• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi dakwah bil lisan Nyai Hj. Naimah di Sumenep.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi dakwah bil lisan Nyai Hj. Naimah di Sumenep."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI DAKWAH BIL LISAN NYAI HJ. NAIMAH DI SUMENEP

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

SKRIPSI

Oleh :

Fahmy Arif Ardiansyah NIM.B71213042

PRODI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Fahmy Arif Ardiansyah (B71213042): “Strategi Dakwah Bil Lisan Nyai Hj.Naimah di Sumenep”. Skripsi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Jurusan Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kata kunci : Strategi Dakwah dan Dakwah Bil Lisan

Alasan peneliti mengambil subyek Nyai Hj. Naimah karena strategi dakwah yang digunakan untuk masyarakat memiliki keunikan dan ciri khas yang dimana subyek peneliti selalu mengangkat budaya Madura saat ceramahnya, sehingga membuat masyarakat Madura terutama Sumenep mengerti tentang kultur yang saat ini mulai ditenggelamkan oleh zaman yang modern, maka dari itu peneliti mengangkat strategi dakwah bil lisan yang digunakannya dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif untuk menjabarkan data-data yang telah diperoleh dari hasil interview, observasi maupun dokumentasi terhadap dakwah Nyai Hj. Naimah yang dilakukannya pada pengajian ibu-ibu tanggal 07 Mei 2016.

Serta penulis dapat menyimpulkan bahwa dakwah nyai Hj. Naimah memiliki keunikan tersendiri yaitu dakwahnya yang selalu kental dengan budaya Madura, sehingga itu menjadi sebuah nilai tambah tersendiri terhadap masyarakat untuk mengikuti kegiatan dakwahnya.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Konseptual ... 8

Strategi Dakwah Bil Lisan ... 8

F. Sistematika Pembahasan ... 10

BAB II : KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kajian Pustaka ... 12

Strategi Dakwah Bil Lisan ... 12

B. Kajian Teoritik ... 34

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 36

BAB III : METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 39

B. Subyek Penelitian ... 41

C. Jenis dan Sumber Data ... 42

(8)

E. Teknik Pengumpulan Data ... 49

F. Teknik Analisis Data ... 51

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 52

BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Setting Penelitian ... 56

1. Sumenep ... 56

2. Biografi Ny. Hj. Naimah ... 61

B. Penyajian Data ... 67

C. Analisis Data ... 76

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Islam adalah Agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada

seluruh umat manusia di muka bumi ini melalui utusan-Nya yaitu Nabi

Muhammad SAW. Agama Islam merupakan Agama tauhid yang di

dalamnya mengandung berbagai ajaran baik perikehidupan dan hubungan

manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan manusia, dan

hubungan manusia dengan makhluk lain. sejak itu pula terjadilah kegiatan

dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Dalam Islam, tindakan menyebarkan dan mengomunikasikan

pesan-pesan Islam merupakan esensi dakwah. Dakwah adalah istilah

teknis yang pada dasarnya dipahami sebagai upaya untuk mengimbau

orang lain kearah Islam.

Islam yang kita kenal adalah agama dakwah. Yaitu agama yang

menugaskan untuk menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat

manusia, sebagai rahmat bagi seluruh alam. Islam dapat menjamin

terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia, bilamana ajaran

Islam yang mencakup segenap aspek kehidupan itu dijadikan sebagai

pedoman hidup dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.

Usaha untuk menyebar luaskan Islam, dan untuk merealisasikan ajaran

(10)

2

dakwah, yang dalam keadaan bagaimanapun dan dimanapun harus

dilaksanakan oleh umat Islam.

Pada dasarnya setiap muslim dan muslimah mempunyai kewajiban

untuk berdakwah seperti dalam Al-Qur’an surah Ali Imron (3) ayat 104:

















Artinya“ Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebijakan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.(Q.S. Ali Imron (3): 104)1

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwasannya semua orang Islam

hendaklah menyeruhkan ajaran agama Islam tanpa terkecuali dari mulai

anak-anak hingga yang sudah berusia lanjut sekalipun.Dakwah merupakan

panggilan suci, karena sisi panggilan itu merupakan satu rangkaian kesatuan

pesan yang mengarahkan kepribadian manusia dalam melakukan hubungan

dengan Tuhan, alam dan lingkungan. Hubungan tersebut menjadi realita dalam

kehidupan manusia. Ketika rangkaian kesatuan pesan yang dimaksud

tersampaikan dengan jalan yang hikmah, arif dan bijaksana. Sebab

merumuskan ketentuan pesan dakwah tidak dapat ditempuh dengan satu arah.

Berbagai dimensi, ruang dan media dapat dijadikan komuditas dalam

menyampaikan dakwah secara umum.2

1

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya edisi revisi (Surabaya: Mahkota, 1989), h. 93. 2

(11)

3

Allah telah mengutus rasul-rasul-Nya di muka bumi untuk

menyelamatkan manusia dari jurang kebinasaan. Dan Allah telah memilih

Rasulullah Muhammad sebagai rasul terakhir sebagai utusanNya. Akan tetapi,

bukan berarti risalah Islam terputus. Risalah Islam tetap harus tersampaikan

kepada setiap orang.

Setelah Rasulullah wafat, risalah Islam tetap dilanjutkan oleh para

sahabatnya. Ketika sahabat Rasulullah pun wafat, risalah Islam masih

diteruskan oleh tabi’in dan tabi’intabi’in. Sampai sekarang, Risalah itu masih

berlanjut walaupun generasi-generasi terdahulu telah tiada, maka dilanjutkan

oleh generasi berikutnya. Saat ini, risalah Islam disebarkan oleh para dai yang

tersebar luas di atas bumi. Mereka berdakwah, mengajak manusia menuju

jalan keselamatan.

Dalam proses masuknya Islam di Madura, tidak ada data final yang

menyebutkan kapan, di mana, dari mana dan siapa yang pertama kali

membawa Islam ke Pulau Garam ini, tetapi fakta membuktikan bahwa

penduduk muslim di Madura mendominasi dari semua penduduk yang ada

saat ini. Realitas ini tidak mungkin tanpa adanya alasan tertentu yang

melatarbelakanginya. Dari fakta tersebut berkembang pesatnya Islam di

Madura ada simbiosis-mutualismenya dengan proses masuknya Islam yang

dibawa oleh orang-orang Islam ke Madura.

Jika dilihat dari beberapa sumber sejarah yang ada dan sampai saat ini

masih menjadi sumber sejarah yang terpercaya, bahwa Islam masuk ke

(12)

4

1330-an.3 Akan tetapi ada salah satu sumber lain yang menyebutkan bahwa Islam masuk ke Pulau Madura Timur sekitar tahun 1550-an pada masa

pemerintahan Pangeran Lor dan Pangeran Wetan yang dibawa oleh Sayyid

Ahmad Baidhawi.4

Banyak ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW yang

memerintahkan pemeluknya menghadapi dunia dan manusia ini dengan jalan

dakwah, karena Islam adalah agama yang aktif dan positif. Islam dan ajaran

yang dibawanya penuh dengan jihad, seluruh ajaran Islam pasti berpengaruh

kepada hal-hal yang positif, yaitu dengan senantiasa memerintahkan umatnya

untuk beramal, bertindak, giat, dan berjuang untuk kebaikan. Menjadi seorang

muslim berarti menjadi juru dakwah bila dan dimana saja, di segala bidang

dan ruang. Rasulullah SAW. Bersabda :

ةيآ ْولو يّنع اوغّلب

“Sampaikanlah dari padaku walaupun hanya satu ayat.”(HR. Al-Bukhori).5

Begitulah arti dari hadits Nabi SAW. yang memerintahkan umatnya

untuk berdakwah walaupun hanya satu ayat. Sepenggal hadits ini juga

menjelaskan bahwasanya “umat manusia hanya akan merasakan kenikmatan

hidup beragama jikalau mereka memenuhi atau merasakan udara seluruhnya

3

Iskandar Zulkarnain, dkk., Sejarah Sumenep (Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Sumenep, 2003), h.. 67.

4

Muhammad Syamsu As, Ulama Pembawa Islam di Nusantara dan Sekitarnya (Jakarta: Lentera, 1999), h.. 75-76.

5

(13)

5

dengan kegiatan berjuang, memenuhi usaha dan gerak, menjalankan amanat

dan kepercayaan suci ini dengan segala kesungguhan dan kepenuhan hati.6 Dakwah saat ini banyak diminati oleh semua kalangan, dikarenakan

banyaknya dai yang menggunakan berbagai metode tentang cara penyampaian

yang bervariasi, sehingga setiap dai memiliki peminat yang

bermacam-macam. Dakwah juga merupakan suatu sistem kegiatan dari seseorang

kelompok atau segolongan umat Islam sebagai aktualisasi imaniyah yang

dimanifestasikan dalam bentuk seruan, ajakan, panggilan, undangan, do’a

yang disampaikan dengan ikhlas dengan menggunakan metode, sistem, dan

bentuk tertentu, agar mampu menyentuh kalbu dan fitrah seseorang,

sekeluarga, sekelompok, massa dan masyarakat manusia, supaya dapat

memengaruhi tingkah laku untuk mencapai suatu tujuan tertentu.7

Sampai sekarang dakwah bil lisan (ceramah) masih menjadi salah

satu metode dakwah yang paling sering digunakan oleh para dai.2 Hal ini terbukti dari pemahaman sebagian besar orang tentang dakwah yang

identik kegiatan ceramah diatas mimbar, kegiatan ceramah dimajlis-majlis

dan masjid-masjid. Juga karena sebagian besar dai pemula berangkat dari

ceramah. Fenomena tentang ajang-ajang pencarian dai juga masih

menggunakan metode lisan atau ceramah.

Sekiranya perlu dimaknai lebih dalam lagi tentang kegiatan dakwah

bil lisan ini. Secara etimologi lisan berarti ucapan, dengan kata lain

dakwah bil lisan adalah dakwah yang menggunakan ucapan atau

6

Ibid., h. 22. 7

(14)

6

perkataan sebagai salah satu mediator penyampai pesan. Kustadi

Suhandang dalam bukunya“Ilmu Dakwah Prespektif Komunikasi” juga

menambahkan bahwa dakwah bil lisan dimaksudkan sebagai dakwah yang

disampaikan dengan menggunakan kata-kata atau ucapan lisan dalam

bahasa yang dipahami oleh mad’u nya dengan mudah. Cara demikian

bisa disampaikan dalam bentuk ceramah, khotbah, seminar, diskusi, dan

sebagainya.

Dakwah bil lisan adalah satu-satunya dakwah yang menuntut dai

atau penceramah untuk pandai dalam berorasi. Kemampuan ini harus pula

diimbangi dengan seni retorika yang baik. Karena tugas besar

penceramah adalah bagaimana penceramah dapat meyakinkan telinga, mata

dan hati serta pikiran mad’u agar mereka mau mengikuti dan mengamalkan

isi pesan dakwah yang disampaikan hanya dengan kekuatan komunikasi.

Bagaimanapun juga, dengan kemampuan komunikasi yang bagus seorang

dai atau penceramah dapat memberikan pengaruh yang besar bagi mad’u

untuk tergerak mengikuti apa yang menjadi isi pesan dakwah.

Dalam penelitian ini peneliti memilih Nyai Hj. Naimah sebagai

Subyek peneliti utama. Nyai Hj. Naimah adalah sosok daí yang berkecimpung

di dunia dakwah, ia lahir pada tahun 1965 di desa Gapura kabupaten

Sumenep, sejak ia berumur 14 tahun ia sudah memulai kegiatan dakwahnya

yang dimana dia mengisi dalam pengajian ibu-ibu. Dia juga memiliki pondok

pesantren yang bernama Al-Manfiq Gapura-Sumenep yang juga dijadikannya

(15)

7

Peneliti memilihnya, sebab ia memiliki ciri khas atau keunikan dalam

kegiatan dakwah yang dilaksanakannya yaitu selalu menghidupkan budaya

Madura kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat kembali mengenal

budaya-budaya Madura yang telah terlupakan seperti Bepa’ Bhebu’ guru ratoh

(Bapak Ibu Guru Ratu) yaitu menggambarkan siapa saja yang harus dihormati,

dengan gaya itulah masyarakat menyukai gaya ceramahnya yang sangat kental

dengan budaya Madura yang ia bawakan saat berdakwah.

Dalam kegiatan dakwahnya kepada masyarakat, Nyai Hj. Naimah

harus mempersiapkan strategi dakwah yang matang agar tidak membuat

mad’u bosan dengan apa yang disampaikannya, seperti pada saat kondisi

pengajian mulai ramai maka, dia mulai menanyakan “Lajhu dhaddia belling

capo’ ojhan ghi bok?” (mau jadi belling yang terkena hujan bu?) yang dimana

disini merupakan sindiran terhadap ibu-ibu yang dimaksudkan meskipun

berapa banyak ilmu yang diturunkan, namun tidak akan dapat meresap

kedalam batinnya, itulah yang membuat peneliti memilih Nyai Hj. Naimah

sebagai subyek penelitian.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana strategi dakwah bil lisan Nyai Hj. Naimah di Sumenep pada

pengajian rutinan ibu-ibu pada tanggal 7 Mei 2016?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan adanya rumusan masalah diatas yang dibuat oleh

(16)

8

dakwah Nyai Hj. Naimah pada acara pengajian rutinan ibu-ibu pada tanggal 7

Mei 2016.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan mampu membantu para

kader dai khususnya daerah Sumenep agar memiliki variasi dalam

menyampaikan dakwah kepada masyarakat dengan cara yang benar dan

santun sesuai dengan adat orang timur dalam menjaga tata karma dalam

berbicara kepada setiap orang.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat mengarahkan para dai

untuk tetap menjaga budaya yang ada di Indonesia, disebabkan saat ini

krisisnya peminat budaya didaerah sendiri terutama bagi para pemuda.

E. Definisi Konsep

Strategi Dakwah Bil Lisan

Strategi dakwah artinya siasat, taktik, yang merupakan seni dalam

menentukan rancangan bangunan sebuah perjuangan (pergerakan) dalam

melaksanakan dakwah.8

Menurut Asmuni Syukir strategi dakwah artinya siasat atau taktik,

yang dipergunakan dalam aktivitas dakwah yang mana di dalam

penggunaannya harus memperhatikan beberapa azaz-azaz dakwah

terlebih dahulu.9

Strategi dakwah membutuhkan penyesuaian yang tepat, yakni,

dengan memperkecil kelemahan dan ancaman serta memperbesar

8

Didin Hafinuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 71.

9

(17)

9

keunggulan dan peluang, karena strategi disusun untuk mencapai tujuan

tertentu. Artinya sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan

yang jelas serta dapat diukur keberhasilanya.

Dakwah bil lisan sering dikenal dengan istilah ceramah,

artinya dakwah yang dilakukan dengan menggunakan media mimbar.

Kebanyakan orang menganggap bahwa dakwah bil lisan atau

ceramah adalah suatu metode yang ada untuk menempuh keberhasilan

dakwah. Merupakan satu cara yang dilakukan dai dalam kegiatan

dakwahnya.

Pada umumnya, dakwah bil lisan akan diarahkan pada sebuah

public, lebih dari satu orang. Oleh sebab itu, metode ini juga sering

dikenal sebagai metode public speaking (berbicara didepan publik).

Sifat komunikasinya lebih banyak searah, dari dai kepada mad’u.7

Karena dilakukan dengan komunikasi satu arah, sehingga dalam

pelaksanaannya menggunakan kemampuan berkomunikasi yang baik

agar bisa mengajak dan mempengaruhi mad’u untuk mengikuti

seruan atau ajakan yang disampaikannya.

Meski demikian dakwah bil lisan sering kali dihadapkan pada

sebuah publik, namun tak selamanya mad’u yang dihadapi adalah

sebuah publik. Terkadang hanya sebagian orang atau bahkan satu

orang saja. Seperti dakwah bil lisan dalam bentuk nasehat,

(18)

10

perorangan atau lebih dari satu orang namun sangat jarang diberikan

pada sebuah publik atau orang-orang dalam jumlah yang banyak.

F. Sistematika Pembahasan

Adanya sistematika pemabahasan ini bertujuan agar susunan skripsi ini

menjadi lengkap dan sistematis. Dalam susunan skripsi ini terdiri dari lima

bab yang dipaparkan, diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, definisi konseptual, definisi teoritik, metode penelitian,

dan sistematika penelitian tentang strategi dakwah bil lisan Nyai Hj. Naimah.

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

Berisi tentang kerangka teori yang berhubungan dengan strategi yang

dilakukan Nyai Hj. Naimah pada pengajian ibu-ibu tanggal 07 Mei 2016,

selanjutnya peneltian terdahulu yang relevan sebagai acuan serta perbandingan

dengan penelitian yang sudah ada.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai pendekatan dan jenis

pendekatan yang digunakan, subyek penelitian, jenis dan sumber data,

tahap-tahap penelitian, terknik pengumpulan data, teknik analisa data, serta teknik

pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Berisi penjelasan peneliti tentang setting penelitian mengenai strategi

(19)

11

keunikan dakwah yang digunakannya dalam pengajian ibu-ibu tanggal 07 Mei

2016.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari susunan penelitianan skripsi ini

yang nantinya akan memuat kesimpulan dan saran tentang penelitian strategi

(20)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Kajian Pustaka

1. Strategi Dakwah Bil Lisan

Dakwah dalam artian luas merupakan segala sesuatu yang mengajak

manusia untuk berbuat ‘amr ma’ruf nahi munkar yang berarti mengajak

manusia untuk berbuat kebajikan dan mencegah kepada hal yang

munkar.Namun ketika kita tinjau secara etimologi dakwah yaitu

penyiaran; propaganda; 2 penyiaran agama di kalangan masyarakat dan

pengembangannya; seruan untuk memeluk, mempelajari, dan

mengamalkan ajaran agama.1

Dakwah sendiri telah banyak dilakukan oleh para wali dan ulama

sejak dulu dengan berbagai macam strategi layaknya para syuhada yang

berdakwah melalui perangnya melawan para kaum quraisy serta dakwah

wali songo yang memakai berbagai macam cara untuk mengajak

masyarakat pada kala itu untuk melakukan hal yang benar dan mencegah

dari hal-hal yang salah.

Didalam Al-Qur’an juga disebutkan beberapa ayat tentang dakwah

diantaranya:

1

(21)

13





















































Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran: 104)2





































































Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(QS. Ali Imran:110)3





























































Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An Nahl: 125)4

Beberapa azas dakwah yang harus diperhatikan di antaranya

2

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya edisi revisi (Surabaya: Mahkota, 1989), h. 93. 3

Ibid, h. 94. 4

(22)

14

sebagai berikut5:

a. Azas Filosofis.

Azas ini terutama membicarakan masalah yang erat

hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai

dalam proses atau dalam aktivitas dakwah.

b. Azas Kemampuan dan keahlian dai.

c. Azas Sosiologis.

Azas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan

dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya, politik,

pemerintah setempat, mayoritas agama di daerah setempat,

filosofis sasaran dakwah. Sosio-kultural sasaran dakwah dan

sebagainya.

d. Azas Psikologis.

Azas ini membahas masalah yang erat hubungannya

dengan kejiwaan manusia. Seorang dai adalah manusia,

begitupun saran dakwahnya yang memiliki karakter

(kejiwaan) yang unik yakni berbeda satu sama lainnya.

Apalagi masalah agama, yang merupakan masalah ideologi

atau kepercayaan (rakhaniah) tak luput dari masalah-masalah

psikologis sebagai asas (dasar) dakwahnya.

e. Azas Efektifitas dan Efisiensi.

Azas ini maksudnya adalah di dalam aktivitas dakwah

5

(23)

15

harus berusaha menyeimbangakan antara biaya, waktu

maupun tenaga yang dikeluarkannya dengan

pencapaiaan hasilnya, bahkan kalau bisa waktu, biaya dan

tenaga sedikit dapat memperoleh hasil yang semaksimal

mungkin. Dengan kata lain ekonomis biaya, tenaga dan

waktu, tapi dapat mencapai hasil yang semaksimal

mungkin atau setidak-tidaknya seimbang antara

keduanya.6

Dakwah bil lisan sering dikenal dengan istilah ceramah,

artinya dakwah yang dilakukan dengan menggunakan media

mimbar. Kebanyakan orang menganggap bahwa dakwah bil lisan

atau ceramah adalah suatu strategi yang ada untuk menempuh

keberhasilan dakwah. Merupakan satu cara yang dilakukan dai dalam

kegiatan dakwahnya.

Pada umumnya, dakwah bil lisan akan diarahkan pada sebuah

publik, lebih dari satu orang. Oleh sebab itu, strategi ini juga sering

dikenal sebagai strategi public speaking (berbicara didepan publik).

Sifat komunikasinya lebih banyak searah, dari dai kepada mad’u.7

Karena dilakukan dengan komunikasi satu arah, sehingga dalam

pelaksanaannya menggunakan kemampuan berkomunikasi yang baik

agar bisa mengajak dan mempengaruhi mad’u untuk mengikuti

seruan atau ajakan yang disampaikannya.

6

(24)

16

Meski demikian dakwah bil lisan sering kali dihadapkan pada

sebuah publik, namun tak selamanya mad’u yang dihadapi adalah

sebuah publik. Terkadang hanya sebagian orang atau bahkan satu

orang saja. Seperti dakwah bil lisan dalam bentuk nasehat,

pengajaran dan lain sebagainya. Umumnya nasehat diberikan kepada

perorangan atau lebih dari satu orang namun sangat jarang diberikan

pada sebuah publik atau orang-orang dalam jumlah yang banyak.

Sebelum membahas terlalu jauh tentang efektivitas dakwah

billisan perlu ditekankan sekali bahwa dalam kegiatan dakwah banyak

sekalicara atau jalan yang dapat ditempuh untuk menunjang

keberhasilan dakwah. Bil lisan atau ceramah menjadi satu bagian dari

strategi dakwah yang dapat ditempuh untuk kesuksesan dakwah.

Bahkan ceramah masih menjadi satu strategi yang masih banyak

diminati ditengah perkembangan komunikasi yang semakin kompleks.

Sebelum menginjak pembahasan terlalu jauh mengenai efektivitas

dakwah bil lisan atau strategi ceramah ini perlu diketahui rumusan

strategi sebagai berikut. Pertama, strategi hanyalah satu pelayan,

suatu alat atau jalan saja. Kedua, tidak ada strategi yang

seratus persen baik. Ketiga, strategi yang paling baik pun belum

menjamin hasil yang baik dan otomatis.Keempat, suatu strategi

yang baik bagi seorang da’i, tidaklah selalu sesuai dengan da’i yang

(25)

17

Hal ini bertujuan agar seorang da’i tidak hanya terpatok atau

fanatik terhadap satu strategi saja, apalagi terhadap satu strategi

yang disukai. Karena mad’u yang dihadapai selalu berbagai

macam warna dan karakteristik yang berbeda.Yang terpenting adalah

menggunakan strategi yang efektif dan efesien. Disamping itu,

pemilihan dan penggunaan strategi dakwah yang digunakan da’i

juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Karena

bagaimanapun dalam berdakwah, da’i tidak hanya terpatok pada satu

strategi saja, banyak strategi yang dapat digunakan dalam berdakwah,

tergantung pada beberapa hal misalnya tujuan, sasaran dakwah, situasi

dan kondisi, media dan fasilitas yang tersedia, kepribadian dan

kemampuan seorang da’i.7 Dengan artian, bahwa kegiatan dakwah yang dilakukan da’i, da’i sebenarnya dapat menggunakan beberap strategi lain

yangsekiranya dirasa lebih cocok untuk digunakan saat itu. Da’i dapat

menggunakan strategi lain yang, misalnya strategi bil hikmah

atau dengan pendidikan, strategi bil qalam, bil jidaal, bil Yad atau

strategi yang lainnya.

Dalam kegiatan dakwah, setiap da’i memiliki sudut pandang

masing-masing dalam menyampaikan pesan dakwahnya. Sudut pandang

ini yang dinamakan sebagai pendekatan yang dapat mempengaruhi

penentuan langkah selanjutnya. Pendekatan adalah langkah paling

awal. Segala persoalan bisa dipahami dan dimengerti dari sudut

7

(26)

18

pandang tertentu. Sebuah pendekatan melahirkan sebuah strategi,

yaitu semua cara untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Setiap

strategi menggunakan beberapa strategi.Jika strategi menunjukkan

beberapa kemungkinan hambatan dan kemudahan, strategi berusaha

memperkecil atau menghilangkan hambatan serta memperbesar

kemudahannya.8

Nilai etika dalam pendekatan menentukan nilai etika pada strategi

dan metode. Pendekatan yang beretika buruk akan membuat buruk

pula pada strategi dan metodenya. Begitu pula pendekatan yang

dinilai baik tentu membuat strategi dan metode juga baik. Pendekatan

adalah pemikiran dasar yang memuat nilai yang dimiliki manusia, Nilai

ini dihasilkan oleh pengetahuan dan pengalaman manusia. Selain itu nilai,

lingkungan juga ikut mempengaruhi pendakwah dalam menentukan suatu

pendekatan.2

Nilai etika dalam dakwah bil lisan juga terlihat pada makna

Tabsyir dan Tandzir. Tabsyir adalah menyampaikan kabar atau berita

yang menggembirakan, sedangkan Tandzir adalah menyampaikan

kabar atau berita yang isinya berupa ancaman atau peringatan.Etika

strategi dakwah ini juga untuk menarik perhatian para mad’u terutama

bagi mereka yang masih awam.

Sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Israa: 105









































8
(27)

19

Artinya: “Dan Kami turunkan (Al Quran) itu dengan sebenar-benarnya dan Al Quran itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.”9

Etikanya dalam berdakwah bila Tabsyir dan Tandzir beriringan,

dapat diartikan bahwa Tabsyir harus diutamakan dari Tandzir. Karena

Islam harus dihadirkan secara damai, dihadirkan sebagai berita gembira,

bukan diwujudkan sebagai ancaman. Hal ini senada dengan hakikat Islam

yang disampaikan sebagai agama yang mudah diamalkan serta penuh

hikmah dan manfaat. Tidak ada ajaran Islam yang sulit,

penganutnya sendiri yang menjadikan ajaran tersebut sulit untuk

diamalkan. Karena ajaran Islam tidak menimbulkan bahaya, baik bagi

individu maupun bagi masyarakat, semakin manusia mempelajari

ajaran Islam semakin banyak rasa kekaguman yang diperolehnya.

Tata Sukayat dalam bukunya “Quantum Dakwah” mengatakan

bahwa ushlub dakwah atau strategi dakwah dalam pandangan etika,

mengandung pengertian bahwa cara menyampaikan dakwah harus selalu

memperhatikan situasi dan kondisi (human oriented) objek dakwahnya.10 Berkenaan dengan pentingnya etika dakwah bil lisan ini, Yunan

Yusuf, seorang pakar Indonesia menyatakan bahwa betapapun

sempurnanya materi, lengkapnya bahan dan aktualnya isu-isu yang

disajikan dalam dakwah, tetapi bila disampaikan dengan

cara yang sembrono, tidak sistematis dan serampangan, akan

9

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya edisi revisi (Surabaya: Mahkota, 1989), h. 93. 10

(28)

20

menimbulkan kesan yang tidak menggembirakan. Sebaliknya,

walaupun materi kurang sempurna, bahan sederhana, dan isu-isu yang

disampaikan kurang aktual, namun disajikan dengan cara

yang menarik dan menggugah, maka akan menimbulkan kesan yang

mengembirakan.

Dengan demikian dakwah bil lisan (ceramah) yang dipandang

etik adalah dakwah yang bersifat aktual, faktual, dan kontekstual.

Aktual berarti dapat memecahkan masalah bernuansa kekinian (up to

date). Faktual, berarti dakwah dapat menjangkau problematika yang

nyata. Dan kontekstual berarti dakwahnya memiliki relevansi dan

signifikansi dengan problem yang dihadapi umat sesuai dengan situasi

dan dimensi waktunya.11

Karena dalam menempuh keberhasilan dakwah bil lisan juga

mengandalkan kemampuan da’i dalam mengolah dan memilih kata

yang tepat saat berceramah, maka penting bagi da’i mengetahui

penggunaan kata-kata yang tepat agar tidak menyinggung dan

sesuai sasaran. Mempertimbangkan patut tidak kiranya pesan yang

disampaikan. Dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan tuntunan yang

sangat baik dalam berkomunikasi, terlebih dalam hal ini adalah

komunikasi dalam kegiatan dakwah.

Berikut ini adalah beberapa kelebihan dan kelemahan dalam

11

(29)

21

strategi dakwah bil lisan12:

a. Kelebihan Strategi dakwah Bil Lisan (Ceramah)

Dakwah bil lisan (ceramah) memiliki beberapa keistimewaan

atau kelebihan, antara lain:

1) Dalam waktu relatif singkat dapat disampaikan bahan

(materi dakwah) sebanyak-banyaknya.

2) Memungkinkan da’i menggunakan pengalaman,

keistimewaan dan kebijaksanaannya sehingga mad’u

mudah tertarik dan menerima ajarannya.

3) Da’i lebih mudah menguasai seluruh mad’unya. Bila

diberikan dengan baik, dapat menstimulir mad’u untuk

mempelajari materi atau isi kandungan yang telah

disampaikan.

4) Biasanya dapat meningkatkan derajat atau status dan

popularitas da’i.

5) Strategi ceramah ini lebih fleksibel. Artinya mudah

disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta waktu yang

tersedia, jika waktu terbatas dan sedikit bahan materi

atau pesan dakwah dapat dipersingkat (dapat diambil

pokok-pokok materi). Dan sebaliknya disampaikan bahan

yang sebanyak-banyaknya dan lebih mendalam.

b. Kekurangan Strategi dakwah Bil Lisan (Ceramah)

12

(30)

22

Selain memiliki beberapa kelebihan, strategi ini juga memiliki

beberapa kekurangan, diantaranya adalah:

1) Dai sukar mengetahui pemahaman mad’u terhadap pesan

dakwah yang disampaikan.

2) Strategi ceramah lebih sering bersifat komunikasi satu

arah (one-way communication channel).

3) Sukar menjajaki pola berpikir mad’u dan pusat

pehatiannya. Da’i cenderung bersifat otoriter.

4) Apabila da’i tidak dapat menguasai keadaan dan kondisi

saat ceramah, biasanya ceramah akan sedikit

membosankan. Namun bila terlalu berlebihan teknis

dakwah, dikhawatirkan inti dan isi ceramah menjadi

kabur dan dangkal.

Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan strategi adalah ilmu

seni mengunakan sumber daya bangsa-bangsa untuk melaksanakan

kebijakan tertentu di peperangan, atau rencana yang cermat mengenai

kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.13

Menurut Asmuni Syukir Strategi dakwah artinya sebagai

siasat, taktik, atau maniuvers yang dipergunkan dalam aktivitas /

kegiatan dakwah.14

Menurut Halim, strategi ialah sebuah seni dalam menentukan

13

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, (Jakarta: Balai pustaka, 2005), h. 1092

14

(31)

23

rancangan untuk membangun sebuah perjuangan (pergerakan) yang dapat

dijadikan siasat yang biasanya yang lahir dari pemikiran penelitian,

pengamatan seseorang untuk mencapai tujuan.15

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini:

a. Strategi merupakan rencana tindakan (rangkaian dakwah)

termasuk penggunaan strategi dan pemanfaatan berbagai sember

daya atau kekuatan. Dengan demikian, strategi

merupakan proses penyusunan rencana kerja, belum sampai

pada tindakan.

b. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya,

arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah

pencapaian tujuan. Oleh sebab itu seblum mennetukan

strategi , perlu di rumuskan tuuan yang jelas serta dapat diukur

keberhasilannya.

Fungsi strategi dakwah baik secara mikro maupun makro ada dua,

yaitu:

a. Menyebarluaskan pesan-pesan dakwah yang berisi informative,

persuasif dan instruktif secara sistematik kepada sasaran untuk

memperoleh hasil optimal.

b. Menjembatani “Cultur Gap”, akibat kemudahan diperolehnya

dan kemudahan dioperasionalkannya media yang begitu ampuh,

yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai dan norma-norma

15

(32)

24

agama maupun budaya. Strategi dakwah yang dipergunakan di

dalam usaha dakwah harus memperhatikan beberapa Azas

Dakwah, agar proses dakwah dapat mengenai sasaran dan mudah

diterima oleh masyarakat objek dakwah.

Dalam kegiatan komunikasi Efendi mengartikan strategi sebagai

perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai

suatu tujuan. Ia tidak hanya berfungsi sebagai peta jalan yang harus

ditempuh, tetapi juga berisi taktik oprasionalnya. Ia harus didikung teori

karena teori merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman yang

sudah di uji kebenarannya. untuk strategi komunikasi tersebut, segala

sesuatunya harus memerhatikan komponen komunikasi dalam teori

Harold D. Lassell, yaitu Who Says What in Which Channel to Whom

with What Effect (komunikator, pasar, media, komunikan dan efek).

Selain membuat definisi, ia juga membuat strategi dakwah dalam

tiga bentuk, yaitu:

a. Strategi Sentimentil (al- manhaj al athifi)

b. Strategi Rasional (al-manhaj al-aqli)

c. Strategi Indriawi (al manhaj al-hissi)

Strategi Sentimentil (al-manhaj al athifi) adalah dakwah yang

memfokuskan aspek hati yang menggerekan perasaan dan batin mitra

dakwah. Memberi mitra dakwah nasihat yang mengesankan, memanggil

dengan kelembutan atau memberikan pelayanan yang memuaskan

(33)

25

Strategi-strategi ini sesuai untuk mitra dakwah yang terpinggirkan

(marginal) dan di anggap lemah, seperti kaum perempuan,

anak-anak, orang yang masih awam, para mualaf (imannya lemah) dan

sebagainya. Strategi sentimentil ini di terapkan Rasulullah saat

menghadapi kaum musyrik Mekkah.

Strategi Rasional (al-manhaj al aqli) adalah dakwah dengan

beberapa strategi yang memfokuskan pada aspek pikiran. Strategi ini

mendorong mitra dakwah untuk berpikir, merenungkan dan mengambil

pelajaran. Penggunaan hukum logika, diskusi atau penampilan contoh

dan bukti sejarah merupakan beberapa strategi dari strategi rasional.

Rasulullah mengguakan strategi ini untuk menghadapi

argumentasi para pemuka Yahudi. Mereka terkenal dengan

kecerdikannya. Saat ini kita menghadapi orang-orang terpelajar yang

ateis rasionalis.

Dalam kitab Al-Qur’an mendorong penggunaan strategi rasional

dengan beberapa terminologi antara lain:

a. Tafakkur, ialah menggunakan untuk mencapainya dan

memikirkannya.

b. Tadzakkur, ialah menghadirkan ilmu yang harus dipelihara

setelah dilupakan.

c. Nazhar, ialah mengarahkan hati untuk berkonsentrasi pada

objek yang sedang diperhatikan.

(34)

26

menemukan kebenaran dalam hatinya.

e. I’tibar, ialah bermakna perpindahan dari pengetahuan yang

sedang dipikirkan menuju pengetahuan yang lain.

f. Tadabbur, ialah suatu usaha memikirkan akibat-akibat

setiap masalah.

g. Istibshar, ialah mengungkap sesuatu atau menyikapnya, serta

memperlihatkan kepada pandangan hati.

Strategi Indriawi (al-manhaj al hissi) juga dapat dinamakan

sebagai strategi ilmiah. Ia di definisikan sebagai sistem dakwah atau

kumpulan strategi dakwah yang berorientasi pada pancaindra dan

berpegang teguh pada hasil penelitian dan percobaan rasulullah dahulu

mempraktekkan Islam sebagai perwujudan strategi indrawi yang

disaksikan oleh para sahabat. Para sahabat dapat menyaksikan mukjizar

Rasulullah SAW secara langsung. Seperti terbelahnya rembulan,

bahkan menyaksikan malaikat Jibril dalam bentuk manusia. Sekarang

kita menggunak Al-Qur’an untuk memeperkuat atau menolak hasil

penelitian Ilmiah. Pakar Tafsir menyebutnya dengan tafsir ilmi. Adnan

Oktar, penulis produktif dari Turki yang memakai nama pena Harun

Yahya menggunakan strategi ini dalam menyampaikan dakwahnya. M.

Quraish Shihab, pakar tafsir kenamaan dari Indonesia, juga sering

menggunakan hasil penemuan ilmiah saat menjelaskan ayat-ayat Al-

Qur’an.16

16

(35)

27

Kata yang sama tentang strategi adalah teknik maupun taktik. Teknik

adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka

mengimplementasikan suatu strategi. Untuk merealisasikan strategi

yang telah ditetapkan, kita memerlukan strategi. Strategi menunjuk

pada sebuah perencanaan untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan

strategi adalah cara yang digunakan untuk melakukan strategi , dalam

setiap penerapan strategi dibutuhkan beberapa teknik.17 Strategi tidak dapat dilepaskan dengan istilah taktik dan teknik.

Itulah sebabnya, maka tidak jarang pengertian dan penamaan beberapa

istilah tersebut campur aduk menjadi satu. untuk memudahkan

pemahaman, perlu kiranya disampaikan pengertian istilah-istilah

tersebut. Teknik berfungsi untuk memenangkan taktik, dan taktik

adalah untuk memenangkan strategi. jadi taktik sesungguhnya

merupakan pelaksanaan detail dari strategi, jadi bisa dikatakan bahwa

taktik adalah jabaran praktis dari sebuah strategi. disamping itu, strategi

biasanya berskala luas dan dalam kurung waktu yang cukup lama,

sementara taktik selalu sedemikian. oleh karena itu bisa saja terjadi

sama dalam strategi tetapi berbeda dalam taktik. hanya saja apapun

strategi dan taktik yang dipilih, keduanya harus bisa saling menunjang

dan melengkapi.18

Pengertian Taktik Dakwah, Taktik adalah gaya seseorang dalam

melaksanakan suatu teknik atau strategi tertentu. Taktik sifatnya

17

Hamza Tualeka ZN, Pengantar Ilmu Dakwah, (Surabaya: Alpha, 2005), h. 49 18

(36)

28

individual, masing-masing pendakwah memiliki taktik yang dalam

menggunakan teknik yang sama, setiap pendakwah yang menjalankan

kegiatan dakwah masing masing memiliki pendekatan, strategi, strategi,

teknik, dan taktik yang berbeda satu sama lain.

Perbedaan ini juga berlaku saat menghadapi mitra dakwah yang

berbeda. Dengan demikian keberhasilan dakwah lebih bersifat kasuistik.

Keberhasilan dakwah dengan suatu teknik belum tentu sukses dalam

dakwah yang lain. Taktik dakwah dapat menjadi identitas individu,

setiap orang cenderung pada taktik tertentu, meski taktik yang lain bisa

dilakukannya. Ada taktik dominan dalam diri kita, sehingga ini yang

sering muncul dari kita, baik disadari maupun tidak disadari, taktik

hampir bersama dengan karakter kita.

Setiap strategi membutuhkan beberapa strategi, maka setiap

strategi juga membutuhkan teknik. Teknik dalam strategi ceramah ini

digunakan untuk cara yang lebih spesifik dan operasional20 dalam pengaplikasian strategi ceramah, sehingga dapat memperkecil

kelemahan strategi ceramah dan memperbesar peluang keberhasilan

dakwah bil lisan. Kemudian untuk memperkecil kemungkinan hal-hal

yang tidak diinginkan terjadi dalam dakwah, da’i perlu mengetahui

teknik-teknik yang dapat memperkecil kelemahan ceramah.Berikut

adalah beberapa teknik yang terdapat dalam ceramah.

(37)

29

Suatu ceramah haruslah didahului dengan

persiapan-persiapan yang baik. Hanya orang yang tidak bijaksana

yang akan berceramah tanpa mengadakan persiapan. Makin

pandai mereka berceramah, semakin segan ia berceramah

tanpa melakukan persiapan terlebih dahulu.19 Terdapat dua tehnik utama dalam persiapan ceramah bagi da’i sebelum

ceramah di depan mad’unya. Pertama, persiapan mental

sebelum berdiri atau tampil untuk ceramah, kedua,

persiapan yang menyangkut isi ceramah. Jika persiapan

merasa kurang atau belum mantap hingga muncul rasa

cemas dan kurang percaya diri, hal ini dapat menimbulkan

kacaunya sikap dan mengganggu kelancaran penyampaian isi

ceramah, sekalipun isi ceramah sudah disiapkan dengan baik.

Begitu juga sebaliknya, biarpun mental telah dipersiapkan

dengan matang, namun bila isi ceramah tidak dipersiapkan

dengan baik, dakwah akan terlihat berantakan. Ali Aziz

dalam bukunya “Ilmu Dakwah” mengutip pemikiran

Jalaludin Rakhmat, bahwa terdapat persiapan yang

menyangkut isi ceramah dibagi menjadi tiga bagian. Jika

ceramah menggunakan teks (manuskrip), maka tehnik

penyusunan naskah ceramah adalah sebagai berikut:

19

(38)

30

1) Susunlah lebih dulu garis-garis besarnya dan

siapkan bahan-bahannya.

2) Tulislah manuskrip dengan bahasa seakan-akan

anda berbicara.

3) Gunakan gaya percakapan yang lebih informal dan

langsung.

4) Bacalah naskah itu berkali sambil membayangkan

pendengarnya.

5) Hafalkan sekadarnya sehingga Anda lebih sering

melihat pendengar.

6) Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga

spasi dan batas pinggir yang luas.20

Selanjutnya adalah ceramah bersifat menghafal

(memoriter), persiapan yang harus dilakukan selain

menyiapkan isi ceramah dengan sebaik-baiknya adalah

da’i harus menghafalkan kata demi kata. Jenis ini akan sangat

menguntungkan bila da’i memiliki daya ingat yang

sangat kuat, mental yang bagus dan cara

penyampaian yang baik. Namun bila kemampuan menghafal

dan mengingat kurang baik atau kurang persiapan mental,

maka bisa berakibat buruk pada da’i. Yang

terakhir dan cara yang dianggap lebih baik dari sebelumnya

20

(39)

31

yakni menggunakan catatan garis besar (ekstempore). Ini

adalah cara yang paling popular dan sering

digunakan oleh para ahli ceramah. Tidak perlu menyiapkan

kata demi kata apalagi menghafalkannya, yang perlu

dilakukan hanyalah menyiapkan garis besar atau inti

dari apa yang akan disampaikan yang dianggap

dapat mensistematiskan keseluruhan isi ceramah. Catatan

garis besar (outline) tetap diperlukan agar saat

menyampaikan ceramah da’i bisa fokus pada apa yang akan

disampaikan.

b. Strategi Penyampaian Ceramah

Dalam menyampaikan ceramah, diperlukan alat-alat

bantu, seperti audio visual, dapat pula dikembangkan cara

penyajian dengan induktif dan deduktif. Cara

induktif maksudnya cara menjelaskan suatu pesan dakwah

melalui berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus kearah

hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan cara

penyajian deduktif maksudnya cara menjelaskan materi

dakwah yang dimulai dengan tentang hal-hal yang bersifat

umum. Penyampaian ini sudah barang tentu harus

didasarkan pada alasan-alasan yang logis berdasarkan logika

sebab akibat, kronologis ataupun topikal, dan seterusnya.

(40)

32

Aziz mengemukakan bahwa strategi ceramah akan berhasil

dengan baik jika memperhatikan prinsip-prinsip berikut:

1) Menguasai bahasa yang akan disampaikan

sebaik-baiknya dengan menghubungkan situasi kehidupan

sekitar.

2) Menyesuaikan dengan kejiwaan, lingkungan

sosial dan budaya mad’u.

3) Suara dan bahasa diatur sebaik-baiknya, meliputi

ucapan, tempo, melodi ritme, dan dinamika.

4) Sikap dan cara berdiri, duduk dan bicara

simpatik.\ Mengadakan variasi dengan dialog dan

tanya jawab serta sedikit humor.21

Hal lainnya yang harus diperhatikan dan tak kalah penting adalah

da’i harus mampu menguraikan pesan dakwah dengan bahasa yang

mudah dimengerti dan menggugah mad’u untuk bertindak.

c. Strategi Pembukaan Dan Penutupan Ceramah

Pembukaan dan penutupan ceramah adalah bagian yang

sangat menentukan. Bila pembukaan ceramah harus dapat

mengantarkan pikiran dan menambahkan perhatian kepada

pokok pembicaraan, maka penutupan harus memfokuskan

pikiran kepada gagasan utama. Adapun teknik pembukaan

21

(41)

33

dan penutupan ceramah adalah menurut Jalaludin rakhmat:22

 Strategi Pembukaan Ceramah

1) Langsung menyebutkan topik ceramah.

2) Melukiskan latar belakang masalah.

3) Menghubungkan sesuatu yang berkaitan dengan

mad’u, seperti lokasi ceramah, peristiwa yang

sedang terjadi di masyarakat, sejarah masa lalu,

emosi mad’u dan lain sebagainya.

4) Menyatakan pujian kepada mad’u.

5) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan provokatif.

6) Menyatakan kutipan, baik dari kitab suci atau yang

lainnya.

7) Menceritakan pengalaman pribadi.

8) Mengisahkan kisah faktual ataupun fiktif.

9) Menyatakan teori dan memberikan humor.

 Strategi Penutupan Ceramah

1) Mengemukakan ikhtisar ceramah.

2) Menyatakan kembali gagasan dengan kalimat

yang singkat dan bahasa yang berbeda.

3) Mengakhiri klimaks.

4) Menyatakan kutipan sajak, kitab suci, pribahasa,

atau ucapan-ucapan para ahli.

22

(42)

34

5) Menceritakan contoh, yaitu ilustrasi dari pokok

inti materi yang disampaikan.

6) Menjelaskan maksud sebenarnya pribadi

pembicara. Membuat pernyataan-pernyataan yang

historis.25

Disamping ceramah yang bersifat umum, terdapat juga

ceramah yang bersifat baku atau khusus, seperti khutbah jum’at atau

khutbah hari raya. Bersifat baku artinya sudah ada ketentuan khusus

dari agama yang mengatur ketentuan tersebut, mulai dari pembukaan

hingga penutupan.

B. Kajian Teoretik

Dalam penelitian ini, peneliti memilih teori komunikasi persuasif

yaitu komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau memengaruhi

kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan

apa yang diharapkan oleh komunikator. Dalam hal ini komunikator dakwah

(da’i) hendaknya membekali diri mereka dengan teori-teori persuasif agar ia

dapat menjadi komunikator yang efektif. Persuasi bisa dipandang sebagai

sebuah cara belajar. Teori-teori belajar persuasi sejajar dengan model Stimulus

Respons yang memandang manusia sebagai suatu entitas pasif dari model

Stimulus Organisme Respons yang memandang belajar persuasif sebagai

suatu gabungan produk pesan yang diterima individu dan mengantarai

berbagai kekuatan didalam individu yang bertindak berdasarkan pesan-pesan

(43)

35

teori Stimulus Organisme Respons menemukan teori ini untuk keperluan

menghipotesiskan adanya kekuatan-kekuatan yang mengantarai organisme,

secara langsung dapat dihubungkan dengan stimuli dan respon luar sehingga

bisa membantu meramalkan perilaku.23

Dengan adanya komunikasi persuasif yang mengantarkan suatu

pesan dakwah kepada mad’u juga diperlukan suatu strategi untuk menunjang

suatu ceramah dan tentunya bisa diterima dengan mudah oleh mad’u, selain

juga dari faktor psikologis.

Komunikasi merupakan bagian dari salah satu tindakan

mempengaruhi yang dapat menggunakan cara persuasif. Maksud komunikasi

persuasif dalam rangka dakwah adalah komunikasi yang senantiasa

berorientasi pada segi-segi psikologis mad’u dalam rangka membangkitkan

kesadaran mereka untuk menerima dan melaksanakan ajaran Islam.

Kebudayaan atau cultuur (bahasa Belanda) = culture (bahasa

Inggris) = tsaqafah (bahasa Arab), berasal dari perkataan Latin” “Colore

yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan,

terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti

culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan

mengubah alam”. Dan ada juga yang mengatakan, kata cultural atau

kebudayaan, berasal dari bahasa sansakerta budhaya, yang merupakan bentuk

jamak dari kata budhi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat

diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal” namun ada pula yang

23

(44)

36

mengartikan kebudayaan sebagai bentuk jamak dari kata budi dan daya.

Pengertian ini berarti daya budi atau budi daya dari akal yang berupa cipta

rasa dan karsa24.

Disini berkaitan dengan teori yang peneliti gunakan yakni

teori komunikasi persuasif dan budaya pada kegiatan dakwah Nyai Hj.

Naimah yaitu strategi dakwah bil lisan, dimana Nyai Hj. Naimah selalu

menggunakan budaya Madura untuk mempengaruhi mad’u dalam

melaksanakan kegiatan dakwah agar masyarakat sumenep dapat

memahami dan mengikuti apa yang disampaikan.

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengumpulkan berbagai macam

skripsi yang terkait dengan penelitian ini khususnya penelitian pada Strategi

Dakwah yang pernah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya dan di arsip oleh

perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya. Diantara sekian banyak penelitian, ada

beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Strategi Dakwah Ustadz M. Musthofa Mubasyir oleh Mahasiswa Uin Sunan

Ampel Surabaya Yulia Pangestuti, NIM: B01211034, S1 – Komunikasi dan

Penyiaran Islam (KPI) Pada Tahun 2015 . Untuk mengidentifikasi

permasalahan tersebut secara mendalam dan menyuluruh peneliti

menggunakan metodologi kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data

yang digunakan peneliti adalah observasi dan wawancara.

24M. Abu Bakar Ryan Perkasa “

Pandangan Muhammadiyah Tentang Kebudayaan” Jurnal

(45)

37

2. Strategi Retorika Ustad Busiri Ramli dalam Tabligh dalam Jam‟iyah

Istighosah kalam adzim oleh mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya

Moch Syamsul Hadi, NIM: B01304050, S1 - Komunikasi dan Penyiaran

Islam (KPI) Pada Tahun 2009. Untuk mengidentifikasi permasalahan

tersebut secara mendalam peneliri menggunakan metodoligi kualitatif,

teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah obsevasi

partisipan, wawancara dan dokumentasi.

3. Dakwah Bil Lisan KH. Abdurrahman Syamsuri oleh mahasiswa UIN

Sunan Ampel Surabaya Fadllullah, NIM: B01210013. Dalam penelitian ini

peneliti langsung terjun ke lapangan dengan menggunakan strategi

penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi,

wawancara, dan dokumentasi.

NO NAMA & JUDUL SKRIPSI PERSAMAAN PERBEDAAN

1 Strategi Dakwah Ustadz M. Musthofa

Mubasyir

sama-sama

fokus meneliti

strategi dakwah

yang digunakan

Latar tempat yang

digunakan oleh

peneliti berbeda

2 Strategi Retorika Ustad Busiri Ramli

dalam Tabligh dalam Jam‟iyah

Istighosah kalam adzim

sama-sama

fokus meneliti

strategi dakwah

melalui bil lisan

Latar tempat

penelitian serta

acara yang diteliti

(46)

38

3 Dakwah Bil Lisan KH. Abdurrahman

Syamsuri

Sama-sama fokus

meneliti tentang

strategi dakwah

Bil Lisan

Subyek dan latar

tempat yang

digunakan dalam

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah seperangkat ilmu pengetahuan yang

digunakan untuk mengetahui langkah-langkah yang sistematis dan logis

tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu yang diolah,

dianalisis, dan disimpulkan yang kemudian dicari pemecahannya.1 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian “Strategi Dakwah Bil Lisan Nyai

Hj. Naimah di Sumenep” yaitu menggunakan metode penelitian kualitatif dan

pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan deskriptif yang dimana jenis

penelitian ini menggambarkan realitas sosial yang kompleks yang berada di

masyarakat.2 Alasan menggunakan metode ini yaitu untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang ada di masyarakat sesuai dengan

sudut pandang peneliti menggunakan kata-kata atau kalimat dalam

mendeskripsikan objek yang diteliti, sehingga nantinya menjadi data yang

lengkap sesuai dengan apa yang diinginkan.

Secara umum metode penelitian kualitatif yaitu mendeskripsikan,

menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta serta

sifat hubungan antara fenomena yang ada dan sedang diteliti untuk nantinya

akan menjadi sebuah data yang valid.3

1

Husain Ahmad, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Bumi Askara. 1995) h.81 2

Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian & Metode Penelitian Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 38.

3

(48)

40

Metode penelitian deskriptif memusatkan perhatiannya pada penemuan

faktafakta (fact Finding) sebagaimana keadaan sebenarnya. Menurut Hadari

Nawawi dan Hadari Martini: “Metode deskriptif dapat diartikan sebagai

prosedur pemilihan yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan

keadaan subjek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan apa yang tampak

atau sebagaimana adanya.”4

Untuk lebih memahami tentang metode penelitian kualitatif yang

digunakan oleh peneliti, maka dalam bab ini akan dijabarkan beberapa definisi

tentang metode penelitian kualitatif menurut beberapa ahli, diantaranya:

 Bogdan dan Taylor (1975)

Metode penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan

pada latar dan individu secara holistic (utuh), jadi dalam hal ini tidak

boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variable atau

hipotesis tetapi memandang sebagai dari satu keutuhan.

 Lexy J. Moleong

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur

analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara

kuantifikasi lainnya. Pengertian ini mempertentangkan penelitian

kualitatif dengan penelitian yang bernuansa kuantitatif yaitu dengan

4

(49)

41

menonjolkan bahwa usaha kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan

pada penelitian kualitatif.5

 Nasution

Menurut Nasution, penelitian kualitatif sering kali disebut

penelitian naturalistik. Disebut sebagai penelitian naturalistik karena

situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar, sebagaimana

adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau test

 Wardi Bachtiar

Metode penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang

langkah-langkah sistematis dan logis pencarian data yang berkenaan

dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan

dan selanjutnya dicarikan pemecahannya.6

 David William (1995)

Mendefinisikan penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada

suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan

dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah.7

B. Subyek Penelitian

Penelitian kualitatif, sasaran penelitian yang dianggap sebagai subyek

ditempatkan sebagai sumber informasi, yang dari sini peneliti belajar

mengenai apa yang diinginkan. Subjek penelitian ini adalah yang akan

dimintai keterangan atau orang yang akan diteliti. Jadi yang dimaksud di sini

5

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) h. 6. 6

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Dakwah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h 17 7

(50)

42

adalah Nyai Hj. Naimah selaku Pendakwah sedangkan Radio Nada fm

Sumenep menjadi media untuk menyampaikan dakwahnya. Lokasi ini terletak

sangat stretegis karena terletak di daerah kota yang dimana memperkuat sinyal

radio hingga ke berbagai belahan daerah yang ada disumenep, sehingga

peneliti sangat tertarik untuk meneliti dakwahnya terutama pada penyampaian

dakwahnya dalam siaran radio. Dalam penelitian ini, peneliti

mempertimbangkan letak geografis serta hemat dan prakteknya dalam

mempergunakan waktu, tenaga, dan biaya, sebab tempat tinggal dan juga

tempat penelitian tidak terlalu jauh, sehingga memudahkan peneliti untuk

menggali informasi lebih dalam.8

Selain itu beberapa alasan peneliti memilih Nyai Hj. Naimah sebagai subyek

penelitian adalah:

1. Nyai Hj. Naimah memiliki keunikan berdakwah dengan kultur

maduranya yang khas yang membuat ia disengani para pendengar

radio Nada Fm pada saatmelakukan tausyiahnya.

2. Nyai Hj. Naimah juga memakai beberapa metode dakwah dalam

melaksanakan dakwahnya, tidak hanya pada masyarakat, namun juga

kepada santri yang ia asuh di Pondok Pesantren Al-Manfiq Sumenep.

C. Jenis dan Sumber Data

Data adalah jamak dari kata “Datum” yang artinya informasi-informasi

atau keterangan tentang kenyataan atau realitas. Dengan demikian data

merupakan semua keterangan ataupun informasi terkait dengan penelitian

8

(51)

43

yang dilakukan. Jenis data dalam penelitian kualitatif ini dibagi menjadi tiga

bagian, yakni data kualitatif, data kasus dan data pengalaman individu.9

Data Kualitatif merupakan data yang diungkapkan dalam bentuk

kalimat serta uraian-uraian, bahkan dapat berupa cerita pendek. Data Kasus

menjelaskan tentang kasus-kasus namun tidak untuk mengeneralisasikan atau

menguji hipotesis tertentu. Data Pengalaman Individu yang dimaksud adalah

bahan keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu sebagai warga

masyarakat tertentu yang menjadi objek penelitian.10

a. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu jenis data primer dan jeni

Referensi

Dokumen terkait