• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum Islam terhadap praktk kurban nanggung utang di desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum Islam terhadap praktk kurban nanggung utang di desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK KURBAN

NANGGUNG UTANG DI DESA BRANGSI KECAMATAN

LAREN KABUPATEN LAMONGAN

SKRIPSI

Oleh Ayun Nafiana

C72213102

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari‘ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Kurban Nanggung Utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan adalah hasil penelitian lapangan (field research) yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan bagaimana praktik kurban nanggung utang yang terjadi di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik kurban nanggung utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.

Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara dan dokumentasi yang kemudian dianalisis menggunakan deskriptif kualitatif, dengan pola pikir induktf yaitu menggambarkan atau menjelaskan data-data yang telah diperoleh mengenai praktik kurban nanggung utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan secara jelas, kemudian dianalisis dengan hukum Islam untuk ditarik suatu kesimpulan.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa praktik kurban nanggung utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan adalah pelaksanaan kurban yang dilakukan oleh orang yang masih mempunyai tanggungan utang yang telah jatuh tempo. Dalam Islam, hukum berkurban adalah sunah muakadah bagi yang mampu, sedangkan utang merupakan sesuatu yang wajib untuk dilunasi, terlebih jika utang tersebut sudah jatuh tempo dan menunda-nunda pembayaran utang bagi orang yang sebenarnya mampu membayar adalah suatu kezaliman. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh memaksakan diri untuk berkurban hanya karena kebiasaan pada masyarakat yang menganggap bahwa berkurban merupakan suatu ibadah yang harus dikerjakan hingga menunda-nunda dan mengesampingkan kewajiban membayar utang yang telah jatuh tempo. Hukum kurban tersebut tetap sah meskipun orang yang berkurban masih mempunyai tanggungan utang karena kurban yang dilaksanakan tersebut telah memenuhi syarat dan hewan yang dikurbankan milik sah dari orang yang berkurban. Akan tetapi, jika hal ini dibiarkan terjadi terus menerus, maka akan menjadi suatu kebiasaan yang tidak baik, di mana kewajiban membayar utang disepelekan dan ibadah yang hukumnya sunah muakadah menjadi suatu perbuatan yang harus dikerjakan (mengakhirkan yang wajib dan mendahulukan yang sunah).

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 15

G. Definisi Operasional ... 16

H. Metode Penelitian ... 16

I. Sistematika Pembahasan... 22

BAB II KURBAN DAN UTANG PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM ... 25

A. Kurban ... 25

1. Pengertian Kurban ... 25

2. Hukum Berkurban ... 27

3. Waktu Pelaksanaan Kurban... 28

4. Syarat-syarat Kurban ... 29

(8)

B. Utang Piutang (Qar) ... 34

1. Pengertia Utang Piutang ... 34

2. Dasar Hukum Utang Piutang ... 35

3. Rukun dan Syarat Utang Piutang ... 37

4. Berakhirnya Utang Piutang ... 40

5. Adab-adab Utang Piutang dalam Islam ... 41

BAB III PRAKTIK KURBAN NANGGUNG UTANG DI DESA BRANGSI KECAMATAN LAREN KABUPATEN LAMONGAN ... 47

A. Gambaran Umum Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan ... 47

1. Letak Geografis ... 47

2. Keadaan Sosial Ekonomi ... 48

3. Keadaan Sosial Pendidikan ... 49

4. Keadaan Sosial Keagamaan ... 51

B. Praktik Kurban Nanggung Utang ... 51

1. Latar Belakang Utang Piutang ... 52

2. Latar Belakang Pengutamaan Kurban ... 54

3. Tanggapan Tokoh Agama dan Masyarakat Setempat Mengenai Pengutamaan Kurban ... 55

4. Praktik Kurban Bagi Orang yang Masih Memiliki Utang ... 57

5. Resiko dari Pelaksanaan Kurban Bagi Orang yang Masih Memiliki Utang ... 60

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KURBAN NANGGUNG UTANG DI DESA BRANGSI KECAMATAN LAREN KABUPATEN LAMONGAN ... 62

A. Analisis Praktik Kurban Nanggung Utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan ... 62

(9)

BAB V PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk Allah Swt. yang diciptakan sebagai

makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain.

Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu berinteraksi dengan yang lain,

saling tolong-menolong apabila di antara mereka ada yang mengalami

kesulitan dan saling bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup

masing-masing.

Setiap kegiatan yang manusia lakukan tersebut telah diatur dalam agama

Islam yang disebut dengan fikih muamalah. Adapun yang dimaksud dengan

fikih muamalah adalah aturan-aturan (hukum-hukum) Allah Swt. yang harus

diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan

manusia.1

Perkembangan jenis dan bentuk muamalah yang dilakukan oleh manusia

sejak dahulu sampai sekarang sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan

pengetahuan manusia itu sendiri yang esensinya adalah saling melakukan

interaksi sosial dalam upaya memenuhi kebutuhan masing-masing.2 Oleh

karena itu manusia diperbolehkan melakukan muamalah dengan bentuk yang

1 Abdul Rahman Ghazaly, et al., Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),

3.

(11)

2

beraneka ragam, Akan tetapi harus tetap berlandaskan dengan prinsip-prinsip

dan konsep yang diajarkan oleh syariat Islam.

Salah satu kegiatan yang termasuk dalam lingkup muamalah adalah

utang piutang. Utang piutang merupakan kegiatan yang tidak bisa dihindari

dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan kebutuhan setiap manusia

sangat beragam dan tidak semua orang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya

tersebut. Oleh karena itu seseorang mencari pinjaman atau berutang kepada

orang lain, baik utang itu berupa uang atau barang yang akan dibayar

gantinya pada waktu yang lain sesuai dengan ketentuan yang menjadi

kesepakatan bersama. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Albaqarah

ayat 245, yaitu:

                          

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak, dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.3

Utang piutang (qar) adalah pemberian harta kepada orang lain yang

dapat diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa

mengharapkan imbalan.4 Dalam pengertian lain, utang piutang adalah harta

yang diberikan pemberi utang (muqri) kepada penerima utang (muqtari)

3 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya (Bandung: Diponegoro, 2010), 39.

4 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001),

(12)

3

untuk kemudian dikembalikan kepada muqri seperti yang diterimanya,

ketika ia (muqtari) telah mampu membayarnya.5

Dalam mekanismenya, qar adalah pengalihan harta untuk sementara

waktu kepada pihak yang berutang, pihak yang menerima kepemilikan itu

diperbolehkan memanfaatkan harta yang diberikan tanpa harus membayar

imbalan dan dalam kurun waktu tertentu penerima harta tersebut wajib

mengembalikan harta yang diterimanya kepada pihak pemberi utang dengan

nilai yang sama.6

Pada konsep Islam, utang piutang merupakan akad (transaksi ekonomi)

yang mengandung nilai ta‘awūn (tolong-menolong). Memberikan pinjaman

merupakan perbuatan baik yang dapat membantu memberikan jalan keluar

bagi seseorang yang sedang mengalami kesulitan dan juga dapat membantu

memenuhi kebutuhan pengutang (muqtari). Sebagaimana telah disebutkan

dalam firman Allah Swt. dalam surah Almaidah ayat 2:

... 

















...

...dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...7

Seseorang yang memberikan pinjaman (muqri) pada orang lain tidak

dibolehkan mengambil keuntungan atau manfaat apapun dari yang diberi

pinjaman dan bagi seseorang yang telah mendapat pinjaman (muqtari) juga

mempunyai kewajiban untuk melunasi utangnya tanpa menunda-nunda jika

5 Achmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013), 273.

6 Helmi Karim, Fiqih Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), 37.

(13)

4

sudah mempunyai kemampuan untuk melunasinya. Dalam hadis Nabi saw.

dijelaskan bahwa:

ا ن ث د ح

م

د د س

:

ا ن ث د ح

د ب ع

ى ل ع أ ا

ن ع

ر م ع م

،

ن ع

ما َ

ن ب

ه ب ن م

ي خ أ

ب و

ن ب

ه ب ن م

:

ه ن أ

ع ْ

ا ب أ

ة ر ي ر

ي ض ر

لا

ع

ه ن

ل و ق ي

:

لا ق

ل و س ر

لا

ى ل ص

لا

ه ي ل ع

م ل س و

:

((

ل ط م

ن غ لا

م ل ظ

))

.

Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada

kami ‘Abdul A‘laa dari Ma‘mar dari Hammam bin Munabbih,

saudaranya Wahb bin Munabbih bahwa dia mendengar Abu Hurairah

radiallahu ‘anhu berkata: Nabi saw. bersabda: “Menunda pembayaran utang bagi orang kaya adalah kezaliman”. (H.R. Bukhari: 2225)8

Seperti halnya yang terjadi di Desa Brangsi Kecamatan Laren

Kabupaten Lamongan, praktik utang piutang tidak dapat dipisahkan dalam

keseharian sebagian masyarakatnya. Ada beberapa faktor yang

melatarbelakangi praktik utang piutang tersebut, yaitu terkendalanya biaya

untuk membeli bibit dan pupuk bagi sebagian petani, sebagian lagi

membutuhkan biaya atau modal untuk memulai usaha baru atau untuk

mengembangkan usahanya, dan juga untuk biaya hidup sehari-hari. Karena

adanya kebutuhan mendesak tersebut mengakibatkan seseorang mengambil

jalan pintas agar kebutuhannya segera terpenuhi yaitu dengan cara berutang

terlebih dahulu kepada seseorang yang dianggap mampu.

Islam mengajarkan agar umat manusia hidup saling tolong-menolong dan

peduli dengan sesama, diantaranya adalah dengan memberikan pinjaman

kepada seseorang yang sedang mengalami kesulitan. Hal tersebut merupakan

salah satu cara untuk senantiasa menjaga hubungan dengan sesama. Akan

tetapi manusia juga diharuskan untuk menjaga hubungan dengan Allah Swt.

(14)

5

yakni dengan cara selalu mendekatkan diri kepada-Nya, salah satunya adalah

dengan berkurban.

Berkurban ialah menyembelih hewan unta, sapi atau kambing pada Hari

Raya Iduladha dan pada tiga hari tasyrik sebagai bentuk mendekatkan diri

kepada Allah Swt.9 Berkurban merupakan suatu bentuk ungkapan rasa syukur

kepada Allah Swt. atas nikmat yang diberikan. Selain itu ibadah kurban juga

memiliki fungsi sosial, di mana dengan mendistribusikan daging kurban

kepada fakir miskin maka mereka akan ikut merasakan kebahagiaan di saat

Hari Raya Iduladha.

Demikian halnya dengan masyarakat Desa Brangsi yang mempunyai

perilaku atau kebiasaan baik ketika Hari Raya Iduladha tiba, di mana

sebagian besar dari masyarakatnya memiliki keinginan yang sangat kuat agar

bisa berkurban. Bagi mereka yang memiliki keterbatasan dana namun ingin

berkurban sapi, maka biasanya mereka akan berkurban dengan biaya urunan

atau patungan antara 5-7 orang untuk membeli seekor sapi yang dijadikan

sebagai hewan kurban. Apalagi bagi seseorang yang galangan usaha

(mempunyai usaha) yang sukses atau seseorang yang sudah memiliki

kehidupan yang baik, maka kurang pantas rasanya jika tidak melaksanakan

ibadah kurban (berkurban) di Hari Raya Iduladha.10

Hal ini merupakan perilaku yang baik karena ibadah kurban merupakan

salah satu amalan sunah yang utama dalam Islam dan hukumnya adalah

sunah muakadah atau sesuatu yang dianjurkan bagi seseorang yang dirasa

9

Ali Ghufron, Tuntunan Berkurban & Menyembelih Hewan (Jakarta: Amzah, 2011), 24.

(15)

6

telah memiliki kemampuan dan merdeka yang tujuannya adalah mendekatkan

diri dan mengharap rida dari Allah Swt. sebagaimana yang telah dijelaskan

dalam Alquran surah Alkautsar ayat 2 berikut:







 

Maka laksanakanlah shalat karena Tuhan-mu; dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).11

Kebiasaan masyarakat setempat untuk selalu ingin berkurban sudah

sangat melekat bahkan ada di antara masyarakatnya yang masih mempunyai

tanggungan utang Akan tetapi tetap ingin melaksanakan ibadah kurban

karena dirasa kurang lengkap ibadahnya jika Hari Raya Iduladha tidak

berkurban.12 Padahal seseorang tersebut disunahkan berkurban apabila ia

mampu dan bagi orang yang tidak mampu tidak disunahkan berkurban serta

tidak harus memaksakan diri apabila hal tersebut justru akan memberatkan.13

Seseorang yang dikatakan mampu berkurban adalah jika ia memiliki sejumlah

uang yang dapat digunakan untuk membeli hewan kurban, di mana uang

tersebut tidak ia butuhkan dan tidak dibutuhkan oleh orang-orang yang

berada dalam tanggung jawabnya pada Hari Raya Iduladha dan tiga hari

tasyrik.14

Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam praktik utang piutang di

Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan. Seseorang tersebut

mengesampingkan kewajibannya untuk membayar utang agar dapat

11 Departemen Agama RI, Al-Quran dan..., 602.

12 Hanis, Wawancara, Lamongan, 6 Oktober 2016.

13 Ali Ghufron, Tuntunan Berkurban..., 57.

(16)

7

melaksanakan ibadah kurban di Hari Raya Iduladha. Dalam praktiknya, utang

piutang dilaksanakan pada rasa saling percaya saja tanpa dibuatkan perjanjian

hitam di atas putih. Hal ini membuat orang yang berutang (muqtari) lalai

dan menunda-nunda pembayaran utangnya. Padahal dalam kesepakatan awal

muqtari seharusnya mengembalikan utang tersebut dengan mengangsur

setiap bulannya atau ketika masa panen tiba.15

Pemberi utang (muqri) telah mengingatkan kepada muqtari untuk

segera melunasi utangnya karena sudah jatuh tempo. Akan tetapi, muqtari

menyatakan jika dia masih belum punya uang lebih untuk membayar

utangnya. Muqtari selalu menunda pembayaran utang dengan dalih belum

punya uang, padahal jika dilihat secara kasat mata muqtari memiliki

kemampuan untuk membayar utang kepada muqri. Hal ini dapat diketahui

karena muqtari mampu membeli seekor kambing atau sapi untuk

dikurbankan pada Hari Raya Iduladha meskipun sapi tersebut dibeli dengan

uang urunan. Di sini terlihat bahwa muqtari tidak mempunyai iktikad baik

untuk membayar utang dan lebih mementingkan melaksanakan ibadah kurban

daripada melunasi utangnya tersebut.

Lalu bagaimana hukum Islam memandang persoalan yang terjadi pada

sebagian masyarakat di Desa Brangsi yang lebih mengutamakan berkurban

daripada mendahulukan kewajibannya untuk membayar utang tersebut. Oleh

karena itu penulis ingin mengangkat dan meneliti sebagai karya ilmiah dalam

(17)

8

bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Kurban

Nanggung Utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang

dapat peneliti identifikasi dalam penulisan penelitian ini, di antaranya:

1. Praktik kurban di Desa Brangsi.

2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi utang piutang.

3. Faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat setempat lebih

mengutamakan melakukan ibadah kurban di Hari Raya Iduladha daripada

membayar utang.

4. Resiko dari praktik kurban bagi orang yang masih mempunyai

tanggungan utang.

5. Adanya pelanggaran pemenuhan kewajiban oleh muqtari yang tidak

sesuai dengan konsep Islam.

6. Praktik kurban nanggung utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren

Kabupaten Lamongan.

7. Tinjauan hukum Islam mengenai praktik kurban nanggung utang di Desa

Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.

Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, perlu diperjelas mengenai

(18)

9

penelitian ini agar dapat terarah pembahasannya. Oleh karena itu penulis

membatasi permasalahan yang akan dibahas, yakni:

1. Praktik kurban nanggung utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren

Kabupaten Lamongan.

2. Tinjauan hukum Islam terhadap praktik kurban nanggung utang di Desa

Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat

diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik kurban nanggung utang di Desa Brangsi Kecamatan

Laren Kabupaten Lamongan?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik kurban nanggung

utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian penelitian yang telah ada.16

16 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi (Surabaya:

(19)

10

Setelah peneliti melakukan kajian pustaka, peneliti menjumpai hasil

penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang juga melakukan

penelitian mengenai utang piutang, di antaranya:

1. Penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Utang Piutang

untuk Tanam Jagung di Desa Purwotengah Papar Kediri” oleh Fadli

Maghfur pada tahun 2010.

Penelitian ini membahas tentang praktik utang piutang yang

dilakukan oleh petani kepada tengkulak (kreditur) di Desa Purwotengah

untuk modal tanam jagung dengan syarat hasil panen tersebut dijual

kepada tengkulak dengan harga di bawah harga pasar dan membayar

beban tambahan setiap bulannya. Hal ini tidak dilarang karena ada asas

saling memberikan manfaat. Ketika petani mengalami gagal panen maka

tengkulak (kreditur) akan memberikan kelonggaran kepada petani dengan

menunda pelunasan utangnya sampai masa panen berikutnya, akan tetapi

petani tetap harus membayar beban bunga tiap bulannya. Hal ini

bertentangan dengan hukum Islam, karena Islam telah menganjurkan

untuk menyedekahkan sebagian atau seluruhnya jika pengutang sedang

mengalami kesulitan untuk membayar, bukan malah menambah beban

setiap bulannya, sedangkan pihak tengkulak selalu mendapatkan

(20)

11

keuntungan dari tambahan pembayaran utang yang dibebankan setiap

bulannya. 17

2. Penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Pinjam

Meminjam Uang di Desa Nglorog Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen”

oleh Adi Wibowo pada Tahun 2013.

Praktik utang piutang yang dilakukan oleh masyarakat Desa Nglorog

adalah utang piutang dengan tambahan atau bunga. Masyarakat mendapat

kemudahan dalam menutupi kebutuhan hidupnya meskipun terdapat

tambahan dalam pengembalian utangnya tersebut. Praktik utang piutang

dengan adanya tambahan ini diperbolehkan karena tidak mengandung

unsur zalim dan keduanya saling diuntungkan meskipun secara normatif

riba dilarang, akan tetapi semua kelebihan tersebut dipergunakan untuk

kelancaran kreditur dalam menyetorkan ke pihak Bank, kreditur juga

memakai jaminan miliknya sehingga kreditur berhak atas keuntungan dari

jaminan tersebut dan dalam pinjaman ini tidak bersifat eksploitasi.18

3. Penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Tambahan

Pembayaran dalam Utang Konsumtif pada Arisan Kurban di Desa

Tanjungan Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik” oleh Lilik Zainiyah

pada tahun 2014.

17 Fadli Maghfur, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Utang Piutang untuk Tanam Jagung di Desa

Purwotengah Papar Kediri” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010), iii.

18 Adi Wibowo, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Pinjam Meminjam Uang di Desa

Nglorog Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen” (Skripsi--UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,

(21)

12

Penelitian ini membahas tentang arisan kurban yang diadakan oleh

warga Desa Tanjungan Driyorejo dengan setoran uang arisan per orang

sebesar Rp 75.000,- per 2 minggu. Arisan diundi 1 bulan sebelum Hari

Raya Iduladha dan atas kesepakatan bersama arisan ini tidak boleh

diambil dalam bentuk uang. Akan tetapi jika ada anggota yang

memerlukan uang karena memiliki kebutuhan yang mendadak maka dapat

berutang, sehingga dana arisan tersebut dapat digunakan sebagai solusi

untuk mengatasinya. Akan tetapi uang yang dipinjam tersebut tidak

sepenuhnya diterima sesuai dengan jumlah uang yang dipinjam. Uang

tersebut dipotong sebesar 3% dari jumlah pokok yang akan dipinjam. Di

samping itu, uang yang dipinjam harus dikembalikan dengan memberikan

tambahan sebesar 5% dari jumlah uang pokok yang dipinjamnya dengan

jangka waktu pengembalian antara 2-3 bulan dengan semampunya

pengutang dan dapat pula dicicil setiap minggunya. Praktik utang piutang

ini diperbolehkan karena tidak mengandung unsur zalim dan kedua belah

pihak saling diuntungkan serta tambahan yang terdapat dalam utang

piutang tersebut merupakan tambahan yang boleh diambil karena tidak

menimbulkan keterpurukan dalam kehidupan ekonomi pengutang.19

4. Penelitian yang berjudul “Analisis Hukum Islam terhadap Praktik Utang

Piutang Hewan Ternak sebagai Modal Pengelola Sawah di Desa Ragang

19 Lilik Zainiyah, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Tambahan Pembayaran dalam Utang

Konsumtif pada Arisan Kurban di Desa Tanjungan Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik”

(22)

13

Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan” oleh Rista Dewi pada tahun

2014.

Penelitian ini membahas tentang praktik utang piutang yang

dilakukan oleh para petani yang membutuhkan modal untuk mengelola

sawahnya yaitu dengan cara meminjam seekor sapi untuk dijual dan

dijadikan modal. Apabila pada waktu itu sapi tersebut terjual dengan

harga Rp 6.000.000,- maka harus dikembalikan dengan nominal uang

sejumlah Rp 10.000.000,- dan muqri memberikan waktu pengembalian

mulai dari peminjaman sampai waktu panen padi yakni 4 bulan. Hal ini

dilakukan karena masyarakat beranggapan bahwa tambahan semacam ini

merupakan keuntungan dari hasil sapi tersebut, sehingga jika sapi itu

dipelihara selama 4 bulan tidak menutup kemungkinan harga sapi bisa

mencapai Rp 10.000.000,-. Hal tersebut dilarang dalam hukum Islam

karena utang piutang harus dibayarkan dengan sepadan atau tanpa

tambahan dalam pengembaliannya.20

5. Penelitian yang berjudul “Analisis Hukum Islam terhadap Penyitaan

Barang Akibat Utang Piutang yang Tidak Dituliskan di Desa Beran

Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi” oleh Lucky Dian Purnama pada

tahun 2015.

Penelitian ini membahas tentang praktik penyitaan barang yang

dilakukan oleh pihak muqri karena pihak muqtari menunda-nunda

20 Rista Dewi, “Analisis Hukum Islam terhadap Praktik Utang Piutang Hewan Ternak sebagai

(23)

14

pembayaran utang dengan alasan belum mempunyai uang dan gagal panen

padahal jika dilihat secara perekonomian pihak muqtari sudah mampu

untuk membayar utangnya. Pihak muqri juga telah memberikan

tambahan waktu pelunasan utang tetapi muqtari tetap belum

melunasinya. Oleh karena itu muqri melakukan tindakan penyitaan

barang sebagai jaminan teguran supaya muqtari segera melunasi

utangnya. Praktik penyitaan barang akibat utang piutang yang tidak

dituliskan tersebut sah menurut hukum Islam, karena pihak muqtari telah

melakukan wan-prestasi terhadap akad yang telah disepakati yaitu dengan

melakukan penundaan pembayaran utang di mana pihak muqtariḍ tersebut

sudah mampu untuk membayar. 21

Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan antara penelitian yang akan peneliti teliti dengan penelitian

terdahulu yakni tidak ada satupun skripsi-skripsi tersebut yang membahas

tentang penundaan pembayaran utang karena mendahulukan

melaksanakan ibadah kurban dan dalam utang piutang tersebut tidak ada

tambahan dalam pengembaliannya ataupun penyitaan barang-barang milik

muqtariḍ oleh muqriḍ.

21 Lucky Dian Purnama, “Analisis Hukum Islam terhadap Penyitaan Barang Akibat Utang

(24)

15

E. Tujuan Penelitian

Setelah mengetahui rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui praktik kurban nanggung utang di Desa Brangsi

Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktik kurban

nanggung utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dari perumusan masalah di atas, penelitian ini diharapkan mempunyai

nilai tambah dan manfaat baik untuk penulis maupun pembaca, antara lain:

1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah

keilmuan dan dapat dijadikan sumbangsih pengetahuan pada kepustakaan

hukum Islam dan dijadikan rujukan pemantapan kehidupan beragama

khususnya yang berkaitan dengan masalah qar (utang piutang).

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

perbandingan bagi penelitian berikutnya untuk membuat karya ilmiah

yang lebih sempurna dan sebagai sumbangan pemikiran dan informasi

bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka menyelesaikan

kasus-kasus yang serupa ketika suatu saat terjadi di tengah-tengah

(25)

16

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesulitan dan memudahkan pemahaman dalam

penelitian ini, maka perlu dijelaskan istilah yang menjadi pokok bahasan

yang terdapat dalam judul penelitian, yaitu:

Hukum Islam : Peraturan yang diturunkan Allah Swt. untuk

manusia melalui Nabi Muhammad saw. baik

berupa Alquran maupun sunah Nabi saw.22 Dalam

hal ini adalah tentang utang piutang (qar).

Kurban nanggung utang : Pelaksanaan kurban di Hari Raya Iduladha oleh

seseorang yang masih mempunyai tanggungan

utang. Seseorang tersebut lebih mementingkan

dan mendahulukan membelanjakan uangnya

untuk membeli hewan kurban dan

menunda-nunda kewajibannya untuk membayar utang yang

sudah jatuh tempo.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.23 Penelitian ini

merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan

pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan dalam penelitian yang bersifat

22 Ahmad el Ghandur, Perspektif Hukum Islam, terj. Ma’mun Muhammad Murai (Yogyakarta:

Pustaka Fahima, 2006), 7.

(26)

17

alamiah, dalam hal ini peneliti melakukan penelitian secara langsung di Desa

Brangsi Laren Lamongan dengan mendatangi responden untuk memperoleh

data atau informasi mengenai praktik kurban nanggung utang.

Untuk dapat memberikan deskripsi yang baik dibutuhkan serangkaian

langkah yang sistematis. Adapun langkah-langkah tersebut terdiri atas:

1. Data yang dikumpulkan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka data

yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas:

a. Data tentang faktor yang melatarbelakangi terjadinya utang piutang.

b. Data tentang faktor yang melatarbelakangi pengutamaan melakukan

ibadah kurban di Hari Raya Iduladha.

c. Pendapat tokoh agama setempat mengenai praktik kurban nanggung

utang.

d. Data masyarakat yang melakukan ibadah kurban pada Hari Raya

Iduladha dari tahun 2012-2016.

e. Data masyarakat yang melakukan utang piutang.

2. Sumber data

Sumber data adalah sumber dari mana data akan digali, baik primer

maupun sekunder. Sumber-sumber tersebut bisa berupa orang, dokumen,

pustaka, barang, keadaan atau lainnya.24 Ada dua macam sumber data

yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

(27)

18

a. Sumber primer

Sumber primer adalah sumber pertama di mana sebuah data

dihasilkan.25 Sumber ini diperoleh dari keterangan hasil wawancara

dengan:

1) Nasik dan Hanis selaku pemilik harta atau pemberi utang (muqri)

2) Faizah, Rantiah, Putika selaku penerima utang (muqtari)

3) Ikwanto selaku panitia kurban

4) Suwito selaku tokoh agama

5) Ratih, Aris dan Munasri selaku masyarakat setempat

b. Sumber sekunder

Sumber sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan

dari sumber pertamanya, data ini biasanya telah tersusun dalam

bentuk dokumen-dokumen.26 Data yang diambil dari literatur-literatur

berupa buku-buku dan kitab-kitab yang terkait dengan penelitian ini

di antaranya:

1) Al-Ami>r ‘Abdul ‘Azi>z. al-Kutub al-Sittah. Riyad: Maktabah Dār

al-Salām, 1429 H.

2) Ali Ghufron. Tuntunan Berkurban & Menyembelih Hewan.

Jakarta: Amzah, 2011.

3) Sumardi Suryabrata. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali

Pers, 2010.

25 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif

(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 129.

(28)

19

4) Abdul Rahman Ghazaly, et al. Fikih Muamalat. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2010.

3. Populasi dan sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulan.27 Adapun yang dimaksud populasi

dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang pernah melakukan

utang piutang dan mendahulukan untuk berkurban daripada melunasi

utang dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Beragama Islam

b. Berumur 25-60 tahun

c. Pernah melakukan kurban dan masih mempunyai utang.

Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak

mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat

menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Apa yang dipelajari dari

sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi.

Untuk itu sampel yang diambil harus benar-benar representatif

(mewakili).28

Teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan adalah

probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan

27 Sugiyono, Metode Penelitian..., 215.

(29)

20

peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih

menjadi anggota sampel.29

4. Teknik pengumpulan data

Untuk mendapatkan data yang benar dan tepat di tempat penelitian,

peneliti menggunakan beberapa metode atau teknik-teknik dalam

pengumpulan data yang relevan, antara lain:

a. Wawancara (interview)

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan

untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan dari narasumber

yang dapat memberikan informasi mengenai penelitian yang

dilakukan.30 Teknik ini bertujuan untuk memperoleh data atau

informasi secara langsung dari orang yang diwawancarai mengenai

praktik kurban nanggung utang.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri

data yang berupa surat-surat, catatan, laporan dan lain sebagainya.31

Metode ini dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan

praktik kurban nanggung utang di Desa Brangsi yang berupa data

nama-nama masyarakat yang berkurban, keadaan sosial ekonomi,

keadaan sosial pendidikan dan keagamaan masyarakat serta data-data

lain yang berkenaan dengan praktik kurban nanggung utang tersebut.

29 Ibid., 218.

30 Mardalis, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 64.

(30)

21

5. Teknik pengolahan data

Untuk mensistematisasikan data yang telah dikumpulkan dan

mempermudah peneliti dalam melakukan analisa data, maka data yang

telah terkumpul dari beberapa sumber tersebut peneliti olah melalui

beberapa teknik, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan dan kesesuaian data. Teknik

ini digunakan untuk meneliti kembali data-data yang telah

diperoleh.32

b. Organizing, yaitu mengorganisasikan atau mensistematisasikan

sumber data.33 Melalui teknik ini, peneliti mengelompokkan data-data

yang telah dikumpulkan dan disesuaikan dengan pembahasan yang

telah direncanakan sebelumnya mengenai praktik kurban nanggung

utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.

c. Analizing, yaitu menganalisis lebih lanjut terhadap hasil editing dan

organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber penelitian

dengan menggunakan teori dan dalil-dali lainnya.34 Dengan demikian

dapat diperoleh kesimpulan mengenai praktik kurban nanggung utang

di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.

32 Soeratno, Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis (Yogyakarta: Unit Penerbit dan

Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 1995), 127.

33 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta,

2006), 156.

(31)

22

6. Teknik analisis data

Teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah deskriptif

kualitatif, yaitu menggambarkan atau menjelaskan data-data yang telah

diperoleh mengenai praktik kurban nanggung utang secara jelas kemudian

dianalisis dengan hukum Islam untuk ditarik suatu kesimpulan.

Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan pola pikir

induktif yakni penalaran yang digunakan untuk mengemukakan

fakta-fakta atau kenyataan dari hasil penelitian yang ada, kemudian diteliti

sehingga ditemukan pemahaman tentang praktik kurban nanggung utang

di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan.

I. Sistematika Pembahasan

Agar dalam penyusunan skripsi dapat terarah dan tersusun secara

sistematis serta sesuai dengan apa yang direncanakan atau diharapkan oleh

peneliti, maka disusunlah sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama berisi tentang pendahuluan. Dalam bab ini peneliti

mengkaji secara umum mengenai seluruh isi penelitian yang terdiri dari latar

belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua berisi tentang kajian teori yang menguraikan tentang kurban

(32)

23

kurban, hukum berkurban, waktu pelaksanaan kurban, syarat-syarat kurban,

berkurban dengan patungan, pengertian utang piutang, dasar hukum utang

piutang, rukun dan syarat utang piutang, berakhirnya utang piutang dan

adab-adab utang piutang dalam Islam.

Bab ketiga berisi tentang praktik kurban nanggung utang di Desa

Brangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan. Dalam hal ini mengenai

gambaran umum Desa Brangsi yakni mengenai letak geografis, keadaan

sosial ekonomi, keadaan sosial pendidikan dan keadaan sosial keagamaan.

Selanjutnya mengenai praktik kurban nanggung utang yang memuat latar

belakang utang piutang, latar belakang pengutamaan kurban, tanggapan

tokoh agama dan masyarakat setempat mengenai pengutamaan kurban,

praktik kurban bagi orang yang masih memiliki utang, resiko dari

pelaksanaan kurban bagi orang yang masih memiliki utang.

Bab keempat berisi tentang tinjauan hukum Islam terhadap Praktik

kurban nanggung utang di Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabuaten

Lamongan. Bab ini terdiri dari analisis praktik kurban nanggung utang di

Desa Brangsi Kecamatan Laren Kabuaten Lamongan dan tinjauan hukum

Islam terhadap Praktik kurban nanggung utang di Desa Brangsi Kecamatan

Laren Kabuaten Lamongan.

Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Dalam kesimpulan, isinya lebih bersifat konseptual dan harus terkait

(33)

24

saran yang berupa rekomendasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan

(34)

BAB II

KURBAN DAN UTANG PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM

A. Kurban

1. Pengertian kurban

Kurban berasal dari bahasa Arab al-qurbānu, yaitu sesuatu yang

digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kurban secara

istilah adalah menyembelih hewan unta, sapi atau kambing pada Hari

Raya Iduladha dan pada tiga hari tasyrik sebagai bentuk mendekatkan diri

kepada Allah Swt.1 Dalam pengertian lain, kurban artinya mendekatkan

diri kepada Allah Swt. dengan jalan menyembelih binatang dengan niat

tertentu untuk memberikan kenikmatan atas harta bendanya kepada orang

yang berhak menerima kurban tersebut dengan tujuan mencari keridaan

Allah Swt. semata dan dalam waktu yang tertentu pula.2

Allah Swt. telah mensyariatkan kurban, sebagaimana yang terdapat

dalam surah Alhajj ayat 34 berikut:

                                      

Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya.

1 Ali Ghufron, Tuntunan Berkurban & Menyembelih Hewan (Jakarta: Amzah, 2011), 3-4.

2 Ibnu Masud dan Zainal Abidin S., Fiqih Madzhab Syafii, Jilid 1 (Bandung: Pustaka Setia,

(35)

26

Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).3

Perintah melaksanakan ibadah kurban memiliki beberapa makna

penting, yaitu:

a. Ibadah kurban merupakan usaha seorang muslim untuk mendekatkan

diri kepada Allah Swt.

b. Melaksanakan kurban merupakan wujud syukur kepada Allah Swt.

atas nikmat yang telah diperoleh.

c. Penyembelihan hewan kurban bertujuan membantu sesama muslim,

terutama yang kurang mampu melalui pendistribusian daging kurban.4

Dilihat dari aspek sosial, berkurban dimaksudkan untuk memberi

kelapangan kepada fakir miskin, memberi makan kepada mereka dan

memberikan kebahagiaan di saat Hari Raya Iduladha. Allah Swt.

berfirman dalam surah Alhajj ayat 36 berikut:

                                                

Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.5

3 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya (Bandung: Diponegoro, 2010), 336. 4 Firdaus, Jalan Lurus: Bimbingan Membentuk Pribadi Muslim Sejati (Jakarta: Erlangga, 2007),

79-80.

(36)

27

Pada ayat ini mengandung penjelasan bahwa Allah Swt. menciptakan

unta agar diambil manfaatnya oleh manusia dan menjadikan unta tersebut

sebagai binatang kurban yang disembelih dengan tujuan untuk

mendekatkan diri kepada Alah Swt. dan bagi orang-orang yang berkurban

akan diberi balasan oleh Allah Swt. pahala yang berlipat ganda di akhirat.

2. Hukum berkurban

Berkurban hukumnya sunah muakadah (sunah yang pelaksanaannya

sangat ditekankan) bagi yang mampu.6 Allah Swt. berfirman dalam surah

Alkautsar ayat 2 sebagai berikut:







 

Maka laksanakanlah shalat karena Tuhan-mu; dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).7

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum berkurban, antara

lain:

a. Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa berkurban itu

hukumnya tidak wajib.8

b. Menurut jumhur ulama (Imam Malik, Imam Syafii dan Imam

Hambali), hukum berkurban adalah sunah sehingga apabila

ditinggalkan meskipun tanpa uzur tidak mendapat dosa dan tidak ada

kewajiban kada.9

6 Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Minhajul Muslim : Pedoman Hidup Ideal Seorang Muslim, terj.

Andi Subarkah (Solo: Insan Kamil, 2008), 572.

7 Departemen Agama RI, Al-Quran dan..., 602.

8 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, terj. Imam Ghozali Said, Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Amani,

1995), 242.

(37)

28

3. Waktu pelaksanaan kurban

Waktu untuk melaksanakan kurban ialah dari tanggal 10 sampai

tanggal 13 Zulhijah atau sampai akhir hari tasyrik.10 Ada beberapa

pendapat ulama mengenai permulaan waktu pelaksanaan penyembelihan

hewan kurban, antara lain:

a. Imam Malik berpendapat bahwa tidak diperbolehkan menyembelih

hewan kurban kecuali setelah salat dan khotbah.

b. Imam Syafii dan Imam Dawud azh-Zhahiri berpendapat bahwa

apabila matahari telah terbit dan telah lewat seukuran waktu salat

Iduladha dan khotbahnya, maka boleh menyembelih setelah waktu

itu.11

Berdasarkan beberapa pendapat ulama di atas, dapat disimpulkan

bahwa permulaan waktu pelaksanaan kurban adalah setelah salat Hari

Raya Iduladha. Orang yang menyembelih hewan kurban sebelum salat

Hari Raya Iduladha tidak dianggap berkurban, sebagaimana dalam hadis

Nabi saw. berikut:

د د س م ا ن ث د ح

:

عا ْ إ ا ن ث د ح

بو ي أ ن ع لي

،

د م ُ ن ع

،

ه ن ع ه للا ي ض ر ك لا م ن ب س ن أ ن ع

لا ق

:

م ل س و ه ي ل ع ه للا ى ل ص ِ نلا لا ق

:

((

ه س ف ن ل ح ب ذ ا َ إ ف ة َ صلا ل ب ق ح ب ذ ن م

،

ح ب ذ ن م و

ه ك س ن َ د ق ف ة َ صلا د ع ب

ي م ل س م لا ة ن س با ص أ و

))

.

Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan

kepada kami Isma‘il dari Ayyu>b dari Muhammad dari Anas bin Ma>lik rad}ialla>hu ‘anhu, dia berkata: Nabi saw. bersabda:

“Barangsiapa menyembelih (binatang kurban) sebelum salat (Idhuladha), maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa menyembelih setelah salat (Idhuladha), maka ibadah

10 Ibnu Masud dan Zainal Abidin S., Fiqih Madzhab..., 599.

(38)

29

kurbannya telah sempurna dan bertindak sesuai dengan sunnah kaum

Muslimin”. (H.R. Bukhari: 5120)12

Hal ini dimaksudkan agar umat Islam tidak disibukkan dengan

berkurban terlebih dahulu sehingga melalaikan ibadah salatnya,

sedangkan untuk batas akhir penyembelihan kurban terdapat perbedaan

pendapat dikalangan ulama, diantaranya adalah:

a. Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa

berkurban dilaksanakan pada Hari Raya Iduladha dan dua hari

setelahnya.

b. Imam Syafii berpendapat bahwa waktu akhirnya berkurban adalah

sampai hari ketiga dari hari tasyrik.13

4. Syarat-syarat kurban

Syarat berkurban dapat dibagi menjadi dua, yaitu syarat kesunahan

dan syarat sah berkurban.

a. Syarat kesunahan berkurban

Seseorang hukumnya sunah melaksanakan ibadah kurban apabila

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Mampu

Seseorang dikatakan mampu berkurban apabila ia memiliki

sejumlah uang yang dapat digunakan untuk membeli hewan

kurban. Uang tersebut tidak sedang dibutuhkan oleh orang yang

berkurban dan tidak dibutuhkan oleh orang-orang yang berada

(39)

30

dalam tanggung jawabnya pada Hari Raya Iduladha dan tiga hari

tasyrik. Jadi, orang yang tidak mampu tidak disunahkan

melakukan kurban dan tidak harus memaksakan diri apabila hal

tersebut justru akan memberatkan,14 karena sesungguhnya Allah

Swt. menginginkan kemudahan bagi hamba-Nya dan tidak

menginginkan kesulitan bagi mereka. Sebagaimana dalam surah

Attaghabun ayat 16 berikut:



  ... 

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut

kesanggupanmu...15

Ada beberapa pendapat ulama mengenai orang yang dianggap

mampu untuk berkurban, antara lain:

a. Mazhab Hambali berpendapat bahwa orang yang sekiranya

mampu mendapatkan hewan kurban meskipun dengan cara

utang, dia dianggap mampu menunaikannya. Dia boleh

berutang jika kemungkinan besar dapat melunasi utang

tersebut.

b. Mazhab Maliki berpendapat bahwa yang dikategorikan mampu

dalam berkurban adalah orang yang tidak lagi membutuhkan

hewan tersebut untuk kepentingan apapun. Jika masih

membutuhkan, dia terlepas dari menjalankan sunahnya

berkurban.

14 Ibid., 58.

(40)

31

c. Mazhab Syafii berpendapat bahwa yang dikategorkan mampu

adalah orang yang bisa membeli hewan kurban, sementara dia

dan keluarganya ketika Hari Raya Idhuladha dan tiga hari

tasyrik berada dalam kecukupan. Dalam arti dia bisa

memenuhi kebutuhan sekunder sebagaimana layaknya

menghadapi hari raya.16

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

orang yang dianjurkan berkurban adalah orang yang memiliki

kelebihan rezeki pada saat Hari Raya Iduladha dan bagi seorang

muslim yang belum mempunyai rezeki lebih tidak harus

memaksakan diri atau membuat dirinya sendiri dalam keadaan

kesulitan.

2) Merdeka

Syarat kesunahan berkurban yang kedua adalah merdeka dan

bukan seorang budak. Contoh orang yang tidak merdeka adalah

para tahanan di penjara, namun jika ia memiliki harta maka boleh

berpesan kepada seseorang untuk membelikannya hewan kurban

untuk disembelih.17

16Abdul Muta‘al al-Jabary, Cara Berkurban, terj. Ainul Haris (Jakarta: Gema Insani Press, 1994),

75.

(41)

32

b. Syarat sah berkurban

Selain syarat kesunahan, berkurban juga memiliki syarat sah yang

apabila tidak terpenuhi maka sembelihannya dianggap tidak sah.

Adapun syarat sah berkurban adalah sebagai berkut:

1) Berkurban pada waktunya, yakni setelah salat Hari Raya Iduladha

sampai tenggelamnya matahari pada hari tasyrik ketiga.

2) Berkurban dengan hewan ternak, yaitu unta, sapi, kambing dan

domba.

3) Hewan yang digunakan berkurban tidak cacat. Adapun kriteria

cacat pada hewan adalah buta, pincang, sebagian besar telinga

atau tanduknya hilang, sakit dan kurus.18

4) Hewan yang digunakan kurban cukup umur, yakni untuk domba

minimal enam bulan, kambing jawa minimal satu tahun, sapi

minimal dua tahun dan unta minimal lima tahun.19

5. Berkurban dengan patungan

Seorang muslim yang mampu dianjurkan untuk berkurban, dan

diperbolehkan juga berkurban dengan patungan.20 Sebagaimana dalam

hadis Nabi saw. berikut:

لا ق ل ي عا ْ إ نب ى س و م ا ن ث د ح

:

َ ا ن ر ب خ أ

ه للا د ب ع ن ب ر با ج ن ع ، ءا ط ع ن ع ، س ي ق ن ع دا

لا ق م ل س و ه ي ل ع ه للا ى ل ص ِ نلا ن أ

(( :

ة ع ب س ن ع رو ز ْا و ة ع ب س ن ع ة ر ق ب لا

.))

Telah menceritakan kepada kami Mu>sa bin Isma>‘i>l, dia berkata: Telah dikabarkan kepada kami H}amma>d dari Qoys dari ‘Atho>’ dari

18 Ibid., 59-62.

19 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, terj. Kamaluddin A. Marzuki, Jilid 13 (Bandung: Almaarif, 1988),

144.

(42)

33

Ja>bir bin Abdullah, sesungguhnya Nabi saw. bersabda: “Satu ekor sapi untuk tujuh orang dan satu ekor unta untuk tujuh orang.” (H.R.

Sunan Abu Daud: 2808)21

Ada beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai kurban dengan

patungan tersebut, antara lain:

a. Menurut Mazhab Imam Hanafi, hukum berserikat atau patungan itu

sah jika disertai dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt.

b. Menurut Jumhur Ulama, kurban perseorangan (dengan kambing atau

domba) lebih utama daripada melakukan kurban dengan berserikat.22

Para ulama juga berbeda pendapat mengenai bilangan hewan kurban

yang mencukupi bagi orang-orang yang berkurban, antara lain:

a. Imam Malik berpendapat bahwa seorang laki-laki dapat menyembelih

seekor kambing atau sapi atau unta sebagai kurban atas nama dirinya

dan keluarga yang menjadi tanggungannya berdasarkan syarak.

b. Imam Syafii, Imam Abu Hanifah dan segolongan fukaha

membolehkan seseorang menyembelih seekor unta atau sapi atas

nama tujuh orang.23

Fukaha telah sependapat bahwa seekor kambing hanya cukup untuk

kurban satu orang, kecuali Imam Malik yang berpendapat bahwa

seseorang dapat menyembelih seekor kambing atas nama dirinya dan

(43)

34

keluarganya tetapi bukan berdasarkan patungan melainkan apabila ia

sendiri yang membelinya.24

B. Utang Piutang (Qar)

1. Pengertian utang piutang

Qard} merupakan bentuk masdar yang berasal dari kata kerja qara

a-yaqriu yang artinya memutus atau memotong,25 karena orang yang

memberikan utang memotong sebagian dari hartanya untuk diberikan

kepada orang yang menerima utang,26 sedangkan secara istilah qarḍ

merupakan pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau

diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan dengan tanpa

mengharapkan imbalan.27

Ada beberapa pendapat ulama mengenai pengertian utang piutang

(qard}), antara lain:

a. Menurut Malikiyah, qard} adalah penyerahan harta kepada orang lain

yang tidak disertai imbalan atau tambahan dalam pengembaliannya.28

b. Menurut Hanafiyah, qar adalah harta yang memiliki kesepadanan

yang diberikan untuk ditagih kembali atau suatu transaksi yang

24 Ibid.

25 Kementerian Agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya, Jilid 1 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 358. 26 Saleh al-Fauzan, Fikih Sehar-hari, terj. Abdul Hayyie al-Kattani (Jakarta: Gema Insani Press,

2005), 410.

27 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001),

131.

(44)

35

dimaksudkan untuk memberikan harta yang memiliki kesepadanan

kepada orang lain untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu.29

c. Menurut Sayyid Sabiq, utang piutang (qar) adalah harta yang

diberkan oleh pemberi utang kepada penerima utang untuk kemudian

dia memberikannya setelah mampu.30

Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa qar adalah

suatu transaksi antara seseorang dengan orang lain dengan memberikan

pinjaman berupa harta yang kemudian dikembalikan sesuai dengan jumlah

yang diberikan tanpa adanya tambahan. Dengan kata lain, utang piutang

(qar) merupakan suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak yang

memberikan harta baik berupa uang atau barang kepada pihak yang

berutang, dan pihak yang berutang menerima harta tersebut dengan

kesepakatan bahwa dia akan mengembalikan atau membayarnya dalam

jumlah yang sama.

2. Dasar hukum utang piutang

Utang piutang merupakan perbuatan kebajikan yang telah

disyariatkan dalam Islam yang hukumnya adalah mubah atau boleh.31

Adapun dasar hukum utang piutang (qard}) terdapat dalam beberapa ayat

Alquran, antara lain:

29 Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz 4 (Damaskus: Da>rul Fikr,1429 H),

509.

30 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, terj. Kamaluddin A. Marzuki, Jilid 12 (Bandung: Almaarif, 1997),

129.

(45)

36

a. Surah Albaqarah ayat 245:

                          

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.32

b. Surah Attaghabun ayat 17:

                      

Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.33

c. Surah Almuzammil ayat 20:

 ...             ...

...dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik...34

d. Surah Alhadiid ayat 11:

                 

Barangsiapa yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.35

Ayat-ayat tersebut pada dasarnya berisi anjuran untuk melakukan

qard} (memberi utang) kepada orang lain. Seseorang yang memberikan

32 Departemen Agama RI, Al-Quran dan..., 39. 33 Ibid., 557.

34Ibid., 575. 35

(46)

37

utang kepada orang yang membutuhkan dengan niat ikhlas karena Allah

Swt., maka akan memperoleh pahala yang berlipat ganda dari-Nya.

Selain dalam Alquran, dasar hukum utang piutang (qard}) juga

terdapat dalam hadis Nabi saw. berikut:

د و ع س م ن با ن ع

ِ نلا ن أ

م ل س و ه ي ل ع ه للا ى ل ص

لا ق

:

ا ض ر ق ا م ل س م ض ر ق ي م ل س م ن م ا م

م

ة ر م ا ه ت ق د ص ك نا ك َ إ ي ت ر

.

Dari Ibnu Mas‘u>d bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda: “Tidak

ada seorang muslim yang memberi pinjaman kepada muslim yang lain dua kali kecuali seperti sedekah satu kali”. (H.R Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)36

Islam menganjurkan kepada umatnya untuk memberikan bantuan

kepada orang lain yang membutuhkan dengan cara memberi utang. Utang

bukan merupakan suatu perbuatan yang dilarang, melainkan

diperbolehkan karena seseorang berutang dengan tujuan untuk

memanfaatkan barang atau uang yang diutangnya itu untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya dan ia akan mengembalikan dengan nilai yang sama

seperti yang diterimanya.

3. Rukun dan syarat utang piutang

a. Rukun utang piutang

Dalam kitab Fata>wa> al-Mu‘a>mala>ti al-Ma>liyati disebutkan

rukun-rukun qar, yaitu:

1) S}ighat, yakni ijab dan kabul

2) ‘A>qida>ni, yakni muqri dan muqtari

(47)

38

3) Harta yang dipinjamkan37

b. Syarat utang piutang

1) Syarat pihak yang berakad (muqriḍ dan muqtari)

Pihak yang berakad (muqri dan muqtari) harus balig,

berakal, dan berkehendak tanpa paksaan. Utang piutang (qar)

merupakan bentuk akad tabarru’, maka tidak boleh dilakukan oleh

anak kecil, orang gila, orang bodoh, orang yang dibatasi

tindakannya dalam membelanjakan harta dan orang yang dipaksa.38

2) Syarat s}ighat (ijab kabul)

Qard} adalah suatu akad kepemilikan atas harta. Oleh karena

itu akad tersebut tidak sah kecuali dengan adanya ijab dan kabul.

Ijab merupakan pernyataan pihak pertama mengenai perjanjian

yang diinginkan sedangkan kabul merupakan pernyataan pihak

kedua untuk menerimanya.

S}ighat akad dinyatakan melalui ijab dan kabul dengan

ketentuan sebagai berikut:

a) Tujuan akad harus jelas dan dapat dipahami

b) Antara ijab dan kabul harus ada kesesuaian

c) Pernyataan ijab dan kabul harus sesuai dengan kehendak

masing-masing dan tidak boleh ada yang meragukan39

37 Muhammad Ahmad Sira>j, et al., Fata>wa> al-Mu‘a>mala>ti al-Ma>liyati, jilid 14 (Kairo: Da>r

al-Sala>m, 2009),15.

38 Wahbah az-Zuhaily, Fikih Islam, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Jilid 5 (Jakarta: Gema Insani,

2011), 379.

39 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta: Raja

(48)

39

S}ighat akad dapat dilakukan secara lisan, tulisan atau

isyarat yang memberikan pengertian dengan jelas tentang

adanya ijab dan kabul serta dapat juga berupa perbuatan yang

telah menjadi kebiasaan dalam ijab kabul.40 S}ighat ijab bisa

dengan menggunakan lafal qard} (utang atau pinjam) dan salaf

(utang), atau dengan lafal yang mengandung arti kepemilikan.

Contohnya: “Saya milikkan kepadamu barang ini dengan

ketentuan kamu harus mengembalikan kepada saya

penggantinya”. Penggunaan kata milik di sini bukan berarti

diberikan secara cuma-cuma, melainkan pemberian utang yang

harus dibayar,41 sedangkan s}ighat kabul sah dengan semua lafal

yang menunjukkan kerelaan, seperti: aku berutang, aku

menerima, dan lain sebagainya.42

3) Syarat barang yang dipinjamkan (qar)

Utang piutang dianggap terjadi apabila terdapat objek atau

barang yang menjadi tujuan diadakannya utang piutang. Oleh

karena itu, objek utang piutang harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

a) Merupakan benda bernilai dan jelas ukurannya, baik dalam

takaran maupun timbangan supaya mudah dikembalikan43

40 Ibid., 104-105.

41 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013), 279.

42 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasi Pada Sektor Keuangan Syariah

(Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 233.

(49)

40

b) Harta yang berbentuk uang harus jelas nilainya

c) Milik sempurna dari pemberi utang (muqrid})

d) Dapat diserahkan pada waktu akad serta harus dibayar dalam

jumlah dan nilai yang sama dengan yang diterima44

Akad utang piutang dilakukan karena adanya suatu kebutuhan

yang mendesak. Oleh karena itu benda yang dijadikan objek utang

adalah benda yang bernilai (bermanfaat) dan setelah dipergunakan

benda tersebut habis, maka pengembaliannya bukan benda yang

telah diterimanya dahulu, akan tetapi dengan benda lain yang

sama.

4. Berakhirnya utang piutang

Utang piutang dinyatakan berakhir apabila waktu yang diperjanjikan

atau yang disepakati telah tiba dan orang yang berutang telah mampu

melunasi utangnya. Oleh karena itu, apabila waktu yang disepakati telah

selesai, muqrid} berhak meminta kepada muqtarid} agar harta yang

diutangkan tersebut dikembalikan dengan segera.45 Akan tetapi, jika

muqtari masih belum mempunyai kemampuan untuk mengembalikan

utangnya, maka pihak muqri harus memberi kelonggaran dengan

memberikan perpanjangan waktu pelunasan utang sampai pihak muqtari

mampu untuk melunasi utang tersebut.46 Hal ini sesuai dengan firman

Allah Swt. dalam surah Albaqarah ayat 280:

(50)

41



 

























Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.47

Utang harus dibayar dalam jumlah dan nilai yang sama dengan yang

diterimanya dan tidak boleh ada tambahan (riba). Yang dimaksud

tambahan dalam pembayaran utang tersebut adalah tambahan untuk

menambah pembayaran yang disyaratkan dalam akad utang piutang.

Akan tetapi, jika kelebihan itu atas kehendak yang ikhlas dari pihak

Gambar

Tabel 3.1 Luas tanah dan penggunaannya
Tabel 3.3 Luas panen dan produksi
 Tabel 3.5 Sarana pendidikan di Desa Brangsi
 Tabel 3.6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan; (1) Beban kerja mahasiswa sebesar 122 dpm, yang berada pada kategori sedang (100-125 dpm); (2) Gangguan muskuloskeletal dan kelelahan

Data-data yang telah peneliti peroleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis secara deskriptif untuk menjawab dengan jelas masalah pokok dalam proposal

Untuk kegiatan budidaya, diperlukan informasi karakteristik dari pohon tersebut sehingga tidak salah jenis yang ditanam serta informasi kondisi habitat dan ekologi

Catatan: Kegiatan ini digunakan untuk memahamkan siswa tentang KD BAHASA INDONESIA (3.7 dan 4.7), hasil kegiatan dapat digunakan sebagai data bagi guru untuk melihat

(4) Keanggotaan tim ahli bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas unsur-unsur perguruan tinggi, asosiasi profesi, masyarakat ahli, dan

Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung : PT.. hal tersebut terlihat adanya penghitungan alokasi waktu yang terkait adanya hari-hari aktif selama

Pada kontrol yang tanpa diberi ekstrak kehilangan berat kertas umpan sangat besar yang dikarenakan banyak rayap yang masih hidup dengan tingkat mortalitas

Analisa biaya adalah suatu cara dasar perhitungan harga satuan pekerjaan, yang dijabarkan dalam perkalian indeks bahan dan upah kerja dengan harga bahan dan standar