• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan nikmat yang telah diberikan, yang mengizinkan peneliti untuk belajar hingga tepat pada waktunya peneliti harus menuliskan laporan penelitian ini. Peneliti menyadari, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak maka penelitian ini tidak akan pernah terselesaikan. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, Sp.And, dr. M. Djauhari Widjajakusumah, DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Devy Ariany, M. Biomed selaku pembimbing 1 yang telah memberikan masukan dan nasihat serta meluangkan banyak waktu, pikiran, dan tenaga untuk membimbing saya dalam penelitian ini.

4. dr. Achmad Luthfi, Sp.B.KBD selaku pembimbing 2 yang telah memberikan motivasi serta mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing peneliti dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian ini.

5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab modul Riset yang selalu mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan penelitian.

6. dr. Ahmad Harifudin, Sp.B selaku ketua komite medik RSUD Serang yang telah memberikan izin dan arahan dalam pengambilan data penelitian.

7. dr. Fikri selaku ketua laboratorium patologi anatomi RSUD Serang yang telah mengizinkan peneliti dalam pengambilan data.

(6)

vi

8. Bu Indri selaku kepala bagian rekam medis RSUD Serang yang telah mengizinkan peneliti dalam pengambilan data.

9. Pa Zainudin dan Teh Leni selaku laboran di RSUD Serang yang telah membantu peneliti dalam pengambilan data.

10. Kedua orang tua, Ahmad Harifudin dan Titin Asiah, terima kasih untuk kasih sayang dan doa yang terus menerus dipanjatkan, serta pengorbanan yang penuh keikhlasan dan ridho yang menjadikan kelancaran dalam setiap langkah hidup saya.

11. Adik tercinta, Alkahfi Harifudin , terima kasih untuk doa dan dukungan yang selalu diberikan.

12. Teman-teman kelompok riset, Helvia Septarini dan Lara Shofy Wahyuni. Terimakasih atas kerja sama, dukungan, dan semangat yang luar biasa. Semoga kekompakan kita menjadi awal untuk kesuksesan kita selanjutnya.

Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan. Demikian laporan penelitian ini peneliti susun, semoga memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Dan semoga Allah SWT berkenan memasukkannya sebagai amal jariyah di akhirat kelak. Amiin.

Ciputat, 1 September 2014

(7)

vii ABSTRAK

Afiati. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun 2013. 2014.

Latar Belakang : Apendisitis akut merupakan penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut. Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Salah satu upaya untuk mendiagnosis apendisitis akut secara mudah dan cepat ialah dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skoring ini didasarkan pada 8 faktor yang umumnya ada pada pasien apendisitis akut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada pasien apendisitis akut. Metode : Penelitian ini bersifat analitik dengan desain

cross sectional dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks

pasca apendektomi sebagai gold standar. Pengumpulan data diperoleh dari data rekam medis 111 pasien apendisitis akut yang telah dilakukan apendektomi di RSUD Serang tahun 2013. Data kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok sesuai dengan skor Alvarado dan dianalisa dengan uji Chi-square. Hasil : Hasil uji chi square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks dengan nilai p=0.003. Simpulan : Adanya hubungan yang bermakna antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks

Kata kunci : apendisitis akut, skor Alvarado, apendektomi, pemeriksaan patologi anatomi.

(8)

viii ABSTRACT

Afiati. Medical Education Study Programme. Correlation between Alvarado Score and Anatomical Pathology Examination Result in Acute Appendicitis Patients at RSUD Serang 2013 . 2014.

Background : Acute appendicitis is the most common cause of acute abdominal

pain. The diagnosis of acute appendicitis is based on history, clinical examination, and laboratory investigations. Alvarado scoring system is one of the instruments used to diagnose acute appendicitis simply and quickly. Alvarado scoring system is based on eight factors that commonly occur in acute appendicitis patients. This study is aimed to acknowledge the correlation between Alvarado score and anatomical pathology examination result in acute appendicitis patients. Method : This analytical and cross sectional designed research uses anatomical pathology examination result as a gold standard. This research’s data is based on the medical records of 111 acute appendicitis patients that have underwent appendectomies at RSUD Serang in 2013. Thereafter, the data is divided into two groups according to the Alvarado score and analyzed using Chi-square test. Result : Chi square test’s result shows that there is a significant correlation between the Alvarado scores and anatomical pathology examination result in acute appendicitis patients with p-value = 0.003.

Conclusion : There is a significant correlation between the Alvarado scores and

anatomical pathology examination result in acute appendicitis patients.

Keywords : acute appendicitis, Alvarado score, appendectomy, anatomical

(9)

ix DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1.2 Rumusan Masalah……….. 1.3 Hipotesis……... 1.4 Tujuan Penelitian... 1.4.1 Tujuan Umum……….. 1.4.2 Tujuan Khusus... 1.5 Manfaat Penelitian………. 1.5.1 Bagi Peneliti………... 1.5.2 Bagi Institusi……… 1.5.3 Bagi Masyarakat... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori ... 2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks... 2.1.2 Apendisitis Akut………... 2.1.2.1 Epidemiologi……… 2.1.2.2 Etiologi………. 2.1.2.3 Patologi……… 2.1.2.4 Gambaran Klinis……….. 2.1.2.5 Pemeriksaan……….………... 2.1.3 Skor Alvarado... 2.1.4 Pemeriksaan Patologi Anatomi... 2.2 Kerangka Konsep... 2.3 Definisi Operasional... BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.3 Populasi dan Sampel...

i ii iii iv v vii ix xi xii xiii 1 3 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 7 7 9 11 12 13 14 16 18 19 21 21 21

(10)

x

3.3.1 Populasi……… 3.3.2 Sampel………..……… 3.3.3 Kriteria Sampel……… 3.4 Cara Kerja Penelitian... 3.5 Pengolahan dan Analisa Data... 3.5.1 Pengolagan Data………... 3.5.2 Analisa Data...………...………... BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan... 4.1.1 Prevalensi Kasus Gawat Bedah Abdomen di Poli Bedah RSUD

Serang Tahun 2013... 4.1.2 Prevalensi Apendisitis Akut di Poli Bedah RSUD Serang Tahun

2013………. 4.1.3 Karakteristik Subjek Penelitian Apendisitis Akut di RSUD

Serang Tahun 2013………. 4.1.4 Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil Pemeriksaan Patologi

Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun 2013………. 4.1.5 Uji Diagnostik………. 4.2 Keterbatasan Penelitian... BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 5.2 Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN ... 21 21 23 23 24 24 24 26 26 26 27 31 33 36 37 37 38 42

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gambaran Klinis Apendisitis Akut... 13

Tabel 2.2 Skor Alvarado ...………..……….. 15

Tabel 2.3 Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan Skor Alvarado... 16

Tabel 3.1 Hasil Akhir Uji Diagnostik………... 25

Tabel 4.1.1 Prevalensi Kasus Gawat Bedah Abdomen di RSUD Serang Tahun 2013……… 26

Tabel 4.1.2 Prevalensi Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun 2013….. 26

Tabel 4.1.3 Karakteristik Subjek Penelitian………. 27

Tabel 4.1.4 Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut... 31

Tabel 4.1.5.1. Uji Diagnostik Skor Alvarado Pada Pasien Apendisitis Akut Berdasarkan Usia……….. 33

Tabel 4.1.5.2. Uji Diagnostik Skor Alvarado Pada Pasien Apendisitis Akut Berdasarkan Jenis Kelamin……… 35

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Letak Jaringan Apendiks...………... 6 Gambar 2.2. Suplai Darah Pada Jaringan Apendiks……….……… Gambar 2.3. Apendisitis Akut………..

6 17

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Uji Statistik...……….. Lampiran 2 Surat Izin Penelitian………...

42 43 Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup……… 44

(14)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nyeri akut abdomen merupakan keluhan utama yang paling sering pada kasus kegawatdaruratan bedah abdomen, dimana apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari keluhan nyeri akut abdomen yang memerlukan tindakan operasi segera.1 Menurut kamus kedokteran

Dorland, apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks

vermiformis.2 Di Amerika Serikat, setiap tahunnya dilaporkan sebanyak 250.000 kasus apendisitis per 1 juta pasien. Insidensi apendisitis akut telah menurun terus sejak akhir tahun 1940, dimana kejadian apendisitis akut saat ini yaitu 1,1 kasus per 1000 penduduk per tahun. Sedangkan di negara Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut lebih rendah karena letak geografinya dan penduduknya yang memiliki kebiasaan untuk memakan makanan berserat.3 Di Indonesia, kasus kegawatan abdomen tertinggi adalah apendisitis dengan keluhan utama berupa nyeri akut abdomen. Menurut data RSPAD Gatot Subroto tahun 2008 jumlah pasien yang menderita penyakit apendisitis adalah 32% dari jumlah pasien yang datang.4

Semua kelompok usia mulai dari bayi, anak, remaja, dewasa hingga lansia dapat terkena apendisitis akut. Insidensi puncak apendisitis akut ada pada kelompok usia dewasa yaitu pada dekade kedua sampai ketiga dan berkurang pada usia selanjutnya.1 Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, kejadian apendisitis akut antara laki-laki dan perempuan umumnya sama, namun pada laki-laki usia 20-30 tahun kejadiannya lebih sering, dimana rasio kejadiannya antara laki-laki dan perempuan adalah 1,5 : 1.3,5 Angka mortalitas apendisitis secara keseluruhan adalah 0,2-0,8% yang disebabkan oleh komplikasi pada intervensi bedah dan

(15)

keterlambatan diagnostik. Pada pasien anak, angka mortalitasnya 0,1%-1% sedangkan pada pasien dengan usia diatas 70 tahun, angka mortalitasnya menjadi diatas 20%, hal ini terjadi terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapi.3

Untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada apendisitis akut maka perlu dibuat diagnosis yang tepat. Diagnosis apendisitis ditegakkan sebagian besar berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang. Salah satu upaya untuk mendiagnosis apendisitis akut secara mudah, cepat, dan tidak invasif ialah dengan menggunakan skor Alvarado. Pada tahun 1986, Alfredo Alvarado membuat sistem skoring sederhana untuk mendiagnosis apendisitis akut yang didasarkan pada 8 faktor yang umumnya didapatkan pada pasien apendisitis akut yaitu 3 gejala diantaranya migrasi nyeri dari periumbilikus atau epigastrium ke kuadran kanan bawah abdomen, mual disertai muntah, dan anoreksia, 3 tanda diantaranya nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, nyeri lepas, dan meningkatnya suhu tubuh  37.50C, dan 2 temuan laboratorium berupa leukositosis dan pergeseran ke kiri neutrofil.1 Interpretasi skor Alvarado ditetapkan dengan nilai skor 1-3 sebagai ‘’very unlikely acute

appendicitis’’ 4-6 sebagai ‘’probable acute appendicitis’’ dan 7-10

sebagai ‘’high probable (definitely) acute appendicitis’’.6 Sejak adanya sistem skoring sederhana tersebut, banyak penelitian mengenai skor Alvarado dalam mendiagnosis apendisitis akut dengan pemeriksaan patologi anatomi sebagai gold standar. Pada penelitian sebelumnya yaitu Olakolu tahun 2010 menyatakan sistem skoring Alvarado dapat menurunkan nilai negatif apendektomi dari 35.8% menjadi 30.2% dimana skor 8-9 memiliki akurasi cukup tinggi (71-94%) karena hasil pemeriksaan patologi anatominya sesuai yaitu berupa radang akut.7 Pada penelitian yang lainnya yaitu, Jan H tahun 2007 dengan desain cross section memperoleh nilai sensitifitas skor Alvarado 77,5% dan spesitifitas skor Alvarado 89,65% dan Zikrullah tahun 2012 memperoleh nilai sensitifitas

(16)

3

skor Alvarado 59,57% , spesitifitas skor Alvarado 85,13%, dan didapatkan nilai p < 0.05 pada uji Chi-square.6,8

Berkenaan dengan adanya sistem skoring tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013 ?

1.3. Hipotesis

Terdapat hubungan skor Alvarado terhadap hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang 2013.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui kejadian apendisitis akut berdasarkan usia pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.

2. Mengetahui kejadian apendisitis akut berdasarkan jenis kelamin pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.

3. Mengetahui kejadian apendisitis akut berdasarkan kelompok skor Alvarado pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.

(17)

4. Mengetahui kejadian apendisitis akut berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.

5. Mengetahui hubungan antara diagnosis pra operasi apendektomi dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks setelah operasi apendektomi pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.

6. Mengetahui nilai sensitifitas, spesitifitas, nilai duga positif, dan nilai duga negatif skor Alvarado dalam mendiagnosis apendisitis akut pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.

7. Mengetahui nilai sensitifitas dan spesifisitas skor Alvarado berdasarkan jenis kelamin pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013. 8. Mengetahui nilai sensitifitas dan spesifisitas skor Alvarado berdasarkan

usia pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013. 1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Peneliti

1. Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian di bidang kesehatan. 1.5.2. Bagi Institusi

1. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai skor Alvarado dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut.

2. Penelitian ini dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan penelitian

lebih dalam bagi peneliti lain. 1.5.3. Bagi Masyarakat

1. Sebagai pengetahuan mengenai tanda dan gejala yang timbul pada penyakit apendisitis akut.

(18)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung dimana bentuk lumennya menyempit pada bagian proksimal dan melebar pada bagian distal, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan panjang rata-rata apendiks adalah 8-10 cm (berkisar 2-20 cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks muncul selama bulan kelima masa gestasi dan beberapa folikel limfoid tersebar di mukosanya. Folikel limfoid tersebut meningkat jumlahnya ketika individu berusia 8-20 tahun. Lapisan otot apendiks terbagi menjadi dua, bagian luar berbentuk longitudinal sedangkan bagian dalamnya berbentuk sirkular, diantara kedua lapisan otot tersebut terdapat lapisan submukosa yang terdiri dari jaringan limfoepitelial. Lapisan mukosanya terdiri dari epitel kolumnar dengan beberapa kelenjar dan sel argentaffin neuroendokrin.1,3

Bentuk anatomis apendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada bagian proksimal dan menyempit pada bagian distal. Keadaan ini dapat menjadi sebab rendahnya insidensi apendisitis pada bayi. Pada bayi dan anak, dinding apendiks masih belum sempurna oleh karena lumen apendiks yang masih tipis dan omentum yang belum berkembang. Sedangkan pada lansia, lumen apendiks umumnya tidak dapat ditemukan karena lumen apendiks seringkali sudah tertutup sepenuhnya.1,9

Sebagian besar yaitu sekitar 65%, letak apendiks di intraperitoneal yang memungkinkan apendiks bergerak dengan ruang gerak yang bergantung pada panjang mesoapendiks. Selain itu, letak apendiks ada yang di retroperitoneal yaitu dibelakang sekum, dibelakang kolon asenden,

(19)
(20)

7

Pada jaringan apendiks, arteri apendiks terdapat di dalam lipatan mesenterika, yang merupakan cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan berdekatan dengan dinding apendiks. Suplai darah apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika terjadi sumbatan pada arteri tersebut, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks dapat menjadi gangrene. Drainase vena apendiks melalui vena ileokolika dan vena kolik kanan ke vena portal, dan drainase limfatik apendiks terjadi melalui nodus ileokolika sepanjang perjalanan mesenterika arteri superior ke kelenjar celiac dan cisterna chyli.1,3

Dalam sehari mukus yang dihasilkan jaringan apendiks sekitar 1-2 mL. Pada keadaan normal, mukus tersebut mengalir ke dalam lumen dan menuju sekum. Aliran mukus yang terhambat pada muara apendiks berperan pada patogenesis apendisitis.1

GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) mensekresikan IgA pada jaringan apendiks, dimana IgA sangat efektif sebagai proteksi terhadap infeksi. Namun, sistem imun tubuh tidak terlalu dipengaruhi dengan pengangkatan jaringan apendiks karena jumlah jaringan limfoid pada apendiks hanya sebagian kecil dari jumlah jaringan limfoid yang ada di sepanjang saluran cerna dan seluruh tubuh.1

2.1.2. Apendisitis Akut 2.1.2.1. Epidemiologi

Insidensi apendisitis akut kian menurun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir ini. Penurunan ini terjadi karena semakin meningkatnya konsumsi makanan berserat pada penduduk dalam menu makanan sehari-harinya. 1 Setiap tahunnya di Amerika Serikat, dilaporkan sebanyak 250.000 kasus yang mewakili 1 juta pasien. Sejak akhir tahun 1940, insiden apendisitis akut terus menurun dan kejadian tahunan saat ini adalah 10 kasus per 100.000 penduduk. Apendisitis terjadi pada 7% dari penduduk AS, dengan kejadian 1,1 kasus per 1000 orang per tahun.

(21)

Sedangkan di negara Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut lebih rendah karena letak geografinya dan penduduknya yang memiliki kebiasaan untuk memakan makanan berserat.3 Di Indonesia, apendisitis menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainnya. Berdasarkan data di RSUD Serang tahun 2013 terdapat 18.167 pasien di Instalasi Gawat Darurat, dengan kasus kegawatan bedah abdomen sebanyak 429 kasus dimana kasus apendisitis akut merupakan kasus kegawatan bedah abdomen akut tertinggi yaitu sebanyak 224 kasus.10

Apendisitis dapat terjadi pada semua kelompok usia, mulai dari bayi, anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Menurut buku ajar ilmu bedah, insidensi tertinggi apendisitis akut terjadi pada kelompok usia dewasa yaitu usia 20-30 tahun dan akan berkurang pada usia selanjutnya. Hasil studi Ivan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2009 melaporkan bahwa distribusi usia kejadian apendisitis akut terbanyak ada pada kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 21 orang dari 60 sampel (35%), sedangkan untuk distribusi kejadian apendisitis akut terendah ada pada kelompok usia diatas 61 tahun yaitu sebanyak 2 orang (3.3%). Penelitian di RSUD Tugurejo Semarang tahun 2009-2011, kelompok usia terbanyak menderita apendisitis akut adalah kelompok usia remaja dan dewasa yaitu kelompok 15-24 tahun sebanyak 38,7%, dan di tempat kedua adalah kelompok 25-44 tahun sebanyak 34,8%.1,11,12

Untuk pasien anak, apendisitis akut sering terjadi pada rentang usia 6-10 tahun dan 50-85% kasus apendisitis akut pada anak baru diketahui setelah terjadi perforasi. Tingginya kejadian perforasi apendiks pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang belum sempurna dimana lumen apendiks masih tipis, omentum belum berkembang, dan daya tahan tubuh yang belum sempurna dapat membuat proses perforasi berlangsung cepat. Selain itu, pasien anak biasanya kurang mampu untuk menggambarkan rasa nyeri yang timbul sehingga memperlambat waktu untuk diagnosis. Keadaan ini juga dapat terjadi pada pasien lansia dimana dilaporkan kejadian perforasi apendiks sekitar 60%. Hal ini disebabkan

(22)

9

oleh karena pada pasien lansia telah terjadi perubahan anatomi apendiks yaitu lumen apendiks menyempit, terjadi arteriosklerosis sehingga sering menimbulkan gejala yang tidak spesifik dan keterlambatan diagnosis.1,3

Berdasarkan jenis kelamin, kejadian apendisitis akut umumnya sama antara laki-laki dan perempuan. Namun, pada laki-laki dewasa usia 20-30 tahun insidensi apendisitis akut lebih tinggi yaitu 1.4 kali lebih besar. Rasio perbandingannya antara laki-laki dan perempuan adala 3 : 2. Sedangkan menurut buku ajar patologi, rasio kejadian apendisitis akut antara laki-laki dan perempuan yaitu 1.5 : 1.1,5 Pada penelitian di Liaquat

University Hospital Hyderabad, Pakistan tahun 2003-2004 melaporkan

bahwa dari 227 pasien apendisitis akut yang diteliti terdiri dari 150 pasien laki-laki (66.07%) dan 77 pasien perempuan (33.92%) dengan rata-rata usianya 20.47 tahun.13 Hal ini sesuai juga dengan hasil penelitian di

teaching hospital, India Tengah tahun 2009-2010 melaporkan dari 200

pasien apendisitis akut terdiri dari 112 pasien laki-laki (56%) dan 88 pasien perempuan (44%) dengan rata-rata usianya 29.12 tahun dan rasio insidensi apendisitis akut antara laki-laki dengan perempuan adalah 1.27 : 1.14

Angka mortalitas apendisitis secara keseluruhan 0,2-0,8% yang disebabkan oleh komplikasi pada intervensi bedah dan keterlambatan diagnostik. Pada pasien anak, angka mortalitasnya 0,1%-1%, pada pasien dengan usia lebih dari 70 tahun, angka mortalitasnya diatas 20%, hal ini terjadi terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapi.3

2.1.2.2 Etiologi

Apendisitis akut umumnya terjadi karena adanya infeksi bakteri. Ada berbagai keadaan yang berperan sebagai faktor pencetusnya. Lumen apendiks yang tersumbat merupakan faktor pencetus terjadinya apendisitis akut. Keadaan yang dapat membuat sumbatan pada lumen apendiks yaitu hiperplasia jaringan limfe, adanya fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris pada jaringan apendiks. Selain itu, erosi pada mukosa apendiks

(23)

akibat parasit seperti E.histolytica diduga dapat pula menimbulkan peradangan pada apendiks.1

Studi epidemiologi menyatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dapat menimbulkan kejadian konstipasi yang berpengaruh terhadap kejadian apendisitis. Tekanan intrasekal akan meningkat karena adanya konstipasi yang dapat berakibat timbulnya obstruksi fungsional pada jaringan apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal pada kolon.1

a. Obstruksi Lumen Apendiks

Obstruksi lumen apendiks adalah penyebab utama apendisitis akut. Obstruksi lumen akan menstimulus sekresi mukus pada mukosa apendiks. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan dalam lumen dimana tekanannya melebihi tekanan pada submukosa venula dan limfatik sehingga menyebabkan distensi jaringan apendiks. Keadaan itu membuat semakin meningkatkan tekanan pada dinding apendiks dan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi dan limfatik sehingga dapat terjadi iskemia pada mukosa apendiks dan berakhir dengan nekrosis jaringan. Dalam keadaan normal, kapasitas lumen apendiks sekitar 0.1 mL dan jaringan apendiks dapat menghasilkan sekitar 1-2 mL mukus perhari. Adanya obstruksi pada lumen apendiks akan meningkatkan produksi mukus sekitar 0,5 mL, yang akan meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menstimulus serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada abdomen di bawah epigastrium.1,15

Apendiks yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Ketika tekanan intraluminal meningkat, maka akan mengganggu aliran limfatik sehingga terjadi edema yang lebih hebat. Hal tersebut semakin meningkatkan tekanan intraluminal apendiks dan menyebabkan gangguan aliran vaskularisasi apendiks sehingga dapat terjadi iskemia jaringan intraluminal apendiks, infark, dan gangrene. Setelah itu bakteri dapat melakukan invasi ke dinding apendiks. Invasi

(24)

11

bakteri akan menstimulasi pelepasan mediator inflamasi. Dan ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding apendiks terhubung dengan peritoneum parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi sehingga terasa nyeri lokal pada titik McBurney.

b. Peran Flora Normal Pada Kolon

Jaringan apendiks yang meradang memiliki flora yang berbeda dengan flora normal apendiks pada umumnya, dimana 60% cairan aspirasi dari apendisitis ditemukan bakteri jenis anaerob, sedangkan pada cairan aspirasi apendiks normal hanya ditemukan sekitar 25%. Hal ini terjadi ketika ada obstruksi pada lumen apendiks dapat meningkatkan tekanan intraluminal dan menganggu aliran darah serta limfatik sehingga pertahanan mukosa terganggu dan terjadi iskemia pada jaringan intraluminal apendiks yang memudahkan bakteri untuk invasi ke mukosa apendiks.15

Apendisitis merupakan penyakit infeksi dengan polimikrobial. Dalam beberapa studi dilaporkan bahwa terdapat 14 mikroorganisme yang berbeda yang ditemukan pada pasien apendisitis perforata. Bakteri yang umumnya terdapat di jaringan apendiks normal, apendisitis akut, dan apendisitis perforata adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis.15,16 2.1.2.3. Patologi

Peradangan pada jaringan apendiks diawali pada bagian mukosa, kemudian mengenai seluruh lapisan dinding apendiks. Proteksi dari tubuh dalam membatasi terjadinya proses peradangan tersebut yaitu adanya omentum, usus halus, atau adneksa yang menutupi apendiks sehingga terbentuk massa periapendikuler. Sementara itu, dalam waktu 24-48 jam pertama, peradangan apendiks sudah dapat mengenai seluruh lapisan dinding apendiks, dimana dapat terjadi nekrosis jaringan yang dapat membentuk abses sehingga dapat terjadi perforasi pada tahap selanjutnya. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa

(25)

periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. Apendiks yang pernah mengalami peradangan tidak akan kembali ke bentuk normal atau sembuh sempurna melainkan membentuk jaringan parut yang melekat dengan jaringan sekitarnya. Perlekatan ini dapat menimbulkan keluhan nyeri berulang di regio abdomen kanan bawah. Jika terjadi peradangan akut kembali pada jaringan apendiks tersebut maka dinyatakan sebagai eksaserbasi akut.1

2.1.2.4. Gambaran Klinis

Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium atau di periumbilikus adalah gejala klasik dari apendisitis yang dapat disertai dengan keluhan mual dan muntah. Selain itu, nafsu makan pada penderita apendisitis akut akan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan migrasi ke titik McBurney yaitu pada kuadran kanan bawah abdomen, dimana nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Rasa nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen bisa tidak begitu jelas apabila letak apendiks di retrosekal retroperitoneal, rasa nyeri lebih dirasa kearah abdomen sisi kanan dan timbul ketika sedang berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.1

Bila apendiks terletak di rongga pelvis, peradangan pada apendiks dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristalsis meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat. Bila jaringan apendiks melekat pada vesica urinaria, peradangan pada apendiks dapat menimbulkan stimulus terhadap dinding vesica urinaria sehingga untuk gejalanya terjadi peningkatan frekuensi urinasi.1

Pada bayi dan anak, gejala apendisitis akut tidak spesifik karena bayi dan anak kurang mampu menggambarkan rasa nyeri yang dialaminya. Gejala awalnya biasanya hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah dan menjadi lemah

(26)

13

dan letargik. Hal ini menyebabkan insidensi apendisitis perforasi tinggi pada usia bayi dan anak yaitu sekitar 80-90%.1

2.1.2.5. Pemeriksaan

Tabel 2.1. Gambaran Klinis Apendisitis Akut Gambaran Klinis Apendisitis Akut Tanda awal

- Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksia

Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney

- Nyeri tekan - Nyeri lepas - Defans muscular

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

- Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing sign) - Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepaskan

(Blumberg sign)

- Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti napas dalam, berjalan, batuk, mengedan

Sumber : Sjamsuhidayat, 2011

Pada pemeriksaan fisik untuk pasien apendisitis akut, umumnya terjadi peningkatan suhu sekitar 37.5-38.50C, bila suhu lebih tinggi, kemungkinan sudah terjadi perforasi. Tidak ditemukan gambaran spesifik pada pemeriksaan inspeksi abdomen. Ditemukan adanya nyeri tekan pada regio iliaka kanan, disertai nyeri lepas pada pemeriksaan palpasi abdomen. Selain itu, ditemukan adanya defans muskular yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Ditemukan juga tanda Rovsing yaitu ketika abdomen sebelah kiri bawah ditekan, akan dirasakan nyeri diabdomen sebelah kanan bagian bawah. Pada pemeriksaan auskultasi abdomen, umumnya bising usus normal, tetapi bisa saja hilang akibat

(27)

adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforata. Pada apendisitis pelvika, nyeri dapat dirasakan saat pemeriksaan colok dubur. Namun, bila peradangan apendiks menempel pada otot psoas mayor, maka akan ditemukan rasa nyeri pada uji psoas. Uji psoas dilakukan dengan memberi stimulus pada otot psoas melalui hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Selain itu, bila apendisitis bersentuhan dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul minor, dapat dirasakan nyeri saat dilakukan uji obturator yaitu melalui gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang.1

2.1.3. Skor Alvarado

Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana untuk mendiagnosis apendisitis akut pada usia dewasa. Sistem skoring ini dibuat oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986 untuk mendiagnosis pasien apendisitis pada penelitian kohort terhadap 305 pasien suspek apendisitis di Nazareth Hospital, Philadelphia, United States of America. Sistem skoring ini didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan laboratorium sederhana yang sering didapatkan pada pasien apendisitis akut.17

Pada penelitian di Armed Forces Hospital, Saudi Arabia tahun 2001-2002 pada 125 pasien suspek apendisitis menghasilkan sensitifitas skor Alvarado 53.8% dan spesifisitas 80% untuk semua pasien, pada pasien wanita sensitifitas skor Alvarado 48% dan spesifisitas 62.5% sedangkan untuk pasien laki-laki sensitifitas skor Alvarado 54.6% dan spesifisitas 100%.18 Penelitian di teaching hospital Saudi Arabia tahun 2011-2012 pada 121 pasien suspek apendisitis menghasilkan sensitifitas skor Alvarado 59.57% dan spesifisitas 85.13%, nilai duga positif 71.79% , nilai duga negatif 76.82% dimana pada 39 pasien dengan skor Alvarado ≥7, ditemukan 28 pasien apendisitis akut (71.79%) dan pada 47 pasien dengan skor Alvarado 4-6, ditemukan 16 pasien apendisitis akut (34.04%),

(28)

15

sedangkan untuk 35 pasien dengan skor Alvarado ≤ 3, hanya ditemukan 3 pasien apendisitis akut (8.57%).6 Ada juga penelitian yang melakukan uji diagnositik pada salah satu faktor penilaian dalam skor Alvarado yaitu batas angka leukosit pada apendisitis. Penelitian di RSUD Tugurejo Semarang tahun 2009-2011 dengan 155 pasien yang terdiri dari 85 pasien apendisitis akut dan 70 pasien apendisitis perforasi menghasilkan sensitivitas batas angka leukosit cut off point 15.050/mm3, sensitivitasnya 90% dan spesitifitasnya 84.6%.11

Tabel 2.2. Skor Alvarado

Characteristics Score

3 Symptoms

Migration of pain to the right lower quadrant

1

Nausea and vomiting 1

Anorexia 1

3 signs

Tenderness in right iliac fossa 2 Rebound tenderness in right iliac fossa 1

Elevated temperature 1

2 Laboratory finding

Leukocytosis 2

Shift to left of neutrophils 1

Total 10

Sumber : Tamanna Zikrullah, 2012

Sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya, sistem skoring sederhana ini dapat menentukan tindakan selanjutnya pada pasien apendisitis akut.

(29)

Tabel 2.3. Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan Skor Alvarado

Sumber : Michael, 2000.

Menurut kepustakaan, skor Alvarado dapat menurunkan kejadian apendisitis perforasi, menurunkan angka mortalitas dalam 2 tahun terakhir ini, dan dapat menurunkan nilai negatif apendektomi.17 Nilai negatif apendektomi merupakan persentase ditemukannya gambaran jaringan apendiks normal pada pemeriksaan patologi anatomi pasca apendektomi.19 Pada studi sebelumnya di Mandeville Regional Hospital tahun 2010 melaporkan bahwa nilai persentase negatif apendektomi 15-40% dan sistem skoring Alvarado dapat menurunkan nilai negatif apendektomi dari 35.8% menjadi 30.2% dimana skor 8-9 memiliki akurasi cukup tinggi sebesar 71-94% karena sesuai dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi.7

2.1.4. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks sering digunakan sebagai gold standar dalam uji diagnositik apendisitis akut, karena memiliki sensitifitas paling baik diantara pemeriksaan lain.11

Skor Alvarado Manajemen

0-3 Pasien boleh dipulangkan, tidak dilakukan operasi apendektomi, dan segera kembali ke dokter jika tidak ada perbaikan dari gejala.

4-6 Observasi selama 12 jam dan setelah 12 jam dinilai kembali skor Alvaradonya, jika skor tetap 4-6 dengan gejala yang sama tidak ada perbaikan maka dilakukan apendektomi.

7-9 Untuk pasien anak dan laki-laki segera apendektomi, sedangkan untuk pasien perempuan dilakukan pemeriksaan laparoskopi terlebih dahulu kemudian apendektomi.

(30)
(31)

terakhir negative appendicectomy artinya jaringan apendiks yang ditemukan berupa jaringan normal. Selain itu, terdapat beberapa penyakit yang memiliki gambaran klinis mirip dengan apendisitis akut, diantaranya adalah limfadenitis mesenterium setelah infeksi virus sistemik, gastroenteritis dengan adenitis mesenterium, penyakit radang pelvis dengan keterlibatan tuba falopi dan ovarium, ruptur ovarium saat ovulasi, kehamilan ektopik, dan divertikulitis Meckel.19 Penelitian di Khyber Teaching Hospital Peshawar tahun 2003, pada 54 pasien dengan skor Alvarado lebih 7, dimana terdapat 32 pasien wanita dan 20 pasien laki-laki yang dilakukan pemeriksaan patologi anatomi didapatkan hasil berupa adanya inflamasi pada jaringan apendiks pada 45 pasien dan pada 7 pasien ditemukan jaringan apendiks yang normal.20 Penelitian yang dilakukan di

Liaquat University Hospital Hyderabad, Sindh, Pakistan tahun 2003-2004

diperoleh 178 pasien (96%) memiliki gambaran radang pada apendiks yang terdiri dari radang akut 108 pasien (58,37%), perforasi apendiks 45 pasien (24.32%), gangrenosa apendiks 17 pasien (9.18%) dan massa apendikular 8 pasien (4.32%), sedangkan terdapat 7 pasien (4%) yang memiliki gambaran bukan radang akut, yaitu 2 pasien (1.08%) dengan adenitis mesenterium, 1 pasien (0.54%) dengan ruptur kista ovarium, 1 pasien (0.54%) dengan divertikulitis Meckel, 1 pasien (0.54%) dengan kista ovarium terpuntir, dan 2 pasien (1.08%) dengan normal apendiks.13

2.2. Kerangka Konsep Variabel Independen 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Skor Alvarado Variabel Dependen

Hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks pasca apendektomi

(32)

19

2.3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur dan

Cara Ukur

Skala

Usia Usia pasien saat

pemeriksaan dilakukan

Sesuai tertulis dalam rekam medis

Ordinal 1. 5-14 tahun 2. 15-24 tahun 3. 25-44 tahun 4. 45-65 tahun 5. 65 tahun Jenis Kelamin Indikasi jenis

kelamin ketika lahir:  Laki-laki  Perempuan

Sesuai tertulis dalam rekam medis

Nominal 1. Laki-laki 2. Perempuan Skor Alvarado Sistem skoring untuk

diagnosis apendisitis akut, didasarkan pada 8 faktor yang sering didapatkan pada apendisitis akut yaitu

 migrasi nyeri ke kuadran kanan bawah abdomen  anoreksia  mual/muntah  nyeri tekan di kuadran kanan bawah abdomen  nyeri lepas cepat  suhu tubuh 37.50 C  leukositosis  konfigurasi leukosit Sesuai tertulis dalam rekam medis

 Very unlikely acute appendicitis : 1-4  Probable acute appendicitis : 5-6  Definitely acute appendicitis : 7-8 Ordinal 1. Skor Alvarado 7 2. Skor Alvarado <7

(33)

bergeser ke kiri. Pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks Pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks yang dilakukan pasca apendektomi. Hasil laboratorium patologi anatomi pada jaringan apendiks, sesuai tertulis dalam rekam medis. Kriteria radang akut yaitu adanya infiltrasi neutrofilik pada mukosa/ submukosa/ muskuluaris propia pada jaringan apendiks. Nominal 1. Radang akut 2. Radang kronik

(34)

21 BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks pasca apendektomi sebagai gold standar. Bahan diambil dari data sekunder pasien yang memiliki hasil pemeriksaan klinis dengan diagnosis apendisitis akut, telah dilakukan apendektomi, dan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks setelah operasi di RSUD Serang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian : RSUD Serang Waktu Penelitian : Februari – Juli 2014

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita dengan diagnosis apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua penderita dengan diagnosis apendisitis akut yang dilakukan operasi apendektomi dan setelah operasi dilakukan pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks di RSUD Serang tahun 2013.

(35)

Penghitungan besar sampel menggunakan metode analitik kategorik tidak berpasangan :

( √ √ ) • Zα = 1.96 (kesalahan 5%) • Zβ = 0.84 (kesalahan 20%) • P2 = 0, 0123 • Q2 = 1- P2 • = 1-0,0123 • = 0,987 • P1- P2 = 0,2 • P1 = 0,0123 + 0,2 • = 0,2123 • Q1 = 1 – P1 • = 1 – 0,2123 • = 0,787 • P = (P1+P2)/2 = (0.2123+0.0123)/2 = 0.1123 • Q = 1 – P • = 1- 0,1123 • = 0,887

(36)

23

= 37,8 = 37,8 x 2 = 75,6 = 76

Sehingga besar sampel minimal dengan penghitungan analitik kategorik tidak berpasangan adalah 76 pasien.

3.3.3. Kriteria Sampel

3.3.3.1. Kriteria Inklusi

1. Semua penderita dengan diagnosis apendisitis akut yang telah dilakukan apendektomi. 2. Ada hasil pemeriksaan patologi anatomi

terhadap jaringan apendiks. 3.3.3.2. Kriteria Eksklusi

1. Tidak adanya penilaian skor Alvarado dalam rekam medis.

2. Tidak adanya hasil pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks dalam rekam medis.

3.4. Cara Kerja Penelitian

 Mendata sampel yang diambil dari data sekunder berdasarkan pemeriksaan klinis terhadap semua penderita apendisitis akut yang dilakukan operasi apendektomi dan setelah operasi dilakukan pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks di RSUD Serang tahun 2013.

(37)

 Semua penderita dengan diagnosis apendisitis akut dengan skor Alvarado diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu skor Alvarado  7 dan skor Alvarado < 7.

 Semua penderita setelah operasi apendektomi yang dilakukan pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan radang kronik.

 Selanjutnya data dianalisa secara univariat, bivariat dan dilakukan analisis uji sensitifitas dan spesifisitas.

3.5. Pengolahan dan Analisa Data 3.5.1. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan akan melalui proses pengolahan yang meliputi :

1. Cleaning

Sebelum diolah, data yang telah terkumpul terlebih dahulu dilakukan pengecekan agar tidak ada data yang double atau yang tidak diperlukan.

2. Editing

Pengeditan dilakukan untuk mengecek kelengkapan, kesinambungan, dan keseragaman data.

3. Coding

Memudahkan dalam pengelompokan data sesuai kategori yang ada.

4. Entry data

Meng-input data ke computer untuk dianalisis menggunakan program SPSS versi 16.

3.5.2. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa

(38)

25

dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada pasien apendisitis akut dan analisa uji sensitifitas dan spesifisitas. Sebelumnya dilakukan uji normalitas data dengan uji Kolmogorov Smirnov. Tabel 3.1. Hasil Akhir Uji Diagnostik

Sumber : Sopiyudin, 2010.

Sensitifitas adalah kemampuan suatu pemeriksaan untuk mengidentifikasi secara benar orang-orang yang mempunyai penyakit.21

Spesitifitas adalah kemampuan suatu pemeriksaan untuk mengidentifikasi secara benar orang-orang yang tidak mempunyai penyakit.21

Parameter uji diagnostik adalah

Sensitifitas : a/(a+c)

Spesifisitas : d/(b+d)

Nilai duga positif : a/(a+b) Nilai duga negatif : d/(c+d)

Akurasi : (a+d) /

Status Penyakit Total Positif Negatif

Hasil Uji Positif A B A+B

Negatif C D C+D

(39)

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

4.1.1. Prevalensi Kasus Gawat Bedah Abdomen di Poli Bedah RSUD Serang Tahun 2013

Tabel 4.1.1. Prevalensi Kasus Gawat Bedah Abdomen di Poli Bedah RSUD Serang Tahun 2013

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Kasus Gawat Bedah Abdomen 429 30.13

Bukan Kasus Gawat Bedah Abdomen 995 69.87

Total 1424 100.0

Berdasarkan tabel 4.1.1. dari 1424 pasien yang datang ke poli bedah, sebanyak 429 pasien (30.13%) adalah pasien dengan kasus gawat bedah abdomen.

4.1.2. Prevalensi Apendisitis Akut di Poli Bedah RSUD Serang Tahun 2013 Tabel 4.1.2. Prevalensi Apendisitis Akut di Poli Bedah RSUD Serang Tahun 2013

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Apendisitis Akut 224 52.2

Bukan Apendisitis Akut 205 47.8

Total 429 100.0

Dari tabel 4.1.2. didapatkan bahwa prevalensi apendisitis akut sebanyak 224 pasien (52.2%) dari 429 kasus gawat bedah abdomen di poli bedah RSUD Serang tahun 2013.

(40)

27

4.1.3. Karakteristik Subjek Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun 2013

Jumlah pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013 sebanyak 224 pasien, terdapat 113 pasien tereksklusi karena pada data rekam medis tidak ada hasil skor Alvarado dan tidak ada hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks, sehingga jumlah pasien yang diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 111 pasien.

Tabel 4.1.3. Karakterisitik Subjek Penelitian

Variabel Kategori Median

(Q 25% - Q 75%) Jumlah (n) Persentase (%) Usia (Tahun) 5-14 24 (17-33) 23 20.7 15-24 37 33.3 25-44 41 36.9 45-64 8 7.2  65 2 1.8 Jenis Kelamin Laki-laki 48 43.2 Perempuan 63 56.8 Skor Alvarado Skor Alvarado  7 6 (5-7) 43 38.7 Skor Alvarado < 7 68 61.3 Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi Radang Akut 94 84.7 Radang Kronik 17 15.3 Total 111 100%

Berdasarkan uji normalitas data pada variabel usia dan skor Alvarado pada 111 pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013 dengan uji Kolmogorov-Smirnov, didapatkan nilai signifikansi p<0.05 maka distribusi data penelitian tidak normal.

Hasil pengolahan data sekunder pada tabel 4.1.3. terhadap 111 sampel, diperoleh kelompok usia yang paling banyak menderita

(41)

apendisitis akut adalah kelompok usia 25-44 tahun sebanyak 37 orang (36,9%) dan kelompok usia yang paling sedikit menderita apendisitis akut adalah kelompok usia diatas 65 tahun sebanyak 2 orang (1.8%). Hal ini sesuai dengan penelitian di Allied Hospital, Punjab Medical College

Faisalabad, Pakistan tahun 2009 yang melaporkan bahwa kejadian

apendisitis akut terbanyak pada kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 241 orang dari 500 sampel (48,2%) dan kejadian apendisitis akut paling sedikit ada pada kelompok usia 61-70 tahun yaitu sebanyak 5 orang (1%). Selain itu, hasil ini juga sesuai dengan penelitian di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2009 yang menyatakan bahwa distribusi usia kejadian apendisitis akut terbanyak pada usia kelompok 21-30 tahun yaitu sebanyak 21 orang dari 60 sampel (35%), sedangkan untuk distribusi kejadian apendisitis akut terendah ada pada kelompok usia diatas 61 tahun yaitu sebanyak 2 orang (3.3%).12 Hasil tersebut juga tidak jauh berbeda dengan penelitian pada tahun 2009-2011 di RSUD Tugurejo Semarang yang menyatakan bahwa apendisitis akut banyak terjadi pada usia kelompok remaja dan dewasa, yaitu kelompok usia 15-24 tahun sebanyak 60 orang (38.7%) dan kelompok usia 25-44 tahun sebanyak 54 orang (34.8%).11 Penelitian ini melaporkan bahwa insidensi tertinggi apendisitis akut terjadi pada usia dewasa yaitu dekade kedua dan sampai dekade keempat. Hasil penelitian ini sesuai dengan buku Ajar Ilmu Bedah yang menyatakan bahwa puncak insidensi apendistis akut pada usia 20-30 tahun dan berkurang pada usia selanjutnya. Secara anatomis, bentuk lumen apendiks yaitu menyempit pada bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Namun, pada bayi bentuk lumen apendiks relatif lebar di bagian proksimal dan menyempit di bagian distal. Hal ini menjadi sebab rendahnya insidensi apendisitis akut pada bayi.1 Sedangkan pada lansia, rendahnya insidensi apendisitis akut disebabkan oleh lumen apendiks yang seringkali ditemukan sudah tertutup sepenuhnya sehingga untuk gejala apendisitis akut sering samar dan baru didiagnosis setelah terjadi perforasi.1,9 Sesuai dengan penelitian di RSUD Tugurejo, Semarang tahun

(42)

29

2009-2011 yang menyatakan bahwa pada usia diatas 65 tahun, dilaporkan persentase insidensi apendisitis perforasi yaitu 60%.11

Distribusi frekuensi apendisitis akut menurut jenis kelamin (tabel 4.1.3.), didapatkan rasio angka kejadian apendisitis akut antara perempuan dan laki-laki adalah 1,3 : 1 dengan distribusi kejadian apendisitis akut pada perempuan lebih banyak yaitu 63 orang (56.8%) daripada laki-laki 48 orang (43.2%). Sesuai dengan hasil tahun 2011-2012 di Teaching

Hospital, Saudi Arabia menyatakan dari 121 orang yang diikutsertakan

dalam penelitian, terdapat 66 pasien perempuan (54.5%) dan 55 pasien laki-laki (45.5%).6 Hasil ini juga sesuai dengan penelitian di Khyber

Teaching Hospital, Peshawar, Pakistan tahun 2003 melaporkan bahwa dari

100 sampel pasien apendisitis akut yang dilakukan penelitian, sebanyak 59 pasien perempuan (59%) dan 41 pasien laki-laki (41%) dengan rasio insidensi apendisitis akut antara perempuan dan laki-laki adalah 1.4 : 1.20 Selain itu, ini juga sesuai dengan penelitian di RSUD Tugurejo, Semarang tahun 2009-2011 yang melaporkan bahwa insidensi apendisitis akut lebih sering pada perempuan yaitu sebanyak 81 orang (52,3%), sedangkan pada laki-laki sebanyak 74 orang (47.7%).11 Secara anatomis, bentuk jaringan apendiks normal pada perempuan dan laki-laki sama. Menurut buku Ajar Ilmu Bedah, kejadian apendisitis akut antara perempuan dan laki-laki umumnya sama, namun meningkat angka kejadiannya 1.4 kali lebih besar pada laki-laki usia 20-30 tahun.1,3 Pada studi kali ini terdapat perbedaan mengenai kejadian apendisitis akut dimana kejadiannya 1.3 kali lebih besar pada perempuan. Hal ini dapat terjadi karena berdasarkan data kunjungan pasien di RSUD Serang tahun 2013 pada poli bedah dengan kasus kegawatan bedah abdomen terdapat 429 pasien dimana jumlah pasien perempuan lebih banyak daripada pasien laki-laki, yaitu pasien perempuan sebanyak 258 orang dan pasien laki-laki sebanyak 171 orang.10

Berdasarkan tabel 4.1.3., dari 111 sampel diperoleh bahwa jumlah pasien pada kelompok skor Alvarado < 7 lebih banyak yaitu 68 pasien (61.3%) daripada kelompok skor Alvarado  7, 43 pasien (38.7%). Hasil

(43)

ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian pada tahun 2007 di

University Teaching Hospital, Sagamu, Ogun State, Nigeria dilaporkan

bahwa kelompok pasien apendisitis akut dengan skor Alvarado < 7 lebih banyak yaitu 44 pasien daripada kelompok pasien skor Alvarado 7, 30 pasien.23 Berbeda dengan penelitian di Government Medical College, Jammu tahun 2008, dari 100 sampel dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok A skor Alvarado 1-4 sebanyak 14 pasien, kelompok B skor Alvarado 5-6 sebanyak 26 pasien, dan kelompok C skor Alvarado 7-10 sebanyak 60 pasien.24 Pada penelitian ini, skor Alvarado paling banyak yaitu 6 (35.1%) dimana menurut kepustakaan skor Alvarado 6 adalah

probable acute appendicitis dan manajemennya berupa observasi selama

12 jam dan setelah 12 jam pasien dinilai kembali skor Alvaradonya, jika tidak ada perbaikan gejala maka dapat dilakukan apendektomi.24,25 Skor Alvarado 6 disini masuk pada kelompok skor Alvarado < 7, sehingga jumlah pasiennya lebih banyak dibandingkan dengan kelompok skor Alvarado  7.

Hasil pemeriksaan patologi anatomi pada tabel 4.1.3. menunjukkan bahwa terdapat gambaran radang akut pada jaringan apendiks sebanyak 94 (84.7%) dan gambaran radang kronik sebanyak 17 (15.3%). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan studi di poli bedah umum rumah sakit Miraj and

PVPGH, Sangli tahun 2011-2012 dilaporkan bahwa pada pemeriksaan

patologi anatomi dari 130 pasien apendisitis akut, 95 pasien memiliki gambaran radang akut (73%) dan 35 pasien memiliki gambaran bukan radang akut (27%).26 Selain itu penelitian yang dilakukan di Liaquat

University Hospital Hyderabad, Sindh, Pakistan tahun 2003-2004

diperoleh 178 pasien (96%) dengan gambaran radang pada apendiks terdiri dari radang akut 108 pasien (58,37%), perforasi apendiks 45 pasien (24.32%), gangrenosa apendiks 17 pasien (9.18%) dan massa apendikular 8 pasien (4.32%), sedangkan terdapat 7 pasien (4%) yang memiliki gambaran bukan radang akut, yaitu 2 pasien (1.08%) dengan adenitis mesenterika, 1 pasien (0.54%) dengan ruptur kista ovarium, 1 pasien (0.54%) dengan divertikulitis Meckel’s, 1 pasien (0.54%) dengan kista

(44)

31

ovarium terpuntir, dan 2 pasien (1.08%) dengan normal apendiks.13 Menurut Alexandre, cut-off point skor Alvarado yaitu > 8 dan < 5, karena dalam studinya pasien dengan skor Alvarado < 5 tidak memiliki gambaran radang akut dan pasien dengan skor > 8 memiliki gambaran radang akut.27

4.1.4. Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun 2013

Tabel 4.1.4. Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut

*Uji Chi-square

Berdasarkan tabel 4.1.4., diperoleh pada kedua kelompok yang memiliki hasil pemeriksaan patologi anatomi berupa gambaran radang kronik sebanyak 17 pasien (15.3%), dimana untuk hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok dengan skor Alvarado < 7 lebih tinggi (14.4%) daripada kelompok dengan skor Alvarado  7 (0.9%).

Dengan analisis Chi-square, diperoleh nilai significancy adalah 0.003, karena nilai p < 0.05 maka dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada pasien apendisitis akut. Hasil penelitian ini, sesuai dengan penelitian di

Teaching Hospital, Saudi Arabia pada tahun 2011-2012 yang melaporkan

bahwa adanya hubungan antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada pasien apendisitis akut dengan nilai significancy-nya pada uji Chi-square adalah 0.000.6 Studi lain yang dilakukan di

Pakistan Institute of Medical Sciences tahun 2009-2010 diperoleh 157

Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi Radang Akut Radang Kronik p*

N % N % Skor Alvarado Skor Alvarado  7 42 37.8 1 0.9 0.003 Skor Alvarado < 7 52 46.8 16 14.4 Total 94 84.7 17 61.3

(45)

sampel adalah kelompok I skor Alvarado > 7 dan 105 sampel adalah kelompok II skor Alvarado 5-7. Pada kelompok I, didapatkan 150 pasien (96%) memiliki hasil pemeriksaan patologi anatomi berupa radang akut dan 7 pasien (4%) sisanya memiliki hasil negatif berupa jaringan apendiks normal. Sedangkan pada kelompok II, didapatkan 75 (71%) pasien memiliki gambaran radang akut pada jaringan apendiks dan 30 pasien (29%) memiliki gambaran jaringan apendiks normal. Hasil negatif pada pemeriksaan patologi anatomi signifikan lebih tinggi pada kelompok II dan pada penelitian tersebut diperoleh nilai p < 0.05 pada uji Chi-square yang berarti terdapat hubungan antara skor Alvarado dengan pemeriksaan patologi anatomi pada pasien apendisitis akut.28 Selain itu, hasil ini juga sesuai dengan penelitian di Pakistan pada tahun 2009 menyatakan pasien dengan skor Alvarado > 7 memiliki hasil negatif apendektomi 1,8% dimana 53 pasien memiliki hasil positif pada pemeriksaan patologi anatomi berupa radang akut dan 1 pasien dengan hasil negatif. Namun, untuk pasien dengan skor Alvarado < 7 memiliki hasil negatif apendektomi lebih besar yaitu 17%, 38 pasien hasil positif radang akut dan 8 pasien hasil negatif yaitu berupa jaringan apendiks normal.29

Menurut kepustakaan, sistem skoring Alvarado dapat menurunkan nilai negatif apendektomi dimana interpretasi skor Alvarado ditetapkan dengan nilai skor 1-3 sebagai ‘’very unlikely acute appendicitis’’ 4-6 sebagai ‘’probable acute appendicitis’’ dan 7-10 sebagai ‘’high probable

(definitely) acute appendicitis’’. Nilai negatif apendektomi merupakan

persentase ditemukannya gambaran jaringan apendiks normal pada pemeriksaan patologi anatomi pasca apendektomi.6,7 Pada studi yang dilakukan di Mandeville Regional Hospital tahun 2010 melaporkan bahwa nilai persentase negatif apendektomi 15-40% dan sistem skoring Alvarado dapat menurunkan nilai tersebut yaitu dari 35.8% menjadi 30.2% dimana skor 8-9 memiliki akurasi cukup tinggi (71-94%) karena sesuai dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi. Studi tersebut menyatakan cut-off

(46)

33

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada pasien apendisitis akut.

4.1.5. Uji Diagnostik

Tabel 4.1.5.1. Uji Diagnostik Skor Alvarado Pada Pasien Apendisitis Akut Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Skor Alvarado Jumlah Pasien Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi Sensitifitas (%) Spesifisitas (%) Radang Akut Radang Kronik Laki-laki Skor Alvarado  7 20

28 19 20 1 8 48,71 88,88 Skor Alvarado < 7

Perempuan Skor Alvarado  7 23 40 23 32 0 8 41,81 100 Skor Alvarado < 7

Total Skor Alvarado  7 43 42 1 44,68 94,11

Skor Alvarado < 7 68 52 16

Pada tahun 1986, Alvarado membuat sistem skoring sederhana untuk mendiagnosis apendisitis akut dengan melihat 8 faktor.17 Sejak saat itu banyak penelitian yang dilakukan untuk melakukan uji diagnostik terhadap skor Alvarado tersebut. Berdasarkan hasil uji diagnostik skor Alvarado pada penelitian ini, didapatkan nilai sensitifitas skor Alvarado 44,68% menyatakan bahwa skor Alvarado dapat mendiagnosis penyakit apendisitis akut dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi berupa radang akut sebesar 44,68%. Nilai spesifisitas skor Alvarado 94,11% menyatakan bahwa skor Alvarado spesifik untuk mendiagnosis pasien yang tidak menderita apendisitis akut sebesar 94,11%. Nilai duga positif 97, 67% menyatakan bahwa skor Alvarado dapat mengetahui probabilitas seorang pasien menderita apendisitis akut sebesar 97,67% dan nilai duga negatif

(47)

23,52% menyatakan bahwa skor Alvarado dapat mengetahui probabilitas seorang pasien tidak menderita apendisitis akut sebesar 23,52%. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian di Pakistan Institute of

Medical Sciences tahun 2009-2010 melaporkan bahwa nilai sensitifitas,

nilai spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai duga negatif skor Alvarado dalam mendiagnosis apendisitis akut yaitu 66%, 88%, 96%, dan 29%.28 Selain itu, hasil ini juga sesuai dengan studi tahun 2011-2012 di Teaching

Hospital, Saudi Arabia menyatakan nilai sensitifitas, nilai spesifisitas, nilai

duga positif, dan nilai duga negatif skor Alvarado dalam mendiagnosis apendisitis akut yaitu 59.57%, 85.13%, 76.82% dan 75.2%.6

Pada tabel 4.1.5.1. diatas, uji diagnostik skor Alvarado pada pasien apendisitis akut berdasarkan jenis kelamin di RSUD Serang tahun 2013 didapatkan bahwa nilai sensitifitas skor Alvarado lebih tinggi pada laki-laki yaitu 48,71% dibandingkan pada perempuan yaitu 41,81%. Namun, untuk nilai spesifisitas skor Alvarado lebih tinggi pada perempuan yaitu 100% dari pada laki-laki 88,88%. Hal ini sesuai juga dengan studi yang dilakukan di teaching hospital, India Tengah tahun 2009-2010 melaporkan bahwa nilai sensitifitas skor Alvarado pada laki-laki yaitu 74%, sedangkan pada perempuan 55%.14 Selain itu, ini juga sesuai dengan penelitian di

Pakistan Institute of Medical Sciences tahun 2009-2010 yang menyatakan

bahwa sensitifitas skor Alvarado pada laki-laki lebih tinggi yaitu 97% dari pada perempuan 92% walaupun perbedaannya tidak terlalu besar.28 Pada studi ini, sistem skoring dengan skor Alvarado dalam mendiagnosis apendisitis akut lebih sensitif pada pasien laki-laki. Menurut buku Ajar Ilmu Bedah, sering terjadi kesalahan dalam mendiagnosis apendisitis akut pada perempuan, karena perempuan memiliki lebih banyak diagnosis banding yaitu masalah pada sistem genitalia interna diantaranya menstruasi, kehamilan ektopik, endometriosis, kista ovarium terpuntir, dan penyakit ginekologik lain. Hal ini menjadi sebab lebih rendahnya sensitifitas skor Alvarado pada perempuan daripada laki-laki karena secara anatomi letak organ reproduksi perempuan dekat dengan jaringan

(48)

35

apendiks, jika terkena infeksi kemungkinan akan menimbulkan gejala-gejala yang hampir sama dengan gejala-gejala apendisitis akut.1

Tabel 4.1.5.2. Uji Diagnostik Skor Alvarado Pada Pasien Apendisitis Akut Berdasarkan Usia

Hasil uji diagnostik skor Alvarado pada pasien apendisitis akut berdasarkan usia (tabel 4.1.5.1.) di RSUD Serang tahun 2013 didapatkan bahwa nilai sensitifitas skor Alvarado lebih tinggi pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu 50% dan untuk nilai spesifisitas skor Alvarado didapatkan sama yaitu 100% pada kelompok usia 5-14 tahun, 15-24 tahun, dan 45-65 tahun, sedangkan untuk kelompok usia 25-44 tahun nilai spesifisitasnya adalah 90%.

Usia Skor Alvarado Jumlah Pasien Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi Sensitifitas (%) Spesifisitas (%) Radang Akut Radang Kronik 5-14 tahun Skor Alvarado  7 9 9 0 42,85 100 Skor Alvarado < 7 14 12 2 15-24 tahun Skor Alvarado  7 17 17 0 50 100 Skor Alvarado < 7 20 17 3 25-44 tahun Skor Alvarado  7 14 13 1 41,93 90 Skor Alvarado < 7 27 18 9 45-65 tahun Skor Alvarado  7 3 3 0 37.5 100 Skor Alvarado < 7 7 5 2

Total Skor Alvarado  7 43 42 1 44,68 94,11

(49)

Menurut kepustakaan, sistem skoring Alvarado dapat mendiagnosis apendisitis akut pada pasien dengan usia 4-80 tahun.30 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem skoring Alvarado sangat spesifik dalam mendiagnosis apendisitis akut dari semua kelompok usia. Namun, untuk sensitifitas skor Alvarado lebih sensitif untuk kelompok usia dewasa muda yaitu usia 15-24 tahun. Hal ini terjadi karena untuk pasien anak biasanya kurang mampu untuk menggambarkan rasa nyeri yang timbul sehingga hasil penilaian skor alvaradonya kurang sensitif dan untuk pasien lansia biasanya telah terjadi perubahan anatomi apendiks yaitu lumen apendiks menyempit, terjadi arteriosklerosis sehingga sering menimbulkan gejala yang tidak khas.1

4.2. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Serang ini mempunyai keterbatasan dan kekurangan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Diantaranya yaitu penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medis dengan desain penelitian cross sectional dimana pada penelitian ini hanya menggambarkan variabel yang diteliti, baik independen maupun dependen pada waktu yang sama sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.

(50)

37 BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Terdapat hubungan yang bermakna antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.

5.2. Saran

Pada penelitian ini, peneliti hanya melakukan analisis mengenai hubungan skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks, sedangkan temuan klinis pada skor Alvarado yang mungkin ada hubungannya dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks tidak dilakukan. Maka, diharapkan adanya penelitian lebih lanjut yang melakukan dan menyajikan data lebih lengkap.

(51)

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Apendiks. In: Riwanto I, editor. Buku ajar ilmu bedah sjamsuhidajat-dejong. Ed 3. Jakarta: EGC; 2010. h.755-60.

2. Dorland WAN. Kamus saku kedokteran dorland. Ed 28. Jakarta: EGC; 2012. Apendisitis; h.80.

3. Craig S. Appendicitis [Internet]. Medscape; 2012 [updated 2012 Oct 26; cited 2013 Aug 29]. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#showall.

4. Sulistiyawati, Hasneli Y, Novayelinda R. Evektifitas mobilisasi dini terhadap penyembuhan luka post operasi apendisitis [Internet]. Repository unri; 2013

[cited 2013 Agustus 27]. Available from:

http://repository.unri.ac.id/handle/123456789/1895.

5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Apendisitis akut. In: Hartanto H, editor. Buku ajar patologi robbins. Ed 7. Jakarta: EGC; 2007. h. 660-61.

6. Tamanna Z, Eram U, Hussain AM, Khateeb SU, Buhary BM. Alvarado score in diagnosis of acute appendicities. Int J Appl Basic Med Res 2012; 2(1): 66-70.

7. Olakolu S, Llyold C, Day G, Wellington P. Diagnosis of acute appendicitis at mandeville regional hospital clinical judgment versus alvarado score. Int J Emerg Surg 2010; 27(1): 1-5.

8. Junias RS M. Hubungan antara skor alvarado dan temuan operasi apenisitis akut di rumah sakit pendidikan fakultas kedokteran universitas sumatera utara. Repository USU 2009; 1: 1-61.

(52)

39

9. Ellis H. The appendix. In: Sugden M, editor. Clinical anatomy applied anatomy for students and junior doctor. 11th ed. Oxford: Blackwell Publishing; 2006. p.80-81.

10. Gusmara A. Data pasien rsud serang tahun 2013. Serang: RSUD Serang; 2013.

11. Marisa, Junaedi HI, Setiawan MR. Batas angka leukosit antara apendisitis perforasi di rumah sakit umum daerah tugurejo semarang selama januari 2009 - juli 2011. Jurnal unimus 2012; 1(1): 1-8.

12. Ivan. Apendisitis akut [Internet]. Repository USU; 2010 [cited 2013 Juli 3]. Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21908/3/Chapter%20III-IV.pdf.

13. Soomro AG, Siddiqui FG, Abro AH, Abro S, Shaikh NA, Memon AS. Diagnosis accuracy of alvarado scoring system in acute appendicitis. Pak J Med Sci 2008; 1: 93-96.

14. Brahmachari S, Jajee AB. Alvarado score a valuable clinical tool for diagnosis of acute appendicitis-a retrospective study. J Med Allied Sci 2013; 3(2): 63-66.

15. Norton J, Barie PS, Bollinger RR, Chang AE, Lowry S, Mulvihill SJ, et al. Surgery basic science and clinical evidence. 2nd ed. New York: Springer Science & Business Media; 2009. p. 994-96

16. Jaffe BM, Berger DH. The appendix in schwartz's principle of surgery. 9th ed. New York: McGraw Hill Companies Inc; 2009. p. 1073.

17. Keyzer C, Geve PA. Clinical presentation of acute appendicitis. In: Humes DJ, Simpson J, editor. Imaging of acute apendicitis in adults and children. New York: Springer Science & Business Media; 2011. p.17.

Gambar

Gambar 2.1. Letak Jaringan Apendiks..............……………………………...  6  Gambar 2.2. Suplai Darah Pada Jaringan Apendiks………………….………
Tabel 2.3. Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan Skor Alvarado
Tabel 3.1. Hasil Akhir Uji Diagnostik
Tabel 4.1.1. Prevalensi Kasus Gawat Bedah Abdomen di Poli Bedah  RSUD Serang Tahun 2013
+5

Referensi

Dokumen terkait

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Hubungan Sikap Kerja Berdiri Dengan Kejadian Varises Tungka i Bawah Pada

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Satuan Kerja Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Aceh Tamiang Sumber Dana APBK Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2011 mengundang Penyedia

Pada(http://www.olahragakesehatanjasmani.com/2014/10/teknikdasarpermainan- tenis-meja.html)Pukulan smash adalah pukulan yang keras dan menukik kearah bidang lapangan lawan. Cara

Makcik kamu ingin belikan buku untuk kamu.Beliau meminta kamu memilih buku yang kamu suka?. Tulis mesej bersama tiga sebab mengapa kamu memilih

(1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan minat belajar IPA materi Struktur Bumi dan Matahari pada siswa kelas V SD Negeri Pesayangan 01 antara pembelajaran

Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan judul Perpustakaan Sekolah dimaksudkan untuk menyediakan acuan tentang manajemen perpustakaan yang berlaku pada perpustakaan sekolah

[r]

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan segala karunia, nikmat dan rahmat-Nya yang tak terhingga kepada penulis,