PERAN K.H MUH YAHDI MATHLAB DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN BIDAYATUL HIDAYAH MOJOGENENG
JATIREJO MOJOKERTO (1960-1991)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)
Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI)
Oleh:
Dianingtyas Ramadhan NIM. A7.22.14.058
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNANAMPEL
SURABAYA 2018
6
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Peran KH. Muh Yahdi Mathlab dalam mengembangkan Pondok Pesantren Salafiyah Bidayatul Hidayah Mojogeneng Jatirejo Mojokerto (1960 – 1991). Peneliti memberikan batasan permasalahan pada tiga hal, yaitu : (1). Bagaimana Biografi KH. Yahdi Mathlab? (2). Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren Salafiyah Mojogeneng Jatirejo Mojokerto? (3). Bagaimana Peran KH Yahdi Mathlab dalam mengembangkan Pondok Pesantren Salafiyah Mojogeneng Jatirejo Mojokerto?.
Penulisan skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian sejarah, yaitu Heuristik (pengumpulan sumber), Verifikasi (kritik sumber), Interpretasi (penafsiran sumber) dan Historiografi (penulisan sejarah). Pendektan yang digunakan adalah pendekatan historis perspektif diakronis (mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau secara kronologis yang berdimensi waktu). Sedangkan teori yang digunakan untuk menganalisis adalah teori dari ilmu Sosiologi, yaitu teori peran Levinson dan teori kepemimpinan Max Webber.
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: (1) kyai Yahdi lahir pada tahun 1917 M di desa Mojogeneng Jatirejo Mojokerto dan putra dari Kyai Yahdi pernah bersekolah di sekolah MAN Tambak Beras Jombang dan mondok di pesantren Tambak Beras Jombang. (2). Kyai Yahdi Mendirikan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah 1960 dan diresmikan pada tahun 2008 dan perkembangan pondok Salafiyah Bidayatul Hidayah sangatlah pesat dari bentuk fisik maupun non fisik. (3). Peran Kyai dalam mengembangkan Pondok Salafiyah Bidayatul Hidayah dalam bentuk fisik adalah membangun sarana dan prasarana seperti gedung asrama, sekolahan, da laboratorium sedangkan dalam bentuk non fisik adalah memberikan pendidikan agama, pendidikan umum, dan extra kulikuler.
7
ABSTRACT
This thesis entitled "The role of KH. Muh Yahdi Mathlab in developing Pondok Pesantren Salafiyah Bidayatul Hidayah Mojogeneng Jatirejo Mojokerto (1960-1991). Researchers provide limitations of the problem on three things, namely: (1). How Biography KH. Yahdi Mathlab? (2). How History and Development of Pondok Pesantren Salafiyah Mojogeneng Jatirejo Mojokerto? (3). How Role KH Yahdi Mathlab in developing Pondok Pesantren Salafiyah Mojogeneng Jatirejo Mojokerto ?.
Writing this thesis is prepared using historical research methods, namely Heuristics (source collection), Verification (source criticism), Interpretation (interpretation of sources) and Historiography (historical writing). The approach used is the historical approach of diachronic perspective (describing events that occur in the past in chronological time dimension). While the theory used to analyze is the theory of the science of Sociology, namely the role of Levinson theory and leadership theory Max Webber.
From the research, it can be concluded that: (1) kyai Yahdi was born in 1917 AD in Mojogeneng village Jatirejo Mojokerto and son of Kyai Yahdi never attended school MAN Tambak Beras Jombang and Boarding school at Pesantren Tambak Beras Jombang. (2). Kyai Yahdi Established Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah 1960 and inaugurated in 2008 and the development of Salafiyah cottage Bidayatul Hidayah very rapidly from physical and non physical form. (3). The role of Kyai in developing Pondok Salafiyah Bidayatul Hidayah in physical form is to build facilities and infrastructure such as dormitory building, school, and laboratory while in non physical form is to provide religious education, general education, and extracurricular.
11
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v MOTTO ... vii PERSEMBAHAN ... viii ABSTRAK ... ix ABSTRACT ... x KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiv
BAB I : PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 9
F. Penelitian Terdahulu ... 12
G. Metode Penelitian ... 14
H. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II : RIWAYAT HIDUP KH. YAHDI MATHLAB ... 21
12
B. Riwayat Pendidikan ... 24
C. Karya-karya ... 29
BAB III : SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN BIDAYATUL HIDAYAH 1960-1991 ... 38
A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah .. 38
1. Latar Belakang Berdirinya ... 38
2. Tokoh-tokoh yang berperan ... 43
3. Visi-Misi ... 46
B. Perkembangan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah ... 47
1. Peningkatan bidang Sarana Prasarana ... 47
2. Jumlah santri ... 51
BAB IV : PERAN KH. YAHDI MATHLAB DALAM MENGEMBANGKAN PONDO PESANTREN BIDAYATUL HIDAYAH ... 55 A. Bidang Pendidikan ... 58 B. Bidang Sosial ... 62 C. Bidang Ekonomi ... 64 BAB V : PENUTUP ... 67 A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
13
BAB I
PERAN KH. YAHDI MATHLAB DALAM MEGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN BIDAYATUL HIDAYAH MOJOGENENG
JATIREJO MOJOKERTO (1960-1991)
A. Latar Belakang
Pondok Pesantren merupakan sistem pendidikan agama islam yang tertua sekaligus merupakan ciri khas yang mewakili Islam Tradisional di Indonesia yang eksistensinya telah teruji oleh Sejarah dan berlangsung hingga kini. Menurut Djamaludin, seperti dikutip oleh Abd A’la pondok Pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama santri dapat menerima pendidikan Agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dan kepemimpinan seorang Kyai dengan Ciri-ciri Khas yang bersifat Kharismatik serta Independen dalam segala hal.1
Pondok Pesantren pada mulanya merupakan sistem pendidikan islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat islam di Indonesia. Masyarakat ini pasti berkaitan dengan proses Islamisasi, proses ini terjadi melalui pendekatan dan penyesuaian dengan unsur- unsur kepercayaan yang sudah ada sebelumnya, sehingga terjadi percampuran atau Akultulrasi. Islamisasi memiliki berbagai cara, antara lain melalui
1Abd A’la
14
Perdagangan, Perkawinan, Tasawuf, Pondok Pesantren dan Kebudayaan atau Kesenian.2
Menurut Zuhairini, seperti dikutip oleh Sartono Kartodirjo kedatangan Islam di Indonesia memiliki beberapa pendapat dan sumber. Berdasarkan hasil seminar di Medan 1963, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7M dari arab. Dengan demikian, hasil seminar medan (1963) telah mematahkan pendapat dari para ahli seperti G.W. Drewes yang berpendapat bahwa kedatangan Islam di Indonesia berasal dari India.3
Islam dalam penyebaran nya di Nusantara banyak melibatkan orang-orang Indonesia, khususnya parah tokoh Masyarakat atau Ulama. Agama Islam muncul bukan hanya sebagai sebuah doktrin Spiritual, tetapi juga ikut memberi karakter pada Bangsa Indonesia. Pada abad ke 15-16M, proses Islamisasi dilakukan oleh para pedagang di Jawa yang terkenal dengan sebutan WaliSongo. WaliSongo adalah sembilan tokoh penyebar agama islam di pulau jawa. Sembilan tokoh tersebut berdiri dari Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Ampel, Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati. Sehingga dapat disimpulkan asal usul pesantren tidak lepas peranan Walisongo. Sebagai contoh adalah seorang tokoh walisongo yaitu Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur telah mengembangkan
2Sartono Kartodirjo, Seminar Sejarah Nasional IV (Jakarta: Grafiti Press, 1983), 120. 3
15
sebuah Lembaga Pendidikan Pesantren yang berproses sejak abad XV M. 4
Zamakhsyari Dhofier menyatakan bahwa Pondok, Santri, Masjid, pengajaran kitab-kitab klasik dan Kyai merupakan element dasar dari tradisi pesantren. Tujuan pendidikan pesantren bukan hanya untuk kepentingan kekuasaan dan keagungan duniawi saja tetapi juga mengutamakan kepada para santri, bahwa belajar adalah semata mata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan. Cita-cita pendidikan pesantren adalah latihan untuk dapat berdiri sendiri, membina diri agar tidak menggantungkan kepada orang lain kecuali pada Tuhan.5
Kedudukan pondok pesantren tidak bisa dipisahkan dari kehidupan umat islam di Indonesia. Hal ini karena menurut sebagian sejarawan, para mubaligh selain ikut andil dalam memimpin masyarakat, mereka juga membuka sentral kegiatan untuk para santri di pesantren khususnya kegiatan pengajaran dalam ilmu agama. Para santri di harapkan agar dapat mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian atau mendalami agama dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat. Pesantren telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat Muslim. Pesantren juga telah di akui sebagai lembaga pendidikan yang ikut serta mencerdaskan kehidupan Bangsa, terutama pada zaman kolonial. Dengan demikian pesantren dapat dinilai
4Abdurrahman Mas’ud,
Dari Harmain ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek Pesantren (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 57.
5Zamakhsyari Dhoifer, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1994), 21.
16
sebagai lembaga pendidikan yang sangat berjasa bagi umat islam di Indonesia. 6
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang relatif tua di Indonesia. Sampai sekarang pesantren terus tumbuh silih berganti dan terus berkembang. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan islam mengalami perkembangan bentuk sesuai dengan perubahan zaman serta adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, pondok pesantren tetap merupakan lembaga pendidikan islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat ke masyarakat. Secara garis besar lembaga pesantren memiliki beberapa tipe pondok pesantren yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Ismail SM, seperti dikutip oleh Abdurrahman Wahid bahwa pesantren memiliki dua tipe Tipologi Pondok Pesantren yang berkembang di Indonesia,yaitu Pesantren Salaf ( Tradisional) dan pesantren Khalaf (Modern). Dalam hal ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Pesantren Salaf (Tradisional) adalah pengajaran yang tetap mempertahankan kitab – kitab classic sebagai inti pendidikan di pesantren. Sistem madrasah di terapkan untuk memudahkan sistem sorogan.7 Yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran-pengajaran pengetahuan
6
Marwan Sarijo, Et al, Sejarah Pondok Pesantren (Jakarta: Dalam Bhakti, 1979), 7.
7Sistem Sorogan adalah sistem yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan Al-Quran, lihat di https://id.m.wikipedia.org/wiki/pesantren_salaf, diakses pada tanggal 23 April 2018.
17
umum. Masi cukup banyak juga pesantren-pesantren yang mengikuti sistem Salaf ini yaitu Pesantren Lirboyo dan Ploso Kediri.
2. Pesantren Khalaf (Modern) juga telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah yang telah dikembangkan atau membuka sistem sekolah-sekolah umum dalam lingkungan pesantren. Seperti halnya pada pondok pesantren Gontor yang sudah tidak lagi mengajarkan kitab-kitab clasic Islam. Pesantren-pesantren besar seperti Ammanatul Ummah dan Nurul Ummah di pacet yang telah membuka SMP, SMA, dan Universitas, sementara itu tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab islam classic.
Kedua tipe Pondok Pesantren tersebut dapat memberi gambaran bahwa Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan sekolah, luar sekolah dan masyarakat yang tumbuh dari masyarakat, milik masyarakat dan untuk masyarakat. Kehadiran Pesantren di tengah-tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan tetapi sebagai lembaga penyiaran agama dan sosial keagamaan. Kehadiran pesantren dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat karena berhasil menjadikan dirinya sebagai pusat gerakan pengembangan islam.8
Dalam perkembangan pondok pesantren mengalami perubahan yang sangat pesat bahkan sebagian pesantren telah mengembangkan kelembagaan nya dengan membuka sistem Madrasah yang di hadapkan
8Abdurahman Wahid, Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan dan Transformasi
18
pada banyak tantangan dalam moderenisasi islam. Kebanyakan Lembaga Pesantren di Moderenisasi dan disesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga secara otomatis akan mempengaruhi sistem pengajaran yang mengacuh pada tujuan institusional Pesantren tersebut. Pesantren juga harus mampu mempertahankan ciri khas Pesantren dalam Eksistensinya di tengah-tengah masyarakat.9
Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah terletak di tengah-tengah kota mojokerto, tepatnya di Desa Mojogeneng Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. Pesantren ini didirikan tahun 1960 oleh K.H Muh Yahdi Matlab, seorang ulama dan tokoh NU di Jawa Timur.
Periode pertama adalah masa kepemimpinan K.H Muh Yahdi Matlab pada tahun 1960-1991, Periode kedua pada tahun 1991-2007 K.H Ahmadul Huda yang akrab dengan panggilan Gus Huda selanjutnya pada periode ke tiga di pimpin oleh K.H Agus Salim Yahdi yaitu dari tahun 2007- sekarang. K.H Muh Yahdi Matlab memiliki peranan penting dalam berdirinya pondok pesantren Bidayatul Hidayah ia merupakan sosok seorang Kyai yang Kharismatik dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk memperjuangkan dan menegakkan kalimat Allah.
Berdirinya pondok pesantren Bidayatul Hidayah berawal dari sebuah pengajian rutin atau dapat disebut dengan majelis taklim yang di asuh oleh Kyai Dzuriyat dan dilaksanakan di musholla (langgar tengah).
9A’la,
19
Dalam majelis taklim tersebut Kyai Dzuriyat menggunakan kitab Ihya’ ulumuddin dengan beberapa murid yang jumlahnya sekitar 15 murid.
Pondok pesantren Bidayatul Hidayah mengalami fase perkembangan sangat pesat yang diawali oleh berdirinya Mejelis Taklim. Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah mempunyai ciri Salaf umum. Seiring dengan berkembangnya yayasan pendidikan maka Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah mempunyai ciri Salaf Umum. Seiring dengan berkembangnya yayasan pendidikan maka Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah mengkombinasikan pendidikan Salaf dengan bentuk pendidikan Khalaf agar masi diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Ciri khas pendidikan di Pesantren ini adalah penanaman Syariat bagi santri. Pondok pesantren Bidayatul Hidayah mempunyai payung atau induk organisasi pondok pesantren yang mengacuh kepada RMI (Rabithah Ma’hab Islaminya) semantara induk organisasi keagamaanya adalah NU (Nadhatul Ulama).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peran K.H Yahdi Mathlab dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah, yang tidak hanya berkiprah dalam pendidikan agama (Salaf) saja melainkan juga dalam pendidikan umum ( Khalaf).10
10
20
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan Latar Belakang di atas mengenai peranan KH. Yahdi Mathlab dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah (1960-1991) penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana Riwayat hidup KH. Yahdi Mathlab?
2. Bagaimana Sejarah dan perkembangan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah?
3. Bagaimana peran yang dilakukan KH. Yahdi Mathlab dalam mengembangkan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan yang ingin penulis sampaikan antara lain:
1. Untuk mengetahui riwayat hidup KH. Yahdi Mathlab.
2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah.
3. Untuk mengetahui peran KH. Yahdi Mathlab dalam mengembangkan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian tentang Peran K.H Yahdi Mathlab dalam Pengembangan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah pada tahun 1960-1991, masih belum begitu terekspos kepublik, padahal tokoh ini sangat berperan dalam pengembangan Pondok Pesantren dari awal berdirinya. Demikian juga dengan peninggalan karya-karya beliau.
21
Penelitian mengenai Peran K.H Yahdi Mathlab dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah (1960-1991) diharapkan mampu memberikan manfaat, diantaraya:
Bagi Penulis merupakan wadah untuk mengetahui lebih jauh tentang Biografi dan Perandari K.H Yahdi dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah(1960-1991)
1. Untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Strata satu (S1) dibidang sejarah pada fakultas adab jurusan sejarah dan perabadan islam UIN Sunan Ampel surabaya.
2. Manfaat secara Akademi atau Teoritis dalam penelitian ini adalah untuk Menambah Khasanah dalam Bidang Sejarah Islam di Indonesia khusus nya Fakultas ADAB UIN Sunan Ampl Surabaya Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI) dan masyarakat peminat Sejarah pada umumnya.
E. Pendekatan dan Kerangka Teori
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Historis dan pendekatan Sosiologis. Pendekatan Historis sendiri adalah pendekatan yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lalu yang menyangkut kejadian atau keadaan yang sebenarnya, dengan berusaha menelusuri usul-usul pertumbuhan ide-ide didirikanya Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah dan perkembanganya. Sedangkan pendekatan Sosiologis sendiri adalah ilmu pengetahuan tentang struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil. Menurut Leopold
22
Van Wiese yang dikutip oleh Soerjono Soekamto, menganggap bahwa sosiologi sebagai ilmu pengetahuan empiris yang berdiri sendiri. Objek sosiologi adalah penelitian terhadap hubungan antar manusia yang merupakan kenyataan sosial. Jadi menurutnya, objek khusus ilmu sosiologi adalah interkasi sosial atau proses sosial.11 Dengan menggunakan pendekatan tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi perkembangan pesantren. Selain itu pendekatan sosiologi dimaksudkan untuk menjelaskan peranan sosial dari pesantren dalam mengembangkan kehidupan masyarakat.
Sedangkan teori itu sendiri dipandang sebagai bagian pokok ilmu sejarah yaitu apabila penulisan suatu peristiwa sampai kepada upaya melakukan analisis dari proses sejarah yang akan diteliti. Teori sering juga dinamakan kerangka referensi atau skema pemikiran pengertian lebih luasnya adalah teori merupakan suatu perangkat kaidah yang memandu sejarawan dan melakukan penelitiannya, menyusun data dan juga dalam mengevaluasi penemuannya.12 Adapun dalam penulisan proposal penulis juga menggunakan teori. Teori merupakan pedoman guna mempermudah jalanya penelitian dan sebagai pegangan pokok bagi peneliti disamping sebagai pedoman, teori adalah salah satu sumber bagi peneliti dalam memecahkan masalah penelitian.13
11
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012), 356 12Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 7. 13Djarwanto, Pokok-pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis Penelitian Skripsi (Jakarta: Liberty, 1990), 11.
23
Sedangkan Teori yang digunakan dalam bahasa ini adalah Teori Peran. Peranan merupakan proses dinamis dari status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, berarti ia menjalankan suatu peranan. Perbedaaan antara kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena antar keduanya memiliki ketegantungan satu sama lain.14
Menurut Levinson, dalam bukunya Soerjono Soekamto peranan mencakup tiga hal antara lain:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkain.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Dalam hal ini pondok pesantren Bidayatul Hidayah memiliki peranan yang sangat penting dalam keagamaan di desa Mojogeneng, Jatirejo, Mojokerto.
14
24
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah perlu dikaji sebelumnya oleh:
1. Rahmawati, Alfita, yang berjudul (2017) “ Sejarah Perkembangan TPQ di Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah II canggu Mojokerto 2001-2016”, lulus tahun 2017.15 Skripsi ini memebahas tentang sejarah perkembangan TPQ di Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah yang bertujuan untuk mengetahui sejarah perkembangan TPQ yang ada di Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah II serta metode pembelajaran yang ada di TPQ Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah II.
2. Diniati, Siti Wahyu (2018) “Peran KH. Abdul Rokhim dalam mengembangkan Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin Kalipuro Pungging Mojokerto 1997-2007”, lulus tahun 2018.16 Skripsi ini memebahas tentang Peran Abdul Rokhim dalam mengembangkan Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin Kalipuro Pungging Mojokerto. Namun skripsi ini lebih fokus pada sejarah berdirinya Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin, Kalipuro, Pungging Mojokerto. Sekaligus langkah dan strategi apa yang dilakukan KH. Abdul
15
Alfita Rahmawati, “ Sejarah Perkembangan Tpq di Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah II canggu Mojokerto 2001-2016” (Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya, 2017).
16
Siti Wahyu Diniati, “Peran KH. Abdul Rokhim dalam mengembangkan Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin Kalipuro Pungging Mojokerto 1997-2007” (Skripsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018).
25
Rokhim dalam mengembangkan pondok pesantren Sabilul Muttaqin mulai kurun waktu tahun 1997-2007.
3. Ali R., Moh. Rosyad (2017) “Peran KH. Abdul Fattah dalam mengembangkan pondok pesantren Darul Arqorn, Wonocolo, Surabaya 1973 – 2006”, lulusan tahun 2017.17 Skripsi ini memebahas tentang Peran KH. Abdul Fattah dalam mengembangkan Pondok Pesantren Darul Arqom, Wonocolo, Surabaya. Namun skripsi ini lebih fokus pada sejarah berdirinya pondok pesantren Darul Arqom, Wonocolo, Surabaya. Sekaligus langkah dan strategi apa yang dilakukan KH. Abdul Fattah dalam mengembangkan pondok pesantren Darul Arqom mulai kurun waktu tahun 1973-2006.
Fokus dari penulisan ini menjelaskan tentang perkembangan pondok pesantren mulai dari tahun 1960-1991. Dan rumusan masalah yang saya susun adalah tentang riwayat hidup KH. Yahdi Mathlab, sejarah dan perkembangan berdirinya pondok pesantren, dan peran KH. Yahdi Mathlab dalam mengembangkan pondok pesantren.
17
Moh. Rosyad Ali R, “Peran KH. Abdul Fattah dalam mengembangkan pondok pesantren Darul Arqom Wonocolo Surabaya 1973 – 2006” (Skipsi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya, 2017).
26
G. Metode Penelitian
Dalam melakukan penulisan proposal ini metode yang digunakan adalah metode sejarah yaitu suatu penulisan yang berdasarkan pada data-data kejadian masa lampau yang sudah menjadi fakta.18 Disini penulis menjelaskan dari mulai Sejarah berdirinya dan Berkembangnya Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah hingga saat ini dengan bukti-bukti otentik seperti Akta Notaris tentang berdirinya pondok pesantren bidayatul hidayah tahun 2008 yang didirikan oleh K.H Muh Yahdi Matlab.
Adapun langka-langka penulis lakukan dalam penelitian sejarah kali ini adalah:
1. Heuristik
Heuristik, yaitu pengumpulan data dari sumbernya, maksud nya heuristik merupakan suatu keterampilan dalam menemukan, menangani, dan memperinci bibliografi, atau mengklarifikasi dan merawat catatan-catatan.19 Selain peneliti dapat mengumpulkan sebagian data, ia juga dapat mencatat sumber-sumber terkait yang digunakan dalam karya terdahulu. Prinsip didalam heuristik ialah peneliti harus mencari sumber. Adapun sumber terbagi menjadi dua:
18Aminuddin Kasdi, Pengantar Ilmu Sejarah (Surabaya: IKIP, 1995), 30.
19
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2011), 104.
27
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah data atau sumber asli maupun data bukti yang sezaman dengan peristiwa yang terjadi. Sumber primer sering disebut juga dengan sumber atau data langsung, seperti: Orang, lembaga, struktur organisasi dan lain sebagainya. dalam sumber lisan yang digunakan sebagai sumber primer adalah wawancara langsung dengan pelaksana peristiwa maupun saksi mata.20 Data primer yang digunakan penulis dalam penelitian “Peran KH. Yahdi Mathlab dalam Mengembangkan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah Desa Mojogeneng Kec Jatirejo Kab Mojokerto (1960-1991)” adalah sebagai berikut:
1) Dokumen yang berkaitan dengan judul penelitian, antara lain:
a) Arsip deklarasi Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah b) Foto struktur kepengurusan
c) Akte Notaris Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah d) Karya-karya Pengasuh Pondok Pesantren Bidayatul
Hidayah
28
2) Wawancara
Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan sumber melalui wawancara dengan beberapa pengurus dan santri Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah, seperti:
a) Gus Salim Yahdi, merupakan pengasuh Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah periode 2007- sekarang. Wawancara dilakukan pada tanggal 22 Februari 2018 b) Abah iskandar, merupakan salah asatu tokoh penasihat
yang ikut serta andil dalam mengembangkan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah. Wawancara ini dilakukan pada tanggal 15 April 2018.
c) Syamsuddin Harun, salah satu santri yang masih ada sampai saat ini yang berprofesi sebagai satgas (satuan tugas) di Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah. Wawancara ini dilakukan pada tanggal 7 April 2018. b. Sumber Sekunder
Sumber sekunder yaitu menggunakan data dari kesaksian siapapun yang bukan merupakan saksi dari pandangan mata.21 Sumber sekunder meliputi: literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini sebagai metodologi penelitian sejarah, skripsi-skripsi terdahulu, dan sebagainya.
29
Dalam laporan ini dibutuhkan beberapa data atau sumber yang obyektif dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal ini penulis melakukan penggalian dan melalui dua tahap, yaitu pada tahap pertama penulis melakukan wawancara mendalam dengan tokoh yang terlihat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam sejarah sebagai sumber primer. Sedangkan sumber-sumber sekunder didapat melalui beberpa literatur yang digunakan sebagai sumber pendukung dalam penulisan skripsi ini, seperti buku karya, brosur, dan lain sebagainya dari Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah.
2. Kritik
Kritik sumber adalah meneliti sumber yang digunakan peneliti dalam hal ini yang harus diuji adalah keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, sedangkan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredabilitas) diteliti melalui kritik intern.
a. Kritik ekstern adalah proses untuk melihat apakah sumber yang didapat asli atau tidak. dalam kritik ekstern, peneliti melakukan pengujian atas asli dan tidaknya sumber. Kritik ekstern digunakan untuk memperoleh keontetikannya mulai dari segi fisik terhadap sumber sejarah. Dalam hal ini penulis mendapat sumber berupa akta pendirian, piagam pendirian, serta buku induk santri. Dalam
30
hal ini penulis sangat berhati-hati dalam memilih dan menguji sumber baik dari dokumen atau wawancara.
b. Kritik intern adalah kritik yang mengacu pada kreadiblitas sumber, sebagaimana bahwa kesaksian dalam sejarah merupakan faktor paling menentukan sahih dan tidaknya bukti atau fakta sejarah. Oleh karena itu, kritik intern dilakukan sebagai alat pengendali atau pengecekan untuk mendeteksi adanya kekeliruan yang mungkin terjadi.22 Dalam hal ini penulis mencocokkan dan membandingkan beberapa sumber-sumber yang telah diperoleh dengan sumber-sumber yang lain nya, dengan tujuan agar dapat diketahui bahwa isi sumber tersebut dapat dipercaya.
3. Interpretasi
Supaya suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali apakah sumber-sumber yang didapatkan dan yang telah diuji otentitasnya terdapat saling berhubungan dengan satu dan lainya. Demikian sejarawan memberikan penafsiran terhadap sumber yang telah di dapatkan. Penulis juga bukan sekedar menafsirkan akan tetapi penulis juga mengajar santri-santri senior dan juga anak pendiri pondok bahkan tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam pendirian pondok untuk menafsirkan, guna mencari kebenaran data yang sudah penulis tulis.
31
4. Historiografi
Historiografi adalah cara penulisan atau pemaparan hasil laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.23Cara penulisannya dengan merekontruksi fakta-fakta yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis. Dalam skripsi ini penulis lebih memperhatikan aspek-aspek kronologis peristiwa. Aspek ini sangat penting karena arah penelitian ini adalah penelitian sejarah hingga proses peristiwa dijabarkan secara detail. Data atau fakta tersebut selanjutnya ditulis dan disajikan dalam beberapa bab berikutnya yang terkait satu sama lain agar mudah dipahami oleh pembaca.
H. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini nantinya akan disusun dalam lima bab :
Bab pertama adalah pendahuluan yang berisi tentanng latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistemati kapembahasan.
Bab kedua tentang riwayat K.H Yahdi Matlab yang pokok isinya mengenai latar belakang keluarga, riwayat pendidikan dan dilanjutkan dengan isi karya-karyanya.
Bab ketiga tentang sejarah dan perkembangan pondok pesantren Bidayatul Hidayah yang meliputi sejarah berdirinya pondok pesantren
23
Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Jakarta: Yayasan Idayu, 1978), 64.
32
Bidayatul Hidayah, latar belakang tujuan berdirinya, tokoh-tokoh yang berperan dipondok pesantren Bidayatul Hidayah, visi misi, dan perkembangan Pondok Peantren Bidayatul Hidayah.
Bab keempat adalah Peran KH. Yahdi Mathlab dalam mengembangkan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah yang meliputi bidang pendidikan, bidang social, dan bidang ekonomi.
Bab kelima adalah penutup, yang berisi simpulan dari seluruh rangkaian peneltian, serta saran bagi para peneliti selanjutnya terkait kekurangan yang ada dalam penelitian ini, sehingga dapat dijadikan tolak ukur untuk melalukan penelitian yang lebih baik dimasa yang akan datang.
33
BAB II
RIWAYAT HIDUP KH. YAHDI MATHLAB
A.Latar Belakang Keluarga
Muhammad Yahdi adalah putra pertama Kyai Mathlab dan Nyai Jannah dari dua saudara yaitu Muhammad Yahdi dan Nyai Muskinah almarhumah ( pengasuh asrama putri AL-Karimah ).
Muhammad Yahdi dilahirkan tepatnya tahun 1917M. didesa Mojogeneng wilayah Kecamatan Jatirejo jarak sekitar 17km arah selatan kota Mojokerto, yaitu sebuah desa yang kelak berdiri pondok pesantren. Sebuah desa yang damai, sejuk, mengalir sungai yang jernih airnya karena asli dari mata air pegunungan yang mengalir sepanjang tahun hingga bisa mencukupi kebutuhan penduduk disekitarnya mulai mencuci, mandi, dll serta terdapat ikan-ikan segar sementara surau-surau juga ramai kegiatan pengajian dan setiap rumah selalu terdengar alunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang di baca oleh penghuninya.
Konon pada mulanya nama Mojogeneng caritanya tidak jauh beda dari cerita asal usul nama kerajaan Mojopahit yaitu sebuah tanaman mojo yang banyak tumbuh di hutan terik (sekarang trowulan), yaitu suatu tempat persembunyian Raden Kertajasa menantu Raja Singosari Kertanegara yang menyelamatkan diri dari kejaran prajurit Jayakatwan dari negri Gelang-Gelang (Kerajaan Doho Kediri). Ditengah pelarian yang melelahkan akhirnya Kertarejasa berhenti dihutan terik dan disitulah
34
mereka melihat pohon mojo yang waktu itu sedang berbuah yang mana buahnya berbentuk semangka yang menghiurkan, namun setelah memetik untuk dimakan bersama-sama ternyata rasanya sangat pahit tidak seperti apa yang dibayangkan. Dari situlah akhirnya kawasan hutan terik trowulan dijadikan desa oleh Kertarajasa dengan sebutan Mojopahit sebagai cikal bakal berdirinya Kerajaan Mojopahit kelak.
Mengenai asal usul nama Mojogeneng juga masih menurut para sesepuh desa adalah di nisbatkan atau ambil dari sebuah kejadian banyaknya pohon mojo yang tumbuh didaerah Geneng (dataran tanah tinggi), dengan demikian sesuai dengan kejadian, kawasan yang banyak tumbuh pohon mojo tersebut akhirnya dinamakan Mojogeneng, di desa inilah Yahdi kecil dilahirkan. Sebuah desa yang mayoritas pencarian penduduknya adalah sebagai petani, namun meski demikian mereka sangat perhatian dalam masalah pendidikan terutama dibidang agama. Keberadaan desa didaerah Mojokerto dan sekitarnya yang dinisbatkan dengan pohon Mojo bukanya hanya Mojogeneng ataupun Mojopahit, namun masih banyak yang lain sesuai dengan keadaanya, seperti Mojoagung, Mojoduwur, Mojolegi, Mojosari, Mojosongo, dll.
Kyai Mathlab dalam segi ekonomi sebagai orang biasa yang kerjanya bercocok tanam namun senang dengan tirakat adalah anak Kyai Simun berasal dari daerah Pasuruan yang merantau ke desa Mojogeneng. Sedangkan Nyai Jannah adalah anak pertama dari empat bersaudara
35
pasangan Kyai Idris putra Kyai Usman Surodinawan Mojokerto kawin dengan Nyai Kasmirah Mojogeneng. Empat saudara tersebut adalah : 1. Nyai Jannah
2. Kyai Tolhah 3. Kyai Dzurriyat 4. Nyai Nasrifah
Kyai Idris sendiri mempunyai tiga saudara yaitu Kyai Idris sendiri yang menurunkan Nyai Jannah ibu kandung Kyai Yahdi, Kyai Sholeh yang menurunkan Nyai Roikhannah pondok Al-Hikmah Sawahan Mojosari, dan Kyai Ahmad Nur yang menurunkan Kyai Muhaimin pondok pesantren Surodinawan Mojokerto.
Nama Muhammad Yahdi ini ceritanya dipilih khusus oleh sang kakek Kyai Idris, nama tersebut tersusun dari dua kalimat yaitu Muhammad dan Yahdi yang artinya Muhammad sang Penunjuk. Dipilihnya nama Muhammad Yahdi karena semata-mata tafa’ulan (mengharap berkah) dari nabi Muhammad sebagai nabi yang memberi petunjuk, pencerahan pada umat manusia pada zaman kegelapan menuju zaman penuh hidayah, disamping itu juga berniat mengikuti perintah nabi yang memerintahkan umatnya untuk memberi nama yang baik pada anak-anaknya. Dan yang paling diharapkan kelak adalah agar bayi kecil tersebut (Yahdi) bisa mempunyai jiwa besar, arif, sabar, mampu menghadapi ujian, bersikap jujur sebagaimana nabi Muhammad. Tidak berlebihan jika orang
36
tua mengharap anaknya untuk mengambil suri tauladan pada Muhammad sebagai nabi yang dikagumi oleh segenap umatnya.
B. Riwayat Pendidikan KH. Yahdi Mathlab
Sebagaimana layaknya orang yang punya obsesi besar yang selalu tidak puas dengan ilmu yang telah dimiliki sehingga selalu haus mencari ilmu. Yahdi yang sejak kecil hidup dilingkungkan keluarga dan berbudaya santri membuat ghiroh (semangat) Yahdi mendalami agama begitu sangat tinggi. Sehingga setelah dirasa cukup umur beliau berniat masuk pesantren, Yahdi kecil yang waktu itu masi berumur 14 tahun sebenarnya orang tua masi keberatan masih dianggap sangat muda, karena waktu itu keadaan Indonesia masih dalam cengkraman penjajahan Belanda. Dengan semangat yang kuat Yahdi pun berangkat diantar orang tuanya dengan bekal seadanya dengan berjalan kaki menyusuri hutan daerah Mojoagung, mula-mula pondok pesantren yang dijadikan tujuan adalah pesantren Seblak Jombang dibawah asuhan Kyai Maksum Ali adik ipar Hadrotu Syech Kyai Hasyim Asy’ari Rois Akbar NU, beliau adalah ulama yang pakar ilmu Falak (astronomi) dan ilmu alat (nahwu atau sorof) bahkan seorang penyusun kitab tasrif atau sorof (sintaksius) yang karyanya sampai sekarang dijadikan referensi atau kurikulum hamper seluruh pondok pesantren di Indonesia.
Di pesantren Seblak inilah Muhammad Yahdi mulai merasakan hidup baru dengan mendalami ilmu agama, namun meski statusnya
37
sebagai santri pesantren Seblak dibawah asuhan Kyai Maksum ali, namun sang Kyai membebaskan para santrinya untuk menimba ilmu ke para Kyai Jombang yang lain, kebebasan ini tidak di sia-siakan oleh yahdi untuk menambah wawasan dibidang keagamaan, yahdi pun berusaha menyempatkan diri untuk menimba ilmu di pesantren Salafiyah yang diasuh Hadrotus Syech KH. Hasyim Asy’ari tebuh ireng yang jaraknya tidak terlalu jauh dari pesantren Seblak tempat Muhammad Yahdi bermukim. Dan selama di pesantren Seblak itulah Yahdi kecil calon ulama hidupnya mulai ditempa untuk mendalami ilmu agama demikian juga riyadhoh (tirakat) dibawah asuhan Kyai Maksum Ali tapi sayang waktu itu belajar kurang maksimal karena waktu itu di Indonesia masih dalam cengkraman penjajah yang mana pesantren serta para Kyai menjadi target pengejaran oleh belanda untuk ditangkap bahkan dibunuh, terutama para kyai yang mempunyai pengaruh besar seperti Kyai Hasyim Asy’ari demikian juga Kyai Maksum Ali yang masih kerabat, hingga suatu saat pesantren Seblak mendapat serangan mortir dari pasukan penjajah. Melihat kondisi keamanan yang kurang bersahabat Kyai Maksum Ali berinisiatif menyuruh pasa santri untuk meninggalkan pesantren sementara, atau pulang kampung. 24
Waktu itu nuansa kota Jombang sebagai kota santri sudah nampak karena banyaknya orang alim dan pondok pesantren, seperti KH. Hasyim Asy’ari pengasuh pesantren Salafiyah Tebuireng, KH. Wahab Hasbullah
38
pengasuh pesantren Bahrul ulum Tambak beras, KH. Bisri Syamsuri pengasuh pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, KH. Maksum Ali pengasuh pesantren Seblak, KH. Dahlan serta KH. Romli Tamin pengasuh pesantren Darul Ulum dan semua itu adalah para ulama Kaliber Nasional. Santrinya pun bukan hanya orang jawa tapi banyak juga dari luar pulau yang jumlahnya ribuan.
Pada sekitar tahu 1935. Ketika kondisi keamanan dirasa aman Yahdi yang masih haus akan mendalami ilmu agama akhirnya berangkat lagi ke pesantren Seblak. Semangat Yahdi yang kuat dalam mencari ilmu tidak berimbang dengan bekal yang dimiliki, hingga pernah suatu saat ketika dipondok diadakan pengajian kitab oleh sang Kyai namun Yahdi tidak mampu membeli kitab, bagaikan peribahasa “tak ada rotan akar pun jadi”, tidak bisa beli kitab pinjam pun tak apa apa. Akhirnya sang ibu meminjamkan kitab pada Kyai Muhaimin Surodinawan yang masih kerabat dengan keinginan yahdi untuk bisa mengikuti pengajian.
Sebelum berangkat ke pesantren selayaknya santri santri yang lain Yahdi mempunya tekat yang kuat untuk mendalami ilmu agama selalu berusaha menyempatkan diri pamitan kepada kedua orang tua, tujuanya tidak lain untuk meminta do’a restu yang tujuanya tercapai dan dimudahkan dalam mencari ilmu. Sudah bisa ditebak pada saat pamitan kepara orang tua bukannya mendapat bekal uang yang cukup, karena waktu itu Indonesia masih ditangan penjajah membuat kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia masih jauh dari kata sejahtera, termasuk
39
juga kondisi ekonomi keluarganya. Namun bagi Yahdi harta bukan segala galanya hingga saat pamit ke mbah Idris beliau memberi pesan yang sangat berarti, kata beliau :
“Yahdi nek nang pondok tak sangoni cengker lan turu longan sarto mangan longan”.
Yang dimaksud “cengker” itu adalah kencenge peker yang kuat yang artinya dipondok harus istiqomah dan punya tekad yang kuat, sedangkan “turu longan” itu adalah turune kudu dilongi yang artinya di pondok harus bisa mengurangi tidur dan jangan tidur kalau belum ngantuk, demikian “mangan longan” artinya dipondok makanya harus dikurangi.
Pesan pesan itulah meski sederhana dimata Yahdi sangat berharga dan bisa memberi motivasi. Takut tidak bisa menjalankan pesan sang kakek berbagai macam cara pun ditempuh termasuk tiap tidur menaruh air disampingnya. Sehingga dalam rangka prihatin dan riyadhoh pada saat mencari ilmu Yahdi remaja disamping selalu istiqomah melakukan sholat malam serta tekun dalam belajar. Yahdi sadar bahwa ilmu tidak berkah bagaikan pohon yang tidak berbuah. Santri yang rendah hati ini pun berusaha untuk bisa dekat dengan para gurunya dengan harapan supaya dirusuh apa saja sebagai bentuk pengabdian dengan berharap mendapatkan ilmu yang diperoleh membawa berkah, sehingga tidak jarang sebagian gurunya menyuruhnya, baik itu untuk membelikan rokok, membuat kopi
40
yang lain, bahkan para gurunya setelah memerintah biasanya memberi imbalan berupa teh atau yang lain. Namun kedekatan Yahdi pada para gurunya membuat sebagian teman temanya ada yang iri hati dan kedengkian itu sering diungkapkan dengan cara meludahi teh Yahdi hasil pemberian gurunya. Melihat gelagat teman temanya yang tidak simpati bahkan cenderung menyakiti hati, Yahdi pun dengan lapang dada memaafkan tanpa sedikitpun punya rasa dendam.
Sekitar tahun 1937 Yahdi sudah keluar dari pesantren Seblak namun hati kecilnya belum hasrat untuk pulang, seiring dengan keluarnya Yahdi dari Seblak, pada saat pesantren Darul ulum dibawah asuhan Kyai Dahlan serta Kyai Romli Tamin seorang mursyit Am Toriqoh Qodariyah Wan Naqsyabandiyah sudah masyhur sebagaimana pesantren Tebuireng dan pesantren lain. Yahdi pun yang masih merasa ilmunya belum cukup kemudian tertarik untuk menjadi santri Kyai Romli dan Kyai Dahlan, akhirnya sekitar tahun itu juga masuk pesantren Darul Ulum dan dipesantren itulah Yahdi banyak bertambah pengalaman serta ilmunya, bahkan di pesantren ini pula Yahdi menghatamkan Al-Qur’an 30 juz selama kurun waktu 1 tahun setelah mengalami sakit tipes akut, dan pada tahun 1939 dirasa sudah pantas pulang kampung untuk mengamalkan ilmu yang selama ini diperoleh. Di pesantren Darul ulum inilah meskipun waktu itu Yahdi sudah pulang kampung dan mempunyai dua anak, beliau masih menyempatkan diri mengaji kitab Jami’u Shoghir ke Kyai Romli tiga kali dalam seminggu dengan naik sepeda.
41
C. Karya – Karya KH. Yahdi Mathlab
Sebagaimana telah penulis paparkan sebelumnya, sepulang dari pondok pesantren. KH. Yahdi Mathlab, pulang kembali kekampung halaman. Untuk berdakwah sekaligus menikah. Baru setelah adanya Resolusi Jihad dari NU pada tanggal 22 Oktober 1945 yang difatwakan oleh KH. Hasyim Asy’ari. Beliau ikut andil dalam pasukan Hizbullah dan berperang melawan penjajah Jepang. “Diantara fatwa Kyai Hasyim Asy’ari dalam resolusi Jihad itu adalah: 1. Setiap muslim tuas, muda dan miskin sekalipun, wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia. 2. Pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan layak disebut syuhada’. 3. Warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional dan oleh karena itu harus dihukum mati.25
Sejak diputuskan nya resolusi jihad oleh Kyai Hasyim Asy’ari itulah para alumni Pesantren Salafiyah Tebuireng dan umat islam Jawa Timur semangatnya berkobar dalam membela tanah air untuk melawan penjajah termasuk di dalamnya adalah Kyai Yahdi. Karena pada saat itu Belanda belum bisa menerima kemerdekaan Indonesia dn berencana menguasai lagi kota Surabaya dengan dipimpin jendral Malabi, melihat kondisi yang membehayakan para Kyai pun sibuk mengerahkan masa secara bergerilya untuk melawan penjajah dengan berbagai macam cara diantaranya memutus semua jalur infrstrutur jalan guna menghambat
25 Amirul Ulum, Muassis Nahdlotul Ulama: Manaqib 26 Tokoh Pendiri NU (Sleman: Aswaja Pressindo, 2015), 32.
42
pergerakan pasukan penjajah yang mulai merangsek ke kota-kota lain, bahkan ketika Surabaya sudah dikuasai Belanda pusat pemerintahan propinsi mengalami beberapa kali pindah kantor bahkan pernah pusat pemerintahan pernah dipindah ke Mojokerto.
Dengan semangat Jihad yang dikobarkan para petinggi NU dan para Kyai yang mempunyai ikatan cultural kuat dengan organisasi NU diantaranya adalah Kyai Yahdi berusaha menggerakkan Laskar Hizbullah untuk merobohkan jembatan didaerah Kedamean Gresik sebagai jalur masuk nya pasukan penjajah ke wilayah selatan, meskipun waktu itu mengalami beberapa rintangan bahkan ada beberapa Laskar Hizbullah yang dipimpinya gugur sebagai syuhada’, diantaranya mas Zaini putra Kyah Ahmad Suhaemi Mojogeneng, bahkan mayatnya sampai sekarang tidak ditemukan, namun misi penghancuran jembatan tersebut sukses.
Sebagai ulama berlatar belakang culture NU yang berhaluan aqidah ahlu sunnah wal jamaah yang mempunyai cirri tawassuth (moderat) dalam menghadapi segala persoalan, tasamuh (toleran) terhadap segala persoalan social asalkan tidak mengarah pada kekufuran, tawazun (seimbang) dalam menjalani kehidupan antara kepentingan dunia dan akhirat. Kyai Muhammad Yahdi tidak mudah melontarkan pernyataan-pernyataan yang bisa menimbulkan keresahan serta perpecahan umat apalagi bersikap ekstrim, hal ini bisa dirasakan khususnya oleh masyarakat sekitar pondok, karena meskipun mayarakat Mojogeneng mayoritas adalah santri namun tidak sedikit kelompok-kelompok abangan atau yang masih kejawen.
43
Meski seorang Kyai yang berhaluan salaf, Kyai Yahdi mempunyai sifat yang sangat inklusif (terbuka) dan visioner (berpikiran maju).26 Hal ini terbukti demi majunya sumber daya manusia di adakan nya pendidikan formal dilingkungan pondok pesantren, beliau sangat menyadari bahwa pendidikan adalah segala-galanya mengenai sistem formal maupun non formal itu hanya instrument atau cara dalam mengembangkan pendidikan sehingga di pesantren Bidayatul Hidayah bukan hanya tersedia kegiatan pengajian kitab kuning, pendidikan diniyah, namun juga tersedia pendidikan formal berupa MI, MTS, dan MA, disini sudah mempunyai pandangan jauh kedepan meski waktu itu belum sempat mendirikan ke tingkat yang lebih tinggi yaitu sekolah pendidikanya sudah terlihat, namun waktu saja yang belum memungkinkan. Andaikan Kyai Yahdi masih hidup tidak menutup kemungkinan akan mendirikan sekolah-sekolah formal lain atau bahkan mungkin perguruan tinggi.
Karena beliau, KH. Yahdi Mathlab adalah seorang santri tulen (asli) maka sepantasnya wajib dan patuh terhadap apa yang di dawuhkan (ucapkan) atau diperintahkan oleh Kyainya. Dan itu sudah terbukti melalui tingkah lakunya.27
Beliau sangat berhati-hati dalam mengambil hukum dan menentukan sikap. Sekitar tahun 1979M. Kyai Yahdi membuka pengajian jum’at pagi dengan memakai kitab “Nashoih Ad Diniyah” pesertanya 6 santri yang sudah berumah tangga dari dusun Mbangun-Ploso-Bleberan
26
Faqih Usman, Wawancara, Mojokerto, 4 Mei 2018 27
44
desa sebelah, datang secara ndodok (Red. Pulang pergi). Dengan mengendarai sepeda pancal wal hasil banyak juga yang tertarik dengan pengajian itu sehingga lokasi pengajian sampai dihalaman meja yang lebar dan panjang. Sesuai dengan kitab tersebut yang memuat ilmu tasawuf, maka tidak jarang beliau menerangkan sambil meneteskan air mata, kami pun juga terbawa meneteskan air mata, betapa luluh hati sang Kyai mendapat nasihat dari kitab tersebut hal itu menunjukkan bahwa beliau adalah orang yang berhati bersih. Dan sekarang sulit dan jarang sekali suatu majelis pengajian yang menjadikan para jama’ah mengingat dosa sampai meneteskan air mata.
Sebagaimana yang pernah diceritakan almarhum Kyai Munasir Mojosari pada Agus Fatoni bahwa Kyai Yahdi sejak di pondok sudah mempunyai kebiasaan Istiqomah hal itu dijalani sampai akhir hayat, maka sudah sepantasnya jika Kyai Yahdi di mata umatnya adalah seorang ulama yang begitu kharismatik, hal ini tentunya bukan tanpa sebab. Sebagai seorang ulama yang yang mengasuh banyak santri dan menjadi panutan umat, Kyai Yahdi mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkan dalam kondisi apapun misalnya istighosah, sholat malam serta sholat jamaah sejak masih menjadi santri. Hal ini untuk member suritauladan pada para santrinya bahwa ilmu itu meski sedikit yang penting diamalkan bukan hanya di kuasai. Hal inu bukan berarti mendalami dan memperbanyak ilmu tidak penting, namun mengusai ilmu selayaknya diamalkan sebagaimana sebuah maqolah yang artinya:
45
“ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah”. Sifat lain yang melekat pada kepribadian beliau tegas terhadap keluarga dan sebagaimana yang telah menjadi rahasia umum adalah sabar. Sifat ini lahir berkat tempaan kesulitan yang kerap dialami sejak kecil karena himpitan ekonomi sang bapak yang hanya seorang petani biasa sedang sang ibu yang sakit-sakitan bekerja berdagang pakaian bekas pasar Dinoyo yang tidak bisa diharapkan penghasilannya. Meski demikian tidak menjadikan Yahdi putus asa. Karena bagaimana pun segala takdir kehidupan harus jalani secara ikhlas.
Aktifitas Rutin “Istiqomah” Kyai Yahdi Mathlab
1. Jam 06.00-07.00 menerima setoran hafalan al-qur’an santri putrid 2. Jam 07.30-09.00 menerima setoran al-qur’an santri putra
3. Jam 09.00-10.00 kegiatan ngaji sorogan bagi santri putrid 4. Waktu Qoilullah (waktu istirahat)
5. Jama’ah Dhuhur 6. Jama’ah sholat Ashar 7. Jama’ah sholat Maghrib
8. Jama’ah sholat Isya’ sekaligus membaca rotibul hadad 9. Jam 03.00 Qiyamul lail
10. Jam 05.00 jama’ah sholat shubuh sekaligus istighosah
“Kyai Yahdi tidak pernah ceramah tapi kok pondok nya populer” itulah salah satu obrolan yang sering dibicarakan oleh
46
masyarakat atau para Kyai di masanya atau para Kyai masa sekarang yang sengaja mengingat biografi Kyai Yahdi, bahkan sampai Kyai Yahdi wafat tidak ada yang tahu secara persis alas an kenapa beliau sampai tidak pernah tertarik untuk menjadi Kyai podium. Padahal sebagai seorang Kyai berceramah di podium adalah salah satu media yang paling efektif untuk mempopulerkan pesantrennya dan membesarkan namanya, tapi bagi Kyai Yahdi menjadi singa podium bukan segala-galanya. Ini terbukti hanya dengan istiqomah mengajar di pesantren dan madrasah lambat laun santrinya semakin bertambah, itupun bukan hanya santri dari daerah Mojokerto saja, melainkan tidak sedikit yang bersal dari luar daerah missal nya, Gresik, Surabya, Sidoarjo, dll ataupun dari Jawa Tengah bahkan dari Luar Jawa. Ketidak hasratan untuk berpidato dipodium bahkan kelihatan ketika bertindak sebagai khotib saat sholat jum’at, waktunya tidak pernah sampai lama itupun dengan menggunakan bahasa arab yang bisa dibilsng hanya sepatah dua patah yang penting tidak sampai membuang rukun-rukunya khutbah. Tidak pernahnya Kyai Yahdi berceramah bukan berarti membenci ulama yang berprofesi sebagai penceramah, namun beliau sangat menyadari bahwa setiap orang mempunyai karakter dan cara sendiri dalam melakukan dakwah.28
Sedangkan karya beliau yang paling terasa manfaatnya hingga kini adalah adanya wujud pondok pesantren Bidayatul Hidayah. Dengan mewariskan pondok pesantren Bidayatul Hidayah kepada generasi penerus
47
dan santri-santrinya merupakan bukti suati kegigihan dari KH. Yahdi Mathlab dalam mengembangkan syiar agama Islam kepada para umat.
Kyai Yahdi adalah seorang tokoh agama Islam dan tokoh masyarakat sekaligus sebagai perintis dan peletak pondasi pertama berdirinya pondok pesantren Bidayatul Hidayah. Karena dengan adanya wujud dari pondok pesantren Bidayatul Hidayah inilah, mampu memberikan manfaat yang begitu besar bagi masyarakat kecamatan Jatirejo, khususnya kelurahan Mojogeneng. Bukan hanya bagi masyarakat Mojogeneng Jatirejo, namun juga bagi para musafir yang menimba ilmu agama Islam pada saat itu. Dan mungkin bukan hanya pada saat itu, melainkan juga sampai sekarang. Hal ini sangat penting dirasakan dari adanya pondok pesantren Bidayatul Hidayah adalah nilai-nilai materiil dan spiritual yang terkandung di dalamnya.
Nilai materil adalah berupa bangunan pondok pesantren Bidayatul Hidayah. Yaitu mulai tahun 1960 setelah mendirikan Asrama sederhana dari bamboo di peuntukkan untuk para santri waktu itu santri mukim berjumlah sekitar 14 anak sebagian menghafal al-qur’an dan sebagian santri sekolah. Hari terus berjalan akhirnya banyak santri mengalami kemajuan, maka setahun kemudian sekitar tahun 1961 gagasan menampung santri putri, berhubung belum ada asrama putri akhirnya sementara waktu santri di asramakan kerumah para kerabat diantaranya rumah Nyai Aliyah, Nyai Muskinah dan Kyai Dimyati dengan tempat
48
seadanya. Akhirnya seiring dengan perjalanan waktu santri pun mulai berkembang, demikian dengan keberadaan madrasah.
Sedangkan yang lebih penting adalah nilai spiritualnya. Karena dengan adanya nilai spiritual, menjadikan nilai materil lebih berwarna dan bermanfaat. Baik bagi keturunan dan santri-santri KH. Yahdi Mathlab maupun masyarakat sekitar pondok pesantren Bidayatul Hidayah
Pada tahun 1932 M di Mojogeneng pernah didirikan madrasah oleh para sesepuh namun tanpa nama, saat itu madrasah bertempat di Mushollah (Langgar Tengah), meski waktu itu keberadaanya belum mempunyai fasilitas yang mendukung dan sistemnya pun masih sangat sederhana sehingga belum ada istilah klasikal, tapi animo masyarakat waktu itu sangat positif hal itu terbukti dengan adanya beberapa murid berjumlah sekitar 15 siswa yang belajar dengan 3 tenaga pengajar antara lain yaitu: Bapak Imam Ahmad, Bapak Masyhuri, Bapak Suhaemi, namun keberadaan madrasah tersebut hanya bertahan sampai pada tahun 1933M.
Kemudian pada tahun 2008, seiring dengan berkembangnya pembangunan fisik, disamping pembangunan pondok pesantren dan resminya pondok pesantren Bidayatul Hidayah, karena mendapatkan akta notaris, dan pada saat itu semua kegiatan dilakukan di mushollah asrama putra Al-Ghazali.
49
Dari sedikit pemparan tentang hasil karya dan karier KH Yahdi Mathlab, maka sepatutnya beliau dalam memimpin pondok pesantren dikategorikan sebagai Kyai sukses.29
29
50
BAB III
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN BIDAYATUL HIDAYAH 1960-1991
A.Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah
1. Latar Belakang Berdirinya
Tahun 1932 sebenarnya di Mojogeneng sudah berdiri sebuah pondok pesantren. Tempatnya di mushala Al-Wustho atau langgar tengah dengan pengasuh antara lain :
a. Bapak Imron Ahmad b. Bapak Kyai Suhaimi c. Bapak Kyai Mashuri
Santrinya hanya beberapa saja dan hanya berjalan hanya satu tahun (1932-1933) kemudian pada tahun 1936 berdiri lagi di pesantren pondok Mojogeneng yang di asuh oleh Bapak Latif. Tempatnya juga berada di langgar tengah dan muridnya kurang lebih lima anak yang hanya berjalan selama tiga tahun yang pada saat itu Bapak Abdul Latif mengalami cobaan yaitu sakit sehingga wafat. Pada tahun 1940 berdirilah pondok pesantren di Mojogeneng yang diasuh oleh KH. Yahdi Matlab yang baru pulang dari pondok (belajar). Beliau menghidupkan kembali pondok yang telah bubar tersebut tempatnya yang masih di mushola tengah muridnya hanya empat orang.
51
Demi kelancaran pendidikan tersebut, maka KH. Yahdi Matlab berusaha untuk memindahkan pondok tersebut dan Alhamdulillah berhasil dengan diberi tanah oleh Bapak Syafi’I dari Dinoyo di lokasi berdirinya pondok Bidayatul Hidayah sekarang ini. Setelah memperoleh tanah waqaf, pengajian di tingkatkan lagi dengan menambahkan ustadz sebanyak lima orang yaitu :
1) Ustadz Djaelani dari Pengaron 2) Ustadz Sonhaji dari Sambi lawang 3) Ustadz Carik dari Dinoyo
4) Ustadz Sholeh dari Mojogeneng 5) Ustadz Muhtadi dari Mojogeneng
Berkat usaha keras beliau, mendapat hasil yang baik dan muridnya bertambah meningkat jumlahnya menjadi 180 siswa. Setelah berjalan dua tahun (1940-1942) madrasah mengalami cobaan yaitu :
a) Terjadi peperangan dengan Jepang
b) Pengasuh ada yang keluar dan ada yang sakit
c) KH. Yahdi Mathlab turut ke medan peperangan menjadi tentara Hizbullah.
Dengan keadaan tersebut madrasah terpaksa bubar pada tahun 1942 sampai 1944. Selanjutnya KH. Yahdi Mathlab mengambil kebijaksanaan untuk keluar dari ketentaraannya, menghidupkan madrasah kembali dan mencari pengganti guru, antara lain :
52
a. Bapak Imran dari Ngrambut b. Bapak Sodiqin dari Dinoyo c. Bapak Suhadi dari Dinoyo
Dengan jumlah santri kurang lebih 199 anak, berhubung jaminan ustadz tidak ada maka banyak asatidz yang keluar, sehingga tinggal KH. Yahdi Mathlab dan Bapak Imron saja. Alhamdulillah tetap berjalan. Pada tahun 1953 KH. Yahdi Mathlab berusaha mencari tambahan guru untuk kelancaran pendidikan dan belajar mengajar, antara lain : Ustadz Dimyathi dari Mojogeneng dan Ustadz Syuhada’ dari Mojogeneng.
Meskipun tidak ada santri yang mukim karena tidak ada yang betah, namun kegiatan pengajian tetap berjalan seadanya, materi yang diajarkan hanya kitab-kitab kecil seperti kitab Alaa laa (kitab yang menerangkan mengenai syarat-syarat orang mencari ilmu). Dan akhirnya ada beberapa murid yang minat, namun semuanya bukan santri mukim atau menetap, tapi santri ndodok yang terkenal dengan istilah kalong, karena datang sore kemudian paginya pulang sementara kegiatan masih ditempatkan di langgar tengah.
Pertama mendirikan pondok tidak semudah yang kita bayangkan, karena gangguan dari makhlik halus sering terjadi bahkan pernah pada suatu waktu melakukan perkelaian dengan jin, setelah jin merasa kalah gangguan pun mulai reda meskipun
53
kadang masih sering terdengar suara-suara yang tidak jelas maksudnya.
Pada tahun 1960 setelah mendirikan Asrama sederhana dari bambu di peruntukkan untuk para santri waktu itu yang sebagian menghafal Al-Quran dan sebagian santri sekolah. Tahun terus berjalan akhirnya banyak santri mengalami kemajuan, maka setahun kemudian sekitar tahun 1961 gagasn menampung santri putrid, berhubung belum ada asrama putrid akhirnya sementara waktu santri di asramakan ke rumah para kerabat diantaranya rumah Nyai Aliyah, Nyai Muskinah dan Kyai Dimyati dengan tempat seadanya. Akhirnya seiring dengan perjalanan waktu santri pun mulai berkembang, demikian dengan keberadaan madrasah.
Ketika madrasah mulai berkembang stabil pada tahun 1965 terjadi gerakan sepihak PKI yang terkenal dengan istilah kejadian G 30 S PKI yang imbasnya sampai ke Mojogeneng, namun tidak sangka setelah kejadian itu lembaga pendidikan madrasah sangat pesat, yang sebelumnya murid hanya 100-199, kini (tahun 1966-1969) berjumlah mencapai sekitar 750 orang. Akhirnya banyak yang tidak tertampung karena terbatasnya fasilitas. Kemudian pada tahun1969 membuat gagasan membuka cabang diantaranya:
a. Di Padang Asri b. Di Tampung rejo c. Di Tlasih
54
d. Di Karang Jeruk e. Di Dinoyo
Perjalanan lembaga pendidikan dan pesantren semakin hari semakin menunjukkan tanda-tanda positif, akhirnya pada tahun 1969 merehab asrama Al-Khodijah yang diasuh Kyai Dimyati yang merupakan adik ipar, dan masih dalam tahun itu juga didirikan asrama Ar-Ruhamaiyah yang kemudian diasuh menantunya yaitu Kyai Nur Hasan, kemudian tahun 1970 berdiri Asrama Ar-Robi’iyah yang di asuh Kyai Dawam Dzurriyat yang masih sepupu Kyai Yahdi, tiga tahun kemudian pada tahun 1973 berdiri asrama Al-Karimah yang di asuh oleh Nyai Muskinah yang merupakan adik Kandung dan Kyai Zainuddin Dzurriyat yang masih sepupunya, kemudian pada tahun 1976 berdiri asrama As-Shomadiyah, dan disusul asrama As-Syifa’iyah yang diasuh Kyai sendiri, dan pada tahun 1990 berdirilah asrama Ahlal Quro yang diasuh oleh Agus Shobiri Yahdi.30
Mengingat santri semakin banyak dan dari berbagai macam latar belakang pendidikan, ada yang dari SPG, PGA dll sementara mayoritas santri baru sangat minim kemmpuanya menulis arab. Akhirnya pada tahun 1977 Kyai Dimyati mengutarakan gagasan pada Kyai Yahdi untuk mendirikan lembaga pendidikan diniyah khusus di bidang agama yang diberi nama madrasah Tuhfatul
55
Mubtadi’in. waktu belajanya dilakukan sehabis sholat maghrib yaitu jam 18.30 sampai 20.30. dan muridnya saat itu sekitar 37 anak laki-laki dan perempuan, adapun pengajaranya diantaranya adala: Kyai Yahdi, Kyai Dimyati, Kyai Ma’sum, Kyai Dawam, Kyai Zainuddin, Kyai Nur Hasan, H. manshur, dll.
Sebenarnya sebelum berdiri madrasah diniyah terlebih dahulu sudah berdiri madrasah Aliyah Salafiyah (MAS) sebagai jenjang yang lebih tinggi untuk menampung siswa yang telah tamat dari Tsanawiyah dan kurikulumnya hanya terbatas kurikulum muatan local (kitab-kitab kuning) sebagaimana madrasah Diniyah sedangkan guru-gurunya di antaranya: Kyai Yahdi, Kyai Dawam, Kyai Dimyati, dll. Setelah Kyai Yahdi wafat dan zaman terus berkembang sementara pendidikan di rasa sebagai kebutuhan yang tidak bisa di tawar-tawar serta banyak desakan dari berbagai pihak maka beberapa keluarga berinisiatif untuk mendirikan sekolah formal setingkat SLTA, maka pada tahun 2000 diputuskan secara kolektif untuk didirikanlah sekolah aliyah formal bernama madrasah Aliyah Bidayatul Hidayah.
2. Tokoh-tokoh yang berperan di Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah Berdirinya suatu lembaga baik formal maupun non formal, tentu tidak lepas dengan adanya tokoh – tokoh atau anggota yang berperan dibaliknya. Karena anggota merupakan suatu unsur terpenting yang harus ada di dalam suatu lembaga atau organisasi.
56
Apalagi dalam mendirikan pondok pesantren BIdayatul Hidayah, tentu Yai Yahdi tidak bisa melakukannya sendiri. Dalam hal ini yayasan Bidayatul Hidayah membentuk struktur kepengurusan guna mengatur dan menangani segala persoalan yang terdapat didalam lembaga pondok pesantren Bidayatul Hidayah, yang mana anggota kepengurusan ini juga merupakan tokoh – tokoh penting yang terlibat dalam pendirian pondok pesantren Bidayatul Hidayah tersebut. Dibawah ini penulis akan menyebutkan tokoh – tokoh yang berperan dalam berdirinya pondok pesantren Bidayatul Hidayah. Antara lain31 :
NO NAMA JABATAN
1. KH. Yahdi Matlab ( Alm) Beliau adalah pengasuh pertama pondok pesantren Bidayatul Hidayah Mojogeneng.
2 H.Ahmadul Huda ( Alm ) Beliau adalah pengasuh ke dua pondok pesantren Bidayatul Hidayah Mojogeneng.
3 H.Agus Salim Yahdi Beliau adalah pengasuh ketiga serta pelindung dipondok pesantren Bidayatul Hidayah Mojogeneng.
57
4 Segenap Pengasuh Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah
Sebagai dewan penasehat di pondok pesatren Bidayatul Hidayah Mojogeneng.
5 Gus Imron Rosyadi Sebagai dewan pengawas di yayasan Bidayatul Hidayah Mojogeneng.
6 Ichwanul Mustaqim Sebagai ketua pondok pesantren Bidayatul Hidayah Mojogeneng.
7 Ulil Abshor Sebagai sekretaris 1 di pondok pesantren Bidayatul Hidayah Mojogenengng.
8 Abdul Halim Sebagai sekretaris 2 di pondok pesantren Bidayatul Hidayah Mojogeneng.
9 Miftahul Abdul Choir Sebagai bendahara 1 di pondok pesantren Bidayatul Hidayah Mojogeneng.
10 Umi saidah Sebagai bendahara 2 di pondok peantren Bidayatul Hidayah Mojogeneng.
58
3. Visi dan Misi pondok pesantren Bidayatul Hidayah
Keberadaan sebuah lembaga seperti pondok pesantren, tentunya harus mempunyai tujuan serta visi misi yang jelas. Visi adalah suatu cara pandang, wawasan serta harapan yang dikehendaki.32 Sedangkan misi adalah suatu tugas yang dirasakan orang sebagai suatu kewajiban untuk melakukannya demi agama, ideology dan lain sebagainya. Begitu juga dengan dengan pondok salafiyah Bidayatul Hidayah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang juga turut serta memberikan sumbangsihnya terhadap kemajuan dan ketentraman keadaan masyarakat sekitarnya, juga mempunyai Visi Misi itu tentang sebagaimana berikut.
1. Visi
KADER MUSLIM PROGRESSIF YANG SALAFY
(Sholeh, Amanah, Luhur, Andalan, Faham Kebaikan, dan Yakin Kebenaran).
2. Misi
a. Menjadikan anak didik yang memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan dasar yang dilandasi iman dan taqwa.
b. Menjadikan generasi masa depan yang cerdas dan berbudi luhur. c. Menjadikan anak didik yang memiliki nilai keunggulan dan
dapat diandalkan dalam kehidupan masyarakat.
59
Dari visi misi yang dimiliki pondok pesantren Bidayatul Hidayah, dapat dibuktikan pondok tersebut mampu mencetak santriwan santriwati yang berakhlaq mulia dan menjadikan muslim progresif yang salafy. Semua itu bisa dilihat dari seluruh alumni Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah yang sudah lulus.
Alumni Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah kurang lebih dari 1.000 alumni, ada yang melanjutkan kuliahnya di perguruan tinggi Negeri seperti: UINSA, UGM, UNESA, UMM dan lain-lain. Ada juga yang melanjutkan mengabdi pondok pesantren Bidayatul Hidayah ada juga yang bekerja menjadi ustadz ustadzah di yayasan Bidayatul Hidayah, dan masih banyak juga di daerah masing-masing.33
B.Perkembangan Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah 1. Peningkatan Bidang Sarana dan Prasarana
Pondok adalah tempat tinggal sementara yang terletak di peasaan atau daerah yang jauh dari keramaian, yang berbentuk bangunan yang berpetak-petak. Pondok juga mempunyai artian madrasah dan asrama sebagai tempat mengaji, belajar agama islam. Pendapat yang lain menyatakan bahwa perkembangan pondok pesantren bukanlah hanya dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau asrama para santri saja, namun juga sebagai latihan bagi santri agar mampu hidup secara mandiri dalam masyarakat dan dalam