• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Yuridis Terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus Kelurahan Deli Tua)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Yuridis Terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan (Studi Kasus Kelurahan Deli Tua)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam hukum yang hidup

dalam masyarakat yang berasal dari adat ataupun masyarakat itu sendiri. bagian

terkecil dari pemerintahan di Indonesia merupakan desa atau kelurahan yang

tersebar pada setiap pulau yang dikenal pemerintahan daerah. Pengaturan

mengenai pemerintahan daerah atau yang lebih spesifik lagi mengenai desa dan

kelurahan diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut dengan

UUD 1945) pada Pasal 18 mengenai pemerintah daerah. Pengaturan pada UUD

1945 Pasal 18 tersebut mencakup rumusan susunanan tata cara penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang didalamnya mengatur mengenai pembagian atas

daerah-daerah provinsi dan daerah. provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,

yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah.

Pengaturan mengenai desa dan kelurahan dalam Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut dengan UU No.

23 Tahun 2014) mencakup banyak hal, misalnya saja pengertian desa dan

kelurahan serta ruang lingkupnya yang tercantum pada Pasal 1, desa adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan

(2)

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.1 Pengaturan secara mendalam mengenai desa dan kelurahan telah tercantum dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor

73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (selanjutnya disebut dengan PP No. 73 Tahun

2005).

Peraturan Pemerintah tersebut lebih jelas mengatur mengenai kewenangan

desa dan kelurahan, sampai ke struktur organisasi, selain itu pula terdapat

pembahasan pada Bab 2 PP No. 72 Tahun 2005 mengenai pembentukan dan

perubahan status desa. Perubahan dari desa menjadi kelurahan maka tidak dapat

dipungkiri lagi akan terjadi perubahan struktur, keuangan, kekayaan, kewenangan,

dan birokrat publik. Sehingga pengaturan kembali (rearrangement) susunan

pemerintahan terutama birokrasi publik desa. Tidak pelik lagi bahwa

permasalahan birokrasi publik yang nantinya memegang pemerintahan akan

terjadi, misalnya saja pergantian birokrasi publik desa mengakibatkan turunnya

kepala desa walaupun belum habis masa berakhirnya dan dibutuhkannya dana

kompensasi untuk perangkat desa lainnya yang diberhentikan.

Oleh karena itu, desa memiliki kriteria tertentu berdasarkan kepentingan

masyarakat setempat. Birokrasi publik memiliki kewenangan yang sangat besar

bagi pembangunan pemerintah daerah khususnya wilayah lingkup kelurahan dan

pedesaan. Sebagai Negara kecil desa maupun kelurahan memiliki potensi yang

besar bagi pondasi perekonomian Negara sehingga diperlukan suatu pemimpin

yang mampu mengelola potensi tersebut. perubahan status desa menjadi kelurahan

1

(3)

tersebut menjadikan peran birokrasi publik lebih tegas dan profesional sehingga

memiliki status yang jelas di mata masyarakat yang berakibat pada peningkatan

pelayanan kepada masyarakat.

Sejak tahun 1981 Pemerintah Desa Deli Tua telah menerapkan ketentuan

mengenai perubahan status dari desa sesuai dengan Undang-undang Nomor 5

Tahun 1979 menjadi kelurahan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan dan

Penghapusan Desa. Dengan adanya Perda tersebut maka Desa Deli Tua lebih

mencermati kebutuhan desa-desa untuk lebih dapat mengurus rumah tangga

desanya sendiri, sekaligus memenuhi aspirasi penduduk desa karena dalam

pengajuan perubahan status desa menjadi kelurahan diperlukan partisipasi

penduduk desa. Salah satu peningkatan kualitas pelayanan publik ini antara lain

dilakukan dengan melakukan perubahan status desa menjadi kelurahan sesuai

dengan tuntutan UU No. 23 Tahun 2014.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka desa-desa yang ada di wilayah

kabupaten dan kota ditetapkan sebagai Kelurahan. Dengan demikian desa-desa

yang berada di daerah kota harus diubah statusnya menjadi kelurahan yang

diharapkan mampu mengubah kualitas pelayanan publik menjadi lebih baik yang

dimulai dari daerah, khususnya desa dan kelurahan.

Dilihat dari latar belakang diubahnya bentuk pemerintahan desa menjadi

kelurahan bukan disebabkan karena adanya kebutuhan, tetapi karena tuntutan

perundang-undangan (conditio sine qua non/syarat mutlak sesuai dengan tuntutan

(4)

desa yang berada di wilayah kota harus berubah menjadi kelurahan. Perubahan

yang terjadi menuju pada perbaikan tata pemerintahan perlu mendapat dukungan

baik dari pemerintah pusat maupun daerah guna meningkatkan pelayanan dalam

rangka pelaksanaan amanat perundang-undangan.

Oleh karena itu, Desa Deli Tua merupakan salah satu desa yang

melaksanakan perubahan status dari desa menjadi kelurahan yang berdasarkan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan,

Pemecahan, Penyatuan dan Penghapusan Desa dan Perubahan Status Desa

menjadi Kelurahan. Berdasarkan undang-undang di Indonesia perubahan status

desa menjadi kelurahan diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 mengenai

Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999, pada Pasal 200 ayat (3) yaitu Desa di kabupaten/kota secara bertahap dapat

diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa

Pemerintah desa bersama badan permusyawaratan desa yang ditetapkan dengan

Perda.2 Pasal 201 ayat (2) yaitu dalam hal desa berubah statusnya menjadi

kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan

yang bersangkutan, sehingga UU No. 23 Tahun 2014 lebih jelas mengkaji

perubahan status desa menjadi kelurahan.3

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian lebih mendalam dengan judul : KAJIAN YURIDIS TERHADAP

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 28 TAHUN 2006 TENTANG

2

Pasal 200 ayat (3) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. 3

(5)

PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN (STUDI KASUS

KELURAHAN DELI TUA).

B. Rumusan Masalah

Dengan mengacu pada bagian sebelumnya dan juga berdasarkan judul di

atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah peraturan perundang-undangan mengatur peralihan desa

menjadi kelurahan?

2. Bagaimanakah proses perubahan status desa menjadi kelurahan?

3. Bagaimanakah status hukum desa Deli Tua mejadi Kelurahan Deli Tua?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana peraturan perudang-unadangan yang

mengatur peralihan desa menjadi kelurahan

b. Untuk mengetahui bagaimana proses perubahan status desa menjadi

kelurahan

c. Bagaimana hukum desa Deli Tua mejadi Kelurahan Deli Tua

2. Manfaat Penelitian

(6)

a. Secara teoritis

1) Untuk mengaplikasikan ilmu yang secara teoritis dari bangku

perkuliahan.

2) Untuk melatih kemampuan dalam melakukan penelitian secara ilmiah

dan merumuskan hasil penelitian tersebut dalam bentuk tulisan.

3) Untuk dapat menambah pengetahuan tentang Hukum Bisnis, khususnya

mengenai tentang perubahan status desa menjadi kelurahan serta manfaat bagi

ilmu pengetahuan pada umumnya.

b. Secara praktis

1) Bagi pihak-pihak yang terkait memberikan manfaat bagaimana

perubahan status desa menjadi kelurahan.

2) Bagi masyarakat agar dapat bermanfaat secara praktis bagi para pihak

apakah itu mahasiswa, masyarakat umum, praktisi hukum dan institusi terkait

dalam perubahan status desa menjadi kelurahan .

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan, dan pemikiran. Yang

dalam pembuatannya, melihat dasar-dasar yang ada baik melalui literatur yang

diperoleh dari perpustakaan maupun media-media lain. Pokok pembahasan di

dalam skripsi yang berjudul: ” KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERATURAN

MENTERI DALAM NEGERI NO. 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN

STATUS DESA MENJADI KELURAHAN (STUDI KASUS KELURAHAN

(7)

Permasalahan dan pembahasan didalam penulisan skripsi ini adalah murni

hasil pemikiran dari penulis. Kemudian penulis membuat skripsi ini dalam rangka

melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata dikemudian

hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung

jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Desa

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006

(selanjutnya disebut dengan Permendagri No. 28 Tahun 2006) yang dimaksud

dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentigan masyarakat

setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.4

Menurut UU No. 23 Tahun 2014 Desa adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.5

4

Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2006 Tentang pembentukan, penghapusan , penggabungan desa dan perubahan status desa menjadi kelurahan.

5

(8)

Pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Desa dibentuk atas prakarsa

masyarakat dengan memperhatikan asal usul desa, adat istiadat dan kondisi sosial

budaya setempat.

Dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006

disebutkan sebagai berikut:

a. Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk desa.

b. Masyarakat mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan

Kepala Desa.

c. BPD mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul

masyarakat tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat

dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan

Desa.

d. Kepala Desa mengajukan usul pembentukan Desa kepada

Bupati/Walikota melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat

BPD dan rencana wilayah administrasi desa yang akan dibentuk.

e. Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa,

Bupati/Walikota menugaskan Tim Kabupaten/Kota bersama Tim

Kecamatan untuk melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk,

yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati/Walikota.

f. Bila rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk desa

baru, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah

(9)

g. Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa

sebagaimana dimaksud pada huruf f, harus melibatkan pemerintah

desa, BPD, dan unsur masyarakat desa, agar ditetapkan secara tepat

batas-batas wilayah desa yang akan dibentuk.

h. Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang

Pembentukan Desa hasil pemabahasan pemerintah desa, BPD, dan

unsur masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna

DPRD.

i. DPRD bersama Bupati/Walikota melakukan pembahasan atas

Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa, dan bila

diperlukan dapat mengikutsertakan Pemerintah Desa, BPD, dan unsur

masyarakat desa.

j. Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah

disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati/Walikota disampaikan oleh

Pimpinan DPRD kepada Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi

Peraturan Daerah.

k. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa

sebagaimana dimaksud pada huruf j, disampaikan oleh Pempinan

DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan

bersama.

l. Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa sebagaimana

(10)

30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui

bersama dan,

m. Dalam sahnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan

Desa yang telah ditetapkan oleh Bupati/Walikota sebagaimana

dimaksud pada huruf l, Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan

Dearah tersebut di dalam Lembaran Daerah.

Oleh karena itu, desa memiliki kriteria tertentu berdasarkan kepentingan

masyarakat setempat. Birokrasi publik memiliki kewenangan yang sangat besar

bagi pembangunan pemerintah daerah khususnya wilayah lingkup kelurahan dan

pedesaan. Sebagai Negara kecil desa maupun kelurahan memiliki potensi yang

besar bagi pondasi perekonomian Negara sehingga diperlukan suatu pemimpin

yang mampu mengelola potensi tersebut. perubahan status desa menjadi kelurahan

tersebut menjadikan peran birokrasi publik lebih tegas dan profesional sehingga

memiliki status yang jelas di mata masyarakat yang berakibat pada peningkatan

pelayanan kepada masyarakat.

2. Pengertian Kelurahan

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2104 Kelurahan adalah suatu

wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi

pemerintahan terendah langsung di bawah Camat, yang tidak berhak

(11)

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 yang

dimaksud dengan kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat

kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan. Tujuan pembentukan kelurahan

adalah untuk meningkatkan kegiatan penyeleggarakan pemerintahan secara

berdaya guna dan berhasil guna serta meningkatkan pelayanan terhadap

masyarakat kota sesuai dengan tingkat perkembangan pembangunan.6

Pembentukan kelurahan baru itu terutama di kota-kota dimana desa-desa

yang telah ada sebelumnya sudah kurang selaras dan serasi dengan perkembangan

masyarakatnya yang telah nyata mempunyai ciri dan sifat” masyarakat

kota/urban”.7

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang kelurahan

yang dimaksud dengan kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat

daerah kabupaten/kota dalam wilayah kerja kecamatan.8

Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 disebutkan

sebagai berikut :

1. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan.

2. Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

penggabungan beberapa kelurahan atau bagian kelurahan yang bersanding,

atau pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih.

3. Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

sekurang-kurangnya memenuhi syarat :

6

Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 2005 Tentang Kelurahan. 7

RH. Unang Sunardjo, tinjauan sepintas tentang Pemerintahan Desa dan Kelurahan (Bandung: Tarsito, 1984), hlm. 122.

8

(12)

a. Jumlah penduduk,

b. Luas wilayah,

c. Bagian wilayah kerja,

d. Sarana dan prasarana pemerintahan.

4. Kelurahan yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi

persyaratan sebagaimana diamksud pada ayat (3) dapat dihapus atau digabung.

5. Pemekaran dari satu kelurahan menjadi dua kelurahan atau lebih sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dapat penyelenggaraan pemerintahan kelurahan.

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, penghapusan dan

penggabungan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat

(3), ayat (4), dan ayat (5) diatur Peraturan Daerah Kebupaten/Kota dengan

berpedoman pada Peraturan Menteri.

Dalam pasal 10 PP No.73 Tahun 2005 Di kelurahan dapat dibentuk

lembaga kemasyarakatan. Pembentukan lembaga kemasyarakatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas prakarsa masyarakat melalui musyawarah

dan mufakat.

Lembaga Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10

mempunyai tugas membantu lurah dalam pelaksanaan urusan pemerintahan,

pembangunan, sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 lembaga

kemasyarakatan mempunyai fungsi:

(13)

b. penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam

kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintahan kepada

masyarakat;

d. penyusun rencana, pelaksana dan pengelola pembangunan serta

pemanfaat, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara

partisipatif;

e. penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa dan partisipasi, serta

swadaya gotong royong masyarakat;

f. penggali, pendayagunaan dan pengembangan potensi sumber daya serta

keserasian lingkungan hidup;

g. pengembangan kreatifitas, pencegahan kenakalan, penyalahgunaan obat

terlarang (Narkoba) bagi remaja;

h. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga;

i. pemberdayaan dan perlindungan hak politik masyarakat; dan

j. pendukung media komunikasi, informasi, sosialisasi antara pemerintah

desa/kelurahan dan masyarakat.

Dalam pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 2

Tahun 1980 telah diperinci beberapa faktor yang harus dipenuhi sebagai syarat

pembentukan kelurahan, yaitu:

1. Faktor penduduk, sekurang-kurangnya 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga

(14)

2. Faktor luas wilayah harus dapat terjangkau secara efektif dalam

melaksanakan pelayanan kepada masyarakat .

3. Faktor letak berkaitan dengan aspek komunikasi, transportasi dan jarak

dengan pusat kegiatan pemerintahan dan pusat-pusat pengembangan harus

sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan pelayanan kepada

masyrakat.

4. Faktor sosial budaya, agama dan adat akan dapat berkembang dengan

baik.

5. Faktor prasarana berkaitan dengan prasarana berhubungan, pemasaran,

sosial, dan fisik pemerintah akan dapat memenuhi berbagai kebutuhan

masyarakat sebagaimana layaknya.

6. Faktor kehidupan masyarakat baik mata pencaharian dan ciri-ciri

kehidupan lainnya akan dapat meningkat lebih baik.

Peraturan Pemerintah tersebut lebih jelas mengatur mengenai kewenangan

desa dan kelurahan, sampai ke struktur organisasi, selain itu pula terdapat

pembahasan pada Bab 2 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 mengenai

pembentukan dan perubahan status desa. Perubahan dari desa menjadi kelurahan

maka tidak dapat dipungkiri lagi akan terjadi perubahan struktur, keuangan,

kekayaan, kewenangan, dan birokrat publik. Sehingga pengaturan kembali

(rearrangement) susunan pemerintahan terutama birokrasi publik desa. Tidak

pelik lagi bahwa permasalahan birokrasi publik yang nantinya memegang

pemerintahan akan terjadi, misalnya saja pergantian birokrasi publik desa

(15)

dan dibutuhkannya dana kompensasi untuk perangkat desa lainnya yang

diberhentikan.

Usul pembentukan kelurahan dibuat oleh Bupati/Walikotamdya setelah

mendengar pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II

bersangkutan, kemudian disampaikan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I,

untuk seterusnya oleh Gubernur disampaikan kepada Menteri Dalam

Negeri.Setelah medapat persetujuan Menteri Dalam Negeri, maka Gubernur

kepala daerah tingkat I menerbitkan surt keputusan pembentukan kelurahan yang

diusulkan oleh Bupati/Kotamadya bersangkutan.

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data yang konkrit sebagai data dalam penelitian ini, maka

metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif, yaitu dengan

pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi lapangan dan

menggambarkan kondisi dengan melakukan riset lngsung kelapangan untuk

memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan skripsi tersebut.9

2. Jenis data dan sumber data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer yang merupakan data yang diperoleh langsung dari naraumber atau

langsung dari sumber pertama dan data skunder yang merupakan data yang

9

(16)

diperoleh dari dokumen-dokumen yang resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian

data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder.10

a. Bahan Hukum Primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan

ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yakni berupa

Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.

b. Bahan Hukum Skunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi

atau hasil kajian tentang status hukum desa menjadi kelurahan seperti:

seminar hukun, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan

status hukum desa menjadi kelurahan dan juga beberapa sumber dari situs

internet yang yang berkaitan dengan persoalnya diatas.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep

dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan

bahan skunder.11

Sedangkan data primer diperoleh dari wawancara dengan Lurah Deli Tua.

3. Teknik pengumpulan Data

Adapun data tersebut dapat diperoleh:

a. Penelitian Pustaka, yaitu data-data dan keterangan yang dikumpul dari

bahan-bahan tulisan seperti buku-buku bacaan dan undang-undang yang ada

hubunganya dengan pembahasan yang dilakukan. Data ini merupakan data

skunder.

b. Penelitian Lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan

dengan melakukan riset ke kantor Lurah terkait seperti Lurah Deli Tua.

10

Ibid., hlm. 72.

11

(17)

F. Sistematika Penulisan

Isi dari skripsi yang akan penulis buat terdiri dari lima bab dan tiap-tiap

bab terdiri dari sub-sub bab. Bab tersebut adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II : PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG

MENGATUR PERALIHAN DESA MENJADI KELURAHAN

Memuat tentang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006

Tentang Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan, Peraturan

Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang peraturan

pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa.

BAB III : PROSES PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI

KELURAHAN

Bab ini membahas tentang pengertian desa dan ruang lingkup

desa, susunan organisasi dan tata kerja pemerintah desa dan

perangkat desa, pembentukan pemecahan penyatuan dan

penghapusan kelurahan dan tata cara dan dasar hukum

(18)

BAB IV : PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

(STUDI KASUS KELURAHAN DELI TUA)

Dalam bab ini akan diuraikan lebih lanjut tentang apa yang

diperoleh dalam penelitian seperti bagaimana proses alih status

hukum desa Deli Tua menjadi Kelurahan Deli Tua, Hal-hal Apa

saja Yang Menjadi Kendala Dalam Proses Alih Status Hukum

Desa Menjadi Kelurahan di Desa Deli Tua Menjadi Kelurahan

Deli Tua, Syarat-syarat Pembentukan Desa Menjadi Kelurahan

Berdasarkan Peraturan Dalam Negeri No.28 Tahun 2006 dan

Tata Cara Pembentukan Desa.

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari skripsi ini. Pada

bab ini akan disimpulkan hasil uraian mulai dari bab I sampai

dengan bab IV dengan singkat dan sistematis, sebagai jawaban

dari pembahasan. Dan terakhir ditutup dengan saran-saran

setelah menguraikan permasalahan yang timbul sesuai dengan

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara ukuran komite audit terhadap timelines dari suatu laporang

Guru juga telah memaksimalkan metode dan model yang digunakan dalam penelitian sehingga materi dapat diterima siswa dengan baik yang mengakibatkan hasil belajar

Pada bab ini diberikan beberapa definisi dan lemma yang berkaitan dengan kon- struksi suatu matriks, antara lain spektrum matriks, realisasi matriks, jumlah langsung serta

Pireksia yang tidak diketahui asalnya menyertai persalinan Hipermisis (muntah yang berlebihan dalam kehamilan) KEADAAN TERTENTU PD MASA PERINATAL Cidera lahir cidera pada bayi

Watermarking digital sebagai salah satu solusi yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah ini, dihadapkan pada permasalahan ketahanan terhadap distorsi yang mungkin terjadi

[r]

Dari hasil perhitungan Return On Asset (ROA), MBTO, MRAT, TCID selalu mengalami penurunan dan UNVR tidak mengalami peningkatan pada tahun setelah maraknya online

Artinya hanya 14 orang guru dari 39 orang guru yang masuk kategori sangat baik dalam merancang perangkat pembelajaran mata pelajaran IPS SMP/MTs di Kota Dumai,