Faktor yang dinilai : Faktor yang dinilai : · Pembukaan serviks · Pembukaan serviks · Pendataran serviks · Pendataran serviks
· Penurunan kepala (station) · Penurunan kepala (station) · Konsistensi serviks
· Konsistensi serviks · Posisi serviks · Posisi serviks
Faktor
Faktor NilaiNilai
0 1 2 3
0 1 2 3
P
Peemmbbuukkaaaann sseerrvviikkss 00 11--22 33--44 ≥≥ 55 Pendatara
Pendataran n serviksserviks (%)
(%)
0
0--3300 4400--5500 6060--7700 ≥≥ 8800
Pen
Penuruurunanan n kepkepalaala diukur dari bidang diukur dari bidang HIII (cm)
HIII (cm)
--33 --22 --11,,00 ++11,,++22
K
Koonnssiisstteennssi i sseerrvviikkss KKeerraass SSeeddaanngg LLuunnaakk --P
Poossiissi i sseerrvviikkss KKeebbeellaakkaanngg SSeeaarraah h ssuummbbuu jalan lahir jalan lahir
K
Keeddeeppaann
--Keterangan: Keterangan:
· Metode ini telah digunakan selama beberapa tahun dan telah terbukti memuaskan. · Metode ini telah digunakan selama beberapa tahun dan telah terbukti memuaskan. · Nilai Bishop ≥ 6 bisa berhasil induksi dan persalinan pervaginam.
· Nilai Bishop ≥ 6 bisa berhasil induksi dan persalinan pervaginam. · Seleksi pasien untuk induksi persalianan dengan letak verteks. · Seleksi pasien untuk induksi persalianan dengan letak verteks. · Dipakai pada multiparitas dan kehamilan 36 minggu atau lebih. · Dipakai pada multiparitas dan kehamilan 36 minggu atau lebih.
KONSEP UMUM KONSEP UMUM
INDUKSI PERSALINAN ELEKTIF INDUKSI PERSALINAN ELEKTIF
Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan. American College Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1999a) berdasarkan resiko persalinan yang berlangsung secara of Obstetricians and Gynecologists (1999a) berdasarkan resiko persalinan yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial).
jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial).
Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian tindakan Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian tindakan sectio caesar.
sectio caesar.
Hoffman dan Sciscione (2003): Induksi persalinan elektif menyebabkan peningkatan kejadian sectio Hoffman dan Sciscione (2003): Induksi persalinan elektif menyebabkan peningkatan kejadian sectio caesar 2 – 3 kali lipat.
caesar 2 – 3 kali lipat.
Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak dilakukan secara rutin mengingat Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak dilakukan secara rutin mengingat bahwa tindakan sectio caesar dapat meningkatkan resiko yang berat sekalipun jarang dari pemburukan bahwa tindakan sectio caesar dapat meningkatkan resiko yang berat sekalipun jarang dari pemburukan out come maternal termasuk kematian.
out come maternal termasuk kematian.
Induksi persalinan eletif yang dirasa perlu dilakukan saat aterm ( ≥ 38 minggu) perlu pembahasan Induksi persalinan eletif yang dirasa perlu dilakukan saat aterm ( ≥ 38 minggu) perlu pembahasan secara mendalam antara dokter dengan pasien dan keluarganya.
INDUKSI PERSALINAN ATAS INDIKASI
Tindakan induksi persalinan dilakukan bila hal tersebut dapat memberi manfaat bagi ibu dan atau anaknya.
INDIKASI:
1. Ketuban pecah dini dengan chorioamnionitis 2. Pre eklampsia berat
3. Ketuban pcah dini tanpa diikuti dengan persalinan 4. Hipertensi
5. Gawat janin
6. Kehamilan postterm KONTRA INDIKASI:
1. Cacat rahim ( akibat sectio caesar jenis klasik atau miomektomi intramural) 2. Grande multipara
3. Plasenta previa 4. Insufisiensi plasenta 5. Makrosomia
6. Hidrosepalus
7. Kelainan letak janin 8. Gawat janin
9. Overdistensi uterus : gemeli dan hidramnion 10.Kontra indikasi persalinan spontan pervaginam:
• Kelainan panggul ibu (kelainan bentuk anatomis, panggul sempit) • Infeksi herpes genitalis aktif
• Carcinoma cervix uteri
PEMATANGAN SERVIK PRA INDUKSI PERSALINAN
Tingkat kematangan servik merupakan faktor penentu keberhasilan tindakan induksi persalinan.
Tingkat kematangan servik dapat ditentukan secara kuantitatif dengan “BISHOP SCORE” yang dapat dilihat pada tabel 13.1
Nilai > dari 9 menunjukkan derajat kematangan servik yang paling baik dengan angka keberhasilan induksi persalinan yang tinggi
Umumnya induksi persalinan yang dilakukan pada kasus dilatasi servik 2 cm, pendataran servik 80% , kondisi servik lunak dengan posisi tengah dan derajat desensus -1 akan berhasil dengan baik.
Akan tetapi sebagian besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil dengan induksi persalinan memiliki servik yang tidak “favourable” ( Skoring Bishop < 4 ) untuk dilakukannya induksi persalinan.
Tabel 10.1 Sistem Skoring Servik “BISHOP” yang digunakan untuk menilai derajat kematangan servik
METODE PEMATANGAN SERVIK MEDIKAMENTOSA
Prostaglandine E2
Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan dengan aplikator khusus intraservikal dengan dosis 0.5 mg.
Dinoproston vaginal suppositoria 10 mg (Cervidil).
Pemberian prostaglandine harus dilakukan di kamar bersalin.
Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 – 12 jam pasca pemberian prostaglandine E2.
Efek samping: Tachysystole uterine pada 1 – 5% kasus yang mendapat prostaglandine suppositoria.
Prostaglandine E1
Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 µg.
Pemberian secara intravagina dengan dosis 25 µg pada fornix posterior dan dapat diulang pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi uterus masih belum terdapat.
Bila dengan dosis 2 x 25 µg masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis 50 µg. Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis maksimum adalah 4 x 50 µg ( 200 µg ).
Dosis 50 µg sering menyebabkan :
• Tachysystole uterin
• Mekonium dalam air ketuban • Aspirasi Mekonium
Pemberian per oral: Pemberian 100 µg misoprostol peroral setara dengan pemberian 25 µg per vaginam
METODE PEMATANGAN SERVIK MEKANIS 1. Pemasangan kateter transervikal
2. Dilatator servik higroskopik ( batang laminaria ) 3. “stripping” of the membrane
Pemasangan kateter Foley transervikal.
Tidak boleh dikerjakan pada kasus perdarahan antepartum, ketuban pecah dini atau infeksi. Tehnik:
• Pasang spekulum pada vagina
• Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui servik dengan menggunakan cunam tampon. • Pastikan ujung kateter telah melewati osttium uter internum
• Gelembungkan balon kateter dengan memasukkan 10 ml air • Gulung sisa kateter dan letakkan dalam vagina
• Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau maksimal 12 jam
• Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian lanjutkan dengan infuse
oksitosin.
Dilatator servik higroskopik Dilakukan dengan batang laminaria.
Dilakukan pada keadaan dimana servik masih belum membuka. Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis.
12 – 18 jam kemudian kalau perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin sebelum kuretase.
Gambar10-1:
1. Pemasangan laminaria didalam kanalis servikalis 2. Laminaria mengembang
3. Ujung laminaria melebihi ostium uteri internum (pemasangan yang salah)
“Stripping of the membrane”
Metode efektif dan aman untuk mencegah kehamilan posterm. Menyebabkan peningkatan kadar Prostaglandine serum.
INDUKSI & AKSELERASI PERSALINAN Dilakukan dengan menggunakan oksitosin sintetis.
Induksi persalinan dan akselerasi persalinan dilakukan dengan cara yang sama tapi dengan tujuan yang berbeda.
Induksi Persalinan (induction of labour): merangsang uterus untuk mengawali proses persalinan. Akselerasi Persalinan (augmented of labour) : merangsang uterus pada proses persalinan untuk meningkatkan frekuensi – durasi dan kekuatan kontraksi uterus [HIS].
Pola persalinan yang BAIK adalah bila terdapat 3 HIS dalam 10 menit dengan masing-masing HIS berlangsung sekitar 40 detik.
Bila selaput ketuban masih utuh, dianjurkan bahwa sebelum melakukan induksi atau akselerasi persalinan terlebih dahulu dilakukan Pemecahan Selaput Ketuban (ARM ~ Artificial Rupture of Membranes atau amniotomi)
AMNIOTOMI
Pecahnya selaput ketuban (spontan atau artifisial ) akan mengawali rangkaian proses berikut:
• Cairan amnion mengalir keluar dan volume uterus menurun; • Produksi prostaglandine, sehingga merangsang proses persalinan;
• HIS mulai terjadi (bila pasien belum inpartu) ; menjadi semakin kuat ( bila sudah inpartu)
Tehnik :
• Perhatikan indikasi
• CATATAN : Pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi, pertahankan selaput ketuban selama
mungkin untuk mengurangi resiko penularan HIV perinatal
• Dengar dan catat DJJ
• Baringkan pasien dengan tungkai fleksi dan kedua tungkai saling menjauh dan kedua lutut
terbuka
• Gunakan sarung tangan steril, lakukan VT dengan tangan kanan untuk menilai konsistensi –
posisi – dilatasi dan pendataran servik
• Masukkan “amniotic hook” kedalam vagina
• Tuntun “amniotic hook” kearah selaput ketuban dengan menyusuri jari-jari dalam vagina • Dorong selaput ketuban dengan jari-jari dalam vagina dan pecahkan selaput ketuban dengan
ujung instrumen
• Biarkan cairan amnion mengalir perlahan sekitar jari dan amati cairan amnion yang keluar • Setelah pemecahan ketuban, dengarkan DJJ selama dan setelah HIS
• Bila DJJ < 100 atau > 180 dpm : dugaan terjadi GAWAT JANIN .
• Bila persalinan diperkirakan TIDAK TERJADI DALAM 18 JAM berikan antibiotika
profilaksis untuk mengurangi kemungkinan infeksi GBS pada neonatus:
• Penicillin G 2 juta units IV; atau Ampicillin 2 g IV, tiap 6 jam sampai persalinan; Bila tidak
ditemukan gejala infeksi pasca persalinan, hentikan pemberian antibiotika
• Bila setelah 1 jam tidak nampak tanda-tanda kemajuan persalinan MULAILAH PEMBERIAN
OKSITOSIN INFUS
• Bila indikasi induksi persalinan adalah PENYAKIT MATERNAL IBU YANG BERAT ( sepsis
atau eklampsia) mulailah melakukan infuse oksitosin segera setelah amniotomi.
Komplikasi amniotomi: 1. Infeksi
2. Prolapsus funikuli 3. Gawat janin
4. Solusio plasenta
TEHNIK PEMBERIAN OKSITOSIN DRIP 1. Pasien berbaring di tempat tidur dan tidur miring kiri 2. Lakukan penilaian terhadap tingkat kematangan servik.
3. Lakukan penilaian denyut nadi, tekanan darah dan his serta denyut jantung janin 4. Catat semua hasil penilaian pada partogram
5. 2.5 - 5 unit Oksitosin dilarutkan dalam 500 ml Dekstrose 5% (atau PZ) dan diberikan dengan dosis awal 10 tetes per menit.
6. Naikkan jumlah tetesan sebesar 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai tercapai kontraksi uterus yang adekuat.
7. Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi > 60 detik atau lebih dari 4 kali kontraksi per 10 menit) hentikan infus dan kurangi hiperstimulasi dengan pemberian:
1. Terbutalin 250 mcg IV perlahan selama 5 menit atau
2. Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan RL 10 tetes permenit
8. Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat setelah jumlah tetesan mencapai 60 tetes per menit: 9. Naikkan konsentrasi oksitosin menjadi 5 unit dalam 500 ml dekstrose 5% (atau PZ) dan
sesuaikan tetesan infuse sampai 30 tetes per menit (15mU/menit)
10.Naikan jumlah tetesan infuse 10 tetes per menit setiap 30 menit sampai kontraksi uterus menjadi adekuat atau jumlah tetesan mencapai 60 tetes per menit.
Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus adekuat dengan konsentrasi yang lebih tinggi tersebut maka:
• Pada multipgravida : induksi dianggap gagal dan lakukan sectio caesar. • Pada primigravida, infuse oksitosin dapat dinaikkan konsentrasinya yaitu :
• 10 Unit dalam 400 ml Dextrose 5% (atau PZ) , 30 tetes permenit
• Naikkan jumlah tetesan dengan 10 tetes permenit setiap 30 menit sampai tercapai
• Jika sudah mencapai 60 tetes per menit, kontraksi uterus masih tidak adekuat maka
induksi dianggap gagal dan lakukan Sectio Caesar.
Jangan berikan oksitosin 10 Unit dalam 500 ml Dextrose 5% pada pasien multigravida dan atau penderita bekas sectio caesar