I N F O S H E E T
P R O G R A M
ICCTF-USAID
TAHUN ANGGARAN 2016-2018
Pada tahun 2016, ICCTF memberikan dukungan
pendanaan kepada 18 lembaga mitra pelaksana yang
telah lulus proses seleksi proposal. 4 (empat) program
diantaranya diimplementasikan di wilayah Jawa
Tengah oleh 4 (empat) mitra pelaksana. Keempat
program tersebut adalah:
1. Program “Konservasi Sumber Mata Air Blok Utara
Lereng Pegunungan Dieng Kabupaten Batang
Jawa Tengah’’ yang dilaksanakan oleh Yayasan
Lingkungan Hidup Seloliman (YLHS).
2. Program “Peningkatan Budidaya Bambu Cendani
untuk Penyelamatan Lahan Kritis di Sub-DAS
Grenjeng DAS Serang Desa Sampetan Kecamatan
Ampel Boyolali’’ yang dilaksanakan oleh Yayasan
Pendidikan Akhlaq Mulia (YPAM).
3. Program “Adaptasi Perikanan Tangkap Terhadap
Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir
Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Risiko’’ yang
dilaksanakan oleh Pusat Perubahan Iklim Institut
Teknologi Bandung (ITB).
4. Program “Pemanfaatan Biogas untuk Usaha
Kemandirian Energi Rumah Tangga Sekaligus
Ikut Serta Dalam Upaya Mendukung Gerakan
Konservasi Lingkungan” yang dilaksanakan oleh
Perkumpulan Sesami.
Program-program tersebut berkontribusi terhadap
upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di
wilayah Jawa Tengah, sesuai dengan sasaran dan
keluarannya masing-masing. Peran aktif masyarakat
beserta Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku
kepentingan terkait menjadi kunci utama dalam
mencapai tujuan dan keluaran program yang
diharapkan. Rasa memiliki dan kesadaran menjadi
bagian yang tak terpisahkan dari program dapat
mengarahkan program menjadi berkesinambungan
dan berkelanjutan. Masing-masing program akan
dijelaskan secara lebih rinci dalam deskripsi berikut.
ICCTF mendukung pendanaan program “Konservasi Sumber Mata Air Blok Utara Lereng Pegunungan Dieng Kabupaten Batang Jawa Tengah’’ yang dilaksanakan oleh Yayasan Lingkungan Hidup Seloliman (YLHS) dengan nilai sebesar Rp 1.000.000.000,00 (Satu milyar rupiah).
Program konservasi sumber mata air Blok Utara Lereng Pegunungan Dieng dilaksanakan di Desa Keteleng dan Desa Bismo berada di bagian selatan Kabupaten Batang dengan luas wilayah Desa Keteleng 882,780 ha dan Desa Bismo 557, 775 ha. Kedua desa ini berada di ketinggian antara 800 – 900 mdpl tepatnya di kaki Gunung Kamulyan. Kondisi wilayah di dominasi dengan daerah pertanian, ladang dan perkebunan serta hutan lindung dan kawasan Hak Guna Usaha (kebun teh) yang dikelola oleh PT Pagilaran. Mayoritas mata pencaharian penduduk di kedua desa ini adalah bercocok tanam terutama pertanian ladang dan perkebunan.
Kebutuhan air masyarakat Kabupaten Batang dan sekitarnya berasal dari beberapa mata air, dan salah satu yang paling besar adalah Mata Air Bismo. Dalam sepuluh tahun terakhir terjadi penurunan kapasitas debit air di Mata Air Bismo sekitar 10% hingga 30%, yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan akibat adanya perubahan tata guna lahan dan perubahan iklim global yang mengakibatkan tidak meratanya curah dan intensitas hujan. Perubahan tata guna lahan menurunkan kapasitas infiltrasi dan memacu peningkatan run off sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan debit air di sumber mata air, banjir, longsor serta kerusakan infrastruktur jalan dan fasilitas umum lainnya.
Guna menjawab permasalahan tersebut di atas, program ini disusun dan diimplementasikan dengan tujuan sebagai berikut:
• Meningkatkan kapasitas debit mata air Bismo dan blok mata air imbuhan lereng Dieng dengan membangun sumur resapan;
• Sharing metode adaptasi perubahan iklim;
• Mengurangi run off sehingga infrastruktur umum di Desa Bismo dan Desa Keteleng tidak mudah rusak;
• Sebagai stimulan dan advokasi kepada emerintah mengenai konsep adaptasi perubahan iklim terutama untuk perlindungan sumber air baik di mata air yang digunakan oleh PDAM maupun mata air untuk kebutuhan masyarakat setempat;
• Transfer Knowledge kepada pemangku kepentingan air di Kabupaten Batang dalam merencanakan perlindungan sumber air baku melalui konsep adaptasi perubahan iklim. Dalam upaya mencapai tujuan program, YLHS melakukan beberapa kegiatan yang meliputi penanaman 2000 tanaman keras (bambu dan sukun, dll) di kawasan imbuhan mata air Bismo, membuat 200 sumur resapan di pemukiman Desa Bismo dan Desa Keteleng, membuat peraturan Desa Keteleng tentang tata kelola lingkungan dan perlindungan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya air, membangun mekanisme kerjasama antara KSM dengan PDAM tentang perlindungan sumber mata air Bismo, dan membentuk forum stakeholders
Yayasan Lingkungan Hidup Seloliman (YLHS)
untuk pengelolaan sumber mata air Bismo. Dari monitoring pengukuran yang dilakukan terjadi peningkatan debit air dimana pengukuran yang dilakukan PDAM pada bulan Januari 2016 yaitu 248,4 l/dt menjadi 272,18 l/dt atau sekitar 9.57%. Keluaran program yang diharapkan:
1. Tertanamnya 2000 bibit tanaman yang bisa meresapkan air dan sekaligus memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat. Tanaman yang bisa ditanam adalah cengkeh, aren, sukun, bambu, dan lain-lain;
2. Terbangunnya 200 unit sambungan rumah (SR) di daerah imbuhan mata air Bismo yaitu di Desa Bismo dan Desa Keteleng, Kecamatan Bladom Kabupaten Batang, Jawa Tengah;
3. Adanya peraturan desa tentang tata kelola lingkungan dan perlindungan sumber air di Desa Keteleng;
4. Adanya mekanisme kerjasama antara KSM dengan PDAM terkait perlindungan sumber mata air Bismo;
5. Terbentuknya kelembagaan/forum antar stakeholder terkait perlindungan mata air Bismo.
PENERIMA MANFAAT
CAPAIAN PROGRAM
2000
pohon bibit tanaman perkebunan dan tanaman langka seperti Matoa telah ditanam.200
sumur resapan di daerah tangkapan mata air Bismo telah dibangun.248,4
l/dt
272,18
l/dt
Peningkatan debit air
Peraturan Desa Keteleng tentang Tata Kelola
Lingkungan Hidup
Masyarakat di Desa Keteleng dan Desa Bismo Kecamatan Blado, Kabupaten Batang
2
Sejak April 2016, Yayasan Pendidikan Akhlaq Mulia (YPAM) menerima dukungan pendanaan ICCTF tahun anggaran 2016 untuk implementasi program “Peningkatan Budidaya Bambu Cendani untuk Penyelamatan Lahan Kritis di Sub-DAS Grenjeng DAS Serang Desa Sampetan Kecamatan Ampel Boyolali’’ senilai Rp 415.133.250,00 (Empat ratus lima belas juta serratus tiga puluh tiga ribu dua ratus lima puluh rupiah). YPAM telah melaksanakan budidaya bambu cendani sejak tahun 2007 di areal seluas 3000 m2 di Sembunglor, Desa
Sampetan Ampel. Budidaya bambu ini telah diakui oleh
International Networking Bamboo & Rattan (INBAR) yang
beranggotakan 40 (empat puluh) negara termasuk Indonesia. Budidaya Bambu Cendani merupakan strategi baru dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim karena karakter dari bambu tersebut yang tumbuh cepat (1 mm/malam), memiliki tunas yang panjang mencapai 5 m, tahan ditanam di lahan sangat kritis, akarnya kuat sehingga efektif menangkal dan mengurangi bahaya putting beliung serta erosi/longsor akibat hujan, serta kemampuannya dalam menyerap karbon cukup tinggi (1 hektar lahan bambu menyerap 62 ton CO2/ tahun).
Program ini bertujuan untuk berkontribusi terhadap penyelamatan lahan kritis di Sub-DAS Grenjeng, DAS Serang Desa Sampetan Kecamatan Ampel Boyolali melalui penanaman bambu cendani berbasis masyarakat.
Sasaran yang ingin dicapai dari program ini adalah:
• Meningkatnya kesadaran 3 kelompok swadaya masyarakat (Komunitas Peduli Merbabu) beranggotakan 100 orang tentang penyelamatan lingkungan;
• Kesadaran lingkungan yang ditanamkan sejak dini kepada anak-anak usia Sekolah Dasar melalui lomba-lomba bertema lingkungan (target 150 siswa SD);
• Terbentuknya forum Masyarakat Peduli Lingkungan Merbabu sebagai pelestari program;
• Tersedianya satu unit kebun budidaya bibit bambu cendani berkapasitas 2.500 polibag;
• Tersedianya 100 bibit alpokat wina dan 250 bibit bambu petung;
• Tertanam dan terawatnya 2.500 bibit bambu cendani, 100 bibit alpokat wina dan 250 bambu petung di sepadan sungai Sub-DAS Grenjeng seluas ±3 ha;
• Terbentuknya satu kelompok kriya cendani beranggotakan 30 orang;
• Terdokumentasikannya seluruh kegiatan dalam bentuk laporan-laporan.
Untuk mencapai sasaran dan tujuan program, YPAM menerapkan pendekatan sosial ekonomi dan pengembangan masyarakat (community development). Dalam hal ini komunitas menjadi subyek dalam program sehingga partisipasi dan peran aktif masyarakat menjadi kunci utama keberhasilan program. Masyarakat yang terlibat secara aktif sejak awal proses program akan menumbuhkan rasa memiliki dan kepedulian terhadap lingkungannya. Secara sosial ekonomi masyarakat juga mendapatkan dampak positif dari program ini.
Keluaran yang diharapkan dari program ini sebagai berikut: a. Satu dokumen laporan hasil identifikasi kebutuhan dasar
dari pemangku kepentingan; b. Tersusunnya 9 modul pelatihan;
c. Terlaksana dan tersusunnya laporan 9 kali pelatihan penguatan kelembagaan;
d. Terlaksana dan tersusunnya laporan lomba bertemakan lingkungan bagi anak-anak SD;
e. Tersedianya kebun budidaya bibit bambu cendani berkapasitas 2.500 polibag;
f. Tersedianya 100 alpokat wina dan 250 bambu petung; g. Terlaksananya gerakan penanaman 2.500 bibit bambu
cendani, 100 bibit alpokat wina dan 250 bibit bambu petung di Sub-DAS yang masuk ke dalam wilayah DAS Serang;
h. Terlaksananya pendampingan kelompok dan forum peduli lingkungan Merbabu minimal satu bulan sekali;
i. Tersusunnya laporan program bulanan, tengah semester, tahunan dan akhir program.
Yayasan Pendidikan Akhlaq Mulia (YPAM)
CAPAIAN PROGRAM
250
bibit bambu betung2500
bibit bambu cendaniFGD, pelatihan kerajinan bambu
dan sosial ekonomi
Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung melaksanakan program “Adaptasi Perikanan Tangkap Terhadap Perubahan dan Variabilitas Iklim di Wilayah Pesisir Selatan Pulau Jawa Berbasis Kajian Risiko’’ dengan dukungan pendanaan dari ICCTF tahun anggaran 2016. Program ini bertujuan untuk mengurangi risiko serta memperkuat ketahanan sektor perikanan tangkap Indonesia (beserta sub-sektor turunannya yang terkait penghidupan masyarakat pesisir) terhadap dampak perubahan iklim. ICCTF memberikan dukungan pendanaan sebesar Rp 998.250.000,00 (Sembilan ratus sembilan puluh delapan juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Sasaran yang ingin dicapai dari implementasi program ini sebagai berikut:
a. Tersedianya dan dapat dimanfaatkannya opsi-opsi adaptasi yang terkait dengan keterjangkauan sektor perikanan tangkap pada lokasi penangkapan ikan di laut (fishing ground) yang dinamis berdasarkan profil risiko perubahan iklim;
b. Dihasilkannya konsep inovasi sosial bersama stakeholders sektor perikanan tangkap untuk menciptakan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim;
c. Meningkatkan kemampuan stakeholders sektor perikanan tangkap dalam memanfaatkan profil resiko guna beradaptasi dengan perubahan iklim.
Keluaran yang dihasilkan dari implementasi kegiatan ini adalah: a. Dokumen Profil Risiko perubahan iklim pada sektor
perikanan tangkap di wilayah kajian;
b. Dokumen Rekomendasi Kebijakan dan Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim (RAD-API) sektor perikanan tangkap (Summary for Policy-maker).
Guna mencapai keluaran program secara maksimal, dalam proses implementasinya program ini menggunakan metode: 1) Pemanfaatan hasil riset yang telah ada untuk mengembangkan proyeksi perubahan dan variabilitas iklim hingga tahun 2030; 2) Kajian risiko mencakup analisis bahaya dan kerentanan perubahan iklim terhadap sektor perikanan tangkap di pesisir Selatan Jawa; 3) Pengkajian faktor kapasitas ekonomi, teknologi kapal, keselamatan operasional penangkapan ikan, mata rantai sektor perikanan, analisis pasar perikanan dan pemanfaatan informasi oleh nelayan dalam menjangkau lokasi
fishing ground.
Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung
CAPAIAN PROGRAM
Menghasilkan VA
FGD, workshop di Pelabuhan Ratu-Cilacap-Pangandaran dan Banyuwangi
Menghasilkan rekomendasi perencanaan RPJMD yang dipresentasikan di Jabar, Jateng dan Jatim
Desa Keningar:
dengan jumlah penduduk sebanyak 609 jiwa ICCTF memberikan dukungan pendanaan kepada Perkumpulan
Sesami untuk melaksanakan program “Pemanfaatan Biogas untuk Usaha Kemandirian Energi Rumah Tangga Sekaligus Ikut Serta Dalam Upaya Mendukung Gerakan Konservasi Lingkungan” di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Jumlah dukungan pendanaan yang diberikan oleh ICCTF sebesar Rp 996.730.000,00 (Sembilan ratus sembilan puluh enam juta tujuh ratus tiga puluh ribu rupiah).
Program ini dimaksudkan untuk mengkonservasi wilayah bekas galian tambang pasir yang terabaikan di lereng Gunung Merapi. Kawasan lereng Merapi ini merupakan lahan yang telah dieksploitasi sebagai tambang pasir pada tahun 2005 dan berakhir pada tahun 2013. Lahan bekas tambang ini menjadi lahan kritis baik secara kualitas maupun kuantitas tanahnya. Lahan kritis ini menjadi faktor risiko yang mengancam masyarakat pada saat terjadi erupsi. Mitigasi lahan bekas tambang pasir perlu dilakukan untuk mempersiapkan resiko bencana dan konservasi lingkungan.
Sasaran dari program ini adalah:
a. Kemandirian energi yang terbarukan yaitu biogas dalam tingkat rumah tangga;
b. Kemandirian pupuk organik untuk pertanian dan mendukung rehabilitasi tanah bekas tambang pasir; c. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk ikut serta
dalam menjaga kelestarian alam.
Dalam prosesnya, ada nilai-nilai kebaruan dan inovasi yang didapatkan dari program ini. Inovasi-inovasi proses penanaman bibit di lokasi bekas tambang tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memperbanyak tanaman legum (Leguminoceae) jenis sengon di lokasi paska tambang. Hal ini dikarenakan sengon memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menghasilkan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat (dapat dipanen dalam 5-6 tahun), tidak mematikan rumput dan tumbuhan lain disekitarnya, pertumbuhannya lebih cepat dibanding tanaman lainnya, dan dapat tumbuh dan bertahan di lahan berpasir.
2. Penggunaan bioslurry sebagai pupuk utama untuk menjaga pertumbuhan tanaman. Bioslurry ini merupakan limbah cair hasil dari biogas yang dihasilkan dari kotoran ternak. Hasil limbah biogas/bioslurry dari biodigester dikumpulkan dan dikelola untuk dijadikan pupuk cair. 3. Penggunaan pot dari bambu yang di-isi tanah untuk lokasi
dengan kondisi tanah yang sedikit. Pot bambu digunakan karena berasal dari alam dan lebih kuat dalam menahan tanah saat diterpa hujan. Untuk beberapa tanaman yang berada pada lahan yang berbatu diberikan botol yang bagian dasarnya telah dilubangi untuk menampung air hujan dan menetesi tanah tempat pembibitan tanaman (sistem infus). Dengan demikian air hujan tidak langsung meresap ke dalam tanah.
Perkumpulan Sesami
Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam keseluruhan proses implementasi program merupakan nilai tambah dari program ini. Salah satunya adalah dengan peran masyarakat dalam musyawarah untuk mencapai kesepakatan batas lahan. Sebelumnya, masyarakat dan pemilik lahan selalu kesulitan dalam menentukan batas tanah miliknya. Komitmen banyak pihak untuk berpartisipasi secara aktif merupakan kunci keberhasilan program ini. Baik pihak warga masyarakat, Kelompok Keningar Hijau, pihak Pemerintah Desa, BPTH Jateng dan BPDAS Yogyakarta, seluruhnya terlibat dan berkontribusi dalam mensukseskan program.
PENERIMA MANFAAT LANGSUNG
200
KK
Warga masyarakat pemilik lahan paska tambang dan tegalan dari 3 desa:
10
KK
penerima manfaat biogas yang tersebar di Desa Keningar, Ngargomulyo dan Sumber.
Desa Ngargomulyo: dengan jumlah penduduk sebanyak 2.462 jiwa
798
KK
Desa Sumber: dengan total 3.407 jiwa12
dusun
25
warga masyarakat yang tergabung dalam kelompok Keningar Hijau.Penerima tidak langsung adalah masyarakat diwilayah bawah lereng gunung. Dengan penghijauan dilahan lereng gunung bagian atas, maka masyarakat yang berada dibawahnya akan mendapatkan manfaat secara tidak langsung, Oksigen bertambah, cadangan air bertambah.
CAPAIAN PROGRAM
Terbentuk kelompok keningar hijau
25.750
Telah tertanam
bibit dengan komposisi:
17.998
Pohon Sengon
6.152
Tanaman keras lainnya
(Ekaliptus, mahoni, nyamplung, kayu afrika, genitri, glodogan, randu, kluwak, kayu manis, pule, suren, trembesi, akasia, kupu-kupu, bungur, gayam, aren).
1.575
Tanaman buah
(durian, sirsak, kluweh, alpokat)
Lahan paska tambang dan tegalan yang sudah ditanami seluas
dengan prosentase keberhasilan mencapai 99%.
148.420
m
210
Terbangun unit Biodigester
Lembaga Dana Perwalian Perubahan Iklim Indonesia (Indonesia Climate Change Trust Fund/ICCTF) merupakan satu-satunya lembaga dana perwalian di Indonesia untuk perubahan iklim yang dikelola oleh Pemerintah Indonesia. ICCTF didirikan pada tanggal 14 September 2009 dengan tujuan utama untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi koordinasi penanganan perubahan iklim di Indonesia sesuai dengan Rencana Aksi Nasional/Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN/RAD-GRK) dan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API). Tujuan kelembagaan ICCTF adalah mengarusutamakan isu perubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota, serta mengimplementasikan kegiatan mitigasi dan adaptasi penurunan emisi GRK. Dengan mendorong dan menyalurkan sumber daya domestik dan pendanaan internasional ke proyek-proyek yang selaras dengan rencana pelaksanaan RAN/RAD-GRK, ICCTF mendukung target penurunan emisi Indonesia sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional di tahun 2030.
Dalam periode 2016-2018, ICCTF mendanai 18 program penanganan perubahan iklim di berbagai lokasi di Indonesia, sesuai dengan tiga fokus area lembaga, yaitu mitigasi berbasis lahan, energi, serta adaptasi dan peningkatan ketahanan. Dalam periode 2010-2016, program penanganan perubahan iklim yang telah didanai oleh ICCTF sebanyak 36 program. Mitra pelaksana kegiatan-kegiatan ICCTF tersebut adalah Kementerian/Lembaga, LSM, dan Universitas. Tahun 2017 ICCTF menyalurkan pendanaan ke 27 lembaga yang telah lulus seleksi proposal. 11 lembaga terpilih untuk program ICCTF-UKCCU, 12 proposal lembaga terpilih untuk program ICCTF-USAID Mitigasi Berbasis Lahan, dan 4 proposal lembaga terpilih untuk program ICCTF-USAID Adaptasi dan Ketahanan.
Informasi selengkapnya kunjungi www.icctf.or.id
Narahubung:
Adhi Fitri Dinastiar Communication Officer ([email protected]) (+6282 22 685 4874)