EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN STORYTELLING
PADA KETERAMPILAN MENYIMAK CERITA KELOMPOK B
DI TAMAN KANAK-KANAK AL-AZIEZ SURABAYA
SKRIPSI Oleh :
FITROTUS SHOLIHAH NIM. D98215053
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PIAUD JULI 2019
ABSTRAK
Fitrotus Sholihah, Efektivitas metode pembelajaran Storytelling pada keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya. Pembimbing Dra. Ilun Muallifah, M. Pd. dan Dr. Mukhoiyaroh, M. Ag.
Kata kunci : metode storytelling, keterampilan menyimak, Taman Kanak-Kanak Al-Azies.
Penelitian ini membahas tentang pengembangan keterampilan menyimak cerita anak dengan menggunakan metode Storytelling (mendongeng). Hal yang melatarbelakangi dilakukan penelitian ini ialah cara yang digunakan guru kurang menarik seperti guru terlalu cepat dalam menyampaikan isi cerita, guru tidak menggunakan media saat bercerita sehingga peserta didik kurang memahami isi yang terkandung dalam cerita sehingga pembelajaran terkesan monoton.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya, untuk
mengetahui bagaimana penerapan metode pembelajaran storytelling pada
keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya, untuk mengetahui bagaimana efektivitas metode pembelajaran Storytelling pada keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya.
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kuantitatif. Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian pre-eksperimental design yaitu eksperimen tidak sebenarnya atau eksperimen pura-pura. Sedangkan desain yang digunakan adalah One Group Pres test-Post test Design. Analisis data menggunakan uji T, Instrument penelitian menggunakan observasi, tes serta dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan keterampilan menyimak cerita. Penerapan metode pembelajaran Storytelling pada keterampilan
menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabayaberjalan
dengan baik. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis data, sebelum melakukan Storytelling guru memilih buku cerita, cerita yang disampaikan guru sesuai dengan usia peserta didik, media yang digunakan juga menunjang dalam kegiatan bercerita. Keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya. menunjukkan adanya peningkatan terbukti dengan hasil analisis data menyatakan bahwa, sebanyak 5 peserta didik dikategorikan rendah dan sebanyak 10 peserta didik dikategorikan sedang terakhir sebanyak 7 peserta didik masuk kategori tinggi. Efektivitas metode pembelajaran Storytelling pada keterampilan menyimak cerita anak kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya. menunjukkan hasil yang signifikan, Berdasarkan hasil Uji T menunjukkan bahwa T hitung = 0,494 lebih besar dari T tabel = 0,430 dengan signifikansi 0.05%, dengan demikian T hitung lebih besar dari T tabel, maka Hο ditolak sedangkan Hα diterima. Hal ini menunjukkan bahwa metode Storytelling dapat meningkatkan keterampilan menyimak cerita anak di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya. dengan demikian metode Storytelling efektif pada keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN MOTTO ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... iv
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 8
C.Tujuan Penelitian ... 8
D.Manfaat Penelitian ... 9
E.Definisi Operasional ... 10
BAB II KAJIAN TEORI A. Metode Pembelajaran Storytelling ... 12
B. Pengertian Keterampilan Menyimak ... 22
C. Hubungan storytelling pada keterampilan menyimak ... 38
BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 42
B.Sumber Data/ Subyek Penelitian ... 43
C.Instrumen Penelitian ... 43
D.Teknik Analisis Data ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Profil Lembaga ... 55 B.Hasil Penelitian ... 60 C.Pembahasan ... 70 BAB V PENUTUP A.Simpulan ... 75 B.Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA ... 78
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... 80
RIWAYAT HIDUP ... 81
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Tujuan pendidikan pada dasarnya dapat mewujudkan peserta didik menuju perbaikan serta etika maupun masyarakat supaya bisa mandiri sebagai individu maupun makhluk sosial. dalam dunia pendidikan, interaksi atau komunikasi sangat dibutuhkan terutama interaksi antara pendidik dan peserta didik. interaksi social adalah hubungan timbal balik (social) berupa aksi saling mempengaruhi antara individu dan kelompok kemudian antar kelompok dan kelompok. Adapun surat yang mengenai tentang pendidikan dalam surah :
Az-Zumar (39) ayat 9
Terjemahannya: (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengaharapkan rahmat tuhannya? Katakanlah: “adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” sesungguhnya orang yang barakallah yang dapat menerima pelajaran.
Dalam pendidikan saat ini pemerintah mewajibkan belajar 9 tahun. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
2
Indonesia. Sebagaimana yang tercantum dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yakni : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” dalam hal itu, perlunya pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Salah satunya menggunakan pembelajaran melalui bermain.
Piaget dalam Smilansky,1 menekankan pentingnya belajar melalui bermain yang mengaktifkan sensorimotorik anak usia dini. Usaha ini dilakukan dengan kontak fisik anak dengan lingkungan. kebutuhan sensorimotorik anak di dukung ketika mereka memiliki kesempatan untuk mengenal beragam alat dan bahan permainan yang digunakan baik di dalam dan di luar ruangan. Ketika anak bermain, terdapat dua aspek yang di fungsikan yaitu aspek fisik dan psikhis untuk memfungsikan keduanya terlebih dahulu harus di stimulasi melalui aktivitas fisik.
Ketika alat sensor dan motorik anak difungsikan maka saat itulah mereka belajar. Belajar mencermati sesuatu dari yang ia lihat, belajar memahami sesuatu dari yang ia dengar, belajar merasakan sesuatu dari yang ia pegang, belajar sesuatu dari yang ia endus, belajar sesuatu yang di cap melalui lidahnya. Oleh karena itu sangat dibutuhkan stimulasi melalui sejumlah alat permainan yang menarik, menantang dan aman agar terjadi proses belajar
1
3
yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan di usianya. Maka sangat tepat jika cara belajar mereka di didik melalui metode yang bersifat induktif 2.
Metode yang bersifat induktif adalah berbagai metode yang mengawali pembelajaran dengan hal-hal yang nyata (konkrit). Pada tahap ini anak dapat mengenali sesuatu yang berbentuk fakta maupun data dengan menggunakan sensori motoriknya secara langsung. Kegiatan ini menjadi cara untuk menghantarkan anak pada level berpikir berikutnya yaitu menanya berdasarkan apa yang dipegangnya, dilihatnya, didengarnya, dirasakan akan menuntun anak untuk mencari tahu, bereksplorasi dan melakukan sejumlah percobaan.
Salah satu metode Induktif yang bisa digunakan merupakan metode Storytelling atau mendongeng3 merupakan salah satu metode bercerita yang mengembangkan aspek berbahasa dengan tujuan dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak. Anak dituntut untuk mampu mendongeng bebas serta dapat mengemukakan ide-idenya dengan melatih bicara di depan umum dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mendongeng bisa dibilang kegiatan yang sederhana tapi faktanya tidak semua orang mampu melakukannya. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika mendongeng diantaranya; Berkata melalui intonasi dengan jelas, bercerita tentang sesuatu yang menarik, terkesan, bermakna serta mempunyai tujuan yang jelas.4
2
Asfandyar, Andi Yuda, Cara pĭntar mendogeng, (Jakarta: Mĭzan, 2007)
4
Menurut Hidayat dan Rahayu, 5Storytelling atau mendongeng adalah kegiatan mengucapkan suatu serta mengisahkan tentang pengalaman, kejadian maupun perbuatan telah terjadi secara sungguh-sungguh ataupun hasil rekayasa. Arĭni dkk, Juga mengungkapkan bahwasanya kegĭatan mendongeng bisa memberikan hiburan serta menstimulasi otak siswa untuk berimajinasi. Kegiatan Storytelling juga menambah pembendaharaan kosa kata siswa dalam membantu memahami isi yang terkandung dalam cerita.6 Dari pendapat di atas metode Storytelling sangat cocok digunakan menyimak cerita siswa yang dilakukan oleh guru.
Storytelling adalah karya seni bercerita yang bisa digunakan untuk sarana guna menambah nilai-nilai terhadap anak yang dilakukan tanpa harus menggurui anak. Storyteling adalah proses perkembangan anak secara kreatif, selalu mengedepankan perkembangan intelektual serta perkembangan stimulus, daya ingat, emosi, seni, kehalusan budi serta imahinasi. Kemampuan otak kanan dan otak kiri harus seimbang. Berbicara perihal Storytelling secara
umum, Storytelling merupakan kegiatan yang menyenangkan untuk didengar.
dimulai dari anak balita,sekolah dasar,usia remaja bahkan menginjak dewasa 7 Pada kegiatan Storytelling bercerita merupakan proses sangat penting sebab dalam proses inilah terdapat pesan atau nilai yang bisa diambil dari cerĭta tersebut. Pada saat Storytelling terjadi berlangsung proses pengetahuan
5 Rahayu, Aprianti Yofita, Menumbuhkan kepercayaan diri melalui kegiatan bercerita. (Jakarta:
PT. INDEKS, 2013)
6 Ni WayanArni dk, Penigkatan ketrampilan brbahasa indonesia berbasis komptensi (Bandung:
Remaja Rosdyakarya, 2010)
7
5
penyerapan yang telah pendongeng sampaikan pada penyimak. proses ini menjadikan anak berpengalaman dan menjadi tugas guru untuk dapat menyampaikan isi atau pesan cerita dengan kesan menyenangkan bagi anak saat bercerita. Berbagai fasilitas yang dapat digunakan pendongeng mudàh ditemukan seperti wayang kertas, buku cerita maupun boneka tangan. Selain yang telah disebutkan alat yang bisa digunakan antara lain tempat bermain, DVD, VCD maupun film-film yang diangkat dari kisah nyata. 8
Keterampilan berbahasa dibagi menjadi empat yaitu membaca, menyimak, berbicara dan mendongeng. Setiap pembelajaran mempunyai metode, pendekatan dan stategi pembelajaran masing-masing. Untuk itu peran guru sangatlah penting dapat menentukan pendekatan, metode dan strategi pembelajaran sesuai dengan tema, keadaan siswa, keadaan lingkungan dan lain sebagainya. Terutama dalam menyimak, guru harus bersifat aktif serta inovatif dalam mengembangkan bahasa menyimak anak serta mempermudah peserta didik dalam memahami isi materi yang telah disampaikan oleh guru. Ketika usia kanak-kanak, kemampuan anak hanya sebatas memahami bahasa dari sudut pandang orang lain.
Perkembangan bahasa anak merupakan perkembangan hasil simbolis. Jika perkembangan bahasa simbolis anak telah berkembang. Anak kemungkinan akan mempelajari bahasa dari ucapan orang lain, keterampilan berbicara atau keterampilan berbahasa anak akan semakin berkembang jika
6
anak keseringan menyimak kosakata, intonasi, pola kalimat dan lain sebagainya. Menyimak adalah keterampilan dasar bahasa dari lainnya.
Berdasarkan temuan Kemendikbud, Banyak permasalahan ditemukan dalam penggunaan standar isi pada mata pembjaran bahasa Indonesia. Antara lain banyaknya guru mengalami kesulitan ketika menentukan kegiatan belajar-mengajar yàng sesuai untuk mencapai kompetensi dasar. selain itu, penggunaan model pembelajaran yang dilakukan guru belum maksimal. dimana pembelajaran bahasa Indonesia terutama pembelajaran menyimak. Masyarakat menggangap bahwa menyimak merupakan keterampilan yang sudah dimiliki seseorang sejak lahir. Faktanya tidak semua orang mampu menyimak dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.. Hal itu menbuktikan bahwa ketrampilan menyimak sangat kurang mendapat perhatian dari khalayak.9
Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di TK Al-Azies10. Alasan saya melakukan penelitian di TK tersebut, karena masalah yang akan saya teliti berhubungan dengan masalah yang terjadi di TK saat ini. diketahui bahwa guru terlalu cepat dalam menyampaikan isi cerita sehingga siswa kurang memahami isi yang terkandung dalam cerita tersebut. Kualitas pembelajaran menyimak cerita juga kurang menarik bagi anak. Guru tidak menggunakan alat peraga/media untuk mendukung jalannya cerita. Buku cerita anak yang digunakan kurang bervariasi seperti buku tentang kerajaan
9
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
7
yang terdahulu. setiap kelas terdapat 5-7 buku cerita sehingga cerita yang disampaikan monoton. Cara yang digunakan guru kurang menarik sehingga menjadikan peserta didik kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran menyimak. Peserta didik lebih suka bercerita sendiri dengan teman sebayanya dan cenderung tidak memperhatikan apa yang telah disampaikan oleh guru. Di samping itu juga kondisi kelas yang kurang kondusif seperti kelas yang sempit, kurangnya pengkondisian kelas sehingga menjadikan kelas ramai tanpa terkontrol, menambah pengaruh pada keterampilan menyimak.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas mengungkapkan bahwa ketrampilan menyimak yang baik bisa dihasilakan dari cara yang dipergunakan pendidik dalam pembelajarannya. Penulis perlu meneliti untuk dilakukan penelitian dengan judul “ Efektivitas Metode Pembelajaran Storrytelling Pada Keterampilan Menyimak Cerita Kelompok B di Taman kanak-kanak Al-Azies Surabaya”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan metode pembelajaran storytelling pada
keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya?
2. Bagaimana keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman
8
3. Bagaimana efektivitas metode pembelajaran Storytelling pada
keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Bedasarkan Rumusan Masalah yang telah terurai diatas, maka tujuan dari penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui penerapan metode pembelajaran storytelling terhadap keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak A-l-azies Surabaya
2. Untuk mengetahui bagaimana keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak A-l-azies Surabaya?
3. Untuk mengetahui bagaimana efektivitas metode pembelajaran
Storytelling pada keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat Menambah pengetahuan baru tentang metode pembelajaran Storytelling. Bisa dijadikan bahan masukan bagi peneliti-peneliti lainnya yang melakukan penelitian serupa dimasa
9
yang akan datang. Serta dapat dipergunakan guna meningkatkan keterampilan menyimak dan memperluas wawasan.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah
1) Memberikan kontribusi yang positif bagi sekolah dalam rangka memperbaiki kualitas proses serta hasil pembelajaran.
2) Membantu sekolah untuk mempertimbangkan media
pembelajaran yang lebih baik b. Bagi Pendidik
1) Hasil diberikan alternative pembelajaran bagi pendidik, untuk perbaikan proses belajar mengajar sehingga aktivitas dan hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan.
2) Membantu pendidik menyelesaikan permasalahan
pembelajaran.
3) Membuat pendidik menjadi inovatif dan kreatif dalam
melaksanakan proses pembelajaran.
4) Meningkatkan keterampilan pendidik dalam pembelajaran
c. Bagi Peserta Didik
1) Menumbuhkan minat belajar peserta didik terhadap
pembelajaran.
2) Meningkatnya aktivitas peserta didik pada proses
10
3) Menambah pemahaman serta meningkatkan hasil belajar
peserta didik dalam pembelajaran. d. Bagi Peneliti
1) Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pengembangan untuk penelitian lebih lanjut mengenai metode pembelajaran Storytelling dan sebagai bahan referensi sehingga bisa menjadi bekal bagi peneliti sebagai calon guru.
E. Definisi Operasional
Pengertian definisi operasional merupakan memberikan gambaran yang jelas tentang variable yang diteliti sehingga dapat menyamakan persepsi antara penulis dan pembaca.
1. Tentang Storytelling
Menurut Andi Yudha Asfandiyar,11 Storytelling merupakan suatu proses kreatif anak-anak dalam perkembangannya mengaktifkan pembelajaran bukan hanya aspek intelektual saja, tapi juga aspek kehalusan budi, seni, budaya, emosi, kepekaan, imajinasi serta daya fantasi anak. Tidak hanya menggunakan kemampuan otak kiri saja akan tetapi juga menggunakan kemampuan otak kanan. Mengenai perihal Storytelling secara umum setiap anak senang mendengarkan cerita, dimulai dari anak balita, sekolah dasar, usia remaja bahkan menginjak dewasa.
11
2. Tentang Menyimak
Menurut Henry Guntur Tarigan,12 Menyimak merupakan suatu proses kegiatan mendengarkan lambing-lambang lisan penuh dengan perhatian, apresiasi, interpretasi serta pemahaman guna memperoleh informasi, menangkap pesan atau isi cerita serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh pendongeng melalui ujaran.
12
Henry Guntur Tarigan, Menyimak sebagai suatu keterampilan berbahasa, (Bandung: Angkasa bandung 2008)
BAB II
KERANGKA TEORI A. Metode pembelajaran Storytelling
1. Pengertian Storytellig
Definisi Storytelling menurut Greene dan Pellowski dalam
Takwin13 mengungkapkan bahwa; kegiatan tersebut merupakan sebuah
seni, kegiatan yang melibatkan cerita dengan plot naratif yang berasal dari kejadian nyata maupun imajinasi yang diambil dari berbagai jenis lisan maupun tulisan, melibatkan peserta, kegiatan ini juga melibatkan kemampuan seorang pendongeng untuk memberi kesan pada cerita melalui gestur, bahasa dan vokalisasi. Baik menggunakan alat musik atau alat bantu lainnya.
Larkin dalam Takwin, 14mengungkapkan bahwa Storytelling adalah pertunjukan seni interaktif dengan menggunakan dua arah antara penyimak dan pendengar. Dibutuhkan kerja sama untuk membangun sebuah cerita yang utuh. Seorang pendongeng tidak hanya membangun empati serta nilai yang baik, tapi juga mendorong siswa untuk mengimajinasikan cerita secara visual.
13Haenilah Y. Een, Kurikulum dan pembelajaran, (Yogyakarta: Media Akademi 2015)
24Andi Yudha Asfandiyar, Cara Pintar Mendongeng. (Jakarta: Mizan 2007)
13
Storytelling merupakan sebuah karya seni yang digunakan sebagai sarana menumbuhkan nilai-nilai pada anak yang harus dilakukan tanpa menggurui anak. 15 Storytelling merupakan suatu
proses kreativitas anak-anak dalam mengemabngkan serta
mengaktifkan pembelajaran. Bukan hanya aspek intelektual saja tapi juga aspek kehalusan budi, budaya, emosi, kepekaan, seni, daya imajinasi serta fantasi anak. Dan tidak hanya menggunakan kemampuan otak kiri saja tetapi juga menggunakan kemampuan otak kanan. Nurbiana mengemukakan bahwa menodongeng merupakan suatu kegiatan yang bisa dilakukan oleh sesorang secara lisan terhadap orang lain dengan menggunakan alat maupun tanpa alat untuk disampaikan dalam bentuk informasi, dongeng atau pesan yang bisa untuk di dengar dengan rasa menyenangkan dan cara penyajian cerita yang dikemas secara menarik 16
Storytelling merupakan warisan leluhur yang paling tua untuk dilestraikan serta dapat dikemabngkan dalam salah satu sarena positip untuk mendukung kepintengan sosial secara meluas. Munculnya peninggalan buku yang tertulis jauh dari buku sebelumnya. Manusia dapat berkomunikasi serta merekam perestiwa-perestiwa pada kehidupan mereka secara turun-temurun. Teradisi lisan pada dahulu
16 Dhieni, Nurbiana dan fridani, dkk. Metode Pengembangan Bahasa. (Jakarta: Universitas
14
sempat menjadikan andalan para orang tua yang terpenting Ibu dan Nenek sebagai pengantar tidur anak cucu mereka. 17
Storytelling bisa dikatakan sebuah seni untuk mengambarkan perestiwa yang dialami secara nyata ataupun berupa karangan untuk bisa disampaikan dengan menggunakan gambar maupun suara.
Sedangkan pendapat lain megungkapkan bahwa Storytelling merupakan
gambaran tentang kehidupan yang berupa gagasan, pembelajaran, kepercayaan, pengalaman pribadi melalui sebuah cerita. 18
Storytelling bisa dikatakan sebagai cabang dari ilmu sastra yang paling tua sekaligus terbaru. Dengan tujuan dan syarat-syarat dalam Storytelling selalu berganti dari abad ke abad. Dan dari budaya satu ke budaya lain, Storytelling berlanjut guna kebutuhan dapat terpenuhi secara pribadi maupun sosial. manusia punya perilaku implus yang terbawa sejak lahir guna menceritakan perasaan serta pengalaman-pengalaman yang dituangkan dalam bentuk cerita. cerita disampaikan agar memberikan kesan pada dunia. Mereka mengekspresikan harapan, keinginan serta kepercayaan dalam cerita-cerita. perwujudan upaya untuk saling mengerti satu sama lain.
17 Agustina, Susanti, Mendongeng Sebagai Energi Bagi Anak. (Jakarta: Rumah Ilmu Indonesia
2008)
18
15
2. Jenis-jenis Storytelling
Jenis cerita ada dua macam yang akan dipilih pendongeng
kemudian disampaikan kepada penyimak. Sebelum Storytelling
berlangsung. pendongeng harus terlebih dahulu mempersiapkan jenis apa yang ingin di sampiakan supaya acara mendongeng berjalan dengan lancar.19 Berikut jenis cerita antara lain :
1.) Storytelling pendidikan
Merupakan dongeng yang diciptakan dengan suatu miisi pendidikan bagi dunIa anak-anak. misalkan : mendidik anak hormat kepada orang yang lebih tua.
2.) Fabel
Merupakan mendonggeng perihal dunia binatang yang dituangkan dalam wujud seperti manusia. Cerita fabel sangat cocok digunakan untuk menyadarkan tingkah laku manusia tanpa membuatnya tersinggung. Misalkan : Dongeng kelinci, serigala, kura-kura.
3. Manfaat Storytelling
Berbicara mengenai storytelling sungguh banyak manfaatnya. tidak hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi orang yang mendongengkannya. dari proses storytelling kepada anak ini banyak manfaat yang dapat dipetik. Menurut Josette Frank yang dikutip oleh
19
16
Asfandiyar, seperti halnya orang dewasa, anak-anak memperoleh pelepasan emosional melalui pengalaman fiktif yang tidak pernah mereka alami dalam kehidupan nyata. Storytelling ternyata merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan aspek-aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), sosial, dan aspek konatif (penghayatan) anak-anak. Banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh melalui dongeng antara lain:20
a) Penanaman nilai-nilai
Storytelling merupakan sarana untuk “mengatakan tanpa
mengatakan”, maksudnya storytelling dapat menjadi sarana untuk mendidik tanpa perlu menggurui. Pada saat mendengarkan dongeng, anak dapat menikmati cerita dongeng yang disampaikan sekaligus memahami nilai-nilai atau pesan yang terkandung dari cerita dongeng tersebut tanpa perlu diberi tahu secara langsung atau mendikte. Pendongeng hanya mendongengkan tanpa perlu menekankan atau membahas tersendiri mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam cerita dongeng tersebut.
b) Mampu melatih daya konsentrasi
Storytelling sebagai media informasi dan komunikasi yang digemari anak-anak, melatih kemampuan mereka dalam memusatkan perhatian untuk beberapa saat terhadap objek tertentu. Ketika seorang anak sedang asyik mendengarkan dongeng, biasanya mereka tidak
17
ingin diganggu. Hal ini menunjukkan bahwa anak sedang berkonsentrasi mendengarkan dongeng.
c) Mendorong anak mencintai buku dan merangsang minat baca anak.
Storytelling dengan media buku atau membacakan cerita kepada anak-anak ternyata mampu mendorong anak untuk mencintai buku dan gemar membaca. Anak dapat berbicara dan mendengar sebelum ia belajar membaca.Tulisan merupakan sistem sekunder bahasa, yang pada awal membaca harus dihubungkan dengan bahasa lisan. Oleh karena itu, pengembangan sistem bahasayang baik sangat penting untuk mempersiapkan anak belajar membaca.Storytelling
dapat menjadi contoh yang efektif bagi anak mengenai cara membaca.Storytelling dengan media buku dapat menjadi stimulasi yang efektif, karena padasaat itu minat baca anak mulai tumbuh.
4. Tahapan-tahapan Storytelling
Bunanta menyebutkan ada tiga tahapan sebelum melakukan kegiatan Storytelling, pertama persiapan, proses dan ketiga sesudah melakukan kegiatan Stortelling. berikut tahap-tahap yang harus dilakukan21,
a. Persiapan sebelum melakukan Storytelling
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memilih judul buku yang menarik dan mudah diingat. Studi linguistik membutikan
18
bahwa judul mempunyai kontribusi terhadap memori cerita. Melalui judul, audience maupun pembaca akan memanfaatkan latar belakang pengetahuan untuk memproses isi cerita secara topdown. Hal itu digunakan untuk pemahaman unit bahasa yang lebih besar, dan hal tersebut membantu pemahaman dan penyampaian cerita
secara menyeluruh. Maka untuk menemukan judul yang menarik,22
pendongeng perlu melakukan kegiatan memilah dan memilih bahan cerita.
Memilih cerita yang akan didongengkan, pendongeng dapat mulai mendongeng dengan cerita yang telah diketahui. Storytelling yang pernah didongengkan waktu kecil yang masih diingat dapat dipilih untuk mulai mendongeng kepada anak-anak, seperti Bawang Merah Bawang Putih, Si Kancil, maupun cerita legenda tanah air yang pernah didengar.Setelah memilih dan memahami cerita, hal yang juga tidak kalah penting adalah mendalami karakter tokoh-tokoh dalam cerita yang akan disampaikan.Karena kekuatan sebuah cerita antara lain terletak pada bagaimana karakter tersebut dimunculkan.
Semakin jelas pembawaan karakter tokoh, semakin mudah cerita tersebut dicerna. Agar dapat menampilkan karakter tokoh, pendongeng terlebih dahulu harus dapat menghayati sifat-sifat tokoh dan memahami relevansi antara nama dan sifat-sifat yang
19
dimilikinya. Ketika memerankan tokoh-tokoh tersebut, pendongeng diharapkan mampu menghayati bagaimana perasaan,pikiran, dan emosi tokoh pada saat mendongeng. Dengan demikian ketika mendongengkannya tidak ragu-ragu lagi karena sudah mengenal ceritanya, sifat tokoh-tokohnya, tempat kejadiannya, serta pilihan kata yang digunakan dalam menyampaikan cerita dengan baik dan lancar.
b. Proses Storytelling berlangsung
Saat terpenting dalam proses storytelling adalah pada tahap
storytelling berlangsung. Saat akan memasuki sesi acara
storytelling, pendongeng harus menunggu kondisi hingga audience siap untuk menyimak dongeng yang akan disampaikan. Jangan memulai storytelling jika audience masih belum siap. Acara storytelling dapat dimulai dengan menyapa terlebih dahulu audience, ataupun membuat sesuatu yang dapat menarik perhatian
audience. Kemudian secara perlahan pendongeng dapat membawa
audience memasuki cerita dongeng. Pada saat mendongeng ada beberapa faktor yang dapat menunjang berlangsungnya proses storytelling agar menjadi menarik untuk disimak antara lain:23
1) Kontak mata
Saat storytelling berlangsung, pendongeng harus
melakukan kontak mata dengan audience. Pandanglah
20
audience dan diam sejenak. Dengan melakukan kontak mata audience akan merasa dirinya diperhatikan dan diajak untuk berinteraksi. Selain itu, dengan melakukan kontak mata kita dapat melihat apakah audience menyimak jalan cerita yang didongengkan. Dengan begitu, pendongeng dapat mengetahui reaksi dari audience.
2) Mimik wajah
Pada waktu storytelling sedang berlangsung, mimik wajah pendongeng dapat menunjang hidup atau tidaknya sebuah cerita yang disampaikan. Pendongeng harus dapat mengekspresikan wajahnya sesuai dengan situasi yang didongengkan. Untuk menampilkan mimik wajah yang mengambarkan perasaan tokoh tidaklah mudah untuk dilakukan.
3) Suara
Tidak rendahnya suara yang diperdengarkan dapat
digunakan pendongeng untuk membawa audience merasakan
situasi dari cerita yang didongengkan. Pendongeng biasanya akan meninggikan intonasi suaranya untuk merefleksikan cerita yang mulai memasuki tahap yang menegangkan. Kemudian kembali menurunkan ke posisi datar saat cerita
kembali pada situasi semula.Selain itu, pendongeng
21
karakter tokoh yang didongengkan. Misalnya suara ayam, suara pintu yang terbuka.
4) Kecepatan
Pendongeng harus mampu mengatur kecepatan dalam cerita, sehingga cerita dapat dipahami dan tidak membuat bosan yang mendengarkan.
5) Alat peraga
Untuk menarik minat anak-anak dalam proses
storytelling, perlu adanya alat peraga seperti misalnya boneka kecil yang dipakai di tangan untuk mewakili tokoh yang sedang menjadi materi dongeng. Selain boneka, dapat juga dengan cara memakai kostum-kostum hewan yang lucu, intinya membuat anak merasa ingin tahu dengan materi dongeng yang akan disajikan.
c.Sesudah melakukan Storytelling
Ketika proses storytelling sudah selesai dilaksanakan, tibalah saatnya bagi pendongeng untuk mengevaluasi cerita. Maksudnya, pendongeng menanyakan kepada audience tentang inti cerita yang telah disampaikan dan nilai-nilai yang dapat diambil. Melalui cerita tersebut, kita dapat belajar tentang apa saja. Setelah itu pendongeng
dapat mengajak audience untuk gemar membaca dan
merekomendasikan buku-buku bacaan yang sesuai dengan tema yang tadi sudah didongengkan atau merekomendasikan buku-buku
22
dengan tema lain yang isinya menarik, sarat dengan nilai-nilai positif, dan sesuai dengan usia dan perkembangan psikologis anak-anak.
d.Kelebihan penggunaan metode Storytelling24
1.) Dapat menumbuhkembangkan daya imajinasi anak
2.) Melatih daya ingat dan konsentrasi anak
3.) Mengembangkan kognitif pada anak
4.) Mengembangkan nilai-nilai moral sejak dini e.Kekurangan penggunaan metode Storytelling
1.) Anak masih kesulitan dalam menangkap isi cerita
2.) Anak kesulitan dalam penggunaan media
3.) Alat peraga yang kurang kreatif menjadikan anak kurang aktif
4.) Anak belum bisa menceritakan kembali yang telah disampaikan
guru
B. Pengertian keterampilan menyimak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa, 2008) dijelaskan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan atau kekuatan. Nurbiana Dhieni (2007: 4) menyatakan bahwa menyimak merupakan suatu proses. Sebagai sebuah proses, peristiwa menyimak diawali dengan kegiatan mendengarkan bunyi bahasa secara langsung atau
24 Jurnal, Pengaruh Metode Storytelling Terhadap Peningkatan Perilaku Prososial Anak Usia 4-5
23
tidak langsung. Bunyi bahasa yang ditangkap oleh telinga diidentifikasi jenis dan pengelompokkannya menjadi suku kata, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Jeda dan intonasi juga ikut diperhatikan oleh penyimak. Bunyi bahasa yang diterima kemudian ditafsirkan maknanya dan dinilai kebenarannya agar dapat diputuskan diterima tidaknya.
Pengertian keterampilan menyimak itu sendiri menurut M.E Suhendar dan Pien S. (1992: 4) bahwa keterampilan menyimak merupakan kemampuan menangkap bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan atau yang dibacakan orang lain dan diubah menjadi bentuk makna untuk dievaluasi. Rost (1994: 141) menyatakan bahwa keterampilan menyimak berperan penting dalam proses pembelajaran karena dapat memberikan input yang berarti bagi orang yang sedang mempelajari bahasa tersebut. Rost menekankan bahwa tanpa pemahaman akan input dalam tingkatan yang tepat maka proses pembelajaran tidak dapat terlaksana.
Menurut Henry Guntur Tarigan, menyimak merupakan suatu proses mendengarkan lambing-lambang lisan dengan penuh perhatian, apresiasi, pemahaman serta interpretasi guna memperoleh infornasi, menangkap pesan atau isi serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh pendongeng melalui ujaran.25 Salah satu dari sekian telah permulaan menunjukkan bahwa betapa pentingnya menyimak adalah telaah yang
25 Henry. G.T, Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. (Bandung: Angkasa bandung
24
dialkukan oleh Paul T.Rankin pada tahun 1926 melaporkan bahwa 42% orang menggunakan waktu bahasa tertuju pada penyimak.
Pada tahun 1950 Miriam E. Wilt 26melaporkan bahwa sejumlah waktu yang dipergunakan oleh anak-anak guna menyimak dikelas sekolah dasar rata-rata 1,5 sampai 2 jam perhari. Meskipun sekolah-sekolah lama telah menuntut agar siswa menyimak secara ekstensif, pengajaran berlangsung bagaimana cara yang terbaik untuk menyimak tetap saja diabaikan dan terlupakan berdasarkan pemikiran bahwa hal itu merupakan pemahaman “alamiah” belaka. Dalam penelitian yang serupa, Beery melaporkan bahwa korelasi-korelasi intelegensi dan kemampuan menyimak agak besar (berkisar antara 27 sampai 56).
Caffrey menemukan sedikit hubungan antara usia kronologis kemampuan menyimak diantara para siswa dan sekolah menengah pertama. Menunjukkan adanya beberapa kenyataan bahwasanya pria merupakan penyimak yang lebih baik ketimbang wanita. Meskipun hubungan antara pembaca pemahaman dan penyimak pemahaman terlalu tinggi, sebaiknya jangan pula melupakan factor umum intelegensi, kecepatan dan daya yang dimiliki oleh para peserta didik. Jika hal ini diabaikan, maka tidak akan dapat dianggap bahwa pengembangan serta peningkatan pada pembaca akan mengakibatkan pengembangan serta peningkatan pada penyimak. Pada kenyataannya, kemajuan penyimak melampaui pembaca pemahaman dianatar para peserta didik sekolah dasar
25
menajdi kurang efisien apabila keterampilan membaca meningkat. Implikasi yang terlihat adalah bahwa pengajaran langsung menyimak sangat penting. Disini terlihat beberapa fakta bahwa latihan dalam menyimak akan mengakibatkan pengembangan dan peningkatan keterampilan menyimak27.
Berdasarkan pendapat rost bahwa keterampilan menyimak sama pentingnya dengan berbicara. Hal ini ditegaskan oleh Scott dan Ytreberg (1990: 21-22) bahwa ada lima (5) prinsip yang harus dipertimbangkan dalam proses peningkatkan keterampilan menyimak pada anak TK, yaitu:
1) perbanyak pemberian materi visual, misalnya dengan ekspresi wajah, gerakan, mimik (pantomime) dan gambar-gambar.
2) setiap input bahasa lisan yang diberikan harus diucapkan dengan jelas, perlahan dan berulang.
3) Jangka waktu konsentrasi anak usia muda biasanya terbatas, oleh karena itu hindarkan pemberian kegiatan yang terlalu banyak.
4) memastikan pemahaman siswa hendaknya dilakukan pada saat
kegiatan menyimak berlangsung
5) kegiatan menyimak tidak semata siswa duduk diam dan konsentrasi mendengarkan bahasa lisan, akan tetapi bisa juga diiringi dengan gerakan.
26
a. Tahap-tahap menyimak
Ruth G. Strickland dalam The Language Arts In The Elementary School.28 menyimpulkan adanya Sembilan tahapan menyimak, mulai dari yang tidak berketentuan sampai yang amat bersungguh-sungguh.
1) Menyimak berkala, terjadi saat anak merasakan keterlibatan langsung proses pembicaraan menegnai dirinya
2) Menyimak dengan perhatian dangkal, sering mendapatkan
gangguan dengan adanya selingan-selingan perhatian kepada hal-hal dilaur pembicaraan.
3) Setengah menyimak, kegiatan yang dilakukan menunggu
kesempatan untuk mengekspresikan isi hati serta mengutamakan apa yang menjadi keinginan anak.
4) Menyimak serapan, menyerap atau mengabsorpsi hal-hal yang
kurang penting.
5) Menyimak sesekali, perhatian secara seksama berganti dengan keasyikan lain.
6) Menyimak asosiatif, menceritakan pengalaman pribadi secara
gambling yang mengakibatkan penyimak tidak memberikan reaksi atas apa yang telah disampaikan.
7) Menyimak dengan reaksi berkala, berbicara mengenai komentar maupun mengajukan pertanyaan.
28
27
8) Menyimak secara intensif, bersungguh-sungguh mengikuti alur yang dibicarakan pembicara.
9) Menyimak aktif, menemukan serta mendapatkan pikiran, gagasan serta pendapat pembicara.
Henry Guntur Tarigan dalam Public Spraking29, mengklarifikasikan menyimak dibagi menjadi dua yaitu menyimak intensif dan menyimak ekstensif.
a. Menyimak ekstensif merupakan kegiatan menyimak yang mengenai
hal-hal ke yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran, tidak harus dibawah bimbingan guru secara langsung.
1) Menyimak social, menyimak secara sopan yang berlangsung dalam
situasi-situasi social tempat orang mengobrol atau bercengkrama mengenai hal-hal yang menraik perhatian semua orang yang turut hadir.
2) Menyimak sekunder, kegiatan menyimak yang dilakukan secara
kebetulan dan secara langsung.
3) Menyimak ekstentik (menyimak apresiatif/keindahan)
4) Menyimak pasif, menyimak secara tidak sadar.
b. Menyimak intensif merupakan kegiatan menyimak secara bebas dan secara umum tanpa perlu dibawah bimbingan guru secara langsung. Menyimak intensif hanya perlu diarahkan, diawasi dan dikontrol pada satu hal tertentu.
29
28
1) Menyimak kritis, menyimak yang berupa pencarian keliruan atau
kesalahan dan juga butir-butir yang baik dan benar dari seorang pembicara dengan alas an-alasan yang kuat sehingga dapat diterima oleh akal sehat.
2) Menyimak kreatif, kegiatan menyimak yang dapat mengakibatkan
kesenangan rekontruksi imajinatif para penyimak terhadap bunyi, gerakan, penglihatan, serta perasaan-perasaan keindahan yang disarankan atau distimulasi oleh penyimak.
3) Menyimak konsentratif, menyimak sejenis telaah.
4) Menyimak selektif, menyimak penuh dengan perhati-hatian.
5) Menyimak introgatif, menyimak dengan penuh perhatian terletak
pada pendapatan informasi dengan cara mengintrogasi atau menyelidiki pembicara.
6) Menyimak eksploratif, menyimak dengan sifat menyelidiki.
c. Selektif. Pada tipe ini, kegiatan dititik beratkan pada kegiatan-kegiatan menyimak yang bertujuan agar peserta didik dapat melakukan scanning pada materi yang disampaikan dan mampu mengumpulkan informasi-informasi yang berkaitan dengan topik-topik tertentu, misalnya instruksi pengajar, berita dari siaran TV, radio, ataupun cerita. Pada saatnya nanti, peserta didik akan diminta untuk mendengarkan dan mencari informasi mengenai nama, angka, petunjuk arah, ataupun peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rekaman yang disajikan.
29
d. Extensive listening, Tipe kegiatan menyimak ini menyuguhkan materi yang lebih panjang daripada tipe lainnya, misalnya rekaman saat seorang pengajar sedang memberikan kuliah pada mahasiswa atau mahasiswinya dan percakapan yang melibatkan beberapa orang. Peserta didik diharapkan untuk dapat menangkap pemahaman secara global dari suguhan rekaman tersebut. Agar peserta didik dapat meraih pemahaman secara komprehensif, maka disarankan untuk menggunakan interactive skills, seperti mencatat informasi penting, membuat satu set pertanyaan dan terlibat dalam diskusi yang berkaitan dengan topik yang disampaikan.
Nurbiana Dhieni (2007: 21-22) menyatakan bahwa kegiatan mengembangkan keterampilan menyimak pada anak dapat dilakukan melalui:
a. Aktivitas guru
1) Mengatur formasi duduk anak.
2) Mengkondisikan anak sebelummendengarkan cerita yang
diputarkan.
3) Mengungkapkan tujuan dan tema dalamkegiatan bercerita dengan anak.
4) Memotivasi anak untuk mendengarkan cerita yang akan diputarkan.
5) Mengajukan pertanyaan tentang apa, siapa, di mana, bagaimana, dan berapa sesuai isi cerita.
30
6) Memberikan kesempatan pada anak untuk menceritakan kembali
cerita yang telah diputar. b. Aktivitas anak
1) Mendengarkan cerita yang diputar.
2) Konsentrasi pada cerita yang diputarkan melalui media audio kaset cerita.
3) Menyimak cerita yang diputarkan dari media audio kaset cerita. 4) Menjawab pertanyaan dari guru tentang isi cerita.
5) Melanjutkan sebagian cerita yang telah dimulai oleh guru.
6) Menceritakan kembali cerita yang telah diperdengarkan melalui media audio kaset cerita.
c. Tujuan menyimak
Penyimak yang baik adalah penyimak yang berencana. Salah satu butir dari perencanan ini adalah alasan tertentu mengapa yang bersangkutan menyimak. Alasan inilah yang disebut tujuan menyimak. Menurut Ice Sutari, Mulyono, dan Sukandi (1997: 22-26), tujuan menyimak dapat dibagi sebagai berikut:
1) Mendapatkan fakta, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Pusat Bahasa, 2008) fakta adalah hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan, sesuatu yg benar-benar ada atau terjadi. Kegiatan menyimak dengan tujuan memperoleh fakta meliputi: melalui kegiatan membaca, baik melalui majalah, koran, maupun
31
buku-buku. Selain itu, mendapatkan fakta melalui radio, televisi, pertemuan, menyimak, ceramah-ceramah, dan sebagainya.
2) Menganalisis fakta Maksud dari menganalisis fakta yaitu proses menaksir kata-kata atau informasi sampai pada tingkat unsur-unsurnya, menaksir sebab akibat yang terkandung dalamfakta-fakta itu.
3) Mengevaluasi fakta Penyimak yang kritis akan mempertanyakan hal-hal mengenai nilai fakta-fakta itu, keakuratan fakta-fakta tersebut, dan kerelevanan fakta-fakta tersebut. Setelah itu, pada akhirnya penyimak akan memutuskan untuk menerima atau menolak materi simakannya itu. Selanjutnya penyimak diharapkan dapat memperoleh inspirasi yang dibutuhkannya.
4) Mendapatkan inspirasi Inspirasi sering dipakai alasan oleh
seseorang untuk menyimak suatu pembicaraan. Menyimak bukan untuk memperoleh fakta saja melainkan untuk memperoleh inspirasi. Kita mendengarkan ceramah atau diskusi ilmiah semata-mata untuk tujuan mendapatkan inspirasi atau ilham.
5) Mendapatkan hiburan, Hiburan merupakan kebutuhan manusia
yang cukup mendasar. Dalam kehidupan yang serba kompleks ini, seseorang melepaskan diri dari berbagai tekanan, ketegangan, dan kejenuhan. Seseorang sering menyimak radio, televisi, film layar lebar antara lain untuk memperoleh hiburan dan mendapatkan kesenangan batin. Karena tujuan menyimak disini untuk
32
menghibur, maka pembicara harus mampu menciptakan suasana gembira dan tenang. Tujuan ini akan mudah tercapai apabila pembicara mampu menciptakan humor yang segar dan orisinil.
d. Faktor yang Memengaruhi Menyimak
Keberhasilan dalam menyimak terletak pada faktor-faktor yang memengaruhinya. Faktor-faktor yang memengaruhi menyimak yang bersifat positif dapat memberikan hasil yang baik dalam menyimak, namun factor-faktor yang bersifat negatif akan berdampak pada hasil yang buruk dalam kegiatan menyimak. Hunt (Henry Guntur Tarigan, 104: 2008)
mengungkapkan bahwa terdapat lima faktor yang
memengaruhi menyimak, yaitu (1) sikap; (2) motivasi; (3) pribadi; (4) situasi kehidupan; dan (5) peranan masyarakat.
Webb (Henry Guntur Tarigan, 104: 2008) mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi menyimak sebagai berikut.
a. Pengalaman
b. Pembawaan
c. Sikap atau Pendirian d. Situasi Kehidupan
e. Motivasi, Daya Penggerak, Prayojana f. Perbedaan Jenis Kelamin atau Seks
33
Menurut Logan (Henry Guntur Tarigan, 105: 2008), ada empat faktor yang dapat memengaruhi menyimak, yakni:
a. faktor lingkungan, yang terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial
b. faktor fisik c. faktor psikologis
d. faktor pengalaman.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang memengaruhi menyimak dapat
dikelompokkan berdasarkan faktor fisik, faktor psikologis, faktor pengalaman, faktor sikap, faktor motivasi, faktor jenis kelamin, dan faktor lingkungan (fisik dan sosial). Faktor fisik berarti kondisi fisik yang dimiliki oleh diri penyimak, misalnya kondisi indera pendengaran. Faktor psikologis penyimak misalnya sedih, sakit, atau gembira, juga akan berpengaruh terhadap hasil simakan. Faktor pengalaman bisa ditentukan oleh banyaknya frekuensi membaca, keluasan informasi. Faktor motivasi akan menentukan sikap penyimak dalam menyikapi apa yang disimaknya.
34
e. Perkembangan bahasa Anak Usia Dini 5-6 Tahun
Pembelajaran bahasa anak paling banyak pada saat bayi sampai usia pra-sekolah.30 Anak usia 4-6 tahun berada pada masa Early Childhood atau periode usia prasekolah. Hal ini berarti bahwa pada usia 4-6 tahun ini pembelajaran bahasa masih banyak terjadi, bahkan masa prasekolah merupakan saat perkembangan bahasa yang sangat pesat. Bila pada tahap usia sebelumnya mereka baru belajar mengucapkan kata dan mulai menggabungkan 2-3 kata menjadi kalimat, maka pada usia ini mereka mulai tampil kompeten dalam melakukan komunikasi. Kalimat yang diucapkan bertambah panjang, mereka bahkan telah dapat bercerita melalui kata-kata. Selain itu rasa ingin tahu mereka yang bertambah besar membuat mereka selalu bertanya dan bicara seakan tidak bisa diam dan tidak bisa terpuaskan. Anak usia prasekolah akan segera menyampaikan apa yang ada dipikirannya. Mereka mengalami kesulitan untuk menunda bicara tak heran bila di suatu TK saat guru sedang menceritakan atau menjelaskan suatu hal, beberapa anak akan segera memotong pembicaraan guru dengan komentar pribadi mereka berdasarkan pengalamannya.
Anak-anak usia 4-6 tahun mulai memasuki TK, yang di dalamnya banyak terdapat teman seusianya. Kesempatan untuk berinteraksi dan bermain dengan teman sebayanya menjadi faktor yang penting bagi perkembangan bahasa anak. Hubungan dengan teman
30
35
sebayanya akan melatih mereka untuk dapat berkomunikasi yang leih dapat dimengerti. Bila orang dewasa terkadang masih dapat memahami dan menerima kesulitan bahasa anak, maka teman pada usia yang sama akan lebih menuntut seorang anak dapat mengeluarkan keinginan dan idenya melalui bahasa yang jelas dan tepat. Setiap hari tampak muncul kosakata baru yang mereka peroleh dari lingkungan sekitarnya.31 Hal ini sering kali membuat orang tua dan guru menjadi terheran karena dengan mudahnya anak dapat meniru bahasa yang baru didengarnya. Pada tahun 3,32 anak diharapkan telah memiliki 900-1000 kata yang berbeda. Ia bahkan dapat menggunakan sebanyak 1200 kata setiap hari. Di usianya yang ke-6, anak dapat mengucapkan 2600 kata yang berbeda.
Selain mengalami peningkatan dalam jumlah kosakata, anak prasekolah juga mengalami peningkatan dalam penguasaan tata bahasa. Anak usia 4-6 tahun telah mampu untuk merangkai huruf menjadi kata, dan kata menjadi sebuah kalimat bermakna di antara usia 4-5 tahun, rata-rata anak dapat membuat kalimat yang terdiri dari 405 kata. Mereka juga mulai dapat mengeluarkan kalimat negatif, kalimat tanya, dan kalimat pasif dengan tepat. Pada usia 4 tahun anak dapat menggunakan kalimat kompleks dan multikausal (hubungan sebab-akibat). Selain itu mereka juga mulaik melakukan private speech, yautu
31
Hildayati, Rini. Psikologi Perkembangan Anak (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka 2015)
36
bicara keras pada diri sendiri tanpa ada maksud untuk berkomunikasi di usia 5-7 tahun, pembicaraan anak telah mendekati pembicaraan orang dewasa. Jika usia ini mereka telah dapat mengontrol intonasi suaranya. Mereka juga telah dapat melakukan pembicaraan yang lebih panjang dan dengan kalimat yang lebih berbelit.
Memasuki usia 5 tahun, bahasa reseptif dan ekspresif anak telah berkembang cukup baik. Mereka telah mengembangkan kemampuan untuk bercakap-cakap. Ketika anak mulai memasuki sekolah, dalam hal ini TK, mereka mulai menyadari pentngnya bahasa, walaupun pengertiannya tentang kata-kata belum sepenuhnya berkembang.
f. Kurikulum K-13 Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini 5-6 Tahun
Bahasa anak dimulai pada usia 6 minggu – 3 bulan, bayi mulai
mengembangkan sistem komunikasi menjadi ocehan33. Pada usia 6 -10
bulan mulai mengeluarkan suara mirip suku kata. Memasuki usia 1 tahun, anak telah dapat mengucapkan kata pertamanya hingga menggabungkan dua kata untuk berbicara. Memasuki usia 2 tahun, anak dapat melakukan komunikasi dengan kalimat sederhana. Di usianya yang ketiga, anak mampu menceritakan tentang kejadian yang telah dilakukan pada saat itu.
37
TABEL 1.1
Tahap perkembangan bahasa anak usia dini 5-6 tahun, sebagai berikut34;
Usia 5-6 tahun Perkembangan
1) Bisa mendengar dan
memahami hampir semua pertanyaan dari orang lain.
2) Rentang perhatian semakin
baik, anak dapat
memperhatikan cerita
dengan serius serta
merespon dengan
mengajukan pertanyaan. 3) Senang berbicara, sering
memotong pembicaraan
orang lain.
4) Dapat merespon suara dari jarak jauh.
5) Kemampuan
mendengarkan semakin
baik, dalam waktu
bersamaan dapat
mendengar dua suara yang berbeda.
6) Berbicara dengan mudah
dengan semua orang. 7) Cara bicara semakin jelas.
8) Bisa menceritakan kegiatan
yang dilakukan seharian 9) Cara bicara semakin jelas dan
bisa dipahami
10) Mulai bisa menghafal lagu pendek
11) Mulai bisa mengucapkan
kalimat dengan lengkap
12) Sudah bisa mengucapkan
kalimat tanpa mengulang-ulang.
13) Mulai menggunakan kalimat
yang lebih rinci.
Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan, Memasuki usia 5-6 tahun anak semakin terampil dalam berkata-kata, Bisa mendengar dan memahami hampir semua pertanyaan dari orang lain, anak dapat memperhatikan cerita dengan serius serta merespon dengan mengajukan pertanyaan, Cara bicara semakin jelas, Senang berbicara sering memotong pembicaraan orang lain, Dapat merespon suara dari jarak jauh, Kemampuan mendengarkan semakin baik, dalam waktu bersamaan dapat
38
mendengar dua suara yang berbeda, Mulai bisa mengucapkan kalimat dengan lengkap, Sudah bisa mengucapkan kalimat tanpa mengulang-ulang, Mulai menggunakan kalimat yang lebih rinci, Bisa menceritakan kegiatan yang dilakukan seharian dapat menceritakan kembali rangkaian kisah baru yang didengarnya. Kemampuan anak dalam meniru kata yang diperoleh dari lingkungan semakin berkembang dan memperoleh kosakata semakin banyak.
C. Hubungan Storytelling terhadap keterampilan menyimak
Bagi anak usia TK mendengarkan dongeng merupakan kegiatan yang menarik. Guru dituntut terampil dalam menyampaikan kata serta kreatif dalam menyampaikan isi cerita dapat memanfaatkan kegiatan ini untuk menanamkan nilai moral bagi anak, kejujuran, keramahan, keberanian dan sikap-sikap positif lainnya yang dapat diterapkan di kehidupan nyata. Kegiatan mendongeng/bercerita dapat memberikan pengalaman belajar untuk anak berlatih mendengarkan/menyimak. Dengan memberi pengalaman belajar dengan menggunakan metode Storytelling kemungkinan anak dapat mengembangkan kemampuan kognitif, psikomotor maupun afektif setiap anak. apabila anak berlatih menyimak dengan baik, maka ia akan menjadi pendengar yang kritis dan kreatif. Pendengar yang kreatif mampu melakukan pemikiran baru terhadap apa yang pernah didengarkannya.
39
Berikut daftar penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sebagai berikut:
1. Penelitian terdahulu
a) Judul : Pengaruh model Storytelling terhadap
keterampilan berbicara peserta didik kelas V MI Jamiatul Khaefat Kota Makassar
Nama : Nurliah Syarifuddin
Tahun : 2017
Universitas : UIN Alauddin Makassar
Persamaan : Skripsi menggunakan model Storytelling.
Perbedaan peneliti dengan skripsi ini, terletak pada
Penggunakan model Storytelling terhadap keterampilan berbicara anak. Sedangkan penulis menggunakan metode Storytelling pada keterampilan menyimak cerita Kelompok B Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya.
b) Judul : penerapan teknik Storytelling untuk meningkatkan
keterampilan menyimak pada pembelajaran bahasa arab siswa kelas XI IPA MA 02 Wates
Nama : Ihyak Nizar Thohari
Tahun : 2016
Universitas : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Persamaan : Skripsi menggunakan teknik Storytelling untuk meningkatkan keterampilan menyimak.
40
Perbedaan peneliti dengan skripsi ini terletak pada
penggunakan teknik Storytelling untuk meningkatkan keterampilan menyimak pada pembelajaran bahasa arab siswa kelas XI.
Sedangkan penulis menggunakan metode Storytelling pada
keterampilan menyimak cerita Kelompok B Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya.
c) Judul : Metode Storytelling untuk meningkatkan minat
membaca pada Anak Usia Dini TK An-nur Gang Moden Surabaya
Nama : Jumaira binti kassim
Tahun : 2018
Universitas : UIN Sunan Ampel Surabaya
Persamaan : Skripsi menggunakan metode Storytelling pada Anak Usia Dini
Perbedaan peneliti dengan skripsi ini terletak pada
Penggunakan metode Storytelling untuk meningkatkan minat membaca pada Anak Usia Dini. Sedangkan penulis menggunakan metode Storytelling pada keterampilan menyimak cerita Kelompok B Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya.
2. Kerangka pikir
Menurut Henry Guntur Tarigan,35 Menyimak merupakan
kegiatan awal yang dilakukan oleh seseorang apabila dilihat pada
35 Henry Guntur Tarigan, Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. (Bandung: Angkasa
41
proses keterampilan berbahasa. Sebelum seseorang melakukan berbicara, membaca, maupun menulis. hal pertama kali akan dilakukan adalah menyimak menggunakan bunyi bahasa sebagai sasarannya. kegiatan menyimak sangat diperlukan dalam kehidupan, sebab dengan menyimak dapat memperluas wawasan, menambah pengetahuan maupun hanya untuk kesenangan semata. Metode salah satu yang digunakan oleh guru guna membantu proses belajar menyimak yaitu
dengan menggunakan metode Storytelling (bercerita). Menurut
Asfandiyar,36 metode Storytelling merupakan sebuah karya seni yang bisa digunakan sebagai sarana guna menambah nilai atau pesan pada anak yang akan dilakukan tanpa menggajari anak. dalam hal ini terdapat pesan atau nilai yang dapat diambil atau diterapkan pada anak. metode ini sangat cocok digunakan guru agar memudahkan siswa dalam memahami isi cerita. Dengan menggunakan metode ini diharapkan keterampilan menyimak siswa dapat meningkat.
3. Hipotesis
Efektivitas metode pembelajaran Storytelling Pada Keterampilan Menyimak Cerita Kelompok B Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya.
36
BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif37. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang berlandaskan pada filsafat positisme. Yang mana penelitian ini digunakan untuk meneliti populasi. pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif yang bertujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian pre-eksperimental design yaitu eksperimen tidak sebenarnya atau eksperimen pura-pura. Sedangkan desain yang digunakan adalah One Group Pres test-Post test Design38. sebelum mulai perlakuan, kedua kelompok diberi tes awal atau Pres-test untuk mengukur kondisi awal (O1). Selesai diberi perlakuan kedua kelompok diberi tes lagi sebagai Post-test (O2). Hasil perlakuan lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Seperti gambaran berikut;
O1 O2
Nilai Pres-test (sebelum diberi perlakuan)
X Nilai Post-test (sesudah
diberi perlakuan)
37
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: Alfabeta 2017)
38 Suharsimi, Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: Rineka Cipta
43
B. Sumber Data/ Subjek Penelitian
Populasi39 Merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai karakteristik serta kualitas tertentu dan ditetapkan oleh peneliti guna dipelajari kemudian ditarik kesimpulan. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Populasi yang digunakan peneliti seluruh peserta didik di Taman Kanak-Kanak Al-Azies kelompok B yang berjumlah 22 peserta didik.
C. Instrumen Penelitian
Menurut sugiyono instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan dalam mengukur fenomena maupun sosial yang akan diamati40. Instrument dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan metode Storytelling pada keterampilan menyimak cerita kelompok B di Taman Kanak-Kanak Al-Azies Surabaya.
1. Tes
Tes merupakan alat pengumpulan data yang berupa serangkaian pertanyaan maupun latihan yang bisa digunakan untuk mengukukur kemampuan, keterampilan, bakat atau kemampuan yang
39
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: Alfabeta 2017)
44
dimiliki oleh invidu maupun kelompok. Tes ini digunakan agar memparoleh data hasil dari keterampilan menyimak siswa. Yang dilakukan 2 kali yaitu Pre-test dan Post-test.
TABEL 1.2
Kisi-Kisi Pedoman Penilaian Keterampilan Menyimak.
Variabel Sub
variabel
Indikator Aspek yang diteliti Teknik
pengump ulan data Kemampu an menyimak Mendengar kan Anak mampu memusatkan perhatian selama proses Storytelling berlangsung 1. Anak mampu mengarahkan pusat perhatian ke satu arah 2. Anak mampu mentaati tata tertib dalam bercerita 3. Anak mampu mengikuti pembelajaran dengan baik Observas i Menginterpr etasi Anak mampu mengingat isi cerita yang telah di dengarnya. 4. Anak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan guru Tes
45 TABEL 1.3 Instrument Penilaian Indikator 1 Aspek yang diteliti Skor 1 2 3 4 Anak mampu mengarahkan pusat perhatian ke satu arah Keterangan :
1 = Anak belum mampu mengarahkan pusat perhatian ke guru 2 = Anak mampu mengarahkan pusat perhatian dengan arahan guru 3 = Anak mampu mengarahkan pusat perhatian tanpa arahan guru 4 = Anak mampu sepenuhnya mengarahkan perhatian ke guru
TABEL 1.4 Instrument Penilaian Indikator 2 Aspek yang diteliti Skor 1 2 3 4 Anak mampu mentaati tata tertib dalam bercerita Keterangan :
1 = Anak belum mampu mentaati tata tertib dalam bercerita 2 = Anak mampu mentaati beberapa tata tertib dalam bercerita 3 = Anak mampu mentaati tata tertib dalam bercerita
46 TABEL 1.5 Instrument Penilaian Indikator 3 Aspek yang diteliti Skor 1 2 3 4 Anak mampu mengikuti pembelajaran dengan baik Keterangan :
1 = Anak belum mampu mengikuti pembelajaran dengan baik
2 = Anak mampu mengikuti pembelajaran dengan baik dengan bantuan guru
3 = Anak mampu mengikuti pembelajaran dengan baik tanpa bantuan guru
4=Anak mampu mengikuti pembelajaran dengan baik sampai
pembelajaran berakhir TABEL 1.6 Instrument Penilaian Indikator 4 Aspek yang diteliti Skor 1 2 3 4 Anak mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru Keterangan :
1 = Anak mampu menjawab 1 dari 5 pertanyaan yang diajukan guru 2 = Anak mampu menjawab 2 dari 5 pertanyaan yang diajukan guru 3 = Anak mampu menjawab 3 dari 5 pertanyaan yang diajukan guru 4 = Anak mampu menjawab lebih dari 3 pertanyaan yang diajukan guru
47 TABEL 1.7 Kriteria Penilaian Indikator 1,2,3 Skor Keterangan 1 Belum berkembang 2 Mulai berkembang
3 Berkembang sesuai harapan
4 Berkembang dengan baik
TABEL 1.8 Kriteria penilaian Indikator 4 Skor Nilai 1 20 2 30 3 40 4 50
Adapun penilaian di atas yaitu berdasarkan buku evaluasi pembelajaran. skor maksimal dari 4 indikator penilaian kemampuan menyimak cerita adalah 4+4+4+50=62
2. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang bisa dilihat secara spesifik bila dibandingkan dengan teknik lan. Sutrisno hadi mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang komplek, yang tersusun dari berbagai proses biogis dan psikologis. Dua diantaranya proses pengamatan dan ingatan.
48
TABEL 1.9
Pedoman keterampilan menyimak 1. Persiapan sebelum melakukan
Storytelling
Ya Tidak
a.) Memilih cerita yang menarik sehingga sesuai dengan usia anak yang mendengar.
b.) Menyediakan alat yang
lengkap guna menunjang
dalam bercerita.
c.) Melatih intonasi suara, gerak tubuh hingga mimik wajah. d.) Mengetahui alur cerita yang
akan dibacakan.
2. Proses Storytelling Berlangsung a.) Kontak mata
Selama Storytelling
berlangsung, pandangan mata
pendongeng mengarah
langsung pada Audience. b.) Suara
Pendongeng mampu
menirukan suara atau
karakter dalam isi cerita c.) Kecepatan
Pendongeng harus mampu mengatur kecepatan dalam cerita, sehingga cerita dapat dipahami dan tidak membuat bosan yang mendengarkan 1. Sesudah melakukan Storytelling
Ketika proses Storytelling
berakhir, pendongeng bisa
mengevaluasi cerita dengan cara menanyakan hikmah dari ceita yang di dapat.
49
3. Dokumentasi
Cara yang bisa digunakan untuk mengambil data melalui informasi dalam bentuk buku, dokumen, arsip, gambar maupun tulisan yang berupa laporan dan keterangan guna untuk mengumpulkan data.
D. Teknik Analisis Data
Teknik Analisis data hasil penelitian ini menggunakan statistic yaitu statistic deskriptif dan uji hipotesis.
1. Statistic Deskriptif
Statistic deskriptif adalah suatu teknik pengolahan data yang tujuannya untuk menuliskan dan menganalisis kelompok data tanpa membuat atau menarik kesimpulan atas populasi yang diamati. Statistik jenis ini memberikan cara untuk mengurangi jumlah data ke dalam bentuk yang dapat diolah dan menggambarkannya dengan tepat mengenai rata-rata, perbedaan, hubungan-hubungan, dan sebagainya41. Hasil analisis deskriptif tersebut berfungsi mendapatkan gambaran yang lebih jelas untuk menjawab permasalahan yang ada dengan
menggunakan statistik deskriptif. Dalam analisis deskriptif
menggunakan program komputer SPSS 20.
41
Suharsimi Arikunto, Evaluasi program pendidikan pedoman Teoteris bagi praktisi pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara 2007)