• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI LABORATORIUM PENGUJIAN FIBER MAT SEBAGAI LOSS CIRCULATION MATERIALS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT RHEOLOGI LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI LABORATORIUM PENGUJIAN FIBER MAT SEBAGAI LOSS CIRCULATION MATERIALS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT RHEOLOGI LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pradirga Grahadiwin 07111277, Semester 10– 2015/2016

1

STUDI LABORATORIUM PENGUJIAN FIBER MAT SEBAGAI LOSS CIRCULATION

MATERIALS DAN PENGARUHNYA TERHADAP SIFAT RHEOLOGI LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK

Oleh :

Pradirga Grahadiwin* Ir. Lilik Zabidi, MS** Cahaya Rosyidan, Msc** Sari

Pada proses pemboran, Lumpur pemboran merupakan salah satu bagian yang memiliki peran sangat penting, mulai dari awal pemboran hingga pahat bor mencapai kedalaman yang dituju. Komposisi serta sifat reologi lumpur pemboran harus tepat dan sesuai dengan karakteristik dan jenis formasi sehingga dapat menunjang keberhasilan dari operasi pemboran tersebut serta menghindari kesulitan dan potensi masalah yang dapat timbul. Adapun kesulitan atau potensi masalah tersebut salah satunya adalah kehilangan lumpur pemboran yang diakibatkan kesalahan penentuan komposisi lumpur, faktor alam dan kesalahan manusia sendiri yang kurang diantisipasi sehingga menimbulkan masalah terjadi kehilangan lumpur baik sebagian atau seluruhnya, Untuk mencegah dan menanggulangi kehilangan lumpur pemboran tersebut salah satunya adalah menggunakan media LCM.

Pada tugas akhir ini bertujuan untuk meniliti tentang pengujian Fiber Mat sebagai LCM dan pengaruhnya terhadap sifat reologi lumpur pada lumpur pemboran berbahan dasar minyak. Pengujian kali ini menggunakan dua metode yaitu pasir dan kertas sebagai media saring, dimana pasir tersebut diharapkan dapat menjadi gambaran zona yang berpotensi terjadi hilang aliran lumpur. Hasil yang diharapkan adalah penambahan Fibet Mat dalam sistem lumpur minyak berbahan dasar Smooth Fluid ini dapat menanggulangi masalah Lost Circulation tanpa merusak harga ideal dari sifat dan spesifikasi lumpur itu sendiri

Abstract

In the process of drilling, drilling fluid has a very important role, Starting from the initial drilling until the drill reaches the destination. Determination of the composition and selection of the type of a drilling mud that will be used in the drilling operation is one part that determines the success of drilling operations. Composition and rheological properties of drilling mud must be appropriate and in accordance with the characteristics and types of formations that can support the success of the drilling operation and to avoid the difficulties and potential problems that may arise. One of potential failure is the loss of drilling mud that caused the error of determining the composition of the mud, natural factors and human error itself lacking anticipated leading to problems of loss mud either partially or total loss, to prevent and cope with loss of drilling mud that one of them is to use LCM. This Loss circulation testing is using sand and paper as filtration media, where the sand is expected to be a picture of its potential mud loss zone . The expected result in the addition of Fiber Mat in oil -based mud systems can cope the Lost Circulation problems without damaging the base price of the properties and specifications of the mud itself

*) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan – Universitas Trisakti

(2)

Pradirga Grahadiwin 07111277, Semester 10– 2015/2016

2

PENDAHULUAN

Operasi pemboran merupakan salah satu operasi yang sangat vital dalam mendukung usaha produksi minyak dan gas suatu lapangan. Alasannya adalah karena keberhasilan operasi pemboran merupakan kunci awal untuk dapat memproduksikan

hidrokarbon yang berada di bawah

permukaan. Pada operasi pemboran sumur minyak dan gas, salah satu persyaratan utama yang harus dilakukan dan dipenuhi adalah dapat mencapai kedalaman akhir dengan aman, cepat dan ekonomis.

Salah satu bagian yang memegang peranan penting dalam keberhasilan proses pemboran ini ialah lumpur pemboran, oleh karena itu perlu diperhatikan faktor-faktor

yang harus dipertimbangkan untuk

menentukan jenis lumpur bor yang

digunakan untuk menekan resiko masalah dalam pemboran. Dalam melakukan operasi pemboran, kegiatan tersebut tidak selalu berjalan dengan normal seperti yang

diharapkan dan perlu dilakukan

pengidentifikasian terhadap

masalah-masalah tersebut.

Salah satu hole problem yang sering kali terjadi di dalam lubang bor adalah masalah hilang lumpur. Hilang lumpur

adalah peristiwa hilangnya lumpur

pemboran yang masuk ke dalam formasi. Hilang lumpur ini merupakan masalah klasik di dalam pemboran, meskipun telah banyak dilakukan penilitian, tetapi masih banyak terjadi di mana-mana serta pada kedalaman yang berbeda – beda. Hilang lumpur ini dapat terjadi karena porositas formasi terlalu besar dan formasi yang ditembus adalah formasi bergerowong (vagula) dan bergua-gua (cavernous) serta mungkin juga karena adanya celah-celah atau retakan di dalam formasi.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan

menambahkan sejumlah lumpur yang

mengandung Lost Circulation Materials (LCM). LCM dapat berbentuk sebagai fibrous (serat), flakes (serpihan), granular (material – material yang berbentuk bulat), ataupun campuran ketiganya.

TEORI DASAR

Lumpur pemboran merupakan faktor yang penting dalam pemboran. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan, dan biaya pemboran sangat bergantung pada lumpur

pemboran. Lumpur pemboran dapat

berfungsi dengan baik apabila sifat – sifat fisik dan sifat – sifat kimia lumpur pemboran tersebut sesuai dengan kondisi formasi yang akan ditembus. Adapun fungsi utama dari lumpur pemboran adalah sebagai berikut:

1. Mengangkat cutting ke permukaan. 2. Mendinginkan dan melumasi bit

dan drill string.

3. Melindungi dinding lubang bor dengan mud cake.

4. Mengontrol tekanan formasi. 5. Menahan serbuk bor dan material

pemberat.

6. Membersihkan dasar lubang bor. 7. Sebagai media logging.

8. Menahan sebagian berat rangkaian pipa pemboran.

9. Sebagai tenaga penggerak down hole motor.

10. Mencegah dan menghambat

korosi.

11. Meneruskan tenaga hidrolik ke pahat.

Komponen – Komponen Pembentuk Lumpur Pemboran

Lumpur pemboran yang paling banyak dipakai adalah lumpur pemboran dengan bahan dasar air tawar (water-based mud) dimana air sebagai fasa cair kontinyu juga sebagai pelarut atau penahan materi – materi di dalam lumpur. Secara mendasar, lumpur pemboran memiliki 3 (tiga) komponen/fasa, yaitu:

1. Fasa cair (air atau minyak).

2. Komponen solid (reactive solid dan inert solid).

3. Komponen kimia (additive). Jenis – Jenis Lumpur Pemboran

Lumpur pemboran mempunyai 3 (tiga) jenis, yaitu lumpur pemboran dengan bahan dasar minyak (oil-based mud), lumpur

(3)

Pradirga Grahadiwin 07111277, Semester 10– 2015/2016

3

pemboran dengan bahan dasar air

(water-based mud), dan lumpur pemboran dengan bahan dasar gas (gaseous drilling fluid). Lumpur dengan bahan dasar air dibagi menjadi 2 (dua) macam, yakni: lumpur pemboran dengan bahan dasar air tawar (fresh water based mud atau lebih dikenal dengan water-based mud) dan lumpur pemboran dengan bahan dasar air asin (salt water based mud).

Oil Based Mud

Lumpur pemboran dengan bahan bahan dasar minyak atau lumpur minyak adalah lumpur pemboran dimana minyak menjadi fasa internal dan tersebar merata berbentuk butir – butir halus (emulsi). Oleh karena itu di dalam bentuk emulsinya, lumpur minyak adalah emulsi air di dalam minyak (water in oil emulsion) dan minyak merupakan komponen terbanyak dan tidak ada batas – batas yang jelas antara fasa eksternal dan internal, maka minyak tidak akan mempengaruhi produktivitas formasi (tidak ada kerusakan formasi), jika masuk ke dalam zona – zona produktif sebagai filtrate (tapisan).

Fresh Water Based Mud

Lumpur pemboran dengan bahan dasar air tawar dipakai sebagai fluida pemboran yang memakai air tawar sebagai fasa yang kontinyu dan material tertentu yang ada dalam suspensi, serta material lain yang terlarutkan. Zat – zat yang ditimbulkan

pada lumpur (mud additive) yang

mendapatkan sifat – sifat lumpur yang baik.

Salt Water Based Mud

Lumpur berbahan dasar air asin atau lumpur air asin ini digunakan terutama untuk membor lapisan yang memiliki kandungan garam yang sangat banyak atau salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang – kadang bila ada aliran air garam yang terbor. Filtrate loss lumpur ini besar dan memiliki mud cake yang tebal, pH lumpur di bawah 8, karena itu perlu preservative untuk menahan fermentasi starch. Jika lumpur air asin yang

digunakan mempunyai pH yang lebih tinggi, fermentasi terhalang oleh basa. Suspensi ini

bisa diperbaiki dengan penggunaan

attapulgite sebagai pengganti bentonite.

Gaseous Drilling Fluid

Lumpur pemboran jenis ini

digunakan untuk daerah – daerah dengan formasi keras dan kering. Dengan gas atau udara dipompakan pada annulus, salurannya tidak boleh bocor.

Keuntungan cara ini adalah

penetration rate lebih besar, tetapi adanya formasi air dapat menyebabkan bit balling (bit dilapisi cutting/padatan – padatan) yang merugikan. Juga tekanan formasi yang besar tidak membenarkan digunakannya cara ini. Penggunaan natural gas membutuhkan pengawasan yang ketat pada bahaya api. Lumpur ini juga baik untuk completion pada zona – zona dengan tekanan rendah.

Sifat – Sifat Fisik Lumpur Pemboran Dalam suatu operasi pemboran, semua fungsi lumpur pemboran haruslah berada dalam kondisi yang baik sehingga operasi pemboran dapat berlangsung dengan baik. Hal ini dapat dicapai apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga secara

kontinyu dalam setiap tahap operasi

pemboran. Selain hal di atas, pengukuran dan pengamatan sifat – sifat kimia juga harus dilakukan dengan seksama. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sifat – sifat lumpur pemboran.

Densitas

Lumpur sangat besar peranannya dalam menentukan berhasil tidaknya suatu

operasi pemboran, sehingga perlu

diperhatikan sifat – sifat dari lumpur tersebut, seperti densitas, viskositas, gel strength, atau filtration loss.

Densitas lumpur dapat

menggambarkan gradient hidrostatik dari lumpur bor dalam psi/ft. Tetapi di lapangan

(4)

Pradirga Grahadiwin 07111277, Semester 10– 2015/2016

4

biasanya dipakai satuan ppg (pound per

gallon) yang diukur dengan menggunakan alat yang disebut dengan mud balance. Secara matematis, dapat dituliskan sebagai berikut3:

ρm=Wm/Vm dimana:

ρm = Berat jenis lumpur, ppg

Wm = Massa lumpur, lb

Vm = Volume lumpur, gal

Berat jenis lumpur harus dikontrol agar dapat memberikan tekanan hidrostatik yang cukup untuk mencegah masuknya cairan formasi ke dalam lubang bor, tetapi tekanan tersebut juga jangan terlalu besar sehingga menyebabkan formasi pecah dan lumpur hilang ke dalam formasi. Hubungan antara kecepatan pemboran dengan tekanan hidrostatik lumpur di dasar lubang dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Hubungan Antara Laju Pemboran dengan Tekanan Hidrostatik Tekanan hidrostatik lumpur di dasar lubang akan memperngaruhi kemampuan daripada formasi yang akan dibor. Semakin besar tekanan hidrostatik atau semakin mampat sehingga merupakan hambatan

terhadap kemampuan pahat untuk

menembusnya, sehingga kemampuan pahat untuk maju akan semakin lambat.

Viskositas

Pada lumpur pemboran viskositas adalah tahanan fluida terhadap aliran atau gerakan yang disebabkan oleh adanya

gesekan antara partikel pada fluida yang mengalir. Viskositas menyatakan kekentalan dari lumpur bor, dimana viskositas lumpur memegang peranan dalam pengangkatan serbuk bor atau cutting. Bila lumpur tidak cukup kental maka pengangkatan serbuk bor kurang sempurna dan akan mengakibatkan serbuk bor tertinggal di dalam lubang bor sehingga menyebabkan rangkaian pipa bor akan terjepit.

Yield point adalah gaya elektro kimia

antara padatan-padatan, cairan-cairan,

cairan-padatan pada zat kimia dalam kondisi dinamis yang berhubungan dengan pola aliran, pengangkatan serpih. Yield poit merupakan hasil dari torsi pada putaran 300 rpm dikurangi plastic viscosity.

Apparent viscosity adalah keadaan dimana fluida Non Newtonian, dimana apparent viscosity merupakan hasil torsi pada putaran 600 rpm dibagi dua dan dapat ditulis dengan persaman sebagai berikut: PV=Ө600-Ө300 YP= Ө300 - PV AV= Ө600/2 dimana : PV = Plastic Viscosity, cp YP = Yield Point, cp AV = Apparent Viscosity, lbs/100ft² Gel Strenght

Di waktu lumpur bersirkulasi yang berperan adalah viskositas. Sedangkan diwaktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur akan menjadi agar atau menjadi gel apabila tidak terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara partikel-partikel padatan lumpur. Gaya menjadi agar inilah yang disebut gel strength.

Gel Strength yang terlampau kecil

akan menyebabkan terendapnya

cutting/pasir pada saat sirkulasi lumpur berhenti, sedangkan gel strength yang

(5)

Pradirga Grahadiwin 07111277, Semester 10– 2015/2016

5

terlampau tinggi mempersulit usaha pompa

untuk memulai sirkulasi lagi.

Filtration Loss dan Mud Cake

Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel – partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang ke dalam batuan tersebut disebut filtrate. Sedangkan lapisan partikel – partikel besar tertahan di permukaan batuan disebut filter cake. Proses filtrasi di atas hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan positif ke arah batuan. Pada dasarnya, ada dua jenis filtration yang terjadi selama operasi pemboran yaitu static filtration dan dynamic filtration. Static filtration terjadi jika lumpur berada dalam keadaan diam dan dynamic filtration terjadi ketika lumpur disirkulasikan.

Cairan yang masuk ke dalam formasi pada dinding lubang bor akan menyebabkan akibat negatif, yaitu lubang bor akan runtuh, water blocking, dan differential sticking. Cairan yang masuk ke dalam formasi pada dinding lubang bor akan menyebabkan pengaruh negatif, yaitu:

1. Dinding lubang bor akan runtuh 2. Water Blocking

3. Differential Sticking

Laju tapisan yang besar dapat menyebabkan terjadinya formation damage dan lumpur akan kehilangan banyak cairan. Invasi filtrate yang masuk ke dalam formasi produktif dapat menyebabkan produktivitas

menurun. Untuk itu, perlu adanya

pengaturan laju filtrasi, yaitu dengan membatasi cairan yang masuk ke dalam formasi.

Apabila filtration loss dan

pembentukan mud cake tidak dikontrol maka ia akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran maupun dalam evaluasi formasi dan tahap produksi. Mud cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa

pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar sedangkan filtratnya akan menyusup ke formasi dan dapat menimbulkan damage pada formasi.. Secara matematis hubungan tersebut dapat ditulis1 :

Q2 = Q1





1

2

T

T

½

dimana :

Q2 = Volume fluid loss yang dicari selama waktu T2 menit, cc

Q1 = Volume fluid loss yang diketahui selama T1 menit, cc

Mud cake yang baik adalah yang tipis untuk mengurangi kemungkinan terjepitnya pipa bor dan kuat untuk membantu kestabilan lubang bor serta padat agar filtrat yang masuk kedalam formasi tidak terlalu berlebih. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar sedangkan filtrat yang masuk keformasi akan merusak formasi dan dapat menimbulkan kerusakan pada formasi.

Sifat – Sifat Kimia Lumpur Pemboran Selain mempunyai sifat – sifat fisik, lumpur pemboran juga mempunyai sifat – sifat lain, dimana sifat – sifat lumpur pemboran harus diatur sedemikian rupa

sehingga tidak menimbulkan problem

selama pemboran sedang berlangsung. Berikut beberapa sifat kimia lumpur yang harus selalu dijaga pada saat proses pemboran 1. Derajat keasaman. 2. Kadar pasir. 3. Kadar garam. 4. Fasa padatan. Lost Circulation

Lost circulation atau hilang sirkulasi adalah hilangnya semua atau sebagian

(6)

Pradirga Grahadiwin 07111277, Semester 10– 2015/2016

6

lumpur dalam sirkulasinya dan masuk ke

formasi. Masuknya lumpur pemboran ke dalam formasi bisa diakibatkan secara ilmiah, karena jenis dan tekanan formasi yang ditembus mata bor maupun diakibatkan secara mekanis yang disebabkan karena kesalahan operasi pemboran. Berdasarkan keadaan ini, lost circulation dapat dibagi dua, yaitu:

Partial Lost, yaitu bila lumpur yang hilang hanya sebagian saja, dan masih ada lumpur yang mengalir ke permukaan. Total Lost, yaitu hilangnya seluruh lumpur dan masuk ke dalam formasi, sehingga tidak ada aliran lumpur yang mengalir ke permukaan.

Penyebab Lost Circulation

Penyebab lost circulation adalah adanya celah terbuka yang cukup besar di dalam lubang bor, yang memungkinkan lumpur untuk mengalir ke dalam formasi, dan tekanan di dalam lubang lebih besar dari tekanan formasi. Celah tersebut dapat terjadi secara alami dalam formasi yang cavernous,

fracture, fissure, unconsolidated, atau

tekanan yang terlalu besar.

Walau formasi yang dapat

menyebabkan lost circulation tidak diketahui secara nyata, namun dapat dipastikan bahwa formasi tersebut tidak mesti berisi lubang pori yang lebih besar dari ukuran partikel lumpur. Hal ini ditunjukkan dalam banyak kasus bahwa fase solid dari lumpur tidak akan masuk ke pori dari formasi yang terdiri

dari clay, shale, dan sand dengan

permeabilitas normal. Formasi yang

mempunyai potensi alami cukup besar untuk mengalirkan lumpur adalah:

1. Coarse dan gravel 2. Breksiasi

3. Cavernous atau vugular

formation

4. Cracked dan fracture 5. Human error

Jenis – Jenis Lost Circulation Materials Berbagai macam variasi bahan telah digunakan untuk beberapa kali sebagai

campuran dari lumpur pemboran. Loss Circulation Materials sendiri umumnya dibagi menjadi 4 kategori; bahan fibrous (berserat), bahan flaky (berserpih), bahan granular (berbutir), dan slurries (bubur).

Fiber Mat Sebagai Loss Circulation Materials

Pada penelitian ini, digunakan jenis bahan fibrous (berserat) yaitu Fibet Mat. Fiber Mat sendiri merupakan bahan LCM hasil olahan dari bahan dasar Polyester yang merupakan produk conventional yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, selain mudah untuk didapatkan, bahan ini juga relative murah dibandingkan dengan bahan konvensional lainnya.

Berikut gambar mengenai bentuk dari Fiber Mat yang diteliti, dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Fibers Mat

Karena kekuatan, kekakuannya serta kestabilannya pada suhu dan tekanan yang tinggi, serat fiber ini secara efektif mampu menyegel dengan mengganjal diri di dalam bukaan formasi yang bocor, mengurangi ukuran bukaan dan memungkinkan filtrasi fluida pemboran mengontrol agent untuk menjadi lebih efektif.

PENELITIAN DI LABORATORIUM Percobaan ini dibuat 2 (dua) macam sistem lumpur pemboran yang diteliti, yaitu lumpur pemboran berbahan dasar smooth

(7)

Pradirga Grahadiwin 07111277, Semester 10– 2015/2016

7

fluid (OBM) dengan perbandingan

konsentrasi 70%-30% dan 80%-20%. Pada setiap konsentrasi lumpur akan diteliti rheologinya saat penambahan bahan LCM yakni Fiber mat, serta perubahan yang terjadi karena adanya penambahan suhu dan tekanan. Pengujian Lost Circulation kali ini menggunakan pasir sebagai media filter, Pasir yang akan digunakan menggunakan dua variasi ukuran, yaitu 80 mesh dan 100 mesh, dimana pasir tersebut diharapkan dapat menggambarkan zona yang berpotensi terjadi hilang aliran.

Spesifikasi standar lumpur

berbahan dasar minyak dengan jenis minyak smooth fluid ini dapat diihat pada tabel berikut ini:

Komposisi lumpur yang digunakan pada penelitian

Berikut adalah sistem lumpur A dengan konsentrasi 70%-30% dan B dengan konsentrasi 80%-20% yang digunakan pada penelitian kali ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Kemudian pada komposisi lumpur A1 dan B1 sama seperti komposisi lumpur dasar, hanya ditambahkan dengan LCM dengan konsentrasi 3 gram pada masing masing sistem lumpur. Penggunaan lumpur dasar yang tidak menggunakan LCM di dalam tugas akhir ini berfungsi sebagai variabel kontrol yang akan memperlihatkan sejauh mana perubahan – perubahan yang terjadi pada parameter dari lumpur yang

diteliti sehingga dapat menyimpulkan

efektifitas dari bahan yang digunakan sebagai LCM.

Percobaan – percobaan yang

dilakukan di dalam Laboratorium Teknik Pemboran dan Produksi ini meliputi; pembuatan lumpur pemboran sesuai dengan

komposisi yang telah direncanakan,

penentuan berat jenis dari setiap sistem

lumpur, penentuan viskositas lumpur,

penentuan yield point lumpur, penentuan plastic viscosity lumpur, penentuan apparent viscosity lumpur dan penentuan laju tapisan (water loss) lumpur.

ANALISA HASIL PERCOBAAN

Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Fiber Mat sebagai loss circulation materials dengan menggunakan media saring pasir dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan Fiber Mat dalam menanggulangi masalah hilang aliran serta pengaruhnya terhadap sifat rheologi lumpur minyak berbahan dasar Smooth Fluid.

Lumpur berbahan dasar minyak yang digunakan adalah Smooth Fluid dimana bertindak sebagai fasa kontinyu dari

(8)

Pradirga Grahadiwin 07111277, Semester 10– 2015/2016

8

komposisi lumpur ini. Terlebih dahulu perlu

dijelaskan bahwa penggunaan lumpur dasar yang tidak menggunakan LCM di dalam tugas akhir ini berfungsi sebagai variabel kontrol yang akan memperlihatkan sejauh mana perubahan – perubahan yang terjadi pada parameter – parameter dari lumpur yang diteliti sehingga dapat menyimpulkan efektivitas dari bahan yang digunakan sebagai LCM.

Masing-masing sistem lumpur A dan B diberikan perubahan temperatur menggunakan alat Thermo Cup dimulai dari temperatur ruang yaitu 80°F sampai dengan

240°F. Pemberian variasi temperatur

dimaksudkan untuk mengetahui perubahan-perubahan serta pengaruh apa saja yang akan terjadi pada sifat fisik lumpur (berat jenis, kekentalan dan waltetr loss) dan sifat rheologi lumpur (plastic viscosity, yield point, dan gel strength).

Pengamatan Pada Berat Jenis Lumpur

Terlihat terjadi penurunan pada gambar di atas (Densitas Vs Temperatur) Pada temperature ruangan 80⁰F terlihat pada lumpur A dari 9.25 lb/gal (sebelum kenaikkan temperatur) menjadi 9.1 lb/gal, begitu juga pada lumpur B, penurunan densitas tersebut disebabkan karena adanya peningkatan temperatur. Dari data hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan semakin tinggi temperatur maka berat jenis lumpur (densitas) akan semakin menurun (encer). Namun penurunan yang terjadi masih dalam batas spesifikasi yaitu 9-10.5, hal ini dikarenakan sistem lumpur berbasis minyak yang lebih stabil pada suhu tinggi sehingga mampu menjaga penurunan yang tidak terlalu besar.

Pengamatan Pada Viskositas

Trend penurunan kembali terjadi pada grafik viskositas, dimana semua sistem

lumpur mengalami penurunan seiring

penambahan suhu. Hal ini dapat dimengerti karena pada hakikatnya, suatu zat cair apabila dipanaskan akan menjadi semakin encer. Berkurangnya viskositas ini juga perlu diperhatikan karena apabila viskositas

lumpur menjadi terlalu kecil maka

pengangkatan serbuk bor akan menjadi kurang sempurna dan dapat mengakibatkan serbuk bor tertinggal di dalam lubang bor sehingga menyebabkan rangkaian pipa pemboran akan terjepit. Namun yang

menjadi pertimbangan disini adalah

penambahan lCM pada komposisi sumur yang ternyata tidak dapat mempertahankan viskositas lumpur apabila suhu dinaikkan. Pengamatan Pada Plastic Viscosity

Trend yang hampir sama juga terjadi pada Plastic Viscosity (PV). PV pada lumpur sistem A dan B pada awalnya meningkat seiring dengan ditambahnya LCM ke dalam lumpur namun setelah lumpur dipanaskan hingga mencapai suhu 240°F trend penurunan kembali terjadi bahkan pada lumpur A1 dan B1 penurunan terjadi sangat signifikan. Menurut standar spesifikasi smooth fluid, harga Plastic

(9)

Pradirga Grahadiwin 07111277, Semester 10– 2015/2016

9

Voscosity masih masuk dalam batas

toleransi walaupun lumpur A pada suhu 240°F tidak masuk kedalam standar.

Pengamatan pada Yield Point

Berdasarkan data hasil pengamatan, Yield Point (YP) dari lumpur dasar A bernilai 30 lb/100ft2 pada suhu 80°F dan terus menurun hingga 23 lb/100ft2 pada suhu 240°F. Penurunan ini juga senada dengan penurunan Dial Reading pada 300 RPM serta PV seiring dengan meningkatnya temperatur. Penurunan yang terlalu tinggi perlu dikhawatirkan karena apabila nilai YP terlalu kecil maka dapat mengakibatkan pengendapan barite serta zat padat lainnya serta pembersihan lubang sumur menjadi tidak optimal.

Pengamatan pada Gel Strength

Gel Strength 10 Detik

Gel Strength 10 Menit

Percobaan selanjutnya yaitu

pengukuran Gel Strength. Gel Strength atau daya agar sangat berpengaruh terhadap kemampuan lumpur menahan cutting sama sirkulasi dihentikan. 10 detik maupun 10 menit. Pada grafik hasil pengamatan, secara umum sistem lumpur baik itu sebelum

maupun sesudah ditambahkan LCM

memang mengalami penurunan ketika

dipanaskan. Hal ini wajar mengingat viskositas lumpur akan menurun seiring bertambahnya suhu. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah dengan bertambahnya LCM akan memperbaiki nilai Gel Strength atau malah memperburuk nilai Gel Strength. Pada Grafik tersebut dapat

disimpulkan bahwa dengan adanya

penambahan LCM tidak memperbaiki nilai Gel Strength, bahkan sistem lumpur dengan penambahan LCM pada suhu tinggi justru membuat sistem lumpur tersebut tidak masuk kedalam spesifikasi gel strength dan dengan tidak adanya LCM, harga Gel Strength sebagian besar masih dalam batas toleransi. Apabila Gel Strength terlalu kecil akan mengakibatkan lumpur tidak mampu menahan cutting ketika tidak sedang disirkulasikan dalam waktu tertentu.

Pengamatan pada Mud loss dan Filtration Loss

Mud Loss

(10)

Pradirga Grahadiwin 07111277, Semester 10– 2015/2016

10

Pengukuran Filtration loss

umumnya menggunakan media saring

kertas, namun kali ini menggunakan dua metode yaitu kertas dan media saring pasir berukuran 100 dan 80 mesh. Pemilihan media saring pasir ini bertujuan untuk mensimulasikan kondisi zona loss, karena apabila menggunakan kertas saring pada umumnya hasil yang akan didapatkan akan kurang maksimal dalam menggambarkan kondisi sesungguhnya pada zona yang berrongga dimana biasanya menjadi zona berpotensi loss.

Dari hasil yang didapatkan,

Filtration loss dengan media saring kertas masih memiliki nilai yang ideal dalam standar laju tapisan untuk spesifikasi lumpur Smooth Fluid yaitu dibawah 6cc/30 min, sedangkan Mud Loss pada media saring pasir memiliki harga yang sangat besar dibandingkan dengan media saring kertas. Bahkan pada suhu 240°F peningkatannya cukup signifikan.

Setelah lumpur ditambahkan

dengan Fiber Mat sebagai LCM, water loss dapat dikurangi, meskipun water loss

meningkat setelah dipanaskan namun

peningkatannya cenderung tidak signifikan. Hal ini berarti Fiber Mat berperan dengan cukup baik dalam menanggulangi lost circulation. Hasil yang didapatkan dari penelitian water loss dengan menggunakan media saring pasir memang lebih besar apabila dibandingkan dengan pengukuran water loss dengan media kertas pada umumnya, hal ini sudah dapat diprediksi

sebelumnya dikarenakan media kertas

memiliki porositas yang kurang baik dibanding media pasir.

Pengamatan pada Mud Cake

Pada pengamatan mud cake terlihat

kenaikan harga mud cake. Mud cake yang bagus adalah yang setipis mungkin yaitu kurang dari 1,5 mm. Pada temperature 80⁰F harga mud cake lumpur A dan B berkisar diharga 1 mm - 2.3 mm, sedangkan lumpur A1 dan B1 mengalami kenaikan yaitu berkisar di harga 1 mm – 2.8 mm. Dari tabel 4.10 dapat dilihat bahwa apabila lumpur ditambah dengan Fiber Mat akan membuat peningkatan tebal Mud cake. Maka sekali lagi komposisi LCM yang digunakan perlu

diperhatikan dengan baik agar tebal Mud Cake sudah sesuai dengan spesifikasi lapangan dan memenuhi harga ideal untuk menghindari potensi-potensi masalah akibat Mud cake yang terlalu tebal. Berikut adalah grafik harga dari nilai mud cake yang diteliti:

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di laboratorium serta bab – bab yang telah dibahas di dalam tugas akhir ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Penambahan Fiber Mat ke

dalam lumpur dasar membuat densitas lumpur cenderung meningkat namun dengan peningkatan temperatur setelah lumpur dipanaskan sampai dengan suhu 240°F, densitas lumpur menurun karena viskositas lumpur berkurang dan menjadi encer namun sistem lumpur berbahan dasar minyak dengan Smooth Fluid sebagai fasa kontinyu

mampu menjaga kestabilan densitas

sehingga penurunan densitas tidak besar.

2. Viskositas lumpur

berkurang karena lumpur dipanaskan hingga suhu 240°F, pada lumpur sistem A berkisar antara 80 – 56 second/quart, sedangkan pada lumpur sistem B berkisar antara 82 – 69

second/quart. Namun, dengan

ditambahkannya Fiber Mat ke dalam komposisi lumpur membuat penurunan viskositas lumpur menjadi tidak terlalu signifikan, yaitu bisa terlihat pada lumpur sistem A1 berkisar antara 84 – 65 second/quart, sedangkan pada lumpur sistem B1 berkisar antara 88 – 72 second/quart.

3. Penambahan LCM tidak

memperbaiki penurunan harga plastic

(11)

Pradirga Grahadiwin 07111277, Semester 10– 2015/2016

11

temperatur 240°F, bahkan gradient

penurunan harga PV pada sistem lumpur A1 dan B1 lebih tinggi dibandingkan dengan sistem lumpur dasar yaitu A dan B.

4. Berdasarkan hasil

percobaan, diketahui harga YP mengalami trend penurunan baik pada sistem A maupun sistem B setelah dipanaskan, hal ini berkaitan dengan menurunnya nilai Plastic Viscosity yang berimbas pada penurunan nilai Yield Point, namun penurunan harga YP pada sistem lumpur A1 dan B1 mengalami penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan lumpur dasar

5. Harga Gel Strength 10

detik dan 10 menit dari lumpur dasar, sistem A, dan sistem B semuanya mengalami

penurunan ketika dipanaskan karena

viskositasnya juga menurun hingga berada di bawah nilai Gel Strength yang ideal. Namun, penurunan yang terjadi pada lumpur sistem A jauh lebih signifikan dan nilainya di bawah Gel Strength ideal

6. Water loss yang terjadi

pada semua sistem lumpur yang

menggunakan media saring pasir memang memiliki harga yang tinggi, hal ini sudah menjadi kewajaran melihat media filter pasir yang digunakan memiliki porositas yang baik dibanding media kertas, dan dari hasil

ini kita dapat melihat sesungguhnya

keefektifan Fiber Mat sebagai bahan penanggulangan Loss Circulation berkerja dengan sangat baik pada sistem lumpur A1 dan B1 mampu mempersempit nilai Water Loss dibandingkan dengan sistem lumpur A dan B.

7. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bahan Lost Circulation Materials (LCM) berjenis serat ini ideal

untuk digunakan baik pada lumpur

komposisi A dibandingkan dengan

komposisi lumpur B. Meskipun mengalami penurunan pada beberapa parameter sifat fisik lumpur, namun penurunan yang terjadi tidak terlalu signifikan dan masih dapat dikontrol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rubiandini, Rudi., “Teknik Operasi

Pemboran”, Penerbit ITB,

Bandung, 2012.

2. Rubiandini Rudi., “Perancangan

Pemboran”, Penerbit ITB,

Bandung, 2001.

3. Universitas Trisakti., “Penuntun

Praktikum Teknik Lumpur

Pemboran”, Jakarta, 2008.

4. Sadiya R., Shebubakar H.G.,

“Teknik Pemboran Volume 1”,

Jurusan Teknik Perminyakan,

Universitas Trisakti, Jakarta, 1987.

5. Ryanto, Adhidyo., “Studi

Laboratorium Pengaruh

Penambahan Bore Throle Terhadap Sifat Fisik Lumpur Minyak Dengan Bahan Dasar Smooth Fluid Pada Berbagai Temperature”, Universitas Trisakti, 2013. 6. http://petrowiki.org/Drilling_fluid_t ypes#Oil-based_fluids (25/07/2016 7. http://sharingilmuperminyakan.blog spot.co.id/2015/03/penentuan-filtrasi-untuk-mud-cake-dan.html (25/07/2016). 8. https://www.onepetro.org/conferen ce-paper/SPE-171412-MS?sort=&start=0&q=FIBER+MA T+LCM&from_year=&peer_revie wed=&published_between=&from SearchResults=true&to_year=&row s=10# (25/07/2016). 9. http://petroleum-learning.blogspot.co.id/2015/12/sist em-sirkulasi-circulating-system.html (27/07/2016).

Referensi

Dokumen terkait