EKSISTENSI JAMU TRADISIONAL DI TENGAH
MASYARAKAT DESA BRAGUNG KECAMATAN
GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP DALAM PANDANGAN
TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi
FITRIYANI
B75213045
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
ABSTRAK
Fitriyani, 2017, Eksistensi Jamu Tradisional Di Tengah Masyarakat Desa Bragung Kecamatan Guluk-Guluk Kabupaten Sumenep Dalam Pandangan Teori Tindakan Sosial Max Weber. Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci : Eksistensi, Jamu Tradisional, Tindakan Sosial
Permasalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan masyarakat desa Bragung terhadap jamu tradisional dan bagaimana upaya masyarakat desa Bragung dalam melestarikan jamu tradisional.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tindakan sosial max weber.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Obat adalah unsur penting dalam upaya penyelenggaraan
kesehatan, oleh karena itu diperlukan obat dalam jumlah dan jenis yang
cukup dengan kebutuhan masyarakat Indonesia agar dapat bermanfaat
untuk menunjang taraf hidup. Salah satu obat yang dibutuhkan selain obat
sintesis adalah obat tradisional yang diperoleh dari bahan-bahan yang
tersedia di alam. Obat tradisional ternyata juga merupakan bagian penting
dalam upaya menjaga dan memulihkan kesehatan masyarakat, karena
berasal dari alam maka efek samping yang ditimbulkan tak setinggi
obat-obatan sintesis.
Pada dasarnya pemakaian obat tradisional mempunyai beberapa
tujuan diantarnya adalah promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Obat tradisional juga merupakan warisan budaya dan diinginkan dipakai
dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk itu harus sesuai dengan kaidah
pelayanan kesehatan yaitu secara medis dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mencapai hal itu perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat,
keamanan, dan standar kualitasnya.1
1
2
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangasa yang harus
perlu terus dilestarikan dan dikembangakan untuk menunjang
pembangunan kesehatan sekaligus untuk menungkatkan perekonomian
rakyat. untuk dapat ikut meningkatkan pelayanan dan peningkatan
pemerataan obat-obatan tradisional maka perlu dukungan dari pemerintah
dan masyarakat itu sendiri. selama ini industri jamu ataupun obat-obatan
tradisional bertahan tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah
maupun industri farmasi.
Jamu tradisional merupakan obat yang diracik secara tradisional
dengan bahan-bahan yang diperoleh dari alam seperti tumbuhan yang
memilik khasiat yang sama dengan obat-obatan sintesis, obat tradisional
tak kalah mujarabnya dengan buatan pabrik dan sangat berguna untuk
kesehatan. Saat ini banyak pabrik yang memproduksi jamu tradisional
dalam bentuk kemasan sehingga sangat praktis dan mudah digunakan agar
tak membuat konsumen kesulitan menggunakannya. Tapi sebagian besar
orang masih sering membuat jamu tradisional dengan racikan sendiri,
karena memang bahan yang dipakai mudah ditemukan dan cara
membuatnyapun juga tidak ribet seperti membutuhkan banyak alat. Hal ini
sudah turun temurun dilakukan karena jamu tradisional ini merupakan
warisan nenek moyang yang sudah sejak dulu diyakini oleh masyarakat
mampu menyembuhkan berbagai penyakit dan sampai saat ini masyarakat
luas masih meyakini dan mengkonsumsinya. Karena bukan hanya satu-dua
3
banyak penyakit dan banyak pula yang sudah terbukti bisa disembuhkan
oleh jamu tradisional dengan bahan dan takaran tertentu.
Penggunaan tumbuh-tumbuhan sebagai obat sudah merupakan
bentuk pengobatan tertua di dunia. Ini dapat di lihat dengan banyaknya
jenis-jenis tumbuhan yang dapat di manfaatkan sebagai obat. Pemanfatan
tanaman obat sudah di gunakan dari zaman ke zaman, seperti (1) Mesir
kuno, 2500 tahun sebelum Masehi, para ahli kesehatan/pengobatan selalu
memanfaatkan tanaman-tanaman obat, bahkan telah dihimpun
catatan-catatannya yang terkenal dengan Papyrus Ehers, kini disimpan di
Universitas Leipzig Jerman. (2) Yunani Kuno, misalnya Hyppocrates (466
tahun Sebelum Masehi) seorang dokter/tabib pada waktu itu telah banyak
memanfaatkan : Konium, kayu manis, hiosiamina, gentiana, gom arab,
mira, bunga kamil,dan lain lain sebagai bahan-bahan pengobatan
pasien-pasiennya dan ternyata sangat mujarab. (3) Otto Brunfels, seorang ahli
botani Jerman telah menulis buku Herbarium Vivae Icones sekitar abad
ke-16, merupakan buku pertama yang memuat gambar-gambar tanaman,
sedang pada tahun 1737 Linaeus, seorang ahli botani Swedia telah berhasil
pula menerbitkan buku Genera Plantarum, yang selanjutnya buku-buku
tersebut menjadi buku pedoman utama sistematik botani. (4) Martius
dalam bukunya yang berjudul Grundriss der Parmakognosie des
Pflanzenreicies telah berhasil mengolong-golongkan tanaman-tanaman
obat menurut segi morfologi, dan dengan demikian tanaman-tanaman
4
tanaman obat Jerman, berhasil mengemukakan hasil-hasil penelitian
zat-zat yang terkandung dalam tanaman-tanaman obat.2
Berbicara mengenai jamu tradisional, bukan hanya masyarakat
pedesaan atau yang menurut Max Weber masyarakat yang masih percaya
akan tahayul saja yang meyakini keampuhan dan mengkonsumsi obat
tradisuional ini, namun masyarakat perkotaan atau modern juga telah
mengakui bahkan tak jarang malah masyarakat kota juga menjadikan obat
tradisional sebagai pilihan utama saat sedang dirundung sakit.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa pengobatan modern
masuk ke Indonesia seiring dengan ekspansi Negara Barat ke
negara-negara Timur. Kedokteran modern mulai memasuki desa hingga ke
pelosok desa dan mulai mengalahkan pengobatan tradisional.
Lembaga-lembaga kesehatan modern seperti dokter, rumah sakit, obat modern dan
lain-lain semakin berkembang. Pendidikan modern juga mengajarkan
bahwa pengobatan modern adalah pengobatan yang terbaik. Peraturan dan
kebijakan negara melegitimasi bahwa metode pengobatan yang diakui
adalah pengobatan modern. Keberadaan dukun dan praktik pengobatan
tradisional semakin tersisih.
Hal yang sangat menarik diungkap Weber bahwa adanya proses
rasionalisasi sama sekali tidak berarti bahwa masyarakat modern-begitu
juga individu-individu modern-lebih rasional dan berpengetahuan dari
pada masyarakat nonindustrial. Weber menunjukkan bahwa dalam
2
5
kenyataannya, individu-individu atau populasi masyarakat modern yang
menjadikan ilmu pengetahuan sebagai cara memandang dunia dan
menuntun perilaku sangat terbatas pada kalangan elit terdidik yang biasa
bergelut dengan ilmu pengetahuan. Sementara sebagian besar populasi
masyarakat modern bisa jadi justru lebih “bodoh” dari pada masyarakat
primitif.3
Namun, situasi dan kondisi yang terjadi di negara kita Indonesia
akhir-akhir ini menyebabkan terjadinya pergantian pola konsumsi obat
pada masyarakat, antara lain dalam hal penggunaan obat tradisional
sebagai salah satu obat alternatif dalam pengobatan di lingkungan
masyarakat. Hampir semua pengguna obat tradisional beranggapan bahwa
selain murah obat tradisional mempunyai efek samping yang lebih kecil
dari obat sintesis selain itu makin banyaknya variasi obat tradisional yang
ditawarkan lengkap dengan seabreg khasiatnya. Dan tentang seruan
kembali ke alam atau bahasa kerennya ”back to nature” menjadi bahan
pembicaraan yang penting dan mampu menghegemoni orang untuk
kembali mengkonsumsi barang-barang yang berbau alam atau tradisional.
Seiring dengan semakin dirasakannya manfaat penggunaan obat
tradisional masyarakat sendiri sudah mampu menilai bahwa obat
tradisional memang tak kalah saing dengan obat-obatan sintesis, daya
jualnya pun juga bisa dikatakan lebih laku meski pada daerah-daerah
tertentu. Hingga saat ini pemanfaatan produk bahan alam untuk
6
pemeliharaan kesehatan mulai mengalami peningkatan, penguna produk
bahan alam sangat bervariasi dari masyarakat pedesaan hingga perkotaan.
Beberapa pemikiran inilah perlu dilakukan pengamatan mengenai
penggunaan dan pengelolaan produk bahan alam dalam hal ini adalah obat
tradisional.
Kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam dalam
memelihara kesehatan tubuh dengan memanfaatkan obat bahan alam yang
tersedia melimpah menjadikan jamu sebagai alternatif utama untuk
dikonsumsi. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan mengkonsumsi
jamu antara lain: mencegah penyakit, meningkatkan kecantikan wanita
serta menjaga kelangsingan tubuh. Kebiasaan minum jamu bukanlah hal
asing bagi masyarakat Indonesia khususnya Jawa dan Madura. Banyak
masyarakat yang mengkonsumsi jamu namun tidak banyak masyarakat
yang paham cara mengkonsumsi jamu. Kebanyakan masyarakat masih
asal-asalan dalam mengkonsumsi jamu sehingga terkesan over dosis.
Seperti di Desa Bragung Guluk-Guluk Sumenep Madura yang
mana masyarakatnya masih percaya terhadap kemujaraban obat tradisional
ini, dan mereka memang lebih percaya obat tradisional daripada
obat-obatan sintesis, meski di Desa Bragung sendiri sudah ada bidan-bidan dan
puskesmas terdekat. Mereka lebih memilih memakai obat tradisional
dibanding pergi ke apotek untuk membeli obat produk pabrikan, mereka
tak akan pergi ke dokter atau rumah sakit selama masih bisa disembuhkan
7
beredar dengan harga murah, alih-alih malah gratis didapatkan, namun
mereka masih percaya pada kemujaraban dan dan efek samping yang
ditimbulkan lebih ramah pada tubuh dari pada obat yang diolah oleh
pabrik. Misalnya, jika terserang diare maka daun jambu merahlah yang
digunakan sebagai obatnya, diolah dengan cara ditumbuk lalu diperas
dengan air dan diminum, meski pahit tetapi mujarabnya minta ampun.
Hal inilah yang menjadi ketertarikan peneliti untuk mengkaji lebih
lanjut masalah obat tradisional tersebut. Bagaimana dampaknya,
pandangan masyarakat dan animo masyarakat terhadap obat-obatan
tradisional ini dan bagaimana upaya masyarakat melestarikan jamu atau
obat-obatan tradisional agar tetap terjaga dan tetap bertahan di tengah
pengobatan modern.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa pokok masalah
yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana pandangan masyarakat desa Bragung tentang jamu
tradisional?
2. Bagaimana upaya masyarakat desa Bragung dalam melestarikan jamu
tradisional?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dibuat untuk mengetahui apa yang hendak
dicapai dari sebuah penelitian. Berdasarkan fokus penelitian di atas, tujuan
8
1. Untuk mengetahui pandangan masyarakat desa Bragung tentang jamu
tradisional
2. Untuk mengetahui upaya masyarakat desa Bragung dalam melestarikan
jamu tradisional
D. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya
bagi diri sendiri dan masyarakat pada umumnya, terutama dalam
perkembang ilmu pengetahuan sosial. Penelitian ini diharapkan dapat
memberi manfaat pada masyarakat Desa Bragung Kecamatan
Guluk-Guluk Kabupaten Sumenep, baik itu dari segi pendidikan tentang jamu
tradisioanal maupun dari segi kehidupan sosial. Adapun manfaat yang
diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemahaman dan informasi kepada
masyarakat luas tentang obat tradisional yang sangat baik untuk
dikonsumsi guna menjaga kesehatan, khusunya untuk
masyarakat Desa Bragung Kecamatan Guluk-Guluk Kabupaten
Sumenep.
2. Manfaat Praktis
Memahami berbagai tanaman-tanaman obat tradisional dan
pemanfaatannya agar masyarakat mengunakan, mengolah dan
9
E. Definisi Konseptual
Pada dasarnya konsep merupakan unsur pokok dari suatu konsep
sebenarnya, definisi singkat dari sejumlah atau gejala yang ada. Konsep
yang dipilih peneliti harus ditentukan batas permasalahannya dan ruang
lingkupnya. Adapun pengertian dan maksud judul di atas adalah sebagai
berikut:
1. Eksistensi
Kata eksistensi berasal dari kata eks (keluar) dan sistensi, yang diturunkan dari kata kerja sisto (berdiri, menempatkan). Kata
eksistensi diartikan bahwa manusia berdiri sebagai diri sendiri
dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada.
Menurut Loren Bagus, eksistensi berasal dari kata existence
yang berasal dari Bahasa Latin existere yang berarti muncul, ada, timbul, atau memiliki keberadaan aktual. Existere sendiri
berasal dari kata “ex” yang berarti keluar dan “sistere” yang berarti tampil atau muncul.4
Eksistensi dapat diartikan sebagai sesuatu yang menganggap
keberadaan manusia tidaklah statis tetapi senantiasa menjadi.
Artinya, manusia itu selalu bergerak dari kemungkinan ke
kenyataan. Bereksistensi berarti berani mengambil keputusan
yang menentukan bagi kehidupannya.
4
10
2. Jamu Tradisional
Jamu tradisional adalah obat yang bersifat herbal dimana tidak
mengandung bahan kimia dan berasal dari tanaman-tanaman
obat yang berkhasiat. Jamu tradisional menurut Ensiklopedi
Indonesia adalah ramuan obat yang diolah menurut tradisi,
sudah dikenak secara turun temurun, menggunakan bahan dasar
dari hewan, tumbuhan, bahan galian, ramuan yang disarikan
dari bahan-bahan itu, campuran dari bahan-bahan tersebut.
Dewasa ini perkembangan jamu tradisional semakin
meningkat, dapat dilihat dari banyaknya program di televisi
yang menayangkan akan pentingnya jamu tradisional. Selain
itu selalu ada ulasan mengenai manfaat suatu tanaman untuk
dijadikan obat dibeberapa media cetak. Jamu tradisional
banyak dikonsumsi dikarenakan minimnya efek samping dan
harganya yang cenderung lebih murah dibandingkan obat
kimia.
Jamu tradisional adalah ramuan dari berbagai jenis bagian
tanaman yang mempunyai khasiat menyembuhkan berbagai
penyakit yang sudah dilakukan sejak zaman dahulu secara
turun-temurun.
3. Masyarakat
Masyarakat merupakan segerombolan atau sekelompok orang
11
waktu yang lama. Ralph Linton dalam Harsojo menyatakan
bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah
cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat
mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai
suatu kesatuan social dengan batas-batas tertentu”.5
Masyarakat menurut Koenjaraningrat adalah masyarakat dalam
bahasa Inggris dipakai bahasa Society yang berasal dari kata
latin socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat berasal dari
akar kata Arab syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi.
Kata Arab masyarakat adalah mujtama. Masyarakat adalah
sekumpulan manusia saling bergaul atau berinteraksi.6
Masyarakat mencakup beberapa unsur, yaitu:7
a. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Di
dalam ilmu sosial tak ada ukuran mutlak atau angka pasti
untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada.
Akan tetapi, secara teoritis angka minimnya adalah dua
orang yang hidup bersama.
b. Bercampu untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari
manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati
seperti kursi, meja dan sebagainya. Dengan berkumpulnya
manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru.
5
Olha Panigoro, Persepsi Masyarakat Terhadap Kehidupan Generasi Muda. Jurusan Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosia, (SKRIPSI Universitas Negeri Gorontalo, 2013), 11
6
12
Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan
mengerti, mereka juga mempunyai keinginan-keinginan
untuk menyampaikan kesan-kesan atau
perasaan-perasaannya. Akibat dari hidup bersama itu, timbullah
sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok
tersebut.
c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem
kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena setiap
anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan
lainnya.
Dengan demikian, suatu masyarakat sebenarnya merupakan
sistem adaptif, karena masyarakat merupakan wadah untuk
memenuhi berbagai kepentingan dan dan tentunya juga untuk
dapat bertahan. Namun, disamping itu, masyarakat sendiri juga
mempunyai berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi agar
masyarakat itu dapat hidup terus.
F. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan dilaporkan dalam sistematika pembahasan
sebagai berikut:
13
Dalam bab ini peneliti memberikan gambaran tentang latar
belakang masalah yang akan di teliti. Selanjutya, peneliti
menentukan Fokus Penelitian atau Rumusan Masalah dan
menyertakan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Definisi Konseptual, dan Sistematika Pembahasan
BAB II : EKSISTENSI JAMU TRADISIONAL DALAM
PANDANGAN TEORI TINDAKAN MAX WEBER
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang
akan dilakukan. Serta peneliti memberikan gambaran
tentang kajian pustaka yang di arahkan pada penyajian
informasi terkait yang mendukung gambaran umum tema
penelitian, kajian pustaka harus digambarkan dengan jelas.
Disamping itu juga harus memperhatikan relevansi teori
yang akan digunakan dalam menganalisis masalah yang
akan dipergunakan guna adanya implementasi judul
penelitian “EKSISTENSI JAMU TRDISIONAL DI
TENGAH MASYARAKAT DESA BRAGUNG
KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN
SUMENEP DALAM PANDANGAN TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER”
14
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang
metode penelitian yang di gunakan secara jelas, yaitu
kegiatan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di
lapangan, yang memuat apa yang benar-benar peneliti
lakukan di lapangan.
BAB IV : EKSISTENSI JAMU TRADISIONAL DI TENGAH
MASYARAKAT DESA BRAGUNG KECAMATAN
GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP DALAM
PANDANGAN TEORI MAX WEBER
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang
data-data yang telah di analisis dan di sajikan. Selanjutnya
peneliti akan menganalisa dengan menggunakan
teori-teori yang relevan dengan tema penelitian. Peneliti juga
memberikan gambaran tentang data-data yang di peroleh,
baik data primer maupun data sekunder. Penyajian data
akan di buat secara tertulis dan juga di sertakan
gambar-gambar atau tabel yang mendukung data. Dan selanjutnya,
akan di lakukan analisa data dengan menggunakan teori
yang sesuai.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini, peneliti akan memberikan kesimpulan dari
15
menjadi hal terpenting pada bab penutup ini. Selain itu,
peneliti juga memberikan rekomendasi kepada para
pembaca laporan penelitian ini. Pada bab ini, menyertakan
BAB II
EKSISTENSI JAMU TRADISIONAL DALAM PANDANGAN TEORI
TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu perlu diacu dengan tujuan agar peneliti mampu
melihat letak penelitiannya dibandingkan dengan penelitian yang lainnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lainnya adalah pada objek
penelitian atau fokus penelitian atau sasaran penelitian yang tergambarkan
dalam rumusan masalah penelitian dan hasil penelitiannya, selengkapnya
dapat dilihat pada uraian dibawah ini:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nirmawati R. Abas, dengan
judul “PENGOBATAN TRADISIONAL (Studi Kasus Pada
Masyarakat di Kecamatan Suwawa Tengah Kabupaten Bone Bolango)”, Tahun 2015, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Gorontalo.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk lebih mengetahui
secara mendalam apa sebab-sebab masyarakat lebih memilih
pengobatan tradisional dari pada pengobatan medis dengan
adanya perkembangan teknologi dalam bidang ilmu medis pada
saat ini.
Tujuan dalam penelitian ini sama dengan tujuan penelitian yang
17
apa yang menyebabkan masyarakat lebih memilih pengobatan
tradisional ketimbang berobat ke dokter. Letak perbedaannya
terletak pada fokus dan tujuan tempat yang diteliti. Jika
penelitian ini fokus pada pengobatan tradisional, maka
penelitian saya fokus pada jamu tradisionalnya. Hal ini bisa
dilihat dari makna pengobatan tradisional dan jamu tradisional.
Yang mana pengobatan tradisional itu bisa mencakup
perdukunan, paranormal. Sedangkan jamu tradisional itu sendiri
adalah seperti jamu temulawak, kunyit, dll., yang mana
keduanya merupakan dua hal yang berbeda.
Sementara itu, tujuan tempat penelitian pun juga berbeda.
Tempat yang dituju dalam penelitian ini adalah Kecamatan
Suwawa Kabupaten Bone Balango. Berbeda jauh dari tempat
tujuan yang akan saya teliti, yaitu di Desa Bragung Kecamatan
Guluk-Guluk Kabupaten Sumenep.
Selain dari fokus penelitian dan tujuan tempat yang diteliti, juga
terdapat perbedaan rumusan masalah dalam penelitian ini
dengan rumusan masalah dalam penelitian yang akan saya
lakukan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah tentang
bagaimana pengobatan tradisional yang dilakukan oleh
masyarakat Suwawa. Sedangkan rumusan masalah dalam
18
Bragung tentang jamu tradisional dan bagaimana cara
masyarakat desa Bragung melestarikan jamu tradisional.
Namun, penelitian ini juga ada persamaan dalam penelitian
saya, yaitu sama-sama berbicara tentang hal-hal yang
menyebabkan masyarakat memilih menggunakan pengobatan
tradisional dari pada berobat ke dokter meskipun saat ini sudah
pengobatan modern sudah maju, sehingga hasil penelitiannya
pun akan ada sedikit persamaan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan jenis
penelitian kualitatif, dengan sampel “sebagian masyarakat dan
dukun yang tinggal di kecamatan Suwawa Tengah”. Data-data
yang di perlukan dalam penelitian ini di ambil melalui teknik
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keseluruhan data di
analisis secara deskriptif yang di lanjutkan dengan penjelasan
yang relevan dengan data yang diambil selama penelitian yang
diperoleh dari masyarakat yang berhubungan dengan
pengobatan tradisional.
Hasil dari penelitian ini yaitu, pengobatan tradisional tetap
bertahan sampai dengan sekarang di karenakan kebutuhan dari
masyarakat. Hal ini karena yang menggunakan pengobatan
tradisional ini pun tidak hanya masyarakat kalangan ekonomi
19
menengah sampai dengan kalangan atas datang berobat ke
dukun yang ada di Kecamatan Suwawa Tengah.
Selain itu faktor yang menyebabkan masyarakat lebih memilih
pengobatan tradisonal disebabkan oleh faktor ekonomi dan
kebiasaan masyarakat untuk melakukan pengobatan tradisional.
Selain faktor-faktor tersebut dalam penelitian ini juga di
temukan ada beberapa kalangan menengah keatas yang
menggunakan penggobatan tradisional, dan datang kedukun
dengan keluhan-keluhan yang bermacam-macam, ada juga
yang datang ke dukun meminta jimat agar masalah yang di
hadapi mereka diberi keringanan. Sebenarnya persepsi
pengobatan tradisional ini sudah mengalami pengertian lain
dimata beberapa masyarakat yang tak mempergunakan
pengobatan tradisional sesuai dengan fungsi untuk mengobati
penyakit.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Fiskawati Tahir, dengan judul
“PENGOBATAN TRADISIONAL (Studi Kasus Di Kelurahan
Pauwo, Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango)”, Tahun
2015, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Gorontalo.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola
pengobatan tradisional dan bagaimana kepercayaan masyarakat
20
ada sedikit persamaan dan perbedaan dengan rumusan masalah
yang saya teliti.
Perbedaan yang terletak dalam rumusan masalah dalam
penelitian ini dengan penelitian yang saya teliti yaitu, pertama,
membahas tentang pola atau cara dalam pengobatan
tradisioanal, seperti memberikan air minum yang sudah
dibacakan mantra. Kedua, kepercayaan masyarakat yang masih
memilih munggunakan cara pengobatan tradisional untuk
menyembuhkan penyakitnya.
Selain perbedaan dalam rumusan masalah, juga terdapat
perbedaan pada fokus dan tujuan tempat yang diteliti. Seperti
yang telah saya singgung dalam poin di atas, bahwa pengobatan
tradisional dan jamu tradisional memiliki makna yang berbeda,
hanya saja pengobatan tradisional dalam penelitian ini juga
membahas tentang tanaman-tanaman seperti kunyit, yang mana
kunyit tersebut juga termasuk dalam kategori jamu tradisional.
Tujuan tempat yang diteliti pun berbeda jauh. Jika tempat yang
dituju dalam penelitian ini adalah Kelurahan Pauwo Kecamatan
Kabila Kabupaten Bone Balango, maka tempat yang menjadi
objek penelitian saya adalah di Desa Bragung Kecamatan
Guluk-Guluk Kabupaten Sumenep.
Persamaan dalam penelitian ini dan penelitian saya adalah
21
dalam masyarakat dan faktor yang mendorong masyarakat
untuk tetap menggunakan pengobatan tradisional.
Metode penelitian yang digunakan adalah Kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Sumber data berasal dari informan
sebagai sumber primer yang berjumlah 30 orang yang tau pasti
tentang masalah yang diteliti. Analisis data adalah analisis
kualitatif dengan langkah mereduksi data, penyajian data dan
terakhir menarik kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini yaitu, terdapat pola pengobatan
tradisonal masyarakat di Kelurahan Pauwo yang berbeda-beda.
Ada yang pengobatan tradisional dengan ramuan-ramuan yang
di beri mantra oleh orang pintar atau dukun dan ada juga yang
membuat ramuan sendiri karena bahan-bahan ramuan tersebut
sudah ada pada rumah mereka sendiri seperti, jenis tanaman
obat Balunda, jenis tanaman obat Sangir, jenis tanaman obat
Mayana, jenis tanaman obat Kunyit. Walaupun berbeda- beda
mereka tetap percaya dengan pengobatan tradisional tersebut
sejak zaman dulu.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sekar Ageng Kartika, dengan
judul “EKSISTENSI JAMU CEKOK DI TENGAH
22
Tahun 2012, Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.
Perbedaan penelitian ini dan penelitian saya terletak pada fokus
yang diteliti dan juga tempat yang dituju. Dalam penelitian ini
fokus pembahasannya adalah eksistensi jamu cekok dalam
masyarakat dan tempat penelitiannya berada di Kampung
Dipowinatan, Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan,
Yogyakarta . Sedangkan penilitian yang saya lakukan fokus
pembahasannya adalah tentang pandangan masyarakat tentang
jamu tradisional dan tempat penelitian yang dituju berada di
Desa Bragung Kecamatan Guluk-Guluk Kabupaten Sumenep.
Selain itu, penelitian ini tentang jamu cekok yang mana jamu
cekok ini adalah hasil dari turun temurun nenek moyang dan
secara sadar masih digunakan oleh masyarakat kampong
Dipowintan tanpa adanya dukungan dari lembaga-lembaga
lainnya. Sedangkan penelitian yang akan saya lakukan adalah
tentang jamu tradisional secara umum yang menyangkut
seluruh jenis jamu, seperti kunyit, dan latar belakang adanya
jamu di desa Bragung bukan hasil dari turun temurun,
melainkan karena adanya kesadaran dari masyarakat desa
Bragung sendiri akan pentingnya mengkonsumsi jamu
tradisional, dan juga adanya dukungan dari lembaga Madrasah
23
Bragung berkembang dan menjadi salah satu pengobatan yang
ada di desa Bragung.
Namun, dikarenakan jamu cekok juga termasuk jamu
tradisional, maka penelitian ini dan penlitian saya
persamaannya adalah sama-sama membahas tentang jamu
tradisional di masyarakat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif
dengan sumber data utama yang terdiri dari pemilik warung
jamu cekok, pegawai warung jamu cekok dan konsumen jamu
cekok, sedangkan sumber data sekunder diperoleh melalui
dokumentasi dan studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data
yang digunakan: observasi, wawancara, dan dokumentasi,
sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling. Validitas data dalam penelitian ini menggunakan
triangulasi sumber, sedangkan analisis datanya menggunakan
beberapa tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jamu cekok Kulon
Kerkop masih mampu bertahan di tengah arus perubahan sosial.
Eksistensi jamu cekok di tengah arus perubahan sosial karena
ada faktor-faktor yang melatar belakanginya. Faktor- faktor
24
a. Faktor internal yang terdiri dari warisan leluhur, filsafat jawa,
adanya tujuan mulia untuk menolong.
b. Faktor eksternal yang terdiri dari adanya kepercayaan masyarakat
pada jamu cekok Kulon Kerkop, peran media cetak serta
elektronik, harga yang merakyat, gethok tular dan efek samping
jamu tidak sekeras obat kimia.
Eksistensi yang ditunjukkan oleh jamu cekok Kulon Kerkop
dilihat dari banyaknya pembeli setiap harinya dan ditunjukkan
dengan sering munculnya jamu cekok Kulon Kerkop di media
massa maupun elektronik. Adapun strategi pemilik warung jamu
cekok agar tetap eksis antara lain:
a. Mempertahankan keaslian bahan, cara pengolahan, cara penyajian,
dan bentuk afeksi terhadap sesama.
b. Walaupun mereka sungguh tradisional, namun hal itu mereka
gunakan untuk menjadi satu nilai tambah kualitas produk yang
langka dan spesial sehingga jamu cekok Kulon Kerkop dikenal
banyak kalangan baik secara nasional maupun internasional.
c. Lebih menjaga tujuan mulia untuk menolong orang lain
(rasionalitas afeksi) daripada keuntungan ekonomis dan
berkembangnya usaha tersebut.
Di lihat dari hasil persamaan dan perbedaan ketiga penelitian di
atas dengan penelitian yang akan dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
25
penelitian di atas, sama-sama membahas tentang bagaimana jamu atau
pengobatan tradisional di masyarakat. Selain itu, metode penelitian dari
ketiga skripsi tersebut, sama dengan metode penelitian yang akan saya
lakukan, yaitu dengan menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif.
Adapun perbedaaan yang sangat mencolok dari ketiga penelitian
tersebut dengan penelitian yang saya lakukan, bisa di lihat dari latar
belakang adanya pengobatan tradisional tersebut. Jika ketiga penelitian
tersebut berlatar belakang karena sudah ada dari dulu, dengan kata lain
warisan nenek moyang, maka penelitian yang saya lakukan bukan warisan
nenek moyang meskipun jamu tradisional memang sudah ada dari dulu.
Melainkan jamu tradisional yang ada di desa Bragung adalah karena
adanya kesadaran atau inisiatif dari salah satu warga desa Bragung untuk
mengenalkan akan pentingnya jamu tradisional untuk kesehatan dan
melastarikan jamu tradisional kepada masyarakat desa Bragung.
B. Eksistensi Jamu Tradisional di Desa
Tradisi pengobatan suatu masyarakat tidak terlepas dari kaitan
budaya setempat. Persepsi mengenai konsep sakit, sehat dan keragaman
jenis tumbuhan obat terbentuk melalui proses sosialisasi yang secara turun
temurun dipercaya dan diyakini kebenarannya. Persoalannya di sini adalah
bagaimana jamu tradisional itu masih tetap eksis di tengah pengobatan
26
Kata eksistensi berasal dari kata eks (keluar) dan sistensi, yang diturunkan dari kata kerja sisto (berdiri, menempatkan). Kata eksistensi
diartikan bahwa manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari
dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada. Menurut Loren Bagus,
eksistensi berasal dari kata existence yang berasal dari Bahasa Latin existere yang berarti muncul, ada, timbul, atau memiliki keberadaan
aktual. Existere sendiri berasal dari kata “ex” yang berarti keluar dan “sistere” yang berarti tampil atau muncul.1
Eksistensi dapat diartikan sesuatu yang menganggap keberadaan
manusia tidaklah statis tetapi senantiasa menjadi. Artinya manusia itu
selalu bergerak dari kemungkinan ke kenyataan. Proses ini berubah bila
kini menjadi suatu yang mungkin maka besok akan berubah menjadi
kenyataan karena, manusia itu memiliki kebebasan maka gerak
perkembangan ini semuanya berdasarkan pada manusia itu sendiri.
Bereksistensi berarti berani mengambil keputusan yang menentukan bagi
hidupnya. Konsekuensinya jika kita tidak bisa mengambil keputusan dan
tidak berani berbuat maka kita tidak bereksistensi dalam arti yang
sebenarnya.
Sedangkan jamu tradisional adalah obat yang bersifat herbal
dimana tidak mengandung bahan kimia dan berasal dari tanaman-tanaman
obat yang berkhasiat. Jamu tradisional menurut Ensiklopedi Indonesia
adalah ramuan obat yang diolah menurut tradisi, sudah dikenal secara
1
27
turun temurun, menggunakan bahan dasar dari hewan, tumbuhan, bahan
galian, ramuan yang disarikan dari bahan itu, campuran dari
bahan-bahan tersebut. Kata lain dari jamu tradisional adalah obat tradisional.
Pelayanan kesehatan tradisional didasarkan pada pengalaman dan
keterampilan yang didapat secara turun menurun. Pengobatan tradisional
dalam perkembangannya terbagi dua yaitu: ada yang bersifat tradisional
irasional dan tradisional rasional. Pengobatan tradisional rasional yang
dimaksud adalah pengobatan tradisional yang dapat diteliti secara ilmiah.2
Dewasa ini perkembangan jamu tradisional semakin meningkat,
dapat dilihat dari banyaknya program di televisi yang menayangkan akan
pentingnya jamu tradisional. Selain itu selalu ada ulasan mengenai
manfaat suatu tanaman untuk dijadikan obat dibeberapa media cetak. Jamu
tradisional banyak dikonsumsi dikarenakan minimnya efek samping dan
harganya yang cenderung lebih murah dibandingkan obat kimia.
Jamu adalah bagian tidak terpisahkan dari budaya bangsa, sejak
masa lalu, sampai masa kini, dan diharapkan dapat terus lestari di masa
depan. Kekayaan budaya jamu perlu terus dijaga menjadi milik Nusantara,
dan terus dikembangkan untuk mendunia.
Jamu tradisional adalah ramuan dari berbagai jenis bagian tanaman
yang mempunyai khasiat menyembuhkan berbagai macam penyakit yang
sudah dilakukan sejak zaman dahulu secara turun-menurun. Jamu
tradisional sendiri masih mempunyai beragam variasi dari senyawa,
2
28
mungkin terjadi dengan adanya interaksi antar senyawa yang mempunyai
pengaruh lebih kuat.
Menurut rumusan Pasal 1 Angka 16 UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan yang dimaksud dengan pengobatan tradisional adalah
pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
Jamu juga telah digambarkan sebaagai obat hemeopati. Tentu saja
ada kesamaan, keduanya adalah holistik dan nabati. Tetapi kesamaannya
berahir di sana, prinsip dasar homeopati yang pengenceran obatnya lebih
dari 99 bagian alkohol hampir tidak cocok dengan teknik pembuatan jamu
atau hukum islam pada alkohol. Jamu mencakup aturan yang mempesona
dari minuman, pil, kapsul dan bubuk yang dikatakan untuk penyembuhan
hampir setiap penyakit yang dikenal manusia. Jamu dapat digunakan
sendiri atau dalam hubungannya dengan teknik penyembuhan lain seperti
pijat. Keuntungannya adalah bahwa jika benar dalam mengelolanya, jamu
tidak memiliki efek samping dan menurut kebanyakan orang jawa, jamu
sangat efektif.3
Jamu memiliki empat fungsi dasar. Ini mengobati penyakit tertentu
(masalah yang beragam seperti batu ginjal, kanker serviks atau diare),
jamu terus mempertahankan kesehatan yang baik (melalui sirkulasi darah
3
29
dan meningkatkan metabolisme), jamu mengurangi sakit dan nyeri
(dengan mengurangi peradangan atau dengan membantu masalah
pencernaan), dan juga ditujukan untuk bagian tertentu tubuh yang tidak
bekerja dengan baik (seperti kurangnya kesuburan atau bau badan yang
tidak sedap). Kadang-kadang bisa bekerja multi-fungsional: misalnya,
jamu mungkin menjadi obat penguat yang umum, tetapi juga bertindak
sebagai antiseptik untuk mencegah infeksi perut.4
Adapun manfaat jamu tradisional, yaitu5:
1. Menjaga kebugaran tubuh
Berbagai jenis jamu memiliki fungsi untuk menjaga kebugaran
tubuh termasuk menjaga vitalitas, menghilangkan rasa tidak
enak di badan yang mengganggu kebugaran tubuh misalkan
lemah, letih, lesu, serta capek-capek.
2. Menjaga kecantikan
Jamu selain untuk menjaga kebugaran tubuh, beberapa jenis
jamu juga berfungsi menjaga dan meningkatkan kecantikan,
beberapa hal termasuk diantaranya menyuburkan rambut,
melembutkan kulit, memutihkan kulit, menghilangkan bau
badan serta bau mulut dan sebagainya.
3. Mencegah penyakit
Beberapa jenis jamu berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh
sehingga dapat mencegah gangguan-gangguan kesehatan
4
30
ringan, misalnya influenza, mabuk perjalanan, dan mencegah
cacat pada janin.
4. Mengobati penyakit
Manfaat jamu yang paling dikenal oleh masyarakat adalah
untuk mengobati penyakit. Sehubungan dengan mahalnya biaya
pengobatan, jamu mulai dilirik sebagai pengganti obat.
Berbagai jenis jamu mulai dipercaya untuk mengobati berbagai
jenis penyakit, misalnya asam urat, asma, batu ginjal, bronkitis,
demam berdarah, diabetes mellitus, disentri, eksem, hipertensi,
influenza, kanker, gangguan kolestrol, lepra, lever, luka,
malaria, muntaber, peradangan, rematik, TBC, tifus, tumor dan
usus buntu.
Jamu tradisional memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
jamu diantaranya adalah harganya relatif murah sehingga bisa terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat bahkan sebagian besar bahan-bahannya
tersedia di sekitar kita sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan
jamu, kandungan bahan kimia di dalam jamu formulasinya lebih ringan
dibandingkan dengan obat apotek sehingga jamu boleh dikonsumsi lebih
sering daripada obat-obatan apotek. Jamu boleh dikonsumsi lebih sering
daripada obat-obatan apotik tetapi, bukan berarti boleh dikonsumsi sesuka
hati atau dikonsumsi setiap hari dengan takaran yang tidak diperhitungkan.
Sedangkan kekurangan adalah efek yang didapatkan tidak akan
31
bukan jamu solusinya dan belum banyak penelitian tentang jamu termasuk
tentang segi keamanan jamu sehingga hal tersebut masih menjadi tanda
tanya besar bagi konsumen. Karena itu sebagian besar jamu belum
memiliki jaminan keamanan dari badan kesehatan negara dalam hal ini
depkes ataupun badan POM. Selain itu, penelitian tentang jamu belum
banyak dilakukan maka dosis tepat suatu sediaan jamu belum dapat
ditentukan secara tepat.
Eksistensi terkait erat dengan kesadaran manusia bahwa dalam
hidup di dunia ini manusia terhubung dengan manusia lain, manusia saling
tergantung dengan manusia lain. Eksistensi metode jamu tradisional atau
obat tradisional sangat ditentukan oleh masyarakat sebagai penggunanya.
Ia ada ketika masyarakat masih mempercayai, menggunakan, melestarikan
dan mempertahankannya.
Desa Bragung adalah salah satu contoh desa yang masyarakatnya
masih percaya pada jamu tradisional. Di desa Bragung mempunyai budaya
tersendiri dan masih menggunakan jamu tradisional, baik dari kalangan
atas maupun kalangan bawah bahkan masyarakatnya berupaya untuk tetap
mempertahankan kelestarian jamu tradisional. Walaupun pada dasarnya
mereka melakukan pengobatan kepada dokter. Menariknya, sebagian besar
masyarakat desa Bragung dari dulu masih mempercayai kemujaraban jamu
tradisional. Selain itu, masyarakat juga mengupayakan untuk tetap
melestarikan jamu tradisional. Bahkan untuk tetap ada dan bertahan, ada
32
melestarikan jamu tradisional tersebut. Lembaga tersebut adalah salah satu
sekolah atau madrasah yang ada di desa Bragung, yaitu Madrasah Aliyah
Raudlah Najiyah.
Pada mulanya, jamu tradisional ini di racik sendiri oleh salah satu
warga desa Bragung, yaitu ibu Supriyati. Dikarenakan banyaknya
permintaan jamu tradisioanal dan pasien yang terus-terusan datang, baik
itu dari warga desa Bragung sendiri maupun dari desa lain, maka ibu
Supriyati ini berinisiatif untuk mengembangkan dengan cara mengajarkan
kepada siswa Madrasah Aliyah Raudlah Najiyah tentang bagaimana
membuat jamu, yang pada saat itu lembaga Madrasah Aliyah ini masih
mengajarkan siswanya pemanfaatan tanaman obat tradisional tanpa
mengajarkan bagaimana cara meraciknya. Bukan hanya meracik jamu saja,
siswa Madrasah Aliyah ini juga diajari akupuntur, bekam, dll. Berharap
agar siswa Madrasaha Aliyah mampu membantu dan mempermudah
masyarakat desa Bragung yang membutuhkan pengobatan tradisional,
seperti jamu, akupuntur, dll.,tanpa harus ke rumah ibu Supriyati.
C. Teori Tindakan Sosial Max Weber
Teori yang di gunakan dalam penelitian ini masuk dalam
paradigma definisi sosial. Sebagaimana paradigma definisi sosial tidak
berangkat dari sudut pandang fakta sosial yang objektif, seperti
struktur-struktur makro dan pranata-pranata sosial yang ada dalam masyarakat.
Paradigma definisi sosial justru bertolak dari proses berfikir manusia itu
33
interaksi sosial, individu dilihat sebagai pelaku tindakan yang bebas tetapi
tetap bertanggung jawab. Artinya, di dalam bertindak atau berinteraksi,
individu tetap berada di bawah pengaruh bayang-bayang struktur sosial
dan pranata-pranata dalam masyarakat, tetapi fokus perhatian paradigma
ini tetap pada individu dengan tindakannya.
Menurut paradigma ini, proses-proses aksi dan interaksi yang
bersumber pada kemauan individu itulah yang menjadi pokok persoalan
dari paradigma ini. Paradigma ini memandang, bahwa hakikat dari realitas
sosial lebih bersifat subjektif di bandingkan objektif menyangkut
keinginan dan tindakan individual. Dengan kata lain, realita sosial itu lebih
di dasarkan kepada definisi subjektif dari pelaku-pelaku individual. Jadi
menurut paradigma ini, tindakan sosial menunjuk kepada struktur-struktur
sosial, tetapi sebaliknya, bahwa struktur sosial itu menunjuk pada agregat
definisi (makna tindakan) yang telah dilakukan oleh individu-individu
anggota masyarakat.6
Weber sebagai pengemuka exemplar dari pradigma ini
mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar
hubungan sosial. Inti tesisnya adalah “tindakan yang penuh arti” dari
individu. Yang dimaksudkannya dengan tindakan sosial itu adalah
tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti
subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain.
sebaliknya jika tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati atau
34
obyek fisik semata tanpa dihubungkannya dengan tindakan orang lain
bukan merupakan tindakan sosial.7
Bagi Weber ciri yang mencolok dari hubungan-hubungan sosial
adalah kenyataan bahwa hubungan-hubungan tersebut bermakna bagi
mereka yang mengambil bagian di dalamnya. Dia percaya bahwa komplek
hubungan-hubungan sosial yang menyusun sebuah masyarakat dapat
dimengerti hanya dengan mencapai sebuah pemahaman mengenai
segi-segi subjektif dari kegiatan-kegiatan antar pribadi dari para anggota
masyarakat itu.8 Oleh karena itu, melalui analisis atau berbagai macam
tindakan manusialah kita memperoleh pengetahuan mengenai ciri dan
keanekaragaman masyarakat-masyarakat manusia.
Sekilas tentang biografi Max Weber. Max Weber lahir di Erfurt,
Jerman, pada 21 April 1864, dalam suatu keluarga kelas menengah.
Perbedaan - perbedaan penting di antara keduanya mempunyai efek yang
mendalam baik kepada orientasi intelektualnya maupun perkembangan
psikologisnya. Ayahnya adalah seorang birokrat yang berhasil mencapai
posisi politis yang lumayan penting. Ayah Weber adalah seorang yang
menikmati kesenangan-kesenangan duniawi. Ibu Weber adalah calvinis
yang taat, seorang wanita yang berusaha menjalani kehidupan asketik yang
meninggalakn sebagian besar kesenangan yang digandrungi oleh
suaminya. Perhatian wanita itu lebih tertuju kepada dunia lain; dia gundah
7
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2014), 38.
8
35
dengan berbagai ketidak sempurnaan yang merupakan tanda-tanda bahwa
dia ditakdirkan untuk selamat.9
Max Weber dalam memahami makna tindakan seseorang,
berasumsi bahwa seseorang dalam bertindak tidak hanya sekedar
melaksanakan tetapi juga menempatkan diri dalam lingkungan berpikir
dan perilaku orang lain. Tindakan individu adalah suatu tindakan subjektif
yang merujuk pada suatu motif tujuan yang sebelumnya mengalami proses
intersubjektif berupa hubungan tatap muka antar person. Tindakan rasional
semacam itu adalah suatu tindakan yang bertujuan atas dasar rasional nilai
yang berlaku dan bersifat afektual, yaitu tindakan yang terkait dengan
kemampuan intelektual dan emosi, serta berdasar atas pemahaman makna
subjektif dari aktor itu sendiri.
Tindakan sosial yang dimaksudkan weber dapat berupa tindakan
yang nyata diarahkan kepada orang lain. Dapat berupa tindakan yang
bersifat membatin atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena
pengaruh positif dan situasi tertentu. Atau juga merupakan tindakan
perulangan dengan sengaja sebagai akibat daripengaruh situasi yang
serupa. Atau juga berupa persetujuan secara pasif dalam situasi tertentu.
Tindakan sosial murni di terapkan dalam situasi dengan suatu
pluralitas cara-cara dan tujuan-tujuan di mana si pelaku bebas memilih
cara-caranya secara murni untuk keperluan efesiensi.10
Adapun ciri-ciri tindakan sosial, yaitu11:
9
36
1. Tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandung makna yang
subyektif. Ini meliputi sebagai tindakan yang nyata.
2. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat
subyektif.
3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan
yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara
diam-diam.
4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa
individu.
5. Tindakan itu memperhatikan orang lain dan terarah kepada orang
orang lain itu.
Tindakan sosial dapat pula dibedakan dari sudut waktu sehingga
ada tindakan yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu, atau
waktu yang akan datang.dilihat dari sasarannya, maka yang menjadi
sasaran si aktor dapat berua individu atau sekumpulan orang. Dengan
membatasi suatu perbuatan sebagai suatu tindakan sosial, maka
perbuatan-perbuatan lainnya tidak termasuk ke dalam obyek penyelidikan sosiologi.
Tindakan sosial lebih dari pada sekedar kesamaan di antara tingkah
laku banyak orang (tingkah laku massa) walaupun tak perlu mengandung
kesadaran timbal balik karena satu orang bisa bertingkah laku dengan
sadar menuju orang lain tanpa yang lainnya itu sadar akan fakta ini. Tetapi
tindakan sosial memang menuntut bahwa sekurang-kurangnya satu peserta
37
memberi makna untuk tingkah lakuknya menurut pengalaman-pengalaman
subjektif orang lain, yaitu berkenaan dengan maksud-maksud atau
perasaan-perasaan orang lain.
Rasionalitas merupakan konsep dasar yang di gunakan Weber
dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Pembedaan pokok
yang di berikan adalah tindakan rasional dan non rasional. Tindakan
rasional berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa
tindakan itu di nyatakan.
Ada beberapa tipe-tipe rasionalitas, yaitu:12
1. Rasionalitas praktis
Orang yang mempraktikkan rasionalitas praktis menerima
realitas-realitas yang sudah ada dan hanya memikirkan
cara-cara yang paling bijaksana untuk menghadapi
kesulitan-kesulitan yang dihadirkannya. Tipe rasionalitas ini muncul
bersama terputusnya ikatan-ikatan magis primitif, dan ada
secara lintas peradaban dan lintas budaya, yakni tidak terbatas
pada Barat modern. Tipe rasionalitas ini berlawanan dengan
apapun yang mengancam akan melebihi rutinitas sehari-hari.
Rasionalitas praktis membawa orang untuk tidak mempercayai
segenap nilai-nilai yang tidak praktis.
2. Rasionalitas teoritis
12
38
Rasionalitas ini mencakup proses kognitif seperti deduksi logis,
induksi, pengaitan kausalitas, dan semacamnya. Tipe
rasionalitas ini mula-mula dicapai dalam sejarah oleh para ahli
sihir dan imam-imam ritualistik dan kemudian oleh para filsuf,
hakim, dan ilmuwan. Rasionalitas teoritis membawa aktor
melampaui realitas-realitas sehari-hari dalam usaha untuk
memahami dunia sebagai sesuatu yang berharga. Ia memuat
proses-proses kognitif, ia tidak harus mempengaruhi tindakan
yang diambil dan hanya secara tidak langsung ia berpotensi
untuk memperkenalkan pola-pola tindakan yang baru.
3. Rasionalitas substantif
Rasionalitas substantif melibatkan pemilihan alat-alat menuju
tujuan di dalam konteks suatu sistem nilai. Tipe rasionalitas ini
juga ada secara lintas peradaban dan lintas sejarah, apabila ada
rumusan-rumusan nilai yang konsisten.
4. Rasionalitas formal
Rasionalitas formal meliputi kalkulasi alat tujuan. Di
dalamrasionalitas praktis kalkulasi tersebut terjadi dengan
mengacu kepada kepentingan diri, di dalam rasionalitas formal
ia terjadi dengan mengacu kepada aturan-aturan,
hukum-hukum, dan pengaturan-pengaturan yang diterapkan secara
39
Hal ini menjelaskan bahwa teori tindakan Weber adalah berfokus
pada para individu, pola-pola dan regularitas-regularitas tindakan dan
bukan pada kolektivitas. Tindakan di dalam arti orientasi perilaku yang
dapat dipahami secara subjektif, ada hanya sebagai perilaku seorang atau
lebih manusia individual.13 Weber siap untuk mengakui bahwa untuk
maksud-maksud tertentu mungkin kita harus memperlakukan
kolektivitas-kolektivitas sebagai para individu. Tindakan pada ahirnya memperhatikan
para individu, bukan kolektivitas-kolektivitas.
Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial yang
mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat. keempat jenis
tindakan sosial itu adalah14:
1. Tindakan rasionalitas instrumental (Zwerk Rational)
Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan
seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang
berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat
yang dipergunakan untuk mencapainya. Contohnya : Seorang
siswa yang sering terlambat dikarenakan tidak memiliki alat
transportasi, akhirnya ia membeli sepeda motor agar ia datang
kesekolah lebih awal dan tidak terlambat. Tindakan ini telah
dipertimbangkan dengan matang agar ia mencapai tujuan
tertentu. Dengan perkataan lain menilai dan menentukan
13
40
tujuan itu dan bisa saja tindakan itu dijadikan sebagai cara
untuk mencapai tujuan lain.
2. Tindakan rasional nilai (Werk Rational)
Sedangkan tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa
alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan
yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam
hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut.
Contoh : perilaku beribadah atau seseorang mendahulukan
orang yang lebih tua ketika antri sembako. Artinya, tindakan
sosial ini telah dipertimbangkan terlebih dahulu karena
mendahulukan nilai-nilai sosial maupun nilai agama yang ia
miliki.
3. Tindakan afektif/Tindakan yang dipengaruhi emosi (Affectual
Action)
Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi
tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan
afektif sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi
emosional dari individu. Contohnya: hubungan kasih sayang
antara dua remaja yang sedang jatuh cinta atau sedang dimabuk
asmara.Tindakan ini biasanya terjadi atas rangsangan dari luar
yang bersifat otomatis sehingga bias berarti.
4. Tindakan tradisional/Tindakan karena kebiasaan (Traditional
41
Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku
tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang,
tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Tindakan pulang
kampong disaat lebaran atau Idul Fitri.
Max weber mengakui bahwa empat jenis tindakan sosial yang
diutarakan adalah merupakan tipe ideal dan jarang bisa ditemukan dalam
kenyataan. Meskipun Weber membedakan empat bentuk tindakan yang
khas ideal, dia sadar betul bahwa setiap tindakan tertentu biasanya memuat
kombinasi keempat tipe-tipe ideal tindakan.
Dari keempat tipe ideal tindakan sosial yang dikemukakan oleh
max weber, penelitian memilih untuk lebih fokus pada salah satu keempat
tipe ideal tersebut, yaitu “Tindakan Rasionalitas Instrumental”. Yang mana
tipe tindakan ini menganggap bahwa tindakan individu atau kelompok
bisa dikatakan tindakan jika dilakukan dengan sengaja, dan secara sadar.
Tindakan rasional ini tidak menyiratkan bahwa manusia selalu
bertindak rasional. Sejauh tingkah laku aktual mendekati tipe ide rasional
tingkah laku itu langsung dapat dimengerti (dan dengan adanya
pengetahuan tentang tujuan-tujuan dan sarana-sarana yang tersedia, dapat
diprediksi) tetapi tingkah laku aktual sangat sering menyimpang dari mode
rasional. Lagi pula sejauh mana tingkah laku manusia bersifat
rasional-tujuan berbeda-beda menurut jenis masyarakat yang bersangkutan.
Tipe tindakan ini terjadi pada masyarakat di Desa Bragung
42
menyadari untuk memilih berobat dengan jamu tradisional meskipun
pengobatan di sana sudah bisa dikatakan maju, terbukti dengan adanya
rumah sakit, puskesmas dan bidan. Namun, masyarakat lebih memilih
berobat menggunakan jamu tradisional jika itu berkaitan dengan
penyakit-penyakit yang kronis, seperti kencing batu, tumor, dll.
Masyarakat Desa Bragung lebih percaya pada jamu tradisional dari
pada obat kimia dalam urusan penyakit yang membahayakan. Hal ini
sudah dibuktikan berkali-kali oleh masyarakat sendiri. Dan memang benar,
jamu lebih mujarab ketimbang obat kimia meskipun penyembuhannya
tidak secara langsung dan cepat dari pada obat kimia. Selain itu, biaya
yang dikeluarkan lebih murah dari pada biaya ke rumah sakit dan efek
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada umumnya sebuah penelitian menggunakan dua model metode
penelitian, yaitu metode penelitian kualitatif dan metode penelitian
kuantitatif. Sedangkan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif (qualitative research). Metode penelitian
kualitatif sebagaimana yang diungkapkan Bogdan dan Taylor sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati1.
Dalam mengumpulkan, mengungkapkan berbagai masalah dan
tujuan yang hendak dicaapai, maka penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan studi analisis diskriptif. Nawawi dan Martini mendefinisikan
metode deskriptif sebagai metode yang melukiskan suatu keadaan objektif
atau peristiwa tertentu berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana mestinya yang kemudian diiringi dengan upaya pengambilan
kesimpulan umum berdasarkan fakta-fakta historis tertentu.2
Strauss dan Corbin dalam buku Basics of Qualitative Research
menyebutkan bahwa penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk
1
Lexy.J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), Edisi Revisi, 4
2
44
hitungan lainnya. Contohnya dapat berupa penelitian tentang kehidupan,
riwayat dan perilaku seseorang, disamping juga tentang peranan
organisasi, pergerakan sosial atau hubungan timbal balik.3
Adapun ciri-ciri pokok dari metode deskriptif adalah :
1. Memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat
penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang aktual.
2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah-masalah yang diselidiki
sebagimana adanya, diiringi interpretasi rasional.
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mendeskripsikan rumusan
masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimana jamu tradisional dalam
pandangan masyarakat dan bagaimana upaya masyarakat menjaga dan
melestarikan jamu tradisional agar mampu bersaing dengan pengobatan
modern, sehingga jamu tradisional masih tetap digunakan, dimanfaatkan,
dan dilestarikan, dimana itu terjadi di Desa Bragung Kecamatan
Guluk-Guluk Kabupaten Sumenep.
Maka dari itu, peneliti akan menggunakan pendekatan dengan
memakai teori tindakan sosial Max Weber, guna untuk menjawab rumusan
masalah yang sudah ada. Karena, teori tindakan ini memahami tentang
tindakan yang memiliki makna atau nilai.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah di Desa Bragung Kecamatan
Guluk-Guluk Kabupaten Sumenep Madura. Alasan memilih Desa ini,
3
45
dikarenakan di Desa ini masyarakat masih menggunakan jamu tradisional
dan masih percaya akan kemujaraban jamu tradisional dari pada obat-obat
kimia. Dan di Desa ini juga masih mengupayakan agar jamu tradisional
masis tetap eksis dan mampu bertahan dalam bersaing dengan pengobatan
modern. Karena di Desa ini lembaga yang mengelola hanya ada satu dan
masyarakat bertumpu pada satu lembaga untuk mendapatkan jamu dan
lembaga ini pula yang dijadikan masyarakat sebagai tempat pelesatarian
jamu tradisional, yaitu lembaga Madrasah Aliyah Raudlah Najiyah.
Sedangkan pengobatan modern, seperti rumah sakit, puskesmas desa,
bidan desa, sudah mulai berkembang. Tidak hanya itu saja, lembaga yang
mengelola tidak hanya menyediakan jamu saja, tapi juga menyediakan
tempat konsultasi dan pengobatan tradisional lainnya, seperti, akupuntur,
dll. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini di Desa
Bragung.
Waktu yang di laksanakan dalam proses penelitian ini adalah dua
bulan yaitu tanggal 5 April – 5 Juni 2017, dimana proses wawancara,
observasi dan dokumentasi dilakukan oleh peneliti. Karena data yang
dibutuhkan oleh peneliti dirasa sudah lebih dari cukup, dan pendaftaran
skripsi untuk gelombang ke dua sudah dibuka sampai dengan tanggal 22
Juni 2017, maka peneliti menyegerakan untuk mendaftarkan tulisan skripsi
46
C. Pemilihan Subyek Penelitian
Di dalam menentukan dan menemukan informan peneliti
menggunakan prosedur purposif sebagai strategi untuk menentukan
informan yang akan di teliti. Prosedur purposif merupakan salah satu
strategi menentukan informan yang paling umum di dalam penelitian
kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan
sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian.
Menurut Nasution dalam penelitian kualitatif yang dijadikan
sampel hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi. Sampel dapat
berupa hal peristiwa, manusia, situasi yang diobservasi. Saring sampel
dipilih secara “purposive” bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu.
Sering pula responden diminta untuk menunjuk orang lain yang dapat
memberikan informasi kemudian responden ini diminta pula menunjuk
orang lain dan seterusnya. Cara ini lazim disebut “snowball sampling”
yang dilakukan serial atau berurutan.
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi,
tetapi oleh Spradley dinamakan social situation atau situasi sosial yang
terdiri atas tiga elemen, yaitu tempat (palace), pelaku (aktor), ddan
aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut
dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin dipahami secara
lebih mendalam apa yang terjadi di dalamnya. 4
4
47
Berdasarkan paparan di atas, subjek penelitian ini adalah sumber
yang dapat memberikan informasi dipilih secara purposive bertalian
dengan purpuse atau tujuan tertentu. Subjek yang diteliti akan ditentukan
langsung oleh peneliti berkaitan dengan masalah dan tujuan peneliti.
Besarnya jumlah responden sudah ditentukan oleh peneliti sebelum
melakukan penelitian. Karena beberapa responden tersebut telah
memenuhi kriteria sebagai sumber data dan peneliti merasa cukup dengan
beberapa responden tersebut.
Sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:5
1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui
proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar
diketahui, tetapi juga dihayatinya
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau
terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti
3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai
informasi
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil
“kemasannya” sendiri
5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan
peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan
semacam guru atau narasumber
48
Dilihat dari hasil observasi pra penelitian, peniliti menyimpulkan
bahwa subjek penelitian ini adalah masyarakat yang mengkonsumsi, bidan
desa, puskesmas desa dan lembaga yang mendukung.
Table.1
5. Monique Martahlita Bidan Desa Bragung 35 Tahun
6. Naili Petani 50 Tahun
7. Hayati Petani 32 Tahun
D. Tahap-Tahap penelitian
Adapun tahap-tahap yang digunakan peneliti dalam melakukan
penelitian tentang eksistensi jamu tradisional di desa Bragung Kecamatan
Guluk-Guluk Kabupaten Sumenep adalah sebagai berikut:
1. Melihat fenomena
Melihat eksistensi jamu tradisional yang ada di tengah
masyarakat desa Bragung Kecamatan Guluk-Guluk Kabupaten