• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menjadii penting juga untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi tingkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. menjadii penting juga untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi tingkat"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Review Penelitian Terdahulu

Sesuai fakta yang tersaji dan penelitian terdahulu yang relevan maka menjadii penting juga untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi tingkat efisiensi kinerja pemerintah daerah. Dalam penelitian ini beberapa faktor yang diperkirakan potensial berpengaruh pada tingkat efisiensi kinerja pemerintah daerah adalah intergovernmental revenue, belanja daerah, ukuran pemerintah dan rasio kemandirian. Mayoira (2015) menunjukkan bahwa intergovernmental revenue berupa dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap kinerja

keuangan pemerintah daerah. Marfiana (2013) menunjukkan bahwa jumlah belanja daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Armaja (2015) dan Kusuma (2017) menunjukkan bahwa belanja daerah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

Rasio kemandirian mampu menunjukkan daerah tersebut sudah cukup baik atau belum untuk melaksanakan otonomi. Menurut Doumpos dan Cohen (2014) rasio kemandirian menunjukkan tingkat kemandirian ekonomi dari dana pemerintah pusat. Tingkat ketergantungan pemerintah daerah pada pemerintah pusat sangat penting untuk diukur seberapa besarnya.

B. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Intergovermental Revenue

Intergovernmental Revenue mengukur tentang tingkat ketergantungan suatu daerah terhadap dana transfer dari pemerintah pusat maupun provinsi yang menjadi

(2)

bagian dari penerimaan daerah. Semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah, maka dana yang dialokasikan terhadap daerah tersebut semakin besar.

Alokasi dana digunakan oleh pemerintah daerah untuk pembiayaan dan penyelenggaran pemerintah dalam pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk mendanai program atau kegiatan daerah sesuai dengan yang dianggarkan. Dari pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah daerah akan berdampak dalam peningkatan kualitas layanan publik. Apabila kualitas layanan publik meningkat maka dalam jangka panjang tujuan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai. Penggunaan dana transfer yang dikelola secara ekonomi akan digunakan dalam mendanai program atau kegiatan secara efisien dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan publik (efektivitas), sehingga dari hal ini dapat tercermin bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah tersebut telah optimal.

2. Tinjauan Tentang Belanja Daerah

Belanja Daerah Menurut Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah mendefinisikan bahwa “belanja daerah adalah kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan”. Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan, belanja daerah didefinisikan sebagai semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, tidak akan diperoleh kembali pembayarannya oleh pemerintah daerah. Belanja daerah juga mencerminkan kebijaksanaan pemerintah daerah dan arah pembangunan daerah, karena sifat belanja yang relatif mudah dilakukan dan rentan, maka akan terjadinya inefisiensi dan kebocoran.

(3)

Belanja daerah berbeda dengan pengeluaran, karena tidak semua pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah menyebabkan berkurangnya kas di rekening kas umum daerah. Namun setiap belanja merupakan pengeluaran pemerintah daerah. Pengeluaran pemerintah daerah terdiri dari pengeluaran pembiayaan dan belanja daerah (Mahmudi, 2007:141-142).

3. Tinjauan Tentang Ukuran Pemerintah

Fathoni (2012) besarnya skala ukuran pemerintah daerah diproksikan dengan total aset. Adanya hubungan positif antara ukuran bank yang diproksikan dengan total aset. Adanya hubungan antara ukuran pemerintah yang diproksikan dengan total aset dengan tingkat efisiensi kinerja. Size yang besar dalam pemerintah akan memberikan kemudahan kegiatan operasional yang kemudian akan mempermudah dalam memberi pelayanan masyarakat yang memadai (Kusumawardani, 2012). Perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar akan memiliki tekanan yang lebih besar pula dari publik untuk melaporkan pengungkapan wajibnya (Cooke, 1992).

4. Tinjauan Tentang Rasio Kemandirian

Rasio kemandirian ini menunjukkan seberapa besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber-sumber dana dari eksternal daerahnya. Menurut Doumpos dan Cohen (2014) rasio kemandirian menunjukkan tingkat kemandirian ekonomi dari dana pemerintah pusat. Rasio kemandirian diukur menggunakan perbandingan antara total Pendapatan Asli Daerah dengan Pendapatan Transfer dari pemerintah pusat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan atau pendapatan yang diterima daerah dari sumber-sumber

(4)

penerimaan dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Halim dan Kusufi, 2014: 100).

5. Tinjauan Tentang Kinerja Keuangan

Mulyadi (2004: 79) mengungkapkan bahwa “Pengukuran kinerja keuangan merupakan penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria sebelumnya”. Menurut Mardiasmo (2004:25), dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melaksanakan analisis rasio terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya.

Pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah dapat diukur dengan menilai efisiensi atas realisasi dari alokasi yang dilakukan pemerintah terhadap suatu anggaran. Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara output dan input atau realisasi pengeluaran dengan alokasi yang dianggarkan oleh pemerintah daerah. Semakin kecil rasio ini, maka semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Suatu kegiatan dikatakan efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai hasil (output) maksimal dengan menggunakan biaya (input) yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan. Dengan mengetahui hasil perbandingan antara realisasi pengeluaran dan alokasi penganggaran dengan menggunakan ukuran efisiensi tersebut, maka penilaian kinerja keuangan dapat ditentukan (Budiarto, 2007).

(5)

Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 pasal 1 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah mendefinisikan arti kinerja sebagai keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.

Sedangkan Adisasmita (2011:7) mengemukakan definisi kinerja sebagai

“gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan program kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi dari suatu organisasi”.

Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai akuntabilitas organisasi dan bagian manajerial dalam menghasilkan pelayanan yang lebih baik kepada publik.

Pengertian akuntabilitas bukan hanya sekedar menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, namun harus menunjukkan bahwa uang publik telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien dan efektif. Sistem pengukuran kinerja sektor publik sendiri adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial maupun alat ukur non finansial. Menurut Mardiasmo (2002:121) tiga tujuan pengukuran kinerja sektor publik yaitu, memperbaiki kinerja pemerintah yang akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pemberian pelayanan publik, alokasi sumber daya dan pembuatan keputusan, serta bentuk perwujudan pertanggungjawaban publik dan perbaikan komunikasi kelembagaan.

Kemampuan pemerintah daerah dalam pembiayaan kebutuhan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah dapat diukur salah satunya menggunakan rasio kemandirian (Halim, 2014). Rasio

(6)

kemandirian ini menunjukkan seberapa besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber-sumber dana dari eksternal daerahnya. Menurut Doumpos dan Cohen (2014) rasio kemandirian menunjukkan tingkat kemandirian ekonomi dari dana pemerintah pusat. Rasio kemandirian diukur menggunakan perbandingan antara total Pendapatan Asli Daerah dengan Pendapatan Transfer dari pemerintah pusat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan atau pendapatan yang diterima daerah dari sumber-sumber penerimaan dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Halim dan Kusufi, 2014: 100).

Kinerja keuangan pemerintah daerah pada era otonomi daerah yang belum baik menjadi permasalahan yang harus segera diselesaikan. Kinerja bahkan cenderung menurun di era otonomi dibanding sebelum otonomi (Hariyadi 2002;

Azhar 2010). Penelitian oleh Akbar, Pilcher, dan Perrin (2012) menunjukkan bahwa pemerintah daerah berupaya mencapai kinerja lebih untuk memenuhi peraturan daripada menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam program dan kebijakan. Permasalahan governance pada pemerintah daerah di Indonesia belum menunjukan ke arah yang lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya kasus korupsi dan upaya-upaya untuk mereformasi birokrasi. Menarik untuk diteliti lebih lanjut apakah ada permasalahan governance dalam pemerintahan dalam pencapaian kinerja keuangan.

C. Pengembangan Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan merupakan jawaban sementara terhadap rurmusan masalah penelitian. Oleh karena itu, rumusan masalah peneltian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang

(7)

diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta- fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Anggapan dasar atau ponstulat tentang suatu hal berkenaan dengan masalah penelitian yang kebenarannya sudah diterima oleh peneliti. Fungsi anggapan dasar dalam sebuah penelitian adalah: (1) sebagai landasan berfikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian, (2) untuk mempertegas variabel yang diteliti, (3) untuk menentukan dan merumuskan hipotesis. Hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Intergovermental Revenue Terhadap Kinerja Keuangan Daerah

Intergovernmental Revenue mengukur tentang tingkat ketergantungan

suatu daerah terhadap dana transfer dari pemerintah pusat maupun provinsi yang menjadi bagian dari penerimaan daerah. Semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah, maka dana yang dialokasikan terhadap daerah tersebut semakin besar. Alokasi dana digunakan oleh pemerintah daerah untuk pembiayaan dan penyelenggaran pemerintah dalam pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk mendanai program atau kegiatan daerah sesuai dengan yang dianggarkan. Dari pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah daerah akan berdampak dalam peningkatan kualitas layanan publik.

Penelitian yang dilakukan oleh Atikatur Rafiatillah dengan judul pengaruh pendapatan asli daerah, intergovernmental revenue, belanja daerah dan opini bpk terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. studi pada daerah daerah tertinggal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja daerah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah sedangkan pendapatan asli daerah, intergovernmental revenue dan opini BPK tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, belanja daerah dapat menjadi suatu

(8)

solusi untuk daerah tertinggal dengan cara memperbaiki sarana dan prasarana, aksesibilitas, dan kemampuan sumber daya manusia.

2. Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Daerah

Menurut UU No. 32/2004 Pasal 167 ayat 1, belanja daerah digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Hal tersebut dapat terwujud dengan meningkatkan pelayanan urusan wajib dan pilihan yang diantaranya berupa pelayanan dasar di bidang pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial, fasilitas umum yang layak, dan mengembangkan sistem jaminan sosial (Mustikarini dan Fitriasari, 2012). Belanja Modal adalah belanja pemerintah daerah yang nilai manfaatnya melebihi 1 tahun periode anggaran dan akan menambah kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin (Halim, 2014). Menurut Nordiawan (2006) belanja modal yaitu belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka menghasilkan aktiva tetap tertentu. Secara teoritis untuk memperoleh aset tetap tersebut ada beberapa langkah, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lainnya, atau juga dengan membeli aset tetap baru.

Standar Akuntansi Pemerintah menjelaskan belanja modal adalah pengeluaran pemerintah yang dilakukan untuk membentuk modal yang bersifat menambah aset tetap yang bermanfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk pengeluaran untuk biaya pemeliharaan untuk mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Secara spesifik sumber pendanaan untuk belanja modal belum ditentukan aturannya, tetapi sumber-sumber penerimaan daerah dapat dialokasikan untuk mendanai belanja modal.

(9)

3. Ukuran Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Daerah

Besarnya skala ukuran pemerintah daerah dalam penelitian ini diprosikan dengan total aset. Adanya pengaruh positif antara ukuran bank yang diproksikan dengan total aset terhadap efisiensi bank domestik dan bank asing dalam penelitian yang dilakukan oleh Fathoni (2012) dalam sektor perbankan. Penelitian mengenai pengaruh total aset terhadap efisiensi kinerja juga dilakukan oleh Abidin dan Endri (2010) yang menjelaskan bahwa Bank Pembangunan Daerah yang mempunyai aset lebih besar maka tingkat efisiensinya lebih tinggi dibandingkan dengan Bank Pembangunan Daerah yang mempunyai aset lebih kecil. Adanya hubungan antara ukuran pemerintah yang diproksikan dengan total aset dengan tingkat efisiensi kinerja pada penelitian ini menggunakan dasar pada pendekatan penelitian sebelumnya dalam sektor perbankan. Size yang besar dalam pemerintah akan memberikan kemudahan kegiatan operasional yang kemudian akan mempermudah dalam memberi pelayanan masyarakat yang memadai (Kusumawardani, 2012). Perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar akan memiliki tekanan yang lebih besar pula dari publik untuk melaporkan pengungkapan wajibnya (Cooke, 1992).

4. Rasio Kemandirian Terhadap Kinerja Keuangan Daerah

Kemampuan pemerintah daerah dalam pembiayaan kebutuhan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah dapat diukur salah satunya menggunakan rasio kemandirian (Halim, 2014). Rasio kemandirian ini menunjukkan seberapa besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber-sumber dana dari eksternal daerahnya. Menurut Doumpos

(10)

dan Cohen (2014) rasio kemandirian menunjukkan tingkat kemandirian ekonomi dari dana pemerintah pusat. Rasio kemandirian diukur menggunakan perbandingan antara total Pendapatan Asli Daerah dengan Pendapatan Transfer dari pemerintah pusat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan atau pendapatan yang diterima daerah dari sumber-sumber penerimaan dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Halim dan Kusufi, 2014: 100).

Sedangkan dana transfer dari pemerintah pusat adalah pendapatan daerah yang diterima dari otoritas di atasnya, yaitu jumlah dana dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi atau jumlah total dari dana transfer (Halim dan Kusufi, 2014: 105). Rasio kemandirian juga menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah karena pajak yang dibayarkan masyarakat merupakan bagian dari komponen Pendapatan Asli Daerah, sehingga semakin besar tingkat rasionya maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi masyarakat.

Kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Belanja Daerah

Ukuran pemerintah

Rasio kemandirian

Kinerja keuangan pemerintah daerah Intergovernmental

revenue

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Belanja Daerah Ukuran pemerintah Rasio kemandirian  Kinerja keuangan  pemerintah daerah Intergovernmental revenue

Referensi

Dokumen terkait

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) Pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.. Universitas

Ekstrak etanol 70% daun kelor ( Moringa oleifera Lam.) dengan dosis 300 dan 600 mg/KgBB mempunyai aktivitas yang sama dalam menurunkan kadar trigliserida darah

Semua bayi baru lahir di fasilitas kesehatan harus segera mendapatkan tanda pengenal berupa gelang yang dikenakan pada bayi dan ibunya untuk menghindari tertukarnya bayi,

> Beban sendiri gording dan berat penutup atap.. Eternit tanpa penggantug

Pasal 33 UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah disebutkan bahwa penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh penilai dilakukan bidang per bidang tanah,

Selain itu, pemanfaatkan teknologi-teknologi ini tidak hanya bisa mempermudah pengguna dalam proses pencarian dan penawaran barang atau jasa, tetapi juga bisa membuat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan