• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA SASTRA NOVEL “JALAN RAYA POS, JALAN DAENDELS” SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH (Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KARYA SASTRA NOVEL “JALAN RAYA POS, JALAN DAENDELS” SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH (Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga)"

Copied!
324
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

KARYA SASTRA NOVEL “JALAN RAYA POS, JALAN

DAENDELS” SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN

SEJARAH

(Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas Negeri

kota Salatiga)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Oleh:

Ana Ngatiyono

S860809003

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

2

KARYA SASTRA NOVEL “JALAN RAYA POS, JALAN DAENDELS” SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH

(Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga)

Disusun oleh: Ana Ngatiyono

S860809003

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Suyatno Kartodirdjo _______________ ____________ NIP. 130324012

Pembimbing II Dra. Sutiyah M.Pd., M.Hum ______________ ____________ NIP. 19590708 198601 2 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

(3)
(4)

commit to user

4

PERNYATAAN

Nama : Ana Ngatiyono

NIM : S860809003

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul” Karya Sastra Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas kota Salatiga)” adalah benar-benar karya sendiri, hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Salatiga, Juli 2011 Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

5

PERSEMBAHAN

Teriring rasa terimakasih dan rasa syukur kepada Allah SWT, karya ini kupersembahkan:

1. Kepada Bapak Dahman dan Ibu Martiyah, terimakasih atas doa, kesabaran, dukungan, dan keteladannya.

2. Embah Buyut Darmo, Embah Riyoto dan Suniti, terimakasih karena terus mendoakan cucunya dan semua nasehatnya agar aku bisa menjadi anak yang baik, bertanggung jawab dan berbakti pada orang tua, serta dapat hidup lebih baik.

(6)

commit to user

6

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul ”Karya Sastra Novel “ Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas kota Salatiga)”, yang dalam penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. Warto, M. Hum., Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Dr. Suyatno Kartodirdjo, selaku dosen pembimbing I yang telah berkenan menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

(7)

commit to user

7

6. Dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu.

7. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Salatiga, Drs. Saptono Nugrohadi M.Pd, M.Si atas dukungan dan bantuannya.

8. Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Salatiga dan Bapak Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Salatiga yang telah memberikan ijin untuk penelitian dan segala bantuannya.

9. Endah Harini S.Pd, Dra. Suprapti, Dra Sri Maryati, terimakasih atas bantuan dan dan kerjasamanya dalam penelitian ini.

10.Bapak Dahman dan Ibu Martiyah atas segala dukungan dan doanya.

11.Teman-teman pascasarjana pendidikan sejarah angkatan 2009 terimakasih atas segala dukungan dan bantuannya.

12.Kak Idris “Idris Hulubalang”....terimakasih atas banyak bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

13.Teman-teman Pendidikan Sejarah UNY Angkatan 2005.

Demikian kata pengantar dari peneliti dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Surakarta, Juli 2011

(8)

commit to user

8

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. i

PENGESAHAN PEMBIMBING……….. ii

PENGESAHAN PENGUJI TESIS……… iii

HALAMAN PERNYATAAN……… iv

MOTTO……….. v

PERSEMBAHAN ………. vi

KATA PENGANTAR……… vii

DAFTAR ISI……….. ix

DAFTAR GAMBAR……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xiii

ABSTRAK……….. xiv

ABSTRACT………... xv

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah………... 10

C. Tujuan Penelitian……… 10

D. Manfaat Penelitian……….. 11

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR... 14 A. Kajian Teori……….. 14

1. Karya Sastra Sejarah……….. 14

a. Pengertian karya Sastra……… 14

b. Hubungan Karya Sastra dan Sejarah………. 20

c. Fungsi Sastra dan Pembelajaran Sastra………. 29

2. Novel Sejarah……….. 33

a. Pengertian Novel Sejarah……….. 33

b. Unsur-unsur Novel……… 38

3. Sumber Pembelajaran Sejarah……… 48

(9)

commit to user

9

b. Macam Sumber Pembelajaran Sejarah………. 50

c. Fungsi Sumber Pembelajaran Sejarah……….. 52

d. Peran Sumber Pembelajaran Sejarah……… 53

e. Kriteria Memilih Sumber Belajar Sejarah………… 54

4. Pembelajaran Sejarah……….. 55

5. Nilai Sejarah……… 59

B. Penelitian yang Relevan……… 61

C. Kerangka Berpikir………. 64

BAB III METODE PENELITIAN……….. 68

A. Tempat dan Waktu Penelitian……….. 68

B. Bentuk dan Strategi Penelitian……….. 69

C. Sumber Data……….. 71

D. Teknik Pengumpulan Data……… 72

E. Teknik Cuplikan……… 74

F. Validitas Data……… 75

G. Teknik Analisis Data………. 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……. 81

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan………. 81

1. Deskripsi Latar……… 81

2. Sajian Data……….. 166

B. Pokok Temuan……….. 243

1. Pesan Sejarah yang Terkandung Dalam Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”……….. 243

2. Pemahaman Guru Terhadap Sumber Pembelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Novel………. 244 3. Apresiasi Guru Sejarah terhadap Novel “Jalan raya

Pos, Jalan Daendels” Sumber Pembelajaran Sebagai Bahan Pendamping Sumber Pembelajaran Sejarah……

245 4. Relevansi Pengetahuan Sejarah yang Terkandung

dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels Terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Mata Pelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas…………..………..

(10)

commit to user

10

C. Pembahasan………... 247

BAB V PENUTUP……… 268

A. Kesimpulan………... 268

B. Implikasi……… 270

C. Saran……….. 273

DAFTAR PUSTAKA……… 274

LAMPIRAN………..

(11)

commit to user

11 [image:11.612.135.450.205.473.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hlm.

1. Kerangka Berpikir 66

2. Trianggulasi Sumber 77

(12)

commit to user

12

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hlm.

1. Lampiran 1 279

2. Lampiran 2 282

(13)

commit to user

13 ABSTRAK

Ana Ngatiyono, S860809003. 2011. Karya Sastra Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus pada Peserta Didik Sekolah Menengah Atas kota Salatiga). Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Sejarah, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. . Juli 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pesan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. (2) Pemahaman guru terhadap sumber pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel. (3) Apresiasi guru sejarah terhadap novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah. (4) Relevansi pengetahuan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas.

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri kota Salatiga yang terdiri dari SMA Negeri 1, 2, dan 3. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus tunggal terpancang. Sumber data terdiri dari dokumen (naskah novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/RPP), informan (guru sejarah dan siswa), tempat dan peristiwa saat proses pembelajaran dengan menggunakan novel. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi langsung, pembahasan novel, dan analisis dokumen. Teknik cuplikan yang dipakai adalah purposive sampling. Validitas data menggunakan trianggulasi data dan metode. Analisis data menggunakan analisis interaktif dengan tiga tahapan analisis, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan yang berinteraksi dengan pengumpulan data secara siklus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pesan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” adalah bentuk perlawanan pemimpin dan rakyat pribumi terhadap kolonial Belanda mulai dari kota Anyer sampai Panarukan, adanya peristiwa Cadas Pangeran di Sumedang, pemberontakan petani di Cilegon, munculnya garong (gabungan romusha ngamuk) di Cimahi, ataupun perlawanan para jawara di Tangerang. Pesan sejarah yang lain adalah pertumbuhan dan perkembangan kota yang dilalui Jalan Raya Pos, dan mengetahui banyaknya korban Pribumi akibat pembangunan Jalan Raya Pos. (2) pemahaman guru terhadap novel “Jalan raya Pos, Jalan Daendels” hanya terbatas pada sejarah kota-kota di Pulau Jawa yang dilalui Jalan Raya Pos dan relatif tidak memahami secara utuh; (3) Guru sejarah di Sekolah Menengah Atas kota Salatiga berapresiasi tinggi terhadap penggunaan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, meskipun dalam penggunaannya diakui ada kendala misalnya membutuhkan alokasi waktu yang lebih banyak. (4) Materi sejarah dalam novel tidak semuanya sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), sehingga guru harus mengklasifikasikannya.

(14)

commit to user

14 ABSTRACT

Ana Ngatiyono, S860809003. 2011. novel, be entitled “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” as history learning resources (chase study of State Senior High School students at Salatiga Municipality). Thesis. Surakarta: History Education Study Program, Sebelas Maret University of Surakarta Postgraduate Program. Juli 2011.

This research had the purpose: (1) the historical massages which Contains in the novel Jalan raya Pos, Jalan Daendels; (2) the teachers understanding of learning resources make use of novel; (3) history teacher appreciate to the novel Jalan raya Pos, Jalan Daendels as the associate history material; (4) to know students knowledge after use the novel Jalan raya Pos, Jalan Daendels as associate history material.

The research took location in State Senior High School 1, 2, and 3 Salatiga. The research method was used is the quantitative description with single embedded chase study. The data sources consist of the documents (novel, syllabus, teaching planning implementation and planning). Informant (history teacher and students), places and event is teaching and learning activities. The data collecting techniques uses in dept interviews, direct observation, and document analysis. The citation technique that is used is purposive sampling. The data validity uses data and method triangulation technique. The data analysis uses interactive analysis with: data reducing, data serving, and conclusion drawing that is interacted with the data collection periodically.

The results of the research shows that: (1) history massage in the novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” are: a struggle of local chips and local people to Dutch colonial from Anyer to Panarukan, struggle of local people in Cadas Pangeran at Sumedang, pheasant revolt of Cilegon, rise up the garong (gabungan romusha ngamuk) in Cimahi, and struggle of the jawara in Tangerang. The other history massage is the growth and develop the cities at the Jalan Raya Pos, and get information about genocide of local people when build the roads (2) teachers understanding to novel “Jalan raya Pos, Jalan Daendels” is limited on the city history in Java island in Jalan Raya Pos and relatively had not understood the whole history massages; (3) teacher history in senior high school at Salatiga has have high appreciation to use the novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”, even thought has the problem in using, likes need more times to allocated. (4) Not all of the material of history accordance with standard competence and based competence, so the teacher should clasiify.

(15)

commit to user

15 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra sebagai sebuah simbol verbal mempunyai beberapa peranan antara lain sebagai cara pemahaman, cara perhubungan, dan cara penciptaan. Obyek karya sastra adalah realitas atau apapun yang dianggap realitas oleh pengarangnya. Apabila realitas itu berupa sebuah peristiwa sejarah maka karya sejarah tersebut mencoba untuk menterjemahkan peristiwa itu ke dalam bahasa imaginer dengan maksud untuk memahami peristiwa sejarah menurut kadar kemampuan pengarang. Karya sastra sejarah dapat menjadi sarana bagi pengarang untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan tanggapan mengenai suatu peristiwa sejarah. Karya sastra dapat merupakan penciptaan kembali sebuah peristiwa sejarah sesuai dengan pengetahuan dan daya imajinasi pengarang.

(16)

commit to user

16

untuk bereskpresi dan menuangkan ide-ide dalam sebuah karya novel yang tetap mempertahankan unsur sejarah sebagai bagian penting dari substansi novel. Perkembangan novel dalam bentuk novel sejarah dipengaruhi oleh perkembangan dan perubahan sosial dalam masyarakat yang khawatir nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia terkikis oleh arus globalisasi.

Mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas memiliki peran penting dan strategis dalam membentuk kepribadian bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas di Kota Salatiga pada saat ini kurang diminati oleh peserta didik karena dianggap sebagai pelajaran yang membosankan dan hanya mengandalkan hafalan saja. Pembelajaran sejarah di sekolah banyak dengan cara yang masih konvensional yaitu pemberian materi pembelajaran sejarah yang masih berupa rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat atau dihafal kemudian diungkap kembali saat menjawab soal-soal ujian. Sumber belajar yang digunakan guru sejarah dan peserta didik hanyalah sebatas pada buku-buku teks sejarah, sehingga akan lebih jelas dan efektif jika pengajar menyertai dengan berbagai sumber pengajaran yang dapat membantu menjelaskan bahan lebih realistik dan menarik (Hartono Kasmadi, 1996: 126).

(17)

commit to user

17

sumber pembelajaran bervariasi yang dapat merangsang kemampuan berfikir inilah yang sampai sekarang belum banyak dilaksanakan oleh para guru sejarah di Sekolah Menengah Atas terutama di Kota Salatiga.

Sementara itu, dalam proses pembelajaran termasuk di dalamnya pembelajaran sejarah merupakan proses komunikasi. Dalam proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu kelompok pengirim pesan (guru), komponen penerima pesan (peserta didik), dan komponen pesan itu sendiri yang berupa materi pelajaran. kadang-kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi, artinya materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru tidak dapat diterima secara optimal, lebih parah lagi mereka sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Sebagai upaya untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai sumber pembelajaran yang dapat mempermudah dan mengefektifkan proses pembelajaran dan yang terpenting adalah membuat proses pembelajaran lebih menarik (Wina Sanjaya, 2009: 162).

(18)

commit to user

18

Novel sejarah dapat menjadi alternatif sumber pembelajaran dikarenakan adanya upaya menciptakan pembelajaran sejarah yang menarik. Kemenarikan itu diperoleh apabila pembelajaran mengandung upaya meningkatkan pemahaman terhadap sejarah itu sendiri. Pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel sejarah dapat memperdalam pengertian pelajar tentang peristiwa penting dan juga kemungkinan mereka memahami cara hidup dan pandangan hidup orang di masa lalu. Pengertian penting itu bukan saja data kognitif (nama, tanggal, peristiwa) dari bahan sastra, tetapi lebih jauh mengandung pengetahuan tentang manusia, kehidupan, dampak, akibat serta tingkah laku manusia. Sumber pembelajaran berupa novel sejarah ini dapat digunakan secara efektif untuk menyampaikan informasi atau pesan, dan dapat merangsang kemampuan berpikir.

Novel sejarah itu berfungsi sebagai perangsang minat, artinya peserta didik bisa mulai belajar sejarah melalui novel sejarah terlebih dahulu untuk membangkitkan minat untuk mengatasai kejenuhan setelah membaca buku teks yang bahasanya kering dan kurang menggugah emosi atau perasaan. Dengan demikian berbagai macam sumber acuan dalam kegiatan pembelajaran bisa digunakan secara terpadu atau bergantian. Salah satu caranya guru dapat memilihkan novel-novel yang mempunyai latar belakang sejarah sebagai sumber pendukung dari buku teks. Berdasarkan latar belakang di atas maka diwujudkan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan karya sastra novel berjudul “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”

(19)

commit to user

19

yang pernah dicoba sebelum penelitian ini dilaksanakan dengan mendasarkan pada indikator ketertarikan peserta didik. Penyebabnya karena novel sejarah adalah karya fiksi dan buku teks sejarah adalah karya non fiksi. Keduanya mempunyai perbedaan mendasar dalam cara penyajian maupun bahasanya. Sebagai karya fiksi novel sejarah disajikan dalam bentuk narasi dan menggunakan bahasa yang khas (konotatif) sehingga dalam suatu deskripsi mengenai suatu tempat peristiwa (setting), tokoh (character), maupun peristiwa (incident) nampak begitu hidup seolah-olah pembaca bisa melihat, mendengar, merasakan dan mengalami peristiwa itu sendiri. Bahasa dalam karya fiksi (novel) bisa menyentuh perasaan dan menghanyutkan pembaca. Disamping itu, dalam karya fiksi terdapat plot dan suspense yang merupakan daya tarik tersendiri bagi pembaca. Sebaliknya, buku teks sejarah disajikan dalam bentuk eksposisi dan menggunakan bahasa ilmiah (denotatif) sehingga dalam deskripsi suatu peristiwa, tokoh, dan tempat kejadian terasa kering, kurang menyentuh emosi pembaca. Kadang-kadang kalimatnya begitu panjang sehingga pembaca (peserta didik) mengalami kesukaran dalam memahami isi buku teks tersebut, dan adanya perasaan dipaksa dalam membaca buku teks karena merupakan buku wajib.

(20)

commit to user

20

penelitian ini. Hal ini dikarenakan penggunaan sumber berupa novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat menjadi sumber pembelajaran sejarah yang menarik untuk mempelajari sejarah bangsa Indonesia masa Kolonial Belanda.

Novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” memuat isi sebuah kesaksian tentang peristiwa kemanusiaan yaitu pembangunan jalan raya pos yang bernama Jalan Daendels. Pembangunan jalan ini merupakan satu dari banyak kisah tragedi kerja paksa yang terjadi di sepanjang sejarah di Tanah Hindia. Digunakannya novel ini sebagai sumber belajar sejarah diharapkan nantinya akan mengurangi kebosanan dalam pembelajaran sejarah. Selain itu, peserta didik juga diharapkan dapat menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah berupa pembangunan Jalan Raya Pos sehingga dalam menghayati peristiwa sejarah itu dapat lebih mendalam. Nilai-nilai sejarah dan pendidikan sejarah yang dihayati bertujuan untuk menumbuhkan penghargaan terhadap sejarah bangsa. Pengetahuan-pengetahuan yang sulit sekali didapat dari buku teks terutama tentang sejarah perkotaan dapat diperoleh peserta didik dari membaca novel ini.

(21)

commit to user

21

pembelajaran kurang sungguh-sungguh.(diunduh dari http:// belajarsejarah.com/?

detail= beritanya&id=16&kode =4, tanggal 20 Juni 2010).

Novel sejarah yang dipilih harus mampu menghidupkan masa lampau masa silam harus dekat dan dialami dalam realitas yang sebenarnya. Novel sejarah juga harus membuat pembacanya mengalami kejadian-kejadian, merasakan suasana sesuai zaman, berhadapan dengan tokoh-tokoh yang dihidupkan, mengenali perasaan-perasaan, semangat, pikiran-pikiran dan motif-motif perbuatan mereka. Novel sejarah tidak cukup hanya memberikan pengetahuan tetapi pengalaman konkret subyektif dalam bentuk gambaran-gambaran. Hal terpenting yang menjadi dasar penggunaan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran diharapkan dapat menambah pemahaman dalam transformasi peristiwa sejarah yang belum banyak digunakan dalam dunia pendidikan.

(22)

commit to user

22

Dalam pembelajaran sejarah berbasis sastra atau menggunakan karya sastra sebagai sumber pembelajaran, harus dipahami bahwa karya sastra yang digunakan bersifat pendukung buku teks dan hanya dipilih karya sastra yang relevan dengan peristiwa sejarah. Relevan dapat diartikan sesuai dengan materi yang ada dalam kurikulum yaitu digunakannya novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” ketika guru menjelaskan mengenai periode masa kolonial awal. Perkembangan kekuasaan bangsa Eropa di Indonesia pada saat pemerintahan Gubernur Jendral Herman Willem Daendels (1808-1811) dianggap relevan dengan pesan sejarah yang terdapat dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”.

Disamping itu, novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” isinya memuat pengetahuan sejarah terutama sejarah perkotaan. Deskripsi sejarah kota yang ditampilkan bukan hanya sekadar sejarah pembangunan Jalan Raya Pos saja tetapi juga sejarah lengkap terkait kota-kota yang dilewati pembangunan jalan. Pengambaran sejarah kota pada novel ini menjadikan isi novel bukan hanya berisi pengalaman Pramoedya Ananta Toer dan sejarah seputar pembangunan Jalan Raya Pos saja. Peserta didik diharapkan mempunyai pengetahuan yang luas tentang sejarah kota-kota yang dilewati Jalan Raya Pos setelah membaca novel.

(23)

commit to user

23

melihat dan memahami perkembangan kota. Meskipun pengetahuan tentang sejarah kota penting bagi peserta didik, namun tujuan utama agar dapat mengilhami nilai-nilai sejarah, nilai pendidikan sejarah, dan nilai kemanusiaan terkait dengan pembangunan Jalan Raya Pos.

Pertimbangan lain yang menjadikan dipilihnya novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas Kota Salatiga dikarenakan isi dari novel ini berbeda dengan novel lain. Ditinjau dari penokohan tidak banyak tokoh yang ada dalam novel, hanya sebuah roman pengalaman pribadi penulis (Pramoedya Ananta Toer) dilengkapi dengan pengambaran tokoh-tokoh sejarah yang terlibat dalam setiap peristiwa sejarah yang diceritakan.

Dilihat dari sudut pandang perbedaan antara fakta dan fiksi, dalam kajian novel ini tidak banyak menggunakan gaya bercerita yang terlalu fiktif tetapi lebih banyak berupa fakta sejarah, sehingga hal ini akan membantu peserta didik untuk memahami isi novel dikaitkan dengan fakta sejarah yang ada yaitu pembangunan jalan raya pos. Pemilihan karya sastra yang tidak terlalu fiktif ini dilakukan sebab kemampuan membaca dan pemahaman terhadap fakta dan fiksi disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta didik di Sekolah Menengah Atas. Hal ini yang menyebabkan guru harus mempertimbangkan pemilihan novel disesuaikan faktor bahasa karya sastra yang dipilihnya.

(24)

commit to user

24

menyampaikan pesan dalam bentuk materi pembelajaran. Penggunaan sumber belajar baru yang lebih bervariasi ini juga diharapkan akan menjadi tantangan baru bagi guru dan peserta didik di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Salatiga.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang penulis ajukan pada penelitian ini adalah:

1. Pesan sejarah apa yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”?

2. Apakah guru sejarah sudah memahami sumber pembelajaran sejarah dengan menggunakan novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”.

3. Bagaimana apresiasi guru sejarah terhadap novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels” sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah?

4. Bagaimana relevansi pengetahuan sejarah yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

1. Pesan sejarah apa yang terkandung dalam novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”.

(25)

commit to user

25

3. Bagaimana apresiasi guru sejarah terhadap novel “Jalan Raya Pos Jalan Daendels” sebagai bahan pendamping sumber pembelajaran sejarah. 4. Bagaimana relevansi pengetahuan sejarah yang terkandung dalam novel

“Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” terhadap Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas.”

2. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengangkat pesan atau nilai sejarah dari karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels”. Pesan-pesan sejarah yang diangkat menjadikan novel dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah. Penggunaan sumber pembelajaran baru dapat membantu mempermudah peserta didik memahami jalannya peristiwa sejarah, sehingga dapat membuat pembelajaran sejarah di sekolah menjadi lebih menarik.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini memiliki manfaat praktis bagi: a. Peneliti

(26)

commit to user

26

2) Penelitian ini bermanfaat meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai sumber pembelajaran sejarah dengan menggunakan karya sastra dalam bentuk novel sejarah.

3) Memberikan hal yang baru bagi pengembangan sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas kota Salatiga.

b. Peserta didik

1) Karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah sehingga peserta didik dapat lebih tertarik untuk belajar sejarah.

2) Penggunaan karya sastra novel “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” sebagai sumber pembelajaran sejarah diharapkan dapat mendorong aktivitas, motivasi, dan kreatifitas belajar sejarah peserta didik.

c. Guru

1) Karya sastra dalam bentuk novel sejarah memiliki peran yang penting dalam pengembangan sumber belajar sejarah selain dengan menggunakan buku teks sehingga dapat menumbuhkan minat dan motivasi peserta didik dalam pembelajaran sejarah.

2) Menjadi masukan bagi guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran sejarah.

(27)

commit to user

27 d. Sekolah

1) Karya sastra dalam bentuk novel sejarah dapat dijadikan salah satu sumber pembelajaran sejarah di sekolah.

(28)

commit to user

28 BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Karya Sastra Sejarah

a. Pengertian Karya Sastra

Pada kenyataannya, sastra selalu memiliki keterikatan dengan situasi dan kondisi di sekitarnya. Hal itu tersirat dalam pernyataan yang dikemukakan Wellek dan Warren (1949: 94),sebagai berikut:

Literature is a social institution, using as its medium language, a social creation. (…) But, furthermore, literature’ represents’ ‘life’;and ‘life’ is, in large measure, a social reality, even though the natural world and the inner or subjective world of the individual have also been objects of literary ‘imitation’. The poet himself is a member of society, possessed of a specific social status: he receives some degree of social recognition and reward; he addresses audience, however hypothetical. Indeed, literature has usually arisen in close conection with particular social institutions (…). Literature has also social function, or ‘use’, which cannot be purely individual. (Wellek dan Warren, 1949: 94)

(29)

commit to user

29

tertentu serta berhubungan dengan pembaca yang mengakui dan mengapresiasi eksistensi pengarang melalui karya-karyanya. Keempat, sastra mempunyai pertalian erat dengan institusi-institusi tertentu. Sering masyarakat menggunakan puisi dalam melakukan upacara adat, ritual tertentu, atau hanya sekadar permainan. Kelima, sastra juga berfungsi sosial atau memiliki “kegunaan” sosial.

Wellek dan Warren (1956:3) dengan tegas menyebutkan , “we must first make a distinction between literature and literary study. The two are distinct

activities: One is creative, an art, the other, is not pricesely a science, ia a species

a knowledge or of learning.” Jadi harus dibedakan antara sastra dan studi sastra. Sastra adalah hasil kreatifitas (kegiatan kreatif) dari sebuah karya seni. Studi sastra akan dipertanyakan, apakah karya sastra itu? Apa sajakah jenis karya sastra itu? Bagaimana sifat salah satu jenis karya sastra tertentu? Aspek-aspek spesifik apa sajakah yang dimiliki karya sastra itu? Lebih lanjut mengenai apakah karya sastra itu, Rene Wellek dan Austin Warren (1956: 8) menyebutkan, “one way is to define literature as everything in print. We then shall be able to study the medical

profession in the fourteenth centur or planetary motion in the early middle ages

or witchcraft in old and New England.”

(30)

commit to user

30

keadaan sosial yang pada saat bersamaan juga memuat berbagai macam permasalahan hidup. Di dalam masyarakat banyak elemen berinteraksi, bergumul satu sama lain.

Karya sastra memiliki bermacam-macam fungsi. Damono (2003: 2) menyatakan bahwa karya sastra menyajikan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri merupakan sebuah kenyataan sosial. Hal itu menjadi penjelasan mengapa karya sastra dapat dipakai pengarang untuk mencurahkan segala permasalahan kehidupan manusia di dalam masyarakat. Melalui karya sastra, pembaca dapat mengetahui dan memahami salah satu atau beberapa persoalan yang dapat ditemui dalam kehidupan. Dengan kata lain, sastra memiliki suatu fungsi, yaitu sebagai cermin dari kenyataan.

Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah imitasi (Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatarbelakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya (Sarjidu, 2004: 2). Jan van Luxemburg, dkk., (1989: 21) menyatakan bahwa sastra terikat oleh dimensi waktu dan budaya, karena sastra merupakan hasil kebudayaan.

(31)

potensi-commit to user

31

potensi yang terdapat pada bahasa untuk mencapai efek-efek tertentu. Oleh karena itu, kekhususan dan keunikan pemakaian bahasa dalam karya sastra merupakan salah satu ciri khasnya. Fenomena yang khas terlihat pada cara pengolahan materi cerita. Karya sastra memiliki kebenaran cerita dan logika bercerita sendiri. Urutan penyajian cerita maupun logika bercerita dalam karya sastra juga memiliki kebenaran sendiri yang sama sekali berbeda dari kebenaran dan logika umum.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa semua teks sastra bersifat fiktif atau rekaan. Kebenaran cerita dalam karya sastra bukanlah kebenaran faktual atau nyata, melainkan kebenaran fiksionalitas berdasarkan daya imajinasi dan kreatifitas pengarang. Tipe dan pola atau peristiwa dan karakter tokoh-tokoh serta nama tokoh barangkali dapat ditemukan dalam dunia objektif (dunia nyata). Oleh karena itu apa yang ada dalam karya sastra tertentu hanya bersifat rekaan (karangan) belaka.

(32)

commit to user

32

Menurut Barnet (dikutip Suripan Sadi Hutomo, 1983: 1) sastra secara umum adalah as anything written. Pengertian tersebut mengandung dua hal yaitu pengertian yang luas dan sempit. Dikatakan luas karena segala sesuatu yang tercetak atau tertulis dapat disebut sebagai karya sastra tanpa harus dibedakan adanya: (1) Segala sesuatu yang tercetak atau tertulis yang bukan berupa karya seni. (2) Segala sesuatu yang tercetak dan tertulis yang berupa karya seni. Dikatakan sempit oleh karena tidak memasukkan sastra lisan (oral literature) karena dalam kenyataannya ada jenis genre sastra yang dilisankan.

Pada dasarnya sastra adalah seni bahasa. Menurut Robert Frost (dikutip Suripan Sadi Hutomo, 1983: 2), sastra adalah a performance in words. Sedangkan menurut Maatje (dikutip Saripan Sadi Hutomo, 1983: 4), sastra adalah een wereld in woorden, dengan kata lain karya sastra adalah dunia (een wereld) ciptaan pengarang dengan mempergunakan medium bahasa. Oleh plato, sastra disebut sebagai reflection of society. Hal tersebut tampak jelas dalam novel sosial (roman sosial) dan novel sejarah (roman sejarah) (Saripan Sadi Hutomo, 1983: 11). Menurut Harsya W. Bachtiar (Dikutip Ayatrohaedi, 1983: 17), kesusastraan dapat diartikan sebagai keseluruhan sastra pengungkapan pemikiran dan perasaan yang dinyatakan dengan kata-kata yang dianggap bernilai atas dasar bentuk penyajiannya atau berdasarkan pengaruh yang dapat mengakibatkan perubahan pada perasaan pendengar atau pembacanya.

(33)

commit to user

33

tetapi mencangkup segala sesuatu yang tidak tercetak atau tertulis (lisan). Karya sastra tidak tunduk pada metode-metode tertentu pada saat seorang sastrawan menciptakan karyanya sastra tersebut, meskipun sastra tersebut mengandung unsur-unsur kesejarahan. Hal itu berbeda dengan karya sejarah di mana penulis harus mengikuti prosedur tertentu yaitu harus tertib dalam penempatan ruang dan waktu, harus konsisten dengan unsur-unsur lain seperti topografi dan kronologi serta harus berdasarkan bukti-bukti (Kuntowijoyo, 1981: 3). Dengan demikian penulis karya sastra mempunyai kebebasan imajinatif yang agak berlebih jika dibandingkan dengan penulis sejarah.

(34)

commit to user

34

tidak dimaknai secara tunggal melainkan dibuka kemungkinan makna lainnya (Alex Sobur, 2006: 106).

b. Hubungan antara Karya Sastra dan Sejarah

Menurut A. Teeuw (dikutip Edi S. Ekadjati, 1983: 19), karya sastra sejarah adalah karya tulis yang bersifat ganda, yaitu bersifat sastra dan sejarah. Dilihat dari sudut sastra, karya sastra sejarah termasuk salah satu jenis sastra. Karya sastra yang bernilai sejarah biasanya bahannya diambil dari sejarah. Demikian halnya dengan penggunaan bahasa, antara tulisan sejarah dan karya sastra berbeda. Sejarah lebih cenderung menggunakan referential simbolism dengan menunjuk secara tegas kepada objek, pikiran, kejadian, dan hubungan-hubungan. Sedangkan sastra lebih banyak pesan-pesan subjektif pengarang (Kuntowijoyo, 2006: 173).

(35)

commit to user

35

Sastra, baik tertulis maupun lisan, yang memberikan keterangan tentang masa lampau yang memberikan informasi pantas untuk disebut sebagai bahan-bahan dokumenter bagi studi sejarah. Sebagai sumber dokumenter, sastra mempunyai kekhasan yaitu sifatnya yang naratif sehingga dapat dikategorikan sebagai accepted history, misalnya babad, hikayat, tambo, atau kronik dan annals. Berkaitan dengan karya sastra tersebut, seni sastra dianggap sebagai jejak sejarah yang mengandung informasi tentang apa yang dianggap terjadi dan bermakna dalam skala luas dan sempit. Sastra termasuk sumber sejarah dilihat dari corak informasinya dapat digolongkan menjadi sumber naratif. Sumber naratif ialah sumber yang berisi uraian lengkap, kebanyakan adalah sumber tertulis terutama yang menyangkut masalah sosial, politik, kultural, dan agama. Sumber naratif juga di dalamnya memuat historiografi tradisional, biografi, kenang-kenangan (memoir), kronik, annals, atau inkripsi. (Sugihastuti, 2009: 160)

Relasi antara teks sastra dan kenyataan sejarah dibangun sesuai dengan teks itu sendiri, tetapi teks kesusastraan tidak dapat berhubungan simplistik dengan kenyataan sejarah. Dalam beberapa novel (misalnya novel sejarah) pembaca akan lebih memahami sebagai wacana sejarah daripada karya sastra, artinya teks kesusastraan hanya dapat dipahami sebagai penanda langsung dari kenyataan sejarah. karya sastra mungkin berisi kenyataan dan akurasi data sejarah, namun operasi data tersebut tetap diperlakukan secara fiktif dan mengikuti hukum produksi realitas tekstual.

(36)

commit to user

36

menegaskan bahwa bagian dari sejarah sudah difiksikan dan ditafsirkan sesuai dengan terminologi ideologi produksi sebagai model perantara sisipan ideologi dalam karya sastra. Jadi realitas sejarah secara ideologis menjadi kekuatan kedua. Ketentuan masuknya sejarah dalam karya sastra tidak hanya sebagai kesejarahan teks, tetapi masuk secara ideologis sebagai ukuran pembuktian penentu kehadiran dan penyimpangannya. Sejarah dalam teks sastra berfungsi sebagai penanda akhir dalam kesusastraan (Eagleton, 1976: 72). Hal ini terjadi karena secara ideologis sejarah menjadi struktur dominan yang menandai karakter teks dan pengaturan dari pembelokan kenyataan yang dibangun dalam karya sastra.

(37)

commit to user

37

Jika diamati dengan seksama, teks narasi dan teks sejarah memiliki suatu persamaan. Keduanya sama-sama dikonstruksi dengan berdasarkan pada waktu lampau (past time). Hal itu lebih terlihat jika kalimat-kalimat yang menyusun kedua jenis teks tersebut ditulis dalam bahasa asing, misalnya bahasa Inggris. Kebanyakan kalimat dalam kedua jenis teks itu menggunakan pola yang dalam tata bahasa Inggris disebut sebagai past tense. Pola itu harus digunakan untuk menunjukkan pada pembaca bahwa suatu hal atau peristiwa terjadi atau bereksistensi di masa lalu (Green dan Le Bihan, 1998: 256). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa meskipun teks narasi (fiksional) dan teks sejarah (faktual) bertolak belakang dalam hal sifat, keduanya mempunyai struktur yang sama. Sebagai konsekuensi logis dari persamaan tersebut, terdapat kemungkinan untuk saling tertukar dan saling berbaur karena sulitnya mengidentifikasi teks mana yang tergolong fiksional dan mana yang tergolong faktual. Walaupun memiliki kesamaan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, sejarah dan sastra mempunyai tujuan yang sama sekali berbeda, tetapi pada dasarnya saling melengkapi satu sama lain (Ratna, 2005: 337).

(38)

commit to user

38

menjadikannya lebih bersifat filosofis sejarah yang hanya menceritakan masa lalu tanpa perenungan. Perbedaan di atas diwariskan pada dua macam karya sastra yang berkaitan erat dengan sejarah; yaitu sastra sejarah dan novel sejarah. Keduanya berbeda menurut konsep hubungan yang terjadi di antaranya, sesuai dengan zamannya.

Kelahiran karya sastra tidak lepas dari kemampuan intersubjektivitas pengarang untuk menggali kekayaan masyarakat, memasukkannya ke dalam karya sastra, yang pada akhirnya dapat dinikmati oleh pembaca. Kemampuan pengarang dalam melukiskan pengalaman yang diperoleh dalam masyarakat dan kemampuan pembaca untuk memahami suatu karya sastra menjadi unsur penting yang menentukan kekayaan suatu karya sastra. Hubungan karya sastra dengan masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun afirmasi, jelas merupakan hubungan yang hakiki. Karya sastra mempunyai tugas penting baik dalam usahanya untuk menjadi pelopor pembaharuan maupun memberikan pengakuan terhadap suatu gejala kemasyarakatan.

(39)

commit to user

39

sesuai dengan hakikatnya yaitu imajinasi dan kreativitas adalah kemampuannya dalam menampilkan dunia kehidupan yang lain yang berbeda dengan dunia kehidupan sehari-hari. Selama membaca karya sastra pembaca secara bebas menjadi raja, dewa, perampok, dan berbagai sublimasi lain. Bakhtin (dikutip Ratna, 2005: 81), menyebutkan ciri-ciri karya sastra seperti ini sebagai karnaval, manusia berganti rupa melalui topeng.

Penggunaan karya sastra dari sebuah peristiwa sejarah diharapkan akan membuat pembelajaran sejarah semakin dinamis dengan mengajarkan sejarah dari pendekatan arus bawah masyarakat yang terpinggirkan oleh sejarah dan kekuasaan (history from bellow). Berbagai bentuk karya sastra baik novel dan yang lainnya menjadi lebih dari sekedar alat bantu karena bisa menjelaskan lebih detail dinamika yang terjadi dalam peristiwa sejarah, artinya bahwa karya sastra merupakan alat untuk berdialektika dalam sejarah dengan semangat zaman (zeit gheist) yang terkandung didalamnya. Kuntowijoyo (2006: 171), yang akrab dengan dunia karya sastra mengatakan bahwa sastra dan sejarah pada era sekarang mempunyai perbedaan yang tipis. Bahkan tidak sedikit pula karya sastra seperti novel memuat fakta-fakta dalam suatu peristiwa sejarah. Hal itu seakan-akan menunjukkan sastra dan sejarah mempunyai hubungan yang erat.

(40)

commit to user

40

Pertama, mencoba menterjemahkan peristiwa tersebut dalam bahasa imajiner dengan maksud memahami peristiwa sejarah sesuai dengan kadar kemampuan pengarang. Kedua, karya sastra dapat menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan tanggapan mengenai suatu peristiwa sejarah. Ketiga, seperti halnya karya sejarah, karya sastra dapat merupakan penciptaan kembali sebuah peristiwa sejarah sesuai dengan pengetahuan dan daya imajinasi pengarang.

Dalam karya sastra yang menjadikan peristiwa sejarah sebagai bahan, ketiga peranan simbol tersebut menjadi satu. Perbedaan masing-masing hanya sebatas pada campur tangan dan motivasi pengarangnya. Karya sastra yang berupa perhubungan kedua unsur itu mempunyai kadar yang sama, namun demikian karya sastra dalam penciptaan kadar aktualitas dan faktisitasnya lebih rendah dari pada imajinasi pengarang. Perbedaan-perbedaan tersebut lebih merupakan asumsi teoritis yang pelaksanaanya sukar membedakan cara-cara itu di antara karya sastra (Kuntowijoyo, 2006: 172).

(41)

commit to user

41

ketakutan pengarang. (2) Memberikan pengertian terhadap warna lokal, lingkungan, dan membantu membentuk pandangan pengarang kepada sejarawan.

Karya sastra sejarah ditulis berdasarkan bukti sejarah dan dengan sendirinya nilai kesejarahan dapat lebih dipertangungjawabkan. Tentu saja dalam karya sastra di dalamnya secara sengaja pencipta memasukkan hal-hal yang sifatnya fiktif, terutama dalam penokohan. Di samping memang terdapat tokoh-tokoh yang memang diakui keberadaannya dalam peristiwa sejarah, dalam karya sastra juga muncul tokoh-tokoh tambahan yang muncul dan lahir dari daya cipta pengarang. Dalam hal-hal tertentu, tidak mustahil seluruh tokoh yang muncul merupakan tokoh fiktif (misalkan namanya). Para ahli sejarah haruslah menyesuaikan tokoh-tokoh tersebut dengan tokoh yang pernah hidup. Tokoh-tokoh tetralogi dalam karya Pramoedya Anantatoer (dilarang terbit), ini merupakan contoh dari karya sastra jenis ini (Ayatrohaedi, 1987: 40)

(42)

asas-commit to user

42

asas studi modern mengenai sejarah. Ditinjau dari isi dan tujuan penulisan karya sejarah dapat dibedakan pula sebagai kisah ceritera, bentuk didaktis, bentuk dramatis, bentuk heroik, bentuk patriotis, bentuk sastra politik, sampai bentuk karya sastra ilmiah (Abdurrahman Surjomihardjo, 1978: 116)

Sebelum muncul banyak karya sastra sejarah (novel), sebenarnya diawali dari berbagai bentuk sejarah tradisional. Sejak masa Hindu sudah ada tradisi penulisan sejarah meskipun sebatas pada tradisi Purana yang selanjutnya berkembang menjadi tarikh-tarikh dinasti. Perkembangan itu tetap saja ditandai dengan ciri-ciri tidak dikenal umum, dibesar-besarkan, kurang data yang otentik, dan pengabaian topografi serta kronologi. Penulisan sejarah terus mengalami perkembangan dengan munculnya epik-epik sejarah masa Budha seperti pancatantra dan Jataka yang bersifat jenaka dan tradisi berkisah untuk penulisan genealogis-genealogis Budhis. Cerita dan kronik tersebut berkisar pada bentuk-bentuk pemujaan sampai pada bentuk-bentuk hagiografi yang dipakai dalam pendidikan moral dan agama. Dimulai dari tradisi Srilangka yang disebut Vamsa menghasilkann beberapa kronik yang dengan prakarsa pihak keraton, dari sinilah timbul tradisi penulisan sejarah. Karya-karya ini berbentuk traikh dan kisah jenaka, awalnya hanya ditulis dalam bentuk sajak dan pemakaian hanya terbatas` pada kalangan keraton. Keberhasilan suatu kronik ini lebih ditentukan oleh nilai sastranya daripada kecermatan metode sejarahnya. (Taufik Abdullah, 1985: 4).

(43)

commit to user

43

penggunaan sejarah sebagai alat pengajaran agama; (3) Memfokuskan perhatian pada kingship (konsep mengenai raja) serta tekanan diletakkan pada kontinuitas dan loyalitas yang ortodoks; (4) Pertimbangan-pertimbangan kosmologis dan astrologis cenderung untuk menyampaikan keterangan-keterangan mengenai sebab-akibat dan ide kemajuan (progress) (Taufik Abdullah, 1985: 9). Dari historiografi tradisional yang ciri-cirinya tidak menggunakan metode ilmiah (lebih besar unsur sastranya) dan historiografi modern dengan metode penulisan ilmiah berkembang menjadi karya sastra yang substansi isinya adalah sejarah.

Dalam penggunaan imajinasi yang sifatnya a priori sastra dan sejarah sifatnya hampir sama. Keduanya sama-sama membuat gambaran yang sifatnya koheren, yang dapat dipahami yang sanggup menerangkan dan membenarkan diri sendiri, sebagai hasil dari aktifitas yang otonom. Perbedaannya adalah sastra mempunyai objek persepsi hal-hal yang ada sekarang, sedangkan sejarah adalah objeknya masa lampau. Keterbatasan sejarah terletak pada objeknya tidak dalam peranan imajinasi. Hubungan yang erat antara karya sastra terutama dalam bentuk novel sejarah dengan sejarah menjadikan karya sastra sejarah dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas.

c. Fungsi Sastra dan Pembelajaran Sastra

(44)

commit to user

44

memperkaya pengalaman batin pembacanya. Sebagai karyai majinatif, sebagaimana diungkapkan Meeker (1972: 8), sastra merupakan konstruksi unsur-unsur pengalaman hidup, di dalamnya terdapat model-model hubungan-hubungan dengan alam dan sesama manusia, sehingga sastra dapat mempengaruhi tanggapan manusia terhadapnya. Tindak kekerasan dan anarkisme yang akhir-akhir ini marak di masyarakat, salah satu sebabnya adalah karena mereka tidak memiliki kepekaaan rasa, akal budi, dan solidaritas sosial yang kesemuanya itu dapat dibina melalui pembelajaran sastra dengan sering “menggauli sastra”. Mengingat, lebih dari 45 tahun masyarakat Indonesia jauh dari sastra (Ismail, 2002: 1-3).

(45)

commit to user

45

berpikir, adat-istiadat, sejarah, perilaku religius, maupun bentuk-bentuk budaya lainnya; (5) Karya sastra memberikan sesuatu kepada pembaca dalam hal mempertinggi tingkat pengenalan diri sendiri dan lingkungan, yang pada gilirannya akan dapat mempertinggi dan mempertajam kesadaran sosial (social awareness).

Lazar (1993: 24) menjelaskan, bahwa fungsi sastra adalah: (1) Sebagai alat untuk merangsang peserta didik dalam menggambarkan pengalaman, perasaan, dan pendapatnya; (2) Sebagai alat untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya dalam mempelajari bahasa; dan (3) Sebagai alat untuk memberi stimulus dalam pemerolehan kemampuan berbahasa. Dalam bahasa yang lebih sederhana pembelajaran sastra memiliki fungsi psikologis, ideologis, edukatif, moral, dan kultural. Adapun fungsi pembelajaran sastra menurut Lazar (1993: 24) adalah: (1) Memotivasi peserta didik dalam menyerap ekspresi bahasa; (2) Alat simulatif dalam language acquisition; (3) Media dalam memahami budaya masyarakat; (4) Alat pengembangan kemampuan interpretatif; dan (5) Sarana untuk mendidik manusia seutuhnya (educating the whole person).

(46)

commit to user

46

pengisahan menjadi bagian dari pandangan tertentu. Melalui teks drama, peserta didik juga dapat berlatih berpikir kritis dalam menyikapi kehidupan, sebab menurut Satoto (1998: 2), dalam drama (absurd) dapat ditemukan cara pengungkapan baru terhadap keresahan, keputusasaan, dan ketidakpuasan terhadap kehidupan sosial. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sastra memiliki fungsi dan manfaat yang penting bagi kehidupan.

Dalam proses pembelajaran, sastra dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai alat untuk meningkatkan kepekaan peserta didik terhadap nilai-nilai kearifan dalam menghadapi kehidupan yang kompleks dan multidimensi. Termasuk di dalamnya: realitas sosial, lingkungan hidup, kedamaian dan perpecahan, kejujuran dan kecurangan,cinta kasih dan kebencian, kesetaraan dan dan bias jender, keshalihan dan kezhaliman, serta ketuhanan dan kemanusiaan. Alhasil, melalui pembelajaran sastra, peserta didik diharapkan akan tumbuh menjadi manusia dewasa yang berbudaya, mandiri, sanggup mengaktualisasikan diri dengan potensinya, mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan baik, berwawasan luas, mampu berpikir kritis, berkarakter, halus budi pekertinya, dan peka terhadap lingkungan sosial masyarakat dan bangsanya. Dengan demikian, menurut Sayuti (2002: 46) pembelajaran sastra yang apresiatif niscaya akan memberikan kontribusi yang bermakna bagi proses pendidikan secara komprehensif.

(47)

commit to user

47

pembelajaran sastra harus dilakukan secara kreatif. Cara-cara tradisional yang lebih bersifat verbalistik dan inner ideas sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan cara inovatif yang lebih dinamis, kritis, dan kreatif. Kedua, bahan-bahan (karya sastra) yang diberikan kepada peserta didik hendaknya merupakan karya-karya yang diprediksikan dapat membuat mereka lebih kritis, lebih peka terhadap nilai-nilai dan beragam situasi kehidupan.

2. Novel Sejarah

a. Pengertian Novel Sejarah

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif biasanya dalam bentuk cerita. Novel biasanya lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerita pendek serta tidak dibatasi keterbatasan struktural metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan dalam kehidupan sehari-hari dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut (diunduh dari www. wikipedia.co.id, pada tanggal 5 Februari 2011).

(48)

commit to user

48

Hal ini sangat berbeda dengan novel yang lebih sederhana dalam penyajian alur cerita dan tokoh cerita yang ditampilkan dalam cerita tidak terlalu banyak.

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar di masyarakat, hal ini dikarenakan daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar, tetapi juga ada kelanjutannya yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada masyarakat. Novel syarat utamanya harus menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang selesai membacanya.

Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri, yaitu novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan hiburan saja. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola-pola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi sosial, sedang novel hiburan hanya berfungsi personal. Novel berfungsi sosial apabila novel tersebut ikut membina masyarakat menjadi manusia. Sedangkan novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang dihadirkan dapat membina manusia atau tidak, tetapi yang terpenting adalah novel yang dimaksud dapat memikat dan membuat orang tertarik membacanya.

(49)

commit to user

49 [image:49.612.131.509.218.458.2]

banyak kebebasannya. Novel sejarah yang secara sengaja menggunakan peristiwa sejarah sebagai bahan, mempunyai ikatan dengan historical truth, meskipun kebenaran sejarah bersifat relatif. Pengarang novel sejarah dapat menggunakan masa lampau yang luas untuk menolak atau mendukung suatu interpretasi atau gambaran sejarah yang sudah mapan. Novel sejarah juga dapat lahir sebagai jawaban intelektual dan literer terhadap problematika suatu jaman dengan menggunakan masa lampau sebagai refleksi.

(50)

commit to user

50

Novel sejarah sendiri merupakan suatu genre tradisi sastra modern yang lahir di Barat pada awal abad ke-19. Genre ini mengisahkan tokoh dan peristiwa historis tertentu. Dalam novel sejarah yang cenderung bersifat fiksional, unsur sejarah seperti tokoh dan peristiwa historis digunakan semata-mata sebagai fakta sejarah yang menjadi dasar penceritaan, sedangkan cara penyusunan unsur-unsur tersebut menjadi suatu kisah adalah sepenuhnya bersifat khayal. Novel sejarah, jika dibandingkan dengan sastra sejarah, kurang mengedepankan peran sebagai dokumentasi sosial. Namun, ia lebih menonjol dalam fungsi estetis sebagai karya fiksi, tanpa menghilangkan sama sekali fungsi historisnya. Novel sejarah juga tidak semata-mata memberikan pemahaman sejarah, tetapi juga dialektika antara masa lalu dengan kontemporeritas masyarakat sastra pada umumnya (Ratna, 2005: 350-351).

(51)

commit to user

51

mengandung kebenaran yang dapat dipercaya. Dengan kata lain, novel sejarah mengajak pembaca melihat suatu peristiwa dengan cara pandang yang berbeda dari apa yang telah dipaparkan dalam teks sejarah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa novel sejarah adalah karya sastra fiksi yang menggunakan sumber-sumber sejarah sebagai bahan penulisannya. Novel sejarah dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah apabila substansi isinya mengandung unsur-unsur sejarah yang mendalam. Pembelajaran sejarah dengan menggunakan sumber pembelajaran berupa novel sejarah diharapkan dapat menarik peserta didik untuk mempelajari materi sejarah karena bahasa yang digunakan lebih bersifat konotatif.

(52)

commit to user

52

Permasalahan yang dimaksudkan oleh penulis adalah terpuruknya bangsa Indonesia sehingga berusaha merefleksi peristiwa masa lampau dari pembangunan Jalan Raya Pos untuk menjawab permasalahan. Berdasarkan kriteria tersebut, karya sastra “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” dapat dikategorikan sebagai novel sejarah.

b. Unsur-Unsur Novel

Konsep fungsi (prinsip-prinsip antarhubungan unsur-unsur dalam karya) memegang peranan penting dalam teori strukturalisme. Unsur-unsur memiliki kapasitas untuk melakukan reorganisasi dan regulasi diri, membentuk dan membina hubungan antar unsur, yang pada akhirnya membentuk suatu totalitas. Dengan demikian, unsur tidak memiliki arti di dalam dirinya sendiri, melainkan dapat dipahami semata-mata dalam proses antar hubungan (Ratna, 2005: 76). Unsur karya fiksi (novel) adalah penokohan, alur, dan latar (Wellek, 1990: 283). Sementara itu, menurut Stanton (1999: 19), kategori fakta cerita ialah alur, tokoh, dan latar. Sedangkan Luxemburg (1989: 137) beropini bahwa tokoh, ruang-ruang, dan peristiwa-peristiwa ialah seluruh elemen yang membangun dunia rekaan. Ruang yang ada dalam cerita berfungsi sebagai dunia yang memuat berbagai peristiwa, serta tokoh.

1)Tema

Menurut arti katanya tema berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan. Kata ini berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti menempatkan atau meletakkan (diunduh dari

(53)

commit to user

53

tanggal 20 Juni 2011). Tema adalah persoalan utama yang diungkapkan oleh pembuat cerita di dalam sebuah karya tulis, novel, cerpen, puisi. Tema biasa didapat dari suatu keadaan atau motif tertentu yang terdiri dari suatu objek peristiwa kejadian atau lainnya.

Tema secara garis besar dikatakan sebagai gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra. Dengan kata lain, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara implisit (tanpa disebutkan tetapi dipahami).

Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi, selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa. Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral

(54)

commit to user

54

karangannya. Amanat utama ini dapat diketahui misalnya bila seorang membaca sebuah roman/novel sejarah. Selesai membaca novel akan meresaplah ke dalam pikiran pembaca suatu sari atau makna dari seluruh karangan itu (diunduh dari

http://pendidikan.infogue.com/pengertian_tema, pada tanggal 20 Juni 2011).

2)Amanat

Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita. (diunduh dari http://fendy-studentsite.blogspot. com/2010/10/

pengertian-tema-judul- topik-amanat. html, pada tanggal 20 Juni 2011).

3) Alur

Alur dapat dikatakan sebagai salah satu elemen penting dalam sebuah cerita. Dalam perspektif formalisme, alur atau plot disebut dengan terminologi sjuzet atau syuzhet. Sementara itu, dalam pandangan naratogi istilah wacana naratif juga merujuk pada alur (Ratna, 2005: 137). Adapun Forster (dikutip Green dan LeBihan, 1996: 64) memiliki argumen tersendiri mengenai apa yang disebut dengan alur atau plot.

(55)

commit to user

55

statement of the ‘cause’ of the Queen’s death transforms the story into a plot, or story into discourse.

Dalam kutipan di atas, Forster mendefinisikan plot (alur) dengan membandingkannya terhadap story (kisah/cerita). Ia memberikan dua rangkaian kalimat sebagai contoh; yakni “Sang Raja wafat dan kemudian sang Ratu wafat” dan “Sang Raja wafat dan sang Ratu wafat karena berduka”. Kalimat pertama, lanjut Forster, merupakan suatu rentetan cerita semata. Kalimat tersebut menyiratkan keruntutan kronologis (temporal succession). Namun, tidak ditemukan adanya sebuah hubungan sebab akibat yang masuk akal di antara kedua peristiwa dalam kalimat tersebut. Sementara itu, kalimat kedua tidak hanya menunjukkan urutan kejadian, tetapi juga menjelaskan kepada pembaca bahwa terdapat sebuah hubungan sebab-akibat yang logis di antara kedua kejadian. Berdasarkan penjelasan Forster, dapat disimpulkan bahwa plot atau alur merupakan rangkaian kronologis yang menunjukkan hubungan kausalitas dari berbagai peristiwa di dalam suatu narasi. Adapun menurut Zaimar, uraian teks atas satuan isi cerita memiliki bermacam-macam kriteria, salah satu di antaranya ialah makna (Noor, 1999: 24). Sebuah teks, lanjut Zaimar, dapat diurai menjadi sejumlah satuan isi cerita yang biasa disebut sebagai sekuen. Sekuen dapat didefinisikan sebagai bagian ujaran yang terbentuk oleh suatu satuan makna (Noor, 1999: 24).

(56)

commit to user

56

tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri, apabila salah satu episode dihilangkan namun cerita tersebut masih dapat dipahami.

Adapun struktur alur adalah sebagai berikut: Pertama, bagian awal, terdiri atas (1) paparan (exposition); (2) rangsangan (inciting moment), dan (3) gawatan (rising action). Kedua, bagian tengah, terdiri atas: (1) tikaian (conflict); (2) rumitan (complication), dan (3) klimaks. Ketiga, bagian akhir, terdiri atas (1) leraian (falling action), dan (2) selesaian (denouement). Adapun hal yang harus dihindari dalam alur adalah lanturan (digresi). Lanturan adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.

Dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis yang bertujuan untuk menemukan elemen novel yang selanjutnya, yaitu tokoh utama. Di samping itu, analisis tersebut juga menerangkan kembali teks dengan menunjukkan urutan satuan isi cerita. Uraian satuan isi cerita dijelaskan dengan menjadikannya sebagai urutan sejumlah sekuen. Sekuen-sekuen tersebut juga dapat diurai menjadi sekuen-sekuen yang lebih kecil jika memungkinkan (Noor, 1999: 25).

4) Tokoh

(57)

commit to user

57

lain; dan (3) Tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Budianta (2003: 86) menyebutkan bahwa di samping tokoh utama (protagonis), ada jenis-jenis tokoh lain, yang terpenting adalah tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh utama. Konflik di antara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakkan cerita. Forster membedakan tokoh dalam dua kriteria, yaitu tokoh berwatak datar/ pipih (flat character) dan tokoh berwatak bulat (roundcharacter).

Adapun tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu, pertama, tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik protagonis ataupun antagonis). Kedua, tokoh tambahan. Tokoh tambahan diartikan sebagai tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita. Ketiga, tokoh lataran. Tokoh lataran diartikan sebagai tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.

(58)

commit to user

58

Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada dua metode penyajian watak tokoh, yaitu, metode analitis/langsung/diskursif, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung. Metode dramatik/tak langsung/ragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM (diunduh dari

http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/29/unsur-unsur-intrinsik-dalam- prosa,

tanggal 20 Juni 2011), ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu: (1) melalui apa yang diperbuatnya; (2) tindakan-tindakannya terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis; (3) melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus; (4) melalui penggambaran fisik tokoh. Melalui pikiran-pikirannya; (5) melalui penerangan langsung.

5) Latar

(59)

commit to user

59

dan waktu tertentu, pandangan hidup, sikap hidup, adat-istiadat, dan sebagainya yang melatari peristiwa.

Budianta (2003: 86) menambahkan bahwa latar adalah lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimia, metafora, atau ekspresi tokohnya. Istilah lain bagi “latar” ialah “ruang”. Ruang merupakan tempat atau lokasi terjadinya peristiwa-peristiwa dalam cerita (Noor, 1999:120-121). Dengan merujuk pada pengertian tersebut, makna ruang dan latar kurang lebih adalah sama. Latar tidak hanya berfungsi sebagai wadah bagi cerita untuk berkembang. Namun, menurut Mieke Bal (dikutip Noor, 1999: 122-123), latar dalam bentuk keadaan ruang dan isinya juga dapat memberikan nilai positif dan negatif tentang seorang tokoh. Sebagai contoh, seorang tokoh yang suka berada di ruang terbuka dapat diartikan sebagai orang yang cenderung extrovert (berkepribadian terbuka). Sementara itu, orang yang bertempat tinggal di sebuah rumah kos kumuh dan sempit dapat dianggap sebagai seseorang yang kurang berada. Singkatnya, latar dapat digunakan untuk mengetahui berbagai watak khas tokoh secara implisit.

6)Sudut Pandang (Point of View)

(60)

commit to user

60

a. Sudut pandang orang pertama masih bisa dibedakan menjadi dua:

(1) ‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central). (2) ‘Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini, tokoh ‘aku’ muncul bukan

(61)

commit to user

61

b) Sudut pandang orang ketiga (third person point of view)

Dalam cerita yang menpergunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Sudut pandang ‘dia’ dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya:

(1)‘Dia’ mahatahu. Dalam sudut pandang ini, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’ yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.

(62)

commit to user

62 7) Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu-satunya hal yang membentuk gaya bahasa. Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya. Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda, misalnya berterus terang, satiris, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, dan adegan peperangan. (diunduh dari http://abdurrosyid. wordpress.

com/2009/07/29/unsur-unsur-intrinsik-dalam- prosa, tanggal 20 Juni 2011)

3. Sumber Pembelajaran Sejarah a. Pengertian Sumber Belajar

(63)

commit to user

63

atau lingkungan (AETC, 1997: 8). Menurut Depdiknas (2007: 8) sumber belajar adalah rujukan objek/badan yang digunakan untuk kegiatan belajar yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Sejalan dengan itu Arief S. Sadiman (2004: 16) menjelaskan yang dimaksud dengan sumber belajar atau pembelajaran adalah segala sumber yang ada diluar diri seseorang (peserta didik) dan memungkinkan atau mempermudah terjadinya proses belajar. Sumber belajar juga dapat diartikan sebagai segala yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik dalam rangka mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai (Wina Sanjaya, 2009: 174).

Nana Sudjana (2001: 76) menjelaskan yang dimaksud dengan sumber belajar adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan dalam proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan. Sumber belajar juga merupakan informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai media, yang dapat membantu peserta didik dalam proses belajar sebagai bagian dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas dalam bentuk cetakan, video format perangkat lunak atau kombinasi dalam berbagai format yang dapat digunakan oleh peserta didik atau guru (Abdul Majid, 2008: 170).

(64)

commit to user

64

(baik berupa data, orang atau benda) yang dapat digunkan untuk memberikan fasilitas kemudahan bagi peserta didik.

Depdiknas (2006: 11) sumber pembelajaran sejarah merupakan tempat di mana bahan ajar dapat diperoleh. Sumber pembelajaran sejarah adalah rujukan, objek, atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran sejarah, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam sosial, dam budaya. Penentuan sumber pembelajaran didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencampaian kompetensi.

Berdasarkan Sumber belajar dalam website bced didefinisikan “Learning

resources are defined as information, represented and stored in a variety of media and

formats, that assists student learning as defined by provincial or local curricula. This includes but is not limited to, materials in print , video, and soft ware formats, as well

as combinations of these formats intended f or use by teachers and students” (diunduh dari http: // www.bced.gov.bc.ca/ irp/appski l l/asleares.htm, pada tanggal 20 Februari 2011). Berdasarkan uraian di

Gambar

Gambar
gambaran sejarah yang sudah mapan. Novel sejarah juga dapat lahir sebagai
gambar-gambar peristiwa, benda-benda atau tokoh yang berhubungan
gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung.  Hal-hal inilah
+6

Referensi

Dokumen terkait