• Tidak ada hasil yang ditemukan

tingkatan kehidupan dan kematangan karir yang meliputi pemahaman peran kehidupan sehari-hari dan peran pekerjaan (Punch, 2008). Super (1980) dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "tingkatan kehidupan dan kematangan karir yang meliputi pemahaman peran kehidupan sehari-hari dan peran pekerjaan (Punch, 2008). Super (1980) dalam"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

manusia dewasa, dimanapun dan kapanpun mereka berada. Seseorang akan susah dan gelisah jika tidak memiliki pekerjaan yang jelas, apalagi jika sampai menganggur atau tidak bekerja. Demikian pula banyak orang yang mengalami stress dan frustasi dalam hidup ini dikarenakan masalah dalam pekerjaan. Menurut Herr dan Cramer (dalam Isaacson, 1985) pekerjaan memiliki peranan yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan ekonomis, sosial dan psikologis. Secara ekonomi orang yang bekerja akan memperoleh penghasilan atau uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara sosial orang yang bekerja akan lebih dihargai dibandingkan dengan orang yang menganggur. Hal ini menyebabkan mereka yang bekerja akan memiliki status sosial yang lebih tinggi di masyarakat dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja. Sedangkan secara psikologis orang yang bekerja memiliki harga diri dan kompetensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja, Herr dan Cramer (dalam Isaacson, 1985). Bekerja akan meningkatkan harga diri seseorang karena ia merasakan bahwa kegiatan yang dilakukannya akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain sedangkan orang yang tidak bekerja merasa tidak dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain dan berdampak pada harga diri orang itu yang menjadi rendah (Myers, Little & Robinson,1953).

Menurut Seligman (1994) pekerjaan yang dilakukan seseorang merupakan bagian dari perkembangan karir. Perluasan konsep karir dalam beberapa hal direfleksikan dalam teori perkembangan karir sejak awal tahun 1980-an. Sebagai contoh, Super (1980) mengembangkan konsep perkembangan karir yang mencakup dasar kehidupan sosial melalui

(2)

tingkatan kehidupan dan kematangan karir yang meliputi pemahaman peran kehidupan sehari-hari dan peran pekerjaan (Punch, 2008). Super (1980) dalam teorinya yaitu life span, life space theory of career development, yang telah ada lebih dari 60 tahun menjelaskan bahwa tahap perkembangan karir berjalan seiring dengan tahap perkembangan manusia (Punch,2008). Tahapan dimulai sejak lahir hingga memasuki usia lanjut, yaitu mulai dari tahap pertumbuhan (growth), eksplorasi (exploration), penetapan (establishment), pemeliharaan (maintenance) dan terakhir tahap pelepasan (disengagement) (Punch, 2008).

Tahapan hidup eksplorasi, secara umum didefinisikan sebagai kejadian antara usia 14 dan 24, di mana anak muda akan menghadapi tugas pengembangan untuk menterjemahkan konsep kejuruan pribadi mereka ke dalam suatu identitas kejuruan (Punch, 2008). Super menyampaikan bahwa tingkat eksplorasi dapat dipisahkan menjadi tiga tugas: kristalisasi, spesifikasi, dan implementasi. Kristalisasi mencakup suatu eksplorasi yang luas dari pengerahan pribadi terhadap unifikasi persepsi pribadi ke dalam konsep kejuruan pribadi, dan suatu eksplorasi yang luas terhadap masyarakat dan dunia kerja. Eksplorasi ini, dikombinasikan dengan pengembangan perilaku, kepercayaan dan kompetensi, mengarahkan pada pembentukan pilihan tentatif dan kesiapan yang lebih baik dalam pengambilan keputusan. Tugas berikutnya adalah menspesifikasi suatu pilihan pekerjaan. Spesifikasi melibatkan eksplorasi yang mendalam dan pengujian realita dengan tujuan mempersempit tujuan karir umum menuju satu tujuan khusus. Tugas akhir dari tahapan eksplorasi adalah implementasi atau aktualisasi, di mana individu merencanakan dan melakukan aksi untuk mengimplementasikan pilihan mereka (Punch, 2008).

(3)

Menurut Super ( dalam Brown & Associates, 2002), pada setiap tahap perkembangan karir, seseorang dituntut untuk menyelesaikan berbagai tugas perkembangannya. Seseorang yang mampu menyelesaikan tugas pada setiap tahap perkembangan karirnya akan membawanya pada kesuksesan dalam perjalanan karirnya. Salah satu tugas perkembangan karir yang cukup menentukan keberhasilan seseorang dalam kehidupan karir adalah kematangan karir dan kemampuannya dalam membuat keputusan mengenai pilihan karir yang diinginkannya, ini semua terjadi pada tahap eksplorasi.

Super (dalam Punch, 2008) menjelaskan bahwa kematangan karir menjadi sangat penting ketika seseorang memasuki tahapan eksplorasi, yaitu pada rentang usia antara 14 hingga 24 tahun. Inti dari tahapan eksplorasi yaitu kristalisasi, spesifikasi dan implementasi pilihan pekerjaan yang umum terjadi dalam usia pra-dewasa dan usia muda yaitu kesiapan dan kemampuan individu untuk menyelesaikan tugas pengembangan yang dibutuhkan. Dari ketiga subtahap tersebut, subtahap yang cukup penting dalam pengambilan keputusan dalam pendidikan maupun pekerjaan berada pada tahap kristalisasi, yaitu pada jenjang sekolah menengah, SMA atau SMK. Hurlock (1993) menambahkan bahwa remaja yang berada pada jenjang sekolah menengah memiliki tugas perkembangan yang sangat penting karena mereka harus bisa mencapai kemandirian secara ekonomi. Kemandirian secara ekonomi menurut Hurlock (1993) hanya bisa dicapai dengan kesiapan dalam memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri memasuki dunia kerja.

Pendapat dari Super (1996) maupun Hurlock (1993) menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah baik siswa SMA maupun SMK berada pada tahapan yang paling penting untuk memiliki kematangan karir. Namun fakta yang terjadi penulis melihat bahwa masih banyak anak-anak yang berusia 14 hingga 18 tahun khususnya siswa SMK belum memiliki kematangan karir

(4)

yang baik dalam merencanakan bahkan memilih karirnya di masa yang akan datang. Menurut berita resmi statistik dari Badan Pusat Statistik, 5 Mei 2011 disebutkan bahwa pada Februari 2011, tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan mencapai 8,1 juta orang dan pengangguran terbuka untuk tingkat pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 10 %. Sedangkan, menurut berita resmi statistik dari Badan Pusat Statistik, 7 November 2011 diterangkan bahwa pada bulan Agustus 2011 tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan mencapai 7,7 juta orang dan pengangguran terbuka untuk tingkat pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 10, 43 %. Tingginya angka pengangguran dan tidak terisinya lowongan kerja dikarenakan tidak terpenuhinya tuntutan kualifikasi yang dipersyaratkan oleh dunia kerja (http:/www.bps.go.id, 5 Mei 2011) . Rendahnya kualitas tenaga kerja yang tersedia hal tersebut terjadi dimungkinkan karena siswa belum memiliki kematangan karir untuk memasuki dunia kerja. Penulis mengamati bahwa keberadaan SMK dalam menyiapkan tenaga kerja masih disangsikan oleh masyarakat karena lulusan SMK belum dapat sepenuhnya memenuhi tuntutan lapangan kerja sesuai dengan spesialisasinya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosafat (2009) terhadap 230 siswa kelas XII yang berada di Malang menunjukkan 62,2 % siswa tidak yakin dengan pilihan karirnya dan 71,11 % siswa memiliki kematangan karir yang rendah. Penulis juga melakukan wawancara kepada beberapa siswa SMK tentang rencana setelah mereka lulus, dan sebagian siswa menjawab dengan “tidak tahu, bingung harus melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi dulu, itupun masih belum tentu bisa langsung bekerja, susah ya cari kerja sekarang”. Bahkan berdasarkan hasil wawancara dengan guru SMK Sahid Surakarta diperoleh hasil bahwa sekitar 60% siswa SMK tingkat akhir masih

(5)

bingung untuk memutuskan akan bekerja dan menggeluti pekerjaan seperti apa setelah lulus nanti. Berdasarkan hasil yang disebutkan di atas, menunjukkan bahwa ketidaksiapan siswa mengambil keputusan dalam bidang karir dan rendahnya kematangan karir siswa, sehingga ini menjadi suatu hal yang sangat penting untuk dapat diteliti.

Super (1995) memperkenalkan konsep kematangan kejuruan, yang saat ini dikenal sebagai kematangan karir, 50 tahun yang lalu (Punch, 2008). Gagasan kematangan karir melibatkan kesiapan dari seorang individu untuk membuat keputusan karir yang terinformasi dan tepat dengan usia. Super dan koleganya mendeskripsikan sisi alamiah psikososial dari gagasan tersebut: Dari suatu pandangan sosial atau bermasyarakat, kematangan karir secara operasional dapat didefinisikan dengan membandingkan tugas perkembangan yang akan dilakukan sesuai yang diharapkan berdasarkan usia kronologis individu. Dari sudut pandang psikologis, kematangan karir secara operasional dapat didefinisikan dengan membandingkan sumber daya individu, baik kognitif maupun afektif, untuk menangani tugas yang ada saat ini dengan sumber daya yang dibutuhkan untuk menguasai tugas tersebut (Super et al., 1996 hal. 124-125). Super dan Crites (1957) mengatakan bahwa kematangan karir meliputi pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan memilih suatu pekerjaan, dan kemampuan untuk merencanakan langkah-langkah menuju karir yang diharapkan (Creed & Patton, 2004).

Lokan, (1984); Paton dan Creed (2001) menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kematangan karir siswa, yaitu a) work salience, b)

work experience, c) career indecision, d) ras atau budaya, e) self-esteem, f)

usia, g) jenis kelamin, h) status sosial ekonomi, i) bahan pengajaran, j)

(6)

penelitian mengenai Self-efficacy pengambilan keputusan karir dan mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

self-efficacy pengambilan keputusan dengan kematangan karir karena hasil

penelitian yang dilakukan ternyata perbedaan gender subjek sangat mempengaruhi kedua variable tersebut, namun Luzzo (1993) memberikan hipotesis bahwa semakin tinggi self-efficacy pengambilan keputusan karir siswa maka semakin tinggi juga kematangan karirnya dan kemudian di lakukan penelitian yang menghasilkan konsistensi reliabilitas sebesar .93 alpha cronbach.

Konsep self-efficacy pengambilan keputusan karir berasal dari teori sosial kognitif Bandura. Bandura (1995) mendefinisikan self-efficacy sebagai persepsi seseorang mengenai kemampuannya untuk sukses dalam memenuhi tugas atau perilaku tertentu (Luzzo, 1996). Self-efficacy tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus dikaitkan dengan keyakinan terhadap suatu domain perilaku tertentu, sehingga pada hal ini dikaitkan dengan pengambilan keputusan (Hacket, 1995). Taylor dan Betz (1983) mendefinisikan

self-efficacy pengambilan keputusan karir sebagai keyakinan seseorang akan

kemampuannya dalam membuat keputusan dalam bidang karir.

Berikut ini penulis mengemukakan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa self-efficacy pengambilan keputusan karir merupakan variabel yang memiliki peran yang cukup besar bagi siswa dalam menentukan karir yang sedang dijalaninya. Menurut Lent dan Hackett (dalam Watson, Brand, Stead & Ellis, 2001), siswa yang memiliki

self-efficacy pengambilan keputusan karir akan menunjukkan kesiapannya dalam

memasuki tugas dan perilaku karir. Peterson (2005) menemukan bahwa

self-efficacy pengambilan keputusan karir akan berhubungan dengan keteguhan

(7)

Berdasarkan penjelasan diatas penulis melihat bahwa pentingnya menguji variabel self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir siswa SMK, karena self-efficacy pengambilan keputusan karir mempunyai peranan yang cukup besar bagi perkembangan pendidikan dan karir khususnya bagi siswa SMK.

Dewasa ini pembangunan khususnya di bidang industri akan berjalan lancar apabila tersedia sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang terdidik, terampil, memiliki keahlian dan berdisiplin di segala bidang kejuruan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu penekanan dari tujuan pendidikan, seperti yang tertuang dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang tujuan Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 tujuan utama sekolah, yaitu membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan, dan membangun kemampuan yang akan membuat siswa memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas individu dan sosialnya pada saat ini dan pada masa yang akan datang (Utami & Hudania, 2013). Kesimpulan yang dapat diambil bahwa jalur pendidikan merupakan tulang punggung pengembangan SDM yang dimulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

Sekolah Menengah Kejuruan atau yang lebih dikenal dengan singkatan SMK merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. Dalam peraturan pemerintah no. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah Kejuruan pasal 3 ayat 2 “sekolah menengah kejuruan mengutamakan persiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional”. Dalam Utami dan Hudaniah (2013)

(8)

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan memberikan bekal dan kecakapan khusus dan mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja. Menurut Utami dan Hudaniah (2013) SMK memiliki tujuan untuk 1) mempersiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional, 2) menyiapkan siswa agar mampu memilih karir, dan 3) menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah dan mengisi dunia usaha. Siswa yang belajar di sekolah menengah kejuruan mempunyai penekanan ilmu tertentu seperti contoh ada sekolah menengah kejuruan yang khusus mempelajari ilmu teknik (STM), ada yang mengkhususkan pada ilmu pertanian (Sekolah Menengah Farming) dan lain sebagainya. Melihat pemahaman tentang sekolah menengah kejuruan diatas, ini menunjukkan bahwa hasil akhir dari Sekolah Menengah Kejuruan selalu berorientasi pada pekerjaan, lulusan yang siap untuk bekerja dengan sikap profesional sebagai bekal dalam mengaplikasikan keahliannya pada lapangan pekerjaan tertentu. Akan tetapi, persaingan untuk memasuki dunia kerja tidaklah mudah. Banyak sekali persaingan yang harus dihadapi oleh lulusan SMK, sehingga ketika siswa SMK memiliki self-efficacy pengambilan keputusan karir yang baik maka siswa dapat memiliki kematangan karir yang baik juga untuk meningkatkan kualitas dirinya sebagai tenaga kerja nantinya.

Hal ini sejalan dengan hipotesis yang diberikan oleh Luzzo (1993) bahwa semakin tinggi self-efficacy pengambilan keputusan karir siswa maka semakin tinggi juga kematangan karirnya, namun penelitian yang dilakukan oleh Zulkaida (2007) menjelaskan bahwa self-efficacy pengambilan keputusan karir memiliki hubungan yang negatif dengan kematangan karir, terkecuali variabel self-efficacy pengambilan keputusan karir dianalisis bersama-sama dengan locus of control. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan menguji hubungan antara self-efficacy pengambilan keputusan

(9)

karir dengan kematangan karir siswa SMK, karena penulis melihat bahwa di Indonesia belum banyak yang melakukan penelitian ini, dan jika sudah ada pun penulis menguji kembali dengan tempat dan subjek penelitian yang berbeda terhadap kedua variabel ini sehingga diharapkan penulis mendapatkan hasil dari hubungan antara self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir yang akan membuktikan hasil baik negatif maupun positif terhadap penelitian terdahulu.

TINJAUAN PUSTAKA Kematangan Karir

Konsep kematangan karir (career maturity) dipergunakan untuk menggambarkan proses di mana individu membuat keputusan karir yang sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan dan kemampuan untuk berubah dan melakukan transisi secara berhasil melalui tugas-tugas setiap tahap perkembangan. Sementara Savickas (1999) lebih jelas lagi menjelaskan bahwa kematangan karir merupakan konsep yang mengacu pada kesiapan individu untuk mendapatkan informasi, membuat keputusan karir yang sesuai dengan usia perkembangannya, dan kemampuan mengatasi tugas-tugas perkembangan karir (Punch, 2008). penulis mengambil pengertian tentang kematangan karir yaitu konsep yang mengacu pada kesiapan individu untuk mendapatkan informasi, membuat keputusan karir yang sesuai dengan usia perkembangannya yang dalam penelitian ini berfokus kepada pendidikan siswa, dan kemampuan mengatasi tugas-tugas perkembangan karir baik kognitif maupun afektif. Sumber daya afektif dan kognitif diperlukan untuk menguasai tugas yang berhubungan dengan karir pada usia kronologisnya. Kognitif

(10)

mengacu kompetensi dalam memilih karir sedangkan afektif mengacu pada sikap yang menuju pada proses seseorang menentukan karirnya yang sesuai dengan usia kronologisnya.

Super (dalam Creed & Patton, 2004) mengukur kematangan karir dalam Career Development Inventory (CDI) yang mencakup empat dimensi yaitu dua dimensi kognitif dan dua dimensi afektif, antara lain:

a. Perencanaan karir

Bertanya tentang sejauh mana siswa berpikir dan merencanakan tentang kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan karier b. Eksplorasi karir

Mengukur kemauan dan kemampuan untuk menemukan dan menggunakan sumber daya yang baik untuk perencanaan karir. Di dalam skala ini mencakup keinginan untuk menggunakan sumber daya seperti orang tua, keluarga lainnya, teman-teman, para guru, para konselor, buku-buku dan film-film.

c. Pengambilan keputusan

Mengukur kemampuan dalam menerapkan prinsip-prinsip pengambilan keputusan dan metode proses pemilihan karir d. Informasi dunia kerja

Mengukur pengetahuan terhadap tugas-tugas perkembangan yang penting, seperti menyelidiki minat-minat dan kemampuan-kemampuan mereka dalam pendidikan yang sesuai dengan rencana karir pekerjaan di masa depan.

(11)

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kematangan Karir Paton dan Creed (2001) melakukan penelitian terhadap kematangan karir yang telah memasuki dekade kelima sejak diperkenalkannya konstruk ini. Mereka menjelaskan 10 faktor yang mempengaruhi kematangan karir. Penjelasan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kematangan karir adalah sebagai berikut:

a. Usia

Kematangan karir seseorang akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Pengaruh kelas dan tingkat pendidikan terhadap kematangan karir juga menunjukkan hal yang sama yaitu semakin tinggi kelas dan tingkat pendidikan maka semakin tinggi kematangan karirnya.

b. Jenis kelamin

Pengaruh jenis kelamin terhadap kematangan karir masih sering terjadi perbedaan, belum didapatkan gambaran hasil penelitian yang seragam.

c. Status ekonomi sosial.

Walaupun status sosial ekonomi secara teori mempunyai pengaruh yang cukup penting terhadap perilaku karir, namun banyak penelitian menemukan bahwa hubungan antara kematangan karir dan status sosial ekonomi tidak terlalu besar atau bahkan tidak signifikan.

d. Bahan pengajaran.

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan pengajaran yang diberikan siswa akan sangat berpengaruh pada kematangan karir. Terutama bahan pengajaran yang berkaitan dengan dunia karir atau dunia kerja. Siswa yang mendapat bahan

(12)

pengajaran tentang karir secara spesifik akan memiliki skor kematangan karir lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mendapat bahan pengajaran tentang karir yang terlalu umum. e. Perbedaan ras dan budaya

Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan budaya turut berpengaruh pada kematangan karirnya. Faktor status sosial ekonomi berinteraksi dengan faktor perbedaan budaya dalam memprediksi kematangan karir seseorang.

f. Work salience

Peran penting pekerjaan dalam kehidupan seseorang berpengaruh secara signifikan terhadap kematangan karir seseorang. Ketika seseorang menilai bahwa pekerjaannya memiliki peran penting yang cukup tinggi maka akan meningkatkan kematangan karirnya.

g. Career indecision

Kebimbangan karir menjadi faktor yang cukup berpengaruh bagi kematangan karir seseorang. Kebimbangan karir yang tinggi akan menyebabkan kematangan karir seseorang menjadi menurun.

h. Work experience

Pengalaman bekerja seseorang turut berpengaruh terhadap kematangan karirnya. Semakin banyak pengalaman bekerja seseorang maka kematangan karirnya semakin meningkat. i. Self-efficacy pengambilan keputusan karir

semakin tinggi self-efficacy pengambilan keputusan karir siswa maka semakin tinggi juga kematangan karirnya.

(13)

j. Self-esteem

Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi akan memiliki kematangan karir yang tinggi juga.

Self-Efficacy Pengambilan Keputusan Karir

Bandura (1995) mendefinisikan Self-efficacy sebagai persepsi seseorang mengenai kemampuannya untuk sukses dalam memenuhi tugas atau perilaku tertentu (Luzzo, 1996). Self-efficacy tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus dikaitkan dengan keyakinan terhadap suatu domain perilaku tertentu. Konsep self-efficacy pengambilan keputusan karir berasal dari teori self-efficacy Bandura. Self-efficacy pengambilan keputusan karir merujuk pada tingkat keyakinan individu bahwa dirinya akan sukses dalam menyelesaikan tugas yang diperlukan saat pengambilan keputusan mengenai karir pekerjaannya (Taylor & Betz, 1983). Penulis mendefinisikan self-efficacy pengambilan keputusan karir sebagai kepercayaan terhadap kemampuan bahwa dirinya akan sukses dalam menyelesaikan tugas yang diperlukan saat pengambilan keputusan mengenai karir pekerjaannya.

Teori mengenai self-efficacy pengambilan keputusan karir dilandasi dari teori yang dibuat oleh Crites dan kemudian disempurnakan oleh Taylor dan Betz (dalam Betz & Hackett, 2006). Lima domain dalam pengukuran self-efficacy pengambilan keputusan karir tersebut adalah:

a. Self-appraisal (penilaian diri)

Kemampuan seseorang tersebut dalam menilai kekuatan dan kelemahan yang ada dalam dirinya untuk mencapai kepuasan dalam karir

(14)

b. Occupational information (mengumpulkan informasi tentang pekerjaan)

Sejauh mana pengetahuan seseorang tentang dunia kerja dan berbagai tugas yang ada dalam suatu pekerjaan. Pengetahuan dalam dunia kerja meliputi juga pengetahuan mengenai tren dunia kerja, sikap maupun kesempatan kerja

c. Goal selection (penentuan tujuan)

Kemampuan seseorang dalam membuat pilihan pekerjaan yang paling sesuai dan terbaik bagi dirinya.

d. Planning (perencanaan)

Dalam membuat perencanaan seseorang memahami benar dan bisa membuat serangkaian tahapan perencanaan dalam memasuki suatu pekerjaan tertentu.

e. Problem solving (penyelesaian masalah)

Seseorang harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan karir yang dalam hal ini adalah pekerjaan.

Menurut Lent dan Hackett (dalam Watson, Brand, Stead & Ellis, 2001) siswa yang memiliki self-efficacy pengambilan keputusan karir akan menunjukkan kesiapannya dalam memasuki tugas dan perilaku karir. Peterson (2005) menemukan bahwa self-efficacy pengambilan keputusan karir akan berhubungan dengan keteguhan dalam dunia akademis dan menghindarkannya dari tindakan drop out.

(15)

METODE

Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa SMK Sahid Surakarta yang berjumlah 475 siswa. Dimana jumlah siswa yang sesuai dengan kompetensi keahlian dari kelas X sampai kelas XII yaitu kelas X berjumlah 125 siswa, kelas XI berjumlah 167 siswa dan kelas XII berjumlah 183 siswa.

Teknik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

insidental sampling yang merupakan teknik penentuan sampel

berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemuin itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2012). Dari 4 bidang kompetensi keahlian yang ada di SMK Sahid Surakarta, penulis mengambil sampel sebanyak 100 siswa dari ke-4 bidang kompetensi keahlian.

Alat Ukur Penelitian

Skala pengukuran self-efficacy pengambilan keputusan karir dalam penelitian ini mengacu pada alat ukur yang dikembangkan oleh Taylor dan Betz (dalam Betz & Hackett, 2006) yang kemudian dimodifikasi oleh peneliti dan memiliki lima dimensi self-efficacy pengambilan keputusan karir yaitu Self-appraisal (penilaian diri), Occupational information (mengumpulkan informasi tentang pekerjaan), Goal selection (penentuan tujuan), Planning (perencanaan), Problem solving (penyelesaian masalah). Skala tersebut bernama Career Decision-Making Self-Efficacy (CDMSE) yang tersusun dari 31 aitem pertanyaan dalam bentuk skala Likert.

(16)

Skala kematangan karir yang diacu dalam penelitian ini adalah skala yang disusun oleh Creed dan Patton (2004) dan kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Skala tersebut dikenal dengan nama Career Development

Inventory (CDI) yang tersusun sebanyak 27 item pertanyaan dalam

bentuk skala Likert. Skala psikologi Career Development Inventory (CDI) memiliki 4 aspek didalamnya, yakni Perencanaan karir, Eksplorasi karir, Pengambilan keputusan, Informasi dunia kerja.

Reliabilitas Dan Validitas Skala Self-Efficacy pegambilan Keputusan Karir Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .917 30 Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

CDMSE 86 43 115 90.70 11.946

Valid N (listwise) 86

Reliabilitas dan Validitas Skala Kematangan Karir

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items .875 22

(17)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

CDI 86 38 88 67.06 8.606

Valid N (listwise) 86

Metode Pengumpulan Data

Pada tanggal 12 Maret 2014, pukul 09.00 WIB dilaksanakan penelitian. Peneliti telah menyiapkan 110 skala psikologi yang akan digunakan dengan rincian 100 untuk digunakan dalam penelitian, dan 10 sebagai cadangan apabila ada kesalahan dalam prosedur pengisian, namun skala psikologi yang terpakai hanya 86 saja dikarenakan banyak siswa dari masing-masing bidang keahlian banyak yang tidak masuk pada hari itu. Sesuai dengan rancangan penelitian, dalam pemilihan subjek peneliti menggunakan teknik insidental sampling yang merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemuin itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2012).

Pengisian skala psikologi dilakukan pada pukul 09.30 WIB dengan terlebih dahulu peneliti memperkenalkan diri dan memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan peneliti melakukan penelitian kepada para siswa dan meminta partisipasi siswa untuk berperan serta dalam penelitian ini dengan mengisi skala yang disebarkan kepada mereka. Selama pengisian skala, siswa diperkenankan bertanya jika ada materi yang terdapat di dalam skala dianggap sulit dipahami atau tidak jelas. Selama pengisian skala, peneliti berada di dalam kelas untuk memberikan penjelasan jika terdapat persoalan yang tidak dimengerti siswa. Setelah

(18)

pengisian skala selesai, skala langsung diberikan kepada peneliti dan peneliti langsung mengecek skala yang telah diisi oleh siswa. Selama pelaksanaan penelitian, responden dapat bekerjasama dengan baik dan cenderung menjawab setiap pernyataan dengan baik. Kemudian dari skala psikologi yang disebar, semuanya kembali dan semuanya itu bisa dipakai dalam penelitian ini. Kemudian peneliti memberikan ucapan terima kasih kepada pihak sekolah. Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian akan diolah menggunakan bantuan program komputer SPSS 17.0 for

windows.

Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan bentuk studi korelasional dengan metode analisis korelasi bivariat untuk melihat hubungan antara self-efficacy pengambilan keputusan karir dan kematangan karir . Analisis data dilakukan dengan menggunakan program bantu SPSS 17.0 dengan teknik korelasi Pearson’s Product moment.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan uji normalitas dengan bantuan program SPSS, maka didapatkan nilai signifikasi kematangan karir sebesar p = 0,227 (p>0,05). Hal tersebut menunjukan bahwa sebaran data untuk kematangan karir memiliki sebaran data yang berdistribusi normal. Sedangkan untuk nilai signifikasi kematangan karir, setelah dilakukan uji normalitas dengan bantuan SPSS, maka didapatkan hasil sebesar p = 0,150 (p>0,05). Karena nilai signifikasi yang didapat baik kematangan karir dan self-efficacy pengambilan keputusan karir lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka dapat disimpulkan data yang ada baik kematangan karir dan self-efficacy

(19)

pengambilan keputusan karir memiliki sebaran data yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel berikut:

Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

CDMSE CDI

N 86 86

Normal Parametersa Mean 90.70 67.06 Std. Deviation 11.946 8.606 Most Extreme Differences Absolute .123 .112

Positive .054 .068

Negative -.123 -.112

Kolmogorov-Smirnov Z 1.137 1.043

Asymp. Sig. (2-tailed) .150 .227

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukan bahwa hubungan self-efficacy pengambilan keputusan karir dan kematangan karir adalah linear, karena memiliki nilai signifikasi untuk linearitas sebesar 0,000 (p < 0,05). Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,2333 dengan sig.= 0,003 (p<0,05) yang

menunjukkan hubungan antara self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir adalah linear. Hasil uji linearitas dapat dilihat dalam tabel berikut:

(20)

Hasil Uji Linearitas

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. CDI * CDMSE Between Groups (Combined) 5229.318 36 145.259 6.681 .000 Linearity 3453.662 1 3453.662 158.842 .000 Deviation from Linearity 1775.655 35 50.733 2.333 .003 Within Groups 1065.392 49 21.743 Total 6294.709 85

Dari hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara

self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir

sebesar 0,741 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti ada hubungan yang positif signifikan antara self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir siswa. Dengan begitu self-efficacy pengambilan keputusan karir sangat dipengaruhi oleh kematangan karir siswa.

Hasil Uji Korelasi antara Self-efficacy Pengambilan Keputusan Karir dengan Kematangan Karir

Correlations

CDMSE CDI CDMSE Pearson Correlation 1 .741**

Sig. (2-tailed) .000

N 86 86

CDI Pearson Correlation .741** 1 Sig. (2-tailed) .000

(21)

Pembahasan

Dari hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara

self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir

sebesar 0,741 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti ada hubungan yang positif signifikan antara self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir siswa. Dengan begitu self-efficacy pengambilan keputusan karir sangat dipengaruhi oleh kematangan karir siswa.

Stitt-Gohdes (1997) mengatakan bahwa jika individu yakin terhadap kemampuan-kemampuannya dalam mengambil keputusan tentang karir dimasa depan, maka mereka akan mencoba untuk melakukan sesuatu, mempunyai harapan terhadap hasil perilaku tersebut dan berperilaku dengan cara-cara yang diarahkan untuk membantu pencapaian tujuan-tujuannya. Bandura (1994) mengungkapkan bahwa self-efficacy membantu munculnya minat dan ketertarikan akan aktivitas tertentu. Begitu juga ketika seorang siswa memiliki self-efficacy pengambilan keputusan karir maka mereka akan memiliki minat dan usaha untuk mengerjakan tugas-tugasnya saat ini khususnya dalam dunia pendidikan. Punch (2008) mengatakan bahwa individu yang mempunyai self-efficacy yang tinggi terhadap kemampuannya dalam mengambil keputusan untuk karirnya akan mencoba melakukan langkah-langkah yang mengarah pada tujuan-tujuan karir dimasa depan dan mempunyai harapan yang tinggi terhadap karirnya tersebut.

Dari uraian diatas, penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggi

self-efficacy pengambilan keputusan karir yang ada pada diri siswa,

maka tinggi pula kemampuan siswa dalam menghadapi tugas perkembangannya saat ini yang dikenal dengan kematangan karir. Hal tersebut dikarenakan para siswa-siswi sudah memiliki keyakinan dalam

(22)

dirinya dalam untuk mengambil keputusan karir dimasa depan meskipun mereka masih duduk dikelas X.

Hal ini terlihat dari hasil kajian penelitian di atas, bahwa self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir memiliki hubungan yang positif signifikan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa self-efficacy pengambilan keputusan karir sebesar 61,63% yang berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMK Sahid Surakarta sudah yakin akan kemampuannya untuk mengambil keputusan karir di masa depan. Pada kematangan karir siswa SMK Sahid Surakarta sebesar 66,279% yang berada pada kategori tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMK Sahid Surakarta sudah matang terhadap karirnya saat ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir pada siswa SMK Sahid Surakarta, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Koefisien korelasi antara self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir pada siswa SMK Sahid Surakarta adalah 0,741 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05). Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti ada hubungan positif yang signifikansi antara self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir pada siswa SMK Sahid Surakarta.

2. Besarnya sumbangan efektif self-efficacy pengambilan keputusan karir sebesar 55%. Hal ini menunjukkan bahwa self-efficacy

(23)

pengambilan keputusan karir merupakan salah satu faktor yang besar pengaruhnya terhadap kematangan karir.

3. Sebagian besar subjek (61,63%) self-efficacy pengambilan keputusan karir berada pada kategori tinggi dan sebagian besar subjek (66,279%) memiliki kematangan karir berada pada kategori tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, N. E. (2007). Career self efficacy: Exemplary recent research and emerging directions. Journal of Career Assesment, 15, 403.

Betz, N., & Hackett, G. (2006). Career self efficacy theory: Back to the future. Journal of Career Assesment, 14, 3.

Brown, D., & Associates. (2002). Career choice & Development (4th ed). San Fransisco: Jossey-Bass A Willey Company.

Brown, D., & Associates. (2002). Career choice & Development (3rd ed). San Fransisco: Jossey-Bass, Inc.

Creed, P. A., & Patton, W. (2003). Predicting two components of career marturity in school based adolescent. Journal of Career development, 29, 4, 277.

Hurlock, E. B., (1993) Development psychology a life span approach (5th ed). New York: Mc Graw-Hill, Inc.

Luzzo, D. A. (1992). Ethnic group and social class differences in college student career development. The Career Development Quarterly, 41, 161-173.

Luzzo, D. A. (1996). A psychometric evaluation of the career decision making self. Journal of Counseling and Development, 7, 3, 276.

(24)

Patton, W. A., & Creed, P. A. (2001). Development issues in career marturity and career decision status. The career development quarterly, 49 (4),336.

Patton, W. A., & Lokan, J. (2001). Perspective on Donald Super’s construct of career marturity. International Journal for Educational and Vocational

Guidance, 1.

Patton, W. A., & McMahon, M. (2001). Career development program:

preparation for life long career decision making. Retrieved from http://www.bookos.org/books (original work published 2001).

Peterson, N., & Gonzales, R. C. (2005). The role of work in people live’s:

Applied career counseling and vocational psychology (2nd ed). USA: Thomson learning.

Punch, R. (2008). Career development of deaf and hard of hearing

adolescent: Career decision-making, career maturity and perceived career barriers. Australia: UDM

Seligman, L. (1994). Development career counseling and assement 2nd ed. California Thousand Oaks : Sage

Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif,

kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Taylor, K. M., & Betz, N. E. (1983). Application of self efficacy theory to the understanding and treatment of career indecision. Journal of

Vocational Behavior, 22, 63, 8.

Watson, M. B., Brand, H. J., Stead, G. B., Ellis, R. R. (2001). Confirmatory factor anlysis of the career decision-making self-efficacy scale among south Africa university student. Journal of industrial psychology, 27(1), 43-46.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tentang kematangan karir menunjukkan sebanyak 28 (43,1%) siswa memiliki tingkat kematangan karir dalam kategori tinggi, siswa tingkat kematangan karir sedang

%adi mengukur adalah suatu proses mengaitkan angka seara empirik dan objektif pada sifat!sifat objek atau kejadian nyata sehingga angka yang diperoleh tersebut dapat

6.5.1 Pengurusan perniagaan merupakan salah satu faktor yang menyumbang kepada kejayaan sesebuah perniagaan. Pengurusan yang sistematik dan dinamik dapat memastikan

Apbila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi

Kematangan vokasional adalah kematangan karir kemampuan siswa dalam memilih, memasuki, tahap pendidikan yang dicapai yaitu: kesesuaian antar individu dengan

Di dalam melakukan pengawasan jalan di Kota Pekanbaru Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekanbaru khususnya bagian Bina Marga dalam pelaksanaannya merupakan kegiatan untuk

(Page 3) Analisis : Jenis ujaran di atas dikategorikan dalam tindak ujar ekspresif yang mengekspresikan sikap-sikap dan emosi pembaca terhadap proposisi, yaitu

judul : Resiko Kejang Berulang Pada An .D dengan Kejang Demam di Ruang.. Kanthil RSUD Banyumas adalah hasil karya sendiri dan bukan