• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko, Rejang Lebong, Bengkulu (1983-2008) ``Menggembala di tengah lebatnya rimba Sumatra``.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sejarah Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko, Rejang Lebong, Bengkulu (1983-2008) ``Menggembala di tengah lebatnya rimba Sumatra``."

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH GEREJA KRISTEN INJILI INDONESIA DI BENGKO,

REJANG LEBONG, BENGKULU (1983-2008)

“MENGGEMBALA DI TENGAH LEBATNYA RIMBA SUMATRA”

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Disusun oleh :

Yoel Febriantoro

081314005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

SEJARAH GEREJA KRISTEN INJILI INDONESIA DI BENGKO,

REJANG LEBONG, BENGKULU (1983-2008)

“MENGGEMBALA DI TENGAH LEBATNYA RIMBA SUMATRA”

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Disusun oleh :

Yoel Febriantoro

081314005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)

 

 

(4)

 

 

 

(5)

Persembahan

 

 

Dengan

 

rasa

 

syukur

 

yang

 

mendalam,

 

rasa

 

hormat,

 

dan

 

terimakasih

 

yang

 

sebesar

besarnya

 

Skripsi

 

ini

 

saya

 

persembahkan

 

kepada:

 

1.

Tuhan Yesus Kristus yang selalu menemaniku dengan tulus dan selalu

membimbingku biarpun aku sering meninggalkanNya.

2.

Gereja Kristen Injili Indonesia (G.K.I.I.), khususnya jemaat G.K.I.I. cabang

Bengko.

3.

Kedua orang tuaku, seseorang yang kukasihi, dan saudariku.

4.

Seluruh pendidik yang pernah memberiku ilmu di Universitas Sanata Dharma

dan teman-teman Pendidikan Sejarah’08.

(6)

Motto

“Kecerdasan otak tanpa disertai dengan keinginan untuk bekerja keras, sikap rajin,

disiplin, dan sikap rendah hati akan menjadi sia-sia disaat mengerjakan sesuatu”

“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk di hari tua”. (Aristoteles)

“Ketergesaan dalam setiap usaha membawa kegagalan”. (Herodotus)

(7)

 

 

(8)
(9)

ABSTRAK

Sejarah Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko, Rejang Lebong, Bengkulu (1983-2008) : “Menggembala di Tengah Lebatnya Rimba

Sumatra”

Yoel Febriantoro Universitas Sanata Dharma

2013

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan pokok, yaitu: 1). Latar belakang berdirinya Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko, 2). Gereja Kristen Injili Indonesia cabang Bengko “hidup” sebagai kelompok minoritas dari tahun 1983-2008, 3). Dampak yang muncul dari berdirinya Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko dari tahun 1983-2008.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional. Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis.

(10)

ABSTRACT

THE HISTORY OF INDONESIAN CHRISTIAN EVANGELICAL CHURCH IN BENGKO, REJANG LEBONG, BENGKULU (1983-2008)

“BEING A SHEPHERD IN THE WILDERNESS OF SUMATRANESE JUNGLE”

Yoel Febriantoro Universitas Sanata Dharma

2013

This research aims to describe and analyze three research problems, namely : 1). The background of the establishment of Indonesian Christian Evangelical Church in Bengko, 2). The way how the Indonesian Christian Evangelical Church in Bengko lived as minority groups from 1983 to 2008, 3). The impact caused by the establishment of Indonesian Christian Evangelical Church in Bengko from 1983 to 2008.

The method used in this research is a historical research. While the approaches are multidimensional approaches. The descriptive analysis is used as a methodnof writing.

(11)

x

Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan berkat dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Sejarah Gereja Kristen Injili Indonesia Bengko (1983-2008): Menggembala

di Tengah Lebatnya Rimba Sumatra”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada :

1.

Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberi ijin

untuk melakukan penelitian.

2.

Ketua Program Studi Pendidikan sejarah yang telah memberikan saran dan

dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

3.

Drs. B. Musidi, M. Pd. Selaku pembimbing tunggal yang telah banyak

memberi masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4.

Para Dosen Pendidikan Sejarah, yang telah memberikan bekal pengetahuan

dan bimbingan bagi penulis selama menyelesaikan tugas belajar di Universitas

Sanata Dharma.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PERSEMBAHAN...

HALAMAN MOTTO...

HALAMAN KEASLIAN KARYA...

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...

ABSTRAK...

ABSTRACT...

KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI...

DAFTAR TABEL...

DAFTAR GAMBAR... I ii iii iv v vi vii viii ix x xii xv xvi

BAB I PENDAHULUAN...

A. Latar Belakang...

B. Rumusan Masalah...

C. Tujuan Penulisan...

D. Manfaat Penulisan...

E. Tinjauan Pustaka...

F. Landasan Teori...

G. Metodologi Penelitian...

(14)

BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA GEREJA KRISTEN

INJILI INDONESIA di BENGKO...

A. Sekilas Mengenai Bengko...

1. Letak Geografis dan Kondisi Alam Bengko...

2. Suku-suku Asli Rejang Lebong di Bangko...

3. Keadaan Sosial Bengko dan sekitarnya...

4. Mata Pencaharian Masyarakat Bengko...

B. Alasan Didirikannya G.K.I.I. di Bengko (Perintisan Pelayanan di

Bengko)...

C. Hambatan-hambatan Dalam Usaha Pendirian Gereja di Bengko...

D. Tokoh-tokoh yang Berjasa Dalam Cabang Bengko...

BAB III GEREJA KRISTEN INJILI INDONESIA CABANG BENGKO

“HIDUP” SEBAGAI KELOMPOK MINORITAS DARI TAHUN

1983-2008...

A. Sejarah Singkat Gereja Kristen Injili Indonesia di Sumatra...

B. Pertumbuhan Gereja Kristen Injili Indonesia cabang Bengko

(1983-2008)...

C. Hubungan Antara Umat Gereja Kristen Injili Indonesia Cabang

Bengko dengan Masyarakat Bengko...

D. Hal-hal yang Menguatkan Iman Umat Gereja Kristen Injili

Indonesia di Bengko...

E. Gereja Kristen Injili Indonesia dalam Usahanya Menghadapi

Masalah Sosial di Bengko...

F. Posisi Umat Gereja Kristen Injili Indonesia Bengko di Tengah

Mayoritas Penduduk Muslim dari Tahun 1983-2008...

BAB IV DAMPAK DARI BERDIRINYA G.K.I.I. DI BENGKO...

A. Karya-karya Gereja Kristen Injili Indonesia Cabang Bengko Dalam

(15)

B. Kegiatan-kegiatan Gereja Kristen Injili Indonesia Cabang Bengko...

C. Alasan Jemaat Yang Dulu Non-Kristen Memilih Menjadi Bagian

Dari Gereja...

BAB V PENUTUP...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN... 80

83

87

90

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Para Penginjil di G.K.I.I. cabang Bengko dari tahun1983-2008...

Tabel 4.1 : Jadwal Ibadah di G.K.I.I. cabang Bengko... 66

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.I : Diagram tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Sindang

Dataran tahun 2008... 74

   

   

 

 

(18)

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara heterogen. Di dalamnya terdapat berbagai macam

suku bangsa dengan keberagaman adat, tradisi, kepercayaan. Untuk itu Indonesia

menjamin kehidupan dan kegiatan beragama warga negaranya. Jadi, negara

harusdapat memberikan kebebasan kepada semua agama (kepercayaan) untuk

berkembang dan sekaligus melindunginya.1 Masalah agama dan kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa diakui negara melalui Undang-Undang Dasar

1945. Dalam bab IX pasal 29 dirumuskan 2 ayat yang berkaitan dengan hal ini,

yaitu: “1). Negara berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, dan 2). Negara

menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya masing-masing-masing-masing dan kepercayaan

itu”.2

Kristen Protestan merupakan agama yang diakui oleh pemerintah Republik

Indonesia. Agama ini berkembang di Indonesia sejak kedatangan bangsa Belanda,

dan pada umumnya yang berkembang di Indonesia termasuk ke dalam Gereja

      

1

Hal ini sangat berbalik dengan kenyataan di lapangan.Dalam UUD pasal 29 ayat 2 jelas tertulis bahwa setiap warga negara berhak memeluk agamanya masing-masing dengan MERDEKA. Akan tetapi pada kenyataannya ‘kekuatan’ yang dimiliki pasal 29 ayat 2 kalah dengan kekuatan lain, kekuatan yang berbasis massa dengan sikap anarkis. Kita lihat saja betapa sulitnya umat Kristen mendirikan rumah ibadah (sulit di ijin pembangunan) dan juga masih ada ormas-ormas yang mengatasnamakan agama tertentu berusaha “membasmi” kepercayaan yang dianggap oleh mereka keluar dari jalur aman (meskipun kepercayaan yang dimaksud memiliki akar yang sama; contohnya baru-baru ini Ahmadiyah yang menjadi korban). Negara seaakan-akan tidak mampu melindungi kebebasan beragama warga negaranya. Negara kalah dengan ‘otot’ ormas-ormas yang memang memiliki nyali untuk bertindak di luar hukum yang berlaku.

2

(19)

 

Calvinis. Gereja Calvinis merupakan Gereja yang menganut Calvinisme.

Calvinisme adalah sebuah sistem teologis dan pendekatan kepada kehidupan

Kristen yang menekankan kedaulatan pemerintahan Allah atas segala sesuatu.

Calvinisme merupakan kumpulan-kumpulan ajaran dari Yohanes Calvin, seorang

pengungsi Perancis di Jenewa. Yohanes Calvin memiliki pengaruh besar dalam

perkembangan doktrin-doktrin Reformasi Protestan, doktrinnya tidak bersifat

Lutheran, melainkan lebih mengikuti Ulrich Zwingli (pendiri Gereja Reformasi

Swiss). Gereja Calvinis (Ajarannya juga mempengaruhi Gereja Hervormd)

merupakan Gereja Injili tahap kedua dari Reformasi Protestan setelah Gereja

Lutheran.3

Agama Kristen Protestan masuk ke Indonesia bersamaan dengan

imperialisme bangsa Belanda. Pada masa kolonialisme, kebijakan pemerintah

kolonial Hindia-Belanda pada masa itu kurang mengena pada misi penyebaran

agama, pemerintah lebih sibuk mengurusi eksploitasi sumber daya alam dan

sumber daya manusia daerah jajahan. Penyebaran agama Kristen Protestan di

Nusatara pada masa itu dilakukan oleh para Zendeling (orang yang mewartakan

Injil pada masyarakat pribumi).

Di masa VOC, kegiatan zending dibatasi untuk melindungi monopoli

perdagangan rempah-rempah di Nusantara.VOC pada saat itu berusaha mendekati

kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Agar rencana menjadikan kerajaan-kerajaan

Islam sebagai mitra dagang (dan dikemudian hari ditaklukkan), kegiatan zending

perlu dibatasi. Dengan pembatasan kegiatan zending terutama di wilayah kerajaan

      

3

(20)

 

Islam yang menjadi mitra VOC, maka segala bentuk kepentingan VOC (monopoli

perdagangan rempah) akan berjalan tanpa ada gangguan berarti. Keyakinan yang

tumbuh di kerajaan-kerajaan Nusantara pada masa itu sangat kuat, VOC

menghindari timbulnya gesekan dengan kerajaan Islam yang diakibatkan oleh

masalah keyakinan.

Setelah VOC berhasil mengusir Portugis dari Maluku (1605-1677), umat

Katolik yang ada dinyatakan Protestan.4Tujuan VOC menjadikan umat Katolik di

Maluku menjadi pemeluk agama Protestan, adalah untuk meminimalisir pengaruh

Portugis dan Spanyol di daerah tersebut. Pada dasarnya VOC dan Pemerintah

Kolonial Hindia-Belanda kurang memperhatikan masalah pewartaan Injil.

Kepentingan niaga (monopoli perdagangan) bagi VOC dan eksploitasi sumber

daya alam serta sumber daya manusia bagi Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda

yang menjadi prioritas utama eksistensi mereka di Nusantara.

Gereja Kristen Injili Indonesia (G.K.I.I.) merupakan lembaga Gereja yang

awalnya dirintis oleh Christian Missionary Alliance (CMA). Dalam

perkembangannya, G.K.I.I. lahir dan besar di Sumatera, khususnya di Sumatera

Selatan, Jambi, dan Bengkulu. Pada tahun 1936,Rev. Hubert Micthell beserta

istrinya memberitakan Injil kepada suku Anak Dalam (atau sering juga disebut

dengan suku Kubu). Beliau datang ke Sumatera dibawah pimpinan Missi Go Ye

Yelowship dari Los Angeles – Amerika Serikat. Mitchell bekerja dalam pewartaan

      

4

(21)

 

Injil di Sumatra di bawah naungan CMA. Pada perkembangannya CMA menjadi

induk dari gereja KINGMI atau Gereja Kemah Injili Indonesia.5

Mitchell pertama kali membaptis Suku Anak Dalam di Sungai Ketuan,

Dusun Karudung Papan. Ketua sukunya, Depati Muit, ikut pula dibaptis. Dalam

perkabaran Injil di Sumatera, Mitchell dibantu oleh hamba Tuhan yang berasal

dari luar negeri dan dari dalam negeri. Tenaga tambahan ini sangat membantu

pekerjaan Mitchell dalam perkabaran Injil di Sumatera.6

Pada tahun 1949, perkabaran Injil di Sumatera dialihkan atau setidaknya

dapat dikatakan diteruskanoleh Worldwide Evangelization Crusade (WEC) dari

Christian Missionary Alliance (CMA). Hal ini dilakukan agar perkabaran Injil di

Sumatera tidak “mati”, sebab setelah Jepang menginvasi Hindia Belanda sampai

Indonesia merdeka, CMA dan Kemah Injil sudah tidak berkarya di Sumatera lagi.7

Dari sinilah G.K.I.I. mulai dibentuk, yang semula dalam kerjanya diberi nama

Gereja Persekutuan Injil (Lembaga gereja hasil kerja dari WEC). Usaha Mitchell

dari CMA dilanjutkan hamba-hamba Tuhan dari WEC (F.L. Hill dan K.G.

Williams) begitulah kira-kira.

Pada tanggal 17 Juni 1967, diputuskan bahwa semua Gereja Persekutuan

Injil dilebur menjadi gereja nasional yang bernama Gereja Kristen Injili Indonesia

yang masing-masing gereja bersifat otonom. Hal ini dilakukan seiring situasi

politik saat itu, diperlukan satu badan yang kuat guna mempertahankan pekerjaan

      

5

Gereja Kristen Injili Indonesia, Website resmi Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Jakarta, Link 59. (21/04/2012)

6

David Susilo Pranoto,Sejarah Gereja Kristen Indonesia, (Bengkulu: Majelis Sinode, 2008), hal. 46.

7

(22)

 

Tuhan di Sumatera. Mulai dari sini G.K.I.I. melanjutkan karya perkabaran Injil

yang telah dimulai Mitchell, F.L Hill dan Williams.8

Penulis memilih rentang waktu antara tahun 1983-2008 dengan alasan

perintisan G.K.I.I. di Bengko dimulai pada tahun 1983 ditandai dengan

didirikannya Pos Perkabaran Injil. Pada tahun 1983, Evanjelis Charles (lulusan

Institut Injili Batu Malang) dikirim G.K.I.I. untuk melayani umat di desa Bengko,

Kec. Padang Ulak Tanding, Kab. Rejang Lebong, Bengkulu (Pelayanan Charles di

Bengko dibuka jalannya oleh Pdt. Ishak Wasimin). Jemaat mula-mula hanya

terdiri dari tiga keluarga, yaitu keluarga Sarto, Tambang dan Warno.9 Dari tahun

1984-1985 jemaat G.K.I.I. Bengko bertambah dengan datangnya pindahan

penduduk dari Lampung yang semula beragama Islam, namun mereka sudah

dibaptis di Lampung. Datang juga transmigran yang berasal dari Jawa Timur yang

memang sudah beragama Kristen Protestan, sebanyak 11 keluarga. Dengan

bertambahnya jemaat, didirikanlah gereja semi permanen pada tahun 1984 yang

sifatnya masih menginduk pada pos PI (Perkabaran Injil).

Sebagai kelompok minoritas di desa Bengko, jemaat harus dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar agar kegiatan-kegiatan yang

dijalankan G.K.I.I. dapat berlanjut. Adat-istiadat kurang berpengaruhpada

bangunan gereja maupun tata ibadatnya, kemungkinan disebabkan oleh karena

daerah ini ditempati banyak suku-suku yang berbeda (suku Rejang, suku Lebong,

suku Jawa, suku Serawai, masyarakat Bengkulu Selatan dan suku Batak). Dalam

      

8

Ibid.,hal. 51

9

(23)

 

tata ibadat, G.K.I.I. Bengko meniru tata ibadat gereja-gereja prostestan Barat

(Eropa).

Suku Rejang dan suku Lebong merupakan suku asli Bengkulu. Mayoritas

masyarakat dari dua suku ini menganut agama Islam dan hidup dengan kebiasaan

keras.10 Tradisi dari suku asli sangat bertolak belakang dengan suku Jawa. Apabila

suku Jawa lebih mengedepankan kelemah-lembutan, suku asli terkesan

memperlihatkan kehidupan yang dijalani memang harus keras.11Sementara itu

jemaat G.K.I.I. kebanyakan berlatar belakang Jawa, sebagian lagi Batak, mereka

harus dapat hidup sesuai dengan daerah yang mereka diami. Perbedaan latar

belakang budaya dan agama antara Jemaat G.K.I.I. dengan penduduk asli Bengko

menjadikan perlu adanya penyesuaian jemaat pada lingkungan. Tentunya

kelompok pendatang harus menyesuaikan diri pada lingkungan yang telah

terbentuk sebelum mereka tiba di Bengko, Kecamatan Sindang Dataran.

Perkembangan umat Bengko dipengaruhi juga oleh tingginya tingkat

kriminalitas di kecamatan Sindang Dataran. Tingginya tingkat kriminalitas di

Bengko kurang lebih mempengaruhi perkembangan umat, khususnya tugas para

penginjil G.K.I.I., sebab hal ini turut juga mempengaruhi semangat penginjil

untuk mengembangkan Gereja di Bengko dan sekitarnya. Kaum muda di daerah

      

10

Yang dimaksud dengan kebiasaan keras disini adalah cara hidup yang bila dibandingkan dengan kehidupan suku lain lebih ekstrim, penulis tidak menganggap ini hal yang buruk karena penulis sendiri berasumsi bila mereka tidak hidup dengan cara ini, keberadaan mereka akan tergusur oleh kaum pendatang.

11 Kemungkinan kebiasaan ini disebabkan oleh faktor alam, desa-desa yang di tempati oleh suku

(24)

 

ini lebih memilih bertindak kriminal, termasuk beberapa pemuda Kristen sehingga

iman mereka “macet” di tengah jalan.12 Tindakan kriminal ini dipandang biasa

saat masyarakat kurang mempedulikan pendidikan dan adanya sugesti yang dianut

pemuda bahwa dengan melakukan hal-hal kriminal mereka akan menjadi “kuat”

di antara teman sebayanya. Penyakit ini semakin parah dan sering kambuh

disebabkan juga dengan lemahnya kontrol aparatur negara (polisi). Akses masuk

ke daerah ini cukup menyulitkan (meski jalanannya sudah beraspal, jalan

berkelok, dengan kanan kiri jurang dan perkebunan kopi) ikut mendukung

terjadinya tindak kejahatan.Tingginya tingkat tindak kejahatan di daerah ini

membuat “orang luar” enggan berkunjung, sehingga menjadikan Bengko menjadi

kota kecamatan yang kurang berkembang.

Masalah sosial di atas membutuhkan peran lembaga-lembaga di luar

lembaga pemerintahan.13 Lembaga kemasyarakatan seperti Karang Taruna, Gereja

Remaja (di G.K.I.I. disebut dengan camp remaja), Pemuda Masjid, seharusnya

dapat bertindak disaat lembaga pemerintahan diam saja. Masalah ini akan menjadi

sangat serius bila tidak segera ditangani. Sebenarnya lembaga kemasyarakatan

dapat juga mengajak pemerintah untuk bersama-sama mengatasi masalah sosial

ini. Lembaga kemasyarakatan tentunya lebih dekat dengan warga terutama kaum

muda yang memiliki cap “sumber masalah”. Bengko dan daerah sekitarnya tidak

akan berkembang jika tidak “dibuka” dari dalam. Apabila kriminalitas di daerah

      

12

“macet” artinya saat pemuda Kristen terlibat dalam hal-hal yang berbau kriminalitas, kegiatan rohani mereka ikut mandeg. Penjelasannya iman Kristen tentunya tidak mengajarkan hal-hal yang berbau kriminal, kriminal sangat bertentangan dengan ajaran Kristen. 

13

(25)

 

ini tetap tumbuh dan menjadi semacam kebudayaan maka daerah ini hanya akan

menjadi daerah orang bar-bar; daerah primitif dengan kebiasaan masyarakatnya

yang dapat mengancam atau merugikan orang lain.

Kesan buruk yang menempel pada Bengko dan sekitarnya tentu

menyebabkan beberapa masyarakat Bengko mengalami kesulitan. Jangankan

berbicara tentang hubungan ekonomi dengan daerah luar atau investasi di daerah

Bengko, hubungan silahturahmi dengan saudara di luar daerah juga menjadi sulit.

Penyebabnya hanya karena ulah sekelompok remaja yang masih dalam masa

pencaharian jati diri. Karena ulah mereka ini, Bengko dan daerah sekitarnya

menjadi zona berbahaya untuk dikunjungi.

Peneliti memilih judul “Sejarah Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko,

Rejang Lebong, Bengkulu (1983-2008) : “Menggembala di Tengah Lebatnya

Rimba Sumatra””, alasannya adalah selain untuk menceritakan sejarah G.K.I.I

Bengko juga untuk mengungkap realitas sosial yang ada di Bengko. Sebagai

lembaga kemasyarakatan, G.K.I.I. tentunya berada ditengah masyarakat dan

berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Selain mengkaji sejarah G.K.I.I. Bengko,

melalui penelitian ini, peneliti juga mencari tahu apakah G.K.I.I. selama ini

berusaha untuk mengatasi masalah sosial di Bengko. Bengko bukan lagi hutan

rimba yang penuh dengan tanaman dan binatang berbahaya seperti dulu lagi, akan

tetapi Bengko saat ini masih memiliki kesamaaan dengan hutan rimba, sebab

(26)

 

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, makadapat dirumuskan masalah-masalah

sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi Gereja Kristen Injili Indonesia didirikan di

Bengko?

2. Bagaimana Gereja Kristen Injili Indonesia cabang Bengko “hidup” sebagai

kelompok minoritas dari tahun 1983-2008?

3. Apa saja dampak yang muncul dari berdirinya Gereja Kristen Injili

Indonesia di Bengko dari tahun 1983-2008?

Pada persoalan pertama dibahas mengenai uraian singkat mengenaiBengko,

Kec. Sindang Dataran, Kab. Rejang Lebong. Selanjutnyadibicarakan mengenai

alasan pendirian Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko (perintisan mula-mula),

hambatan-hambatan yang dialami dalam pendirian Gereja Kristen Injili Indonesia

di Bengko, dan uraian mengenai tokoh-tokoh yang berjasa dalam pendirian Gereja

Kristen Injili Indonesia di Bengko.

Pada persoalan kedua, pembahasan meliputi sejarah singkat dirintisnya

Gereja Kristen Injili Indonesia di Sumatra, perkembangan Gereja Kristen Injili

Indonesia Bengko dari tahun 1983-2008, hubungan antara umat Gereja Kristen

Injili Indonesia cabang Bengko dengan masyarakat Bengko, hal-hal yang

menguatkan iman umat Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko, Gereja Kristen

Injili Indonesia Bengko dalam usahanya menghadapi masalah sosial di desa

Bengko dan posisi umat Gereja Kristen Injili Indonesia cabang Bengko di tengah

(27)

 

Sementara itu, pada persoalan ketiga pembahasan meliputi karya-karya

Gereja Kristen Injili Indonesia cabang Bengko dalam pewartaan Injil,

kegiatan-kegiatan di Gereja Kristen Injili Indonesia cabang Bengko dan alasan beberapa

jemaat Bengko yang dulu non-Kristen memilih menjadi bagian dari Gereja.

C.Tujuan Penulisan

Tujuan dari diadakannya penulisan Sejarah Gereja ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk memaparkan latar belakang Gereja Kristen Injili Indonesia didirikan

di Bengko.

2. Untuk meninjau hal-hal yang membuat Gereja Kristen Injili Indonesia

cabang sebagai kelompok minoritas bertahan dari tahun 1983-2008.

3. Untuk memaparkan dampak dari eksistensi Gereja Kristen Injili Indonesia

cabang Bengko dari tahun 1983-2008.

D.Manfaat Penulisan

Manfaat dari diadakannya penulisan Sejarah Gereja dengan judul “Sejarah

Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko, Rejang Lebong, Bengkulu (1983-2008)

: “Menggembala di Tengah Lebatnya Rimba Sumatra”” ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penulisan sejarah Gereja ini diharapkan dapat menjadi referensi

pengetahuan sejarah Gereja (khususnya mengenai Gereja Kristen Injili

Indonesia) yang teruji dan dapat dipercaya oleh peminat sejarah di

(28)

 

2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitian dan penulisan sejarah Gereja ini diharapkan dapat

menyumbangkan sesuatu dalam pengembangan ilmu pengetahuan, yakni

pengetahuan tentang agama Kristen Protestan serta masalah-masalah sosial

yang menyertai perkembangannya. Penulisan sejarah Gereja ini diharapkan

mampu menjadi referensi yang dipercaya dan dapat digunakan oleh

masyarakat luas yang ingin mengetahui sejarah Gereja Kristen Injili

Indonesia di Bengko.

3. Bagi Gereja Kristen Injili Indonesia

Penulisan sejarah Gereja ini dapat menjadi sarana untuk mengenal

G.K.I.I. lebih dalam, khususnya G.K.I.I. Bengko. Selain itu dengan

penulisan sejarah Gereja ini, jemaat G.K.I.I. pada umumnya dapat

mengetahui mengenai masalah sosial yang terjadi di Bengko dan sekitarnya.

4. Bagi Pengembangan Diri Penulis

Penelitian dan penulisan Sejarah Gereja ini diharapkan dapat menjadi

semacam “alat” bagi penulis yang dapat meningkatkan kemampuan penulis

menganalisa suatu permasalahan. Selain itu dengan ini penulis berusaha

mengenal lebih dalam daerah asalnya dan juga Gerejanya. Penulis juga

belajar menulis sejarah dengan baik dan benar melalui penelitian ini.

E.Tinjauan Pustaka

Ketika akan menulis sejarah, seorang sejarawan perlu memperoleh

(29)

 

sejarah dapat dibagi menjadi dua yakni sumber tertulis dan tidak tertulis, atau

dokumen atau artefak (artifact).14

Sumber tertulis dan lisan masih dibagi menjadi dua yaitu sumber primer dan

sumber sekunder. Sumber primer memiliki pengertian yaitu segala data yang

diperoleh atau yang disampaikan oleh saksi mata. Sumber primer dapat berbentuk

dokumen, artefak, atau informasi langsung dari orang-orang yang terlibat dalam

peristiwa yang dimaksud. Sedangkan sumber sekunder dapat diartikan sebagai

sumber yang disampaikan oleh orang yang tidak menjadi saksi mata. Biasanya

sumber ini sudah ada pada buku, penulis buku yang dimaksud tidak mengalami

secara langsung peristiwa sejarah. Mereka dapat menulis karena sudah melakukan

penelitian sebelumnya, dan sumber ini dapat dipercaya apabila kebenaran yang

diungkapkan bersifat obyektif.

Dalam penulisan Sejarah Gereja ini, peneliti menggunakan beberapa buku

sebagai acuan untuk menganalisis masalah-masalah yang akan dipecahkan, di

antaranya adalah:

Pengantar Teori-Teori Sosial —Dari Teori Fungsionalisme hingga

Post-modernisme.15Dalam buku ini dijelaskan teori-teori sosial dari berbagai ahli ilmu

sosial, seperti Emile Durkheim, Max Weber, dan Marx. Dalam beberapa bab, Pip

Jones mengulas mengenai hubungan-hubungan yang ada dalam masyarakat

termasuk hubungan antara agama dan masyarakat. Pip Jones menganalisisnya

berdasarkan teori-teori dari Durkheim. Selain itu teori-teori sosial di dalam buku

      

14

Kuntowijoyo; Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Banteng Budaya, 1995), hal. 94.

15

(30)

 

ini (seperti teori perubahansosial, teori tindakan sosial, teori labeling) dapat juga

digunakan sebagai dasar dalam menganalisa perilaku-perilaku sosial.

Gereja dan Masyarakat.16Buku ini menguraikan bagaimana seharusnya

Gereja (jemaat) memposisikan diri dalam masyarakat. Jemaat Gereja di Indonesia

(bahkan diseluruh dunia) menempati posisi sebagai warga negara. Sudah

seharusnya Gereja bersama dengan warga negara lain berusaha memecahkan

masalah yang erat kaitannya dengan masyarakat, baik itu masalah sosial maupun

masalah ekonomi. Moralitas dan iman juga menjadi pokok bahasan buku ini,

sebab menurut salah satu penulis buku ini perbuatan moral adalah perwujudan

iman.

Orang Kristen dalam Masyarakat.17Dalam buku ini dijabarkan mengenai

bagaimana seharusnya orang Kristen hidup dalam masyarakat. Donald Stuckless

dapat mengantarkan orang yang membaca buku ini untuk menjadi orang Kristen

yang mampu hidup, berkarya, dan tetap memiliki iman pada Kristus di berbagai

macam bentuk kehidupan bermasyarakat. Masyarakat memiliki banyak bentuk

dengan sistem yang berbeda, ada masyarakat Gereja, masyarakat pekerja,

masyarakat buruh, masyarakat sebuah negara, dan sebagainya. Dalam buku ini

Stuckless berusaha menggambarkan bagaimana caranya orang Kristen agar bisa

hidupdi dalam masyarakat yang berbeda itu. Menurutnya orang Kristen harus

mampu menyesuaikan diri dalam berbagai macam bentuk masyarakat, dengan

      

16

Buku ini diangkat dari bahan Kursus Teologi untuk cendikiawan pada Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan IKIP Sanata Dharma, dieditor oleh JB. Banawiratma, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1986.

17

(31)

 

begitu orang Kristen yang dimaksud akan tetap “hidup” di dalam masyarakat dan

mampu bersosialisasi dengan baik.

Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga/Peraturan, Doktrin, Ketentuan,

Ketenagaan dan Pembiayaan Hidup Hamba Tuhan di Lingkungan Sinode GKII.18

Buku ini berisikan mengenai peraturan, undang-undang, visi dan misi, dan hal-hal

lain yang berkaitan dengan sistem-sistem yang berlaku di dalam tubuh Gereja

Kristen Injili Indonesia. Buku terbitan Dewan Sinode G.K.I.I ini sangat membantu

dalam penelitian dan penulisan, karena dengan buku ini penulis dapat lebih

memahami G.K.I.I. secara lebih dalam.

Sejarah Gereja Kristen Injili Indonesia.19Di dalamnya memuat tulisan

mengenai penyebaran agama Kristen di Sumatra (khususnya di daerah yang

didiami Suku Anak Dalam) oleh Hubert Mitchell dari missi Go Ye Fellowship,

Los Angeles – Amerika Serikat. Pekerjaan Mitchell ini dilanjutkan oleh Harold

Wiliams, nantinya di masa hasil pekerjaan Williams dan Mitchell di Sumatra ini

akan berkembang menjadi Gereja Kristen Injili Indonesia. Melalui buku ini

diperoleh gambaran mengenai sejarah perkembangan G.K.I.I. di Sumatra.

F. Landasan Teori

Sebelum membahas secara mendalam permasalahan dalam penelitian ini,

penulis membutuhkan beberapa langkah yang saling terkait guna menciptakan

suatu alur berpikir. Dalam penulisan sejarah, penyusunan dan penetapan suatu

      

18

Buku ini disusun oleh Dewan Sinode G.K.I.I., diterbitkan oleh Majelis Sinode G.K.I.I., Bengkulu, 2007.

19

(32)

 

landasan teori menjadi landasan utama.20 Teori atau alat-alat analisis lainnya dapat

memberikan makna yang jelas dalam penulisan sejarah.21 Oleh karenanya

landasan teori dibutuhkan dalam penulisan ini, gunanya untuk mengkaji data-data

yang didapat di lapangan.

Beberapa konsep yang akan digunakan dalam penulisan Sejarah Gereja ini

antara lain konsep mengenai Sejarah, Gereja, Gereja Kristen, serta teori-teori

sosial untuk menganalisis masalah-masalah yang muncul di sekitar Gereja Kristen

Injili Indonesia Bengko. Konsep-konsep ini digunakan sebagai landasan berpikir

dan untuk membatasi permasalahan yang akan diuraikan dalam penulisan Sejarah

Gereja ini.

Sejarah dalam bahasa Arab disebut juga dengan Syajaratun yang berarti

pohon, keturunan, asal-usul. Dalam bahasa Inggris kata sejarah sama dengan

history, dan didalam bahasa Latin dan Yunani disebut dengan historia. Asal

katanya dari bahasa Yunani yakni history atau istor yang berarti orang pandai.

Sejarah juga dapat berarti rekontruksi masa lalu.22 Sebagai perbandingan bisa

dilihat kata geschichte (bahasa Jerman) yang berarti sesuatu yang telah terjadi.23

Pada dasarnya sejarah membicarakan masa lalu yang dianggap penting (unik), dan

kejadian itu hanya berlangsung satu kali.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sejarah dapat diartikan sebagai

berikut:

      

20

Taufik Abdulah, dkk.,Ilmu Sejarah dan Historiografi; Arah dan Prespektif, (Jakarta: Penerbit Gramedia, 1985).

21

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1992), hal. 2-3.

22

Kuntowijoyo, op. cit., hal. 17.

23

(33)

 

”a. Kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau.

b. Pengetahuan atau uraian tentang kejadian yang benar-benar terjadi pada

masa lampau.”24

Gereja merupakan kata yang berasal dari bahasa Portugis yaitu Igreja, yang

berasal dari kata Yunani Eklesia: (mereka yang dipanggil kaum, golongan)

Kyriake (yang dimiliki Tuhan). Oleh karenanya kata Gereja sama asal usulnya

dengan kata Kerk (Belanda) dan Kirche (Jerman)”.25 Gereja adalah umat Allah. Ia

adalah sakramen, yaitu keselamatan, tanda dan penghasil persatuan dan

persaudaraan, cinta kasih dan sarana kesatuan mesra umat manusia dengan Allah.

Allah memanggil mereka agar berhimpun dengan kepercayaan penuh kepada

Yesus Kristus pencipta keselamatan, dasar kesatuan dan perdamaian, dan mereka

yang dimaksud membentuk menjadi Gereja. Dengan begitu Gereja dapat diartikan

sebagai himpunan dari orang-orang yang percaya akan Yesus Kristus sebagai

pencipta keselamatan, dasar persatuan dan keselamatan. Th. van den End

mendefiniskan Gereja sebagai berikut:

Gereja merupakan persekutuan orang yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam ziarah mereka menuju kerajaan Bapa dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan ke semua orang. Semua dan setiap anggota dipanggil untuk memberi kesaksian tentang Yesus Kristus dan Injilnya sesuai dengan kemampuan kedudukan masing-masing.26

Gereja memiliki hubungan dengan kesatuan dunia, bahwa kesatuan iman

akan cinta kasih yang merupakan dasar kokoh kesatuan Gereja sendiri di dalam

      

24

W.J.S. Poerwadarminta,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1966), hal. 208-209.

25

Adolf Heuken,Ensiklopedia Populer Tentang Gereja, (Yogyakarta: Kanisius, 1976), hal. 60.

26

(34)

 

Roh Kudus.27gereja dengan huruf awal “g” dan bukan “G” dapat dimengerti

sebagai suatu gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama

(Kristen).28

Gereja Kristen Protestan merupakan hasil dari pembaruan keagamaan pada

akhir abad XVI di Jerman dan Perancis. Ada dua hal utama yang diperlihatkan

oleh gerakan ini, yaitu “1). Pengetahuan langsung dan tanpa pengantara tentang

sabda Allah, tanpa pengantara insani, 2). Penghiburan lantaran mendengar dan

mengetahui pengampunan yang berasal dari Allah.”29 Dapat dimaklumi jika

akhirnya Gereja Kristen Prostestan berarti himpunan orang yang percaya kepada

Yesus Kristus sebagai pencipta keselamatan, dasar persatuan dan keselamatan.

Yesus kristus di sinimerupakan Tuhan yang dapat menjadi tempat manusia (umat

Kristen khususnya) mengaku dosa, dan manusia percaya pengampunan akan

dosa-dosa yang dilakukannya hanya datang dari Yesus Kristus. Menurut jemaat Kristen

Protestan, pengakuan dosa pada imam tidak menjamin apapun, karena pengakuan

semacam ini menyebabkan keraguan pada keabsahannya.30 Pernyataan yang

menyatakan apabila seseorang yang mati mendadak dan di masa hidupnya ia

melakukan pengakuan dosa yang baik, maka ia diselamatkan oleh Allah, juga

ditolak Kristen Protestan. Pembenaran atau pernyataan semacam ini dianggap

      

27J.B. Banawiratma,

Gereja dan Masyarakat, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hal. 25.

28

W.J.S Poerwadarminta, op.cit., hal. 318.

29

Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam: Sejarah Gereja Zaman Modern. (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hal. 51.

30

(35)

 

sebagai hal yang dijamin oleh tindakan manusia (jaminan tidak datang dari Allah),

inilah yang ditolak Gereja Protestan.

Gereja Kristen Protestan di Indonesia adalah hasil dari pekerjaan badan atau

lembaga Zending yang berkarya pada masa kolonial Hindia-Belanda. Zending

Protestan tidak diusahakan oleh suatu negara, ataupun oleh suatu Gereja. Zending

diawali dan didukung terus oleh berbagai badan, yang dibentuk atas usaha orang

beriman, yang menyadari panggilan dan tugas mereka sebagai orang Kristen.

Salah satu ciri khas dari zending adalah adanya kaitan dengan lembaga-lembaga,

yang (semula) berlatar belakang ‘Gerakan Kebangkitan’ (revivalisme).31

Konsep Gereja Kristen yang ditanamkan di Indonesia meniru konsep yang

dipakai di negara asal Gereja atau lembaga zending. Setiap Gereja Kristen di

Indonesia berkiblat pada Gereja di Eropa. Gereja Kristen di Indonesia ada yang

menganut ajaran Calvin (kelompok reformed atau gereformed), ajaran Luther

(Lutheran), dan ajaran Wesley (Metodist) dan sebagainya. Biasanya Gereja-gereja

Kristen di Indonesia mengambil nama berdasarkan suku bangsa anggota Gereja,

tempat berdiri Gereja, atau dengan mengambil nama dari Gereja Induknya.

Sebagai contoh di Jawa ada Gereja Kristen Jawa (GKJ), dan di Sumatra ada Huria

Kristen Batak Protestan (HKBP) yaitu Gereja Kristen yang dimulai di Sumatra

Utara, dan masih banyak lainnya. Hal ini menggambarkan adanya Inkulturasi

dalam karya zendeling di Indonesia.

Inkulturasi dalam pengertian zending merupakan suatu proses di mana

Gereja masuk dan berkembang dalam lingkungan masyarakat yang beraneka

      

31

(36)

 

ragam.Inkulturasi juga merupakan proses di mana persekutuan Gereja menghidupi

iman dan pengalaman Kristennya dalam konteks budaya tertentu, sehingga

penghayatan ini tidak hanya dapat diungkapkan lewat elemen-elemen kebudayaan

setempat,melainkan menjadi satu kekuatan yang menjiwai, membentuk, dan

secara mendalam memperbaharui kebudayaan itu. Oleh karenanya terciptalah

pola-pola baru persekutuan dan komunikasi dalam kebudayaan dan di luar

kebudayaan itu.32

Gereja Kristen Injili Indonesia sangat dekat dengan istilah Evangelisasi,

makna dari evangelisasi berbeda-beda tergantung pada daerah misi.Evangelical

berasal dari kata Yunani kuno Euaggelion yang berarti “Kabar Baik”. Dalam

Alkitab bahasa Indonesia kata ini diterjemahkan menjadi “Injil”.33

Evangelisasiberasal dari kata Evangelium atau Warta Gembira Keselamatan,

kata ini memiliki artikekuatan Allah yang menjiwai amanat-Nya dan sabda Allah

yang mengungkapkankuasapenyelamat-Nya.“Beravengelisasi berarti

meluasratakan serta merasukkan Warta Gembira itu secara menyeluruh; demi

terlaksananya Rencana Ilahi atas dunia ini menyumbangkan seluruh eksistensi

Kristiani kita: perikehidupan sehari-hari, kegiatan perseorangan, keterlibatan

kolektif, kesaksian berupa dialog”.34Evangelisasi adalah proses dinamis, yang

      

32

Hubertus Muda,Inkulturasi, (Flores: Percetakan Offset Arnoldus, 1992), hal. 34.

33

Paulus Daun, Apakah Evangelicalisme Itu?, (Yogyakarta: Penerbit Andi Offset, 1986), hal. 1.

34

(37)

 

selaku kelangsungan proses perwahyuan ilahi didukung oleh umat Kristen, oleh

segenap umat Allah.35

Menurut Mgr. D. Sango, relator untuk Afrika, evangelisasi dibedakan

menjadi dua. Pertama evangelisasi yang ditujukan kepada masyarakat

bukan-Kristen dan karena itu dianggap tidak percaya, dan yang kedua evangelisasi yang

diarahkan kepada umat Kristen sendiri dan ini dilakukan oleh Pastor atau

Pendeta.36 Evangelisasi merupakan usaha orang Kristen sebagai umat Allah untuk

menyalurkan pengalaman imannya kepada masyarakat setempat, sementara itu

umat Kristen sendiri ikut serta menghayati segala aspek kehidupan masyarakat itu.

Gereja Kristen Protestan di Indonesia dapat dikatakan hasil dari misi yang

dilaksanakan oleh para zending dari Belanda pada masa kolonial. Misi ini masuk

ke dalam misi Gereja, yang disebut misiologi. Misiologi berasal dari bahasa Latin,

yaitu missio (suatu penyampaian pesan dengan tugas khusus untuk dilaksanakan)

dan logos (ilmu atau studi), jadi misiologi adalah ilmu misi. Misiologi pada

hakikatnya adalah sebuah studi atau refleksi tentang amanat atau mandat Allah

kepada Gereja yang meliputi dan mencakup seluruh dunia untuk siap dan bersedia

melayani dunia dan Allah. Jadi Gereja dengan bimbingan Roh Kudus harus

mampu mewartakan Injil dan hukum Allah secara total kepada seluruh umat

manusia.37

Hidup menggereja.Yohanes Rasul mengatakan bahwa hidup yang

sesungguhnya, dalam arti sempurna adalah Tuhan sendiri (dalam Tuhan ada hidup

      

35

R. Hardawiryana, Evangelisasi Dunia Ketiga, (Yogyakarta: Penerbitan Yayasan Kanisius, 1975), hal. 11-13.

36

Ibid., hal. 10.

37

(38)

 

yang menerangi manusia), maka segala bentuk hidup berasal dari-Nya. (Yoh

1:1-4). Jadi, Gereja di sini tidak dimengerti sebagai lembaga atau organisasi,

melainkan sebagai umat yang dipersatukan dalam kesatuan Bapa dan Putera dan

Roh Kudus, dengan tugas dan fungsi tertentu dalam karya penyelamatan Allah.

Dengan demikian hidup menggereja adalah selalu berkarya dalam kehidupan

sehari-hari yang berdasarkan aturan-aturan Gereja, yang berlandaskan

ajaran-ajaran Yesus Kristus.

Agama dan masyarakat pada dasarnya memiliki hubungan penting. Fungsi

agama dalam masyarakat adalah mengintegrasikan sistem sosial yang ada

(mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah bersama-sama dan menjadikannya

suatu kesatuan). Durkheim beranggapan bahwa agama harus selalu eksis, karena

seluruh sistem sosial membutuhkan integrasi. Bagi Durkheim dan pendukungnya,

yang menarik adalah bukan apa yang menjadi berbedamengenai karakteristik dari

keyakian dan ritual dari, contohnya, totemisme, Buddisme, Hinduisme, Judaisme,

Protestanisme, Islamisme, dan Katolikisme. Bagi mereka, yang menarik

adalahapa yang sama dalam hal kerjanya, yaitu mengenai fungsi-fungsi integratif

yang dijalankan semua agama bagi sistem sosialnya.38

Ajaran Sosial Gereja merupakan suatu fungsi atau hasil dari kuasa mengajar

Gereja. Meskipun merupakan ajaran iman, namun tidak membicarakan soal iman.

Ajaran ini dipakai Gereja untuk membicarakan realitas sosial secara konkret dan

kompleks.39 Gereja harus bertindak ketika muncul masalah sosial di dalam dan di

luar tubuh Gereja. Ajaran ini harus selalu berubah sebab yang dibicarakan, realitas

      

38

Pip Jones,Pengantar Teori-Teori Sosial — Dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), hal. 57.

39

(39)

 

sosial, juga selalu berubah sesuai dengan keadaan masyarakatnya. Cinta kasih

merupakan hal utama yang perlu diterapkan dalam Ajaran Sosial Gereja. Cinta

kasih bersifat netral, pemecahan masalah sosial oleh Gereja mendapat tanggapan

positif dari masyarakat sekitar bila memakai hukum cinta kasih. G.K.I.I. Bengko

juga menganut ajaran cinta kasih ini, pada kenyataannya jemaat G.K.I.I. Bengko

sudah menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat hanya saja masyarakat

sekitar kurang menyadarinya.

G. Metodologi Penelitian

Setiap ilmu memiliki cara kerja atau metode sendiri untuk menggali serta

mencari kebenaran yang hakiki. Metode merupakan sebuah cara yang digunakan

untuk memecahkan permasalahan.Jawaban dari pemecahan masalah yang

diperoleh harus mendekati atau mencapai kebenaran obyektif. Suhartono W.

Pranoto dalam bukunya mendefinisikan metode sebagai cara atau prosedur untuk

mendapatkan objek, juga diartikan cara untuk berbuat atau mengerjakan sesuatu

dalam suatu sistem yang terencana dan teratur.40Dalam ilmu sejarah, metode

penelitian disebut dengan metode sejarah. Umumnya metode sejarah harus

melalui proses pengujian fakta serta penganalisaan secara kritis peristiwa masa

lalu.

Kuntowijoyo mengatakan bahwa dalam penelitian sejarah ada 5 tahap yang

harus dilalui, yaitu 1). Pemilihan topik, 2). Heuristik, 3). Verifikasi, 4).

      

40

(40)

 

Interpretasi, dan 5). Historiografi.41 Selanjutnya Nugroho Noto Susanto,

menyatakan dalam penelitian sejarah metode yang digunakan harus melalui 4

tahap, yaitu:

1) Heuristik yaitu proses pengumpulan data yang relevan untuk keperluan

subyek yang diteliti.

2) Kritik Sejarah, yaitu menyelidiki apakah data yang diperoleh benar atau tidak.

3) Interprestasi, yaitu menetapkan makna dan saling berhubungan dari

berbagai fakta yang diperoleh.

4) Penulisan sejarah (Historiografi) merupakan gambaran atau pengisahan

kembali suatu runtutan peristiwa, berdasarkan data yang diperoleh dan diuji kebenarannya.42

Secara lebih rinci, langkah-langkah yang digunakan penulis dalam

penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

1) Pemilihan Topik

Menurut Kuntowijoyo ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

pemilihan topik, yaitu 1) kedekatan emosional, 2) kedekatan intelektual, 3)

rencana penelitian. Dalam proses penelitian, peneliti dapat memakai acuan

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan a) where, menunjuk pada daerah

mana yang menjadi obyek penelitian, b) when, menunjuk pada batasan waktu

yang dipilih, c) who, menunjuk pada siapa saja yang terlibat di dalamnya, d)

what, menunjuk pada apa yang dilakukan oleh pelaku, e) why, menunjuk pada

pertanyaan mengapa pelaku melakukan perbuatan itu, dan f) how, menunjuk pada

pertanyaan bagaimana terjadinya peristiwa itu43

      

41

Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Yogyakarta: Ar-Russ Media, 2007), hal. 90.

42

Nugroho Noto Susanto, Hakekat Sejarah dan Metode Sejarah, (Jakarta: Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata, 1964), hal. 22-23.

43

(41)

 

Penulisan Sejarah Gereja ini dilakukan oleh peneliti karena adanya

kedekatan emosional dan kedekatan intelektual peneliti dengan topik Sejarah

Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko, Rejang Lebong, Bengkulu

(1983-2008) : “Menggembala di Tengah Lebatnya Rimba Sumatra”.

a. Kedekatan Emosional

Ketertarikan penulis pada Sejarah Gereja Kristen Injili Indonesia di

Bengko beserta masalah-masalah sosial yang muncul di sekitarnya

dikarenakanpenulis pernah hidup di dalam G.K.I.I, terutama G.K.I.I cabang

Bengko (sebagai jemaat G.K.I.I).

Dari lahir sampai lulus SMP, penulis hidup di tengah-tengah

lingkungan Gereja. Orang tua penulis pernah menjadi penginjil di Gereja

Kristen Injili Indonesia. Kenangan akan Gereja Kristen Injili Indonesia

masih terikat kuat dalam benak penulis. Penulis juga cukup akrab dengan

situasi dan kondisi di sekitar Gereja. Banyak pengalaman negatif yang

penulis dapatkan di lingkungan ini.

Melalui penelitian ini penulis ingin mengungkapkan hal-hal yang

berpengaruh negatif pada kaum muda di Bengko dan kecamatan Sindang

Dataran. Dengan begitu besar harapan penulis daerah ini nantinya menjadi

daerah maju dalam hal positif dan Gereja mampu menjadi pelopor

perbaikan sosial-masyarakat desa Bengko dan Kecamatan Sindang Dataran.

b. Kedekatan Intelektual

Dengan mengambil topik ini, penulis menambah wawasannya akan

(42)

 

mengenai perkembangan agama Kristen Protestan dan Katolik telah penulis

baca, sehingga melahirkan semacam sikap tertentu dalam pengkajian sejarah

Gereja Kristen Injili Indonesia. Sejarah Gereja juga merupakan mata kuliah

yang pernah penulis dapatkan di Universitas Sanata Dharma. Dengan begitu

pengetahuan yang penulis dapat ini kurang lebih dapat digunakan untuk

mengulas sejarah Gereja Kristen Injili Indonesia cabang Bengko.

2) Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penulisan Sejarah Gereja ini haruslah benar

adanya, maksudnya tidak direkayasa. Oleh karenanya penulis mengumpulkan data

dengan melakukan:

a) Studi Pustaka, yaitu dengan mengumpulkan data-data dari dokumen milik

Gereja Kristen Injili Indonesia yang berhubungan dengan penelitian. Selain

itu, penulis juga menggunakan buku yang relevan dengan topik yang

diajukan.

b) Wawancara, yaitu pengumpulan data secara lisan dengan cara melakukan

tanya jawab dengan orang-orang yang terkait dengan topik penelitian.

Dalam wawancara penulis menentukan terlebih dahulu target wawancara.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan oleh

peneliti.

3) Verifikasi (Kritik Sumber)

Setelah sumber-sumber yang diperlukan dikumpulkan, langkah berikutnya

adalah melakukan kritik atas sumber atau verifikasi. Tujuan dari kritik sumber

(43)

 

otentisitas dan juga kredibilitasnya. Hal tersebut sangat diperlukan karena tidak

setiap sumber terbebas dari unsur kekeliruan dalam hal pencatatan ataupun unsur

lain.

Kritik sumber terdiri dari dua macam, yaitu kritik ekstren yang berguna

untuk menguji keaslian sumber dan kritik intern yang digunakan untuk

mendapatkan keabsahan dari sebuah sumber.44 Kritik intern digunakan untuk

memperoleh nilai kebenaran dari suatu data agar data tersebut dapat dipercaya.

Kritik intern dilakukan dengan cara membandingkan berbagai sumber untuk

mendapatkan data yang jelas dan lengkap.Sedangkan pada kritik ekstern

pengujian dilakukan dengan meneliti data dalam dokumen yang akan digunakan,

melalui pemakaian bahasa, corak penulisannya, dan lain sebagainya.

Kesamaan informasi yang diberikan informan atau dokumen tertentu dapat

dipandang memiliki tingkat kebenaran obyektif. Pengujian sumber ini disebut

juga dengan metode perbandingan, yaitu dengan membandingkan satu informasi

dengan informasi lainnya. Apabila informasi yang didapat berbeda, dapat

dipecahkan dengan mengikuti informasi yang sama; maksudnya dengan

mengikuti informasi yang cenderung sama dari pemberi informasi yang berbeda.

4) Interpretasi (Penafsiran)

Interpretasi dapat diasumsikan sebagai penetapan makna dan saling

keterkaitan berbagai fakta yang diperoleh. Interpretasi merupakan suatu langkah

yang ditempuh oleh penulis dalam menafsirkan fakta-fakta yang telah diuji dan

untuk menganalisis sumber supaya dapat menghasilkan suatu fakta yang

      

44

(44)

 

kebenarannya dapat dipercaya. Dalam interpretasi terdapat dua kegiatan pokok

yang harus dilalui, yaitu analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan) data

atau fakta-fakta yang telah dikumpulkan.45

Dalam tahap interpretasi ini, analisis sumber yang dilakukan juga untuk

mengurangi subyektifitas dalam penulisan sejarah. Penulisan sejarah tentunya

tidak dapat lepasdari unsur subyektifitas, seperti adanya pengaruh dari jiwa,

kebudayaan, pendidikan, lingkungan sosial, dan agama yang melingkupi

penulisnya.46 Pengaruh tersebut akan tampak pada tulisan sejarah yang dihasilkan.

Sebagai contoh apabila seseorang sejarawan yang tertarik pada sastra, maka

dengan mudah kita akan dapat menemukan hal-hal yang berbau sastra dalam

tulisan sejarahnya. Hal semacam ini terkadang tidak disadari oleh penulisnya, oleh

karenanya diperlukan analisis sumber agar data yang diperoleh dinyatakan secara

murni (senyatanya tanpa ditambah-tambah).

5) Pendekatan

Langkah yang terakhir dalam penulisan ini adalah penentuan pendekatan.

Pengertian pendekatan dalam penelitian sejarah adalah pola pikir atau cara

pandang dari penulis terhadap suatu kejadian atau peristiwa sejarah dari sudut

tertentu. Sartono Kartodirdjo menyatakan bahwa pendekatan diperlukan sebagai

cara pandang penulis atau sejarawan untuk memandang suatu peristiwa atau

kejadian. Pendekatan yang dimaksud akan membantu sejarawan dalam

menentukan berbagai ilmu sosial mana yang perlu digunakan dan

dimensi-      

45

Nugroho Noto Susanto, op. cit., hal. 22-23.

46

(45)

 

dimensi mana yang tepat diungkapkan dalam penulisan.47 Pendekatan menjadi

suatu hal yang sangat penting bagi penulisan sejarah, karena hasil penulisan

sejarah yang baik sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipakai.

Pendekatan yang dipakai penulis adalah pendekatan sosial, pendekatan

budaya, dan pendekatan psikologi. Secara kronologis penulis akan menguraikan

hal-hal yang melatarbelakangi berdirinya Gereja Kristen Injili Indonesia di

Bengko dan perkembangan yang menyertainya. Melalui pendekatan sosial penulis

menganalisa hubungan sosial dalam Gereja baik keluar maupun ke dalam, serta

masalah-masalah sosial yang muncul disekitar Gereja. Sedangkan melalui

pendekatan budaya penulis berusaha mendapatkan gambaran yang tepat mengenai

kebudayaan suku-suku yang ada di Bengko, karena hal ini akan mempengaruhi

hasil penulisan. Melalui pendekatan psikologi, peneliti menggunakan ilmu

psikolog untuk memahami perilaku masyrakat di Bengko terutama perilaku kaum

mudanya.

F.Sistematika Penulisan

Skripsi yang berjudul Sejarah Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko,

Rejang Lebong, Bengkulu (1983-2008) : “Menggembala di Tengah Lebatnya

Rimba Sumatra” ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan, yang terdiri dari: latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan pendekatan serta

sistematika penulisan.

      

47

(46)

 

Bab II menguaraikan latar belakangberdirinya G.K.I.I. di Bengko, yang

terdiri dari ulasan tentang desa Bengko, berdirinya Gereja Kristen

Injili Indonesia. Di sini dibahas mengenai alasan pendirian Gereja

Kristen Injili Indonesia di Bengko, hambatan-hambatan yang

dialami dalam pendirian Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko,

dan uraian mengenai tokoh-tokoh yang berjasa dalam pendirian

Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko.

BabIII Bab ini terdiri dari pembahasan posisi Gereja Kristen Injili

Indonesia sebagai minoritas di dalam masyarakat Bengko. Di

dalamnya diuraikan mengenai hubungan antara umat Gereja

Kristen Injili Indonesia cabang Bengko dengan masyarakat

Bengko, hal-hal yang menguatkan iman umat Gereja Kristen Injili

Indonesia di Bengko, Gereja Kristen Injili Indonesia cabang

Bengko dalam usahanya menghadapi masalah sosial di desa

Bengko dan posisi umat Gereja Kristen Injili Indonesia cabang

Bengko di tengah mayoritas penduduk muslim dari tahun

1983-2008.

Bab IV Bab ini membahas dampak dari berdirinya Gereja Kristen

Indonesia di Bengko. Pembahasan dimulai dari karya-karyaG.K.I.I.

cabang Bengko,kegiatan-kegiatan yang ada di G.K.I.I. cabang

Bengko, dan alasan-alasan jemaat yang semula berlatar belakang

(47)

 

Bab V Bab ini adalah penutup. Dalam babini disajikan kesimpulan dari

(48)

 

BAB II

LATAR BELAKANG BERDIRINYA GEREJA KRISTEN INJILI

INDONESIA DI BENGKO

Bengkulu memiliki sejarah panjang berkaitan dengan eksistensi

pemerintah kolonial Inggris dan Belanda di Indonesia. Inggris menyebut daerah

yang terletak di bagian barat daya Pulau Sumatra ini dengan nama Bencoolen,

sementara itu Belanda menyebutnya dengan Benkoelen atau Bengkulen. Eksistensi

Inggris di Bengkulu dimulai pada tahun 1685. Di Bencoolen, EIC (British East

India Company) mendirikan pusat perdagangan lada. Bencoolen/Coolen berasal

kata dari “Cut Land” yang berarti tanah patah. Daerah ini memang terletak di

wilayah patahan lempeng bumi, oleh karenanya di Bengkulu sering terjadi gempa.

Inggris di Bengkulu berhasil mendirikan dua benteng pertahanan, yaitu

Benteng York (1685) dan Benteng Marlborought (1713). Pembangunan dua

benteng ini berdasarkan traktat antara Inggris dan Kerajaan Selebar pada tanggal

22 Juli 1685. 1 Seiring berjalannya waktu, EIC mulai menyadari bahwa daerah

Bengkulu kurang cocok untuk dijadikan pusat penghasil lada dan Inggris mulai

mengincar Tumasik/Singapura sebagai pengganti Bengkulu.

Berdasarkan Perjanjian London (1824), Bengkulu diserahkan ke Belanda

dengan konpensasi Inggris mendapatkan Malaka dan penegasan atas kepemilikan

Tumasik dan Pulau Belitung. Dengan begini Inggris mulai membangun bandar

dagang (pusat perdagangan laut) di Tumasik/Singapura untuk mengambil-alih

       1

(49)

 

keterpusatan perdagangan rempah yang saat itu masih terpusat di Batavia.

Perjanjian London ini juga yang menandai berakhirnya eksistensi Inggris di

Bengkulu dan Indonesia.

A.Sekilas Mengenai Bengko

Pada masa kolonial, daerah Sindang Dataran merupakan perkebunan kopi

yang diusahakan oleh Belanda; eksistensi Belanda di daerah ini tidak diragukan

lagi.2 Perkebunan kopi di Bengkulu (di daerah Kabupaten Rejang Lebong) mulai

digalakkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda setelah ditemukan jenis

tanaman kopi baru, yaitu kopi robusta pada tahun 1925. Tanaman kopi dianggap

lebih menguntungkan dan cocok ditanam dibandingkan tanaman lada yang telah

lebih dulu gagal diusahakan oleh EIC (Inggris) di Bengkulu.

Ada dua kemungkinan alasan Belanda membuka perkebunan kopi di

Kecamatan Sindang Dataran dan daerah lain di Kabupaten Rejang Lebong.

Pertama, Bengkulu (terutama di daerah Rejang Lebong) memiliki daerah yang

bergunung-gunung sehingga memberikan perlindungan alami bagi tanaman kopi

dari kerusakan akibat tiupan angin yang kuat. Kedua, daerah di sekitar Bukit Kaba

sangat subur dan baru dibuka (sebelumnya pernah ditanami tanaman komoditi)

sehingga sangat baik bagi tanaman kopi.3

       2

Belum ada tulisan sejarah mengenai eksistensi Pemerintah Kolonial Belanda di daerah Sindang Dataran, akan tetapi untuk membuktikan hal ini sampai sekarang kita masih bisa melihat artefak peninggalan Belanda. Contoh artefak yang dimaksud adalah penggilingan kopi, rumah Belanda (Loji), jalan beraspal, pemandian air hangat yang dibangun Belanda, dan pembangkit listrik tenaga air yang dibangun Belanda. Kesemuanya itu dapat ditemukan di desa Sindang Jati, Sindang Kelingi. Bengko dan Sindang Jati letaknya berdekatan, dapat dikatakan jika Sindang Jati merupakan desa tetangga Bengko. Sebelum terjadi pemekaran daerah yang ada di Kecamatan Sindang Dataran masuk ke dalam Kecamatan Sindang Kelingi.

3

(50)

 

Sampai saat ini penduduk setempat masih menjadikan kopi sebagai tanaman

komoditi utama. Ada beberapa kisah mengenai asal muasal nama Bengko.

Menurut cerita yang beredar, nama Bengko sendiri berasal dari Bank Company.

Pada masa kolonial Hindia Belanda, Bengko merupakan pusat dari perkebunan

kopi (khususnya untuk daerah Rejang Lebong, Bengkulu) sehingga di daerah

yang sekarang dinamakan Bengko dulunya merupakan pusat ekonomi perkebunan

(oleh karenanya disebut dengan istilah bank). Kisah lainnya menjelaskan bahwa

nama Bengko bisa juga berasal dari kata Bank Coffe (Bank Kopi), sebab dilihat

dari banyaknya tanaman kopi di daerah ini. Artinya kisah kedua ini

menggambarkan bahwa Bengko merupakan bank-nya (pusat) kopi di masa

kolonial.

Perkebunan kopi di Bengko pada waktu itu dijalankan oleh perusahaan

perkebunan swasta. Apabila melihat kondisi geografis Bengko, peran perkebunan

swasta di Bengko menjadi mungkin. Undang-Undang Agraria 1870 menetapkan

bahwa tanah yang bisa disewa oleh perusahaan perkebunan adalah woeste

gronden dalam bahasa Indonesia berarti tanah “liar”.4 Tanah liar merupakan tanah

yang tidak digarap oleh penduduk bagi usaha taninya. Ketetapan dalam

Undang-Undang Agraria ini yang menjadi sumber analisis. Bengko terletak di kaki Bukit

Kaba dan terpencil; pada masa itu tentunya merupakan tanah liar, oleh karenanya

perusahaan perkebunan swasta dapat menjadikan Bengko dan daerah sekitarnya

sebagai perkebunan kopi.

       4

(51)

 

Perkebunan kopi yang diusahakan perusahan perkebunan ini melahirkan

pemukiman-pemukiman baru. Perkebunan kopi milik Belanda ini tidak bisa hidup

tanpa adanya pekerja, sehingga perusahaan mendatangkan pekerja dari daerah

lain, seperti dari pulau Jawa, Sumatra Utara, dan daerah lain. Pada

perkembangannya Kecamatan Sindang Dataran pada umumnya dan Bengko pada

khususnya menjadi ramai oleh karena pembukaan pemukiman baru ini. Populasi

penduduk di daerah ini makin bertambah sejak Pemerintah Republik Indonesia

(pada masa Orde Baru) menggalakkan program transmigrasi.

Setelah Indonesia merdeka, perusahaan Belanda tidak lagi mengurus

perkebunan di daerah ini. Tanaman kopi yang tidak terpelihara setelah ditinggal

Belanda, diambil alih oleh rakyat setempat.

Menurut kisah tetua desa, pembagian lahan pada waktu itu berdasarkan

seberapa luas seseorang mampu nebas ladang atau membersihkan lahan dari

gulma. Semakin luas seseorang dan keluarganya nebas ladang, seluas itu pula

tanah yang menjadi haknya. Pada saat itu sertifikat tanah belum menyentuh

daerah pedalaman seperti Bengko. Untuk menjaga agar tidak terjadi

kesalahpahaman mengenai hak akan lahan, masyarakat menyetujui untuk

menjadikan beberapa jenis tanaman sebagai penanda batas dan mematenkan

kepemilikan tanah berdasarkan musyawarah bersama. Masyarakat yang berlatar

belakang Jawa lebih banyak memiliki kebun kopi dibandingkan penduduk asli,

hal ini disebabkan karena keuletan mereka dalam usaha nebas ladang.

Seperti yang biasa terjadi di daerah lainnya, kata Bank Company/Bank Coffe

(52)

 

sulit mengucapkan bahasa asing (biasanya Inggris) yang menyebabkan hal ini,

selain itu orang Indonesia tidak mau repot-repot menyebutkan kata-kata yang sulit

diucapkan dan dimengerti. Untuk memudahkan dalam penyebutan, nama Bengko

dipilih untuk menamai ibukota Kecamatan Sindang Dataran ini.

Untuk mengetahui lebih luas mengenai Bengko, penulis akan

menjabarkannya sebagi berikut:

1. Letak Geografis dan Kondisi Alam Bengko

Bengko merupakan sebuah kota kecil yang terletak di Kecamatan Sindang

Dataran, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Kecamatan Sindang Dataran

berdiri tahun 2007 dan merupakan hasil pemekaran berdasarkan peraturan daerah

no. 5 tahun 2005. Sebelum terjadi pemekaran, daerah di Kecamatan Sindang

Dataran masuk ke dalam Kecamatan Sindang Kelingi yang beribukota di Beringin

Tiga.

Bengko merupakan ibukota dari Kecamatan Sindang Dataran. Bengko

merupakan daerah yang memiliki populasi penduduk terbanyak di Kecamatan

Sindang Dataran. Oleh karena keterbatasan data mengenai letak geografis Bengko

dan sekitarnya, penulis akan menggambarkan keadaan geografis Kabupaten

Rejang Lebong terlebih dahulu. Maksudnya diharapkan gambaran keadaan

geografis Rejang Lebong dapat mewakili secara umum keadaan geografis

Bengko.

Kabupaten Rejang Lebong merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi

Bengkulu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 151.576 Ha dengan jumlah

(53)

 

Rejang Lebong adalah kota Curup. Secara topografi, Kabupaten Rejang Lebong

merupakan daerah yang berbukit-bukit. Hal ini menjadi wajar karena Rejang

Lebong terletak pada dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian

antara 100 s/d 1000 m di atas permukaan laut, kemiringan tanahnya antara 2% s/d

40%. Letak Geografis pada posisi 102 derajat 19 menit – 102 derajat 57 menit

Bujur Timur dan 2 derajat 22 menit 07 detik – 3 derajat 31 menit Lintas Selatan.

Rejang Lebong secara umum memiliki curah hujan rata-rata 233,75 mm per

bulan, dengan jumlah hari hujan rata-rata 14,6 hari/bulan pada musim kemarau

dan 23,2 hari/bulan pada musim penghujan. Menurut perhitungan yang dilakukan

pada tahun 2003, jumlah curah hujan di Rejang Lebong sebesar 2.805 mm dengan

rata-rata curah hujan 233,8 mm. Jumlah curah hujan di Rejang Lebong pada tahun

2002 sebesar 2.557 mm dengan rata-rata curah hujan per bulan sebesar 213,1 mm

dan rata-rata hari hujan sebanyak 22 hari/bulan. Sedangkan pada Tahun 2009

jumlah curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 418

mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 27 hari sedangkan jumlah curah hujan

terendah terjadi bulan Juni sebesar 32 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 6

hari.5

Sementara itu suhu normal rata-rata di Rejang Lebong berkisar antara

17,730C – 30,940C dengan kelembaban nisbi rata-rata 85,5 %. Suhu udara

maksimum pada tahun 2003 terjadi pada bulan Juni dan Oktober yaitu 32 derajad

Celcius dan suhu udara minimum terjadi pada bulan Juli yaitu 16,2 derajad

       5

Wahyuni Amelia Wulandari, dkk., Laporan Akhir Tahun Pendampingan Program PSDSK di

(54)

 

Celcius. Secara umum kondisi fisik tanah di Kabupaten Rejang Lebong dapat

digambarkan sebagai berikut :

a. Tanah di Rejang Lebong memiliki kelerengan datar sampai bergelombang,

b. Jenis tanah di Rejang Lebong yaitu : Andosol, Regosol, Podsolik, Latasol

dan Alluvial,

c. Tekstur tanahnya : sedang, lempung dan sedikit berpasir dengan pH tanah

4,5 –7,5,

d. Kedalaman efektif tanah (untuk bercocok tanam) : sebagian besar terdiri

atas kedalaman 60 cm hingga lebih dari 90 cm, sebagian terdapat erosi

ringan dengan tingkat pengikisan 0 – 10 %.6

Setelah melihat gambaran keadaan geografis Kabupaten Rejang Lebong

secara umum di atas, dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Sindang Dataran

(Bengko) juga memiliki topografi yang berbukit-bukit dengan curah hujan cukup

tinggi. Kecamatan Sindang Dataran memiliki wilayah seluas 6.218 Ha, dengan

batas wilayah yaitu : sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sindang Kelingi

(Kabupaten Rejang Lebong), sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan

Muara Kemumu (Kabupaten Kepahiang), sebelah Barat berbatasan dengan

Kecamatan Kabawetan (Kabupaten Kepahiang), dan di sebelah timur berbatasan

dengan Kecamatan Binduriang (Kabupaten Rejang Lebong).

Kecamatan Sindang Dataran terdiri dari enam kelurahan, yaitu: Kelurahan

Air Rusa, Kelurahan Bengko, Keluarga IV (empat) Suku Menanti, Kelurahan

Sinar Gunung, Kelurahan Talang Belitar, dan Kelurahan Warung Pojok.

       6

(55)

 

Kecamatan Sindang Dataran memiliki dua titik akses masuk. Akses masuk

yang pertama merupakan jalan yang dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia

Belanda dan sampai sekarang masih dipergunakan walaupun keadaannya tidak

bisa dibilang baik (kurang perawatan). Kualitas jalan yang dibangun Belanda

cukup baik dibanding jalan beraspal yang dibangun oleh pemerintah Indonesia.7

Akses masuk kedua menuju Sindang Dataran dapat ditempuh dari Kecamatan

Kabawetan, Kabupaten Kepahiang, Bengkulu.

2. Suku-suku Asli Rejang Lebong di Bengko.

Masyarakat Bengko terdiri dari berbagai suku. Bila dilihat dalam skala yang

lebih luas, Kabupaten Rejang Lebong didominasi oleh suku asli yaitu suku Rejang

(43%), disusul suku Jawa yang merupakan pendatang (35,2%), dan sebagian

penduduk Rejang Lebong lainnya adalah suku Lembak, Kaur, Musi, Pasemah,

Kerinci, Sunda, Minang, Palembang, India, Tionghoa, Pagar Alam dan Batak.8

Selain suku Rejang, suku Lembak adalah suku asli Rejang Lebong.

Di daerah Kecamatan Sindang Dataran, mayoritas penduduknya berasal dari

Jawa Timur (Malang), posisi keduanya ditempati oleh suku asli yaitu suku

Lembak, suku Jawa menyusul kemudian suku Rejang. Selain suku Jawa, Lembak,

dan Rejang masih ada suku lain yang bertempat tinggal di Bengko, yaitu suku

Batak (Medan), Padang, dan masyarakat yang berasal dari Bengkulu Selatan

(biasa dipanggil dengan wang Selatan).

       7

Jalan beraspal yang dimaksud adalah jalan yang menghubungkan Kecamatan Sindang Dataran dengan jalan raya Curup-Lubuk Linggau. Jalan ini dibangun dari desa Beringin Tiga sampai Sindang Jati, Kecamatan Sindang Kelingi. Masyarakat sekitar mengakui kalau jalan ini lebih baik dari jalan yang dikembangkan kontraktor nasional akhir-akhir ini.

8

(56)

 

Mengingat Bengko terletak di Kabupaten Rejang Lebong, penulis

berkesimpulan bahwa perlu juga dijabarkan mengenai suku asli daerah ini.

G.K.I.I. dalam karyanya berusaha dengan sangat untuk dapat “memeluk

Gambar

Tabel 4.1 :  Jadwal Ibadah di G.K.I.I. cabang Bengko........................................
Gambar 3.I      : Diagram tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Sindang
Tabel 3.1 Para Penginjil Gereja Kristen Injili Indonesia Cabang Bengko
Tabel 4.1 Jadwal Ibadah di G.K.I.I. Cabang Bengko
+5

Referensi

Dokumen terkait