• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK NEGATIF PEMBAJAKAN SOFTWARE DI IN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAMPAK NEGATIF PEMBAJAKAN SOFTWARE DI IN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK NEGATIF PEMBAJAKAN SOFTWARE DI INDONESIA

DALAM PERSPEKTIF EKONOMI KELEMBAGAAN

Oleh : R. Maulana Nuradhi Wicaksana1

1. PENDAHULUAN a. Latar Belakang

Peranan teknonogi informasi dalam kehidupan manusia saat ini sangatlah penting. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi tersebut manusia banyak melakukan aktivitasnya di depan komputer, laptop, smartphone maupun perangkat elektronik (gadget) berbasis teknologi informasi lainnya. Fasilitas pada perangkat elektronik tersebut tentu saja menggunakan piranti lunak (software). Software merupakan sekumpulan program komputer yang berguna untuk menjalankan dan menunjang suatu pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan kita. Guna menunjang kecanggihan media elektronik tersebut, para peneliti di industri software banyak melakukan riset untuk menciptakan dan mengembangkan software-software baru.

Akan tetapi, disetiap adanya penemuan dan penciptaan software baru akan selalu diikuti oleh pembajakan software khususnya bagi software proprietary (software berbayar). Berdasarkan International Data Cooperation (IDC) yang disiarkan pada April 2012, Indonesia masih menempati peringkat ke-11 dengan jumlah peredaran software bajakan sebesar 86 persen, dengan nilai kerugian 1,46 miliar dolar AS atau Rp 12,8 triliun. Dari sisi ekonomi, tingginya peredaran berbagai produk bajakan di pasaran tidak saja menimbulkan kerugian finansial terhadap pendapatan perusahaan produsen software, tapi juga kerugian pada negara atas hilangnya potensi pendapatan pajak negara serta adanya kerugian non finansial lainnya seperti hilangnya peluang kerja, berkurangnya kreativitas membuat software sendiri, serta menurunnya daya saing bagi industri kreatif di Indonesia.

Selain itu pembajakan juga akan berdampak pada penurunan daya saing di tingkat internasional. Hasil survey World Economic Forum dalam Global Competitiveness 2012-2013, posisi daya saing Indonesia hanya berada di peringkat 50 dari 144 negara. Posisi ini merosot empat tingkat dibanding sebelumnya di peringkat 46. Pembajakan software telah mengakibatkan hilangnya profit bagi perusahaan produsen software sehingga perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan riset dan pengembangan lebih lanjut. Pembajakan juga

(2)

menyebabkan para peneliti tidak termotivasi untuk mengembangkan software-software baru karena memiliki kekhawatiran terhadap pembajakan produk yang mereka ciptakan.

Masalah perlindungan penciptaan software sebetulnya telah diatur pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Pada pasal 12 dijelaskan bahwa software merupakan sebuah produk ciptaan yang termasuk ke dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Selanjutnya pada pasal 2 UU Hak Cipta memberikan batasan atas hak-hak apa saja yang tercakup dalam hak cipta dimana disebutkan bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta (atau pemegang hak cipta) untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Selain itu, pencipta atas software berhak untuk memberikan izin/melarang orang lain untuk menyewakan ciptaannya.

Melalui Undang-undang Hak Cipta masalah pembajakan software tidak lagi menjadi masalah hukum perdata semata yang hanya menyangkut kepentingan individu terhadap individu lainnya namun telah terdapat unsur pidana yang memberikan sanksi keras kepada para pelanggarnya. Pasal 72 ayat (1) memberikan ancaman kurungan pidana bagi mereka yang sengaja dan tanpa hak (melawan hukum) melakukan perbuatan tersebut, paling singkat 1 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1 juta, paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 milyar. Namun demikian masih lemahnya penegakan hukum saat ini juga diduga sebagai salah satu penyebab masih maraknya pembajakan software di Indonesia.

Dari sudut pandang ekonomi kelembagaan, kasus pembajakan software merupakan sebuah eksternalitas dari adanya kemajuan teknologi. Pembajakan software juga merupakan sebuah pelanggaran atas hak kekayaan intelektual (intelectual property rights) yang merupakan gambaran atas ketidakmampuan institusi dalam pengelolaan hak kepemilikan individu (private property rights). Jika hal ini terus dibiarkan akan memberi dampak negatif berupa inefisiensi dalam perekonomian dan pertumbuhan industri software di Indonesia.

b. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka pertanyaan penelitian dari makalah ini adalah :

1. Bagaimana hubungan teori ekonomi kelembagaan dengan kasus pembajakan software? 2. Bagaimana pengaruh pembajakan software terhadap perekonomian dan pertumbuhan

(3)

c. Tujuan

Untuk memenuhi tugas pada matakuliah ekonomi kelembagaan, maka makalah ini mencoba untuk menganalisis sejauh mana pengaruh pembajakan software terhadap perekonomian dan pertumbuhan industri software di Indonesia melalui pendekatan teori ekonomi kelembagaan.

2. PEMBAHASAN

Pembajakan software adalah penggunaan perangkat lunak yang memiliki hak cipta untuk sebuah tujuan komersial tanpa membayarkan royalti kepada pemegang hak cipta dari perangkat lunak tersebut. Pembajakan software secara internasional dikategorikan sebagai kejahatan komputer. Pembajakan software mulai berkembang pesat pada tahun 2000 dimana untuk pertama kalinya dalam lebih dari setengah dekade, dunia bisnis di Indonesia memakai program hasil bajakan sebesar 37%. Hal ini juga tidak lepas dari semakin berkembangnya teknologi informasi seperti akses internet (LAN dan Wifi) serta berkembangnya perangkat elektronik berbasis teknologi informasi khususnya perangkat personal computer (PC) di Indonesia, dimana setiap individu memiliki kesempatan untuk menggunakan dan memilikinya. Dari data statistik

International Data Corporation (IDC) diketahui bahwa indonesia merupakan pasar terbesar bagi personal computer di wilayah asia pasifik dengan pertumbuhan konsumsi rata-rata sebesar 14,4% per tahun dan masih diatas konsumsi rata-rata global yang hanya sebesar 13,9% per tahun.

(4)

pengembangan untuk menciptakan software-software baru yang dapat memberikan kemudahan dalam menjalankan program-program dan aplikasi komputer sesuai dengan kebutuhan masing-masing penggunanya.

Namun demikian kemajuan teknologi tersebut ternyata juga membawa dampak eksternalitas berupa adanya pembajakan software khususnya bagi software proprietary (software berbayar). Padahal software proprietary pada umumnya telah memiliki hak cipta dan paten yang merupakan jaminan atas hak bagi penggunaan ekslusif terhadap penemuan atau pengetahuan yang bernilai. Kegiatan pembajakan software juga merupakan sebuah pelanggaran atas hak kekayaan intelektual (intelectual property rights) yang dapat diartikan sebagai pelanggaran atas segala kekayaan hasil produksi kecerdasan daya pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia (termasuk software) serta telah melanggar sistem hak kekayaan intelektual berupa adanya hak privat, sebagai bentuk penghargaan atas hasil karya, sebagai bentuk insentif, adanya mekanisme pasar, menunjang sistem dokumentasi, menunjang kompetisi sehat dan pemicu kreatifitas. Untuk itu yang paling penting adalah adanya kejelasan/kepastian atas hak kepemilikan sehingga setiap pemiliknya mempunyai insentif untuk memakai dan melindungi hak kepemilikannya.

(5)

Hak kepemilikan hampir selalu berupa hak eksklusif (exclusive right), tetapi kepemilikan bukan berarti hak yang tanpa batas (unrestricted right). Sedangkan Bromley dan Cernea mendefinisikan hak kepemilikan sebagai hak untuk mendapatkan aliran laba yang hanya aman

(secure) bila pihak-pihak yang lain respek dengan kondisi yang melindungi aliran laba tersebut. Makna ini dengan cukup terang mendonorkan gambaran yang jelas, bahwa sesungguhnya hak kepemilikan menyangkut penguasaan individu atas aset (dalam pengertian yang luas bisa berupa ilmu pengetahuan dan ketrampilan) sehingga di dalam dirinya terdapat hak untuk menggunakan atau memindahkan atas aset yang dikuasai/dimiliki.

Selanjutnya, kasus pembajakan software dalam konteks teori ekonomi kelembagaan juga dapat diartikan sebagai sebuah persoalan ekonomi yaitu adanya eksternalitas atas teknologi. Eksternalitas selalu ada dalam setiap kegiatan ekonomi namun dalam teori ekonomi klasik selalu diabaikan sehingga tidak ada formulasi khusus untuk mengatasinya. Ekonomi klasik juga berpendapat bahwa pasar tidak bisa menyelesaikan masalah eksternalitas, seperti halnya pasar tidak mampu memecahkan persoalan hak kepemilikan (property rights) seperti halnya pada kasus ini. Pada situasi inilah kemudian diperlukan instrumen “institusi” sebagai aturan main dalam menangani masalah eksternalitas. Dalam hal ini Institusi yang dibutuhkan adalah adanya intervensi negara/pemerintah untuk mengatasi kegagalan pasar dalam memecahkan kasus eksternalitas tersebut.

Untuk itu pemerintah RI telah mengatur masalah perlindungan penciptaan software melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Dimana pada pasal 12 dijelaskan bahwa software merupakan sebuah produk ciptaan yang termasuk ke dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Selanjutnya pada pasal 2 UU Hak Cipta memberikan batasan atas hak-hak apa saja yang tercakup dalam hak cipta dimana disebutkan bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta (atau pemegang hak cipta) untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Selain itu, pencipta atas software berhak untuk memberikan izin/melarang orang lain untuk menyewakan ciptaannya.

(6)

Sehingga menjadi jelas bahwa pembajakan software sebagai praktik ilegal, perbuatan kriminal dan melanggar hukum.

Walau demikian, adanya kasus pembajakan software juga merupakan petunjuk atas ketidakmampuan institusi dalam pengelolaan hak kepemilikan individu (private property rights). Berdasarkan data dari International Data Cooperation (IDC) yang disiarkan pada April 2012 menyebutkan bahwa Indonesia masih menempati peringkat ke-11 dengan jumlah peredaran

software bajakan sebesar 86%. Data tersebut mengindikasikan bahwa walaupun aturan main melalui perangkat peraturan perundang-undangan sudah dibuat tapi belum dibarengi dengan konsistensi penegakan hukum yang maksimal. Aparat penegak hukum dinilai belum mampu menanggulangi masalah tersebut secara signifikan. Namun demikian pemerintah terus berupaya untuk menanggulanginya baik melalui sosialisasi persuasif untuk pencegahan hingga tindakan tegas terhadap pelaku pembajakan software dan penjual hasil produksinya.

Selain faktor penegakan hukum yang masih lemah, terdapat beberapa hal yang juga dinilai cukup signifikan dalam mamicu maraknya pembajakan software di Indonesia diantaranya adalah: 1) Mahalnya harga lisensi produk software asli, 2) Semakin mudahnya proses penggandaan software berbasis teknologi digital, 3) Kurangnya informasi dan belum terbiasanya masyarakat menggunakan software open source, 4) Kurangnya kesadaran dan budaya masyarakat untuk menghargai hak cipta atas software. Selain itu kondisi pangsa pasar atas teknologi informasi (termasuk software) yang sangat besar di Indonesia memberikan potensi keuntungan yang besar pula bagi praktik ilegal pembajakan software.

Dari sisi perekonomian, pembajakan software telah membawa dampak negatif berupa inefisiensi perekonomian. Secara nasional, berdasarkan data International Data Cooperation (IDC) pada tahun 2012 kerugian negara secara finansial mencapai US$ 1,46 miliar atau Rp 12,8 triliun. Nilai komersial software legal di Indonesia hanya US$ 239 juta. Tingginya angka pembajakan software tersebut berdampak negatif terhadap perekonomian negara secara finansial seperti hilangnya potensi penerimaan negara dari sektor pajak maupun kerugian non finansial seperti hilangnya peluang kerja, kurangnya kreativitas membuat software sendiri di dalam negeri dan juga menurunnya daya saing bagi industri kreatif.

(7)

tersebut menunjukkan bahwa pembajakan software signifikan berpengaruh terhadap hilangnya peluang kerja dan jika hal tersebut terjadi maka akan terjadi penurunan investasi dan stagnasi pertumbuhan ekonomi. Selain itu, negara dengan tingkat pembajakan software yang tinggi akan susah untuk berkembang menjadi negara yang maju di bidang teknologi karena pondasi dasar ekonomi kreatifnya sangat lemah. Lebih jauh lagi pembajakan sofware akan berdampak terhadap turunnya kreatifitas dan inovasi masyarakat Indonesia. Hal ini akan membawa masyarakat Indonesia terjebak ke dalam pola instan yang konsumtif dan tidak produktif.

Selanjutnya dari sisi pertumbuhan Industri teknologi Informasi khususnya bagi produsen

software di Indonesia, pembajakan software memberikan dampak negatif berupa penurunan daya saing di tingkat internasional. Hasil survey World Economic Forum dalam Global Competitiveness 2012-2013, posisi daya saing Indonesia hanya berada di peringkat 50 dari 144 negara. Posisi ini merosot empat tingkat dibanding sebelumnya di peringkat 46. Hal ini disebabkan dengan adanya pembajakan software telah mengakibatkan hilangnya insentif bagi perusahaan dan pekerjanya baik secara finansial maupun non finansial.

Secara teori manajemen organisasi, adanya insentif sangat berpengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja dan kemajuan suatu perusahaan (organisasi) seperti yang dijelaskan oleh Simamora (1997), dimana terdapat 5 hal pengaruh positif insentif terhadap kinerja organisasi, yaitu : 1) Motivasi, 2) Retensi, 3) Produktivitas, 4) Penghematan Biaya (efisiensi), dan 5) Sasaran Organisasional (kemajuan perusahaan). Selain itu berdasarkan teori hak kepemilikan (property rights) dijelaskan bahwa terdapat dua hal yang bisa diungkapkan: (i) melihat hubungan antara hak kepemilikan dengan kepastian hukum untuk melindungi penemuan-penemuan baru (seperti teknologi dapat juga software). Dalam sudut pandang ini, negara yang bisa menjamin hak kepemilikan terhadap penemuan/inovasi teknologi (lewat paten) akan memiliki implikasi yang besar terhadap produktivitas dan efisiensi ekonomi. Logikanya sederhana, jaminan terhadap hak paten akan memberi insentif material bagi pelaku ekonomi (maupun para ahli) untuk terus menemukan inovasi baru. Bila inovasi (teknologi) tercipta, maka secara langsung akan memengaruhi pola produksi yang bisa meningkatkan produktivitas.

(8)

lebih lanjut. Pembajakan juga menyebabkan para peneliti tidak termotivasi untuk mengembangkan software-software baru karena memiliki kekhawatiran terhadap pembajakan produk yang mereka ciptakan. Semua hal tersebut pada akhirnya dapat berpotensi mematikan industri software lokal di Indonesia.

Pemerintah memang mengemban tanggung jawab yang besar dalam menanggulangi pembajakan software khususnya melalui penegakan hukum (law enforcement) yang tegas dan maksimal. Karena hanya penegakan hukumlah yang dapat melindungi dan menjamin hak kepemilikan (property rights), sebaliknya jika terjadi penegakan hukum yang lemah (lack of law enforcement) maka akan terjadi inefisiensi ekonomi sebagai akibat dari hilangnya insentif atas hak kepemilikan. Disamping itu pemerintah juga harus mengembangkan kegiatan persuasif dan preventif lainnya dalam menanggulangi permasalahan ini. Disisi lain peran serta secara aktif dari masyarakat baik pengguna, penjual dan produsen juga sangat diharapkan dalam mereduksi maraknya pembajakan software di Indonesia.

Khusus bagi produsen software sebagai pihak yang paling dirugikan dalam masalah ini, sebaiknya juga mengembangkan upaya penanggulangan pembajakan secara sukarela, antara lain melalui penyesuaian harga jual produk sesuai kemampuan pasar dimana faktor harga sangat berpengaruh terhadap minat masyarakat untuk memakai software bajakan. Cara lainnya yang unik adalah melalu proses “negosiasi ala Indonesia” untuk mencapai kondisi win-win solution, maksudnya adalah dengan menggunakan pendekatan secara langsung terhadap root pembajak

software Indonesia untuk mau mendukung software lokal, dengan menawarkan sharing

penjualan yg menarik, tapi dengan syarat tidak menjual bajakannya. Berdasarkan informasi yang ada proses ini telah dilakukan beberapa produsen software di Indonesia dan menunjukan hasil yang cukup positif.

(9)

3. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan

Berdasarkan paparan di atas, praktik pembajakan software ditinjau dari sudut pandang ekonomi kelembagaan merupakan sebuah eksternalitas dari adanya kemajuan teknologi. Pembajakan software juga merupakan sebuah pelanggaran atas hak kekayaan intelektual (intelectual property rights) yang merupakan gambaran atas ketidakmampuan institusi dalam pengelolaan hak kepemilikan individu (private property rights). Jika hal ini terus dibiarkan akan memberi dampak negatif berupa inefisiensi ekonomi. Selain mengalami kerugian fisik berupa hilangnya potensi penerimaan pajak, negara juga mengalami kerugian non fisik berupa hilangnya peluang kerja, penurunan investasi, kurangnya kreativitas membuat software sendiri di dalam negeri dan juga menurunnya daya saing bagi industri kreatif, dimana pada akhirnya semua dampak negatif tersebut berpotensi memicu adanya stagnasi pertumbuhan ekonomi. Maraknya praktik pembajakan software juga berpotensi mematikan industri software di indonesia. Para peneliti enggan untuk melakukan inovasi karena memiliki kekhawatiran terhadap pembajakan pada produk yang mereka ciptakan. Pada akhirnya, tidak adanya inovasi tersebut akan mempengaruhi pola produksi sehingga secara tidak langsung produktivitas tidak meningkat.

Dapat disimpulkan bahwa pembajakan software memiliki korelasi terhadap produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Semakin marak pembajakan maka produktivitas tidak akan meningkat, hal ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi indonesia.

b. Saran

Adapun alternatif solusi untuk menanggulangi masalah pembajakan software antara lain : 1. Pemerintah perlu meningkatkan penegakan hukum secara konsisten dan maksimal. 2. Pemerintah perlu meningkatkan upaya persuasif melalui sosialisasi kepada masyarakat

penjual dan pengguna terkait bahaya software bajakan dan sanksi hukumnya. 3. Pemerintah perlu meningkatkan upaya preventif melalui edukasi.

(10)

6. Produsen dapat melakukan proses negosiasi dengan root pembajak software.

7. Penjual harus lebih patuh terhadap peraturan dan menyadari sanksi hukum yang ada. 8. Masyarakat pengguna harus mampu merubah prilaku dan kebiasaannya untuk lebih

menghargai hasil karya intelektual dan memahami bahaya serta sanksi hukum yang ada. DAFTAR REFERENSI

Buku dan artikel jurnal

Saropie, Erick, 2011. Dirjen HKI, Hak kekayaan intelektual (pengenalan), paparan slide, Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta.

Simamora, Henry, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua.STIE : YKPN Moh As’ad. 2003. Psikologi Industri. Yogyakarta.

Yustika, Ahmad Erani, 2006. New Institutional Economics atau Ekonomi Kelembagaan (Definisi, Teori dan Aplikasi), Berita Jurnal FIA-UB, Malang.

Yustika, Ahmad Erani, 2012. Ekonomi Kelembagaan, Paradigma, Teori dan Kebijakan, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Internet

http://nenygory.wordpress.com/2011/08/02/pembajakan-software-software-piracy-dari-perspektif-etika-bisnis/

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/10/20/dampak-negatif-pembajakan-software-bagi-k emajuan-ehttp://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/10/20/dampak-negatif-pembajakan-software-bagi-konomi-indonesia-296057.html

http://www.trenologi.com/2013041913918/pasar-pc-di-indonesia-diprediksikan-masih-tumbuh/ http://tekno.kompas.com/read/2013/02/19/18553149/pembajakan.piranti.lunak.menurunkan.daya

.saing.

http://tekno.kompas.com/read/2012/07/11/08124476/indonesia.peringkat.ke -11.negara.pembajak.software

http://www.tempo.co/read/news/2008/11/27/061148399/Pembajakan-Software-Ancam-Perkembangan-Industri-Peranti-Lunak-Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini KUH Perdata menentukan bahwa dalam suatu kontrak pemborongan, jika pihak pemborong yang harus menyediakan bahan bangunannya, maka apabila sebelum

Kita tidak memilih d karena seperti yang terlihat pada contoh contoh sebelumnya, future continuous digunakan saat kita menggunakan waktu yang jelas di masa yang

Sherbrooke Québec, 1999.. 19 upravo izolacija pojedinih impedancija što se jednostavno aproksimira jednostavnim i/ili složenim električnim elementima, koji se slažu u

Populasi penelitian ini terdiri dari 44 perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2010-2012, dengan 27 perusahaan yang digunakan

Analisis Pengaruh Komunikasi dan Kerjasama Kelompok Terhadap Kepuasan Kerja Serta Keterkaitan Terhadap Kinerja Karyawan Operasional PT Sinar Sosro KPW Jawa Tengah ,

Dalam Film ini membentuk beberapa representasi mengenai perempuan, bahwa pendidikan dan prestasi yang diraih tidak menjadi penting ketika perempuan belum bisa

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk..

[r]