• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sumber: Encyclopedia of Life, Ilustrasi 1. Bunga, buah mengkudu mentah (kiri), dan buah mengkudu matang (kanan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sumber: Encyclopedia of Life, Ilustrasi 1. Bunga, buah mengkudu mentah (kiri), dan buah mengkudu matang (kanan)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) 2.1.1. Deskripsi Mengkudu

Sumber: Encyclopedia of Life, 2009

Ilustrasi 1. Bunga, buah mengkudu mentah (kiri), dan buah mengkudu matang (kanan) Klasifikasi mengkudu berdasarkan Catalogue of Life (2013) adalah sebagai berikut: Dunia Plantae Filum Magnoliopsida Kelas Magnoliopsida Ordo Rubiales Famili Rubiaceae Marga Morinda

Jenis Morinda citrifolia L.

Mengkudu, di Indonesia, lebih dikenal dengan nama lokal ‘buah noni’. Mengkudu dapat tumbuh hingga 3-10 meter. Daun mengkudu berwarna hijau, tebal, mengkilap dan berbentuk oval dengan tulang daun tipe menyirip, sedangkan bunganya

(2)

berwarna putih tumbuh berkelompok pada dahan yang kaku dan kasar (Nelson, 2006). Buah mengkudu muda berwarna hijau, buah matang yang dipanen berwarna putih-kuning kehijauan. Buah matang bertekstur agak lembek dan berbau khas (Ilustrasi 1). Buah mengkudu berukuran besar berasal dari pohon yang memiliki daun lebar serta batang yang besar dan tinggi (Djauhariya, 2006).

Mengkudu (Morinda citrifolia L.) banyak tumbuh di wilayah Asia Tenggara dan Australia. Habitat mengkudu adalah daerah tropis dengan suhu lingkungan berkisar antara 20-25C, serta curah hujan 250-4000 mm (Djauhariya, 2006 dan Nelson, 2006). Mengkudu terus berdaun dan berbuah selama sepanjang tahun. Di Hawai, habitat asli mengkudu, buahnya dapat dipanen dua hingga tiga kali setiap bulan. Satu hektar lahan pertanian dengan kepadatan sebanyak 638 pohon mengkudu dapat memproduksi sekitar 7 ton/ha/tahun (Nelson, 2003).

2.1.2. Manfaat Mengkudu

Mengkudu bermanfaat sebagai obat tradisional atau campuran minuman jamu baik dikonsumsi secara langsung atau dalam bentuk lain seperti jus, teh dan tepung. Mengkudu dapat pula dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak. Campuran mengkudu pada pakan hewan ternak bermanfaat untuk meningkatkan pertambahan bobot badan (pada anak sapi perah dan babi hingga masa sapih), mengurangi stres (pada sapi perah), meningkatkan palatabilitas (pada babi) dan meningkatkan penampilan (pada ayam broiler) (Goodbee, 2007). Beberapa penelitian juga telah banyak dilakukan terkait tentang pemanfaatan mengkudu dalam campuran pakan unggas, seperti pada ayam petelur, ayam broiler, itik petelur, puyuh pedaging dan puyuh petelur untuk meningkatkan kualitas hasil ternak serta dalam menjaga kesehatan

(3)

ternak (Wadswort, 2004; Bestari, 2005; Sujana, 2005; Sujana, 2007; Bintang, 2008; Sunder, 2013, Adianto, 2014 dan Sunder, 2014).

2.1.3. Kandungan zat aktif

Mengkudu memiliki sejumlah zat aktif yang berkhasiat untuk kesehatan, yaitu terdapat 160 fitokimia (mineral, vitamin, protein, dan zat nutrisi lainnya) yang telah teridentifikasi dalam mengkudu (Wang dan Su, 2001 dalam Chan-Blanco, 2005). Zat aktif tersebut tersebar pada bagian buah, bunga, daun, batang, dan akar mengkudu. Komposisi fitokimia yang paling lengkap terkandung dalam buah mengkudu (Chan-Blanco, 2005).

Mengkudu mengandung sejumlah zat aktif yang termasuk dalam kelompok antioksidan. Antioksidan berfungsi dalam melindungi sel dari efek stres oksidatif. Stres oksidatif merupakan keadaan tubuh tidak mampu menetralisir jumlah radikal bebas sisa metabolisme tubuh. Antioksidan yang masuk ke dalam tubuh dapat meminimalisir kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, bahkan organ. Sel-sel yang rusak dapat menyebar menjadi penyakit, maka antioksidan penting untuk menjaga kesehatan. (Widowati, 2008).

Tabel 1. Kandungan Zat Aktif dalam Buah Mengkudu

Zat Aktif Buah Mengkudu*) Buah Mengkudu Mengkal**)

Flavonoid Cukup banyak Cukup banyak

Alkanoid Ada Cukup banyak

Terpenoid Cukup banyak

Saponin Ada Ada

Steroid Cukup banyak Cukup banyak

Tanin Cukup banyak Cukup banyak

(4)

Flavonoid secara alami terdapat dalam buah, sayuran, biji-bijian, teh, anggur, akar, batang, bunga, dan kulit kayu. Flavonoid yang terkandung dalam tumbuhan sebagian besar berikatan dengan molekul gula sebagai glikosida dan sangat jarang berupa senyawa tunggal. Pada umumnya flavonoid berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh seperti anti alergi, antivirus dan antioksidan. Flavonoid bekerja aktif dalam merangsang kinerja sel-sel darah putih (basofil, neutrofil, limfosit T dan B, eosofil), sel darah merah, platelet, otot polos, dan hepatosit. (Pietta, 2000).

Alkanoid merupakan senyawa organik bersifat basa yang berfungsi dalam menjaga kesehatan dengan menetralisir racun yang masuk ke dalam tubuh. Alkanoid dalam mengkudu berupa xeronine. Mengkudu hanya mengandung banyak perkusor (pembentuk) xeronine yang disebut proxeronine. Proxeronine dirubah menjadi xeronine oleh enzim proxeroninase. Xeronine akan memperbaiki dan mengaktifkan molekul protein yang rusak, setelah aktif protein akan berfungsi untuk memperbaiki struktur sel-sel, sebagai alat transportasi nutrisi ke dalam sel membran, pengatur hormon, sebagai antibodi, serta mengatur kerja enzim (Heinicke, 1985 dalam Wang, 2002).

Getah tumbuhan mengandung terpenoid, senyawa ini masih satu golongan dengan terpen yang berfungsi sebagai antioksidan. Saponin bermanfaat sebagai anti bakteri dan anti virus, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan vitalitas, serta mengurangi kadar gula dan penggumpalan darah. Steroid dapat membantu meningkatkan aktivitas hormon-hormon dalam reproduksi.

(5)

2.2. Puyuh (Cortunix cortunix japonica) 2.2.1. Deskripsi Puyuh

Klasifikasi puyuh berdasarkan Catalogue of Life (2013) adalah sebagai berikut: Dunia Animalia Filum Chordata Kelas Aves Ordo Galiformes Famili Phasianidae Marga Cortunix

Jenis Cortunix cortunix japonica

Puyuh adalah salah satu jenis unggas yang dimanfaatkan sebagai puyuh petelur, yaitu jenis Cortunix cortunix japonica atau yang lebih dikenal dengan sebutan Puyuh Jepang. Tubuh Puyuh Jepang umumnya ditutupi bulu berwarna coklat gelap dengan bintik-bintik dan berwarna coklat lebih muda dibagian bawahnya. Pada bagian di atas mata dan sisi kepala terdapat garis berwarna putih. Kaki dan paruh berwarna cokelat muda muda sedikit abu-abu. Ukuran sayap dan ekor pada jantan dan betina hampir sama, berkisar antara 92-101 mm dan 35–49 mm. Habitat puyuh adalah hutan, padang

Sumber: Lenin, 2014

(6)

rumput, pinggiran sungai atau daerah persawahan (Hoffmann, 1988; Takatsukasa, 1941 dan Johnsgarrd, 1988 dalam Pappas, 2002).

2.2.2. Puyuh Petelur

Puyuh petelur fase layer merupakan masa ketika mulai menghasilkan telur, umumnya berumur 42 hari atau 6 minggu. Produksi telur dipengaruhi oleh tata laksana dalam pemeliharaan diantaranya pemilihan bibit layer, pemberian pakan dan minum, kesehatan serta kenyamanan kandang meliputi kepadatan kandang, sirkulasi udara, pencahayaan dan suhu (Wuryadi, 2013).

Jumlah eritrosit, hemoglobin dan hematokrit puyuh berbeda dari tingkatan umur dan jenis kelaminnya, puyuh lebih dewasa memiliki nilai hematologi yang lebih tinggi dan nilai hematologi puyuh jantan lebih tinggi dibandingkan dengan puyuh betina (Atwal, 1964). Perubahan fisiologis secara intenal dan eksternal mempengaruhi nilai hematologi ternak. Fisiologi secara internal dapat berubah disebabkan oleh pertambahan umur, status gizi, aktivitas tubuh, tingkat cekaman (stress), siklus reproduksi, suhu tubuh dan kesehatan, sedangkan akibat kuman dan perubahan suhu lingkungan merupakan faktor eskternal (Gayton dan Hall, 1977 dalam Wardiny dkk., 2012).

(7)

2.3. Hematologi

Hematologi adalah segala pengetahuan mengenai sel darah, organ pembentuk darah, serta kelainan, penyakit dan gangguan yang berkaitan dengan darah (KBBI, 2015). Darah merupakan cairan tubuh yang mengandung ion-ion dan zat-zat nutrisi hasil metabolisme, oksigen, dan hormon untuk memenuhi kebutuhan sel-sel dalam setiap organ tubuh serta menyalurkan sisa metabolisme ke organ sekresi yaitu paru-paru dan ginjal (Soeharsono, 2010). Darah terbagi menjadi dua bagian yaitu 55% plasma darah dan 45% sel darah yang terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit) (Isnaeni, 2006). Menurut Wardiny (2012) penggunaan ekstrak daun mengkudu dapat digunakan sebagai antibiotik herbal dalam meningkatkan eritrosit, hemoglobin, leukosit dan hematokrit.

2.3.1. Eritrosit (Sel Darah Merah)

Eritrosit merupakan sel yang paling banyak tekandung dalam sel darah. Eritrosit mengandung hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh (Soeharsono, 2010). Sebuah eritrosit berbentuk cakram bikonkaf yaitu bagian tengah lebih tipis dibandingkan dengan bagian tepi (Campbell, 2004).

Sumber: Campbell 2004

(8)

Jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru-paru dapat mempengaruhi morfologi eritrosit. Banyaknya oksigen dalam eritrosit dapat mempercepat proses pemulihan sel (Guoqiang dkk, 2002). Menurut Patria (2013) jumlah eritrosit dalam darah diperngaruhi oleh banyaknya jumlah mikromineral dan vitamin yang dikonsumsi. Banyaknya jumlah mikromineral zat besi (Fe) yang dikonsumsi dapat meningkatkan jumlah eritrosit, hal ini disebabkan pembentukan eritrosit terjadi ketika zat besi berinteraksi dengan vitamin A (Mushawwir, 2005 dan Patria, 2013). Menurut Bestari (2005) sari buah mengkudu mengandung vitamin A, vitamin C dan sejumlah mineral (kalium, natrium, kalsium, zat besi), sehingga mengkudu berfungsi dalam meningkatkan jumlah eritrosit.

2.3.2. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah sejenis protein yang terdapat di dalam eritrosit berfungsi dalam transport oksigen dan karbon dioksida. Protein dalam sel berfungsi dalam mengatur metabolisme serta mempercepat reaksi kimiawi dalam sel (Campbell, 2002). Xeronine dalam mengkudu berfungsi dalam memperbaiki dan mengaktifkan molekul protein yang rusak, sehingga mengkudu dapat membantu dalam memperbaiki dan mengaktifkan hemoglobin yang rusak (Heinicke, 1985 dalam Wang, 2002).

Sebuah eritrosit mengandung ±180 juta molekul hemoglobin, setiap molekulnya mempunyai empat subunit yang mengandung zat besi (Fe) dimana setiap unitnya dapat mengikat satu molekul oksigen (Campbell, 2004 dan Soeharsono, 2010). Zat besi yang terkandung dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah, warna darah yang terbentuk sebagai indikator kadar hemoglobin dalam darah. Oksihemoglobin merupakan darah yang mengandung banyak oksigen dengan warna

(9)

merah terang, sedangkan deoksihemoglobin adalah darah yang mengandung sedikit hemoglobin dengan warna ungu-kebiruan (Soeharsono, 2010). Proses hemoglobin mengikat oksigen terjadi ketika eritrosit melewati kapiler paru-paru, selain oksigen molekul gas nitrat oksida (NO) pun ikut terikat. Nitrat oksida akan merelaksasi dinding kapiler hingga mengembang, hal tersebut berperan dalam membantu proses difusi oksigen ke sel-sel tubuh (Campbell, 2004).

Hemoglobin dibentuk dalam tahapan yang cukup kompleks. Menurut Soeharsono (2010) tahap pembentukan hemoglobin disederhanakan sebagai berikut:

- Pirol dibentuk dari dua mol asam glutarat dan empat molekul pirol kemudian membentuk protoporfirin.

- Protoporfirin mengikat zat besi (Fe) untuk membentuk heme. Reaksi pembentukan heme terjadi dalam mitokondria dan sitosol sel darah yang belum dewasa, sedangkan globin dibentuk dalam ribosom dalam sitosol sel biasa. - Pembentukan hemoglobin berlanjut dalam sel pada sumsum tulang belakang. 2.3.3. Nilai Hematokrit

Hematokrit atau Packed Cell Volume (PVC) adalah banyaknya bagian eritrosit dalam volume keseluruhan darah. Hematokrit merupakan ukuran yang mewakili jumlah eritrosit dalam 100 ml darah dengan satuan persentase (Piliang, 2006). Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit dalam darah saling terkait satu sama lain, sehingga tinggi-rendahnya nilai hematokrit dapat menggambarkan kuantitas eritrosit dan hemoglobin dalam darah (Soeharsono, 2010). Tinggi-rendahnya nilai hematokrit diwariskan dari orang tua serta dipengaruhi juga oleh bangsa dan jenis

(10)

ternak, jenis kelamin ternak, penyakit, tingkat cekaman terhadap lingkungan serta iklim setempat, umur dan fase produksi (Sujono, 1991 dan Sholosberg, 1995).

Gambar

Ilustrasi 1. Bunga, buah mengkudu mentah (kiri), dan buah mengkudu matang (kanan)  Klasifikasi  mengkudu  berdasarkan  Catalogue  of  Life  (2013)  adalah  sebagai  berikut:  Dunia    Plantae  Filum    Magnoliopsida  Kelas    Magnoliopsida  Ordo    Rubiale
Tabel 1. Kandungan Zat Aktif dalam Buah Mengkudu
Ilustrasi 3. Bentuk Eritrosit Tampak Atas (tengah) dan Tampak Samping (kanan)

Referensi

Dokumen terkait