• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ino Fo Makati Nyinga sebagai Konseling Social Justice T2 752015006 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ino Fo Makati Nyinga sebagai Konseling Social Justice T2 752015006 BAB I"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia atau masyarakat yang hidup bersama dalam satu komunitas tentu

memiliki kebudayaan yang mengakar dalam kehidupannya dari generasi ke generasi. Budaya

sendiri memiliki makna-makna tersendiri dalam kehidupan seperti yang dikemukakan oleh

Gertz yaitu kebudayaan adalah sesuatu yang dengannya kita memahami dan memberi makna

pada hidup kita.1 Fungsi sistem budaya adalah menata dan memantapkan tindakan-tindakan

serta tingkah laku manusia.2 Walaupun sebagai masyarakat mempunyai kebudayaan yang

saling berbeda satu dengan lainnya, namun setiap kebudayaan mempunyai sifat yang hakikat

yang berlaku secara umum bagi semua orang. Sifat hakikat kebudayaan adalah sebagai

berikut: 3

a. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.

b. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu, mendahului lahirnya suatu generasi tertentu

dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi tertentu dan tidak mati dengan

habisnya usia generasi yang bersangkutan

c. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.

d. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,

tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan

tindakan-tindakan yang diizinkan.

Memahami manusia secara universal mengandung pengertian bahwa nilai nilai yang

berlaku di masyarakat ada yang berlaku secara universal atau berlaku di mana saja kita

1 Bernard T. Adeney, Etika sosial Lintas Budaya (Jogjakarta: Kanisius, 2000), 19. 2

Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar (Bandung: Alfabeta, 2013), 9.

(2)

2

berada. Nilai-nilai ini diterima oleh semua masyarakat di dunia ini. Salah satu nilai yang

sangat umum adalah penghargaan terhadap hidup. Manusia sangat menghargai hidup dan

saling menghargai antara manusia yang satu dengan yang lainnya ada nilai kebersamaan yang

bisa di ambil sebagai bagian dari persamaan budaya tersebut. Hal ini bisa dilihat dari falsafah

hidup masyarakat setempat.

Berbicara mengenai padanan hidup atau falsafah hidup yang dianut masyarakat,

masyarakat Halmahera Barat mempunyai falsafah hidup yaitu Ino fo makati nyinga. Istilah

ini merupakan sebuah istilah yang dipakai sebagai Motto dari provinsi Halmahera barat.

Istilah berasal dari bahasa ternate. Istilah ini dapat penggalan kalimat pada puisi Dalil Moro.

Dalil Moro ialah bentuk puisi sastera lama yang dalam peribahasanya mengungkapkan

perumpamaan yang berbentuk dalil sebagai contoh untuk ditiru yang merupakan warisan

nenek moyang yang telah merasuk dan dihayati, hingga patut ditaati. Dikutip dari tulisan

Syahyunan Pora, kutipan sastra lisan berbentuk Dalil Moro ini, dipaparkan kembali sebagai

berikut :

Ino fo makati nyinga

Doka gosora se bualawa

Om doro fo mamote

Fo magogoru, fo madodara

Artinya : Mari kita bertimbang kasih Bagai Pala dan Cengkih Jatuh bangun kita

bersama dilandasi kasih dan sayang .4

Gufran Ali Ibrahim dalam bukunya Mengelola Pluralisme mencoba menafsirkan

penggalan ini bahwa :

4

(3)

3

metafora gosora se bualawa (Pala dan cengkih) sebagai bentuk

“kebersamaan”. Sedangkan makati nyinga “tenggang rasa” menjadi sumbu

dari kebersamaan; yang tumbuh berdampingan tanpa saling mematikan

(tumbuh bersama, matang dan gugur bersama). Itulah hakikat dari magogoru

“asuh” dan madodara “asih”5

Seiring perkembangan kehidupan masyarakat Halmahera Barat dari generasi ke

generasi, istilah ini sudah mulai dilupakan karena kurang mendapat perhatian untuk

dikembangkan dan dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat lagi dikarenakan konflik

Agama yang pernah terjadi tahun 1999 sampai 2002. Memang realitas kehidupan sekarang

sudah lebih kondusif, tapi sistem hidup kekerabatan tidak lagi seperti dulu karena mereka

kembali dengan menggunakan sistem budaya masing-masing. Masyarakat terlebih khusus

masyarakat pendatang, mereka tidak lagi membangun rasa percaya terhadap masyarakat asli

terkait dengan segala macam aspek dalam kehidupan. Ada rasa kecurigaan yang muncul

karena trauma akan konflik yang banyak memakan korban jiwa. Hal ini yang menyebabkan

masyarakat tidak lagi memakai atau menerapkan nilai kebersamaan ini sebagai pegangan

kehidupan mereka. Terlebih khusus masyarakat pendatang, hal ini berdampak pada pola

hubungan antara masyarakat asli dengan masyarakat pendatang. Masyarakat pendatang tidak

memaknai dan melihat nilai ini sebagai bagian dari kehidupannya, karena bagi masyarakat

pendatang mereka merasa di tolak keberadaannya dan juga merasa tidak menjadi bagian

dalam kehidupan masyarakat Halmahera Barat. Masyarakat pendatang sering merasa bahwa

peran membangun masyarakat Halmahera Barat yang baik bukan bagian mereka karena

mereka merasa mereka hidup hanya sebagai “tamu” dan yang harus membangun kehidupan

masyarakat adalah masyarakat asli saja, juga karena bahasa yang dipakai yang menyebabkan

masyarakat tidak tahu dan tidak memaknai istilah ini. Hal ini sesuai dengan Hipotesis

(4)

4

Whorf menyatakan bahwa orang yang berbeda bahasa, karena perbedaan bahasa ini, juga

berpikir secara berbeda.6

Dalam komunitas jemaat sebagai bagian dalam masyarakat, trauma akan hal ini juga

mempengaruhi cara berpikir jemaat dalam menentukan bahkan mengambil keputusan

terhadap hubungan antara masyarakat, sehinggga kadang tidak mendapat jalan keluar dan

menimbulkan masalah meskipun dalam kehidupan komunitas iman. Gereja sering

mengumandangkan bentuk cinta kasih untuk hidup dalam kebersamaan, membangun

hubungan tidak hanya dengan Allah tapi juga dengan relasi dengan sesama. Dalam hal

membangun relasi dengan sesama ini yang sering mengalami kendala karena budaya yang

saling berbenturan. Gereja perlu melakukan sebuah transformasi nilai-nilai budaya dalam

penyuaraan nilai kebersamaan bagi masyarakat yang berbeda budaya ini. Hal inilah yang

membuat penulis mencoba mengangkat pemaknaan falsafah hidup dari Ino fo makatinyinga

ini sebagai bagian untuk menyatukan berbagai macam kebudayaan yang ada di Halmahera

Barat (Budaya Pendatang) dalam satu kesatuan, artinya motto ini juga menjadi bagian

masyarakat yang bukan orang asli di Halmahera Barat dalam kehidupan kesehariannya

karena mereka juga bagian dari masyarakat Halmahera Barat sebagai bentuk penyadaran

hubungan yang renggang dan sarat konflik ini. menurut Kim dan Berry,

persamaan-persamaan budaya dapat terjadi jika orang mengejar tujuan yang sama, menggunakan metode

dan sumber daya yang sama untuk mencapai nilai yang serupa dengannya. Tujuan kolektif,

sumber daya manusia dan Alam, metode mencapai tujuan, dan makna serta nilai yang

dilekatkan padanya diintegrasikan untuk membentuk sebuah keseluruhan yang bermakna dan

koheren.7

Dalam pengertian komunikasi konseling, komunikasi tidak hanya melihat pada

menikmati perjumpaan fisik dengan orang lain tetapi juga hubungan yang bisa saling

6 David Matsumoto, Pengantar Psikologi Lintas Budaya (Jogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 129. 7

(5)

5

menerima, menghargai, dan mengakui keunikan setiap individu, maupun memberikan kepada

setiap orang apa yang menjadi haknya.8 Itu artinya bahwa nilai-nilai dari Ino fo makati

nyinga bisa menjadi jawaban sebagai dalam menjawab masalah-masalah terkait dengan

hubungan dan kesatuan budaya. Konseling multikultural adalah proses konseling yang

melibatkan konselor dan klien yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda baik

secara individu maupun antar kelompok, oleh karena itu sebagai konselor dalam proses

konseling perlu menyadari dan peka akan nilai-nilai yang berlaku secara umum di dalam

masyarakat. Kesadaran akan nilai-nilai yang berlaku bagi dirinya dan masyarakat pada

umumnya akan membuat konselor mempunyai pandangan yang sama tentang sesuatu hal.

Persamaan pandangan atau persepsi ini merupakan langkah awal bagi konselor untuk

melaksanakan konseling.

Kenyataan ini yang dialami oleh masyarakat Desa Soakonora yang merupakan tempat

pengambilan data dari penulis, karena bisa dikatakan masyarakat ini merupakan “Indonesia

mini” bagi masyarakat Halmahera Barat dan merupakan masyarakat desa yang didominasi

oleh agama Kristen. yang dijumpai ketika memasuki wilayah ibukota Halmahera Barat.

Masyarakat desa Soakonora, ini hampir sebagian besar masyarakatnya pendatang yang sudah

lama hidup dan menetap dalam masyarakat Halmahera Barat sehingga sudah menjadi bagian

masyarakat yang juga hidup dibawah nilai Ino fo makati nyinga sehingga bisa dihubungkan

dengan pemaknaan dalam kehidupan mereka sebagai pendekatan yang bisa membantu

mereka memahami makna hubungan budaya yang baik dan Holistik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada permasalahan di atas maka rumusan pertanyaan penelitian adalah

bagaimana Ino fo makati nyinga sebagai konseling social Justice? Rumusan masalah tersebut

dijabarkan dalam beberapa pertanyaan pokok penelitian, yaitu: pertama, bagaimana asal-usul

(6)

6

dan pemaknaan Ino fo makati nyinga dikaji dari prespektif konseling Multikultural? Kedua,

bagaimana peran Ino fo makati nyinga dalam permasalahan yang terjadi dalam masyarakat

Desa Soakonora di kaji dari prespektif konseling social justice? Ketiga, Bagaimana konseling

Ino fo makati nyinga di kembangkan sebagai konseling social justice?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan dan menganalisa Ino fo makati nyinga

sebagai konseling social justice. Tujuan penelitian itu dijabarkan dalam tiga sasaran

pencapaian yaitu: pertama, menganalisis asal-usul dan pemaknaan Ino fo makati nyinga dari

prespektif konseling multikultural. Kedua, menganalisis peranan Ino fo makati nyinga dalam

permasalahan yang terjadi dalam masyarakat desa Soakonora di kaji dari prespektif konseling

social Justice. Ketiga, mengembangkan Ino fo makati nyinga sebagai pendekatan konseling

social Justice.

1.4 Manfaat Penelitian

Selain mencapai tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, melalui penelitian ini

penulis berharap dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat Halmahera Barat terlebih

khusus kepada Masyarakat Desa Soakonora, Serta Jemaat Maranatha Soakonora. Kontribusi

tersebut berguna untuk memperkaya dan menambah pemahaman dan pemaknaan Ino fo

makati nyinga sebagai pendekatan konseling social justice yang dapat dijadikan semacam

acuan pelayan pastoral gereja. Dan kemudian melalui penelitian ini, penulis mengharapkan

dapat menstimulasi Program Studi Pascasarjana Sosiologi Agama–Universitas Kristen Satya

Wacana agar lebih aktif memberdayakan nilai-nilai kearifan lokal sebagai instrumen pastoral

bagi masyarakat. Akhirnya, tentu saja dengan penelitian ini penulis berharap berguna bagi

diri penulis sendiri sebagai calon-calon pelayan Gereja kedepan. Penelitian ini kiranya

memberikan semangat bagi penulis untuk mengembangkan potensi dalam bentuk pengabdian

(7)

7 1.5 Metode Penelitian

Mempertimbangkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang hendak dicapai,

maka dalam penelitian, ini peneliti menggunakan metode yang digunakan yaitu deskriptif

analitis. Deskriptif oleh karena penelitian ini hendak mendeskripsikan gambaran secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dari fenomena yang merupakan objek

penelitian.9 metode deskriptif-analitis yaitu suatu metode untuk mengumpulkan data dan

menyusun data, kemudian diusahakan adanya analisis dan interpretasi atau penafsiran

data-data tersebut.10

Pendekatan yang di pakai dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu

pendekatan penelitian yang menyajikan data dalam bentuk kata-kata, sehingga tidak

menekankan pada angka. Pendekatan kualitatif berusaha untuk menemukan dan

mendeskripsikan makna atau data dibalik yang teramati.11

Tempat atau lokasi penelitian di Desa Soakonora Kecamatan Jailolo Halmahera Barat.

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi Dan wawancara. Observasi dalam hal ini

penulis berperan sebagai partisipan yaitu menyamakan diri dengan orang yang atau

masyarakat yang diteliti12. Penulis merupakan bagian dari wilayah penelitian sebagai warga

desa Soakonora Halmahera Barat sehingga penulis sudah mengerti pola dan kehidupan

masyarakat. Teknik yang berikutnya adalah wawancara. Wawancara, bertujuan untuk

mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari beberapa responden, dengan

bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu. Wawancara ini pun bermaksud mengumpulkan

keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian

mereka.13 Pemilihan sampel penelitian menggunakan Snowball sampling dan Purposive

9 Muhammad Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 89.

10 Winarno Surakhmad, Pengantar Penulisan Ilmiah: Dasar Metode dan Teknik (Bandung: Tarsito,

1985), 139.

11 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Bandung: Alfabeta, 2012), 15.

12

W. Gulo, Metodologi Penelitian (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), 116.

13

(8)

8

sampling. Menurut Sugiyono, Snowball14adalah teknik pengumpulan sampel yang

mujla-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Dalam pengambilan data, dipakai beberapa

orang untuk menjadi sumber data tapi kalau merasa data yang diberikan belum lengkap, maka

bisa dicari data tambahan melalui orang lain. Maka sumber data yang dipakai adalah

beberapa orang dalam masyarakat desa Soakonora- Halmahera Barat yang dianggap bisa

mewakili pemahaman masyarakat Desa Soakonora yang nantinya bisa berkembang.

Kemudian, pengambilan sampel data untuk melengkapi atau sebagai data informan yang

pertama, maka dipakailah Purposive. Menurut Sugiyono, Purposive15 adalah teknik

pengambilan sampel data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya

orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia

sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial

yang diteliti. Dalam pengertian data yang sudah didapatkan pertama dikolaborasikan dengan

data yang didapatkan dari orang yang dianggap lebih tahu dalam hal ini Informan yang

dipilih adalah Tokoh Adat bisa juga orang yang mengerti tentang Ino fo makatinyinga yaitu

masyarakat asli,dan tokoh gereja ( Pendeta).

1.6 Rencana Sistematika Penulisan

Penulisan Tesis ini terdiri dari lima Bab, yaitu bab satu, Pendahuluan, menguraikan

tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi

penelitian, lokasi penelitian, dan Sistematika penulisan. Bab dua tentang konseling

Multikultural dan Social Justice yang meliputi pemahaman, karakteristik, pendekatan, dan

Kompetensi. Bab tiga tentang temuan hasil penelitian yang meliputi deskripsi asal usul dan

pemaknaan Ino fo makatinyinga bagi masyarakat desa Soakonora Halmahera Barat, serta

deskripsi permasalahan masyarakat dan peran Ino fo makatinyinga di desa

Soakonora-Halmahera Barat. Bab empat tentang pembahasan dan analisa yang meliputi kajian Asal-usul

14

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi,... 127

15

(9)

9

dan pemaknaan Ino fo makati nyinga bagi masyarakat desa Soakonora Halmahera Barat dari

prespektif konseling Multikultural, kajian peran Ino fo makati nyinga dalam permasalahan

masyarakat di desa Soakonora Halmahera barat dari prespektif konseling Social Justice. Bab

lima Ino fo makati nyinga sebagai konseling Social Justice yang meliputi landasan filosofis

dan nilai-nilai spiritual serta desain pendekatan konseling Ino fo makati nyinga. Bab enam

penutup yang terdiri dari kesimpulan berupa temuan-temuan terhadap hasil penelitian, dan

Referensi

Dokumen terkait

Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Sumatera Utara... Pengantar Hukum Indonesia , Citapustaka

[r]

proses pencairan pembiayaan. i) Dokumen untuk ADM diserahkan ke ADM untuk di proses. j) Untuk seluruh dokumen pembiayaan yang asli dan jaminan asli yang. diberikan nasabah

Metode pemulusan ( smoothing ) adalah metode peramalan dengan mengadakan penghalusan terhadap masa lalu, yaitu dengan mengambil rata-rata dari nilai beberapa tahun lalu

Menawarkan kepada masyarakat menengah kebawah terutama para pedagang, perumahan, pegawai, dan lain sebagainya, dengan strategi produk, strategi harga, strategi distribusi,

[r]

[r]

1) Kapasitas Pembayaran ( Capacity ) yaitu kemampuan yang dimiliki oleh calon nasabah dalam mengembalikan atau melunasi pembiayaan yang telah dilakukan secara tepat