• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK CACAT MENTAL DALAM PEMBAGIAN HARTA WARIS DITINJAU DARI HUKUM WARIS ISLAM (Studi Kasus Nomor 941/Pdt.P/2011/PA.Sby).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK CACAT MENTAL DALAM PEMBAGIAN HARTA WARIS DITINJAU DARI HUKUM WARIS ISLAM (Studi Kasus Nomor 941/Pdt.P/2011/PA.Sby)."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk memenuhi sebagai per syar atan memper oleh Gelar Sar jana H ukum pada Fakultas Hukum UPN “Veter an” J awa Timur

Oleh:

ACHMAD GIRI WARDANA NPM:0871010020

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN”J AWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SURABAYA

(2)

PEMBAGIAN HARTA WARIS DITINJ AU DARI HUKUM WARIS ISLAM (Studi Kasus Nomor 941/Pdt.P/2011/PA.Sby)

Di Susun Oleh : Achmad Gir i Wardana NPM:0871010020

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Menyetujui,

Dosen Pembimbing

WIWIN YULIANINGSIH,SH.,M.Kn NPT. 37507070225

Mengetahui, DEKAN

(3)

Disusun oleh :

ACHMAD GIRI WARDANA NPM:0871010020

Telah dir evisi dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”J awa Timur Pada Tanggal 13 J uni 2013

Menyetujui,

Tim Penguji : Tanda Tangan, 1. SUBANI.,M.Si.

NIP.19510504 198303 1 001 (...) 2. YANA INDAWATI,SH.,M.Kn.

NPT. 37901070224 (...) 3. WIWIN YULIANINGSIH,SH.,M.Kn.

NPT. 37507070225 (...)

Mengetahui, DEKAN

HARIYO SULISTIYANTORO,SH,MM NIP. 19620625 199103 1 001

(4)

Disusun oleh :

ACHMAD GIRI WARDANA NPM:0871010020

Telah dipertahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”J awa Timur Pada Tanggal 5 J uni 2013

Menyetujui,

Tim Penguji : Tanda Tangan, 1. SUBANI.,M.Si.

NIP.19510504 198303 1 001 (...)

2. YANA INDAWATI,SH.,M.Kn.

NPT. 37901070224 (...) 3. WIWIN YULIANINGSIH,SH.,M.Kn.

NPT. 37507070225 (...)

Mengetahui, DEKAN

HARIYO SULISTIYANTORO,SH,MM NIP. 19620625 199103 1 001

(5)

Nama : Achmad Giri Wardana Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya, 3 September 1988 NPM : 0871010020

Konsentrasi : Perdata

Alamat : JL. Hasan Wasi II/44-45 Waru Kepuh Permai

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul : “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK CACAT MENTAL DALAM PEMBAGIAN HARTA WARIS DITINJAU DARI HUKUM WARIS ISLAM” dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, yang saya buat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bukan jiplakan (plagiat).

Apabila di kemudian hari ternyata skripsi ini hasil jiplakan (plagiat) maka saya bersedia dituntut di depan Pengadilan dan dicabut gelar kesarjanaan (Sarjana Hukum) yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan penuh rasa tanggung jawab atas segala akibat hukumnya.

Mengetahui, Surabaya, 5 Juni 2013 Pembimbing Penulis

WIWIN YULIANINGSIH,SH.,M.Kn. Achmad Giri Wardana NPT.37507070225 NPM:0871010020

(6)

Dengan mengucapkan Puji syukur alhamdulilah dan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK CACAT MENTAL DALAM PEMBAGIAN HARTA WARIS DITINJ AU DARI HUKUM WARIS ISLAM”. Penyusunan skripsi ini dapat terlaksana berkat bantuan dan bimbingan para pihak yang terkait, adapun penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Haryo Sulistiyantoro S.H. M.M selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Sutrisno S.H.,M.Hum selaku Wakil dekan I Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan juga sebagai Dosen Wali Penulis.

3. Drs.Ec.Bapak Gendut Soekarno M.S.selaku Wakil dekan II Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Subani, S.H.,M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Ibu Wiwin Yulianingsih SH.,M.Kn selaku Dosen Pembimbing menyusun skripsi ini.

(7)

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

9. Kedua orang tuaku yang membantu mengerjakan skripsi ini.

10.Sahabat Terdekatku, Firdaus, Brilian Ardana Riswari, Andina Yulistya Prameswari, Sri Endang Kusdiarini (Reni), Tas’an, Pranita, Joko Wiratmono,Feby Ary Wibowo,Raditya Utama (Dito), Ulul, Frisko yang telah mendukung dan memberi motivasi pembuatan skrispsi ini.

11.Adikku Mirqotul Aliah yang telah membantu mengerjakan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangannya untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Surabaya, Juni 2013 Penulis

(8)

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI...ii

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI...iii

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN REVISI SKRIPSI...iv

KATA PENGANTAR...v

SURAT PERNYATAAN...vii

DAFTAR ISI...viii

ABSTRAKSI...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang...1

1.2. Rumusan Masalah...7

1.3. Tujuan Penelitian...7

1.4. Manfaat Penelitian...8

1.5. Kajian Pustaka...9

1.5.1. Pengertian Waris...9

1.5.2. Waris Menurut Hukum Islam...9

1.5.3. Rukun dan Syarat Waris Menurut Hukum Islam...10

1.5.4. Syarat-Syarat Waris...11

1.5.5. Pengertian Mewaris Menurut Hukum Islam...11

1.5.6. Pengertian Ahli Waris Menurut Hukum Islam...12

(9)

Islam...17

1.5.11. Pengertian Pengampuan...19

1.5.12. Syarat-Syarat Menjadi Wali Menurut Hukum Islam...21

1.5.13. Berakhirnya Perwalian...23

1.6. Metodologi Penelitian...24

1.6.1. Pendekatan Masalah...24

1.6.2. Sumber Bahan Hukum dan Data...25

1.6.2.1. Sumber Bahan Data Hukum Primer...25

1.6.2.2. Sumber Bahan Data Hukum Sekunder...25

1.6.3. Metode Pengumpulan Bahan dan atau/Data...26

1.6.4. Metode Analisis Data...26

1.6.5. Waktu Penelitian...27

1.6.6. Lokasi Penelitian...27

1.6.7. Sistimatika Penulisan...27

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK CACAT MENTAL DALAM PEMBAGIAN WARIS MENURUT HUKUM ISLAM 2.1. Anak Yang Menyandang Cacat Mental...30

2.2. Perlindungan Hukum Bagi Anak Cacat Mental...32

(10)

Cacat Mental...39

2.2.4. Bagian Waris Yang diterima Anak Cacat Mental...43

2.2.5. Pembagian Waris Menurut Al-Qur’an...47

BAB III PIHAK-PIHAK YANG BERTANGGUNG J AWAB ATAS HARTA WARIS ANAK CACAT MENTAL 3.1. Pihak Yang Bertanggung Jawab Atas Harta Waris Anak Cacat Mental...59

3.2. Masa Berlakunya Perwalian Dalam Hukum Islam...63

BAB IV PENUTUP...67

4.1. Kesimpulan...67

4.2. Saran...68 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

Tempat Tanggal Lahir : Surabaya, 3 September 1988 Program Studi : Strata 1 (S1)

Judul Skripsi :

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK CACAT MENTAL DALAM PEMBAGIAN HARTA WARIS DITINJ AU DARI HUKUM WARIS ISLAM ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi anak cacat mental dalam pembagian harta waris ditinjau dari hukum waris islam. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu dengan wawancara atau mendapatkan data yang lebih akurat yang berhubungan dengan judul tersebut, sumber data yang diperoleh dari literatur-literatur, karya tulis ilmiah dan perundang-undangan yang berlaku. Dari hasil penelitian di Pengadilan Agama yang memutuskan permohonan sebagai ahli waris dari anak cacat mental, menunjukkan bahwa Negara melindungi hak-hak anak cacat mental melalui jalur hukum. Karena anak cacat mental tidak dapat melakukan perbuatan hukum dalam menerima pembagian warisan maka perlu adanya pendamping atau wali yang mengurus pribadi anak serta hartanya, sehingga harta waris tersebut dapat digunakan untuk keperluan si anak. Apabila wali dalam mengurus anak cacat mental telah menyalahgunakan hak dan wewenangnya maka pengadilan dapat mencabut hak perwaliannya dan menggantikan kepada pihak lain. Dengan adanya harta waris tersebut dapat dipakai sebagai modal untuk menggali bakat anak supaya anak cacat mental tersebut menjadi anak yang berpotensi dan berprestasi. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Anak Cacat Mental, Hukum Waris Islam

(12)

1.1. LATAR BELAKANG

Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 menjamin

kepastian, dan perlindungan hukum yang bertitik berat pada kebenaran dan keadilan. Hal ini berarti bahwa segla sesuatunya harus berdasarkan pada hukum yang berlaku di negara RI.

Didalam masyarakat manusia hidup saling berpasang-pasangan dengan tujuan agar manusia itu merasa tentram dan nyaman untuk mendapatkan keturunan demi kelangsungan hidup, untuk mencapai tujuan tersebut manusia membentuk sebuah lembaga perkawinan. Di Indonesia perkawinan merupakan suatu yang sakral dan agung, dengan adanya perkawinan tersebut diharapakan dapat membentuk suatu keluarga yang sejahtera. Keluarga adalah merupakan bagian yang terkecil dalam negara dimana dalam suatu keluarga terdiri dari dari ayah, ibu, anak. Didalam keluarga telah diatur apa yang disebut dengan hukum keluarga atau (famili recht) yang memuat antara lain :

a. Perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum harta kekayaan antara suami dan istri

b. Hubungan hukum antara orang tua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijk macht)

(13)

d. Pengampuan (curatele)1

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1 perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan dilaksanakan dengan tujuan menurut perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan memberikan rumah tangga yang damai dan perkawinan juga memiliki tujuan yang salah satunya adalah memiliki keturunan dengan maksud agar apabila seseorang meninggal dunia maka harta yang ditinggalkannya akan beralih kepada para ahli warisnya. Dengan adanya perkawinan maka muncul lah anak yang merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa baik itu anak yang lahir normal maupun lahir dalam keadaan cacat mental atau fisik. Sudah semestinya kita memberikan yang terbaik bagi anak-anak. Yang dimaksud anak cacat mental adalah merupakan gangguan perkembangan yang berat pada anak. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Perkembangan mereka menjadi terganggu terutama dalam komunikasi, interaksi dan perilaku2.

Untuk tingkat kecerdasan anak ditentukan seacara metodik oleh IQ (Intellegentia Quotiont), IQ untuk anak normal bisanya ditentukan antara 90–109, sedangkan untuk anak cacat mental IQ nya dibawah anak normal, adapun

_____________________________

1

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Penerbit, Sinar Grafika, Jakarta Juni 2004, hal.74 2

(14)

berbagai macam IQ diantaranya :

Genius... ...180 Gifted... ...140 – 179 Sangat superior... 130 – 139 Superior...120 – 129 Pandai...110 – 119 Normal...90 – 109 Bodoh...80 – 89 Inferior...70 – 79 Moron...50 – 69 Embicile...20 – 49 Idiot...0 – 193

Oleh karena itu anak cacat mental perlu mendapat perlindungan hukum karena anak cacat mental itu tidak dapat atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum. Dalam hal pembagian harta waris ditinjau dari hukum waris islam. anak cacat mental mempunyai hak yang sama dengan anak normal yaitu baik hak atas pembagian waris, hak atas perlakuan yang baik, hak atas kasih sayang dan hak-hak yang lain, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Th. 2002 pasal 1 (12) yaitu hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara. ____________________________

3

(15)

Berbicara tentang hukum waris, hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakn bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian, akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang, diantaranya ialah masalah bagaiman pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut. Penyelesain hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris4.

Arti waris, waris dalam bahasa indonesia disebut pusaka yaitu harta benda dan hak yang ditinggalkanoleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Pembagian itu lazim disebut faraidl, artinya menurut syara’ ialah pembagian pusaka bagi yang berhak menerimanya5.

Pengertian hukum waris menurut Dr. R. Wirjono Prodjodikoro S.H. Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia. Dengan lain perkataan mengatur peralihan hak harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris yang meninggal dunia. serta akibat hukumnya bagi ahli waris6.

_________________________________

4

Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia, Penerbit refika aditama, Bandung, Maret 1985, hal.1 5

Moh. Rifa’i, Ilmu Feqih Islam Lengkap, Penerbit, CV. Toha Putra Semarang, Mei 1978 hal.513 6

(16)

Menurut Prof Dr. R. Wirjono Prodjodikoro S.H, memberikan batasan- batasan mengenai warisan, antara lain :

1. Seorang yang meninggalkan warisan (Elflater) pada saat orang tersebut meninggal dunia.

2. Seorang atau bebrapa orang ahli waris (Erfenaam), yang mempunyai hak menerima kekayaan yang ditinggalkannya itu.

3. Harta warisan (nelaten schap), yaitu kekayaan yang ditinggalkan dan selalu beralih kepada para ahli waris tersebut7.

Untuk melindungi anak cacat mental dalam hal mendapatkan harta waris dari orang tuanya diperlukan seorang yang dipercaya dan bertanggung jawab atas harta peninggalannya agar harta tersebut menjadi aman dan selamat untuk keperluan dan kebutuhan anak tersebut sampai mandiri dan sampai akhir hayatnya, kalau tidak ada orang yang bertanggung jawab atas harta peninggalannya dikhawatirkan harta waris tersebut akan dimliki atau lebih bahaya lagi apabila dijual oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, padahal secara hukum harta awaris tersebut keseluruhannya milik anak cacat mental ini.

Yang menjadi masalah mengapa penulis meneliti masalah ini, karena banyak orang tua yang merasa malu mempunyai anak cacat mental dan tidak memperhatikan hak-haknya. Misalnya anak cacat mental tersebut dikurung dirumah (tidak dikeluarkan) supaya orang tua tidak malu maka anak cacat mental tersebut agar disekolahkan di SLB (Sekolah Luar Biasa) atau sekolah lain yang sejenis yang mengajarkan keterampilan-keterampilan atau olah raga yang

___________________________

(17)

disesuaikan dengan kemampuan anak cacat mental tersebut, supaya anak cacat mental tersebut bisa beradaptasi dengan teman-temannya.

Alasan ini sangat penting untuk diteliti karena menyangkut hak anak cacat mental supaya mendapat perlindungan hukum yang layak hidup seperti anak-anak normal biasanya, hanya saja anak cacat mental ini sulit untuk bergaul dengan masyarakat lingkungan anak normal (anak cacat mental sering digoda).

Misalnya, anak cacat mental tersebut ingin bergaul dengan anak normal tetapi sering terjadi anak cacat mental ini diperlakukan untuk berbuat negatif,seperti diberi minum-minuman yang beralkohol dan perbuatan lain yang tercela, sehingga anak tersebut sampai mabuk, setelah kejadian ini orang tua tidak tahu haru melapor kemana. Ini berarti anak tersebut tidak mendapat perlakuan yang baik dari lingkungannya, oleh karena itu orang tua mengurung anak tersebut untuk tidak keluar. Meskipun didalam Undang-Undang perlindungan anak, (UU RI No. 23 Th 2002) pasal 13 (1) menyebutkan : Setiap anak selama anak dalam pengasuhan orang tua, wali, pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhannya, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :

a. Diskrimansi

b. Ekploitasi, baik ekonomi maupun seksual c. Pelantaran

d. Kekejaman, kekerasan, penganiayaan e. Ketidak adilan

(18)

Meskipun ada pasal yang menyatakan perlindungan anak akan tetapi pasal tersebut belum memasyarakat artinya masih banyak orang tua yang belum tahu atau belum mengerti adanya pasal tersebut apalagi bagi mereka yang tidak mengerti tentang hukum.

Penulis membahas masalah perlindungan hukum bagi anak cacat mental dalam pembagian waris supaya tidak jatuh ketangan orang yang tidak bertanggung jawab perlu adanya peraturan perundang-undangan yang ditinjau dari hukum waris islam.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi anak cacat mental dalam pembagian waris menurut hukum waris islam?

2. Siapa yang bertanggung jawab atas harta waris anak cacat mental menurut hukum waris islam?

1.3. TUJ UAN PENELITIAN

(19)

anak yang keempat masih hidup, anak kelima masih hidup. Paman dari anak cacat mental tersebut mengajukan permohonan ke PA untuk menjadi wali dari anak cacat mental, PA mengabulkan permohonan paman dari anak cacat mental tersebut untuk menjadi wali anak cacat mental. agar dapat mengurus diri anak cacat mental (keponakannya) dan untuk mengurus bagian waris dalam pembagian warisan supaya hak dan jumlah bagian warisan anak cacat mental tidak jatuh ketangan orang lain dan diketahui jumlah bagiannya secara pasti.

1.4. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Anak cacat mental harus mendapatkan payung hukum dari pemerintah yang artinya anak tersebut benar-benar mendapat haknya dan mendapat perlindungan hukum, apabila anak tersebut mendapat perlakuan yang tidak sesuai dengan kriteria hukum, misalnya : diterlantarkan, tidak mendapat haknya dengan baik dan harta anak tersebut dipakai untuk kepentingan pribadi maka bisa dikenakan sanksi hukum yang berlaku. 2. Manfaat Praktis

a. Memberikan saran dan masukan kepada pemerintah untuk meningkatkan Pengetahuan masyarakat tentang pentingnya perlindungan hak waris

anak cacat mental berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(20)

1.5. Kajian Pustaka 1.5.1. Pengertian War is

1.5.2. Waris Menur ut Hukum Islam

Di dalam ayat suci Alqur’an yang berisi ketentuan hukum waris, sebagian besar terdapat pada surat An-Nisa (QS.IV:7) bagi orang laki-laki ada hak bagian harta peninggalan ibu-bapak,dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan bahwa laki-laki maupun perempuan merupakan ahli waris”8.

Wujud warisan atau peninggalan menurut hukum islam sangat berbeda dengan hukum waris barat sebagaimana diatur dalam KUHperdata maupun hukum waris adat. Warisan atau harta peninggalan menurut islam yaitu sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih artinya, harta peninggalan yang di warisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta segala hak, setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang pewaris dan pembayaran yang diakibatkan oleh wafatnya si peninggal waris9.

Untuk memahami kaidah-kaidah seluk beluk hukum waris, hampir tidak dapat dihindarkan untuk terlebih dahulu memahami beberapa istilah yang lazim dijumpai dan dikenal. Istilah-istilah dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengertian hukum waris itu sendiri. ____________________________

8

Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Perspektif Islam, adat, dan BW, Penerbit refika aditama, Bandung, Maret 1985 hal.11

9

(21)

Adapun pengertian lain dari waris didalam pasal 171 Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia istilah-istilah yang terdapat dalam kewarisan islam adalah sebagai berikut :

a. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) waris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

b. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan beragama islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.

c. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan perkawinan dengan pewaris,beragama islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

d. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalakan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi maupun hak-haknya.

e. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya,biaya pengurusnya jenazah,pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.

1.5.3. Rukun dan Syarat Waris Menur ut Hukum Islam Rukun Waris ada tiga :

1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia, dan ahli warisnya berhak untuk mewarisi harta waris

2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan atau ikatan pernikahan, wala.

(22)

1.5.4. Syar at-Syar at Waris ada tiga :

1. Meninggalnya seseorang atau pewaris secara hakiki maupun hukum (misalnya dianggap telah meninggal). contohnya orang hilang yang keadannya tidak diketahui secara pasti, sehingga hakim memvonisnya sebagai orang yang meninggal dunia.

2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia. maksudnya, hak pemilikan dari pewaris harus dipindahkan kepada ahli waris yang secara syari’at benar-benar masih hidup, sebab orang yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi. 3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-

masing. Dalam hal ini posisi ahli waris hendaklah diketahui secara pasti, misalnya suami, istri, kerabat dan sebagainya sehingga pembagi mengetahui dengan pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli waris, sebab dalam hukum waris perbedaan jauh dekatnya kerabat akan membedakan jumlah yang diterimanya10. 1.5.5. Pengertian Mewaris Menur ut Hukum Islam

Mewaris menurut islam adalah mendapat bagian harta peninggalan menurut Al-qur’an yaitu :

a. Karena hubungan darah, ditentukan secara jelas dalam (QS.An-nisa : 7, 11,12, 23 dan 176)

__________________________

10

(23)

b. Hubungan semenda atau pernikahan

c. Hubungan persaudaraan, karena agama yang ditentukan oleh Al-qur’an bagiannya tidak lebih dari sepertiga harta pewaris (QS.Al-Ahzab 6 :)11. 1.5.6. Pengertian Ahli Waris Menur ut Hukum Islam

Ahli waris menurut hukum islam adalah orang-orang yang mempunyai hak untuk mendapatkan bagian dari harta peninggalan orang yang telah meninggal. Ahli waris ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan.

Ahli waris laki-laki ada 15 orang : 1. Anak laki-laki

2. Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu) dari pihak anak laki-laki, dan terus kebawah, asal pertaliannya masih terus laki-laki

3. Bapak

4. Kakek dari pihak bapak,dan terus keatas pertalian yang belum putus dari pihak bapak

5. Saudara laki-laki seibu sebapak 6. Saudara laki-laki sebapak saja 7. Saudara laki-laki seibu saja

8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak 9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja

10.Saudara laki-laki sebapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak

____________________________

11

(24)

11.Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja

12.Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak 13.Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja 14.Suami

15.Laki-laki yang memerdekakannya (mayat)

Jika 15 orang tersebut diatas semua ada, maka yang mendapat harta pusaka atau waris dari mereka itu hanya 3 orang saja yaitu :

a. Bapak

b. Anak laki-laki c. Suami

Ahli waris perempuan ada 10 orang : 1. Anak perempuan

2. Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah, asal pertaliannya dengan yang meninggal masih terus laki-laki

3. Ibu

4. Ibu dari bapak

5. Ibu dari ibu terus keatas pihak ibu belum berselang laki-laki 6. Saudara perempuan yang seibu sebapak

7. Saudara perempuan yang sebapak 8. Saudara perempuan yang seibu 9. Istri

(25)

Jika 10 orang tersebut diatas ada semuanya, maka yang dapat mewarisi dari mereka itu hanya 5 orang saja yaitu :

a. Istri

b. Anak perempuan

c. Anak perempuan dari anak laki-laki d. Ibu

e. Saudara perempuan yang seibu sebapak

Sekiranya 25 orang tersebut dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan semuanya ada, maka yang pasti mendapat hanya salah seorang dari suami istri, ibu, dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan12.

Contoh ahli waris :

Sepasang suami istri yang telah meninggal dunia mempunyai 5 orang anak yang mana anak pertama meninggal dunia, anak kedua meninggal dunia anak ketiga meninggal dunia dan mempunyai seorang anak yang masih hidup. anak keempat dan kelima masih hidup. Anak keempat dan kelima ini beserta anak dari anak ketiga datang ke PA mohon untuk ditetapkan sebagai ahli waris. Oleh PA permohonannya dikabulkan sebagai ahli waris.

1.5.7. Pengertian Anak Cacat Mental

Yang dimaksud anak cacat mental menurut Undang-Undang Perlindungan anak adalah (UU RI No. 23 Th 2002). Pasal 1 ayat 7 yang bunyinya : Anak yang menyandang cacat mental adalah anak yang

_____________________________________

12

(26)

mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.

Yang dimaksud anak cacat mental disini adalah anak cacat mental yang memiliki IQ dibawah anak normal, yaitu memiliki IQ antara 20 – 49 – embilicile ini merupakan kelompok yang ringan, kelompok ini masih bisa diharapakan untuk mencapai IQ 50 – 69 – moron sedangkan IQ antara 0 – 19 – idiot kelompok ini merupakan kelompok berat ini tidak dapat disembuhkan oleh karena itu anak cacat mental ini perlu mendapat perlindungan hukum.

Pengertian umum anak cacat mental adalah suatu kondisi seseorang sejak lahir ataupun saat balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya, anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktifitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).

Menurut Power (1989) karakteristik anak cacat mental terdapat 6 gangguan Dalam bidang :

-interaksi sosial

-komunikasi (bahasa dan bicara) -perilaku-emosi

-pola bermain

(27)

-perkembangan terlambat atau tidak normal13.

Gejala – gejala diatas mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil, biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.

1.5.8. Arti Per lindungan

Adalah tempat berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya)

memperlindungi...dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2004 adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan,atau pihak lainnya baik sementara manapun berdasarkan penetapan pengadilan.

Sedangkan perlindungan yang tertuang dalam PP No. 2 Tahun 2002 adalah suatu bentuk layanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi ancaman, gangguan, teror dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan tahap penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan.

Hukum menurut J.C.T Simorangkir, S.H. dan Sastropranoto S.H. adalah : Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat badan- badan resmi yang berwajib.

_____________________________________

13

(28)

Hukum menurut R.Soeroso S.H. adalah himpunan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.

Dari pengertian-pengertian tersebut diatas dapat ditarik suatu kesimpulan definisi perlindungan hukum.

1.5.9. Pengertian Per lindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun bersifat represif, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian14.

1.5.10. J umlah Pembagian Harta Waris Berdasar kan Hukum Islam

Didalam surat An-nisa ayat 11 Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka) untuk anak-anakmu yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua anak perempuan15.

Seorang anak perempuan atau lebih, apabila bersama dengan anak laki-laki, maka pembagiannya dua berbanding satu (anak laki mendapat dua bagian ____________________________

14

Julia Perez Kawain Lari, http:/blog.bestlagu.com/arti-perlindungan-hukum, dikases hari jumat tanggal 7 Desember 2012, jam 14.02, Motivasi Pahlawan

15

(29)

dan anak perempuan mendapat satu bagian.

Di dalam KHI Bab III Pasal 176 disebutkan bahwa apabila anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.

Dari hasil wawancara dengan PA yaitu dengan bapak Sulaiman SH.M.HUM bahwa pembagian harta waris anak cacat mental sama dengan anak yang sehat (anak normal) tidak pandang batas usia dan pembagiannya bisa dibagi sendiri atau diselesaikan secara kekeluargaan kalau tidak mau akan digugat di Pengadilan Agama (Pasal 188 KHI) yang bunyinya :

Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan.

(30)

Di dalam kitab fiqh islam, yang mendapat ¼ bagian dari harta peninggalan adalah suami, apabila istrinya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki ataupun anak perempuan. Terdapat dalam firman Allah SWT (Surat An-Nisa : 12)16.

Yang mendapat 1/8 bagian dari harta peninggalan adalah istri,apabila suaminya meninggal dunia, meninggalkan anak baik laki-laki maupun perempuan. Terdapat firman Allah SWT (Surat An-Nisa : 12)17.

1.5.11.Pengertian Pengampuan

Di dalam KUHperdata tidak ditemukan tentang pengampuan, di dalam pasal 433 KUHperdata hanya mengatur tentang siapa saja yang di maksud dibawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang dungu atau idiot, sakit otak atau gila sakit ingatan, mata gelap atau orang yang tidak dapat mengendalikan emosi, boros.

Menurut Vollmar pengampuan adalah keadaan yang disitu seseorang (curandus) karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau didalam segala hal tidak cakap untuk bertindak sendiri (pribadi) didalam lalu lintas hukum, atas dasar itu orang tersebut dengan keputusan hakim dimaksudkan dalam golongan orang yang tidak cakap bertindak karenanya orang tersebut diberi wakil menurut Undang-Undang yaitu yang disebut pengampu (curator atau curatele)18.

Dari pengertian tersebut diatas bahwa pengampuan adalah perwalian terhadap kepentingan orang yang sudah dewasa tetapi tidak cakap

____________________________

16

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Penerbit Sinar Algesindo, Bandung, Cet, ke 40,Thn 2007,hal.356 17

ibid, 357 18

(31)

melakukan perbuatan hukum. akibat dimasukkannya seseorang di dalam pengampuan maka kedudukannya sama dengan orang belum dewasa. Ketentuan ini diatur dalam pasal 452 KUHperdata.

Yang dimaksud dibawah pengampuan adalah orang-orang yang tidak cakap bertindak atau anak-anak dibawah umur yang mendapat

perwalian untuk bertindak atau melakukan perbuatan hukum atas nama orang-orang dan anak-anak tersebut.

Wali disini bertindak atas nama anak cacat mental dalam hal pembagian waris, jangan sampai anak cacat mental tersebut warisannya (bagiannya) dikurangi atau tidak mendapat bagian sehingga anak tersebut tidak mendapat apa-apa. Menurut ketua Mahkamah Syari’ah Banda Aceh, Drs. H. Abdul Mannan Hasyim S.H. M.H., mengatakan bahwa perwalian terhadap anak menurut hukum islam dan hukum positif ada 2 :

1. Perwalian terhadap diri pribadi anak dan 2. Perwalian terhadap bendanya

(32)

mencatat perubahan-perubahan hartanya selama perwalian, serta meyerahkan kembali kepada anak apabila telah selesai masa perwaliannya karena si anak telah dewasa dan maupun mengurus diri sendiri19.

Didalam pasal 107 – 112 Kompilas Hukum Islam (KHI) yang mengatur tentang perwalian dapat disimpulkan bahwa perwalian di difinisikan sebagai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum demi kepentingan, atau atas nama anak yang orang tuanya meninggal dunia atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum.

Di dalam Undang-Undang No. 23 Thn 2002 tentang Perlindungan Anak juga mengatur bahwa untuk kepentingan anak, wali wajib mengelola harta anak yang bersangkutan. (pasal 33 – 36 Undang-Undang Perlindungan Anak).

Menurut ketentuan hukum islam, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar seseorang dijadikan wali bagi anak-anak yang belum cukup umur atau tidak cakap bertindak secara hukum.

1.5.12. Syar at-Syar at Menjadi Wali Menur ut Hukum Islam

1. Orang yang telah cukup umur dan berakal serta cakap bertindak hukum 2. Agama wali harus sama dengan agama anaknya

3. Memiliki sifat adil

____________________________

(33)

4. Mempunyai keamanan kemauan untuk bertindak dan memelihara amanah20.

Menurut hukum islam menetapkan bahwa seorang yang paling berhak menjadi wali bagi kepentingan si anak adalah orang yang paling dekat dengan anak tersebut atau keluarganya bahkan tidak jarang pula dari anggota keluarga yang berhubungan kekerabatannya jauh, hal ini tergantung pada kesiapan dan kemampuan si wali untuk mengurus kepentingan anak tersebut.

Biasanya wali ini diberikan kepada saudara yang paling dekat yaitu apabila orang tuanya telah tiada maka anak tersebut ikut kakeknya, dan apabila kakeknya telah tiada maka anak tersebut ikut saudara laki-laki dan apabila saudara laki-laki-laki-laki tersebut tidak ada maka ikut anak dari saudara laki-laki, dan apabila anak dari saudara laki-laki tidak ada maka ikut pamannya, dan apabila pamannya tidak ada maka yang terakhir keputusan hakim.

Berdasarkan pasal 184 KHI : Bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan kewajibannya, maka baginya diangkat wali berdasarkan putusan hakim atas usul anggota keluarga.

Dari hasil wawancara dengan PA dengan Bapak Sulaiman SH.M.Hum bahwa kalau ahli waris tidak cakap melakukan perbuatan hukum dapat ditunjuk seorang walinya yang terdekat yang ada hubungan dengan keluarga anak cacat mental dan dalam mengurus anak tersebut harus _______________________

(34)

diperlakukan sama dengan anak yang sehat (anak normal). Contoh Perwalian Di PA :

Sepasang suami istri mempunyai lima orang anak, anak pertama meninggal dunia, anak kedua meninggal dunia, anak ketiga meninggal dunia dengan meninggalkan seorang anak yang dalam kondisi keterlambatan mental atau cacat mental, sedangkan anak keempat dan anak kelima masih hidup. Anak yang keempat ini datang ke PA untuk mengajukan permohonan perwalian untuk ditetapkan sebagai wali dari anak yang mengalami cacat mental tersebut (adapun hubungan antara pemohon dengan anak cacat mental tersebut adalah sebagai keponakan). Untuk mengurus harta waris anak cacat mental ini. oleh PA permohonannya dikabulkan sebagai wali dari keponakannya yang mengalami cacat mental.

1.5.13.Berakhirnya Perwalian

Perwalian berakhir dapat ditinjau dua keadaan yaitu :

1. Dalam hubungan dengan keadaan si anak, dalam hal ini perwalian berakhir karena :

a. Si anak telah menjadi dewasa atau (minderjaringen) b. Matinya si anak

c. Timbulnya kembali kekuasaan orang tuanya. d. Pengesahan seorang anak diluar kawin yang diakui.

(35)

a. Ada pemecatan atau pembebasan atas diri si wali

b. Ada alasan pembebasan dan pemecatan dari perwalian (pasal 380 KUHperdata)21.

Di dalam Pasal 109 KHI Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang apabila wali tersebut pemabuk, penjudi,

pemboros, melalaikan atau menyalahgunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada di perwaliannya. Didalam Pasal 111 (1) KHI wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang di bawah perwaliannya apabila yang bersangkutan telah cukup dewasa atau telah menikah. Di dalam Pasal 111 (2) KHI apabila perwalian berakhir maka Pengadilan Agama berwenang mengadili perselisihan antara wali dan orang yang berada di bawah perwaliannya tentang harta yang diserahkan kepada orang yang bersangkutan. 1.6. Metodologi Penelitian

1.6.1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yaitu menggunakan yuridis normatif adalah pendekatan kepustakaan mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistimatik hukum dan penelitian terhadap perbandingan hukum22.

_____________________________

21balianzahab.wordpres.com makalah-hukum-islam/perwalian-menurut-kuhperdata-2/ di akses tanggal 12 November 2012 hari senin jam 23.00

22

(36)

1.6.2. Sumber Bahan Hukum dan Data

1.6.2.1. Sumber bahan Data Hukum Primer

yaitu mengumpulkan bahan hukum primer berupa undang-undang perlindungan anak, Kompilasi Hukum Islam (KHI),Kitab Fiqh islam, dan peraturan lain yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 1.6.2.2. Sumber Bahan Data Hukum Sekunder

yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Adapun bahan sekunder meliputi literatur-literatur yang berkaitan dengan judul serta pendapat para pakar. Sumber bahan hukum sekunder adalah data dari penelitian kepustakaan dimana dalam sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan sekunder dan bahan hukum tersier. Yang dimaksud bahan hukum tersier adalah merupakan bahan hukum sebagai penunjang dari kedua hukum yaitu primer dan sekunder. yang terdiri dari kamus hukum,kamus bahasa indonesia dan kamus Inggris-Indonesia.

1.6.3. Metode Pengumpulan Bahan dan atau /Data

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) maka metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah

(37)

1.6.4. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul dengan menganalisa, data, adapun metode analisa data dalam penelitian adalah menggunakan metode induksi atau deduksi yaitu cara berfikir dimana menarik kesimpulan yang bersifat umum dari beberapa kasus yang bersifat khusus disini akan terlihat bagaimana perundang-undangan yang ada disamping teory hukum dan prinsip-prinsip keislaman dijadikan alat untuk menarik kesimpulan. Dan mengungkapkan pendapat para pakar hukum dan tokoh agama atau ulama terlebih dahulu kemudian dibahas untuk selanjutnya diambil kesimpulan. Sedangkan analisis terhadap bahan hukum menggunakan deskriptif yaitu memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk memepertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori baru23.

______________________________

(38)

1.6.5. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah selama lima bulan di mulai pada bulan Agustus 2012 sampai Februari 2013, penelitian ini dilaksanakan pada bulan September. Tahap persiapan penelitian ini meliputi penentuan judul, penulisan proposal, seminar proposal, dan dilanjutkan dengan perbaikan proposal. Sedangkan tahap pelaksanaan penelitian selama lima bulan terhitung pertengahan september sampai bulan akhir januari 2013 meliputi pengumpulan sumber data primer dan sumber data sekunder. 1.6.6. Lokasi Penelitian

Adalah tempat dimana penulis mengumpulkan data untuk menjawab masalah. Karena penulis menggunakan yuridis normatif maka lokasi yang dipilih adalah di Pengadilan Agama Surabaya Jl.Ketintang Madya VI No.3 Surabaya wawancara dengan Bapak Drs.Sulaiman M.Hum di mana tempat tersebut dipergunakan untuk meneliti,wawancara,mencari data atau keterangan dari Pengadilan Agama Surabaya untuk menjawab yang berhubungan dengan judul.

1.6.7. Sistimatika Penulisan

Sistimatika Penulisan dalam Skripsi ini agar supaya dapat memberikan gambaran uraian yang tepat dan teratur, maka Skripsi ini terbagi dalam 4 (empat) bab. Untuk lebih jelasnya gambaran mengenai Skripsi ini dapat dilihat pada Sistimatika yang antara lain sebagai berikut:

Bab Pertama, pada bab ini berisi Pendahuluan, yang mengawali

(39)

mana pada bab pendahuluan ini berisikan tentang gambaran umum suatu permasalahan yang digunakan sebagai landasan berpijak dalam pembahasan pada bab-bab berikutnya. Penjabaran landasan berpijaknya pada permasalahan yang diawali dengan sub bab Latar Belakang dan Perumusan Masalah. Dengan latar belakang masalah akan kita ketahui tentang permasalahan yang dikaji, yang diletakan pada rumusan permasalahan. Pembahasan Skripsi ini sudah barang tentu ada yang diharapkan, yang akan dituangkan dalam tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Untuk menunjang agar hasil penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, maka diperlukan adanya Tinjauan Pustaka. Dalam pelaksanaannya agar sesuai dengan dasar penyusunan karya ilmiah, maka akan disajikan tentang cara-cara penulisan ilmiah dalam Metode Penelitian, dengan harapan agar isi dari pada Skripsi dapat diketahui lebih awal sehingga diperlukan penyusunan secara sistematika. Untuk itu perlu disusun kerangka penyusunan yang dituangkan dalam Sistimatika Penulisan.

Bab Kedua, merupakan jawaban dari rumusan masalah yang

(40)

perlindungan hukum oleh negara terhadap anak cacat mental, akhirnya uraian tentang bagian waris yang diterima anak cacat mental dan pembagian waris menurut Al-Qur’an.

Bab Ketiga, merupakan uraian dari jawaban rumusan masalah

yang kedua, yang akan menguraikan yang bertanggung jawab atas harta waris anak cacat mental menurut hukum islam. Pada bagian ini penulis mengungkapkan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas harta waris anak cacat mental, yang kemudian dilanjutkan tentang masa berlakunya perwalian dalam hukum islam.

Bab Keempat, pada bab ini Penutup yang mengakhiri rangkaian

(41)
(42)

2.1. Anak Yang Menyandang Cacat Mental

Menurut Pasal 1 Ayat (7) UU No. 23 Thn 2002 tentang Perlindungan Anak. telah disebutkan pengertian anak cacat mental yaitu. “Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalamai hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar”. Anak yang menyandang cacat mental tersebut memang merupakan gangguan neurobiologis. artinya : sebuah cabang ilmu yang mempelajari tentang sistem saraf, fisiologi dan hubungannya dengan perilaku manusia. Neurobiologis merupakan suatu pengetahuan yang mempelajari tentang

sistem saraf24. yang menetap, gejalanya tampak pada gangguan bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Walaupun gangguan neurobiologis tidak bisa di obati, tetapi gejala-gejalanya bisa dihilangkan atau dikurangi, sampai awam tidak bisa membedakan mana anak yang normal, dan mana anak yang cacat mental25.

Anak cacat mental tersebut tidak mampu dalam mengadakan komunikasi dengan orang lain kecuali dengan orang yang paling dekat dengannya atau dengan temannya yang sesama menyandang cacat mental. _____________________________

24

(43)

meski yang kecerdasannya kurang masih bisa masuk sekolah luar biasa Sayangnya anak cacat mental ini tidak bisa mengikuti pendidikan formal, (SLB). Jadi anak cacat mental ini juga mendapat kesempatan memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak tersebut agar bisa mandiri dsn perilakunya terarah serta mengenal sopan santun.

(44)

tersebut diperbaiki dengan bantuan obat, anak bisa mengikuti proses belajar. Jadi hendaknya pengobatan selalu di bawah anjuran dokter. Orang tua seyogyanya menanyakan kegunaan setiap obat serta efek samping yang timbul. Kerjasama yang erat antara orang tua dan dokter yang menangani sangat penting, sebab ini merupakan kunci menuju kesembuhan si anak cacat mental tersebut. sesuai dengan pasal 51 UU No. 23 Thn 2002 yang bunyinya: “Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa”.

2.2. Per lindungan Hukum Bagi Anak Cacat Mental

Anak cacat mental mendapat perlindungan hukum dari aparat penegak hukum atau kepolisian untuk mendapatkan suatu kedamaian, ketertiban dan keadilan agar anak tersebut dapat hidup tentram dan aman. Disamping itu juga mendapat perlindungan baik dari keluarga, masyarakat, negara, yang memberikan perlindungan yang layak sebagai manusiawi sehingga hak-haknya terlindungi. Yang dimaksud perlindungan anak disini terdapat pada Pasal 1 ayat (2) UU No.23 Thn 2002 :

(45)

Perlindungan khusus bagi anak yang menyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dilakukan melalui upaya :

a. Perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak b. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan khusus dan

c. Memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu.

2.2.1 Per lindungan Anak Cacat Mental dar i keluar ga

Perlindungan dari keluarga terutama perlindungan dari kedua orang tua Dimana orang tua bertanggung jawab atas keselamatan, kesehatan, pendidikan dan kasih sayang, kasih sayang tidak hanya cukup diucapkan saja tetapi dibuktikan berupa tindakan berupa perhatian dan bimbingan yang tulus dalam mendidik anak. Ucapan kasih sayang perlu diucapkan kepada anak agar mereka tahu bahwa kedua orang tuanya benar-benar sayang. Orang tua mmemiliki hubungan khusus yang sangat erat sekali karena jalinan emosional dan hubungan darah yang kuat sehingga komunikasi kasih sayangnya lebih tampak dalam kehidupan nyata.

(46)

Ada beberapa pendekatan komunikasi yang dapat dilakukan antara orang tua dan anak antara lain sebagai berikut, Pertama, pendekatan emosional yaitu pendekatan sangat baik dilakukan karena secara emosional anak sangat dekat dengan orang tuanya, misalnya denga bercanda atau humor memeluk dan menciumnya serta memberikan kata-kata yang mengandung nasehat atau cerita menggugah emosi anak menjadi pemberani dan periang. Kedua, pendekatan rasional yaitu dapat dilakukan setelah anak 7 – 11 tahun sehingga akan paham bersifat rasional. Ketiga, pendekatan pembiasaan cocok untuk anak balita (0 – 5 tahun), karena masa ini adalah masa emas atau (golden age) dimana kebiasaan yang dilakukan akan berdampak pada saat mereka menjelang remaja dan dewasa, namun usia 7 - 11 tahun pembiasaan kurang efektif. Keempat, pendekatan pengalaman sangat cocok untuk semua usia karena pengalaman adalah guru yang terbaik. Pengalaman adalah suatu yang sudah dialami anak dalam kehidupannya, sehingga anak dapat merekontruksi darai masa lalu, memaknai masa sekarang dan mempredeksi masa depan. Disamping pendekatan terhadap anak dalam komunikasi ini ada pola

yang harus diterapkan yaitu : ada tiga pola, pola asah, pola asih, dan pola asuh. Pola asah (aspek kognitif) didasari bahwa

(47)

asih yaitu orang tua dapat menerapkan pendekatan rasional misalnya mengajarkan bilangan yang berhubungan dengan kehidupan nyata. Pola asuh (afektif) pelaksanaan berhubungan dengan sikap dan kepribadian seseorang berkaitan dengan karakter yang harus dimiliki misalnya disiplin, tanggung jawab, toleransi, hemat, tekun dan sebagainya serta menghindari karakter buruk seperti : contoh, khianat, bohong, boros, egois dan lain-lain adapun pola asuh (aspek psikomotor) merupakan pola asuh dimana orang tua sebagai fasilator memberikan bimbingan kepada anak untuk terampil dalam keluarga, misalnya mengerjakan tugas-tugas untuk anak perempuan belajar masak, mencuci, menyapu, dan membuat kue. Sedangkan bagi anak laki-laki belajar berlari, berenang, dan hal-hal yang positif dan sebagainya26.

Untuk kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua diatur dalam pasal 26 ayat 1 UU No, 23 Thn 2002 :

Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak

b. Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.

c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

2.2.2 Per lindungan Hukum Untuk Anak Cacat Mental Oleh Masyarakat Terdapat pada Pasal 25 Tentang kewajiban dan tanggung jawab masyarakat dan Pasal 72 tentang peran masyarakat. Pasal 25 UU No. 23 Thn 2002 adalah : “Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran _________________________

26

http ://www.agp.pgrijabar.net/index.php/dokumentasi-cetak/majalah-suara-daerah/128/komunikasi-

(48)

masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak”.Pasal 72 UU No. 23 Thn 2002 adalah :

Pasal 72 UU No.23 Tahun 2002 adalah :

1. Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.

2. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud adalah ayat 1 dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.

(49)

dalam kontek dunia pendidikan, seni tari, termasuk bidang keterampilan yang di dalamnya mengandung nilai pendidikan mental27.

Di dalam lembaga ini anak dilatih dan dibimbing tujuannya adalah agar anak mampu berkomunikasi, beradaptasi, mempunyai pengalaman praktek, sehingga anak mempunyai kemampuan berpartisipasi terhadap norma-norma dan lebih jauh terhadap kehidupan masyarakat. Sasaran bimbingan tujuannya adalah untuk meningkatkan komunikasi antara anak dan menjalin kerjasama yang lebih erat, mengembangkan partisipasi dan memanfaatkan lembaga-lembaga pelayanan sosial dan sebagainya.

Harapan bagi orang tua yang mempunyai anak cacat mental agar lebih banyak lagi lembaga-lembaga yang tersedia menampung anak cacat mental demi kesejahteraan anak. Dengan adanya badan atau lembaga-lembaga yang menampung anak cacat mental maka anak cacat mental di dalam lembaga ini bisa bebas beraksi, bereaksi, berkomunikasi serta berinteraksi dengan kelompoknya dan bisa mengatur hidupnya.

Masyarakat dalam melindungi anak cacat mental diharapkan bersama-sama peduli dan memberikan perhatian yang serius terhadap permasalahan sosial yang dialami oleh penyandang cacat mental saat ini. begitu juga baik dari pihak pemerintah maupun swasta dalam mengoptimalkan potensi anak dalam rangka memandirikan anak

27

(50)

sehingga keberadaan anak cacat mental menjadi setara dengan anggota masyarakat lainnya. Sebagaimana telah diketahui oleh penulis bahwa di beberapa daerah, terutama didaerah pedesaan masih banyak anak menyandang cacat mental yang belum terjangkau oleh pelayanan dan rehabilitasi sosial, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan pemerintah dalm memperluas jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial hingga keseluruh pelosok tanah air oleh karena itu peran masyarakat dan keluarga sangat penting dalam upaya memandirikan para penyandang cacat mental itu sendiri.

(51)

mendapat akses untuk memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan, ketenagakerjaan dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Hal tersebut sangat memerlukan dukungan dari orang tua dan keluarga dalam kehidupan mereka karna orang tua merupakan peran utama dalam kehidupan keluarga. Begitu pentingnya peran masyarakat dalam membantu perkembangan anak, dimana masyarakat harus bersikap tidak mengucilkan anak penyandang anak cacat mental dan menghargai anak cacat mental, begitu juga masyarakat harus melapor kepada tokoh masyarakat (RT/RW), LSM, instansi yang terkait seperti forum komunikasi keluarga dengan anak cacat (FKKDAC) jika menemukan anak penyandang cacat mental yang tidak mendapat pelayanan selayaknya, seperti anak dipasung, dikurung, atau disembunyikan, biasanya ini terjadi di pedesaan-pedesaan yang jauh dari keramaian. 2.2.3 Per lindungan Hukum Oleh Negara Ter hadap Anak Cacat Mental

(52)

Di dalam meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak, Undang-Undang Perlindungan anak membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonsesia yang bersifat independen.

Pasal 76 UU No. 23 Thn 2002 Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas sebagai berikut :

a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

b. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.

Menurut Undang-Undang No. 4 Thn 1997 tentang penyandang cacat, penyandang cacat di klasifikasikan dalam tiga jenis kecacatan yaitu cacat fisik, cacat mental, serta cacat fisik dan mental (cacat ganda). Kecacatan menyebabkan seseorang mengalami keterbatasan atau gangguan yang mempengaruhi keleluasan aktifitas fisik, kepercayaan dan harga diri, hubungan antar manusia maupun dengan lingkungannya. Para penyandang cacat tersebut merasa perlu memiliki sarana dan prasarana pelayanan sosial dan kesehatan serta pelayanan lainnya termasuk terhadap pelayanan umum yang dapat mempermudah kehidupan penyandang cacat.

(53)

menampung anak cacat yaitu berupa mengirimkan guru ke lembaga tersebut. Dengan adanya sekolah luar biasa atau YPAC maka anak penyandang cacat mendapat pendidikan dan latihan serta keterampilan secara khusus para penyandang cacat mental mampu memiliki keterampilan guna melaksanakan hidupnya secara layak.

(54)

dalam meraih medali emas28. Contoh anak menyandang cacat fisik yang mempunyai bakat melukis (menceritakan tentang Agus Yusuf) penyandang cacat fisik yang tidak mempunyai tangan tapi pandai melukis dengan mulut, denga lukisannya yang sangat indah ini maka lukisan tersebut dapat dijual sampai ke negara Swiss laku dengan harga Rp 6 juta ( $ 600). Hal ini menunjukkan kesungguhan pemerintah di dalam memberikan pelayanan kepada penyandang cacat.

Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Anak maka apabila ada seseorang yang dengan sengaja menelantarkan anak akan dikenakan hukuman atau sanksi hukum yang sesuai pasal 77 (b) UU RI No. 23 Thn 2002 sebagai berikut : “Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan yang mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial, dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

Berakhirnya perlindungan terhadap anak cacat mental apabila si anak sudah dapat melakukan perbuatan hukum, jadi si anak tersebut mendapat perlindungan hukum sebagai anak normal bukan sebagai anak cacat mental. Sedangkan berakhirnya perlindungan bagi anak normal apabila anak tersebut sudah dewasa.

(55)

2.2.4 Bagian Waris yang diterima Anak Cacat Mental

Hukum Kewarisan menurut hukum islam sebagai salah satu bagian dari hukuman kekeluargaan (Al-ahwalus) sangat penting dipelajari agar supaya dalam pelaksanaan pembagian harta warisan tidak terjadi kesalahan dan dapat dilaksanakan dengan seadil-adilnya, sebab dengan mempelajari hukum kewarisan islam maka bagi umat islam, akan dapat menunaikan hak-haknya yang berkenan dengan harta warisan setelah ditinggalkan oleh muwaris (pewaris) dan disampaikan kepada ahli waris yang berhak untuk menerimanya. Dengan demikian seseorang dapat terhindar dari dosa yakni tidak memakan harta orang yang bukan haknya. Dalam Al-Qur’an disebutkan sebagi berikut : yang artinya : “...sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat (dan) sesudah dibayar hutangnya”. (Surat An-Nisa ayat 11). Sesudah itu, wajiblah dibagikan hartanya diantara ahli warisnya menurut Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil”. (Surat Al-Baqarah ayat 188)29. Sebelum ahli waris membagi dan menerima warisannya terlebih dahulu ahli waris melakukan kewajibannya terhadap pewaris menurut ketentuan pasal 175 KHI adalah Sebagai berikut :

a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai. b. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan,

termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang. c. Menyelasaikan wasiat pewaris

29

(56)

d. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak.

Masalah waris malwaris dikalangan umat islam Indonesia, secara jelas diatur dalam Pasal 147 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, bahwa Pengadilan Agama berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara kewarisan baik ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam dibidang :

1. Perkawinan

2. Kewarisan, Wasiat, dan Hibah yang dilakukan berdasar hukum islam.

3. Wakaf dan sedekah

Didalam pembagian harta anak cacat mental sama dengan anak normal atau anak sehat, waris menurut islam pembagiannya bisa dibagi sendiri atau diselesaikan secara kekeluargaan30. apabila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui tentang pembagian tersebut maka dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama hal ini berdasar pada Pasal 188 KHI. Yang bunyinya : Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan.

Pembagian Waris untuk anak perempuan adalah :

(57)

1. Seorang anak perempuan mendapat ½ bagian, apabila tidak bersama-sama saudaranya

2. Dua anak perempuan atau lebih mendapat 2/3 bagian, apabila tidak mempunyai anak laki-laki

3. Seorang anak perempuan atau lebih, apabila bersama dengan anak laki-laki, maka bagiannya dua banding satu (anak laki-laki mendapat dua bagian dan anak perempuan mendapat satu bagian), hal ini berdasarkan firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 11 yang artinya : “Jika anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”.

Pembagian waris untuk anak laki-laki adalah :

1. Apabila hanya seorang laki-laki saja, maka ia mengambil semua warisan.

(58)
(59)

yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). Allah menetapkan yang demikian itu sebagai syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

2.2.5 Pembagian Waris Menur ut Al-Qur’an ada 6 : a. ½ (setengah)

b. ¼ (seperempat) c. 1/8 (seperdelapan) d. 1/3 (sepertiga) e. 2/3 (dua pertiga) f. 1/6 (seperenam) Keterangan :

a. Yang mendapat setengah harta (1/2) : ada 4 orang yaitu :

1. Anak perempuan apabila hanya seorang diri, tidak mempunyai saudara.

Firman Allah dalam Al-Qur’an yaitu : “dan jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta”

(60)

3. Saudara perempuan yang seibu sebapak, jika hanya seorang diri, dan tidak ada yang tersebut No. 1, 2, dan 3

Firman Allah dalam Al-Qur’an : “...jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka baik saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkan”. (An-Nisa : 176)

4. Suami, jika tidak ada anak, atau tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki.

Firman Allah dalam Al-Qur’an : “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak”.(An-Nisa 12).

b. Yang mendapat ¼ harta :

1. Suami, apabila istrinya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik laki-laki ataupun perempuan.

(61)

Firman Allah Swt : “Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak”. (An-Nisa : 12).

c. Yang mendapat 1/8 harta :

Istri, baik satu ataupun berbilang, mendapat pusaka dari suaminya seperdelapan dari harta kalau suaminya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki ataupun perempuan atau anak dari anak laki-laki, baik laki-laki ataupun perempuan.

Firman Allah Swt : “Jika kamu mempunyai anak, maka para istri itu memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan”. (An-Nisa : 12).

d. Yang mendapat 2/3 harta :

1. Dua orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-laki. Berarti apabila anak perempuan berbilang, sedangkan anak laki-laki tidak ada, maka mereka mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh bapak mereka.

Firman Alla Swt : “Dan jika kamu anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan”. (An-Nisa :11).

(62)

dari anak laki-laki yang berbilang itu, mendapat pusaka dari kakek mereka sebanyak dua pertiga dari harta. Hal itu beralasan pada qias, yaitu diqiaskan dengan anak perempuan karena hukum cucu (anak dari anak laki-laki) dalam beberapa perkara, seperti hukum anak sejati.

3. Saudara perempuan yang seibu sebapak apabilaaaa berbilang (dua atau lebih).

Firman Allah Swt : “Jika saudara perempuan itu dua orang. Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal”. (An-Nisa : 176).

4. Saudara perempuan yang sebapak, dua orang atau lebih. Keterangannya adalah surat An-Nisa ayat 176 yang tersebut diatas, karena yang dimaksud dengan saudara dalam ayat tersebut ialah saudara seibu sebapak atau saudara sebapak saja apabila saudara perempuan yang seibu sebapak tidak ada. e. Yang mendapat 1/3 harta :

1. Ibu, apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik laki-laki ataupun perempuan, baik seibu sebapak ataupun sebapak saja atau seibu saja.

(63)

mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam”.(An-Nisa : 11).

2. Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.

Firman Allah Swt : “Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu”. (An-Nisa : 12).

f. Yang mendapat 1/6 harta :

1. Ibu, apabila ia beserta anak, dari anak laki-laki, atau beserta dua saudara atau lebih, baik saudara laki-laki ataupun saudara perempuan, seibu sebapak, sebapak saja, atau seibu saja. Firman Allah : “Dan untuk dua orang ibu bapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak”. (An-Nisa : 11).

2. Bapak si mayat, apabila yang meninggal mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki.(keterangannya yaitu surat An-Nisa ayat 11 diatas).

3. Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), kalau ibu tidak ada. Hal ini beralasan pada hadits yang diriwayatkan dari Zaid, yaitu : “Sesungguhnya Nabi Saw. Telah menetapkan bagian nenek seperenam dari harta.

(64)

sendiri ataupun berbilang, apabila bersama-sama seorang anak perempuan. Tetapi apabila anak perempuan berbilang, maka cucu perempuan tadi tidak mendapat pusaka.

“Nabi Saw, telah memberikan seperenam untuk seorang anak perempuan dari anak laki-laki yang beserta seorang anak perempuan”. (Riwayat Bukhari).

5. Kakek (bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak laki-laki, sedangkan bapak tidak ada. (Keterangannya berdasarkan ijma’ ulama).

6. Untuk seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Firman Allah Swt : “Dan apabila si mayat mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta”. (An-Nisa : 12). 7. Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri ataupun

berbilang, apabila beserta saudara perempuan yang seibu sebapak. Adapun apabila saudara seibu sebapak berbilang (dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat pusaka. (Alasannya berdasarkan ijma’ ulama)31.

Seperti dalam contoh penetapan ahli waris dalam pembagian bagi anak cacat mental Sebagai berikut :

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah yang akan dibahas terdiri dari tiga hal yakni: Pertama, Apakah ahli waris yang beda agama dengan pewaris merupakan penghalang untuk mendapatkan hak waris,

a) Mendapat 1/2 bagian dari harta warisan jika ia seorang saja serta tidak ada anak yang menjadikannya ahli waris asabah. b) Mendapat 2/3 bagian dari harta warisan jika apabila

Saat musyawarah mufakat tidak mendapatkan hasil yang diinginkan maka dilanjutkan dengan mediasi dan salah satu dari ahli waris yang bersengketa

Pewarisan adalah suatu bagian yang sangat penting, proses pewarisan atau beralihnya barang-barang warisan dari pewaris kepada ahli waris, baik berlangsung semenjak pewaris masih

hak dan kewajiban dari keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan”, atau perimbangan antara beban dan tanggung jawab di antara ahli waris yang sederajat,

Putusan Hakim tersebut, jika dirujuk berdasarkan Pasal 185 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam bahwa: (1) ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris, maka

Sehingga skripsi ini dapat peneliti selesaikan dengan laporan penelitian skripsi ini yang berjudul “ANALISIS HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARIS BAGI AHLI WARIS PENGGANTI

Moh.. JOM Fakultas Hukum Volume 3 No. Pembagian waris bagi ahli yang berbeda agama dengan pewaris ditinjau dari hukum Islam merupakan suatu penghalang bagi ahli waris