• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke."

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

viii

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA PRIA DAN WANITA PASCA STROKE

Yonathan Supriadi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

ABSTRAK

Penelitian ini termasuk penelitian komparatif yang membandingkan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke. Hipotesis penelitian ini adalah ”ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke, wanita memiliki tingkat depresi lebih tinggi daripada pria. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.

Subjek penelitian ini adalah pasien pasca stroke di Klinik Syaraf R.S Bethesda Yogyakarta. Jumlah subjek adalah 25 pria dan 25 wanita dengan kriteria subjek adalah 40 – 60 tahun. Alat ukur yang dipakai untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala Beck Depression Inventory (BDI) yang diadaptasi. Metode analisis data menggunakan metode uji-t (T-score) dengan menggunakan program Independent Sample T-test dari SPSS 13.00 for Windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai t yang didapat adalah 1,950 dengan nilai p sebesar 0,057 pada taraf signifikansi 5%. Nilai t hitung yang diperoleh lebih kecil dari nilai t tabel (2,021), maka perbedaan yang ada tidak signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.

(2)

ix

THE DIFFERENCE OF DEPRESSION LEVEL BETWEEN MALE AND FEMALE AFTER STROKE

Yonathan Supriadi Psychology Faculty Sanata Dharma University

ABSTRACT

This research was a comparability research by comparing the depression level between male and female after stroke. The hypothesis of this research was “there is the difference level of depression between male and female after stroke, which female more depressive than male”. This research aimed to saw the difference level of depression between male and female after stroke.

Subject of this research was after stroke patient in Neurology Clinic of Bethesda Hospital Yogyakarta. Total of the subject was 25 male and 25 female with the criterion of age was 40-60 years old. Measuring instrument for the data collecting in this research was The Beck Depression Inventory (BDI) adaptation scale. The data was analyzed used Independent Sample T-test from SPSS 13.00 for Windows.

The result showed that the t score was 1,950 equal to p = 0,057 at signification level 5 %. The t score was smaller than the t table (2,021) so that the difference was no significant. The result showed that there were no difference of depression level between male and female after stroke.

(3)

i

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA

PRIA DAN WANITA PASCA STROKE

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh : Yonathan Supriadi

NIM : 029114134

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

Jangan Biarkan Diri Anda...…

KUATIR ketika anda melakukan bagian Anda yang

terbaik.

TERBURU-BURU ketika kesuksesan bergantung pada

ketepatan.

PERCAYA bahwa sesuatu itu tidak mungkin tanpa

mencobanya.

”Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun

juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal

keinginanmu kepada Allah dalam doa dan ucapan

syukur...”

(7)

v

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

Juruselamat yang hidup Tuhan Yesus Kristus

Bapak dan Mama

The one and only my greatest brother

Seseorang yang telah mendukung

(8)
(9)
(10)

viii

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA PRIA DAN WANITA PASCA STROKE

Yonathan Supriadi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

ABSTRAK

Penelitian ini termasuk penelitian komparatif yang membandingkan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke. Hipotesis penelitian ini adalah ”ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke, wanita memiliki tingkat depresi lebih tinggi daripada pria. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.

Subjek penelitian ini adalah pasien pasca stroke di Klinik Syaraf R.S Bethesda Yogyakarta. Jumlah subjek adalah 25 pria dan 25 wanita dengan kriteria subjek adalah 40 – 60 tahun. Alat ukur yang dipakai untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala Beck Depression Inventory (BDI) yang diadaptasi. Metode analisis data menggunakan metode uji-t (T-score) dengan menggunakan program Independent Sample T-test dari SPSS 13.00 for Windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai t yang didapat adalah 1,950 dengan nilai p sebesar 0,057 pada taraf signifikansi 5%. Nilai t hitung yang diperoleh lebih kecil dari nilai t tabel (2,021), maka perbedaan yang ada tidak signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.

(11)

ix

THE DIFFERENCE OF DEPRESSION LEVEL BETWEEN MALE AND FEMALE AFTER STROKE

Yonathan Supriadi Psychology Faculty Sanata Dharma University

ABSTRACT

This research was a comparability research by comparing the depression level between male and female after stroke. The hypothesis of this research was “there is the difference level of depression between male and female after stroke, which female more depressive than male”. This research aimed to saw the difference level of depression between male and female after stroke.

Subject of this research was after stroke patient in Neurology Clinic of Bethesda Hospital Yogyakarta. Total of the subject was 25 male and 25 female with the criterion of age was 40-60 years old. Measuring instrument for the data collecting in this research was The Beck Depression Inventory (BDI) adaptation scale. The data was analyzed used Independent Sample T-test from SPSS 13.00 for Windows.

The result showed that the t score was 1,950 equal to p = 0,057 at signification level 5 %. The t score was smaller than the t table (2,021) so that the difference was no significant. The result showed that there were no difference of depression level between male and female after stroke.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Segala hormat dan kemuliaan hanya kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala hikmat, berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA PRIA DAN WANITA PASCA STROKE”.

Selama proses penulisan skripsi ini telah banyak pihak yang membantu dan mendukung baik mental maupun spiritual, pikiran maupun waktu. Oleh karena itu penulis menghargai segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapa yang Kekal, Juruselamat yang Hidup, Tuhan Yesus Kristus. Hanya

karena kasih kemurahan-Nya sajalah skripsi ini dapat diselesaikan, sungguh tiada hal yang mustahil di hadapan Engkau.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

3. Bapak Y. Agung Santoso, S. Psi. dan Ibu M.M. Nimas Eki S, S. Psi, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberi banyak masukan, semangat, dan bantuan.

(13)

xi

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. ”Terima kasih telah membuka wawasanku dalam bidang psikologi, tanpa engkau saya tiadalah berarti..” especially buat Pak Minta Istono,S.Psi, M.Si (kapan pak poci-an lagi di kaliurang?!hehe.. unforgettable moment bangetlah!)

6. Seluruh staf dan laboran Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Mas Gandung (”makasih ya mas dah bantuin saya crosscheck nilai,) , Mbak Nanik (”makasih buat senyum manisnya tiap ketemu saya”), Mas Dony (”maaf ya mas kalo di ruang baca sering buat berisik, janji deh ga lagi-lagi hehehe...”), Pak Gie (”makasih buat kehangatan yang diberikan selama berproses di kampus psikologi, tetap tersenyum... ☺), dan tentunya tak lupa buat Mas Muji ’Beckham’ (Wah bakal keilangan temen untuk ngomongin bola neh, makasih ya mas buat semuanya.. kita ketemu difinal, MU vs Inter!)

7. Direktur R.S Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di klinik syaraf R.S Bethesda Yogyakarta.

8. Seluruh Dokter Syaraf dan Suster di Klinik Syaraf R.S. Bethesda Yogyakarta. Dokter Kriswanto N, Sp.S, Dokter R. Pinzon, Sp.S, Zr. Tuti, Zr. Sari, Zr. Mulat, Zr. Rohmi dan Bapak Jumiran (”Makasih semua, I luv u all... ”) 9. Bapak (Terimakasih ya pak buat setiap ketulusan doa dan kesabarannya

(14)

xii

buat adikmu ini (maaf lho gendy dipake mulu hehehe....cepetan ya diberesin juga skripsinya!).

10.Om Eddy Kusanto Sekeluarga buat setiap dukungan, baik materiil maupun spiritual.

11.Om dan Tante, beserta kakak dan adik sepupu yang sudah banyak memberi semangat.

12.Pak Zamzam P, S.Pd dan Ibu Siti Maulida, S.Pd di Sukabumi (Terimakasih ya pak dan bu udah menjadi rumah kedua bagi saya). Oki, Retno, Mugya beserta istri, Riana ”RirieJOe” (Terimakasih buat persahabatan yang sudah kita bina sampai sekarang!).

13. Mamah Tanti Sukowati (makasih ya tan buat dukungan dan semangat yg selalu diberikan untuk nyelesein skripsi ini, tanpa Tanti skripsi ini ga bakal beres. Makasih juga buat semua hal yang udah kita jalani bersama, sungguh aku bisa belajar banyak hal ketika kita selalu bersama dan aku percaya kalo semuanya tidak akan sia-sia!)

14.Yohana Tarida Damayanti Sinaga, S.Psi, Elman Andreson Saragih, S.Psi dan Yohanes Dody Mulya Indah (hanya satu kata ”WOW”, sungguh ga bakal ada yang bakal ngalahin kegilaan kita selama ini!!). Natalia Kristanti, Rio Hartomo, S.Psi, Lisna Indrawati, S.Psi (makasih buat kebersaman kita selama ini). Linda, Marin, Willy, Abe, Adip, Hellen (makasih ya teman!)

(15)

xiii

16.Anak-anak Kost semua : Apul, Nando Refael, Efra, Dian, Mas Jo, Bora, Gian,

Rizal dan tentunya the mascot ”Bruno”.

17.Semua teman-teman di PMK Ebenhaezer (Maju terus dalam pelayanan, jadilah terang dan garam di tempat kita semua berada, Gbu All!). Kak Sony, Kak Yolein dan Yoan (makasih ya kak udah jadi kakak pembimbing rohani kami). Especially buat Mamih Devi dan Bunda Inne (ga nyangka ya dari PMK akhirnya kita bisa deket gini, makasih ya buat semua keterbukaannya! Kita bakal terus jadi ’keluarga yang harmonis’!).

18.Paguyuban Mahasiswa Gereja Kristen Pasundan di Yogyakarta.

19.Semua pihak yang tidak disebutkan namun memberikan bantuan, dukungan

dan doanya.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak luput dari kekurangan, oleh

karena itui penulis dengan terbuka menerima segala kritik dan saran dalam

membantu skripsi ini kearah yang lebih baik lagi. Akhir kata penulis

mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Februari 2008

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Cerebral Vascular Accident (CVA) atau yang lebih umum disebut stroke

adalah penyakit gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf/ defisit

neurologik akibat gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak (Junaidi,

2005). Menurut Lumbantobing (2003) penyakit ini merupakan penyebab kematian

ketiga di dunia dan di Indonesia setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke juga

merupakan penyebab cacat badan terbesar dari seluruh penyakit, dengan akibat

penurunan produktivitas kerja/ sumber daya manusia yang pada akhirnya menjadi

beban sosial bagi keluarga.

Perubahan pola struktur masyarakat dewasa ini, dari masyarakat agraris

menjadi masyarakat industri telah membawa dampak pada pergeseran gaya hidup

masyarakat perkotaan, termasuk di dalamnya pola makan yang pada awalnya

alami menjadi gemar makan makanan yang cepat saji. Efek lain dari perubahan

gaya hidup ini ialah terletak pada pergeseran penyakit dari penyakit infeksi ke

penyakit kronis, seperti penyakit jantung dan stroke. Tingginya angka kematian

yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup ini dapat dikurangi jika masyarakat

dapat berusaha menciptakan hal-hal yang baik, seperti cara pengaturan makan

yang baik dan tidak merokok (Sarafino, 1998).

Data insiden stroke di Indonesia hingga saat ini memang belum ada

(17)

pasien yang datang di rumah sakit. Menurut Setyopranoto

(www.suaramerdeka.com) jumlah penderita stroke yang dirawat di rumah sakit

meningkat dari waktu ke waktu. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta

hingga 1995 rata-rata dirawat 726 penderita stroke. Adapun pada tahun 2000,

terdapat 1000 pasien yang dirawat. Di RSUP Djamil Padang, pada tahun 1995

jumlah yang dirawat 37 penderita dan pada tahun 1999 menjadi 279 penderita. Di

RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi, pada tahun 1995 penderita berjumlah 227

dan pada tahun 1999 menjadi 830 penderita. Menurut Lamsudin (1998)

berdasarkan data yang diambil dari Survai Kesehatan Rumah Tangga

menyebutkan bahwa pada 1996 prevalensi stroke adalah 35,6 per 100.000

penduduk. Prevalensi stroke pada kelompok umur 25-34 tahun adalah 6,9 per

100.000 penduduk. Pada kelompok umur 35-44 tahun adalah 20,4 per 100.000

penduduk dan pada kelompok umur 55 tahun ke atas adalah 276,3 per 100.000

penduduk

Pada stroke, gangguan depresi merupakan gangguan emosi yang paling

sering ditemukan. Menurut Andri (www.health.lrc) depresi pada stroke terjadi

karena dua faktor. Faktor yang pertama adalah pada penderita stroke terjadi

sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak yang menyebabkan jalur

komunikasi ke daerah otak tersebut menjadi terhambat. Otak sendiri terdiri dari

beberapa bagian yang tugasnya bermacam-macam. Yang biasanya terkena pada

pasien stroke adalah bagian otak yang mengatur fungsi perasaan dan gerakan

(18)

3

melakukan gerakan akibat lumpuhnya tubuh sebagian dan gangguan suasana

perasaan dan tingkah laku.

Selain dari adanya bagian otak yang mengatur pusat perasaan yang

terkena, depresi pada pasien stroke juga disebabkan karena adanya

ketidakmampuan pasien dalam melakukan sesuatu yang biasanya dikerjakan

sebelum terkena stroke. Bagaimanapun, faktor psikososial juga mempengaruhi

tingkat depresi, seperti kontak sosial dan kegiatan waktu luang dengan teman

menjadi terganggu sehingga menyebabkan penderita stroke merasa dirinya tidak

berguna karena banyaknya keterbatasan yang ada dalam dirinya (Sarafino, 1998).

Depresi pasca stroke ini makin memberat dan makin sering dijumpai

sesudah 6 bulan sampai 2 tahun (Feibel dalam Hartanti, 2002). Depresi menjadi

semakin memberat ketika penderita stroke harus hidup dalam keadaan yang lebih

buruk setelah stroke, sehingga mereka memiliki persepsi yang buruk terhadap

masa depan dan merasa kurang memiliki arti hidup.

Sekitar 15%-25% penderita stroke dalam komunitas masyarakat menderita

depresi, sedangkan penderita stroke yang dirawat di rumah sakit, sekitar

30%-40% menderita depresi (Amir, 2005). Seperti yang dilaporkan oleh Feibel dkk

(dalam Hartanti, 2002) bahwa sepertiga dari 113 penderita pasca stroke

mengalami depresi.

Depresi setelah stroke merupakan hal yang biasa dan dapat mempengaruhi

kelangsungan hidup, akibat fungsional, dan kepuasan hidup penderita. Penelitian

yang dilakukan oleh Glader, dkk (2003) menyebutkan bahwa wanita didiagnosa

(19)

pria. Pertambahan frekuensi depresi pada penderita stroke wanita terus berlanjut

pada 6 bulan dan 1 tahun setelah stroke.

Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Paradiso dan

Robinson (1996) mengenai perbedaan gender dalam depresi pasca stroke, yang

menyebutkan bahwa gangguan depresi mayor setelah stroke dua kali lebih sering

terjadi pada wanita dibanding pria. Depresi pasca stroke yang lebih sering terjadi

pada wanita dikarenakan faktor riwayat keluarga atau pribadi menderita depresi

sebelum stroke, namun ini juga bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan

depresi pasca stroke.

Meskipun wanita dua kali lebih sering mengalami depresi setelah stroke

(Paradiso dan Robinson, 1996 ; Glader dkk, 2003), akan tetapi angka penderita

stroke berdasarkan jenis kelamin justru lebih banyak diderita oleh pria dengan

perbandingan 61,1 % untuk pria dan 38,9 % untuk wanita (Lamsudin, 1998).

Proporsi penderita menurut jenis kelamin ini juga hampir sama dengan yang

dilaporkan oleh Hu dkk (dalam Lamsudin, 1998) di Taiwan yaitu 58,6 % laki-laki

dan 41,4 % wanita. Basim dkk melaporkan perbandingan proporsi penderita

stroke laki-laki dan wanita di Saudi Arabia 1,4 : 1 (Lamsudin, 1998).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Paradiso dan Robinson (1996),

tingginya angka depresi pada wanita lebih dikarenakan karakter subjek

penelitiannya, bahwa subjek yang diambil adalah penderita stroke yang baru saja

melewati periode akut di rumah sakit dan hanya terbatas pada populasi warga

(20)

5

Dari hal itulah yang kemudian mendorong peneliti untuk melakukan

penelitian mengenai perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke

di Indonesia, dengan tidak membatasi pada status sosial ekonominya. Adapun

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan tingkat depresi

antara pria dan wanita pasca stroke, sehingga dapat diambil suatu tindakan dalam

perawatannya agar dapat mencapai kesejahteraan psikologis, yaitu dengan cara

membentuk lingkungan yang saling mendukung, sehingga dapat memberikan

kesempatan perbaikan adaptasi terhadap ketidakberdayaan yang sebenarnya dapat

menimbulkan gangguan depresi.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka masalah pokok yang

terumuskan adalah apakah ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita

pasca stroke?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini ingin

(21)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dari hasil ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam bidang

psikologi sebagai tambahan pengetahuan tentang dampak psikologi penderita

pasca stroke, khususnya masalah depresi.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemahaman bagi keluarga atau yang merawat penderita pasca stroke untuk

(22)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cerebral Vascular Accident (CVA) atau Stroke

1. Pengertian Stroke

Definisi stroke atau Cerebral Vascular Accident (CVA) menurut

Simon, dkk (1989) adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh

gangguan aliran darah dalam otak, yang dapat timbul secara mendadak (dalam

waktu hanya beberapa detik) atau secara cepat (dalam tempo beberapa jam),

dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah otak yang mengalami

gangguan pasokan darah.

Menurut Junaidi (2005) stroke adalah penyakit gangguan fungsional

otak berupa kelumpuhan saraf/ defisit neurologik akibat gangguan aliran

darah pada salah satu bagian otak.

Madiyono, dkk (2003) menyebutkan stroke adalah bencana atau

gangguan peredaran darah di otak. Gangguan peredaran darah ini dapat

berupa :

a. Iskemia. Aliran darah berkurang atau terhenti pada sebagian daerah di

otak.

b. Perdarahan. Biasanya terjadi karena dinding pembuluh darah robek.

Gangguan peredaran ini mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila

berat dapat mengakibatkan kematian sebagian sel-sel otak atau yang disebut

(23)

2. Pengetahuan Dasar Anatomi tentang Stroke

Pengetahuan dasar ini dimaksudkan membantu memahami stroke

dengan lebih jelas. Chusid (1983) menjelaskan bahwa otak merupakan bagian

depan dari sistem saraf pusat yang mengalami perubahan dan pembesaran.

Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningen) dan terdiri atas

cortex cerebri, ganglion basalis, thalamus serta hipothalamus, mesenchepalon,

batang otak dan cerebellum merupakan landasan yang utama untuk

mempelajari lokasi otak.

Caplan (1993) menjelaskan bahwa batang otak merupakan bangunan

ramping yang kebelakang melanjutkan diri sebagai medula spinalis (batang

saraf dalam tulang belakang). Pesan-pesan yang menuju dan berasal dari

anggota tubuh serta badan dan hemisfer akan dihantarkan lewat medula

spinalis serta batang otak. Ada komunikasi bebas diantara serebelum yang

berhubungan dengan hemisfer, medula spinalis serta lengan dan tungkai.

Beratnya keadaan akibat serangan stroke tergantung lokasi serangan pada

otak, kerusakan yang ditimbulkan, dan juga seberapa besar akibat yang

ditimbulkan pada hubungan yang rumit antara daerah otak yang rusak dengan

bagian otak yang lainnya. Kerusakan pada hubungan ini dapat mengakibatkan

permasalahan yang lebih kompleks daripada kelumpuhan atau gangguan

sensorik yang biasa, misalnya penderita yang sembuh dari serangan stroke

mungkin menghadapi kesulitan dalam penggunaan anggota geraknya secara

(24)

9

sendiri, menyisir rambut atau penderita tidak dapat mengenali orang ataupun

benda.

Dijabarkan lagi secara lebih rinci oleh Troeboes (dalam Hartanti,

2001) mengenai fungsi salah satu susunan saraf di otak yakni hemisfer,

sebagai berikut :

a. Fungsi Hemisfer Bagian Kiri

1) Mengendalikan gerakan sisi tubuh sebelah kanan

2) Menginterpretasikan perasaan yang berasal dari sisi kanan tubuh

3) Menginterpretasikan penglihatan dari paruh kanan lapangan

penglihatan

4) Mengendalikan fungsi bicara dan pemahaman pada 99 % orang

yang dominan tangan kanan dan pada 60 % orang yang kidal

(dominan tangan kiri)

Lesi pada Hemisfer bagian kiri akan mengakibatkan :

(1) kelumpuhan tubuh sebelah kanan

(2) hilangnya kemampuan berbahasa (afasia)

(3) gangguan proses berpikir

(4) kebingungan membedakan kiri-kanan

(5) hemianopsia kanan, yaitu defek penglihatan atau kebutaan

pada mata kanan.

(6) gampang kecewa

(25)

b. Fungsi Hemisfer Bagian Kanan

1) Mengendalikan gerakan sisi tubuh sebelah kiri

2) Menginterpretasikan perasaan dari sisi kiri tubuh

3) Menginterpretasikan penglihatan dari paruh kiri lapangan

penglihatan

4) Mengendalikan fungsi bicara pada kurang lebih 40 % orang yang

kidal dan hanya 1 % pada orang yang dominan dengan kanan

Lesi pada Hemisfer Bagian Kanan akan mengakibatkan :

(1) kelumpuhan tubuh sebelah kiri

(2) berbicara berlebihan (verbalisasi)

(3) perhatian mudah terganggu

(4) gangguan daya ingat

(5) kebijaksanaan kurang, terutama terhadap keselamatan dirinya,

labil

(6) disorientasi waktu, hemianopsia kiri yaitu defek penglihatan

atau kebutaan pada mata kiri.

(7) pengabaian, impulsif, dan letargi yaitu kesadaran dalam tingkat

yang lebih rendah, yang ditandai dengan lesu, mengantuk dan

apati

B. Depresi

1. Pengertian Depresi

Menurut Sue (1986) depresi adalah keadaan emosional seperti

(26)

11

diri dari masyarakat. Greist & Jefferson (1984) menyebutkan bahwa depresi

adalah suatu gangguan yang berlangsung cukup lama disertai tanda-tanda

spesifik dan gejala-gejala yang secara substansial mengganggu kewajaran

sikap dan tindakan seseorang atau yang menyebakan kesedihan yang amat

mendalam.

Beck (1967) memberi definisi tentang depresi berkenaan dengan

adanya tanda-tanda berikut ini :

a. Perubahan suasana hati yang khusus berupa kesedihan, kesepian dan

apatis.

b. Konsep diri negatif yang disertai dengan pencelaan diri sendiri dan

penyalahan diri sendiri.

c. Keinginan-keinginan regresif dalam menghukum diri sendiri seperti

keinginan untuk menarik diri, menyembunyikan diri sendiri/ keinginan

untuk mati.

d. Perubahan-perubahan vegetatif berupa anoreksia, insomnia, dan

kehilangan libido.

e. Perubahan tingkat keefektifan mengerjakan sesuatu, misalnya retardasi

atau agitasi.

Dari sejumlah pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

depresi adalah suatu gangguan mood yang dimanifestasikan dalam gangguan

emosional berupa kesedihan yang mendalam serta gangguan kognitif seperti

timbulnya konsep diri yang negatif yang berlangsung lama sehingga

(27)

Gangguan depresi termasuk dalam kategori gangguan mood.

Gangguan mood adalah gangguan yang melibatkan keadaan emosi atau efek

positif dan negatif yang mendalam selama periode tertentu. Istilah afek berarti

suatu respon emosional yang subyektif. Gangguan mood dikarakteristikkan

melalui gangguan mood yang cukup serius dan mempengaruhi aktivitas

kehidupan sehari-hari (Carson & Butcher, 1992). Gangguan yang dihadapi

oleh penderita depresi biasanya seperti perubahan cara makan dan tidur, cara

menilai dirinya sendiri, dan cara berpikir tentang sesuatu.

Beck (1967) mengatakan bahwa gangguan depresi secara kognisi

dapat ditinjau dari tiga komponen. Komponen tersebut adalah diri, dunia, dan

masa depan. Komponen pertama adalah diri, yaitu pandangan terhadap diri

sendiri dengan cara yang negatif, merasa tidak benar atau tidak berharga, dan

memberi atribut pada pengalaman yang tidak menyenangkan dengan

kekurangan-kekurangan pada diri sendiri. Komponen kedua adalah dunia,

yaitu bentuk penafsiran terhadap pengalaman dengan cara yang negatif.

Menafsirkan hubungan dengan lingkungannya pada hal-hal yang negatif.

Komponen ketiga adalah masa depan, yaitu pandangan terhadap masa depan

dengan cara yang negatif, mengharapkan bahwa kesulitan dan penderitaan

akan berlanjut secara tidak jelas.

2. Gejala-Gejala Depresi

Beck (1967) mengelompokkan gejala-gejala gangguan depresi yang

(28)

13

a. Manifestasi Fisik

Contoh manifestasi fisik dari gangguan depresi adalah hilangnya

nafsu makan dan seksual, mengalami gangguan tidur, munculnya perasaan

lelah yang berlebihan.

b. Manifestasi Emosional

Manifestasi emosional menggambarkan adanya perubahan

perasaan atau perilaku akibat dari perubahan perasaan. Manifestasi

emosional meliputi:

1) Dejected mood atau perasaan ditolak yang berupa perasaan menderita, sedih, tidak bahagia, merasa bersalah, merasa tidak

berguna, malu, merasa kesepian dan kesendirian.

2) Perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berupa kecewa tehadap

diri sendiri, tidak senang terhadap diri sendiri dan akhirnya

membenci diri sendiri.

3) Berkurangnya kepuasan terhadap aktivitas-aktivitas yang

dilakukan, pada mulanya hanya terbatas pada aktivitas tertentu tapi

kemudian meluas pada semua aktivitas yang dilakukan termasuk

makan, minum, dan seksual.

4) Hilangnya kelekatan emosional dengan orang lain mulai dengan

hilangnya kepuasan sampai dengan kemudian pada ketidakacuhan

terhadap orang lain.

5) Mudah menangis.

(29)

c. Manifestasi Kognitif

Manifestasi kognitif terdiri atas tiga kelompok perilaku individu

yang menyimpang. Kelompok pertama meliputi perilaku akibat anggapan

pasien atau penderita yang menyimpang tentang dirinya. Gejala-gejala

yang termasuk dalam kelompok ini adalah penilaian diri yang rendah,

gambaran yang menyimpang tentang penampilan fisiologis dan harapan

yang negatif. Kelompok kedua menggambarkan dugaan pasien tentang

penyebab terjadinya masalah yang sedang dihadapinya. Kelompok ketiga

adalah penyimpangan yang berkaitan dengan area pengambilan keputusan

(The area of decision making). Umumnya pasien merasa ragu-ragu dan terombang-ambing saat mengambil keputusan.

d. Manifestasi Motivasional

Manifestasi motivasional merupakan hal yang tampak paling

menonjol dalam depresi. Manifestasi ini meliputi pengalaman sadar,

hasrat, dan dorongan-dorongan yang ada dalam diri individu. Pola gejala

ini adalah kemunduran sifat dasar (regressive nature). Penderita menarik diri dari aktivitas yang sebenarnya berguna bagi dirinya. Mereka juga

menghindar dari tanggungjawab, tidak mempunyai inisiatif serta

mengalami penurunan energi.

Gejala-gejala tersebut secara lebih spesifik tertera dibawah ini :

1) Hilangnya kemauan dan motivasi untuk melakukan semua

aktivitas, bahkan aktivitas yang paling sederhana sekalipun seperti

(30)

15

2) Keinginan unutk menghindar, melarikan diri, dan menarik diri dari

berbagai aktivitas.

3) Keinginan untuk bunuh diri yang muncul berulangkali dalam

pikiran individu.

4) Meningkatnya dependency atau ketergantungan individu terhadap orang lain secara berlebihan.

e. Delusi

Delusi hanya terjadi pada individu yang mengalami gangguan

depresi berat, tidak pada depresi ringan. Ada beberapa kategori delusi

yaitu delusi ketidakberdayaan, delusi mengenai dosa yang tak terampuni

baik mengenai hukuman yang akan diterima maupun mengharapkan

hukuman, ilusi, kemiskinan, nihilistik, dan somatik.

a. Halusinasi

Contoh halusinasi dari gangguan depresi adalah mengalami

halusinasi pada pendengaran, penglihatan, dan penciuman. Sama halnya

dengan delusi, halusinasi hanya terjadi pada individu yang mengalami

gangguan depresi berat, tidak pada depresi ringan.

3. Tipe-Tipe Depresi

Sue (1986) membedakan depresi berdasarkan penyebab gangguan ke

dalam dua jenis, yaitu depresi eksogen dan depresi endogen. Depresi eksogen

diakibatkan oleh penyebab psikologis berupa kejadian-kejadian di luar dirinya

(31)

perceraian. Depresi endogen merupakan gangguan yang disebabkan oleh

faktor-faktor genetik (keturunan) dan biologis.

Gangguan depresi dianggap unipolar karena gangguan ini terjadi

hanya pada satu arah kebawah (Nevid dkk, 2005). Pada penderita depresi

unipolar hanya memiliki satu episode afeksi yaitu kesedihan, kemurungan,

yang biasanya berkaitan dengan pengalaman yang sangat menekan dalam

hidupnya seperti kegagalan, penyakit atau kecelakaan yang parah, kematian

teman atau keluarga.

Gangguan-gangguan depresi atau gangguan unipolar terbagi kedalam

2 tipe yaitu gangguan depresi mayor dan gangguan distimik (Nevid dkk,

2005). Diagnosis dari gangguan depresi mayor didasarkan pada munculnya

satu atau lebih episode depresi mayor tanpa adanya riwayat episode manik

atau hipomanik. Dalam episode depresi mayor, penderita mengalami salah

satu diantara mood depresi seperti merasa sedih, putus asa atau kehilangan

minat/ rasa senang dalam semua atau berbagai aktivitas.

Data yang diperoleh APA (dalam Nevid, 2005) menyebutkan bahwa

gangguan depresi mayor merupakan tipe yang paling umum dari gangguan

mood yang dapat didiagnosis, dengan perkiraan prevalensi semasa hidup

berkisar antara 10 % hingga 25 % untuk wanita dan 5 % hingga 12 % untuk

pria.

Tipe kedua dari gangguan depresi adalah gangguan distimik. Individu

dengan gangguan distimik merasakan semangat yang buruk atau merasa

(32)

17

sangat parah seperti yang dialami oleh individu dengan gangguan depresi

mayor. Sementara gangguan depresi mayor cenderung parah dan terbatas

waktunya, gangguan distimik relatif ringan dan kronis, biasanya berlangsung

selama beberapa tahun (Klein dalam Nevid, 2005).

4. Penyebab Timbulnya Depresi

Depresi dapat disebabkan oleh faktor dari luar individu (eksternal)

maupun dari dalam individu (internal). Dalam kenyataannya depresi lebih

sering disebabkan oleh keduanya.

a. Faktor dari luar

Kekecewaan dan krisis merupakan keadaan psikis yang biasanya

disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar individu. Beberapa di antara

kejadian-kejadian di luar individu itu disebutkan oleh Holmes (1967)

sebagai berikut :

1) Kematian suami/ istri atau kematian salah seorang keluarga dekat

2) Perceraian

3) Perpisahan dengan keluarga untuk beberapa waktu

4) Masuk penjara

5) Mendapat luka berat atau penyakit atau salah seorang keluarga

menderita sakit

6) Perkawinan

7) Dipecat dari pekerjaan atau peristiwa

(33)

9) Kesulitan hubungan seksual

10)Adanya anggota keluarga baru

11)Perubahan peraturan pada tempat pekerjaan atau perubahan

tanggungjawab pada pekerjaan

12)Gangguan finansial atau mempunyai hutang

13)Memulai atau mengakhiri pendidikan

14)Pindah rumah/ tempat tinggal.

b. Faktor dari dalam

Penyebab dari dalam individu kebanyakan bersifat fisik misalnya

gangguan hormonal dan gangguan transmitter di otak.

1) Gangguan hormonal

Gangguan pada beberapa hormon dapat menyebabkan depresi,

misalnya gangguan pada hormon tyroid. Seringpula gangguan pada hormon-hormon seks menimbulkan depresi. Wanita yang mengalami

masa mendekati menopause, sedang hamil atau setelah melahirkan

seringkali menderita depresi akibat terganggunya hormon-hormon

seks tersebut.

2) Gangguan transmitter di otak

Didalam neurotransmitter terdapat tiga macam partikel yaitu

dopamine, serotonine, dan noradrenalin. Ketiga partikel tersebut bila

terganggu fungsinya dapat menimbulkan berbagai gangguan psikiatrik

(34)

19

5. Teori tentang Depresi

Depresi telah dipelajari dari berbagai perspektif, mulai dari pandangan

psikoanalisis, yang menekankan pada hubungan konflik ketidaksadaran

dengan kegagalan dan kehilangan. Teori kognitif, yang berfokus pada proses

berpikir individu yang mengalami depresi. Sampai dengan teori belajar, yang

menekankan pada faktor-faktor situasional.

a) Teori psikoanalisis

Teori ini meyakini bahwa depresi mewakili kemarahan yang

diarahkan ke dalam diri sendiri dan bukan terhadap orang-orang yang

dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada diri sendiri setelah

mengalami kehilangan yang sebenarnya atau ancaman kehilangan dari

orang-orang yang dianggap penting (Nevid dkk, 2005). Freud meneorikan

bahwa saat orang merasa kehilangan, atau bahkan takut kehilangan, dan

adanya perasaan ambivalen pada seorang figur yang penting, maka

perasaan marah mereka terhadap orang tersebut berubah menjadi

kemarahan yang ekstrem. Depresi akan berkembang bila individu

berupaya mengurangi rasa kehilangan dengan mengintroyeksi obyek yang

hilang ke dalam dirinya sehingga kemarahan dan kebenciannya diarahkan

ke dalam dirinya. Individu seringkali mengkritik diri sendiri, marah, dan

membenci dirinya untuk sesuatu hal yang bukan kesalahannya. Freud

(35)

b) Teori kognitif

Teori ini berupaya menjelaskan sebab-sebab depresi berdasarkan

pada proses-proses psikologis internal. Saat ini ada dua teori yang paling

utama, yaitu : Teori Beck dan Teori Learned-Helplessness dari Seligman (Nevid dkk, 2005).

(1) Teori Beck.

Beck menghubungkan pengembangan depresi dengan adopsi

dari cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara negatif di awal

kehidupan (cognitive triad of depression). Segitiga kognitif mencakup keyakinan-keyakinan negatif mengenai diri sendiri, lingkungan atau

dunia secara umum, dan masa depan. Segitiga kognitif dari depresi

adalah sebagai berikut :

(a) Pandangan negatif tentang diri sendiri. Memandang diri sendiri

sebagai tidak berharga, penuh kekurangan, tidak adekuat, tidak

dapat dicintai, dan kurang memiliki keterampilan yang

dibutuhkan untuk mencapai kebahagiaan.

(b) Pandangan negatif tentang lingkungan. Memandang

lingkungan sebagai memaksakan tuntutan yang berlebihan dan/

atau memberikan hambatan yang tidak mungkin diatasi, yang

terus menerus menyebabkan kegagalan dan kehilangan.

(c) Pandangan negatif tentang masa depan. Memandang masa

(36)

21

tidak punya kekuatan untuk mengubah hal-hal menjadi lebih

baik.

Teori kognitif meyakini bahwa orang yang mengadopsi cara

berpikir yang negatif ini memiliki resiko yang lebih besar untuk

menjadi depresi bila dihadapkan pada pengalaman hidup yang

menekan atau mengecewakan.

(2) Teori Learned-Helplessness

Seligman (dalam Nevid dkk, 2005) mengajukan pandangan

bahwa orang dapat menjadi depresi karena ia belajar untuk

memandang dirinya sendiri sebagai tidak berdaya dalam mengontrol

penguatan-penguatan di lingkungannya atau untuk mengubah

kehidupannya menjadi lebih baik. Kerentanan terhadap depresi akan

terjadi bila individu mempunyai keyakinan bahwa dirinya tidak

berdaya. Jika individu merasakan bahwa responnya terus-menerus

hanya memiliki akibat minimal pada lingkungan, individu akan

mengembangkan keyakinan tentang ketidakberdayaan. Jika keyakinan

ini diperkuat dalam situasi yang tidak dapat dikontrol, maka akan

dihasilkan kepasifan dan depresi.

Seligman (dalam Nevid dkk, 2005) mengubah teori

ketidakberdayaan dalam kerangka konsep psikologi sosial atas gaya

atribusional. Gaya atribusional adalah suatu gaya personal dalam

menjelaskan sesuatu. Saat kekecewaan atau kegagalan muncul, kita

(37)

karakteristik. Atribusi tersebut dapat internal atau eksternal, stabil atau

tidak stabil dan global atau spesifik. Individu yang tidak berdaya

dan melakukan atribusi kausal internal, stabil dan global kemungkinan

akan mengalami depresi yang lebih mendalam daripada individu yang

tidak berdaya yang melakukan atribusi kausal eksternal, tidak stabil

dan spesifik.

d) Teori belajar.

Konsep depresi dari teori belajar ini diteliti oleh Lewinsohn dan

kawan-kawan (dalam Davison dan Neale, 1986; Sue dkk, 1986) yang

menghasilkan beberapa asumsi yaitu :

(1) Depresi dan simtom-simtom klinis lainnya dapat terjadi jika

tingkah laku memperoleh sedikit penguatan. Bila seorang individu

kehilangan orang yang dicintainya, maka ia akan mengalami

penurunan aktivitas karena perhatian, kasih sayang, dan dukungan

orang lain yang biasa diperolehnya hilang. Hal ini mendorong

timbulnya depresi.

(2) Frekuensi penguatan positif yang kurang ini, pada gilirannya

cenderung mengurangi aktivitas selanjutnya dan kemudian tingkat

penguatan juga menjadi berkurang. Saat mengalami depresi

individu akan memperoleh simpati dari teman-teman dan orang

sekitarnya. Keadaan ini akan memperkuat keadaan tidak aktifnya

(38)

23

(3) Jumlah penguatan positif yang tersedia secara potensial bagi

individu adalah fungsi dari tiga variabel yaitu :

(a) Karakteristik pribadi seperti usia, jenis kelamin, dan daya tarik

individu terhadap orang lain.

(b) Lingkungan tempat individu tinggal seperti d rumah lebih

banyak penguat positif.

(c) Perilaku-perilaku individu yang dapat mendatangkan

penguatan berupa keterampilan sosial dan keterampilan

pemecahan masalah.

6. Depresi Pasca Stroke

Stroke dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan seseorang

seperti kemampuan sosial dan fisik. Ketika stroke mengakibatkan

ketidakmampuan fisik ataupun kognitif, penyesuaian emosional dapat menjadi

sangat sulit. Permasalahan emosional setelah stroke menjadi hal yang biasa,

yaitu penderita stroke sangat mudah mengalami depresi (Sarafino, 1998).

Menurut Taylor (1999) penderita stroke dengan kerusakan otak kiri

sering memberi reaksi dengan kecemasan dan depresi, sedangkan penderita

dengan kerusakan otak kanan terlihat lebih biasa dalam menghadapi situasi

mereka.

Gejala depresi pasca stroke sama dengan gejala depresi fungsional

seperti adanya rasa sedih atau gangguan afek, tidak bertenaga, sulit

(39)

malam hari dan adanya ide-ide bunuh diri (www.health.lrc). Bagi penderita

stroke, depresi menjadi masalah yang serius, dan tingkatannya tergantung

pada bagian otak yang terkena dan keparahannya.

Bagaimanapun, faktor sosial juga diprediksi dapat mempengaruhi

tingkat depresi. Hubungan penderita stroke dengan yang merawat, apakah

suami/ istri, anggota keluarga lainnya atau teman dapat mempengaruhi tingkat

depresi pasca stroke. Perlindungan yang berlebihan dari yang merawat,

hubungan yang buruk dengan keluarga dan pandangan negatif yang dimiliki

keluarga terhadap situasi yang dihadapi menjadi hal utama penyebab depresi

( Taylor, 1999).

7. Faktor-Faktor yang Dapat Menimbulkan Depresi Pasca Stroke

Ahli ilmu saraf seperti Colamtonio, dkk (dalam Hartanti, 2001) dan

Robinson, dkk (1992) mengemukakan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi timbulnya keadaan depresi pasca stroke, antara lain :

a) Lokasi lesi

Penderita stroke yang mengalami lesi di hemisfer kiri, secara

dimakna lebih menderita depresi dibandingkan lesi di hemisfer kanan, dan

80 % akan tetap depresi selama 6 bulan atau lebih (Robinson, dkk, 1992).

Penderita stroke yang mengalami lesi di hemisfer kanan menunjukkan

keadaan sebaliknya, yaitu penderita akan kegirangan yang berlebihan

(40)

25

b) Lamanya pasca serangan stroke

Robinson, dkk (1982) mengatakan bahwa depresi pada awal

serangan stroke lebih banyak berhubungan dengan letak lesi dan tidak

berhubungan kuat dengan beratnya hendaya fisik. Lipsey, dkk (dalam

Hartanti, 2001) membuktikan bahwa depresi pasca stroke dipengaruhi

oleh lamanya pasca serangan stroke yang berhubungan dengan hendaya

yang diderita.

c) Hendaya kemampuan fisik

Robinson, dkk (1992) pada studi prospektif terhadap penderita

pasca stroke mendapatkan bahwa korelasi antara derajat keadaan depresi

dan hendaya kemampuan fisik adalah tidak tetap dan akan semakin

meningkat dalam waktu 6 bulan pasca stroke. Didukung oleh penemuan

Lipsey (dalam Hartanti, 2001) yang mengatakan adanya hubungan yang

kuat antara beratnya hendaya fisik dengan gangguan afektif pada 6 bulan

pasca stroke.

d) Pengaruh fungsi kognitif

Robinson, dkk (1992) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara hendaya fungsi kognitif dan skor depresi pada keadaan

akut pasca stroke. Korelasi antara hendaya fungsi kognitif dengan

beratnya depresi ini akan menurun pada periode 3 bulan pasca stroke dan

antara 3-6 bulan pasca stroke hubungan ini akan meningkat lagi. Penderita

yang tidak mengalami depresi akan menunjukkan adanya perbaikan pada

(41)

pasca stroke, sebaliknya penderita yang depresi tidak menunjukkan

perbaikan, bahwa akan terjadi penurunan dari skor MMSE (Robinson,

dkk, 1992).

e) Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari

Robinson, dkk (1982) pada studinya terhadap 103 penderita pasca

stroke menemukan bahwa selama dirawat di rumah sakit dalam periode

akut, terdapat hubungan antara hendaya aktivitas kehidupan sehari-hari

dengan beratnya depresi walaupun hubungan tersebut tidak sekuat seperti

letak lesi. Semakin berat hendaya fungsi aktivitas sehari-hari, semakin

berat pula keadaan depresinya. Korelasi ini akan meningkat selama

periode 3 bulan pasca stroke dan pada waktu 6 bulan pasca stroke korelasi

ini akan sekuat antara letak lesi dengan beratnya depresi.

f) Umur penderita

Robinson, dkk (1982) mengatakan bahwa pada keadaan akut pasca

stroke, usia penderita secara bermakna berhubungan dengan beratnya skor

depresi. Dikatakan semakin muda penderita stroke akan semakin menjadi

depresi. Hal ini disebabkan pada penderita muda akan lebih mengalami

kesulitan hidup dibandingkan yang lebih tua, yaitu pada sebagian besar

telah mengalami pensiun dan tidak lagi berhubungan dengan orang lain.

g) Kerusakan otak sebelumnya

Dengan adanya kerusakan dari jaringan otak sebelumnya akan

mempengaruhi timbulnya depresi apabila terdapat serangan stroke

(42)

27

anterior hemisfer kiri terhadap frontal pole, sehingga dapat disimpulkan apabila seseorang pernah mendapat serangan stroke di anterior hemisfer

kiri kemudian mendapat serangan stroke di hemisfer kanan, maka gejala

depresi yang timbul berkaitan dengan kerusakan lesi lama di anterior

hemisfer kiri (Robinson, dkk, 1982).

h) Hendaya fungsi sosial

Robinson, dkk (1982) pada studi terhadap 103 penderita pasca

stroke didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara skor penilaian

fungsi sosial dan skor penilaian berat depresi pada keadaan akut. Penilaian

fungsi sosial pada keadaan akut tersebut mencerminkan kemampuan

penyesuaian sosial pada keadaan akut tersebut mencerminkan kemampuan

penyesuaian sosial sebelumnya (premorbid social adjustment), sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin berat depresi yang dialami, semakin

jelek kemampuan fungsi sosial sebelumnya dari penderita. Hubungan ini

akan menurun dan tidak bermakna lagi pada saat 3 bulan pasca stroke.

C. Pria dan Wanita

Perbedaan perlakuan antara pria dan wanita didalam masyarakat

tampaknya berawal dari adanya perbedaan faktor biologis antara pria dan wanita.

Menurut Maccoby (dalam Suhapti, 1995) perbedaan perilaku bagi pria dan wanita

sebenarnya timbul bukan karena faktor bawaan yang dibawa sejak lahir tetapi

(43)

perbedaan perlakuan yang diterima pria dan wanita sejak awal masa

perkembangan.

Secara struktur biologis atau jenis kelamin, manusia terdiri dari pria dan

wanita yang masing-masing memiliki alat dan fungsi biologis yang melekat serta

tidak dapat dipertukarkan. Sementara itu konsep gender adalah pembagian pria

dan wanita yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Gender dapat

diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan peran antara pria dan wanita.

Perbedaan fungsi dan peran antara pria dan wanita dibedakan menurut kedudukan

fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan sosial.

William dan Best (dalam Brannon, 1996) menyatakan sifat feminin terdiri dari

sifat seperti lembut, emosional, sabar, dan tekun yang biasanya dilekatkan pada

jenis kelamin wanita, sedangkan sifat maskulin terdiri dari sifat tegas, keras,

mandiri, dan penuh persaingan yang biasanya dilekatkan pada jenis kelamin pria.

Secara fisik-biologis pria dan wanita tidak saja dibedakan oleh jenis

kelamin, bentuk dan anatomi biologis lainnya, melainkan juga komposisi kimia

dalam tubuh. Adanya kenyataan bahwa pria secara biologis berbeda dengan

wanita tidak ada perbedaaan pendapat. Akan tetapi efek perbedaan biologis

terhadap perilaku manusia khususnya dalam perbedaan relasi gender,

menimbulkan banyak perbedaan. Perbedaan anatomis biologis dan komposisi

kimia dalam tubuh oleh sejumlah ilmuwan dianggap berpengaruh pada

perkembangan emosional dan kapasitas intelektual masing-masing. Unger (dalam

Handayani, 2001) mengidentifikasi perbedaan emosional dan intelektual antara

(44)

29

Tabel 1

Perbedaan Emosional dan Intelektual Pria dan Wanita

Pria Wanita

- Sangat agresif

- Independen

- Tidak emosional

- Dapat menyembunyikan emosi

- Lebih objektif

- Tidak mudah goyah terhadap krisis

- Lebih berterus terang

- Berperasaan tidak mudah

tersinggung

- Mudah mengatasi persoalan

- Tidak canggung dalam penampilan

- Tidak terlalu agresif

- Tidak terlalu independen

- Lebih emosional

- Sulit menyembunyikan emosi

- Lebih subjektif

- Mudah goyah menghadapi krisis

- Kurang berterus terang

- Berperasaan mudah tersinggung

- Sulit menghadapi persoalan

- Lebih canggung dalam penampilan

D. Dinamika Perbedaan Tingkat Depresi Pria dan Wanita Pasca Stroke

Jenis kelamin pria dan wanita memiliki perbedaan yang bertolak belakang

satu sama lain, baik mencakup fisik maupun psikologis. Secara biologis, alat-alat

biologis melekat pada pria dan wanita selamanya, fungsinya tidak dapat

dipertukarkan. Sementara itu konsep gender yang merupakan pembagian pria dan

wanita yang dikontruksi secara sosial maupun kultural dapat dipertukarkan.

Perbedaan fungsi dan peran antara pria dan wanita tidak ditentukan karena adanya

perbedaan biologis, tetapi dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan,

fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai kehidupan. Adanya

perbedaan fungsi dan peranan itulah yang akan menyebabkan perbedaan cara

(45)

Holmes (1967) menyebutkan bahwa salah satu penyebab timbulnya

depresi adalah karena mendapat luka berat atau sakit berat. Terlebih ketika sakit

yang di alaminya merupakan penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup

penderitanya yaitu stroke. Stroke dapat menyebabkan kematian dan kecacatan

utama, ketidakmampuan penderita dalam melakukan sesuatu yang biasanya

dikerjakan sebelum terkena stroke inilah yang semakin membuat penderita

merasa dirinya tidak berguna, sehingga berakibat penderita menjadi mudah

depresi.

Sebab-sebab depresi tersebut dapat dijelaskan berdasarkan pada

proses-proses psikologis internal dengan menggunakan teori kognitif yang dikemukakan

oleh Beck (dalam Nevid dkk, 2005). Beck menyebutkan bahwa timbulnya depresi

disebabkan adanya cara berpikir yang bias atau terdistorsi secara negatif di awal

kehidupan (cognitive triad of depression), yang kemudian disebut sebagai segitiga kognitif. Segitiga kognitif mencakup keyakinan-keyakinan negatif mengenai diri

sendiri, lingkungan dan masa depan. Pandangan negatif mengenai diri sendiri

yaitu seseorang memandang diri sendiri sebagai tidak berharga, penuh

kekurangan, dan kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai

kebahagiaan; pandangan negatif tentang lingkungan yaitu memandang lingkungan

sebagai memaksakan tuntutan yang berlebihan dan/ atau memberikan hambatan

yang tidak mudah di atasi; pandangan negatif tentang masa depan yaitu

memandang masa depan sebagai tidak ada harapan dan meyakini bahwa dirinya

(46)

31

Pemikiran negatif yang menyimpang itu selalu menyertai suatu episode

depresi. Pemikiran negatif yang potensial muncul pada penderita stroke adalah

penalaran emosional. Penalaran emosional adalah ketika seseorang

menginterpretasikan perasaan dan peristiwa berdasarkan emosi dan bukan pada

pertimbangan-pertimbangan yang adil terhadap bukti (Burns, 1988). Penalaran

emosional hampir selalu memainkan peran dalam semua depresi. Pada penderita

stroke munculnya distorsi kognitif tersebut diakibatkan hendaya fisik yang

dialami oleh penderita stroke, sehingga mereka menjadi kesal dan marah dengan

kondisi fisik yang dideritanya, yang kemudian baik pria maupun wanita akan

merasa sebagai orang yang tidak berguna akibat ketidakberdayaan fisik yang

dialaminya setelah stroke.

Baik pria maupun wanita yang pernah mengalami stroke berpotensi

mengalami distorsi kognitif berupa penalaran emosional. Namun adanya

perbedaan karakteristik antara pria dan wanita menyebabkan adanya perbedaan

pola dalam merespon perasaan mereka ketika mengalami depresi (Hoeksema

dalam Brannon, 1996). Karakteristik pria yang tidak emosional dan mampu

mengatasi persoalan, membuat pria akan cenderung memilih terlibat dalam

kegiatan fisik untuk mengatasi perasaan negatifnya. Terlibatnya pria dalam

bentuk kegiatan fisik dapat mengurangi perasaan tidak berdaya yang dialami oleh

pria. Hal itu dapat membuktikan bahwa perasaan negatif yang dirasakan tersebut

tidak benar, karena dengan terlibat dalam kegiatan fisik mereka merasa mampu

(47)

dialaminya tidak berlangsung lama dan membuat tingkat depresi menjadi lebih

rendah.

Wanita memiliki karakteristik yang lebih emosional, wanita akan

cenderung memberi reaksi dengan cara menyesali keadaan yang dialaminya.

Penderita stroke wanita akan terus-menerus memikirkan ketidakberdayaannya dan

membenarkan persepsi yang menciptakan perasaan negatifnya tersebut, bahwa

memang mereka merasa tidak berharga karena tidak mampu melakukan apa-apa.

Hal tersebut justru akan membuat distorsi kognitif yang dialami semakin

bertambah, yang semula hanya penalaran emosional berkembang menjadi

pembesaran dan pengecilan serta mendiskualifikasikan hal-hal positif dan hal ini

(48)

33

Skema Perbedaan Tingkat Depresi Antara Pria dan Wanita Pasca Stroke

E. Hipotesis

Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diajukan

hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat depresi antara pria

dan wanita pasca stroke, wanita memiliki tingkat depresi lebih tinggi daripada

pria.

PRIA WANITA

- Tidak emosional

- Dapat menyembunyikan emosi

- Tidak mudah goyah terhadap krisis

- Berperasaan tidak mudah tersinggung

- Mudah goyah menghadapi krisis

- Berperasaan mudah tersinggung

- Sulit mengatasi persoalan

STROKE

(49)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian komparatif. Penelitian ini

disebut komparatif karena penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan

tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi :

1. Variabel Bebas : jenis kelamin.

2. Variabel Tergantung : tingkat depresi.

C. Definisi Operasional

Batasan operasional dari variable penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis kelamin, yaitu karakteristik seksual pria dan wanita sebagaimana

yang dinyatakan subjek dalam mengisi identitas.

2. Tingkat depresi, yaitu gangguan mood yang ditandai dengan adanya

fenomena perubahan pada mood yang dimanifestasikan dalam empat

kategori yaitu gangguan emosional, kognitif, motivasional, fisik dan

vegetatif yang masing-masing kategori memiliki gejala-gejala tersendiri

(50)

35

D. Subjek Penelitian

Pengambilan sampel menggunakan penarikan sampel purposive yaitu

pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu

yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).

Adapun ciri-ciri subyek yang di ikutsertakan dalam penelitian ini :

1. pria dan wanita

2. usia 40 – 60 tahun, karena usia tersebut merupakan kelompok usia

yang rentan terhadap penyakit stroke dan merupakan usia produktif.

3. sembuh dari stroke antara 6 bulan – 2 tahun, karena pada rentang

waktu tersebut depresi pasca stroke makin memberat dan makin sering

dijumpai.

4. pasien rawat jalan Klinik Syaraf R. S. Bethesda Yogyakarta

E. Metode Pengumpulan Data

Alat yang dipakai dalam pengumpulan data penelitian ini adalah The Beck Depression Inventory (BDI). Beck Depression Inventory (BDI) disusun oleh Aaron T. Beck berdasarkan observasi dan catatannya mengenai sikap dan

simptom pasien depresi selama proses psikoterapi (Beck, 1967).

Melalui seleksi, Beck menyusun menjadi 21 kategori sebagai berikut : (1)

kesedihan, (2) pesimisme, (3) perasaan gagal, (4) ketidakpuasan, (5) perasaan

bersalah, (6) perasaan dihukum, (7) rasa tidak suka terhadap diri sendiri, (8)

(51)

menarik diri dari hubungan sosial, (13) ketidakmampuan mengambil keputusan,

(14) perubahan citra tubuh, (15) kelambanan dalam bekerja, (16) gangguan tidur,

(17) kelelahan, (18) hilangnya nafsu makan, (19) hilangnya berat badan, (20)

preokupasi somatik, (21) hilangnya libido.

Masing-masing kategori ini menggambarkan manifestasi depresi dan

terdiri dari 4-5 pernyataan penilaian diri. Pernyataan ini disusun berjenjang,

merefleksikan beratnya simptom dari netral sampai terberat dengan nilai 0-3 pada

beberapa kategori, dua pernyataan diberi bobot yang sama, diberi label a dan b

untuk menunjukkan bahwa pernyataan itu berada pada tingkat yang sama (Beck,

1967)

Tabel 2

Kisi-Kisi Aitem Tes Beck Depression Inventory

No. Komponen Obyek Sikap No. Aitem Jumlah

1.

2.

Manifestasi emosional : kesedihan,

ketidakpuasan, perasaan bersalah,

tidak menyukai diri, menangis, dan

lekas marah

Manifestasi kognitif : pesimistis,

perasaan akan hukuman, menuduh

diri sendiri, ragu dalam mengambil

keputusan, kesan tubuh yang buruk,

dan kecemasan akan kesehatan

(52)

37

3.

4.

Manifestasi motivasional : perasaan

gagal, gagasan untuk bunuh diri,

menarik diri dari pergaulan, dan

kemunduran kerja

Manifestasi vegetatif atau fisik :

gangguan tidur, kelelahan, nafsu

makan menurun, berat badan

menurun, dan penurunan minat

terhadap seks

Nilai total yang mungkin bagi seluruh tes BDI adalah 63 dan nilai

terendah adalah 0. Semakin tinggi nilai totalnya maka tingkat depresi semakin

tinggi. Sebaliknya semakin rendah nilainya maka semakin rendah tingkat

depresinya.

F. Validitas dan Reliabilitas Tes Beck Depression Inventory (BDI)

Beck (1967) menguji validitas BDI dengan melakukan korelasi dengan

penilaian klinis mengenai keparahan depresi. Hasil validitas yang diperoleh

adalah koefisien biserial Pearson 0,65 pada penelitian pertama dan 0,67 pada

penelitian kedua. Hal ini menunjukkan bahwa alat tes ini memiliki validitas yang

tinggi, karena mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang

sekecil-kecilnya diantara subjek yang satu dengan yang lain. Sehingga dapat dikatakan

(53)

Beck (1967) menguji reliabilitas BDI dengan menggunakan reliabilitas

belah dua antara kategori nomor genap dan nomor ganjil. Hasil yang diperoleh

adalah koefisien reliabilitas sebesar 0,86 dengan Pearson dan 0,93 dengan

Spearman-Brown. Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh hasil yang relatif

sama dan konsistensi antar hasil pengenaaan dua tes tersebut semakin baik, berarti

alat ukur yang digunakan dapat dipercaya dan dapat dikatakan semakin reliabel.

G. Daya Beda Aitem dan Reliabilitas

Retnowati (dalam Hasanat, 1994) mendapatkan korelasi antara butir

dengan total sebesar 0,194 - 0,632 sedangkan reliabilitas dengan Hoyt ditemukan

sebesar 0,844. Prabandari (dalam Hasanat, 1994) mendapatkan angka korelasi

item dengan total sebesar -0,095 – 0,6589 dengan subyek mahasiswa tingkat

lanjut. 2 aitem yang gugur yaitu yang mempunyai korelasi negatif dan yang kecil

tetap dipergunakan dalam penelitian dengan memperbaiki kalimatnya.

Berdasarkan data diatas, dapat dikatakan bahwa BDI merupakan alat yang valid

dan reliabel, sehingga penulis tidak melakukan ujicoba lagi.

Dalam penelitian ini, skala BDI digunakan untuk melihat tingkat depresi

pada pasien pasca stroke. Setelah diujikan, hasil perhitungan reliabilitas koefisien

Alpha (α) Cronbach dengan menggunakan program SPSS versi 13.00 for windows menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,743. Kriteria pemilihan aitem

berdasar korelasi aitem total biasanya digunakan batasan kriteria rix > 0,3

(Azwar,2003). Indeks daya diskriminasi yang didapat relatif rendah yaitu berkisar

(54)

39

Dari seluruh aitem yang berjumlah 21, didapatkan 4 aitem yang memiliki

daya diskriminasi kurang dari 0,2. Penentuan batasan kriteria rix > 0,2 dikarenakan

batasan tersebut merupakan batasan minimal untuk menentukan daya diskriminasi

aitem, menurunkan batas kriteria rix < 0,2 sangat tidak disarankan (Azwar, 2005).

Keempat aitem yang memiliki daya beda kurang dari 0,2 adalah aitem 12, 16, 17

dan 21. Aitem-aitem tersebut mengukur penarikan diri dari lingkungan sosial,

gangguan tidur, kelelahan, dan penurunan minat terhadap seks. Rendahnya daya

diskriminasi dari keempat aitem tersebut dikarenakan aitem-aitem tersebut dalam

penelitian ini kurang dapat membedakan subjek yang mengalami depresi.

Meskipun aitem-aitem tersebut memiliki daya diskriminasi kurang dari 0,2 , aitem

tersebut tetap dapat dipakai dengan pertimbangan bahwa aitem-aitem yang

disusun merupakan manifestasi dari gangguan depresi. Dari seluruh aitem yang

berjumlah 21 aitem diperoleh 17 aitem yang memiliki koefisien korelasi item

yang berkisar antara 0,200 - 0,497.

H. Teknik Analisis Data

1. Uji Asumsi Analisis Data

Dipergunakan untuk mendapatkan kesimpulan yang tidak menyimpang

dari tujuan penelitian, dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas

sebaran dan uji homogenitas.

a. Uji normalitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi frekuensi sebaran

(55)

b. Uji homogenitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah varians dari sampel yang

akan diuji adalah sama atau homogen.

2. Uji Hipotesis Penelitian

Untuk menguji hipotesis penelitian ini menggunakan uji-t (T-test). Uji

T adalah suatu cara untuk membandingkan dua kelompok subjek dengan

mencari perbedaan mean antara sifat atau keadaan atau tingkah laku dua

(56)

41

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah

Penelitian ini dilakukan pada subjek pasca stroke yang merupakan

pasien rawat jalan klinik syaraf Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta terletak di Jalan Jenderal Sudirman 70, Terban,

Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta.

Rumah Sakit Bethesda tergabung dalam suatu yayasan yang menaungi

rumah sakit – rumah sakit Kristen, yang bernama : YAKKUM (Yayasan

Kristen Untuk Kesehatan Umum). Yayasan ini resmi berdiri pada tanggal 1

Februari 1950. Rumah Sakit Bethesda memiliki visi untuk menjadi rumah

sakit pilihan dan jejaring yang memuaskan customer melalui pelayanan profesional, prima berdasarkan kasih Allah. Adapun misi dari Rumah Sakit

Bethesda adalah :

1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang holistic, unggul, efisien dan

efektif, yang berwawasan lingkungan.

2) Menyelenggarakan pelatihan, penelitian dan pengembangan manajemen

yang berkesinambungan untuk menghasilkan SDM yang kapabel,

berkomitmen, sejahtera dan berjiwa kasih.

3) Mewujudkan pelayanan kesehatan terjangkau, memuaskan customer dan

(57)

mempertimbangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi agar pelayanan

mampu bersaing di era globalisasi.

Rumah Sakit Bethesda memiliki program unggulan pada unit stroke,

dengan penanganan yang menyeluruh, mulai dari diagnosa "tingkat

kesakitan", fisioterapi dan rehabilitasi bagi para pasien pasca stroke, Unit

Stroke RS. Bethesda senantiasa berusaha memberikan penanganan Stroke

secara comprehensive.

2. Persiapan Penelitian

Penelitian dimulai dengan perijinan penelitian dengan meminta surat

ijin permohonan penelitian dari dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma. Surat perijinan diberikan kepada direktur Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 6 Desember 2007 sampai

dengan 20 Desember 2007.

Prosedur penelitian adalah dengan membagikan skala yang berjumlah

21 pernyataan, masing-masing pernyataan ini menggambarkan manifestasi

depresi. Skala diberikan kepada subjek pasca stroke yang melakukan rawat

jalan di klinik syaraf Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Jumlah subjek yang

mengisi skala penelitian berjumlah 50 orang dengan perincian; 25 orang pria

(58)

43

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Data Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah pria dan wanita pasca stroke .

Setiap kelompok subjek terdiri dari 25 orang, maka jumlah keseluruhan

subjek dalam penelitian ini adalah 50. Subjek penelitian berusia antara 40-60

tahun, dengan rata-rata usia 55 tahun.

Tabel 3

Deskripsi Subjek Penelitian

Pria Wanita

40- 44 3 3

45-49 3 4

50-54 5 6

Usia

55-60 14 12

PNS 2 5

Wiraswasta 14 9

Pensiunan 9 -

Pekerjaan

Ibu RT - 11

Kanan 7 4

Lokasi

Lesi Kiri 18 21

6 bln- 1 thn 16 15

1 thn-1,5 thn 4 6

Lamanya

terkena

(59)

Dari hasil pelaksanaan penelitian diperoleh deskripsi data subjek

penelitian sebagai berikut :

Tabel 4

Deskripsi Data Subjek Penelitian Skala Depresi Pria dan Wanita Pasca Stroke

Empiris Statistik Teoritis

Pria Wanita

N 50 25 25

Nilai Maks. 63 30 28

Nilai Min. 0 0 3

Mean 31,5 10,84 14,40

SD 10,5 6,811 6,076

Dari hasil analisis akan didapatkan mean teoritis dan mean empiris,

mean teoritik adalah rata-rata skor alat penelitian yang diperoleh dari angka

yang menjadi titik tengah alat ukur penelitian. Mean empirik adalah rata-rata

skor data penelitian. Mean empirik diperoleh dari angka yang merupakan

rata-rata dari hasil penelitian.

Skala depresi yang digunakan dalam penelitian ini berisi 21 item

pernyataan, pada setiap item diberikan skor 1 untuk nilai terendah dan

diberikan skor 3 untuk nilai tertinggi. Maka rentang maksimal dan minimal

(60)

45

untuk skala ini adalah 63 – 0 = 63, maka standar deviasinya (σ) adalah 63 : 6

= 10, 5.

3. Uji Asumsi

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor

pada kedua kelompok sample mengikuti distribusi normal. Jika p > 0,05

maka sebaran skor dinyatakan normal. Sebaliknya jika p < 0,05 maka

sebaran skor dinyatakan tidak normal.

Uji normalitas dilakukan dengan One Sample Kosmogorov-Smirnov dengan program SPSS 13.00 for windows. Hasil uji normalitas menghasilkan probabilitas sebesar 0,637 ini berarti bahwa p > 0,05

sehingga distribusi skor adalah normal.

Tabel 5

Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov

Skor

Kolmogorov Sminov 0,744

Asymp. Sig (p) 0,637

b. Uji Homogenitas

Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah kelompok sample

memiliki varian yang homogen atau sama. Jika nilai p > 0,05 maka

kelompok sampel memiliki varians yang sama. Sebaliknya, jika p < 0,05

(61)

probabilitas atau p = 0,465. Karena p > 0,05 maka varians tersebut adalah

homogen.

4. Uji Perbedaan

Uji perbedaan atau uji t dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian

ini, yaitu ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita pasca stroke.

Pengujian ini menggunakan Independent Sample T-test melalui program SPSS versi 13.00 for windows. Uji–t dilakukan utuk membandingkan dua kelompok subjek dengan mencari perbedaan mean antara sifat atau

keadaan atau tingkah laku dua kelompok tersebut (Hadi, 1997).

Tabel 6

Hasil Uji Hipotesis (Independent Sample t- test)

Depresi N Mean SD Std Error Df p

(1-tailed)

Pria 25 10,84 6,811 1,362

Wanita 25 14,40 6,076 1,215

48 0,028

Keterangan :

N : Jumlah subjek

SD : Besarya standar deviasi

t : Hasil perhitungan uji-t

(62)

47

Dalam menentukan hipotesis ditolak atau diterima digunakan dasar

sebagai berikut :

Jika p > 0,05 maka H0 diterima

Jika p < 0,05 maka H0 ditolak.

Berdasarkan hasil uji teoritik didapatkan bahwa p < 0,05 (p= 0,028).

Hal ini berarti bahwa ada perbedaan tingkat depresi antara pria dan wanita.

Jadi hipotesis penelitian yang berbunyi “ada perbedaan tingkat depresi antara

pria dan wanita pasca stroke, yaitu bahwa wanita memiliki tingkat depresi

lebih tinggi daripada pria” diterima.

5. Kategori Skor BDI

Tabel 7

Kategorisasi Skor BDI menurut Beck

Frekuensi % Rentang Tingkat Depresi

Pria Wanita Pria Wanita

1-10 Normal 12 5 48 % 20 %

11-16 Gangguan mood ringan 11 12 44 % 48 %

17-20 Garis batas depresi klinis - 4 - 16 %

21-30 Depresi sedang 2 4 8 % 16 %

31-40 Depresi parah - - - -

Gambar

Tabel 1
Kisi-Kisi Aitem Tes Tabel 2 Beck Depression Inventory
Tabel 3 Deskripsi Subjek Penelitian
Tabel 4 Deskripsi Data Subjek Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Uji Independent Sample T Test Karbon Serasah pada Agroforestri Kopi dan Tegakan Pinus.. T-TEST GROUPS=x(1 2) /MISSING=ANALYSIS

IMPLEMENTASI METODE DETEKSI TEPI DENGAN OPERATOR SOBEL UNTUK OPTIMASI SEGMENTASI CITRA DOKUMEN BERAKSARA

Diketahui tingkat kematangan dari proses evaluasi yang dilakukan COBIT 5 dengan menggunakan proses DSS01, DSS02, DSS04, APO08 dan BAI04 rata-rata pada tingkat 2

Shalat dhuha dilakukan secara bersama-sama yang di teliti kelas 1 sebanyak 33 siswa, yang aktif dalam melaksanakan shalat dhuha 27 siswa maka yang

Disampaikan bahwa sebagai kelanjutan dari proses evaluasi, saudara dimintakan untuk dapat menghadiri acara Pembuktian Kualifikasi dengan membawa serta dokumen (asli beserta satu

Pengaruh Tingkat Konsumsi dan Status Gizi terhadap Tumbuh Kembang Anak Usia 2-5 Tahun (Studi di Desa Suco Kecamatan Mumbulsari Kabupaten Jember); Yoni Akbar Valianti;

Keuntungan bagi pengembang, antara lain, (1) aplikasi yang ber-VBA merupakan apikasi open-system, melalui model obyek, dan komponen berbasis Active-X, akan dapat berguna bagi

Jika umur David saat ini adalah 14 tahun, atau sama dengan ½ dari jumlah umur Alex dan Cheryl, maka jumlah umur mereka berempat pada 5 tahun yang.. akan datang adalah