatan di lingkungannya atau untuk mengubah
kehidupannya menjadi lebih baik. Kerentanan terhadap depresi akan
terjadi bila individu mempunyai keyakinan bahwa dirinya tidak
berdaya. Jika individu merasakan bahwa responnya terus-menerus
hanya memiliki akibat minimal pada lingkungan, individu akan
mengembangkan keyakinan tentang ketidakberdayaan. Jika keyakinan
ini diperkuat dalam situasi yang tidak dapat dikontrol, maka akan
dihasilkan kepasifan dan depresi.
Seligman (dalam Nevid dkk, 2005) mengubah teori
ketidakberdayaan dalam kerangka konsep psikologi sosial atas gaya
atribusional. Gaya atribusional adalah suatu gaya personal dalam
menjelaskan sesuatu. Saat kekecewaan atau kegagalan muncul, kita
karakteristik. Atribusi tersebut dapat internal atau eksternal, stabil atau
tidak stabil dan global atau spesifik. Individu yang tidak berdaya
dan melakukan atribusi kausal internal, stabil dan global kemungkinan
akan mengalami depresi yang lebih mendalam daripada individu yang
tidak berdaya yang melakukan atribusi kausal eksternal, tidak stabil
dan spesifik.
d) Teori belajar.
Konsep depresi dari teori belajar ini diteliti oleh Lewinsohn dan
kawan-kawan (dalam Davison dan Neale, 1986; Sue dkk, 1986) yang
menghasilkan beberapa asumsi yaitu :
(1) Depresi dan simtom-simtom klinis lainnya dapat terjadi jika
tingkah laku memperoleh sedikit penguatan. Bila seorang individu
kehilangan orang yang dicintainya, maka ia akan mengalami
penurunan aktivitas karena perhatian, kasih sayang, dan dukungan
orang lain yang biasa diperolehnya hilang. Hal ini mendorong
timbulnya depresi.
(2) Frekuensi penguatan positif yang kurang ini, pada gilirannya
cenderung mengurangi aktivitas selanjutnya dan kemudian tingkat
penguatan juga menjadi berkurang. Saat mengalami depresi
individu akan memperoleh simpati dari teman-teman dan orang
sekitarnya. Keadaan ini akan memperkuat keadaan tidak aktifnya
23
(3) Jumlah penguatan positif yang tersedia secara potensial bagi
individu adalah fungsi dari tiga variabel yaitu :
(a) Karakteristik pribadi seperti usia, jenis kelamin, dan daya tarik
individu terhadap orang lain.
(b) Lingkungan tempat individu tinggal seperti d rumah lebih
banyak penguat positif.
(c) Perilaku-perilaku individu yang dapat mendatangkan
penguatan berupa keterampilan sosial dan keterampilan
pemecahan masalah.
6. Depresi Pasca Stroke
Stroke dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan seseorang
seperti kemampuan sosial dan fisik. Ketika stroke mengakibatkan
ketidakmampuan fisik ataupun kognitif, penyesuaian emosional dapat menjadi
sangat sulit. Permasalahan emosional setelah stroke menjadi hal yang biasa,
yaitu penderita stroke sangat mudah mengalami depresi (Sarafino, 1998).
Menurut Taylor (1999) penderita stroke dengan kerusakan otak kiri
sering memberi reaksi dengan kecemasan dan depresi, sedangkan penderita
dengan kerusakan otak kanan terlihat lebih biasa dalam menghadapi situasi
mereka.
Gejala depresi pasca stroke sama dengan gejala depresi fungsional
seperti adanya rasa sedih atau gangguan afek, tidak bertenaga, sulit
malam hari dan adanya ide-ide bunuh diri (www.health.lrc). Bagi penderita
stroke, depresi menjadi masalah yang serius, dan tingkatannya tergantung
pada bagian otak yang terkena dan keparahannya.
Bagaimanapun, faktor sosial juga diprediksi dapat mempengaruhi
tingkat depresi. Hubungan penderita stroke dengan yang merawat, apakah
suami/ istri, anggota keluarga lainnya atau teman dapat mempengaruhi tingkat
depresi pasca stroke. Perlindungan yang berlebihan dari yang merawat,
hubungan yang buruk dengan keluarga dan pandangan negatif yang dimiliki
keluarga terhadap situasi yang dihadapi menjadi hal utama penyebab depresi
( Taylor, 1999).
7. Faktor-Faktor yang Dapat Menimbulkan Depresi Pasca Stroke
Ahli ilmu saraf seperti Colamtonio, dkk (dalam Hartanti, 2001) dan
Robinson, dkk (1992) mengemukakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi timbulnya keadaan depresi pasca stroke, antara lain :
a) Lokasi lesi
Penderita stroke yang mengalami lesi di hemisfer kiri, secara
dimakna lebih menderita depresi dibandingkan lesi di hemisfer kanan, dan
80 % akan tetap depresi selama 6 bulan atau lebih (Robinson, dkk, 1992).
Penderita stroke yang mengalami lesi di hemisfer kanan menunjukkan
keadaan sebaliknya, yaitu penderita akan kegirangan yang berlebihan
25
b) Lamanya pasca serangan stroke
Robinson, dkk (1982) mengatakan bahwa depresi pada awal
serangan stroke lebih banyak berhubungan dengan letak lesi dan tidak
berhubungan kuat dengan beratnya hendaya fisik. Lipsey, dkk (dalam
Hartanti, 2001) membuktikan bahwa depresi pasca stroke dipengaruhi
oleh lamanya pasca serangan stroke yang berhubungan dengan hendaya
yang diderita.
c) Hendaya kemampuan fisik
Robinson, dkk (1992) pada studi prospektif terhadap penderita
pasca stroke mendapatkan bahwa korelasi antara derajat keadaan depresi
dan hendaya kemampuan fisik adalah tidak tetap dan akan semakin
meningkat dalam waktu 6 bulan pasca stroke. Didukung oleh penemuan
Lipsey (dalam Hartanti, 2001) yang mengatakan adanya hubungan yang
kuat antara beratnya hendaya fisik dengan gangguan afektif pada 6 bulan
pasca stroke.
d) Pengaruh fungsi kognitif
Robinson, dkk (1992) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara hendaya fungsi kognitif dan skor depresi pada keadaan
akut pasca stroke. Korelasi antara hendaya fungsi kognitif dengan
beratnya depresi ini akan menurun pada periode 3 bulan pasca stroke dan
antara 3-6 bulan pasca stroke hubungan ini akan meningkat lagi. Penderita
yang tidak mengalami depresi akan menunjukkan adanya perbaikan pada
pasca stroke, sebaliknya penderita yang depresi tidak menunjukkan
perbaikan, bahwa akan terjadi penurunan dari skor MMSE (Robinson,
dkk, 1992).
e) Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari
Robinson, dkk (1982) pada studinya terhadap 103 penderita pasca
stroke menemukan bahwa selama dirawat di rumah sakit dalam periode
akut, terdapat hubungan antara hendaya aktivitas kehidupan sehari-hari
dengan beratnya depresi walaupun hubungan tersebut tidak sekuat seperti
letak lesi. Semakin berat hendaya fungsi aktivitas sehari-hari, semakin
berat pula keadaan depresinya. Korelasi ini akan meningkat selama
periode 3 bulan pasca stroke dan pada waktu 6 bulan pasca stroke korelasi
ini akan sekuat antara letak lesi dengan beratnya depresi.
f) Umur penderita
Robinson, dkk (1982) mengatakan bahwa pada keadaan akut pasca
stroke, usia penderita secara bermakna berhubungan dengan beratnya skor
depresi. Dikatakan semakin muda penderita stroke akan semakin menjadi
depresi. Hal ini disebabkan pada penderita muda akan lebih mengalami
kesulitan hidup dibandingkan yang lebih tua, yaitu pada sebagian besar
telah mengalami pensiun dan tidak lagi berhubungan dengan orang lain.
g) Kerusakan otak sebelumnya
Dengan adanya kerusakan dari jaringan otak sebelumnya akan
mempengaruhi timbulnya depresi apabila terdapat serangan stroke
27
anterior hemisfer kiri terhadap frontal pole, sehingga dapat disimpulkan apabila seseorang pernah mendapat serangan stroke di anterior hemisfer
kiri kemudian mendapat serangan stroke di hemisfer kanan, maka gejala
depresi yang timbul berkaitan dengan kerusakan lesi lama di anterior
hemisfer kiri (Robinson, dkk, 1982).
h) Hendaya fungsi sosial
Robinson, dkk (1982) pada studi terhadap 103 penderita pasca
stroke didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara skor penilaian
fungsi sosial dan skor penilaian berat depresi pada keadaan akut. Penilaian
fungsi sosial pada keadaan akut tersebut mencerminkan kemampuan
penyesuaian sosial pada keadaan akut tersebut mencerminkan kemampuan
penyesuaian sosial sebelumnya (premorbid social adjustment), sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin berat depresi yang dialami, semakin
jelek kemampuan fungsi sosial sebelumnya dari penderita. Hubungan ini
akan menurun dan tidak bermakna lagi pada saat 3 bulan pasca stroke.
C. Pria dan Wanita
Perbedaan perlakuan antara pria dan wanita didalam masyarakat
tampaknya berawal dari adanya perbedaan faktor biologis antara pria dan wanita.
Menurut Maccoby (dalam Suhapti, 1995) perbedaan perilaku bagi pria dan wanita
sebenarnya timbul bukan karena faktor bawaan yang dibawa sejak lahir tetapi
perbedaan perlakuan yang diterima pria dan wanita sejak awal masa
perkembangan.
Secara struktur biologis atau jenis kelamin, manusia terdiri dari pria dan
wanita yang masing-masing memiliki alat dan fungsi biologis yang melekat serta
tidak dapat dipertukarkan. Sementara itu konsep gender adalah pembagian pria
dan wanita yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Gender dapat
diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan peran antara pria dan wanita.
Perbedaan fungsi dan peran antara pria dan wanita dibedakan menurut kedudukan
fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan sosial.
William dan Best (dalam Brannon, 1996) menyatakan sifat feminin terdiri dari
sifat seperti lembut, emosional, sabar, dan tekun yang biasanya dilekatkan pada
jenis kelamin wanita, sedangkan sifat maskulin terdiri dari sifat tegas, keras,
mandiri, dan penuh persaingan yang biasanya dilekatkan pada jenis kelamin pria.
Secara fisik-biologis pria dan wanita tidak saja dibedakan oleh jenis
kelamin, bentuk dan anatomi biologis lainnya, melainkan juga komposisi kimia
dalam tubuh. Adanya kenyataan bahwa pria secara biologis berbeda dengan
wanita tidak ada perbedaaan pendapat. Akan tetapi efek perbedaan biologis
terhadap perilaku manusia khususnya dalam perbedaan relasi gender,
menimbulkan banyak perbedaan. Perbedaan anatomis biologis dan komposisi
kimia dalam tubuh oleh sejumlah ilmuwan dianggap berpengaruh pada
perkembangan emosional dan kapasitas intelektual masing-masing. Unger (dalam
Handayani, 2001) mengidentifikasi perbedaan emosional dan intelektual antara
29
Tabel 1
Perbedaan Emosional dan Intelektual Pria dan Wanita
Pria Wanita
- Sangat agresif
- Independen
- Tidak emosional
- Dapat menyembunyikan emosi
- Lebih objektif
- Tidak mudah goyah terhadap krisis
- Lebih berterus terang
- Berperasaan tidak mudah
tersinggung
- Mudah mengatasi persoalan
- Tidak canggung dalam penampilan
- Tidak terlalu agresif
- Tidak terlalu independen
- Lebih emosional
- Sulit menyembunyikan emosi
- Lebih subjektif
- Mudah goyah menghadapi krisis
- Kurang berterus terang
- Berperasaan mudah tersinggung
- Sulit menghadapi persoalan
- Lebih canggung dalam penampilan
D. Dinamika Perbedaan Tingkat Depresi Pria dan Wanita Pasca Stroke
Jenis kelamin pria dan wanita memiliki perbedaan yang bertolak belakang
satu sama lain, baik mencakup fisik maupun psikologis. Secara biologis, alat-alat
biologis melekat pada pria dan wanita selamanya, fungsinya tidak dapat
dipertukarkan. Sementara itu konsep gender yang merupakan pembagian pria dan
wanita yang dikontruksi secara sosial maupun kultural dapat dipertukarkan.
Perbedaan fungsi dan peran antara pria dan wanita tidak ditentukan karena adanya
perbedaan biologis, tetapi dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan,
fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai kehidupan. Adanya
perbedaan fungsi dan peranan itulah yang akan menyebabkan perbedaan cara
Holmes (1967) menyebutkan bahwa salah satu penyebab timbulnya
depresi adalah karena mendapat luka berat atau sakit berat. Terlebih ketika sakit
yang di alaminya merupakan penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup
penderitanya yaitu stroke. Stroke dapat menyebabkan kematian dan kecacatan
utama, ketidakmampuan penderita dalam melakukan sesuatu yang biasanya
dikerjakan sebelum terkena stroke inilah yang semakin membuat penderita
merasa dirinya tidak berguna, sehingga berakibat penderita menjadi mudah
depresi.
Sebab-sebab depresi tersebut dapat dijelaskan berdasarkan pada
proses-proses psikologis internal dengan menggunakan teori kognitif yang dikemukakan
oleh Beck (dalam Nevid dkk, 2005). Beck menyebutkan bahwa timbulnya depresi
disebabkan adanya cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara negatif di awal
kehidupan (cognitive triad of depression), yang kemudian disebut sebagai segitiga kognitif. Segitiga kognitif mencakup keyakinan-keyakinan negatif mengenai diri
sendiri, lingkungan dan masa depan. Pandangan negatif mengenai diri sendiri
yaitu seseorang memandang diri sendiri sebagai tidak berharga, penuh
kekurangan, dan kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai
kebahagiaan; pandangan negatif tentang lingkungan yaitu memandang lingkungan
sebagai memaksakan tuntutan yang berlebihan dan/ atau memberikan hambatan
yang tidak mudah di atasi; pandangan negatif tentang masa depan yaitu
memandang masa depan sebagai tidak ada harapan dan meyakini bahwa dirinya
31
Pemikiran negatif yang menyimpang itu selalu menyertai suatu episode
depresi. Pemikiran negatif yang potensial muncul pada penderita stroke adalah
penalaran emosional. Penalaran emosional adalah ketika seseorang
menginterpretasikan perasaan dan peristiwa berdasarkan emosi dan bukan pada
pertimbangan-pertimbangan yang adil terhadap bukti (Burns, 1988). Penalaran
emosional hampir selalu memainkan peran dalam semua depresi. Pada penderita
stroke munculnya distorsi kognitif tersebut diakibatkan hendaya fisik yang
dialami oleh penderita stroke, sehingga mereka menjadi kesal dan marah dengan
kondisi fisik yang dideritanya, yang kemudian baik pria maupun wanita akan
merasa sebagai orang yang tidak berguna akibat ketidakberdayaan fisik yang
dialaminya setelah stroke.
Baik pria maupun wanita yang pernah mengalami stroke berpotensi
mengalami distorsi kognitif berupa penalaran emosional. Namun adanya
perbedaan karakteristik antara pria dan wanita menyebabkan adanya perbedaan
pola dalam merespon perasaan mereka ketika mengalami depresi (Hoeksema
dalam Brannon, 1996). Karakteristik pria yang tidak emosional dan mampu
mengatasi persoalan, membuat pria akan cenderung memilih terlibat dalam
kegiatan fisik untuk mengatasi perasaan negatifnya. Terlibatnya pria dalam
bentuk kegiatan fisik dapat mengurangi perasaan tidak berdaya yang dialami oleh
pria. Hal itu dapat membuktikan bahwa perasaan negatif yang dirasakan tersebut
tidak benar, karena dengan terlibat dalam kegiatan fisik mereka merasa mampu
dialaminya tidak berlangsung lama dan membuat tingkat depresi menjadi lebih
rendah.
Wanita memiliki karakteristik yang lebih emosional, wanita akan
cenderung memberi reaksi dengan cara menyesali keadaan yang dialaminya.
Penderita stroke wanita akan terus-menerus memikirkan ketidakberdayaannya dan
membenarkan persepsi yang menciptakan perasaan negatifnya tersebut, bahwa
memang mereka merasa tidak berharga karena tidak mampu melakukan apa-apa.
Hal tersebut justru akan membuat distorsi kognitif yang dialami semakin
bertambah, yang semula hanya penalaran emosional berkembang menjadi
pembesaran dan pengecilan serta mendiskualifikasikan hal-hal positif dan hal ini
33
Skema Perbedaan Tingkat Depresi Antara Pria dan Wanita Pasca Stroke
E. Hipotesis
Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diajukan
hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat depresi antara pria
dan wanita pasca stroke, wanita memiliki tingkat depresi lebih tinggi daripada
pria.
PRIA WANITA
- Tidak emosional
- Dapat menyembunyikan emosi
- Tidak mudah goyah terhadap krisis
- Berperasaan tidak mudah tersinggung
- Mudah goyah menghadapi krisis
- Berperasaan mudah tersinggung
- Sulit mengatasi persoalan
STROKE
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian komparatif. Penelitian ini
disebut komparatif karena penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan
tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi :
1. Variabel Bebas : jenis kelamin.
2. Variabel Tergantung : tingkat depresi.
C. Definisi Operasional
Batasan operasional dari variable penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis kelamin, yaitu karakteristik seksual pria dan wanita sebagaimana
yang dinyatakan subjek dalam mengisi identitas.
2. Tingkat depresi, yaitu gangguan mood yang ditandai dengan adanya
fenomena perubahan pada mood yang dimanifestasikan dalam empat
kategori yaitu gangguan emosional, kognitif, motivasional, fisik dan
vegetatif yang masing-masing kategori memiliki gejala-gejala tersendiri
35
D. Subjek Penelitian
Pengambilan sampel menggunakan penarikan sampel purposive yaitu
pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu
yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).
Adapun ciri-ciri subyek yang di ikutsertakan dalam penelitian ini :
1. pria dan wanita
2. usia 40 – 60 tahun, karena usia tersebut merupakan kelompok usia
yang rentan terhadap penyakit stroke dan merupakan usia produktif.
3. sembuh dari stroke antara 6 bulan – 2 tahun, karena pada rentang
waktu tersebut depresi pasca stroke makin memberat dan makin sering
dijumpai.
4. pasien rawat jalan Klinik Syaraf R. S. Bethesda Yogyakarta
E. Metode Pengumpulan Data
Alat yang dipakai dalam pengumpulan data penelitian ini adalah The Beck Depression Inventory (BDI). Beck Depression Inventory (BDI) disusun oleh Aaron T. Beck berdasarkan observasi dan catatannya mengenai sikap dan
simptom pasien depresi selama proses psikoterapi (Beck, 1967).
Melalui seleksi, Beck menyusun menjadi 21 kategori sebagai berikut : (1)
kesedihan, (2) pesimisme, (3) perasaan gagal, (4) ketidakpuasan, (5) perasaan
bersalah, (6) perasaan dihukum, (7) rasa tidak suka terhadap diri sendiri, (8)
menarik diri dari hubungan sosial, (13) ketidakmampuan mengambil keputusan,
(14) perubahan citra tubuh, (15) kelambanan dalam bekerja, (16) gangguan tidur,
(17) kelelahan, (18) hilangnya nafsu makan, (19) hilangnya berat badan, (20)
preokupasi somatik, (21) hilangnya libido.
Masing-masing kategori ini menggambarkan manifestasi depresi dan
terdiri dari 4-5 pernyataan penilaian diri. Pernyataan ini disusun berjenjang,
merefleksikan beratnya simptom dari netral sampai terberat dengan nilai 0-3 pada
beberapa kategori, dua pernyataan diberi bobot yang sama, diberi label a dan b
untuk menunjukkan bahwa pernyataan itu berada pada tingkat yang sama (Beck,
1967)
Tabel 2
Kisi-Kisi Aitem Tes Beck Depression Inventory
No. Komponen Obyek Sikap No. Aitem Jumlah
1.
2.
Manifestasi emosional : kesedihan,
ketidakpuasan, perasaan bersalah,
tidak menyukai diri, menangis, dan
lekas marah
Manifestasi kognitif : pesimistis,
perasaan akan hukuman, menuduh
diri sendiri, ragu dalam mengambil
keputusan, kesan tubuh yang buruk,
dan kecemasan akan kesehatan
37
3.
4.
Manifestasi motivasional : perasaan
gagal, gagasan untuk bunuh diri,
menarik diri dari pergaulan, dan
kemunduran kerja
Manifestasi vegetatif atau fisik :
gangguan tidur, kelelahan, nafsu
makan menurun, berat badan
menurun, dan penurunan minat
terhadap seks
Nilai total yang mungkin bagi seluruh tes BDI adalah 63 dan nilai
terendah adalah 0. Semakin tinggi nilai totalnya maka tingkat depresi semakin
tinggi. Sebaliknya semakin rendah nilainya maka semakin rendah tingkat
depresinya.
F. Validitas dan Reliabilitas Tes Beck Depression Inventory (BDI)
Beck (1967) menguji validitas BDI dengan melakukan korelasi dengan
penilaian klinis mengenai keparahan depresi. Hasil validitas yang diperoleh
adalah koefisien biserial Pearson 0,65 pada penelitian pertama dan 0,67 pada
penelitian kedua. Hal ini menunjukkan bahwa alat tes ini memiliki validitas yang
tinggi, karena mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang
sekecil-kecilnya diantara subjek yang satu dengan yang lain. Sehingga dapat dikatakan
Beck (1967) menguji reliabilitas BDI dengan menggunakan reliabilitas
belah dua antara kategori nomor genap dan nomor ganjil. Hasil yang diperoleh
adalah koefisien reliabilitas sebesar 0,86 dengan Pearson dan 0,93 dengan
Spearman-Brown. Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh hasil yang relatif
sama dan konsistensi antar hasil pengenaaan dua tes tersebut semakin baik, berarti
alat ukur yang digunakan dapat dipercaya dan dapat dikatakan semakin reliabel.
G. Daya Beda Aitem dan Reliabilitas
Retnowati (dalam Hasanat, 1994) mendapatkan korelasi antara butir
dengan total sebesar 0,194 - 0,632 sedangkan reliabilitas dengan Hoyt ditemukan
sebesar 0,844. Prabandari (dalam Hasanat, 1994) mendapatkan angka korelasi
item dengan total sebesar -0,095 – 0,6589 dengan subyek mahasiswa tingkat
lanjut. 2 aitem yang gugur yaitu yang mempunyai korelasi negatif dan yang kecil
tetap dipergunakan dalam penelitian dengan memperbaiki kalimatnya.
Berdasarkan data diatas, dapat dikatakan bahwa BDI merupakan alat yang valid
dan reliabel, sehingga penulis tidak melakukan ujicoba lagi.
Dalam penelitian ini, skala BDI digunakan untuk melihat tingkat depresi
pada pasien pasca stroke. Setelah diujikan, hasil perhitungan reliabilitas koefisien
Alpha (α) Cronbach dengan menggunakan program SPSS versi 13.00 for windows menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,743. Kriteria pemilihan aitem
berdasar korelasi aitem total biasanya digunakan batasan kriteria rix > 0,3
(Azwar,2003). Indeks daya diskriminasi yang didapat relatif rendah yaitu berkisar
39
Dari seluruh aitem yang berjumlah 21, didapatkan 4 aitem yang memiliki
daya diskriminasi kurang dari 0,2. Penentuan batasan kriteria rix > 0,2 dikarenakan
batasan tersebut merupakan batasan minimal untuk menentukan daya diskriminasi
aitem, menurunkan batas kriteria rix < 0,2 sangat tidak disarankan (Azwar, 2005).
Keempat aitem yang memiliki daya beda kurang dari 0,2 adalah aitem 12, 16, 17
dan 21. Aitem-aitem tersebut mengukur penarikan diri dari lingkungan sosial,
gangguan tidur, kelelahan, dan penurunan minat terhadap seks. Rendahnya daya
diskriminasi dari keempat aitem tersebut dikarenakan aitem-aitem tersebut dalam
penelitian ini kurang dapat membedakan subjek yang mengalami depresi.
Meskipun aitem-aitem tersebut memiliki daya diskriminasi kurang dari 0,2 , aitem
tersebut tetap dapat dipakai dengan pertimbangan bahwa aitem-aitem yang
disusun merupakan manifestasi dari gangguan depresi. Dari seluruh aitem yang
berjumlah 21 aitem diperoleh 17 aitem yang memiliki koefisien korelasi item
yang berkisar antara 0,200 - 0,497.
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Asumsi Analisis Data
Dipergunakan untuk mendapatkan kesimpulan yang tidak menyimpang
dari tujuan penelitian, dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas
sebaran dan uji homogenitas.
a. Uji normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi frekuensi sebaran
b. Uji homogenitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah varians dari sampel yang
akan diuji adalah sama atau homogen.
2. Uji Hipotesis Penelitian
Untuk menguji hipotesis penelitian ini menggunakan uji-t (T-test). Uji
T adalah suatu cara untuk membandingkan dua kelompok subjek dengan
mencari perbedaan mean antara sifat atau keadaan atau tingkah laku dua
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian
1. Orientasi Kancah
Penelitian ini dilakukan pada subjek pasca stroke yang merupakan
pasien rawat jalan klinik syaraf Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta terletak di Jalan Jenderal Sudirman 70, Terban,
Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta.
Rumah Sakit Bethesda tergabung dalam suatu yayasan yang menaungi
rumah sakit – rumah sakit Kristen, yang bernama : YAKKUM (Yayasan
Kristen Untuk Kesehatan Umum). Yayasan ini resmi berdiri pada tanggal 1
Februari 1950. Rumah Sakit Bethesda memiliki visi untuk menjadi rumah
sakit pilihan dan jejaring yang memuaskan customer melalui pelayanan profesional, prima berdasarkan kasih Allah. Adapun misi dari Rumah Sakit
Bethesda adalah :
1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang holistic, unggul, efisien dan
efektif, yang berwawasan lingkungan.
2) Menyelenggarakan pelatihan, penelitian dan pengembangan manajemen
yang berkesinambungan untuk menghasilkan SDM yang kapabel,
berkomitmen, sejahtera dan berjiwa kasih.
3) Mewujudkan pelayanan kesehatan terjangkau, memuaskan customer dan
mempertimbangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi agar pelayanan
mampu bersaing di era globalisasi.
Rumah Sakit Bethesda memiliki program unggulan pada unit stroke,
dengan penanganan yang menyeluruh, mulai dari diagnosa "tingkat
kesakitan", fisioterapi dan rehabilitasi bagi para pasien pasca stroke, Unit
Stroke RS. Bethesda senantiasa berusaha memberikan penanganan Stroke
secara comprehensive.
2. Persiapan Penelitian
Penelitian dimulai dengan perijinan penelitian dengan meminta surat
ijin permohonan penelitian dari dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma. Surat perijinan diberikan kepada direktur Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 6 Desember 2007 sampai
dengan 20 Desember 2007.
Prosedur penelitian adalah dengan membagikan skala yang berjumlah
21 pernyataan, masing-masing pernyataan ini menggambarkan manifestasi
depresi. Skala diberikan kepada subjek pasca stroke yang melakukan rawat
jalan di klinik syaraf Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Jumlah subjek yang
mengisi skala penelitian berjumlah 50 orang dengan perincian; 25 orang pria
43
B. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah pria dan wanita pasca stroke .
Setiap kelompok subjek terdiri dari 25 orang, maka jumlah keseluruhan
subjek dalam penelitian ini adalah 50. Subjek penelitian berusia antara 40-60
tahun, dengan rata-rata usia 55 tahun.
Tabel 3
Deskripsi Subjek Penelitian
Pria Wanita
40- 44 3 3
45-49 3 4
50-54 5 6
Usia
55-60 14 12
PNS 2 5
Wiraswasta 14 9
Pensiunan 9 -
Pekerjaan
Ibu RT - 11
Kanan 7 4
Lokasi
Lesi Kiri 18 21
6 bln- 1 thn 16 15
1 thn-1,5 thn 4 6
Lamanya
terkena
Dari hasil pelaksanaan penelitian diperoleh deskripsi data subjek
penelitian sebagai berikut :
Tabel 4
Deskripsi Data Subjek Penelitian Skala Depresi Pria dan Wanita Pasca Stroke
Empiris Statistik Teoritis
Pria Wanita
N 50 25 25
Nilai Maks. 63 30 28
Nilai Min. 0 0 3
Mean 31,5 10,84 14,40
SD 10,5 6,811 6,076
Dari hasil analisis akan didapatkan mean teoritis dan mean empiris,
mean teoritik adalah rata-rata skor alat penelitian yang diperoleh dari angka
yang menjadi titik tengah alat ukur penelitian. Mean empirik adalah rata-rata
skor data penelitian. Mean empirik diperoleh dari angka yang merupakan
rata-rata dari hasil penelitian.
Skala depresi yang digunakan dalam penelitian ini berisi 21 item
pernyataan, pada setiap item diberikan skor 1 untuk nilai terendah dan
diberikan skor 3 untuk nilai tertinggi. Maka rentang maksimal dan minimal
45
untuk skala ini adalah 63 – 0 = 63, maka standar deviasinya (σ) adalah 63 : 6
= 10, 5.
3. Uji Asumsi
a. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor
pada kedua kelompok sample mengikuti distribusi normal. Jika p > 0,05
maka sebaran skor dinyatakan normal. Sebaliknya jika p < 0,05 maka
sebaran skor dinyatakan tidak normal.
Uji normalitas dilakukan dengan One Sample Kosmogorov-Smirnov dengan program SPSS 13.00 for windows. Hasil uji normalitas menghasilkan probabilitas sebesar 0,637 ini berarti bahwa p > 0,05
sehingga distribusi skor adalah normal.
Tabel 5
Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov
Skor
Kolmogorov Sminov 0,744
Asymp. Sig (p) 0,637
b. Uji Homogenitas
Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah kelompok sample
memiliki varian yang homogen atau sama. Jika nilai p > 0,05 maka
kelompok sampel memiliki varians yang sama. Sebaliknya, jika p < 0,05
probabilitas atau p = 0,465. Karena p > 0,05 maka varians tersebut adalah
homogen.
4. Uji Perbedaan
Uji perbedaan atau uji t dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian
ini, yaitu ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.
Pengujian ini menggunakan Independent Sample T-test melalui program SPSS versi 13.00 for windows. Uji–t dilakukan utuk membandingkan dua kelompok subjek dengan mencari perbedaan mean antara sifat atau
keadaan atau tingkah laku dua kelompok tersebut (Hadi, 1997).
Tabel 6
Hasil Uji Hipotesis (Independent Sample t- test)
Depresi N Mean SD Std Error Df p
(1-tailed)
Pria 25 10,84 6,811 1,362
Wanita 25 14,40 6,076 1,215
48 0,028
Keterangan :
N : Jumlah subjek
SD : Besarya standar deviasi
t : Hasil perhitungan uji-t
47
Dalam menentukan hipotesis ditolak atau diterima digunakan dasar
sebagai berikut :
Jika p > 0,05 maka H0 diterima
Jika p < 0,05 maka H0 ditolak.
Berdasarkan hasil uji teoritik didapatkan bahwa p < 0,05 (p= 0,028).
Hal ini berarti bahwa ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita.
Jadi hipotesis penelitian yang berbunyi “ada perbedaan tingkat depresi antara
pria dan wanita pasca stroke, yaitu bahwa wanita memiliki tingkat depresi
lebih tinggi daripada pria” diterima.
5. Kategori Skor BDI
Tabel 7
Kategorisasi Skor BDI menurut Beck
Frekuensi % Rentang Tingkat Depresi
Pria Wanita Pria Wanita
1-10 Normal 12 5 48 % 20 %
11-16 Gangguan mood ringan 11 12 44 % 48 %
17-20 Garis batas depresi klinis - 4 - 16 %
21-30 Depresi sedang 2 4 8 % 16 %
31-40 Depresi parah - - - -