• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Fungsi Keluarga (Fungsi Reproduksi , Fungsi Ekonomi) Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pernikahan Dini Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Fungsi Keluarga (Fungsi Reproduksi , Fungsi Ekonomi) Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pernikahan Dini Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Tahun 2014"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga

Depkes RI (1988) mengemukakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Sedangkam menurut Friedman (1998) menyatakan keluarga adalah dua orang atau lebih yang bergabung karena ikatan tertentu untuk berbagi pengalaman dan pendekatan emosional serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Zoelkifly, 2013).

2.2 Fungsi Keluarga

Keluarga dengan berbagai fungsi yang dijalankan adalah sebagai wahana dimana seorang individu mengalami proses sosialisasi yang pertama kali, sangat penting artinya dalam mengarahkan terbentuknya individu menjadi seorang yang berpribadi. Sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat, keluarga mempunyai korelasi fungsional dengan masyarakat tertentu, oleh karena itu dalam proses pengembangan individu menjadi seorang yang berpribadi hendaknya diarahkan sesuai dengan struktur masyarakat yang ada, sehingga seorang individu menjadi seorang yang dewasa dalam arti mampu mengendalikan diri dan melakukan hubungan – hubungan sosial di dalam masyarakat yang cukup majemuk.

(2)

Dalam kehidupan keluarga sering kita jumpai adanya pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan didalam atau diluar keluarga. Suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga disebut fungsi. Fungsi keluarga merupakan upaya yang sangat strategis dalam membangun keluarga sejahtera dan menciptakan manusia yang berkualitas, berarti keluarga telah diberdayakan dari banyak sisi dalam kelangsungan hidupnya, sehingga terukur sosok keluarga yang ideal dan harmonis. Munculnya krisis dalam rumah tangga dapat mengakibatkan tidak terlaksananya fungsi keluarga (BKKBN, 2000).

Ke- 8 (delapan) fungsi keluarga menurut BKKBN (Zaidin, 2006) adalah: 1. Fungsi Keagamaan

Keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi insan yang penuh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Fungsi Sosial Budaya

Keluarga memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan.

3. Fungsi Cinta Kasih

(3)

4. Fungsi Perlindungan

Untuk memberikan rasa aman secara lahir dan batin kepada setiap anggota keluarga

5. Fungsi Reproduksi

Keluarga menjadi pengatur reproduksi keturunan secara sehat dan berencana, sehingga anak – anak yang dilahirkan menjadi generasi penerus yang berkualitas. 6. Fungsi Pendidikan

Keluarga merupakan tempat pendidikan utama dan pertama dari anggota keluarga yang berfungsi untuk meningkatkan fisik, mental, sosial dan spiritual secara serasi, selaras dan seimbang agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupan di masa depan.

7. Fungsi Ekonomi

Keluarga meningkatkan keterampilan dalam usaha ekonomis produktif agar pendapatan keluarga meningkat dan tercapai kesejahteraan keluarga.

8. Fungsi Pembinaan Lingkungan

Keluarga meningkatkan diri dalam lingkungan sosial budaya dan lingkungan alam sehingga tercipta lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang.

Kedelapan fungsi keluarga ini merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan orang tua dalam membantu pembentukan karakter anak sehingga memiliki kepribadian yang matang.

(4)

akan terganggu/tidak terlaksana yang selanjutnya akan mempengaruhi pelaksanaan fungsi keluarga. Aspek fungsional sulit dipisahkan dengan aspek struktural karena saling berkaitan. Seseorang dalam status sosial tertentu akan tidak lepas dari perannya yang diharapkan karena status sosialnya, yang semuanya ini berfungsi untuk kelangsungan hidup atau pencapaian keseimbangan dalam suatu keluarga.

Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, sehingga orang tua harus memiliki kualitas diri yang memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat, pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak.

Pendampingan orang tua dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak inilah yang disebut sebagai pola asuh. Setiap orang tua berusaha menggunakan cara yang paling baik menurut mereka dalam mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak (Idrus, 2002).

2.2.1 Fungsi Reproduksi

(5)

Dalam fungsi reproduksi diharapkan keluarga dapat menyelenggarakan persiapan-persiapan terjadi proses kelangsungan keturunan. Dengan persiapan yang cukup matang dapat mewujudkan suatu bentuk kehidupan rumah tangga yang baik dan harmonis yang dapat membawa pengaruh yang baik pula bagi kehidupan anak-anaknya (Wicaksono, 2013).

Fungsi reproduksi (BKKBN, 2000) meliputi :

a. Keluarga secara tegas bertanggung jawab memberi penyadaran agar anak tidak menyalahkan fungsi reproduksinya

b. Keluarga membimbing anak menjaga kebersihan organ reproduksinya. c. Keluarga memperkuat iman dan takwa dalam menjaga kesehatan reproduksi d. Keluarga dapat diskusi tentang perilaku pranikah.

e. Keluarga berani katakan “tidak“ untuk penyimpangan dalam kesehatan reproduksi

f. Keluarga pertahankan diri untuk tidak lakukan hubungan sexual hindari pelecehan sexual

g. Keluarga berikan informasi akibat hubungan sex yang menyimpang h. Keluarga hindari pergaulan bebas

i. Keluarga ajarkan berbusana sopan

Fungsi ini dipengaruhi (Taufan, 2010) oleh faktor :

(6)

b. Faktor budaya dan lingkungan, misalnya praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rezeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb.

c. Faktor psikologis, dampak pada keretakan orang tua dan remaja, depresi karena ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang memberi kebebasan secara materi.

d. Faktor biologis, yaitu cacat sejak lahir pada saluran reproduksi, pasca penyakit menular seksual.

2.2.2 Fungsi Ekonomi

Menurut Friedman (1998), fungsi ekonomi adalah fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makanan, pakaian, perumahan, dan lain-lain (Zaidin, 2006).

Pengelolaan fungsi ekonomi keluarga dengan baik sehingga terjadi keserasian, keselamatan dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga, mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua diluar rumah dan perhatiaanya terhadap anggota rumah tangga bejalan serasi, selaras, dan seimbang, membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (BKKBN, 2012).

Fungsi ekonomi (BKKBN, 2000) meliputi :

a. Keluarga berhemat intuk sisihkan uang untuk ditabung

(7)

c. Keluarga mencanakan pengeluaran harian/bulanan bersama anak

d. Keluarga teliti dalam membimbing anak melihat kembali tugas sekolah / rumah e. Keluarga disiplin dalam penggunaan anggaran ssuai kesepakatan (mis : uang

saku).

f. Keluarga peduli dalam memberi bantuan uang kepada orang yang memerlukan g. Keluarga tak kenal menyerah / putus asa (ulet dalam bekerja)

h. Keluarga dapat berbesar hati bila menghadapi kegagalan. Fungsi ini dipengaruhi oleh :

a. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka pengetahuannya akan lebih baik (Depdikbud, 1996). Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang, akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

b. Pekerjaan

(8)

seseorang yang tidak bekerja, karena dengan bekerja seseorang akan banyak mempunyai informasi.

c. Pendapatan

Pendapatan keluarga merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas keluarga dalam pelaksanaan fungsi keluarga.Terkait dengan batasan umur pernikahan, bahwa umur seseorang mempunyai peranan dalam pernikahan. Umur seseorang berhubungan dengan aspek fisiologis, psikologis dan sosial ekonomi, dan jika dikaitkan dengan social ekonomi biasanya anak dibawah isia 20 tahun belum mempunyai sumber penghasilan atau penghidupan sendiri. Pernikahan yang baik dan penuh tanggung jawab biasanya berkembang bila usia pria diatas 25 tahun dan kaum wanita diatas 22 tahun (Basri, 2008).

2.3 Kesehatan Reproduksi

Menurut konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (1994), kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi (BKKBN, 2010).

(9)

memiliki seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sudah menikah (Widyastuti, dkk, 2009).

2.3.1 Tujuan Kesehatan Reproduksi

Tujuan kesehatan reproduksi (Taufan, 2010), adalah :

a. Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi reproduksinya termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak -hak reproduksinya dapat terpenuhi yang pada akhirnya menuju peningkatan kualitas hidup.

b. Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan.

c. Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya.

d. Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara optimal. 2.3.2 Hak-hak Reproduksi

Guna mencapai kesejahteraan yang berhubungan dengan fungsi dan proses sistem reproduksi, maka setiap orang (khususnya remaja) perlu mengenal dan memahami tentang hak-hak reproduksi (Depkes, 2010) berikut ini :

1) Hak untuk hidup

(10)

3) Hak atas kesetaraan dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi 4) Hak privasi

5) Hak kebebasan berpikir

6) Hak atas informasi dan edukasi

7) Hak memilih untuk menikah atau tidak, serta untuk membentuk dan merencanakan sebuah keluarga

8) Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan mempunyai anak 9) Hak atas pelayanan dan proteksi kesehatan

10) Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan

11) Hak atas kebebasan berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik 12) Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan

2.3.3 Reproduksi Sehat

Reproduksi sehat yaitu umur 20-35 tahun karena berkaitan dengan kesehatan reproduksi wanita. Secara biologis organ reproduksi lebih matang apabila terjadi proses reproduksi, secara psikososial kisaran umur tersebut wanita mempunyai kematangan mental yang cukup memadai, secara sosial demografi wanita telah menyelesaikan proses pendidikan. Pernikahan yang sehat memenuhi kaidah kesiapan pasangan suami istri dalam aspek biopsikososial ekonomi dan spiritual (Wahyuningsih dkk, 2009).

(11)

a. Tidak ada kelainan anatomis dan fisiologis baik pada perempuan maupun laki-laki. Antara lain seorang perempuan harus memiliki rongga pinggul yang cukup besar untuk mempermudah kelahiran bayinya kelak. Ia juga harus memiliki kelenjar-kelenjar penghasil yang mampu memproduksi hormon yang diperlukan untuk memfasilitasi pertumbuhan fisik dan fungsi organ reproduksinya. Perkembangan-perkembangan tersebut sudah berlangsung sejak usia yang sangat muda. Tulang pinggul berkembang sejak anak belum menginjak remaja dan berhenti ketika anak itu mencapai usia 20 tahun. Agar semua pertumbuhan itu berlangsung dengan baik, ia memerlukan makanan dengan mutu gizi yang baik dan seimbang. Hal ini juga berlaku bagi laki-laki. Seorang laki laki memerlukan gizi yang baik agar dapat berkembang menjadi laki-laki dewasa yang sehat.

b. Baik laki-laki maupun perempuan memerlukan landasan psikis yang memadai agar perkembangan emosinya berlangsung dengan baik. Hal ini harus dimulai sejak anak-anak, bahkan sejak bayi. Sentuhan pada kulitnya melalui rabaan dan usapan yang hangat, terutama sewaktu menyusu ibunya, akan memberikan rasa terima kasih, tenang, aman dan kepuasan yang tidak akan ia lupakan sampai ia besar kelak. Perasaan semacam itu akan menjadi dasar kematangan emosinya dimasa yang akan datang.

(12)

penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual-misalnya AIDS dan Hepatitis B, infeksi lain pada organ reproduksi, infeksi lain yang mempengaruhi perkembangan janin, dampak pencemaran lingkungan, tumor atau kanker pada organ reproduksi, dan ganguan hormonal terutama hormon seksual.

d. Seorang perempuan hamil memerlukan jaminan bahwa ia akan dapat melewati masa tersebut dengan aman. Kehamilan bukanlah penyakit atau kelainan. Kehamilan adalah sebuah proses fisiologis. Meskipun demikian, kehamilan dapat pula mencelakai atau mengganggu kesehatan perempuan yang mengalaminya. Kehamilan dapat menimbulkan kenaikan tekanan darah tinggi, pendarahan, dan bahkan kematian. Meskipun ia menginginkan datangnya kehamilan tersebut, tetap saja pikirannya penuh dengan kecemasan apakah kehamilan itu akan mengubah penampilan tubuhnya dan dapat menimbulkan perasaan bahwa dirinya tidak menarik lagi bagi suaminya. Ia juga merasa cemas akan menghadapi rasa sakit ketika melahirkan, dan cemas tentang apa yang terjadi pada bayinya. Adakah bayinya akan lahir cacat, atau lahir dengan selamat atau hidup. Perawatan kehamilan yang baik seharusnya dilengkapi dengan konseling yang dapat menjawab berbagai kecemasan tersebut.

2.3.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesehatan Reproduksi

(13)

a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi, terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal.

b. Faktor budaya dan lingkungan, misalnya praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rezeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain,dsb.

c. Faktor psikologis, dampak pada keretakan orang tua dan remaja, depresi karena ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang memberi kebebasan secara materi.

d. Faktor biologis, yaitu cacat sejak lahir pada saluran reproduksi , pasca penyakit menular seksual.

2.4 Pola Asuh Orang Tua

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, bentuk (struktur) yang tetap, sedangkan asuh berarti menjaga (merawat dan mendidik), membimbing (mengepalai dan menyelenggarakan) (Depdikbud,1998).

(14)

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak yang bersifat relatif, konsisten dari waktu ke waktu, yang dirasakan oleh anak dari segi negative maupun positif, yang berbeda tiap keluarga tergantung pandangan tiap orang tua (Pentranto, 2006).

Pola asuh orang tua adalah pola interaksi antara orang tua dan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku sehingga memberikan corak pembentukan diri, sikap, dan bagaimana anak bertingkah laku dalam masyarakat (Theresia, 2009).

2.4.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pola Asuh

Menurut Hurlock (1997), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua, yaitu:

a. Tingkat sosial ekonomi

Orang tua yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah lebih bersikap hangat dibandingkan orang tua yang berasal dari sosial ekonomi yang rendah.

b. Tingkat Pendidikan

(15)

kurang menunjukan pengertian dan cenderung akan memperlakukan anaknya denga ketat dan otoriter.

c. Kepribadian.

Kepribadian orang tua dapat mempengaruhi penggunaan pola asuh. Orang tua yang konservatif cenderung akan memperlakukan anaknya dengan ketat dan otoriter. d. Jumlah anak

Orang tua yang memiliki anak hanya 2-3 orang (keluarga kecil) cenderung lebih intensif pengasuhannya, dimana interaksi antara orang tua dan anak lebih menekankan pada perkembangan pribadi dan kerja sama antar anggota keluarga lebih dperhatikan. Sedangkan orang tua yang memiliki anak berjumlah lebih dari lima orang (keluarga besar) sangat kurang memperoleh kesempatan untuk mengadakan kontrol secara intensif antara orang tua dan anak, karena orang tua secara otomatis berkurang perhatiannya pada setiap anak.

2.4.2 Bentuk Pola Asuh Orang Tua

Setiap orang tua, penerapan pola asuhnya berbeda-beda. Menurut Baumrind (dalam Berstein, 2002) dalam kehidupan sehari-hari jarang sekali orang tua menggunakan satu jenis pola asuh. Kebanyakan orang tua menggunakan kombinasi dari kesemua pola asuh yang ada, akan tetapi satu jenis pola asuh akan terlihat lebih dominan daripada pola asuh lainnya.

(16)

a. Othoritarian Parenting Style (Pola Asuh Otoriter)

Orang tua menetapkan aturan-aturan tertentu dan mengharapkan agar anak-anaknya mengikuti dan mematuhinya tanpa disertai dengan diskusi ataupun penjelasan. Orang tua hanya mengenal hukuman dan pujian dalam interaksi orang tua-anak. Pujian diberikan bila anak melakukan sesuai keinginan orang tua, sebaliknya hukuman fisik atau verbal diberikan bila anak melakukan tidak sesuai dengan keinginan orang tua (tertib tanpa kebebasan). Orang tua memberikan batasan-batasan tertentu dan aturan yang tegas terhadap anaknya, sehingga memiliki komunikasi verbal yang rendah, membatasi ruang gerak anak, dan berorientasi pada hukuman fisik maupun verbal agar anak patuh dan taat. Ada ketakutan yang tinggi dalam diri orang tua terhadap anaknya karena adanya pertentangan dalam kemauan dan keinginan. Jadi anak sering sekali tidak bahagia, ketakutan dan cemas, suka murung dibandingkan dengan anak lain, gagal memulai suatu kegiatan, menarik diri karena tidak puas diri dan memiliki ketrampilan komunikasi yang lemah serta anak rentan terhadap stress.

(17)

antara anak yang satu dengan yang lainnya. Anak harus patuh dan menurut saja semua peraturan dan kebijaksanaan orang tua. Sikap keras dianggap sebagai sikap yang harus dilakukan karena hanya dengan sikap demikian anak menjadi penurut. b. Permisive Parenting Style (Pola Asuh Permisif)

Orang tua menekankan ekspresi diri dan self regulation anak (bebas tanpa ketertiban) serta cenderung menerima semua tingkah laku anak. Orang tua bersikap terlalu lunak, tidak berdaya, memberi kebebasan terhadap anak tanpa adanya norma-norma yang harus diikuti mungkin karena orang tua sangat sayang (over affection) terhadap anak atau orang tua kurang dalam pengetahuan.

Pola asuh ini ditandai dengan nurturance yang tinggi, namun rendah dalam tuntutan kedewasaan, kontrol dan komunikasi, cenderung membebaskan anak tanpa batas, tidak mengendalikan anak, lemah dalam keteraturan hidup, dan tidak memberikan hukuman apabila anak melakukan kesalahan, dan tidak memiliki standart bagi perilaku anak, serta hanya memberikan sedikit perhatian dalam membina kemandirian dan kepercayaan diri anak. Meskipun pola asuh ini menghasilkan hubungan orang tua dan anak yang penuh kasih sayang tetapi cenderung akan menciptakan anak–anak yang berperilaku impulsif dan agresif.

c. Authoritative Parenting Style ( Pola Asuh Demokratis)

(18)

jawab secara sosial. Pola asuh ini merupakan gabungan dari kedua pola asuh yaitu pola asuh otoriter dan permisif.

Anak diberi kebebasan namun dituntut untuk mampu mengatur dan mengendalikan diri serta menyesuaikan diri dan keinginannya dengan tuntutan lingkungan. Oleh karena itu sebelum anak mampu mengatur dan mengendalikan dirinya sendiri, maka dalam dirinya perlu ditumbuhkan perangkat aturan sebagai alat kontrol yang dapat mengatur dan mengendalikan dirinya sesuai dengan aturan yang berlaku di lingkungannya. Dengan demikian anak akan memiliki otonomi untuk melakukan pilihan dan keputusan yang bernilai bagi dirinya sendiri dan bagi lingkungannya. Baumrind menekankan bahwa pengasuhan yang demokratis mengandung prinsip kebebasan dan pengendalian yang saling mengisi, dan bukan sebagai suatu pertentangan, hubungan orang tua dengan anak memiliki fungsi bagi orang tua dan anak dan adanya kontrol yang diimbangi dengan pemberian dukungan dan semangat serta adanya tujuan yang ingin dicapai yaitu kemandirian, sikap bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan tanggung jawab terhadap lingkungan masyarakat.

(19)

Masing-masing orang tua tentu saja memiliki pola asuh tersendiri dalam mengarahkan perilaku anak. Hal ini sangat dipengaruh oleh latar belakang pendidikan orang tua, mata pencaharian hidup, keadaan sosial ekonomi, adat istiadat, dan sebagainya. Pola asuh orang tua berpendidikan rendah berbeda dengan pola asuh orang tua yang berpendidikan tinggi. Bermacam-macam pola asuh yang diterapkan orang tua ini sangat bergantung pada bentuk-bentuk penyimpangan perilaku anak. Akan tetapi, apabila anak telah menunjukkan tanda yang mengarah ke hal negatif akan membuat cemas orang tua. Orang tua dapat saja menerapkan berbagai pola asuh yang dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga (Hurlock, 1999).

(20)

saling mengasihi, masyarakat yang terbuka, berpikiran positif, jujur, dan.mempunyai toleransi yang baik (Hidayatullah, 2010).

2.5 Pernikahan Dini

Pernikahan dini (early married) adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia dibawah usia 19 tahun (WHO, 2006).

Hal ini sesuai dengan Undang Undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 menyatakan pernikahan di usia 18 tahun ke bawah termasuk pernikahan dini (Lubis, 2008).

Dalam Undang-undang Perlindungan Anak (UU PA) bab 1 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan usia dini adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, batasan tersebut diatas jalan menegaskan bahwa anak usia dini adalah bagian dari usia remaja.

Definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan (Depkes) adalah mereka yang berusia 10-19 tahun dan belum menikah, sedangkan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun (Sarwono, 2000).

(21)

2.5.1 Faktor-faktor yang Memicu Terjadinya Pernikahan Dini Faktor-faktor yang memicu terjadinya pernikahan dini, antara lain : 1. Faktor Individu

a. Faktor perkembangan fisik, mental dan sosial yang dialami oleh seseorang. Makin cepat perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula berlangsungnya pernikahan, sehingga mendorong terjadinya pernikahan dini. b. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat

pendidikan, makin mendorong cepat berlangsungya pernikahan dini. Sesuai menurut Romauli (2009), makin rendah tingkat pendidikan seseorang maka makin mendorong seseorang untuk menikah di usia dini.

c. Sikap dan hubungan dengan orang tua. Pernikahan dini dapat berlangsung karena adanya sikap patuh dan menentang dari remaja terhadap perintah orang tua. Hubungan dengan orang tua juga menentukan terjadinya pernikahan dini. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan pernikahan dini karena remaja ingin melepaskan diri dari pengaruh atau lingkungan orang tua.

(22)

2. Faktor Keluarga

a. Sosial ekonomi keluarga

Sebagai akibat dari beban ekonomi yang dialami, maka para orang tua mempunyai keinginan untuk menikahkan anaknya. Dengan pernikahan tersebut akan diperoleh dua keuntungan. Pertama tanggung jawab terhadap anak gadisnya tidak lagi berada ditangan keluarga tersebut, melainkan di tangan suami dan keluarga suami. Kedua, dengan berlangsungnya pernikahan, akan diperoleh tambahan tenaga kerja, yakni menantu yang dengan sukarela selalu bersedia membantu keluarga isteri.

Masalah ekonomi pada kehamilan usia remaja merupakan penyebab utama remaja putri berhenti sekolah lebih awal. Berhenti sekolah berhubungan dengan pengangguran dan kemiskinan. Akibatnya, orang tua remaja ini sering gagal menyelesaikan pendidikan Dasar mereka, memiliki sedikit kesempatan untuk bekerja dan meningkatkan karier, dan berpotensi memiliki penghasilan yang terbatas (Andarmoyo, 2012).

b. Tingkat pendidikan keluarga

(23)

c. Kepercayaan dan keyakinan yang berlaku dalam keluarga

Kepercayaan dan keyakinan yang berlaku dalam keluarga juga menentukan terjadinya pernikahan dini. Sering ditemukan para orang tua yang menikahkan anak mereka dalam usia yang muda sekali, antara lain karena keinginan untuk meningkatkan status sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga dan untuk menjaga garis keturunan keluarga.

d. Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi permasalahan para remaja

Apabila suatu keluarga kurang memiliki alternatif lain dalam menghadapi atau mengatasi masalah remaja, misalnya anak gadisnya terperosok ke dalam perbuatan maksiat adalah lebih baik dinikahkan saja, atau sebagai jalan keluar untuk menghadapi rasa malu atau rasa bersalah karena anaknya tidak perawan lagi atau telah hamil diluar nikah.

3. Faktor Lingkungan Masyarakat a. Adat istiadat

(24)

2. Tingkat sosial ekonomi masyarakat

Tingkat sosial ekonomi masyarakat secara keseluruhan juga mempengaruhi terjadinya pernikahan dini. Masyarakat yang tingkat ekonominya kurang memuaskan, sering memilih pernikahan sebagai jalan keluar untuk mengatasi kesulitan ekonomi tersebut.

3. Tingkat kesehatan masyarakat

Jika di suatu daerah tingkat kesehatannya belum memuaskan yang dapat dilihat dengan masih tingginya angka kematian, maka sering ditemukan pernikahan dini.

4. Perubahan nilai

Pada daerah perkotaan, sebagai akibat dari pengaruh modernisasi telah terjadi perubahan nilai berupa makin longgarnya hubungan antara pria dan wanita. Hubungan yang longgar ini dapat menjadi penyebab terjadinya hubungan kelamin diluar pernikahan, yang pada akhirnya karena pengaruh keluarga ataupun masyarakat sekitarnya, yang antara lain untuk mencegah rasa malu atau menutup aib keluarga, mendorong terjadinya pernikahan dini (Maemunah, 2008).

2.5.2 Pendewasaan Usia Pernikahan

(25)

Kematangan emosi merupakan aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan. Dengan dilangsungkannya pernikahan maka status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat diakui sebagai pasangan suami-istri, dan sah secara hukum.

Batas usia dalam melangsungkan perkawinan adalah penting atau dapat dikatakan sangat penting, karena di dalam perkawinan menghendaki kematangan psikologis. Usia perkawinan yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi dan pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 21-25 tahun sementara laki-laki 25-28 tahun, karena di usia seperti ini secara fisik maupun mental sudah mampu atau sudah ada kesiapan memikul tanggung jawab sebagai suami isteri dalam rumah tangga (Handayani, 2005).

(26)

dari program Keluarga Berencana Nasional. Program PUP memberikan dampak pada peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR) (Adzlan, 2013).

Tujuan program pendewasaan usia perkawinan adalah Memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Tujuan PUP seperti ini berimplikasi pada perlunya peningkatan usia kawin yang lebih dewasa. Program Pendewasaan Usia kawin dan Perencanaan Keluarga merupakan kerangka dari program pendewasaan usia perkawinan. Kerangka ini terdiri dari tiga masa reproduksi, yaitu: 1) Masa menunda perkawinan dan kehamilan, 2) Masa menjarangkan kehamilan dan 3) Masa mencegah kehamilan.

2.5.3 Dampak Pernikahan Dini 1. Secara Fisiologis

(27)

tahun, sistem hormonal belum stabil, kehamilan menjadi tak stabil mudah terjadi pendarahan dan terjadilah abortus atau kematian janin. Usia kehamilan terlalu dini dari persalinan memperpanjang rentang usia reproduksi aktif (Anonim, 2010).

Pernikahan dini akan menimbulkan masalah – masalah (Romauli, 2009) : a. Kurangnya perawatan selama hamil dan sebelum melahirkan

Pernikahan dini jika tidak mendapatkan dukungan keluarga sangat berisiko mengalami kekurangan dalam perawatan selama hamil dan sebelum melahirkan, untuk memantau kondisi medis ibu dan bayi serta pertumbuhannya terutama pada awal kehamilan, sehingga jika ada komplikasi bisa ditangani dengan cepat.

b. Resiko Hipertensi (Pregnancy Induced Hypertension)

Resiko hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang hamil diusia matang, memicu terjadinya pre-eklamsi, yaitu kondisi medis yang berbahaya yang mengabungkan hipertensi dengan kelebihan protein dalam urine pembengkakan tangan dan wajah ibu serta kerusakan organ.

c. Kelahiran premature atau BBLR

(28)

d. Kanker Leher Rahim

Pernikahan dini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan keganasan pada mulut rahim. Kanker serviks adalah kanker yang menyerang bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke vagina. Kanker serviks merupakan kanker yang berasal dari leher rahim ataupun mulut rahim yang tumbuh dan berkembang dari serviks, dapat menembus keluar serviks sehingga tumbuh diluar serviks bahkan terus tumbuh sampai dinding panggul. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang, bila terpapar human papiloma virus (HPV) pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. Sekitar 70%-80% dari pengidap kanker serviks disebabkan oleh virus HPV sebagai penyebab utamanya. Infeksi HPV paling sering terjadi pada kalangan dewasa muda yaitu usia 18-25tahun. Pada usia lebih tua, di atas 20 tahun, sel-sel sudah matang, sehingga resiko makin kecil.

Menurut WHO, kanker leher rahim setidaknya sudah merenggut jiwa wanita hingga 5 juta, sedangkan di Indonesia belum jelas berapa angka pastinya namun diperkirakan 90-100 jiwa dari 100ribu penduduk mengindap kanker leher rahim. Hal ini menjadikan kanker leher rahim pembunuh wanita nomer dua setelah kanker payudara.

(29)

kekebalan tubuh alami, namun infeksi yang menetap yang disebabkan oleh HPV tipe tinggi dapat mengarah pada kanker serviks.

Kutil kelamin adalah benjolan-benjolan yang tumbuh pada alat kelamin manusia dalam berbagai variasi bentuk. Pada wanita, kutil kelamin tumbuh pada vulva dan serviks. Sedangkan pada pria, kutil kelamin akan cenderung muncul pada penis atau skrotum dan pada beberapa kasus tertentu kutil kelamin tumbuh pada area selangkangan.

Bagi pria yang terkena kutil kelamin, keluhan yang akan dirasakan yaitu rasa gatal dan panas, pendarahan dan rasa sakit pada penis, strotum dan daerah anal. Pada wanita, keluhan yang akan dirasakan hampir sama dengan pria, yakni rasa gatal dan panas. Terutama pada wanita yang sedang mengandung, kutil kelamin yang diderita bisa menjangkiti janin dalam kandungannya pada saat lahir.

(30)

e. Resiko Tinggi Ibu Hamil

Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Menurut ilmu kesehatan, bahwa usia yang kecil resikonya dalam melahirkan adalah antara usia 20-35 tahun, artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami prematuritas (lahir sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik maupun mental, kebutaan dan ketulian. Remaja tahap awal beresiko paling besar untuk menghadapi masalah dalam masa hamil dan melahirkan anak, BBLR, kematian bayi dan abortus, remaja tahap awal cenderung memulai perawatan prenatal lebih lambat daripada remaja berusia lebih tua dan wanita dewasa, mereka memiliki resiko tinggi.

f. Resiko tertular Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/AIDS

Melakukan hubungan seks bebas memiliki resiko tertular penyakit seksual seperti Chlamydia dan HIV. PMS bisa menyebabkan gangguan pada serviks (mulut rahim) atau menginfeksi rahim dan janin yang sedang dikandung. g. Depresi pasca melahirkan.

(31)

perlu memberikan dukungan emosional agar dapat sehat selama kehamilannya.

2. Secara Psikologis

Umumnya para pasangan muda keadaan psikologisnya masih belum matang, sehingga masih lebih dalam menghadapi masalah yang timbul dalam pernikahan, seperti: perceraian, karena kawin cerai biasanya terjadi pada pasangan yang umurnya pada waktu menikah relatif masih muda.

Menurut Deyn (2012), remaja yang menikah dini umumnya belum memiliki kematangan jiwa dalam arti kemantapan berpikir dan berbuat, mau menang sendiri (egois) mudah putus asa, tidak bertanggung jawab, belum memiliki pandangan dan pengetahuan yang cukup peran seorang istri atau bapak yang dapat mempengaruhi keharmonisan dan kelestarian pernikahan, karena kematangan jiwa sangat diperlukan agar pernikahan dapat mewujudkan kebahagian dan kesejahteraan bagi keluarga. Setara dengan yang dikemukakan Rahma (2012) bahwa pernikahan pada usia remaja secara mental belum siap menghadapi perubahan yang terjadi saat kehamilan, belum siap menjalankan peran sebagai ibu dan belum siap menghadapi masalah berumah tangga karena masih dalam proses penyesuaian.

3. Secara Sosial-Ekonomi

(32)

2.5.4 Upaya Penanggulangan Terjadinya Pernikahan Dini

Upaya yang dapat dilakukan untuk menaggulangi masalah pernikahan dini (Romauli, 2009) antara lain :

a. Menetapkan usia pernikahan yang baik diatas 20 tahun dan melarang pernikahan dibawah umur 20 tahun agar wanita terhindar dari resiko tingginya angka kesakitan dan kematian saat hamil dan melahirkan.

b. Meningkatkan pendidikan formal, diharapkan anak dapat lebih berkreasi dan berkarya dalam kehidupannya agar kelak mapan dalam pendidikan.

c. Tidak terlalu memaksakan kehendak kepada anak. Orang tua diharapkan dapat menjadi panutan yang baik bagi anaknya. Oleh karena itu, orang tua diharapkan tidak memaksakan kehendak pada anaknya, dimana akibat pemaksaan kehendak dapat memperburuk kehidupan anaknya dimasa yang akan datang.

d. Memberi penyuluhan tentang resiko pernikahan dini. Penyuluhan harus diberikan petugas kesehatan kepada remaja baik di sekolah-sekolah maupun di rumah merupakan tanggung jawab semua pihak.

2.6 Landasan Teori

(33)

menguntungkan bagi keluarga, sedangkan bila mendatangkan kerugian bagi keluarga disebut disfungsional. Fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan sosialisasi anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera .Agar fungsi keluarga berada pada kondisi optimal, perlu peningkatan fungsionalisasi dan struktur yang jelas, yaitu suatu rangkaian peran dimana sistem sosial dibangun ( dalam Megawangi, 1999).

Fungsi reproduksi keluarga merupakan fungsi untuk meneruskan keturunan, agar tebentuk generasi penerus yang bisa mempertahankan nilai-nilai budaya yang ada dalam keluarga. Setiap keluarga dapat menerapkan cara hidup sehat, mengerti tentang kesehatan reproduksinya.. Pada pernikahan dini tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri , dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi. Pernikahan dini akan menimbulkan berbagai masalah dalam rumah-tangga seperti pertengkaran, kekerasan dan perceraian.Juga akan mengalami gangguan pada reproduksinya yang dapat membahayakan kesehatan ibu janinnya nantinya .

Fungsi ekonomi keluarga adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya yaitu: sandang, pangan dan papan. Keluarga

memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat.

(34)

mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di keluarga dalam upaya peningkatan

status ekonomi keluarga. Ayah sebagai kepala keluarga wajib untuk bekerja mencari

nafkah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rumah tangga serta perencanaan anggaran pengeluaran biaya keluarga. Hal ini mengisayaratkan betapa keluarga itu merupakan bagian dalam kehidupan bermasyarakat.Namun, di zaman emansipasi wanita sekarang ini tidak jarang kita lihat ada ibu-ibu yang turut membantu memenuhi kebutuhan keluarga dengan bekerja sebagai wanita karier. Menurut Hanggara, salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya pernikahan dini adalah faktor fungsi ekonomi keluarga . Faktor yang yang memengaruhi pernikahan dini yaitu faktor fungsi ekonomi keluarga ( Adhim ,2010 ). Keberhasilan pendidikan anak dalam keluarga ketika anak berada dalam usia dini, akan sangat berpengaruh pada keberhasilan pendidikan pada periode berikutnya.

Jadi betapa pentingnya pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga. Perhatian mengenai pendidikan keluarga tidak hanya ditujukan oleh anggota-angota keluarga yang bersangkutan, melainkan oleh segenap lapisan masyarakat. Hal ini mengisayaratkan keluarga merupakan bagian dalam kehidupan bermasyarakat.

(35)

terpenuhi apabila orang tua dalam memberi pengasuhan dapat mengerti, memahami, menerima dan memperlakukan anak sesuai dengan tingkat perkembangan psikis anak, disamping menyediakan fasilitas bagipertumbuhan fisiknya. Hubungan orang tua dengan anak ditentukan oleh sikap,perasaan dan keinginan terhadap anaknya yang diwujudkan dalam pola asuh orang tua di dalam keluarga. ( Hidayatullah , 2010 ).

(36)

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh fungsi keluarga ( fungsi reproduksi , fungsi ekonomi ) dan pola asuh orang tua terhadap pernikahan dini.

2.7 Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tinjauan pustaka , maka hubungan variable dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Dependen Variabel Independen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Pernikahan Dini Fungsi Keluarga

1. Fungsi Reproduksi 2. Fungsi Ekonomi

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Objek wisata di dalam Penulisan ini tidak hanya berupa hiburan semata, tetapi juga merupakan pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia khususnya sejarah masyarakat

[r]

Mahasiswa memiliki kemampuan menjelaskan prosedur/langkah – langkah kerja terkait proses kerja mesin.. Mahasiswa memiliki kemampuan menjelaskan prosedur kerja terkait

[r]

Studi literatur merupakan prosedur untuk mendapatkan literatur / artikel tentang filtering firewall dengan IP Table, kemudian Mempelajari Sistem jaringan yang

[r]

Serangkaian kegiatan pada PPL 2 diadakan dengan tujuan agar mahasiswa praktikan dapat belajar bagaimana melakukan proses belajar mengajar yang baik dan mempunyai