• Tidak ada hasil yang ditemukan

DekompensataSirosisHepatis Child Pugh Kelas C. Decompensated Liver Cirrhosis Child Pugh Class C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DekompensataSirosisHepatis Child Pugh Kelas C. Decompensated Liver Cirrhosis Child Pugh Class C"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

DekompensataSirosisHepatis Child Pugh Kelas C

Abdi Nusa Persada Nababan, Maya Ganda Ratna

FakultasKedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Sirosis hepatis merupakan penyakit yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif. Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2004sirosis hepatis menduduki peringkat 18 penyebab kematian dengan jumlah kematian 800.000 kasus. Di Indonesia 40-50% penyebab sirosis hati adalah virus hepatitis B, 30-40% disebabkan oleh virus hepatitis C dan 10-20% penyebabnya tidak diketahui. Insidensi sirosis di Amerika Serikat diperkirakan 360 per 100.000 penduduk yang banyak disebabkan oleh konsumsi alkohol. Laki-laki 46 tahun datang dengan keluhan perut membesar sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan kulit dan mata berwarna kuning, bengkak pada kedua kaki. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium didapatkan sklera ikterik, perut cembung, tanda-tanda asites, spider nevi, eritema palmar, edema tungkai, SGOT 1.501 U/L, SGPT 127 U/L, bilirubin total 32,2 mg/dl, alkali phosphatase 1.015 U/L, gamma GT 704 U/L, albumin 2,6 g/dl, globulin 2,4 g/dl, Na 124 mmol/L. Pasien didiagnosis sirosis hepatis dekompensata child pugh class B. Pasien ditatalaksana dengan tirah baring, diet rendah garam, pembatasan cairan, propanolol, diuretik, sukralfat, ondansetron, dan transfusi albumin.Pada pasien ini termasuk ke dalam Child Pugh C karena memenuhi beberapa kriteria diantaranya asites, hiperbilirubinemia, hipoalbumin dengan skor 11.

Kata kunci: Child Pugh,dekompensata,sirosis hepatis

Decompensated Liver Cirrhosis Child Pugh Class C

Abstract

Liver cirrhosis is a disease that illustrates the final stage of progressive hepatic fibrosis. According to the World Health Organization (WHO), in 2004 liver cirrhosis was ranked 18th leading cause of death with a death of 800,000 cases. In Indonesia, 40-50% of the causes of liver cirrhosis are hepatitis B virus, 30-40% are caused by hepatitis C, and 10-20% the cause is unknown. The incidence of cirrhosis in the United States an estimated 360 per 100,000 population which is mostly caused by the consumption of alcohol. A 47- year-old man came with complaints of abdominal bloating since two months ago. Patient also came with yellow skin and eyes, swelling in the legs. In physical and laboratory examination obtained sclera jaundice, abdominal convex, signs of ascites, spider nevi, palmar erythema, edema of the legs, SGOT 1.501 U/L, SGPT 127 U/L, total bilirubin 32.2 mg/dl, alkaline phosphatase 1.015 U/L, gamma GT 704 U/L, albumin 2.6 g/dl, globulin 2.4 g/dl, Na 124 mmol/L. Patients was diagnosed with decompensated liver cirrhosis Child Pugh class B. Patients treated by bed rest, low-salt diet, fluid restriction, propranolol, diuretics, sucralfat, ondansetron, and albumin transfusion. In these patients included in the Child Pugh C because it meets several criteria including ascites, hiperbilirubinemia, hipoalbumin with a score of 11.

Keywords: Child Pugh, decompensated, liver chirrosis

Korespondensi: Abdi Nusa Persada Nababan |Jln. Cipendawa No. 18 BojongMentengRawalumbu Bekasi|085788342535|abdinusa92@yahoo.co.id

Pendahuluan

Sirosis hepatis merupakan penyakit yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif. Gambaran histopatologi dari sirosis hati memiliki karakteristik, yaitu distorsi arsitektur hepar, jaringan parut akibat dari peningkatan deposisi jaringan fibrosa dan kolagen, sertanodul regeneratif akibat nekrosis sel-sel hati yang dikelilingi jaringan parut.1-3

Sirosis hepatis memiliki angka prevalensi yang tinggi dan salah satu penyebab kematian. Menurut World Health

Organization (WHO), pada tahun 2004

penyakit sirosis hepatis menduduki peringkat 18 penyebab kematian dengan jumlah kematian 800.000 kasus. Insidensi sirosis di

Amerika Serikat diperkirakan 360 per 100.000 penduduk yang banyak disebabkan oleh konsumsi alkohol. Di Indonesia 40-50% penyebab sirosis hati adalah virus hepatitis B, 30-40% disebabkan oleh virus hepatitis C dan 10-20% penyebabnya tidak diketahui.1,4,5

Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis hepatis meliputiperasaan mudah lelah dan lemah, selera makan berkurang, perasaaan perut kembung, mual, dan berat badan menurun. Stadium lanjut (sirosis hati dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila

(2)

timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi porta.1

Terapi sirosis hati bertujuan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan, dan penanganan komplikasi. 6 Kasus

Laki-laki 46 tahun datang ke UGD RSUD Dr. H. Abdul Moeloek (05/07/2014) dengan keluhan utama perut membesar sejak 2 bulan SMRS. Perutnya dirasakan semakin hari semakin membesar dan bertambah tegang. Pasien juga mengatakan bahwa kulit tubuh berwarna kuning dan mata kuning sejak 2 bulan SMRS. Warna kuning ini muncul perlahan-lahan. Selain itu dikatakan pula bahwa pasien merasa gelisah dan susah tidur di malam hari dalam beberapa hari terakhir. Selain itu pasien juga mengatakan adanya bengkak pada kedua kaki sejak 2 bulan SMRS yang membuat pasien susah berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang ataupun bertambah ketika dipakai berjalan ataupun diistirahatkan. Keluhan kaki bengkak tidak disertai nyeri dan kemerahan. Riwayat trauma pada kaki disangkal oleh pasien. Pasien mengeluh mual yang dirasakan hilang timbul, dan rasa ingin muntah setiap kali makan. Pasien juga mengatakan terasa penuh pada perut setiap makan. Selain itu, nafsu makan pasien menurun sejak 2 bulan SMRS. Pasien mengatakan BAK seperti teh pekat sejak 2 bulan SMRS, frekuensi 3-4 kali per hari dan volumenya kurang lebih ½ gelas tiap kali BAK. Rasa nyeri ketika buang air kecil disangkal oleh pasien. BAB berwarna seperti aspal sejak 5 hari yang lalu, frekuensi 1-2 kali per hari. Pasien juga mengeluh nyeri kepala terasa berdenyut yang hilang timbul, dan dirasakan sepanjang hari.

Dari riwayat penyakit dahulu

didapatkan pasien menderita malaria 4 bulan yang lalu, riwayat minum alkohol selama 2 tahun, pasien mengatakan minum alkohol kadang-kadang, sebanyak 100 ml/kali minum, 3-5 kali/bulan, riwayat merokok sejak usia 20 tahun, ± 1 bungkus rokok/hari, berhenti merokok semenjak sakit yaitu 2 bulan SMRS, riwayat maag (+). Riwayat hipertensi dan kencing manis disangkal oleh pasien. Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal oleh pasien.

Dari riwayat penyakit dalam keluarga, tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaaan umum pasien tampak sakit sedang, tekanan darah100/70 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, suhu 36,5oC, berat badan 60 kg, tinggi badan 165 cm, status gizi(IMT) = 22,04 (gizi normal). Kepala, hidung, dan mulut dalam batas normal. Pada pemeriksaan mata didapatkan sklera ikterik. Kulit tampak ikterik. Regio coli tidak ditemukan adanya peningkatan jugular

venous pressure (JVP). Ditemukan spider nevi

pada daerah dinding dada.Pada regio pulmo secara inspeksi tidak terdapat retraksi, secara palpasi dalam batas normal, secara perkusi ditemukan bunyi sonor pada lapang paru, dan secara auskultasi ditemukan napas vesikuler,

tidak ditemukan rhonki dan

wheezing.Pemeriksaan pada jantung dalam

batas normal. Regio abdomen dari inspeksi didapatkan cembung, auskultasi bisingusus normal, perkusi didapatkan timpani, palpasi ditemukan adanya nyeri tekantekan pada regio epigastrium, shifting dullness, dan undulasi. Pada palpasi hepar didapatkan hepar teraba 3 cm bawah arcus costae, konsistensi keras, tepi tajam, danterdapatnyeri. Lien tidak teraba adanya pembesaran.

Ekstremitas superior didapatkaneritema

palmar danekstremitas

inferiordidapatkanedema. Status neurologis didapatkan refleks fisiologis normal, refleks patologis negatif. Motorik dan sensorik dalam batas normal.

Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 11,4 g/dL, Ht 32,2%, leukosit 6.900/µl, hitung jenis 0/0/2/81/8/9, LED 45 mm/jam, eritrosit 3,67x106/µl, PT 2”, APTT 20”,SGOT 1.501 U/L, SGPT 127 U/L, ureum 42 mg/dl, kreatinin 0,7 mg/dl, HbsAg negatif, bilirubin total 32,2 mg/dl, bilirubindirek 27,3 mg/dl, bilirubin indirek 4,9 mg/dl, alkali phosphatase 1.015 U/L, GGT 704 U/L, total protein 5,0 g/dl, albumin 2,6 g/dl, globulin 2,4 g/dl, GDS 100 mg/dl, Na 124 mmol/L, K4,1 mmol/L, Ca 8,2 mg/dl, dan Cl 89 mmol/L.

Pasien didiagnosis sirosis hepatis

dekompensata Child Pugh classC.

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini meliputi terapi nonfarmakologi dan farmakologi.Terapinonfarmakologidengan tirah baring, diet rendah garam (konsumsi

(3)

garam 5,2 gr atau 90 mmol/hari), dan pembatasan cairan (1 liter/hari). Terapi farmakologi meliputi propanolol 2x10 mg, spironolakton 100 mg, furosemid 40 mg, sukralfat 3xC1, ondansetron 3x8 mg, dan transfusi albumin 20% 1 kolf/hari sampai albumin >3 g/hari.Prognosis pasien ini dubia ad malam.

Pembahasan

Faktor risiko utama penyebab sirosis hati pada pasien ini adalah perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh

alkoholik. Pasien mengaku gemar

mengkonsumsi alkohol, 3-5 kali/bulan selama 2 tahun terakhir.

Sirosis hepatis memiliki penyebab yang beracam-macam. Penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas.1

Alkohol merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sirosis hepatis karena menyebabkan hepatitis alkoholik yang kemudian dapat berkembang menjadi sirosis hepatis.7 Hasildaristudiepidemiologis yang rincidanstudiklinispadamanusiadanstudiekspe rimentalpadatikusdilakukanevaluasi. Hal iniditunjukkanpadamanusiasamasepertihewan laboratoriumbahwaalkoholdapatlangsungmer usaksel-selhatiterlepasdari status gizihost. Kerusakanhatidimulaidenganhati

yangberlemak (steatosis), menyebabkan

steatohepatitis, fibrosis

progresif,danakhirnyaakanmenyebabkansirosi s hepatis.8

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan perut membesar sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan juga disertai dengan kulit tubuh berwarna kuning, mata kuning dan bengkak pada kedua kaki. BAK seperti teh pekat. BAB berwarna seperti aspal sejak 5 hari yang lalu, frekuensi 1-2 kali per hari. Pasien juga mengeluh mual dan rasa ingin muntah setiap kali makan yang disertai penurunan nafsu makan.

Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental, yaitu kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental

tersebut.Kegagalan fungsi hati akan ditemukan karena terjadinya perubahan pada jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskular sistemik.1

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan dengan nyeri tekan pada regio epigastrium, terlihat juga tanda-tanda ikterus pada kedua sklera, ditemukan eritema palmar danspider nevi. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio abdomen

dengan tanda-tanda asites seperti

pemeriksaan shifting dullness dan gelombang undulasi yang positif. Hepar teraba 3 cm di bawah arcus costarum dengan konsistensi keras, tepi tajam dan nyeri, lien tidak teraba. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah.

Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase (GGT), bilirubin, albumin, dan waktu protrombin. Nilai serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. SGOT biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan SGPT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas

normal atas. GGT juga mengalami

peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Konsentrasi natrium serum

(4)

akan menurun terutama pada sirosis dengan asites, dimana hal ini dikaitkan dengan

(5)

ketidakmampuan ekskresi air bebas. Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia,

trombositopenia, leukopenia, dan

neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1,3,8

Pada kasus ini, pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada serum pasien dengan peningkatan SGOT yang lebih tinggi dibanding dengan peningkatan SGPT. Selain itu, ditemukan juga peningkatan bilirubin total, bilirubin indirek, dan bilirubin direk. GGT juga mengalami peningkatan pada pasien ini. Kadar alkali phosphatase mengalami peningkatan. Pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan kadar albumin. Sementara dari

pemeriksaan elektrolit darah ditemukan penurunan kadar natrium dan kalium.

Pada sirosis hepatis, diagnosis klinis SH dapat ditegakkan jika terdapat lima dari tujuh tanda meliputi eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral atau varises esofagus,

asites dengan atau tanpa edema,

splenomegali, hematemesis dan melena, serta rasio albumin dan globulin terbalik.9-11 Pada pasien ini ditemukan adanya eritema palmaris, asites dengan edema, spider nevi, melena dan rasio albumin dan globulin terbalik.Pasien ini didiagnosis sirosis hati dekompensata karena gejala klinis yang muncul sudah jelas, diantaranya terdapat asites, edema pada tungkai, dan ikterus. Sirosis hati dekompensata juga dikenal dengan active

cirrhosis hepar.

Tabel 1. Klasifikasi Sirosis dengan Skor Child-Turcotte-Pugh12

Kriteria Klinis dan Biokimia

Nilai *

1 2 3

Ensefalopati Tidak ada Ringan sampai sedang (kelas 1 atau 2)

Berat (kelas 3 atau 4) Asites Tidak ada Ringan sampai sedang Berat atau refrakter

terhadap diuretik Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3 Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8 Waktu protrombin* Perpanjangan (detik) <4 4-6 >6 International Normalized Ratio (INR) <1,7 1,7-2,3 >2,3

* Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, kelas A (5-6 poin) mengindikasikan penyakit hati least severe, kelas B (7-9 poin)mengindikasikan penyakit hati moderately severe dan kelas C (10-15 poin) mengindikasikan

most severe. Untuk mengubah nilai bilirubin ke mikromol per liter, kalikan 17,1.

+ Hanya salah satu. Pemanjangan waktu protrombin atau INR yang digunakan. Pada kasus ini, pasien didiagnosis

sirosis hati dekompensata Child-Pugh

class Ckarena memenuhi beberapa

kriteria, diantaranya asitesberat dengan skor3, hiperbilirubin (>3 mg/dl) skor 3, hipoalbumin (2,6 g/dl) skor 3, ensefalopati tidak ada skor 1, waktu protrombin <4” skor 1 dengan total skor 11.

Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati,

pencegahan dan penanganan

komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis. Pada kasus

ini, pasien diberikan diet cair rendah garam, serta pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari.

Pembatasan pemberian garam

dilakukan agar gejala asites yang dialami pasien tidak memberat.13,14 Jumlah kalori harian dapat diberikan sebanyak 2.000-3.000 kkal/hari. Infus RL diberikan 10 tetes per menit. Obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti sukralfat 3xC1diberikan jika ada dugaan kerusakan mukosa yang menyertai perdarahan.1Pasien juga mengeluh mual sehingga diberikan ondansetron 3x8 mg untuk mengurangi keluhan ini. Pada asites pasien harus melakukan

(6)

tirah baring dan terapi diawali dengan diet rendah garam. Konsumsi garam sebaiknya sebanyak 5,2 g atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam juga disertai dengan pemberian diuretik. Diuretik yang diberikan awalnya dapat dipilih spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali perhari. Respon diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau 1kg/hari dengan edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat dapat diberikan kombinasi berupa furosemid dengan dosis 20-40mg/hari. Pemberian furosemid dapat ditambah hingga dosis maksimal 160mg/hari.15-17 Pada pasien, diberikan terapi kombinasi spironolakton 100 mg dan furosemid 40 mg pada pagi hari.

Propranolol efektifdalammenurunkantekanan portal danmengurangiperdarahan gastrointestinal.Propranolol dilaporkanmenurunkanhepatic venouspressure gradient (HVPG) sebesar 20% ataulebih, dandapatmengurangiperdarahaninisialp ada 47% pasiendanmengurangi 39% perdarahanulang.Dosispropanolol yang direkomendasikandimulaidengan 20 mg

dua kali seharisampai target

frekuensijantung 55-60 kali

permenitataudosismaksimal yang

dapatditoleransi.12, 18

Padakeadaan dimana

kadaralbumin dalam plasma

menurun,transfusi albumin menjadisalahsatupilihantatalaksanayan g telahdipakaisejak lama. Umumnyaindikasipemberianalbumin padasirosishatiadalahuntukmengurangi pembentukanasitesatauuntukmemperb aikifungsiginjaldan sirkulasi.19Padapasieninipemberian tranfusi albumin juga dilakukan sebanyak 1 kolf setiap harinya.

Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi,

dan penyakit yang menyertai. Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut, dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Pugh B adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%.20,21

Kesimpulan

Diagnosis sirosis hepatis dekompensata Child-Pugh C pada pasien ini sudah sesuai dengan teori yang ada berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.Faktor risiko utama penyakit pada pasien ini disebabkan

karena konsumsi

alkohol.Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat yaitu bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit sirosis hati dekompensata.Prognosis pada pasien ini termasuk dalam klasifikasi Child-Pugh class C.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK, Setiati S (ed). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2009. hlm. 668-73.

2. Rockey DC, Friedman SL. Hepatic fibrosis and cirrhosis [internet]. Philadelphia: Elsevier Inc; 2006. [diakses11 Mei 2015]. Tersedia dari: http://www.eu.elsevierhealth.com/ media/us/samplechapters/9781416 032588/9781416032588.pdf. 3. Longo, Fausci, Kasper, Hauser,

Jameson, Loscalzo. Harrison's principles of internal medicine.Edisi ke-18. New York: The McGraw-Hill

(7)

4. WorldHealthOrganization

[internet]. The Global Burden of Disease 2004; 2008 [Diaksestanggal

11 Mei2015]

Tersediadari:http://www.who.int. 5. Suk TK, Baik KS, Yoon HJ, Cheong YJ,

Paik HY, Lee HC, Kim SY, et al. Revision and update on clinical practice guideline for liver cirrhosis. The Korean Journal of Hepatology 2012; 18(1):1-21.

6. Riley Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the setting of

chronic liver disease?. J

Gastrointestin Liver Dis. 2009; 18(3):299-302.

7. Reuben A. Alcohol and the liver. CurrOpinGastroenterol. 2008; 24: 328-38.

8. NayakNC. End stage chronic liver disease, yesterday, today and tomorrow. In: Micheli, L Miranda. EdisiHepatology research and clinical development liver cirrhosis: causes, diagnosis and treatment. New York: Nova Biomedical Books; 2011. hlm. 59-83.

9. Ami V, Vianto D. Faktor risiko terkait perdarahan varises esophagus berulang pada penderita sirosis hati. Jurnal Penyakit Dalam. 2011;12(3):56-62.

10. Schuppan D,Afdhal NH. Liver cirrhosis. Lancet. 2008; 371:838-51. 11. Heidelbaugh JJ,Bruderly M. Cirrhosis

and chronic liver failure: part I. Diagnosis and evaluation. Am Fam Physician. 2006; 74:756-62.

12. Garcia-Tsao G, Bosch J.

Management of varices and variceal hemorrhage in cirrhosis. N Engl J Med. 2010; 362:823-32.

13. Runyon BA. Management of adult patients with ascites due to cirrhosis. Hepatology. 2004; 39: 841-56.

14. Runyon BA. AASLD Practice

Guidelines Committee.

Management of adult patients with ascites due to cirrhosis: an update. Hepatology. 2009; 49(1): 2087-207. 15. Angeli P, Fasolato S, Mazza E, et al.

Combined versus sequential diuretic treatment of ascites in non-azotaemic patients with cirrhosis: results of an open randomised clinical trial. Gut. 2010;59(1): 98-104.

16. Heidelbaugh JJ,Sherbondy M. Cirrhosis and chronic liver failure: part II. Complications and treatment. Am Fam Physician. 2006; 74(1):767-76.

17. Kashani A,Landaverde C, Medici V, Rossaro L. Fluid retention in cirrhosis: pathophysiology and management. QJM.2008; 101:71-85.

18. Agasti AK, Mahajan AU, Phadke AY, Nathani PJ, Sawant P. Comparative randomized study on efficacy of losartan versus propranolol in lowering portal pressure in decompensated chronic liver disease. Journal of Digestive Diseases. 2013; 14:266–71.

19. Gines P, Arroyo V. Is there still a need for albumin infusions to treat patients with liver disease?.Gut 2000; 46:588-90. 20. David CW. Cirrhosis. 2012 [diakses11 Mei 2015]. Tersediadari:http://emedicine.meds cape.com/article/185856-overview#showall.

21. Durand F,Valla D. Assessment of prognosis of cirrhosis. Semin Liver Dis. 2008; 28: 110-22.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Sirosis dengan Skor Child-Turcotte-Pugh 12 Kriteria Klinis dan

Referensi

Dokumen terkait