• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Pola Rangkaian Peledakan terhadap tingkat Getaran tanah (Ground vibration).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Pengaruh Pola Rangkaian Peledakan terhadap tingkat Getaran tanah (Ground vibration)."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH POLA RANGKAIAN

PELEDAKAN TERHADAP TINGKAT GETARAN TANAH

(GROUND VIBRATION LEVEL) PADA

PT. CIPTA KRIDATAMA JOBSITE

PT. MULTI HARAPAN UTAMA,

KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA,

KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI

Oleh : JORIS PASANG 0709045069 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013 734-TB1-10/11

(2)

ANALISIS PENGARUH POLA RANGKAIAN

PELEDAKAN TERHADAP TINGKAT GETARAN TANAH

(GROUND VIBRATION LEVEL) PADA

PT. CIPTA KRIDATAMA JOBSITE

PT. MULTI HARAPAN UTAMA,

KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA,

KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Pada Program Studi Strata 1 Teknik Pertambangan

Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman

Oleh : JORIS PASANG 0709045069 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA 2013

(3)

ANALISIS PENGARUH POLA RANGKAIAN PELEDAKAN

TERHADAP TINGKAT GETARAN TANAH (GROUND VIBRATION

LEVEL) PADA PT. CIPTA KRIDATAMA JOBSITE

PT. MULTI HARAPAN UTAMA,

KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA,

KALIMANTAN TIMUR

Oleh : JORIS PASANG 0709045069 Samarinda, 16 Februari 2013 Disahkan oleh : Pembimbing I, Revia Oktaviani, ST.MT NIP. 19681002 200501 2 001 Pembimbing II, Retno Anjarwati, ST.MT NIP. 19720302 200012 2 001 Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

Dr. Ir. H. Dharma Widada, MT

(4)

Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantah (Filipi 2 : 14)

Skripsi ini saya persembahkan kepada Bapak Petrus Tandi Dena’, mama Ruth Pasang serta kakak dan adik Attyn Pasang dan Megi Wanti Petrus

(5)

Joris Pasang Dosen Pembimbing.

0709045069 I. Revia Oktaviani, ST. MT

Program Studi S1 Teknik Pertambangan II. Retno Anjarwati, ST. MT

2012, 49

ANALISIS PENGARUH POLA RANGKAIAN PELEDAKAN TERHADAP TINGKAT GETARAN TANAH (GROND VIBRATION LEVEL) PADA

PT. CIPTA KRIDATAMA JOBSITE PT. MULTI HARAPAN UTAMA, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ABSTRAK

Getaran tanah (ground vibration) adalah gelombang yang bergerak didalam tanah disebabkan oleh adanya sumber energi. Sumber energi tersebut dapat berasal dari alam, seperti gempa bumi atau adanya aktivitas manusia, salah satu diantaranya adalah kegiatan peledakan. Getaran tanah ini pada tingkat tertentu bisa menyebabkan terjadinya kerusakan struktur disekitar lokasi peledakan. Tingkat getaran peledakan bervariasi tergantung pada rancangan peledakan dan kondisi geologi dari batuannya. Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus, maka akan terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien. Zig-zag (staggered),dan row by row adalah pola rangkaian yang digunakan di Pit B1L3. Pada proses peledakannya tidak dilakukan sekali peledakan (jika lubang ledak banyak), melainkan dirangkai menjadi beberapa kali inisiasi. Ini dilakukan untuk meminimalisir vibrasi yang dihasilkan pada peledakan tersebut. Alat ukur getaran yang digunakan adalah BlasmateIII sedangkan untuk mengetahui jarak dari lokasi peledakan ke alat ukur getaran digunakan GPS Garmin 60CSx. Acuan yang digunakan untuk menentukan jarak pengukuran adalah rumah warga terdekat dengan lokasi peledakan yaitu 645 meter. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan dilapangan, untuk rangkaian row by row didapat nilai getaran (PPV) yang paling besar terjadi pada 6 Juni 2012 yaitu 1.38 mm/s dengan charge weight sebesar 60.76 kg/delay pada jarak 755 meter. Sedangkan Pada rangkaian zig-zag nilai getaran yang didapat relatif kecil dan tidak ada yang mencapai nilai 1 mm/s. Nilai getaran yang terbesar adalah 0.883 mm/s terjadi pada 9 Juni 2012 dengan jumlah muatan tiap lubang 60.00 kg dan jarak pengukuran 765 meter dari lokasi peledakan. Pada rangkaian row by row didapatkan hasil keakuratan prediksi rata-rata sebesar 69.59 %, sedangkan untuk rangkaian zig-zag keakuratan prediksi yaitu 80.19 %.

(6)

Joris Pasang Lecturers.

0709045069 I. Revia Oktaviani, ST. MT

Mining Engineering II. Retno Anjarwati, ST. MT

2012, 49

CIRCUIT PATTERN ANALYSIS OF INFLUENCE OF BLASTING GROUND VIBRATION LEVEL AT PT. CIPTA KRIDATAMA JOBSITE PT. MULTI HARAPAN UTAMA, KABUPATEN KUTAI

KARTANEGARA, EAST KALIMANTAN ABSTRACT

Ground vibration is a wave that moves in the soil caused by the energy source. Energy sources can be derived from nature, such as earthquakes or any human activity, one of which was blasting activities. Ground vibration at a certain level can cause structural damage around the detonation site. Blasting vibration levels vary depending on the design of blasting and geological conditions of the rock. If the pattern is not appropriate or all blasting holes detonated at once, it will happen otherwise harmful, ie blasting disturb the environment and the result is ineffective and inefficient.

Zig-zag (staggered), and row by row is a pattern of circuit used in the Pit B1L3. In the process of blasting explosions was not done at all (if the explosive hole lot), but strung together a few times initiation. This was done to minimize vibration generated in the detonation. Vibration measuring instruments used were BlasmateIII while to know the distance from the blasting vibration measuring devices used Garmin GPS 60CSx. References used to determine the distance measurement is closest to the location of the houses blasting the 645 meters.

Based on the results of measurements made in the field, for a series of row by row obtained vibration value (PPV) is the greatest place on June 6, 2012 is 1.38 mm/sec with a charge weight of 60.76 kg / delay at a distance of 755 meters. While the series of zig-zag vibration values obtained are relatively small and none reached a value of 1 mm/sec. Vibration greatest value is 0.883 mm/sec occurred on June 9, 2012 to the charge on each hole distance of 60.00 kg and measuring 765 meters from the blasting site. In a series of row by row results obtained prediction accuracy on average by 69.59%, while for a series of zig-zag is the prediction accuracy of 80.19%.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sedalam – dalamnya penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat dan kasih – Nya, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan tahap Sarjana di Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Mulawarman. Judul Skripsi ini adalah “ Analisis Pengaruh Pola Rangkaian Peledakan Terhadap Tingkat Getaran

Tanah (Ground Vibration Level) pada PT. Cipta Kridatama Jobsite PT. Multi Harapan Utama Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur ”.

Pada Kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Moh. Haris Domili, selaku Superintendent Drill & Blast dan juga sebagai pembimbing lapangan yang telah membimbing selama melakukan praktek di PT. Cipta Kridatama – MHU.

2. Bapak Mat Pahri dan Bapak Muniri selaku Supervisor Drill & Blast juga telah banyak member masukan – masukan dalam pelaksanaan kegiatan dilapangan. 3. Bapak Elyas, Bapak Irwan Arifin selaku foreman dan Bapak Feryanto selaku Drill

& Blast enginner serta para crew Drill & Blast dan teman – teman dari PT. MCB selaku subcontractor D&B.

4. Bapak Dr. Ir. H. Dharma Widada MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman

5. Bapak Agus Winarno ST, MT selaku Ketua Program Studi S1 dan D3 Teknik Pertambangan Universitas Mulawarman.

6. Ibu Revia Oktaviani, ST. MT selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Retno Anjarwati, ST. MT selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan masukkan dalam penulisan skripsi ini.

8. Staf pengajar prodi teknik pertambangan yang telah memberikan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pertambangan.

9. Bapak dan Ibu tercinta serta Kakak-Adik dan keluarga besar yang tidak ada henti-hentinya memberikan semangat dan doanya.

(8)

10. Spesial untuk yang tersayang Corryana Yaneta Simanjuntak yang selalu setia menemani, mendoakan, dan memberikan semangat serta memberikan kritik dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

11. Sahabat satu atap “Gemini”, Oberlin P.S. Purba, Andi Firdaus, ST., Alpan Firdaus, Arther Wenses, Dongan Sio P. Simorangkir, Reynold Tupamahu, Desky Kurniawan Akin, atas saran-sarannya untuk penyelesaian skripsi ini.

12. Seluruh teman-teman “Buaya Tambang ’07” atas kebersamaan dan dukungannya baik selama menjalani masa kuliah maupun dalam membantu penyelesaian skripsi ini.

13. Teman-teman anggota PPGT JBMKK, Asdar Daud, Andi, Jusniwati, Megi Wanti, Darman, atas doa dan dukungannya.

14. Seluruh pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiinn.

Samarinda, Februari 2013

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... ii

Pernyataan Keaslian Skripsi ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persembahan ... v

Abstrak ... vi

Abstract ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Gambar ... xii

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 2

1.4 Lokasi dan Kesampaian Daerah ... 2

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II. DASAR TEORI 2.1 Pola Pemboran ... 5

2.2 Pola Peledakan ... 6

2.3 Geometri Peledakan ... 9

2.4 Energi Pada Peledakan ... 14

2.4.1 Work Energy ... 14

2.4.2 Waste Energy ... 14

2.5 Mekanisme Pecahnya Batuan ... 16

2.6 Getaran dan Gelombang ... 18

2.6.1 Getaran Tanah (Ground Vibration) ... 18

2.6.2 Gelombang ... 24

2.7 Kontrol Vibrasi ... 28

2.8 Standar Vibrasi ... 30

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Teknik Pengambilan Data ... 33

3.1.1 Metode langsung (Primer) ... 33

3.1.2 Metode Tidak Langsung (Sekunder) ... 35

3.2 Pengolahan Data ... 36

3.3 Analisa Data ... 37

3.4 Kesimpulan .. ... 37

(10)

BAB IV. PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Penelitian ... 39

4.2 Pemboran dan Peledakan ... 39

4.3 Geometri Peledakan ... 42

4.4 Pola Rangkaian Peledakan ... 43

4.5 Pengukuran Ground Vibration ... 44

4.6 Analisa Data ... 46 BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 48 5.2 Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN ... 50

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Peta Lokasi Tambang ... 3

2.1 Sketsa pola pengeboran pada tambang terbuka ... 5

2.2 Pola peledakan Corner Cut (Echelon) ... 7

2.3 Pola peledakan V-Cut ... 8

2.4 Pola peledakan Box Cut ... 8

2.5 Geometri Peledakan ... 12

2.6 Distribusi energi bahan peledak ... 16

2.7 Proses pecahnya batuan akibat peledakan ... 17

2.8 Contoh rekaman getaran tanah pada arah transversal, longitudinal dan vertikal ... 21

2.9 BlasmateIII ... 22

2.10 Variasi pergerakan partikel karena bentuk gelombang getaran (dowding 1985) a). Tekan – longitudinal, b). Geser – transversal, c). Reyleigh – mewakili vertikal ... 22

2.11 Cara monitor getaran oleh BlasmateIII ... 23

2.12 Mekanisme pengukuran getaran dan kebisingan ... 24

2.13 Lintasan tempuh gelombang ... 27

2.14 Grafik baku tingkat getaran peledakan pada tambang terbuka terhadap bangunan (SNI) ... 32

3.1 Bagan alir penelitian ... 38

4.1 Alat bor Jun Jin SD-1300E ... 40

4.2 Pola Pemboran Stagerred ... 40

4.3 Mobile Mixing Unit (MMU) ... 41

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Nilai konstanta ... 30

2.2 Baku Tingkat Getaran Peledakan terhadap Bangunan (SNI). ... 31

2.3 Kriteria pembatasan kecepatan partikel ... 31

2.4 Acuan kriteria kerusakan ... 32

4.1 Geometri Peledakan bulan Mei 2012. ... 42

4.2 Geometri Peledakan bulan Juni 2012. ... 43

4.3 Hasil perhitungan PPV prediksi untuk pola rangkaian row by row ... 45

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Getaran tanah (ground vibration) adalah gelombang yang bergerak didalam tanah disebabkan oleh adanya sumber energi. Sumber energi tersebut dapat berasal dari alam, seperti gempa bumi atau adanya aktivitas manusia, salah satu diantaranya adalah kegiatan peledakan. Getaran tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elastic (elastic zone). Didaerah ini tegangan yang diterima material lebih kecil dari kekuatan material sehingga hanya menyebabkan perubahan bentuk dan volume. Sesuai dengan sifat elastis material maka bentuk dan volume akan kembali ke keadaan semula setelah tak ada tegangan yang bekerja. Perambatan tegangan pada daerah elastis akan menimbulkan gelombang getaran. Getaran tanah ini pada tingkat tertentu bisa menyebabkan terjadinya kerusakan struktur disekitar lokasi peledakan. Karena itu keadaan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh operasi peledakan tidak bisa diabaikan.

Tingkat getaran peledakan bervariasi tergantung pada rancangan peledakan dan kondisi geologi dari batuannya. Untuk itu penerapan metode peledakan harus benar dan sesuai dengan kondisi batuan yang akan diledakkan. Getaran peledakan yang dihasilkan harus berada pada kondisi aman bagi keadaan sekelilingnya. Hal ini berarti bahwa pengaruh dari getaran peledakan yang berada di luar standar ukuran peledakan yang diijinkan akan menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan, kesehatan manusia, dan keamanan bangunan-bangunan atau lereng-lereng tambang di sekitarnya. Dalam kegiatan penambangan bahan galian, khususnya yang dilakukan secara tambang terbuka, untuk membongkar batuan yang keras biasanya dilakukan dengan peledakan. Peledakan pada kegiatan penambangan, selain menimbulkan hancurnya batuan (pemberaian) juga akan menimbulkan rambatan seismik yang menggambarkan perjalanan energi melalui bumi dan mengakibatkan getaran pada massa batuan atau material di sekitarnya.

Pada salah satu tambang yang dikelola PT. Cipta Kridatama site MHU, Pit B1L3, pembongkaran overburden dilakukan dengan menggunakan metode pemboran dan

(14)

peledakan. Hal ini dilakukan mengingat lapisan batuan disini mempunyai tingkat kekerasan yang cukup tinggi sehingga tidak ekonomis lagi apabila menggunakan metode ripping-dozing. Dikarenakan lokasi pit B1L3 yang berdekatan dengan wilayah pemukiman penduduk, oleh karenanya pada saat melakukan kegiatan peledakan di pit tersebut maka harus melakukan pengukuran tingkat getaran tanah diwilayah pemukiman penduduk. Besarnya tingkat getaran yang ditimbulkan akan mempengaruhi bangunan-bangunan yang ada didaerah pemukiman tersebut.

1.2 TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui pengaruh pola rangkaian peledakan dan penggunaan bahan peledak terhadap tingkat getaran tanah yang dihasilkan pada jarak tertentu yang sesuai dengan SNI 7571:2010.

1.3 BATASAN MASALAH

Ruang lingkup dibatasi pada :

1. Menentukan pola rangkaian peledakan yang akan digunakan

2. Mengukur tingkat getaran tanah dari rangkaian yang digunakan dengan menggunakan alat BlastmateIII.

3. Mengetahui banyaknya lubang yang meledak secara bersamaan dalam satu waktu 4. Menganalisis hasil pengukuran terhadap pola rangkaian yang digunakan.

1.4 LOKASI DAN KESAMPAIAN DAERAH

PT. Multi Harapan Utama (MHU) yang bekerja sama dengan PT. Cipta Kridatama sebagai kontraktor, memiliki beberapa wilayah KP dengan luas daerah keseluruhan 47.232,35 ha. Pit B1L3 merupakan salah satu wilayah Kuasa Pertambangan yang dimiliki oleh PT. Multi Harapan Utama (MHU) dengan luas daerah penambangan sekitar 20.77 ha. Lokasi KP terletak di Desa Bukit Harapan, Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur. Secara astronomis lokasi penambangan PT. Multi Harapan Utama terletak pada 116º35’30”BT - 117º05’55”BT dan 0º26’35”LS - 0º26’39,31”LS. (Gambar 1.1)

(15)

Lokasi pertambangan PT. Cipta Kridatama berjarak ± 15 km dari ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara, Tenggarong. Untuk mencapai lokasi tersebut dapat ditempuh melalui jalur darat yaitu :

1. Menggunakan transportasi darat dari Samarinda ke Desa Bukit raya dengan waktu ± 1,5 – 2 jam.

2. Menggunakan transportasi darat dari Tenggarong ke Desa Bukit raya dengan waktu ± 1 jam.

Gambar 1.1. Peta Lokasi Tambang

1.5 Sistematika Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang, tujuan, ruang lingkup, tujuan dari penelitian, ruang lingkup masalah, lokasi dan kesampaian daerah yang menjelaskan secara singkat tempat penelitian dilaksanakan, serta sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Menjelaskan mengenai pola pemboran, pola peledakan, geometri peledakan, getaran dan gelombang, kontrol vibrasi, dan standart vibrasi.

PT. MULTI HARAPAN UTAMA Agreement Area

(16)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Berisikan uraian tentang teknik pengambilan data, pengolahan data, analisa data dan kesimpulan sementara.

BAB IV PEMBAHASAN

Berisikan kajian langsung mengenai kegiatan peledakan serta berisikan mengenai data geometri peledakan, rancangan pola peledakan, hasil pengukuran ground vibration, analisa data.

BAB V PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran yang merupakan hasil pencapaian penelitian yang dilakukan dengan mengacu pada tujuan awal.

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan buku-buku literatur yang dipakai sebagai penunjang laporan ini.

(17)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pola Pemboran

Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan bidang bebas yang mencukupi. Minimal dua bidang bebas yang harus ada. Peledakan dengan hanya satu bidang bebas, disebut crater blasting, akan menghasilkan kawah dengan lemparan fragmentasi ke atas dan tidak terkontrol. Dengan mem-pertimbangkan hal tersebut, maka pada tambang terbuka selalu dibuat minimal dua bidang bebas, yaitu dinding bidang bebas dan puncak jenjang (top bench). Selanjutnya terdapat tiga pola pengeboran yang mungkin dibuat secara teratur, yaitu: (Gambar 2.1)

1) Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama

2) Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih besar dibanding burden

3) Pola zigzag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang berasal dari pola bujursangkar maupun persegipanjang.

Gambar 2.1 Sketsa pola pengeboran pada tambang terbuka.

Bidang bebas Bidang bebas

Bidang bebas Bidang bebas

a. Pola bujursangkar b. Pola persegipanjang

c. Pola zigzag bujursangkar d. Pola zigzag persegipanjang

3 m 3 m 3 m 2,5 m 3 m 3 m 3 m 2,5 m

(18)

Baik buruknya hasil peledakan akan sangat ditentukan oleh kualitas lubang bor. Kualitas lubang bor dalam hal ini ditinjau dari segi :

a. Keteraturan tata letak lubang bor

Tujuan pemboran adalah untuk meletakkan bahan peledak pada posisi (tempat) yang sudah direncanakan. Setiap bantuan akan memberikan reaksi (respon) yang berbeda terhadap peledakan. Reaksi ini bervariasi sangat luas dan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya : perlapisan, struktur geologi alamiah, dan lain-lain yang selalu berubah dari titik ke titik. Tidaklah mungkin untuk menyusun suatu pola peledakan yang dapat mengakomodasi semua variasi itu. Untuk itu, didalam prakteknya lubang bor dirancang dengan pola yang teratur sedemikian rupa sehingga bahan peledak dapat terdistribusi secara merata dan dengan demikian, setiap kolom bahan peledak akan mempunyai beban yang sama.

b. Penyimpangan arah dan sudut pemboran

Hal ini perlu dicermati terutama pada pemboran miring. Pada pemboran miring maka posisi alat bor akan sangat menentukan. walaupun tata lubang bor dipermukaan sudah sempurna, namun bila posisi alat bor tidak benar-benar sejajar dengan posisi alat bor pada lubang sebelumnya maka dasar (ujung) lubang bor akan menjasi tidak teratur. Hal yang sama akan dihasilkan bila sudut kemiringan batang bor juga tidak sama. Penyimpangan arah dan sudut pemboran dipengaruhi oleh struktur batuan, keteguhan (stiffness) batang bor dan kesalahan awal pemboran (collaring).

c. Kedalaman dan kebersihan lubang

lantai (permukaan) bor biasanya tidak rata dan datar sehingga kedalaman lubang bor juga tidak akan seluruhnya sama. Untuk itu area yang akan dibor sebaiknya disurvey dahulu agar kedalaman masing-masing lubang bor dapat ditentukan.

2.2 Pola Peledakan

Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di bawah

(19)

tanah berbeda. Banyak faktor yang menentukan perbedaan tersebut, diantaranya adalah faktor yang mempengaruhi pola pengeboran. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah:

1) Mengurangi getaran

2) Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock) 3) Mengurangi getaran akibat airblast dan suara (noise). 4) Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan

5) Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus, maka akan terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien.Beberapa pola peledakan yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

a) Pola Peledakan Corner Cut (Echelon)

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang memiliki tiga bidang bebas (free face), arah lemparan hasil peledakan dengan menggunakan pola peledakan ini adalah kearah pojok (corner).

(20)

b) Pola Peledakan V-Cut

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang memiliki dua bidang bebas (free face), arah lemparan hasil peledakan dengan menggunakan pola ini adalah kearah tengah (center) dengan pola peledakan menyerupai huruf V.

Gambar 2.3 Pola Peledakan V-Cut

c) Pola Peledakan Box Cut

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang hanya mempunyai satu bidang bebas (free face) yakni permukaan yang bersentuhan langsung dengan udara kearah vertical. Pola peledakan ini bertujuan untuk menghasilkan bongkahan awal seperti kotak (box) dengan control row ditengah-tengah membagi dua rangkaian.

(21)

2.3 Geometri Peledakan

Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya. Kondisi geologi semacam itu akan mempengaruhi kemampu-ledakan (blastability).

Geometri peledakan adalah hubungan antara berbagai jenis dimensi yang digunakan dalam perencanaan peledakan. Berapa jumlah bahan peledak yang harus diisikan pada setiap lubang ledak dan bagaimana susunannya merupakan salah satu pokok dalam merancang peledakan. salah satu cara merancang geometri peledakan adalah dengan “Rule Of Thumb” atau trial and error atau rule of thumb dengan menggunakan R.L. Ash (1963).

Tinggi jenjang (H) dan diameter (d) merupakan pertimbangan pertama yang disarankan. Jadi cara ini menitikberatkan pada alat yang tersedia atau yang akan dimiliki, kondisi batuan setempat, peraturan tentang batas maksimum ketinggian jenjang yang diizinkan oleh Pemerintah, serta produksi yang dikehendaki.

1. Burden (B)

Burden didefinisikan sebagai jarak terdekat antara lubang bor dan tegak lurus terhadap bidang bebas (free face) pada operasi peledakan. Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energy ledakan bisa secara maksimal bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga terjadi penghancuran batuan. Untuk menentukan ukuran Burden digunakan rumus sebagai berikut :

B = (25 - 40) x d ………..………….(3.1)

Dimana : B : Burden (m)

d : diameter lubang ledak (m)

2. Spacing (S)

Spacing didefinisikan sebagai jarak antar lubang ledak dalam satu row (baris), relative horizontal terhadap free face. Apabila spasi terlalu kecil akan

(22)

mengakibatkan batuan hancur menjadi halus, disebabkan karena energi yang menekan terlalu kuat, sedangkan bila jarak spasi terlalu besar akan mengakibatkan bongkah atau bahkan batuan hanya mengalami keretakan, karena energi ledakan dari lubang yang satu tidak mampu berinteraksi dengan energi dari lubang lainnnya. Untuk menghitung jarak spasi digunakan rumus sebagai berikut :

S = (1 – 1,5) x B………..(2.2)

Dimana : S : Spacing (m) B : Burden (m)

3. Subdrilling (J)

Subdrilling adalah penambahan kedalaman daripada lubang bor diluar rencana lantai jenjang. Pemboran lubang ledak sampai batas bawah dari lantai bertujuan agar seluruh permukaan jenjang bisa terbongkar secara ful face setelah dilakukan peledakan. Jadi, untuk menghindari agar pada lantai jenjang tidak terbentuk tonjolan-tonjolan (toe) yang sering mengganggu kegiatan pengeboran selanjutnya dan menghambat kegiatan pemuatan fan pengangkutan. secara praktis rumus yang digunakan adalah :

J = (0,2 – 0,4) x B………(2.3)

Dimana : J : Subdrilling (m) B : Burden (m)

4. Stemming (T)

Stemming adalah tempat material penutup didalam lubang bor, dan letaknya diatas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi keseimbangan tekanan yang mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan energi yang maksimal. Disamping itu stemming juga berfungsi untuk mencagah agar tidak terjadi batuan terbang (fly rock) dan tekanan udara (air blast) saat peledakan. Stemming dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

(23)

Dimana : T : Stemming (m) B : Burden (m)

5. Kedalaman Lubang ledak (H)

Kedalaman lubang ledak sangat berpengaruh dengan tinggi jenjang, secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh alat bor dan alat muat yang tersedia. Biasanya ketinggian jenjang disesuaikan dengan kemampuan alat bor dan diameter lubang. kedalaman lubang ledak dapat dicaru dengan menggunakan rumus :

H = (1,5 – 4) x B………..(2.5)

Dimana : H : Kedalaman Lubang ledak (m) B : Burden (m)

6. Powder Coloum (PC)

Powder Coloum adalah panjang lubang isian pada lubang ledak yang akan diisi bahan peledak. Perhitungannya dapat menggunakan rumus :

PC = H – T………...(2.6)

Dimana : PC : Panjang Powder Coloum (m) H : Kedalaman Lubang ledak (m) T : Stemming (m)

7. Tinggi Jenjang (L)

Secara Spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan lubang bor dan alat muat yang tersedia. Hubungan antara lubang bor dengan tinggi jenjang dapat ditentukan dengan rumus :

L = H – J………..(2.7)

Dimana : L : Tinggi jenjang (m)

H : Kedalaman Lubang ledak (m) J : Subdrilling (m)

(24)

PUNCAK JENJANG (TOP BEN CH) S B H

LANTAI JEN

JANG (FLOOR BEN CH) CREST T O E KOL OM L UB AN G L E DA K ( L ) PC T BIDAN G BEBA S (FREE FACE ) J

Sumber : Modul Kursus Juru Ledak, 2008

Gambar 2.5. Geometri Peledakan

Selain memperhitungkan geometri peledakan seperti yang disebutkan diatas, dalam kegiatan peledakan terdapat faktor-faktor lain yanh juga harus diperhitungkan seperti jumlah pemakaian bahan peledak, volume peledakan serta nilai powder factor.

8. Loading Density (de)

Loading density adalah jumlah pemakaian bahan peledak dalam satu meter. Satuan yang digunakan adalah kg/m. Loading density dicari untuk mengetahui berapa jumlah bahan peledak yang digunakan dalam satu lubang ledak. Loading density dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Volume Lubang persatu meter = πr2t………...(2.8) de = Volume x densitas bahan peledak………(2.9)

Dimana : π : 3,14

r : Jari-jari lubang ledak (m) t : tinggi lubang (m)

de : loading density (kg/m)

L

(25)

9. Jumlah pemakaian bahan peledak (W)

Banyaknya bahan peledak yang digunakan dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

W = PC x de x n………....(2.10)

Dimana : W : Jumlah pemakaian bahan peledak (kg) PC : Panjang powder coloum (m)

de : Loading density (kg/m) n : Jumlah lubang ledak

10. Volume peledakan (V)

Volume peledakan merupakan volume overburden yang akan diledakkan dalam suatu perencanaan peledakan. Volume peledakan dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

V = B x S x L x n………..(2.11)

Dimana : V : Volume peledakan (m3) B : Burden (m)

S : Spacing (m) L : Tinggi Jenjang (m) n : Jumlah lubang ledak

11. Powder factor (PF)

Powder factor (PF) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bahan peledak yang dipakai dengan volume peledakan, jadi satuannya kg/m³. Karena volume peledakan dapat pula dikonversi dengan berat, maka pernyataan PF bisa pula menjadi jumlah bahan peledak yang digunakan dibagi berat peledakan atau kg/ton.

PF =

V W

…..………...………...(2.12) Dimana : PF : Powder factor (kg/m3)

W : Jumlah pemakaian bahan peledak (kg) V : Volume peledakan (m3)

PF biasanya sudah ditetapkan oleh perusahaan karena merupakan hasil dari beberapa penelitan sebelumnya dan juga karena berbagai pertimbangan ekonomi. Umumnya bila hanya berpegang pada aspek teknis hasil dari perhitungan matematis

(26)

akan diperoleh angka yang besar yang menurut penilaian secara ekonomi masih perlu dan dapat dihemat. Dari pengalaman di beberapa tambang terbuka dan quarry yang sudah berjalan secara normal, harga PF yang ekonomis berkisar antara 0,20 – 0,30 kg/m³.

2.4 Energi Pada Peledakan

Ada dua jenis energi yang dilepaskan saat terjadi ledakan, yaitu work energy dan waste energy (lihat gambar 2.6). Work energy merupakan energi peledakan yang menyebabkan terpecahnya batuan. Energi ini terbagi menjadi dua, yaitu shock energy dan gas energi. Pada saat peledakan terjadi, tidak semua energi yang dihasilkan akan digunakan untuk menghasilkan fragmen batuan. Energi yang sisa yang dihasilkan ini disebut waste energy. Waste energy terdiri dari light, heat, sound dan seismic energy. Energi-energi ini (terutama seismic) dapat menimbulkan efek yang berbahaya dan tidak menguntungkan dalam kegiatan peledakan.

2.4.1 Work Energy

Pada peledakan suatu media padat akan timbul tekanan detonasi (detonation pressure) dan tekanan peledakan (explosion pressure) yang merupakan efek dari shock energy dan gas energy hasil dari perubahan kimia bahan peledak. Untuk bahan peledak dari jenis high explosive, pertama kali akan terjadi tekanan detonasi yang kemudian diikuti tekanan peledakan, sedangkan untk bahan peledak low explosive hanya terjadi tekanan peledakan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kecepatan penjalaran reaksi kimia dalam kolom bahan peledak.

Bahan peledak high explosive mempunyai kecepatan penjalaran reaksi yang lebih besar dari kecepatan penjalaran suara dalam bahan peledak, yang dikenal sebagai kecepatan detonasi. Kecepatan detonasi ini menyebabkan timbulnya gelombang kejut (shock wave) atau gelombang detonasi (detonation wave) yang terletak di depan daerah reaksi utama (primary reaction zone) dalam kolom bahan peledak. Gelombang kejut ini yang menyebabkan timbulnya tekanan detonasi. Tekanan detonasi ini dinyatakan sebagai fungsi dari bobot isi bahan peledak kali kuadrat dari kecepatan detonasi bahan peledak (Calvin J. Konya, et. al).

(27)

Dimana : Pd = Tekanan detonasi (MPa)

ρ = Bobot isi bahan peledak (Kg/m3) VOD = Kecepatan detonasi (m/detik)

2.4.2 Waste Energy

Bahan peledak melepaskan energi dan menghasilkan rock fracturing, plastic deformation, dan elastic deformation pada batuan. Energi peledakan yang menyebabkan terjadinya elastic deformation dapat menghasilkan stress waves (body wave) yang merambat melalui massa batuan.

Energi peledakan membutuhkan sejumlah energi yang cukup sehingga melebihi atau melampaui kekuatan batuan atau melampaui batas elastik batuan untuk memecahkan suatu batuan. Proses pemecahan batuan ini akan berlangsung terus hingga energi yang dihasilkan oleh bahan peledak makin lama makin berkurang dan menjadi lebih kecil dari kekuatan batuan, sehingga proses pemecahan batuan berhenti. Energi yang tersisa (seismic energy) akan menjalar melalui batuan, mengakibatkan deformasi dalam batuan tetapi tidak memecahkan batuan, karena masih di dalam batas elastiknya. Hal ini akan menghasilkan gelombang seismik. Gelombang ini pada batas tinggi tertentu dapat menyebabkan kerusakan pada struktur bangunan dan juga dapat sangat mengganggu manusia. Gelombang seismik ini dirasakan oleh manusia sebagai getaran.

Sumber: Charles H. Dowding, Blast Vibration Monitoring and Control

(28)

2.5 Mekanisme Pecahnya Batuan

Proses pemecahan batuan dibagi berdasarkan tiga tahap, yaitu : (gambar 2.7) 1. Proses Pemecahan Tahap Pertama

Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi yang dihasilkan bahan peledak akan menghancurkan batuan didaerah sekitar lubang tembak. Gelombang kejut (shock wave) yang merambat meninggalkan lubang tembak (tekanan positif) akan mengakibatkan tekanan tangensial (tangensial stress) yang menimbulkan rekahan radial (radial crack) yang menjalar dari daerah lubang tembak.

2. Proses Pemecahan Tahap Kedua

Gelombang kejut yang mencapai bidang bebas akan dipantulkan. Bersamaan dengan itu tekanannya akan turun dengan cepat dan akan berubah menjadi negatif serta menimbulkan gelombang tarik (tension wave) yang merambat kembali di dalam batuan. Oleh karena itu kuat tarik batuan lebih kecil daripada kuat tekan, maka akan terbentuk rekahan-rekahan (primary failure cracks) karena tegangan tarik (tension stress) yang cukup kuat sehingga menyebabkan terjadinya slabbing atau spalling pada bidang bebas.

Efek gelombang kejut (shock wave) pada tahap pertama dan kedua adalah membuat sejumlah rekahan-rekahan kecil pada batuan. Kurang dari 15% dari energi total bahan peledak yang dihasilkan oleh energi gelombang kejut. Jadi gelombang kejut tidak secara langsung memecahkan batuan, tetapi mempersiapkan kondisi batuan untuk proses pemecahan tahap akhir.

3. Proses Pemecahan Tahap Ketiga

Dibawah Pengaruh tekanan yang sangat tinggi dari gas-gas hasil peledakan, rekahan radial utama (tahap kedua) akan diperlebar secara cepat oleh efek dari kombinasi tegangan tarik yang disebabkan kompresi radial (radial compression) dan pembajian (pneumatic wedging). Jika massa batuandidepan lubang tembak gagal mempertahankan posisinya dan bergerak kedepan maka tegangan tekan (compression stress) tinggi yang berada dalam batuan akan

(29)

dilepaskan (unloaded), sebagai akibatnya akan timbul tegangan tarik yang besar didalam massa batuan. Tegangan tarik inilah yang melengkapi proses pemecahan batuan yang telah pada tahap kedua.

Gambar 2.7. Proses pecahnya batuan akibat peledakan

2.6 Getaran dan Gelombang

Fenomena getaran banyak sekali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari getaran yang sederhana sampai getaran yang sangat kompleks. Getaran adalah gerak bolak-balik secara periodik yang selalu melewati kedudukan setimbang. Titik kedudukan setimbang adalah kedudukan benda pada saat tidak mengalami getaran (diam). Kedudukan ini terletak di antara dua titik terjauh bila benda tersebut bergetar. Gelombang adalah gejala dari perambatan usikan (gangguan) di dalam suatu medium. Pada peristiwa perambatan tersebut tidak disertai dengan perpindahan tempat yang permanen dari materi-materi medium, tetapi membentuk suatu osilasi sehingga gelombang dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainya. Rambatan usikan tersebut tidak lain merupakan rambatan energi.

Berdasarkan mediumnya gelombang dapat dibagi menjadi dua, yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang mekanik adalah gelombang yang merambat melalui suatu medium elastis (medium yang dapat berubah bentuk), sedangkan gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang di dalam perambatanya

(30)

tidak memerlukan medium. Gelombang mekanik terjadi ketika sebagian dari medium diganggu dari posisi keseimbanganya. Akibat sifat elastis medium, gangguan dapat diteruskan dan merambat sebagai gelombang, contohnya gelombang pada tali, gelombang pada pegas, gelombang bunyi, dan gelombang permukaan air.

2.6.1 Getaran Tanah (Ground Vibration)

Getaran tanah (ground vibration) adalah gelombang yang bergerak di dalam tanah disebabkan oleh adanya sumber energi. Sumber energi tersebut dapat berasal dari alam, seperti gempa bumi atau adanya aktivitas manusia, salah satu diantaranya adalah kegiatan peledakan. Getaran tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elastis (elastic zone). Di daerah ini tegangan yang diterima material lebih kecil dari kuat material sehingga hanya menyebabkan perubahan bentuk dan volume. Sesuai dengan sifat elastis material maka bentuk dan volume akan kembali ke keadaan semula setelah tak ada tegangan yang bekerja. Perambatan tegangan pada daerah elastis akan menimbulkan gelombang elastis. Getaran tanah ini pada tingkat tertentu bisa menyebabkan terjadinya kerusakan struktur disekitar lokasi peledakan. Karena itu keadaan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh operasi peledakan tidak bisa diabaikan.

A. Faktor yang mempengaruhi getaran

Beberapa penelitian telah dilakukan dalam usaha menentukan hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan tingkat getaran. Ground vibration peledakan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang dapat dikontrol dan yang tidak dapat dikontrol. Yang dimaksud faktor yang tak dapat dikontrol adalah faktor geologi dan geomekanik batuan. Dan berikut ini adalah faktor yang dapat dikontrol yang mempengaruhi ground vibration :

1. Jumlah muatan bahan peledak perwaktu tunda

Besarnya vibrasi yang dihasilkan peledakan dipengaruhi oleh jumlah muatan total bahan peledak per waktu tunda. Besar kecilnya Intensitas Ground Vibration akan tergantung kepada jumlah berat bahan peledak maksimum yang meledak bersamaan pada interval waktu. (lamanya

(31)

mempunyai selisih waktu meledak kurang dari sama dengan 8 ms, dianggap meledak bersamaan. Jumlah muatan total handak yang dianggap meledak bersamaan ini merupakan muatan bahan peledak per waktu tunda. Semakin besar muatan bahan peledak per waktu tunda, besaran vibrasi yang dihasilkan akan semakin meningkat tetapi hubungan ini bukan merupakan hubungan yang sederhana, misalnya muatan dua kali lipat jumlahnya tidak menghasilkan getaran yang dua kali lipat.

2. Jarak dari lokasi peledakan

Jarak dari titik atau lokasi peledakan, juga memberikan pengaruh yang besar terhadap besaran vibrasi yang dihasilkan, seperti juga muatan maksimal bahan peledak per waktu tunda. Semakin dekat suatu titik pengukuran vibrasi ke titik atau lokasi peledakan, maka vibrasi yang terukur akan semakin besar.

3. Waktu tunda (delay period)

Interval waktu tunda antar lubang ledak sangat mempengaruhi tingkat vibrasi yang dihasilkan. Jika interval waktu tunda tersebut makin besar, maka kemungkinan jumlah bahan peledak yang dianggap meledak bersamaan (selisih waktu meledak kurang dari sama dengan 8 ms) akan makin kecil, sehingga tingkat vibrasi yang dihasilkan akan makin kecil. Tetapi perlu diperhatikan pula bahwa agar tingkat vibrasi yang dihasilkan kecil, maka jumlah lubang ledak yang memiliki interval delay kurang dari sama dengan 8 ms harus diusahakan sedikit mungkin agar jumlah bahan peledak yang meledak per waktu tundanya sedikit pula.

Dan variabel - variabel yang tidak dapat dikontrol adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia, hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah. Contoh variabel yang tidak dapat dikontrol, antara lain :

a. Karakteristik massa batuan b. Struktur geologi

(32)

c. Pengaruh air

B. Prinsip pengukuran getaran peledakan

Getaran tanah adalah gerakan bumi (ground motion) yang terjadi akibat perambatan gelombang seismik. Kegiatan peledakan akan selalu menghasilkan getaran atau gelombang seismik. Tujuan peledakan umumnya adalah untuk memecahkan batuan. Kegiatan ini membutuhkan sejumlah energi yang cukup sehingga melebihi atau melampaui kekuatan batuan atau melampaui batas elastis batuan. Apabila hal tersebut terjadi maka batuan akan pecah. Proses pemecahan akan berjalan terus sampai energi yang dihasilkan oleh bahan peledak makin lama makin berkurang dan menjadi lebih kecil dari kekuatan batuan, sehingga proses pemecahan batuan berhenti. Energi yang tersisa akan menjalar melalui batuan, karena masih di dalam elastisnya. Hal ini akan menghasilkan gelombang seismik.(Gambar 2.8)

Sumber: Drill & Blast Dept.

Gambar 2.8. Contoh rekaman getaran tanah pada arah transversal,

longitudinal dan vertikal

Tingkat getaran dari hasil peledakan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu Jumlah bahan peledak/waktu tunda (charge weight per delay) dan jarak pengukuran (lenght of delay). Semakin banyak bahan peledak yang

(33)

semakin jauh jarak pengukuran peledakan maka semakin rendah nilai partikel puncak.

C. Alat pengukur getaran tanah

Pengukuran getaran peledakan dilapangan yang digunakan adalah Blasmate III

(gambar 2.9). Sebelum pengukuran, blastmateIII disetting terlebih dahulu (lampiran A). BlastmateIII didesain untuk mengukur dan mencatat getaran tanah dengan tepat. Peralatan ini disebut dengan seismograf dan terdiri dari 2 bagian penting, yaitu sensor dan recorder. Kotak sensor mempunyai 3 unit independent sensor yang letaknya saling tegak lurus antara satu unit dengan unit lain. Dua unit terletak horisontal dan saling tegak lurus dan unit yang lain dipasang secara vertikal.

Gambar 2.9. Blastmate III

Ketiga sensor tersebut mencatat 3 arah komponen getaran peledakan yaitu longitudinal, vertikal, dan transversal. Gerakan longitudinal adalah gerakan partikel ke/dari depan dan belakang. Gerakan vertikal adalah gerakan partikel ke/dari atas dan bawah. Gerakan transversal adalah gerakan partikel tanah atau batuan dari satu sisi ke sisi yang lain

(34)

Gambar 2.10. Variasi pergerakan partikel karena bentuk gelombang getaran (dowding

1985) a). Tekan – longitudinal, b). Geser – transversal, c). Reyleigh – mewakili vertikal.

Mekanisme pengukuran getaran (Gambar 2.12) adalah sebagai :

1. Getaran dan kebisingan peledakan (getaran mekanis) di rekam oleh geophone dan microphone, diubah menjadi getaran elektris lalu disimpan di memori.

2. Hasil pengukuran (dalam memori) di download ke komputer dengan menggunakan program BlastWare.

3. Hasil akhir berupa seismogram yang dapat menampilkan angka-angka besar getaran dan kebisingan serta grafik.

4. Untuk mengetahui besar getaran apakah masih didalam atau melebihi ambang batas, dapat memilih grafik baku tingkat getaran dari 13 negara yang ada di dalam program.

5. Untuk membuat grafik scaled distance versi PPV diperlukan data pengukuran minimal 9 (sembilan buah) dengan variable jarak maupun jumlah muatan/delay yang sama

(35)

Gambar 2.11. Cara monitor getaran oleh BlasmateIII

(36)

2.6.2 Gelombang

Gelombang adalah bentuk dari getaran yang merambat pada suatu medium. Parameter gelombang merupakan sifat – sifat dasar yang menguraikan gerakan gelombang. Parameter – parameter dasar untuk menganalisis gelombang adalah sebagai berikut :

a. Amplitudo (A), jarak terjauh simpangan dari titik keseimbangan.

b. Kecepatan partikel (v), merupakan besarnya perpindahan yang dialami partikel per satuan waktu,

c. Percepatan partikel (a), merupakan perubahan kecepatan partikel per satuan waktu.

d. Frekuensi (f), merupakan banyaknya jumlah gelombang yang terjadi tiap satu detik,

e. Perioda (T), merupakan waktu yang diperlukan untuk terjadinya satu gelombang, perioda merupakan kebalikan dari frekuensi (T= 1/f).

Gelombang dapat dibedakan berdasarkan arah getarnya, cara rambat dan medium yang dilalui, dan berdasarkan amplitudonya.

1. Berdasarkan arah getarnya

Gelombang menurut arah getarnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang transversal, yaitu gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambatannya, misalnya : gelombang pada tali, gelombang permukaan air, dan gelombag elektromagnetik. Gelombang longitudinal, yaitu gelombang yang arah getarnya berimpit (sejajar) arah rambat gelombang, misalnya gelombang pada pegas dan gelombang bunyi.

2. Berdasarkan cara rambat dan medium yang dilalui

Gelombang ini dibagi dua bagian yaitu gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Pada gelombang mekanik yang dirambatkan adalah gelombang mekanik dan untuk perambatannya diperlukan medium. Contohnya gelombang seismik. Dan gelombang elektromagnetik yang dirambatkan adalah medan listrik magnet, dan tidak diperlukan medium.

(37)

3. Berdasarkan amplitudonya

Dibagi menjadi dua bagian yaitu gelombang berjalan dan gelombang stasioner. Gelombang berjalan yaitu gelombang yang amplitudonya tetap pada titik yang dilewatinya. Gelombang stasioner yaitu gelombang yang amplitudonya tidak tetap pada titik yang dilewatinya, yang terbentuk dari interfensi dua buah gelombang datan dan pantul yang masing – masing memiliki frekuensi dan amplitudo sama tetapi fasenya berlawanan.

A. Gelombang seismik

Gelombang seismik merupakan salah satu gelombang yang menggambarkan penjalaran energi melalui bumi yang padat. Gelombang yang merambat adalah gangguan medium yang dapat berlanjut degan sendirinya dari satu titik ke titik yang lainya dengan membawa energi dan momentum. Perambatan tegangan pada daerah elastis akan menimbulkan gelombang elastis yang disebut gelombang seismik. Salah satu penghasil gelombang seismic selain gempa bumi adalah getaran tanah akibat kegiatan peledakan. Gelombang ini termasuk dalam gelombang mekanik karena dalam perambatan getaranya memerlukan medium. Medium disini dapat berupa batuan atau udara. Gelombang seismik dibagi menjadi dua, yaitu gelombang badan (body wave), dan gelombang permukaan (surface wave). Kedua gelombang ini akan terlihat jelas pada seismogram.

1. Gelombang badan (body wave)

Gelombang badan merambat melalui massa batuan, menembus ke bagian dalam batuan. Untuk jarak dekat getaran lebih didominasi oleh gelombang badan. Gelombang badan ini akan merambat keluar membentuk bola sampai mereka bertemu dengan suatu bidang kontak. Bidang kontak ini dapat berupa perlapisan batuan, bidang bebas, rekahan, kekar, permukaan, atau tanah. Ketika gelombang badan ini bertemu dengan bidang kontak tersebut maka gelombang permukaan dan gelombang geser akan terbentuk. Gelombang badan dapat dibagi menjadi dua yaitu gelombang tekan (P), dan gelombang geser (S).

(38)

a. Gelombang tekan (Compressive Wave/P-Waves)

Gelombang tekan adalah jenis gelombang tekan-tarik, yang akan menghasilkan pemadatan (kompresi) dan pemuaian (dilatasi) pada arah yang sama dengan arah perambatan gelombang. Gelombang ini dapat merambat melalui medium padat, cair maupun gas. Gelombang ini juga dapat menyebabkan perubahan volume medium yang dilaluinya.

b. Gelombang geser (Shear Wave/S-Waves)

Gelombang geser adalah gelombang melintang (transversal) yang bergerak tegak lurus pada arah perambatan gelombang. S-waves hanya dapat merambat melalui medium padat. Gelombang ini dapat menyebabkan perubahan bentuk pada medium yang dilaluinya.

2. Gelombang permukaan (surface wave)

Gelombang permukaan adalah gelombang yang merambat di atas permukaan batuan tetapi tidak menembus batuan. Gerakan gelombang ini menurun terhadap kedalaman. Gelombang permukaan lebih besar dari gelombang badan tetapi penjalarannya lambat. Gelombang inilah yang sering menjadi masalah. Gelombang ini membawa energi yang besar dan menghasilkan gerakan yang besar. Kedalaman batuan yang dipengaruhi oleh gerak gelombang ini kira–kira satu panjang gelombang.

B. Lintasan Gelombang Seismik

Sebuah bentuk gelombang datang menggambarkan gerakan tanah dilokasi penerima (sensor) (gambar 2.12). Gerakan tanah merupakan akibat dari gelombang badan dan gelombang permukaan yang mengikuti lintasan yang berbeda-beda di dalam kulit bumi. Walaupun gelombang seismik memperlihatkan waktu tiba yang berbeda-beda tapi waktu tiba yang paling mudah dan terbaik untuk dimonitor adalah waktu gelombang yang tiba paling awal.

(39)

a. Lintasan gelombang langsung

b. Lintasan gelombang pantul (reflected) c. Lintasan gelombang bias (refraction)

Gambar 2.13 Lintasan tempuh gelombang

2.7 Kontrol Vibrasi

Peledakan tunda (delay blasting) adalah suatu teknik peledakan dengan cara meledakkan sejumlah besar muatan bahan peledakan tidak sebagai satu muatan (single charge) tetapi sebagai suatu seri dari muatan-muatan yang lebih kecil. Maka getaran yang dihasilkan terdiri seri kumpulan getaran kecil, bukan getaran besar. Dengan mempergunakan delay, pengurangan tingkat getaran dapat dicapai.

Untuk mengetahui mengapa peledakan delay adalah efektif dalam pengurangan tingkat getaran perlu mengerti perbedaan antara kecepatan partikel (particle velocity) dan kecepatan perambatan (propagation velocity atau transmission velocity).

Yang dimaksud dengan kecepatan perambatan adalah kecepatan gelombang seismik merambat melalui batuan, berkisar antara 2000 – 20.000 feet per detik, tergantung pada jenis batuan. Untuk suatu daerah dengan batuan tertentu, kecepatan relatif konstan. Kecepatan perambatan tidakdipengaruhi oleh besarnya energi(input energy).

Peledakan delay mengurangi tingkat getaran sebab setiap delay menghasilkan masing-masing gelombang seismik yang kecil yang terpisah. Gelombang hasil delay pertama telah merambat pada jarak tertentu sebelum delay selanjutnya meledak. Kecepatan perambatan tergantung pada jenis batuannya.

(40)

1. Hukum Scaled Distance (SD)

Cara yang praktis dan efektif untuk mengontrol getaran adalah dengan menggunakan Scaled Distance. Sehingga memungkinkan pelaksana lapangan menentukan jumlah bahan peledak yang diperlukan atau jarak aman untuk muatan bahan peledak yang jumlahnya telah ditentukan. Harga SD yang besar akan lebih aman, karena semakin jauh jaraknya akan lebih aman dibandingkan dengan jarak yang lebih dekat. Batas Scaled Distance yang dipakai adalah SD = 50. Dengan menggunakan sistem metrik, Scaled Distance dapat di rumuskan sebagai berikut : Scaled Distance (SD) = W D ……….………..………..(2.14) Dimana :

D = jarak muatan maksimum terhadap lokasi pengamatan, (m). W = muatan bahan peledak maksimum per periode tunda, (kg).

Analisis dengan Scaled Distance

Pelemahan getaran tanah dalam hal komponen kecepatan puncak dan

intensitas getaran udara dievaluasi berdasarkan scaled distance. Faktor Scaled Distance untuk pergerakan tanah dan getaran udara diketahui, berturut-turut, sebagai berikut:

Square-root scaled distance SRSD = R / W½ ……….(2.15) Cube-root scaled distance CRSD = R / W⅓ ……… (2.16) Dimana R adalah jarak dari gelombang ke seismograf dan W adalah berat isian maksimum bahan peledak dalam setiap 8 ms tiap satuan waktu (1 kali periode tunda). Scaled distance sebagai alat penggabung dua faktor-faktor paling penting meningkatkan intensitas gerakan tanah dan getaran udara sebagai penurunan sebanding dengan jarak dan berbanding terbalik dengan berat bahan peledak dalam 1 kali tunda. Dalam kasus pergerakan tanah, digunakan nilai SRSD sebagai pergerakan tanah telah ditunjukkan untuk mengkorelasikan dengan √ . Pada Kasus getaran udara, tekanan udara berkorelasi terbaik dengan √ (CRSD).

(41)

2. Persamaan Peak Particle Velocity (PPV)

Peak Particle Velocity (PPV) merupakan kecepatan maksimum yang digunakan untuk menghitung besarnya getaran pada suatu lokasi yang tergantung pada jarak lokasi tersebut dari pusat peledakan dan dari jumlah bahan peledak yang dipakai perperiode (delay).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam usaha menentukan besarnya kecepatan partikel puncak (PPV) yang dihasilkan dalam sebuah peledakan maka dapat ditentukan persamaan sebagai berikut :

PPV = k (

W D

) -n……….………..(2.17)

Dimana :

PPV = Ground Vibration as Peak Particle Velocity, (mm/s). D = Jarak muatan maksimum terhadap lokasi pengamatan, (m). W = Muatan bahan peledak maksimum per periode tunda, (kg).

k,n = Konstanta yang harganya tergantung dari kondisi lokal dan kondisi peledakan.

Nilai-nilai untuk k dan n, disederhanakan menjadi:

V = 100 (

W D

) -1.6………..………..(2.18)

Persamaan 2.16 diatas berlaku untuk satuan US (mm/sec)

V = 1143 (

W D

) -1.6………..(2.19)

Persamaan 2.17 diatas berlaku untuk satuan Internasional (mm/sec)

Menurut Dupont untuk mengestimasi PPV, nilai k harus disesuaikan dengan panjang dari stemming yang digunakan (tabel 2.1).

Tabel 2.1 Nilai Konstanta K Kondisi K Underconfined Normal Confinement Overconfined 100 160 220

(42)

2.8 Standard Vibrasi

Standart vibrasi adalah besar/kuat getaran yang diijinkan akibat dari kegiatan peledakan dimana tidak melewaati batas aman. Ada beberapa pihak/negara telah melakukan standarisasi vibrasi peledakan yaitu acuan kriteria kerusakan, seperti :

1. Badan Standardisasi Nasional (SNI) 2. US Bereau of Mines (USBM)

3. Langefors, Kihlstrom Westerberg (1957) 4. Edwards & Northwood (1959)

5. Nicholls, Johnson & Duval (1971)

Adapun acuan kriteria kerusakan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.4 dan baku tingkat getaran peledakan terhadap bangunan berdasarkan SNI pada tabel 2.2. Untuk lebih lengkapnya mengenai batas – batas aman getaran peledakan, dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Tabel 2.2

Baku Tingkat Getaran Peledakan Terhadap Bangunan (SNI)

US Bureau of Mine memberikan rekomendasi berdasarkan pada kriteria perpindahan dan kecepatan yang dikaitkan dengan frekuensi. Kriteria tersebut oleh US Office of Surface Mining (OSM) dikelompokan menjadi 3, yaitu :

Kelas Jenis Bangunan PVS

(mm/s) Frekuensi

PPV (mm/s) 1 . Bangunan kuno yang dilindungi

undang-undang benda cagar budaya. 2

0-5 2

5-20 3

20-100 5 2.

Bangunan dengan pondasi, pasangan bata dan adukan semen saja, termasuk bangunan dengan pondasi dari kayu dan lantainya diberi adukan semen.

3

0-5 3

5-20 5

20-100 7 3. Bangunan dengan pondasi, pasangan bata

dan adukan semen diikat dengan slope beton. 5

0-5 5

5-20 7

20-100 12 4.

Bangunan dengan pondasi, pasangan bata danadukan semen slope beton, kolom dan rangka diikat dengan ring balk.

7-20

0-5 7

5-20 12

20-100 20 5.

Bangunan dengan pondasi, pasangan bata dan adukan semen, slope beton, kolom dan diikat dengan rangka baja.

12-40

0-5 12

5-20 24

(43)

Tabel 2.3

Kriteria Pembatasan Kecepatan Partikel

Jarak Dari titik Ledak (ft)

Kecepatan Maksimum yang di ijinkan (in/sec) < 300 301 - 5000 > 5000 1.25 1.00 0.75 Tabel 2.4

Acuan Kriteria Kerusakan

Gambar 2.14 Grafik baku tingkat getaran peledakan pada tambang terbuka terhadap bangunan (SNI)

Acuan Standar Jenis Bangunan PPV (mm/s) Kerusakan USBM Gedung / perumahan < 2.0 No damage 2.0 - 4.0 Plaster cracking 4.0 - 7.0 Minor damage

> 7.0 Major damage to stucture Langefors, Kihlstrom Westerberg Gedung / perumahan < 2.0 No noticiable damage 2.0 - 4.0 Fine cracks & fall of plaster

4.0 - 7.0 Cracking of plaster & masonry walls > 7.0 Serious cracking Edwards & Northwood < 2.0 Safe, No damage 2.0 - 4.0 Caution > 4.0 Damage Nicholls, Johnson & Duval < 2.0 Safe, No damage > 2.0 Damage Keterangan : : bangunan kelas 5 : bangunan kelas 4 : bangunan kelas 3 : bangunan kelas 2 : bangunan kelas 1

(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 TEKNIK PENGAMBILAN DATA

Penelitian ini dilakukan di PT. Cipta Kridatama Site PT. Multi Harapan Utama, Kabupaten Kutai Kartanegara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode langsung (primer) dan metode tidak langsung (sekunder).

3.1.1 Metode Langsung (primer)

Metode Langsung (primer) merupakan metode dimana data yang dikumpulkan merupakan data langsung dari lapangan sehingga dapat diperoleh data yang obyektif. Pada metode langsung yang digunakan, yaitu terdiri dari :

1. Obervasi lapangan

Merupakan pengamatan terhadap kondisi dan keadaan langsung yang ada dilapangan terutama untuk kegiatan peledakan. Kegiatan observasi ini sangat berguna sebagai langkah awal untuk memulai proses pengambilan data. Lokasi yang akan dijadikan tempat pengambilan data terfokus pada pit B3L1, alasan dalam menentukan lokasi tersebut karena letak pit B3L1 yang berdekatan langsung dengan daerah pemukiman warga kelurahan Loa Ipuh Darat km. 14. Salah satu efek negatif dari kegiatan peledakan adalah getaran tanah, oleh karena itu setiap akan dilakukan kegiatan peledakan pada pit tersebut maka harus dilakukan pengukuran getaran pada salah satu rumah warga untuk mengetahui berapa besar getaran yang dihasilkan serta dampak yang ditimbulkan.

2. Pengambilan data

Pelaksanaan untuk memperoleh data yang diperlukan dari berbagai sumber dalam penyusunan skripsi. Adapun data yang diambil, yaitu :

1) Desain Tie-up

(45)

Kridatama menggunakan 2 (dua) pola rangkaian yaitu row by row dan zig-zag. Pola rangkaian tersebut dianggap sesuai untuk pit B3L1 yang secara langsung berdekatan dengan pemukiman warga. Dalam penelitian ini hanya kedua pola rangkaian tersebut yang akan digunakan dalam pengolahan dan analisis data. 2) Data hasil pengukuran getaran

Pengukuran getaran dilakukan disalah satu rumah warga, sedangkan alat pengukur getaran yang digunakan adalah BlasmateIII. Cara untuk mensetting atau menggunkan alat tersebut dapat dilihat pada lampiran A. Dari hasil pengamatan dilapangan getaran yang ditimbulkan pada lokasi pengukuran relatif kecil dan tidak menimbulkan dampak-dampak yang negatif terhadap pemukiman warga.

3) Data Jarak antara lokasi peledakan dengan tempat pengukuran

Jarak antara lokasi peledakan terhadap pemukiman ± 600 – 900 meter. Pengukuran jarak antara lokasi peledakan terhadap lokasi pengukuran yang bertempat pada salah satu pemukiman penduduk menggunakan alat ukur GPS Garmin 60CSx.

4) Data Jumlah muatan bahan peledak per delay.

Pada pit B3L1 hanya 1 (satu) lubang yang meledak secara bersamaan, oleh karena itu jumlah muatan bahan peledaknya per delay adalah jumlah isian bahan peledak pada lubang yang meledak secara bersamaan. Jika terdapat 2 (dua) atau lebih lubang yang meledak secara bersamaan maka, total isian bahan peledak dari kedua lubang tersebut yang akan menjadi data jumlah muatan bahan peledak per delay.

Pokok-pokok pekerjaan yang dilakukan dalam upaya pengambilan data-data tersebut antara lain adalah :

a) Pengamatan dan pencatatan langsung dilapangan. Kegiatan pengamatan dan pencatatan yang dilakukan dilapangan meliputi pengamatan kondisi lokasi peledakan, pengukuran kedalaman lubang bor serta kondisi dari lubang tersebut

b) Melakukan wawancara langsung dengan crew drill & blast (supertenden, supervisor atau foreman) serta pihak lain yang berkompeten mengenai kegiatan

(46)

pemboran dan peledakan tersebut. Kegiatan yang dimaksud ialah wawancara mengenai pola pemboran dan geometri pemboran yang digunakan sedangkan wawancara untuk kegiatan peledakannya diantaranya ialah pola peledakan serta powder factor yang akan digunakan.

c) Melakukan pengambilan data jumlah lubang, desain tie-up yang akan digunakan serta jumlah muatan bahan peledak perdelay dan jumlah keseluruhan dari penggunaan bahan peledak.

d) Melakukan pengukuran tingkat getaran tanah yang ditimbulkan serta jarak lokasi peledakan terhadap tempat pengukuran yang juga merupakan wilayah perumahan penduduk.

3.1.2 Metode tidak langsung (sekunder)

Metode tidak langsung (sekunder) merupakan studi pustaka yaitu dengan mengutip literatur dan lampiran dari data pustaka, instansi terkait, den literatur-literatur yang terkait serta data atau arsip perusahaan yang mendukung pekerjaan penelitian. Adapun urutan pengambilan datanya meliputi :

1. Studi Literatur

Melakukan studi pustaka dari buku-buku yang berkaitan serta studi berbagai literatur dan jurnal yang menunjang dalam penyusunan skripsi ini serta melakukan diskusi dengan pembimbing. Dari keduanya untuk mendapatkan penyelasaian masalah yang baik.

2. Kesimpulan

Dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data yang telah dilakukan dengan permasalahan yang diteliti dan sebagai rekomendasi kepada perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan dilapangan yang terkait dengan hasil penelitian.

3.2 PENGOLAHAN DATA

Pengolahan data dilakukan dengan cara mengumpulkan semua data yang diperoleh, kemudian data-data tersebut dikelompokkan sesuai dengan data yang diperlukan. Sesuai

(47)

dengan tujuan penelitian dimana pengaruh pola rangkaian peledakan (tie-up) yang digunakan terhadap tingkat getaran yang ditimbulkan, maka data tersebut diolah berdasarkan :

1. Persamaan Peak Particle Velocity (PPV)

Data yang diperoleh seperti data vibrasi, muatan bahan peledak dan jarak lokasi peledakan terhadap lokasi pengukuran diolah dalam persamaan PPV. Dalam persamaan tersebut terdapat nilai konstanta K, nilai konstanta yang digunakan adalah nilai acuan menurut satuan Internasional (persamaan 2.17). Dalam persamaan tersebut nilai yang digunakan adalah 1143. Kemudian dengan nilai konstanta tersebut akan dilakukan pengujian untuk memprediksi hasil pengukuran getaran yang akan dilakukan.

2. Pengukuran PPV aktual

Data PPV diperoleh secara aktual dari hasil pengukuran melalui alat ukur BlasmateIII. Data tersebut yang kemudian akan dijadikan pembanding dengan perhitungan PPV secara teoritis.

3. Persentase keakuratan prediksi

Pada perhitungan ini akan membandingkan hasil perhitungan PPV secara teoritis dengan pengukuran PPV secara aktual. Hasil perhitungan yang diperoleh merupakan nilai persentase keakuratan hasil perhitungan teoritis terhadap hasil pengukuran dilapangan.

4. Software Blastware 10

Software ini digunakan untuk membaca data pada komputer yang telah didapat dilapangan melauli alat ukur BlasmateIII. Pada Software ini akan diketahui apakah data-data PPV tersebut telah memenuhi standard ambang batas tingkat getaran yang diizinkan.

3.3 ANALISA DATA

Pada proses analisa, seluruh data yang didapat dilapangan dan telah diolah seperti geometri peledakan, hasil pengukuran getaran dan prediksinya kemudian dianalisa dengan menggunakan acuan standar vibrasi SNI 7571:2010. Analisa pada penilitian ini

(48)

difokuskan pada analisis hasil pengukuran getaran terhadap geometri peledakan yang diterapkan oleh perusahaan dan analisis hasil pengukuran getaran terhadap pola rangkaian yang digunakan.

Pada analisis geometri hanya membahas hasil pengukuran getaran dari geometri yang digunakan selama bulan Mei dan Juni 2012, hasil yang didapatkan dari hasil pengukuran ternyata tingkat getaran yang ditimbulkan masih berada dibawah ambang batas standard getaran yang ditetapkan. Pada penelitian ini geometri peledakan yang digunakan mengikuti geometri yang telah ditentukan oleh perusahaan.

Sedangkan untuk pola rangkaian membahas pengaruh pola rangkaian yang telah ditetapkan oleh PT.Cipta Kridatama terhadap hasil pengukuran getaran. Pada penelitian ini pola pola rangkaian yang digunakan adalah row by row dan zig-zag. Besarnya tingkat getaran yang ditimbulkan dari penggunaan kedua pola rangkaian tersebut yang akan dianalisis dengan menghubungkannya terhadap acuan standar tingkat getaran yaitu SNI 7572:2010. Jika analisa data yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan, maka dilakukan perhitungan kembali sebagai upaya perubahan perbaikan.

3.4 KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh merupakan nilai dari hasil analisa data pada perhitungan, kemudian hasilnya tersebut akan dibandingkan dengan standar getaran SNI 7572:2010. Dari hasil perbandingan tersebut maka akan ditarik sebuah kesimpulan apakah hasil pengukuran getaran yang dilakukan sudah sesuai dengan standar yang ditentukan.

Gambar

Gambar 1.1. Peta Lokasi Tambang
Gambar 2.1 Sketsa pola pengeboran pada tambang terbuka.
Gambar 2.2 Pola Peledakan Corner Cut (Echelon)
Gambar 2.3 Pola Peledakan V-Cut
+7

Referensi

Dokumen terkait