• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inovasi Bertanggung Jawab dalam Konteks (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Inovasi Bertanggung Jawab dalam Konteks (1)"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Inovasi Bertanggung Jawab dalam Konteks Indonesia

Budi Hartanto

Peneliti di The Society for Philosophy and Technology

Perkembangan teknologi modern telah memunculkan refleksi-refleksi filosofis yang relevan untuk dipertimbangkan. Inovasi teknologis, ketika diterapkan ke tengah masyarakat, tidak hanya membawa manfaat, tetapi memiliki risiko dan dampak yang mesti antisipasi. Para inovator dan pembuat kebijakan tentu relevan mengkaji nilai etisnya seiring dengan pesatnya laju inovasi dan transfer teknologi terbaru yang biasanya dipicu oleh kepentingan modal.

Dalam wacana filsafat teknologi kontemporer, kita ketahui adanya proyek

Responsible Innovation. Proyek filsafat yang berkembang di Belanda ini menjelaskan perlunya pertimbangan nilai-nilai etis ketika menerapkan inovasi. Para inovator dalam lingkup universitas, pemerintah dan industri memiliki tanggung jawab atas setiap inovasi yang dibuatnya untuk mereduksi persoalan global. Berdasarkan pembahasan tema ini pada konferensi The Society for Philosophy and Technology ke 19 yang saya ikuti di Northeastern University, Shenyang, China, dapat disimpulkan setiap penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya memiliki suatu prosedur inovasi bertanggung jawab. Proses ini menjadi jaminan untuk mengantisipasi dampak-dampak sosial yang tidak diinginkan.

Metode-metode filosofis yang dikembangkan di antaranya etika desain melalui teori mediasi seperti diajukan oleh Peter-Paul Verbeek (2005) dan pendekatan ekologis dalam berinovasi mengacu pada alam sebagai inspirasi atau biomimicry (Block dan Gremmen, 2016). Selain metode-metode inovasi bertanggung jawab, kita ketahui cara pandang filosofis bahwa kita sekarang telah memasuki era Anthropocene (Bernard Stiegler), yaitu kondisi dimana Bumi bergerak menuju situasi kerusakan. Perubahan iklim, berkurangnya bahan bakar fosil, dan limbah industri dan nuklir merupakan kondisi-kondisi Anthropocene. Manusia dengan teknosistem kapitalistiknya dikatakan menjadi penyebab kondisi ini.

Dalam konteks Indonesia, inovasi bertanggung jawab didukung oleh Undang-undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Dalam pasal 22 undang-undang tersebut dituliskan bahwa dalam penerapan ilmu dan teknologi, pemerintah menjamin secara hukum kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Selain itu, disebutkan bahwa penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi yang beresiko dikontrol perizinannya oleh pemerintah. BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) merupakan lembaga negara yang menjadi wadah kajian penerapan inovasi di Indonesia. Lembaga ini memiliki fungsi mengatur kebijakan, pemantauan dan pengembangan kelembagaan dengan mengacu pada perundang-undangan yang berlaku. Meski demikian, kajian filsafat teknologi, terutama dalam konteks etikanya, belum menjadi fokus lembaga ini.

(2)

Selain kearifan lokal, saya pikir relevan menilai inovasi melalui pendekatan

humanisme. Para inovator, terutama pembuat kebijakan, perlu menyesuaikan inovasi yang akan diterapkannya dengan mengacu pada nilai-nilai kemanusiaan. Transportasi publik, seperti misalnya pembangunan MRT di Jakarta, tentunya mesti didesain dalam batas-batas kenyamanan penggunanya. Hal ini tentu meliputi lingkungan sekitar infrastruktur MRT. Mengenai hal ini, kita bisa mengacu etika desain melalui teori mediasi. Etika yang

dikembangkan oleh Verbeek ini menjelaskan bagaimana perilaku manusia dalam banyak hal terkondisikan (termediasikan) oleh teknologi. Melalui teori mediasi, pembahasan tentang etika tidak terbatas pada manusia tetapi juga termasuk teknologi yang digunakannya. Inovasi relevan untuk ditelaah melalui analisa etika desain.

Inovasi tentunya juga memerlukan refleksi dengan mengacu nilai-nilai yang tidak bias gender. Teknologi bias gender dibahas oleh Judi Wajcman, sosiolog cum feminis, dalam bukunya Feminism Confronts Technology (1991). Menurutnya, perkembangan teknologi modern tidak mempertimbangkan pengalaman perempuan. Dalam dunia

perindustrian, misalnya, mesin dibuat seturut dengan teknik-teknik yang bersifat maskulin, sehingga perempuan tidak memiliki kesempatan untuk bekerja. Teknologi lainnya yang bias gender, menurut Wajcman, instrumentasi medis reproduksi yang memosisikan perempuan seperti objek-objek dalam penelitian keilmuan. Kemudian teknologi rumah tangga

(household technology) yang alih-alih membebasan pekerjaan, malah mengategorikan dan memosisikan perempuan sebagai pekerja rumah tangga. Berdasarkan kritik Wajcman tersebut, maka dalam menerapkan inovasi diperlukan pertimbangan tidak hanya dari perspektif moral tetapi juga feminisme.

Teknologi yang semakin canggih memang menjadi tantangan tersendiri. Munculnya transhumanisme merupakan refleksi terhadap ilmu dan teknologi yang melampaui nilai-nilai kemanusiaan. Transhumanis bersikap optimistis mediasi teknologis dapat mengatasi

keterasingan hidup manusia. Wacana etis yang baru-baru ini muncul life extension dengan metode cryonics. Dengan cryonics, tubuh manusia yang masih hidup dibekukan di

temperatur dingin di bawah 196 derajat celsius untuk menunda kematian. Di Amerika, seperti laporan Hannah Devlin di situs The Guardian (18/11/2016), terdapat sekitar 350 orang membeku melalui cryonics. Dengan menunda kematian, mereka berharap ditemukan metode pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit yang menyebabkan kematian. Namun demikian, metode cryonics belum bisa menjamin apakah dapat menghidupkan kembali secara normal manusia yang dibekukan, pasalnya pembekuan dapat merusak lapisan sel-sel halus dalam otak.

Melalui perspektif humanisme, teknologi yang memiliki dampak-dampak tak

terpikirkan sebelumnya menjadi tanggung jawab tidak hanya para inovator, baik itu secara individu atau pun organisasional, melainkan tanggung jawab bersama sebagai manusia. Kesadaran (awareness) akan ketidaknetralan teknologi, yaitu dalam kapasitasnya mengatasi dan menghasilkan berbagai persoalan, menjadi strategi menghadapi masa depan. Humanisme dalam inovasi bertanggung jawab dapat menjadi solusi persoalan yang bersifat global. Bahwa teknologi pada dasarnya dibuat untuk kepentingan hidup manusia.

Referensi

Block, Vincent dan Gremmen, Bart. (2016). “Ecological Innovation: Biomimicry as a New Way of Thinking and Acting Ecologically.” Dalam Journal of Agricultural and Environtmental Ethics (203–217).

Verbeek, Peter-Paul (2005). WhatThingsDo: Philosophical Reflections on Technology, Agency, and Design. Diterjemahkan dari Bahasa Belanda oleh Robert P. Crease. The Pennsylvania State University Press.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data observasi aktivitas siswa pada pembelajaran matematika menggunakan pendekatan PMRI dapat dilihat bahwa pada pertemuan I, aspek (kategori

Suspensi ibuprofen yang dihasilkan mempunyai organoleptis, massa jenis dan viskositas yang tidak  stabil setelah penyimpanan selama 30 hari. F2 mempunyai ketabilan fisik

Untuk dapat menghadirkan perubahan tersebut penulis menggunakan bentuk-bentuk yang dapat di kenal dalam setiap penayangan yang ada unsur kekerasan, misalnya

telah dikontrol menggunakan plate agar yang dibuat sehari sebelum pengujian, setelah itu sampel diambil sebanyak 2 ml untuk pengujian sterilitas yang dilakukan

Terdapat perbedaan bermakna rerata penurunan berat badan (p=0,022) pada peserta senam aerobik dengan tingkat aktivitas fisik yang berbeda dan asupan makan

Pada pemboran ini beban torsi tidak melebihi torque limit yang dimiliki oleh rangkaian pipa pemboran yang digunakan, sehingga tidak terindikasi adanya masalah untuk pemboran

Defisini komunikasi massa yang paling umum adalah cara penyampaian pesan yang sama, kepada sejumlah besar orang, dan dalam waktu yang serempak melalui media

Berdasarkan kondisi perairan Selat Gaspar untuk pemanfaatan potensi energi alternatif dapat disimpulkan bahwa karakteristik arus laut bulan Juli, September, dan