• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONJUNGSI BAHASA ACEH (SUATU KAJIAN STRUKTUR DAN SEMANTIK) oleh Irmawati * ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONJUNGSI BAHASA ACEH (SUATU KAJIAN STRUKTUR DAN SEMANTIK) oleh Irmawati * ABSTRAK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KONJUNGSI BAHASA ACEH

(SUATU KAJIAN STRUKTUR DAN SEMANTIK)

oleh Irmawati* ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi ragam konjungsi dalam bahasa Aceh; (2) mendesk-ripsikan bentuk dan makna konjungsi bahasa Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian adalah penelitian deskripstif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah data lisan dan tulisan. Data lisan diperoleh melalui lima orang penutur asli bahasa Aceh (berumur 20 s.d. 60 tahun) dan peneliti sendiri yang juga merupakan penutur asli. Data tulisan diperoleh melalui sejumlah buku berbahasa Aceh. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dan metode cakap. Metode simak dilakukan dengan cara menyi-mak penggunaan bahasa, sedangkan metode cakap dengan cara percakapan antara peneliti dan penutur selaku informan penelitian. Kedua metode ini dipilih untuk menjaring data konjungsi bahasa Aceh. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Jenis-jenis konjungsi bahasa Aceh meliputi konjungsi koordinatif, subordinatif, korelatif, dan antarkalimat. (2) Bentuk konjungsi bahasa Aceh adalah bentuk morfemis. Konjungsi itu dipilah menjadi dua bagian, yaitu konjun-gsi monomorfemis dan polimorfemis. Makna konjunkonjun-gsi bahasa Aceh meliputi makna aditif, adversatif, kausal, dan temporal. Makna aditif meliputi 1) urutan, 2) gabungan, 3) keserempa-kan, 4) keinklusifan atau keikutsertaan, 5) keseluruhan, 6) pilihan, 7) beberan, 8) pencontohan atau pengibaratan, 9) ketidakpastian, dan 10) penjelas atau atribut. Makna adversatif meliputi 1) pertentangan, 2) kebalikan, 3) kenyataan, 4) pengakuan, 5) pembetulan, 6) perbandingan, 7) kemiripan. Makna kausal meliputi 1) sebab, 2) tujuan, 3) persyaratan, 4) pengandaian, 5) akibat, 6) persesuaian, dan 7) kesimpulan. Makna temporal meliputi makna yang menyatakan waktu 1) sebelum, 2) sesudah, 3) bersamaan, 4) batas akhir, dan 5) rentang.

Kata Kunci: konjungsi, bahasa Aceh, struktur, semantik

(2)

Pendahuluan

Penelitian ini berkenaan dengan bahasa Aceh, selain memiliki fungsi sebagai sarana pen-dukung budaya daerah dan bahasa Indonesia serta pendukung sastra daerah dan sastra Indo-nesia, digunakan oleh masyarakat Aceh seba-gai sarana komunikasi antarsesama. Sebaseba-gai alat komunikasi, bahasa Aceh, sebagaimana bahasa-bahasa yang lain di dunia ini, diguna-kan untuk menyampaidiguna-kan pesan atau amanat dari penyapa (pengirim) kepada pesapa (pe-nerima). Komunikasi dengan menggunakan bahasa dapat dikatakan berhasil jika pesan atau amanat yang disampaikan penyapa dapat diterima pesapa persis seperti yang diingin-kan oleh penyapa. Dengan demikian, agar ko-munikasi dapat berhasil dengan baik, bahasa yang digunakan tentulah harus baik dan be-nar sehingga tercapai komunikasi yang efektif dan efisien. Tidak baik dan benarnya peng-gunaan bahasa tentulah dapat menyebabkan terjadinya kegagalan dalam berkomunikasi. Munculnya kegagalan dalam komunikasi

ver-bal kadangkala disebabkan oleh kesalahan penggunaan konjungsi. Oleh karena itu, pe-netapan dan pengetahuan kaidah konjungsi dapat menghindari atau sedikitnya mengurangi kegagalan komunikasi verbal.

Bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi pada kenyataannya mempunyai kepaduan antarunsurnya. Unsur yang satu di-hubungkan dengan unsur yang lain sehingga ada hubungan antara unsur yang sedang di-ungkapkan dengan unsur yang telah kapkan dan dengan unsur yang akan diung-kapkan. Hal ini dibuktikan oleh jarangnya kita menggunakan hanya satu unsur dalam berkomunikasi. Kita sering menggabungkan unsur-unsur bahasa, yakni menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan paragraf dengan paragraf. Salah satu alat yang digunakan untuk menggabungkan unsur-un-sur bahasa itu adalah konjungsi.

Setiap bahasa memiliki konjungsi yang sifatnya khas. Kekhasan tersebut dapat dilihat ABSTRACT

The objectives of this research are describing about (1) kind of conjunctions in Acehnese; (2) form and meaning of Acehnese conjunction. This research is qualitative approach. Kind of this research is qualitative descriptive research. The data research is oral data and writing data. The oral data obtained from five Acehnese native speaker ( 20 s.d. 60 years old ) and the researcher as a native speaker too. Writing data obtained from the books using Acehnese lan-guage. Data collected using listening and speaking method. Listening method is done by lis-tening to the language, while the speaking method carried out by the researchers and speakers as informants of the study. Both of this method is chosen to collect Acehnese conjunction data. The result of this research explained as follow. (1) kind of conjunctions in Acehnese are coordinative, subordinative, correlative, and inter-sentences. (2) form of conjunctions in Acehnese is morphemic. Acehnese conjunctions consist of two parts: mono-morphemic and poly-morphemic. Acehnese conjunction means additive, adversative, causal, and tempo-ral. Meaning additives include 1) the order, 2) combined, 3) simultaneity, 4) inclusiveness or participation, 5) overall, 6) selection, 7) explanation, 8) parable, 9) uncertainty and 10) descriptors or attributes. Adversative meaning include 1) conflict, 2)reverse, 3) the fact, 4) recognition, 5) rectification, 6) ratio, 7) similarity. Causal significance includes 1) cause, 2) goals, 3) requirements, 4) assumption, 5) effects, 6) compatibility, and 7) conclusions. Tem-poral meaning includes the meaning that states the time 1) before, 2) after, 3) simultaneously, 4) deadline, and 5) range.

(3)

dari segi jumlah konjungsi, bentuk, fungsi, makna, dan distribusi konjungsi. Dengan kata lain, setiap bahasa memiliki kekhasan dalam bidang konjungsi, baik pada tataran sintaksis maupun pada tataran semantis. Bahasa Lam-pung dialek Tulang Bawang, misalnya, jika dilihat dari segi jumlah konjungsi, memiliki konjungsi koordinatif, konjungsi subordinatif, konjungsi korelatif, dan konjungsi antarka-limat (Nurlaksana, dkk. 2000:20-45). Jika dilihat dari segi makna, konjungsi-konjungsi bahasa Lampung dialek Tulang Bawang juga memiliki beragam makna.

Sebagaimana bahasa Lampung dialek Tulang Bawang (Nurlaksana, dkk. 2000:20-45), bahasa Aceh juga memiliki konjungsi seperti ngön, atawa, tapi, watèe, ‘oh, sigoh-lom, meunyoe, adak, adakpi, dan mangat. Konjungsi-konjungsi ini memiliki kekhasan tersendiri. Jika dilihat dari segi makna, be-berapa konjungsi tersebut, meskipun memiliki makna yang sama, tidak dapat saling diper-tukarkan penggunaannya dalam kalimat. Se-lain itu, posisi-posisi konjungsi tersebut juga tidak bersifat bebas dalam kalimat. Artinya, konjungsi-konjungsi tersebut ada yang dapat menempati posisi awal, tetapi mungkin tidak dapat menempati posisi tengah atau posisi akhir. Konjungsi adak pada kalimat Adak meule buku, lôn jôk keu jih saboh tidak da-pat digunakan dalam kalimat seperti *Lôn jôk keu jih saboh, adak meule buku. Akan tetapi, konjungsi meunyoe dalam kalimat Meunyoe beuhe droeneuh, neuci tamöng lam uteuen nyan dapat saja digunakan dalam kalimat se-perti Neuci tamöng lam uteuen nyan meunyoe beuhe droeneuh. Kasus yang sama juga terjadi dalam penggunaan konjungsi mangat. Kon-jungsi mangat dapat saja digunakan dalam kalimat Jih jeumöt that jimeurunoe mangat caröng, tetapi tidak dapat digunakan seperti dalam kalimat *Mangat caröng, jih jeumöt that jimeurunoe. Munculnya perbedaan peng-gunaan konjungsi seperti dalam kalimat-ka-limat yang telah disebutkan disebabkan oleh adanya kaidah tertentu yang dimiliki oleh ba-hasa Aceh.

Berdasarkan uraian di atas, dapat

dika-takan bahwa bahasa Aceh, layaknya bahasa-bahasa yang lain, juga memiliki kekhasan penggunaan konjungsi. Kekhasan tersebut da-pat dilihat pada berbagai tataran, seperti pada tataran sintaksis atau pada tataran semantis. Oleh karena itu, judul penelitian ini adalah “Konjungsi Bahasa Aceh: Suatu Kajian Struk-tur dan Semantik”.

Kajian teori

Bahasa Aceh mempunyai penutur dan wilayah pemakaian terbesar yang memiliki empat alek geografis, yakni dialek Aceh Besar, di-alek Pidie, didi-alek Aceh Utara, dan didi-alek Aceh Barat (Asyik, 1978:1). Dialek Aceh Utara dianggap sebagai dialek yang standar karena memiliki jumlah pemakai yang paling banyak, dipahami oleh semua penutur bahasa Aceh, paling banyak diteliti, dan secara sintaksis paling lengkap, khususnya berkaitan dengan penggunaan enklitik pronomina. Berkaitan dengan dialek, hasil penelitian lain menyebut-kan bahwa selain dialek yang disebutmenyebut-kan oleh Asyik di atas, terdapat pula dialek Daya yang merupakan hasil penelitian Alamsyah tahun 2001 (Safriandi, 2010:14). Dialek ini diguna-kan di Kabupaten Aceh Jaya.

Bahasa Aceh, sebagai salah satu bahasa daerah yang ada di Aceh, merupakan bagian dari kebudayaan yang hidup sehingga patut diinventarisasi dan dikembangkan sebagai sa-rana untuk mendukung bahasa Indonesia dan budaya daerah, serta mendukung sastra dae-rah dan sastra Indonesia. Hal ini sesuai dengan fungsi bahasa Aceh sebagai sarana pendukung budaya daerah dan bahasa Indonesia serta pendukung sastra daerah dan sastra Indonesia (Wildan, 2010:4).

Kata Tugas

Dalam studi kebahasaan disebutkan bahwa konjungsi merupakan bagian dari kata tugas. Oleh karena itu, sebelum dijelaskan ihwal konjungsi, terlebih dahulu dalam bagian ini dijelaskan ihwal kata tugas yang meliputi ciri-ciri dan jenis-jenisnya secara sepintas. Kata tugas merupakan salah satu kelas kata selain nomina, verba, adjektiva, dan adverbia.

(4)

Kata tugas berbeda dengan nomina, verba, adjektiva, dan adverbia. Kelas kata ini hanya memiliki arti gramatikal, tetapi tidak memiliki arti leksikal. Dengan kata lain, kata tugas ditentukan bukan oleh kata itu secara lepas, melainkan oleh kaitannya dengan kata lain dalam frase atau kalimat (Alwi, dkk., 2003:287). Jika verba seperti makan dapat diberikan arti berdasarkan kodrat kata itu sendiri, yaitu memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, lalu ditelan (Pusat Bahasa, 2008:616), tentu saja untuk kata tugas hal yang sama tidak dapat dilakukan. Hampir se-mua kata tugas juga tidak dapat menjadi dasar untuk membentuk kata yang lain. Jika dari verba dasar dapat diturunkan kata lain seperti mendatangi, mendatangkan, dan kedatangan, tidak demikian halnya dengan kata tugas seperti dan atau dari.

Konjungsi

Konjungsi sebagaimana kata tugas yang lain merupakan kata tugas yang memiliki makna gramatikal dan bersifat tertutup. Ada banyak pengertian konjungsi yang telah dipaparkan oleh para ahli bahasa. Sibarani (1994:48) me-nyebutkan bahwa konjungsi merupakan par-tikel penghubung dua unsur linguistik (kata, frase, klausa, kalimat, atau paragraf) yang dapat dibuktikan atau dikenali menjadi dua klausa atau lebih. Hal senada tentang penger-tian konjungsi juga dikemukakan oleh Alwi, dkk. (2003:296) dan Kridalaksana, (2001:117), yaitu kata tugas yang berfungsi menghubung-kan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frase dengan frase, atau klausa dengan klausa. Berdasarkan pengertian kon-jungsi yang disebutkan di atas, terdapat satu kesamaan, yaitu menghubungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf.

Sibarani (1994) menyebutkan bahwa selain kedua prinsip umum tersebut, ada tiga prinsip khusus yang dapat digunakan untuk membedakan konjungsi dan preposisi. Prin-sip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut. (1) Apabila kata atau frase setelah partikel itu

dapat disisipi (diinterupsi) dengan fungsi sintaksis atau bagian dari fungsi sintaksis seperti subjek dan predikat untuk mem-bentuk konstruksi predikatif atau klausa, partikel itu disebut konjungsi.

(2) Apabila kata atau frase setelah partikel itu dapat diparafrase menjadi klausa partikel itu disebut konjungsi.

(3) Partikel sebelum nomina temporal seperti kemarin, besok, dan sekarang juga dise-but konjungsi dengan syarat nomina tem-poral itu dapat diparafrase atau diinterupsi menjadi klausa meskipun menimbulkan perbedaan makna.

Quirk et al. (Sibarani, 1994:40-41) menyebutkan bahwa ada enam ciri sintaksis koordinator, yaitu:

(1) koordinator klausa yang hanya terdapat pada posisi awal klausa;

(2) klausa koordinatif bersama dengan klausa yang mengikutinya tidak dapat dipindah-kan ke depan;

(3) koordinator tidak dapat didahului oleh konjungsi lain;

(4) koordinator dapat menghubungkan konsti-tuen-konstituen klausa;

(5) koordinator dapat menghubungkan lebih dari dua konjungsi;

(6) koordinator dapat menghubungkan klausa subordinatif;

(7) koordinator dapat menghubungkan lebih dari dua klausa;

Menurut posisinya, Kridalaksana (2005:102-104) mengklasifikasikan konjungsi sebagai berikut.

(1) Konjungsi Intrakalimat

Konjungsi intrakalimat adalah konjun-gsi yang menghubungkan satuan-satuan kata dengan kata, frase dengan frase, atau klausa dengan klausa. Dalam bahasa Indo-nesia konjungsi-konjungsi yang dimaksud adalah sebagai berikut.

agar jangan-jangan padahal agar supaya jangankan sambil akan tetapi, jangankan sampai alih-alih selang sampai-sampai andaikata jika seakan-akan asal jikalau seandainya

(5)

asalkan kalau sedang atau kalau-kalau sedangkan bahwa kalaupun sehingga bahwasanya karena sekalipun baik…ataupun kecuali sekiranya baik…maupun kendati sementara hingga oleh karena itu, yakni dan manakala tetapi, (2) Konjungsi Ekstrakalimat

Konjungsi ekstrakalimat terbagi lagi men-jadi dua jenis, yaitu:

(a) konjungsi intratekstual yang meng-hubungkan kalimat-kalimat dengan kalimat atau paragraf dengan paragraf, yaitu:

akan tetapi bahwa

apalagi bahkan

begitu biarpun demikian meskipun demikian oleh karena itu biarpun begitu sebaliknya dan sekalipun begitu dan lagi sekalipun demikian dalam pada itu sebelumnya di samping itu selain itu itu pun selanjutnya kecuali sementara itu kemudian sesudah itu lagi pula sesungguhnya lebih-lebih lagi setelah itu

maka sungguhpun demikian maka itu sungguhpun begitu malah tambahan lagi malahan tambahan pula mana lagi walaupun demikian mana pula meskipun begitu (b) konjungsi ekstratekstual yang

meng-hubungkan dunia di luar bahasa dengan wacana, yaitu:

adapun maka alkisah maka itu arkian mengenai begitu sebermula hatta syahdan

hubaya-hubaya omong-omong (nonstandar) teringatnya

Alwi, dkk. (2003:297) mengklasifikasi-kan empat kelompok konjungsi berdasarmengklasifikasi-kan perilaku sintaksisnya dalam kalimat yaitu 1) jungsi koordinatif, 2) konjungsi korelatif, 3) kon-jungsi subordinatif, 4) konkon-jungsi antarkalimat. Adapun contoh-contoh konjungsi koordinatif adalah sebagai berikut:

dan penanda hubungan penambahan serta penanda hubungan pendampingan atau penanda hubungan pemilihan tetapi penanda hubungan perlawanan melainkan penanda hubungan perlawanan padahal penanda hubungan pertentangan sedangkan penanda hubungan perlawanan Jenis-jenis konjungsi korelatif adalah sebagai berikut:

baik...maupun...

tidak hanya...tetapi juga... bukan hanya...melainkan juga... demikian...sehingga...

sedemikian rupa...sehingga... apa(kah)...atau...

entah...entah... jangankan...pun...

Adapun konjungsi subordinatif dibagi menjadi 13 kelompok seperti berikut ini:

(a) konjungsi sobordinatif waktu a) sejak, semenjak, sedari

b) sewaktu, ketika, tatkala, sementara, begitu, seraya, selagi, selama, serta, sambil, demi

c) setelah, sesudah, sebelum, sehabis, selesai, seusai

d) hingga, sampai

(b) konjungsi subordinatif syarat : jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala (c) konjungsi subordinatif pengandaian:

andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya.

(d) Konjungsi subordinatif tujuan: agar, supaya, biar.

(e) Konjungsi subordinatif konsesif: biar-pun, meski(pun), walau(pun), sekalibiar-pun, sungguhpun, kendati(pun).

(6)

seakan-akan, seolah-olah, sebagaima-na, seperti, laksasebagaima-na, ibarat, daripada, alih-alih.

(g) Konjungsi subordinatif sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.

(h) Konjungsi subordinatif hasil : sehingga, sampai (sampai), maka(nya).

(i) Konjungsi subordinatif alat: dengan, tanpa.

(j) Konjungsi subordinatif cara: dengan, tanpa. (k) Konjungsi subordinatif

komplemen-tasi: bahwa.

(l) Konjungsi subordinatif atributif : yang. (m) Konjungsi subordinatif perbandingan:

sama...dengan, lebih...dari(pada). Konjungsi antarkalimat dalam bahasa Indone-sia adalah sebagai berikut.

Konjungsi Makna biarpun demikian/begitu sekalipun demikian/begitu walaupun demikian/begitu meskipun demikian/begitu sungguhpun demikian/begitu Menyatakan Pertentangan

kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya Menyatakan kelanjutan dari peristiwa atau keadaan pada kalimat sebelumnya

tambahan pula, lagi pula, selain itu Menyatakan adanya hal, peristiwa, atau keadaan lain di luar dari yang telah dinyatakan sebelumnya

sebaliknya Mengacu ke kebalikan dari yang dinyatakan

sebelumnya

sesungguhnya, bahwasanya Menyatakan keadaan yang dinyatakan sebenarnya

malah(an), bahkan Menguatkan keadaan yang dinyatakan sebelumnya

(akan) tetapi, namun Menyatakan pertentangan dengan keadaan

sebelumnya

kecuali itu Menyatakan keeksklusifan dan keinklusifan

dengan demikian Menyatakan konsekuensi

oleh karena itu, oleh sebab itu Menyatakan akibat

sebelum itu Menyatakan kejadian yang mendahului hal yang

dinyatakan sebelumnya Bentuk konjungsi

Berbicara masalah bentuk berarti tidak terlepas dari istilah morfem yang dibicarakan dalam morfologi. Morfem merupakan satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian yang lebih kecil (Kridalaksana, 2001:141). Morfem ada yang monomorfemik dan ada pula yang polimorfemik.

Konjungsi monomorfemik merupakan

konjungsi yang terdiri dari satu morfem dasar, sedangkan konjungsi polimorfemik merupakan konjungsi yang terdiri dari dua morfem atau lebih (Sibarani, 1994:56). Lebih lanjut, Siba-rani (1994:57) menyebutkan bahwa konjungsi monomorfemik dapat dipilah berdasarkan jum-lah suku katanya. Berbeda dengan konjungsi monomorfemik, konjungsi polimorfemik da-pat dipilah berdasarkan gabungan kata dengan afiks, gabungan kata dengan kata. Pemilahan

(7)

konjungsi polimorfemik ini tidak bersifat tetap. Artinya, pemilahan dapat dikembangkan ber-dasarkan korpus data yang tersedia.

Makna Konjungsi

Berkaitan dengan makna konjungsi, ada ba-nyak ahli mengemukakannya, diantaranya Hal-liday (dalam Sibarani, 1994), Alwi, dkk. (2003), Kridalaksana (2005), dan Chaer (2006). Berikut ini ditampilkan makna-makna konjungsi secara umum dalam bahasa Indonesia.

1. Makna Penjumlahan 2. Makna perlawanan 3. Makna pemilihan 4. Makna waktu 5. Makna syarat 6. Makna pengandaian 7. Makna tujuan 8. Makna konsesif 9. Makna pembandingan 10. Makna penyebaban 11. Makna hasil 12. Makna cara 13. Makna alat 14. Makna komplementasi 15. Makna atributif 16. Makna perbandingan 17. Makna harapan

Selain sejumlah makna yang telah disebutkan di atas, Halliday (dalam Sibarani, 1994:27-28) juga menyebutkan sejumlah makna konjungsi. Mak-na-makna konjungsi ini diklasifikasi ke dalam 4 kelompok besar jenis konjungsi, yaitu aditif, adversatif, kausal, dan temporal. Rincian makna tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Jenis konjungsi Makna

Konjungsi Aditif - Negatif

- Gabungan - Alternatif - Penekanan - Eksposisi - Pencontohan - Perbandingan

Konjungsi adversatif - Penekanan

- Pertentangan - Pengakuan - Pembetulan - Pengakuan - Pembetulan - Pembebasan

Konjungsi kausal - Sebab

- Akibat - Tujuan - Syarat - Patokan

Konjungsi temporal - Setelah

- Serempak - Sekarang - Sebelum - Konklusif - Segera - Berulang - Kekhususan - Duratif - Batas akhir - Ringkasan

(8)

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah pendekat-an kualitatif, yaitu suatu pendekatpendekat-an ypendekat-ang melihat objek penelitian dalam kondisi yang alamiah, peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitiannya lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2005:1).

Data penelitian ini berupa data lisan dan data tulisan. Data lisan merupakan data utama yang diperoleh melalui metode simak dan me-tode cakap sehingga benar-benar merupakan data yang alami tanpa ada rekayasa penggu-naan bahasa oleh penutur. Namun demikian, untuk mengecek kesahihan data, peneliti me-manfaatkan narasumber yang berjumlah lima orang dengan kriteria sebagai berikut.

1. Penutur asli bahasa Aceh. 2. Berusia 20 s.d 60 tahun. 3. Sehat fisik dan psikisnya.

Data tulisan merupakan data tambahan yang diperoleh melalui sejumlah dokumen resmi dan karya ilmiah hasil penelitian se-perti buku-buku, skripsi, tesis, dan disertasi. Selain itu, data dalam bentuk tulisan juga dikumpulkan melalui sejumlah karya sastra berbahasa Aceh, seperti nyanyian-nyanyian, ca-e, hadihmaja, dan hikayat. Untuk meleng-kapi data yang diperoleh dari data lisan dan data tulisan, peneliti juga menggunakan data buatan. Data buatan diperoleh melalui teknik instrospeksi dan elisitasi. Hal ini dibenarkan karena peneliti sendiri adalah penutur asli ba-hasa Aceh.

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data lisan. Data terse-but diperoleh dengan menggunakan metode simak dan metode cakap. Metode simak di-lakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa, sedangkan metode cakap dilakukan dengan cara percakapan antara peneliti dan penutur selaku informan penelitian. Sudar-yanto (1988:2-9) menyebutkan bahwa kedua metode tersebut memiliki teknik masing-masing.

Dalam penelitian ini, baik metode simak maupun metode cakap, keduanya akan digu-nakan dengan rincian teknik sebagai berikut.

1. Untuk metode simak, teknik yang di-gunakan adalah teknik sadap, teknik SLC, teknik SBLC, dan teknik rekam, dan teknik catat.

2. Untuk metode cakap, teknik yang di-gunakan adalah teknik pancing, teknik cakap semuka, teknik rekam, dan teknik catat.

Hasil Penelitian

Setelah sejumlah korpus data dianalisis, dite-mukan jenis-jenis konjungsi bahasa Aceh yang meliputi konjungsi koordinatif, subor-dinatif, korelatif, dan antarkalimat. Konjun-gsi koordinatif adalah konjunKonjun-gsi yang men-ghubungkan dua unsur atau lebih yang sama pentingnya atau memiliki status yang sama. Konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua klausa atau lebih dan klausa itu tidak memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi korelatif adalah kon-jungsi yang menghubungkan dua kata atau frase, atau klausa yang memiliki status sintak-sis yang sama. Konjungsi antarkalimat adalah konjungsi yang menghubungkan antara satu kalimat dan kalimat yang lain.

Konjungsi-konjungsi tersebut didesk-ripsikan dengan menyertakan contoh peng-gunaannya dalam konteks kalimat. Kalimat-kalimat yang ditampilkan akan disertai dengan singkatan DT dan DL. DT adalah singkatan dari data tulisan, sedangkan DL adalah data lisan.

Dalam bahasa Aceh tedapat konjungsi koordinatif. Adapun konjungsi koordinatif dalam bahasa Aceh adalah sebagai berikut. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dikata-kan bahwa ada 8 buah konjungsi koordinatif dalam bahasa Aceh. dalam penggunaannya, konjungsi-konjungsi tersebut menghubung-kan dua unsur atau lebih yang sama pent-ingnya atau memiliki status yang sama. Kon-jungsi-konjungsi tersebut terdapat dalam data berikut

(9)

No. Urut Konjungsi Koordinatif Arti 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. teuma ngön barô tapi atawa seureuta padahai cuma kemudian/lalu dan kemudian tetapi/namun atau serta padahal tetapi Berdasarkan tabel tersebut, dapat

dika-takan bahwa ada 8 buah konjungsi koordinatif dalam bahasa Aceh. Dalam penggunaannya, konjungsi-konjungsi tersebut menghubungkan dua unsur atau lebih yang sama pentingnya atau memiliki status yang sama. Konjungsi-konjungsi tersebut terdapat dalam data berikut. (1) Lheueh jibeudöh éh, teuma jak u dapu

ji-jak rhah pingan sira ji-taguen bu. (DL) Setelah bangun tidur, lalu dia pergi ke dapur untuk mencuci piring sambil memasak nasi.’ (2) Sabab nyankeuh, ma ngön yahjih that sayang keu jih. (DT, Budiman Sulaiman, dkk. 2002. hlm. 3)

‘Sebab itulah ibu dan ayahnya sangat sayang padanya.’

(3) Meunyoe hana buet lé, barô jih jijak meu’èn. (DT, Budiman Sulaiman, dkk. 2002. hlm. 2) ‘Kalau sudah selesai semua pekerjaan ru-mah, kemudian dia bermain.’

(4) Kön greuda, tapi cit let. (DL) ‘Bukan rakus, tetapi memang suka.’

(5) Meunan cit rumoh-rumoh sikula, meu-nasah, seumeujid le nyang hanyöt atawa reulöh. (DT, Budiman Sulaiman, dkk. 2002. hlm. 23)

‘Begitu juga rumah-rumah sekolah, mena-sah, masjid banyak yang hanyut atau rusak.’ (6) Geutanyoe bandum cit ka phang-phoe

seureuta ka deuk troe. (DT, Budiman Su-laiman, dkk. 2002. hlm. 18)

‘Kita semua memang sudah morat-marit dan senang susah.

(7) Jih hana jijak lé sikula padahai caröng. (DL) ‘Dia tidak sekolah lagi, padahal pintar.’

(8) Kah jeut kajak u rumoh jih malam nyoe, cuma bèk jula-jula that kawo. (DL)

‘Kamu boleh pergi ke rumah dia malam ini, tetapi jangan terlalu larut malam pulang.’ (9) Lheuh jibeudöh éh, teuma ji-jak u dapu

ji-jak rhah pingan sira ji-taguen bu. (DL) ‘Setelah bangun tidur, lalu dia pergi ke dapur untuk mencuci piring sambil me-masak nasi.’

(10) Meunyoe reudôk atawa ujeuen, lôn hana jadèh lôn wo u gampông ngön honda, tapi ngön moto mantöng. (DL)

‘Jika mendung atau hujan, saya tidak jadi pulang ke kampung dengan sepeda motor, tetapi dengan mobil saja.’

Konjungsi-konjungsi bahasa Aceh memiliki fungsi dan distribusi tersendiri jika digunakan dalam kalimat. Dari segi fungsi, konjungsi koordinatif bahasa Aceh dapat digunakan se-bagai penghubung dalam empat tataran, yaitu frase koordinatif, klausa koordinatif, klausa subordinatif, dan kalimat majemuk. Dari segi distribusi, konjungsi koordinatif sebagian da-pat terletak di awal dan di tengah kalimat.

Fungsi konjungsi koordinatif dalam ba-hasa Aceh adalah sebagai penghubung dalam frase koordinatif seperti ngon dan atawa. Se-bagai penghubung klausa koordinatif seperti padahai, tapi, dan Cuma. Sebagai penghubung klausa subordinatif seperti lheueh dan sira. Se-bagai penghubung kalimat majemuk berting-kat seperti dalam kalimat : ‘Oh lheueh jipeu-saneut tika-tika eh, teuma jipareksa buku-buku peulajaran nyang peureulee bak uroe nyan.

(10)

(DT, Budiman Sulaiman, dkk. 2002. hlm. 8) yang artinya: Sesudah dirapikan tempat tidur, lalu diperiksa buku-buku pelajaran yang diper-lukan hari itu.

Konjungsi subordinatif dalam bahasa Aceh ada 73 buah. Fungsi utama konjungsi subordinatif adalah untuk menghubungkan klausa subordinatif dengan klausa superordi-natif. Berbeda dengan konjungsi koordinatif, konjungsi subordinatif dalam bahasa Aceh tidak ada yang menghubungkan dua kata seh-ingga membentuk frase.

Dari segi posisinya, konjungsi-konjung-si subordinatif ada yang menempati pokonjungsi-konjung-sikonjungsi-konjung-si awal dan tengah kalimat. Dengan demikian, konjun-gsi-konjungsi subordinatif dalam bahasa Aceh memiliki fungsi dan distribusi tersendiri jika digunakan dalam kalimat dan berbeda dengan konjungsi koordinatif. Dari segi fungsi, kon-jungsi subordinatif dalam bahasa Aceh dapat digunakan sebagai penghubung dalam kalimat majemuk bertingkat, kemungkinan unsur lain yang digunakan konjungsi subordinatif, serta

pemarkah fungsi sintaksis klausa subordinatif. Konjungsi subordinatif bahasa Aceh pada umumnya dapat menempati dua posisi, yaitu di tengah dua konjuin yang biasanya beru-pa klausa dan di awal kalimat yang diikuti oleh klausa subordinatif yang dimarkahinya. Kedua posisi itu mungkin terjadi karena konjungsi sub-ordinatif bersama dengan klausa yang mengi-kutinya, yang biasanya mengikuti klausa super-ordinatif, dapat dikedepankan untuk mendapat penekanan.

Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua kata, frase, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama. Yang dimaksud dengan status sintak-sis yang sama adalah konstituen yang terletak sebelum dan sesudah konjungsi korelatif me-miliki fungsi sintaksis yang sama. Konjungsi korelatif terdiri dari dua bagian yang dipisah-kan oleh satu kata, frase, atau klausa yang di-hubungkan.

Konjungsi korelatif dalam bahasa Aceh sebagai berikut.

KONJUNGSI KORELATIF No. Urut Konjungsi Korelatif Arti

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. bôh… atawa kön…, tapi nyang…nyang makén…makén kön cuma…, tapi alèh…alèh leubèh…dari bak…gèt leubèh…nibak baik… maupun bukan…, melainkan yang…yang semakin…semakin bukan hanya…melainkan entah…entah lebih…dari daripada…lebih baik lebih…daripada Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa

ada 9 buah konjungsi korelatif dalam bahasa Aceh. Kesembilan konjungsi itu dikatakan konjungsi korelatif karena konstituen-konsti-tuen yang dihubungkan oleh konjungsi-kon-jungsi tersebut memiliki status sintaksis yang sama.

Konjungsi antarkalimat (konjungsi kohesif) merupakan konjungsi yang meng-hubungkan antara satu kalimat dan kalimat yang lain. Kenyataan ini tentu saja berbeda dengan ketiga jenis konjungsi yang dise-butkan sebelumnya yang berfungsi meng-hubungkan konstituen dalam satu kalimat.

(11)

KONJUNGSI ANTARKALIMAT No. Urut Konjungsi Antarkalimat Arti

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. sabab nyankeuh sabab nyang teuma meunyoe akhéjih

dudoe nibak nyan

meunyoe/meungnyoe meunan meunan cit

jadi

seunelheuh bitpi/pih meunan bak watèe nyan saweub nyan seubeutôijih laén nibak nyan silaén nyan kareuna nyankeuh lheuh nyan

seulaén nibak nyan bah pih lagèe nyan selanjutjih

lom pi

pasai nyankeuh

oleh sebab itulah sebab yang namun jika akhirnya kemudian jika demikian begitu juga jadi akhir walaupun begitu ketika itu

oleh sebab itu sebenarnya

selain daripada itu ‘selain itu’ selain itu

oleh karena itulah sesudah itu selain dari itu walaupun begitu selanjutnya dan lagi

karena itulah, sebab itulah Ada tiga ciri konjungsi kohesif yang perlu

diperhatikan. Pertama, konjungsi itu mempra-duga kalimat sebelumnya; kedua, konjungsi itu dapat berada di awal kalimat atau mampu sebagai pemarkah awal kalimat; ketiga, kon-jungsi itu dapat berfungsi sebagai penghubung antarkalimat (Sibarani, 1998:105).

Konjungsi bahasa Aceh berjumlah 109 buah. Konjungsi ini dipilah menjadi dua ba-gian, yaitu konjungsi monomorfemis seban-yak 55 buah dan polimorfemis sebanseban-yak 54 buah. Konjungsi monomorfemis adalah kon-jungsi yang terdiri dari satu morfem; morfem itu merupakan morfem dasar. Konjungsi poli-morfemis adalah konjungsi yang terdiri dari dua morfem atau lebih.

Dalam penelitian ini makna konjungsi bahasa Aceh dibagi empat, yaitu makna aditif, adversatif, kausal, dan temporal. Pembagian ini merujuk pada pendapat yang dikemu-kakan oleh Halliday yang dikutip Sibarani dalam tesisnya, “Konjungsi Bahasa Batak

Toba: Sebuah Kajian Struktur dan Seman-tik”. Konjungsi aditif adalah konjungsi yang memarkahi makna yang berhubungan dengan keterangan tambahan. Konjungsi adversatif adalah konjungsi yang memarkahi makna yang berhubungan dengan pertentangan atau perbedaan. Konjungsi kausal adalah konjung-si yang memarkahi makna yang berhubungan dengan sebab akibat. Konjungsi temporal ada-lah konjungsi yang memarkahi makna yang berhubungan dengan waktu.

Simpulan dan Saran

Jenis-jenis konjungsi dalam bahasa Aceh meliputi konjungsi koordinatif, subordi-natif, korelatif, dan antarkalimat. Bentuk kon-jungsi bahasa Aceh adalah bentuk morfemis dan berjumlah 109 buah. Konjungsi itu dipilah menjadi dua bagian, yaitu konjungsi mono-morfemis sebanyak 55 buah dan polimono-morfemis sebanyak 54 buah. Makna konjungsi bahasa Aceh meliputi makna aditif, adversatif, kausal,

(12)

dan temporal. Makna aditif meliputi 1) urutan, 2) gabungan, 3) keserempakan, 4) keinkluisifan atau keikutsertaan, 5) keseluruhan, 6) pilihan, 7) beberan, 8) pencontohan atau pengibaratan, 9) ketidakpastian, 10) penjelas atau atribut. Makna adversatif meliputi 1) pertentangan, 2) kebalikan, 3) kenyataan, 4) pengakuan, 5) pem-betulan, 6) perbandingan, 7) kemiripan. Makna kausal meliputi 1) sebab, 2) tujuan, 3) persyarat-an, 4) pengandaipersyarat-an, 5) akibat, 6) persesuaipersyarat-an, dan 7) kesimpulan. Makna temporal meliputi makna yang menyatakan waktu 1) sebelum, 2) sesu-dah, 3) brsamaan, 4) batas akhir, dan 5) rentang. Disarankan kepada peneliti lain agar dapat melakukan penelitian serupa, tetapi berkaitan dengan kaidah pemakaian konjung-si bahasa Aceh. ini perlu dilakukan karena se-jauh pengetahuan penulis, belum ada referensi bahasa Aceh yang membahas masalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaini dkk. 1983. Sistem Morfologi Kata Ker-ja Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pem-binaan dan Pengembangan Bahasa. Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku

Baha-sa Indonesia. Jakarta: PuBaha-sat BahaBaha-sa. Asyik, Abdul Gani. 1972. “Atjehnese Morphol-ogy”. Tesis tidak diterbitkan. Ma-lang: IKIP.

Asyik, Abdul Gani. 1978. Bunyi Bahasa dalam Kata Tiruan Bunyi Bahasa Aceh. Banda Aceh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah. Asyik, Abdul Gani. 1987. A Contextual

Gram-mar of Acehnese Sentences. Disser-tation University of Michigan. Ba’dulu, Abdul Muis dan Herman. 2005.

Mor-fosintaksis. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Baha-sa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Daud, Bukhari dan Mark Durie. 2002. Kamus

Basa Aceh. Jakarta: Rineka Cipta. Durie, Mark. 1985. A Grammar of Achenese

Sentence on The Basis of A Dialect of North Aceh. Holand: Foris Pub-lication.

Djunaidi, Abdul. 2000. Tata Bahasa Aceh. Ja-karta: PPBHSI.

Halliday, M.A.K. 1985. Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold. Hanafiah, M.A. dan Makam I. 1984. Struktur

Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pem-binaan dan Pengembangan Bahasa. Ibrahim, Ridwan dan Wildan (Eds.) Bahasa

In-donesia untuk Perguruan Tinggi. Banda Aceh: Geuci.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguis-tik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

---2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramaedia Pustaka Utama.

Kushartanti, dkk. (Ed.). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Lombard, Denys. 2007. Kerajaan Aceh Zaman

Iskandar Muda. Jakarta:KPG. Moleong, Lexy.2007. MetodologiPenelitian

Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2008. Tata Bentuk Bahasa In-donesia: Kajian ke Arah Tata Baha-sa Deskriptif. Jakarta: Bumi AkBaha-sara.

(13)

Nurlaksana, dkk. 2000. Kata Tugas Ba-hasa Lampung Dialek Tulang Bawang. Jakarta: Pusat Pembi-naan dan Pengembangan Bahasa, Depdinas.

Ophuysen, Ch. A. 1983. Tata Bahasa Melayu. Terjemahan oleh T.W. Kamil dari Maleisch Spraakkunts. 1910. Ja-karta: Jambatan.

Quirk, et al. 1985. A Comprehensive Grammar fo The English Language. London: Longman.

Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa In-donesia. Jakarta: Pusat Bahasa De-partemen Pendidikan Nasional. Safriandi. 2010. “Analisis Konstruksi Kalimat

Bahasa Aceh Dialek Aceh Barat Berdasarkan Teori Tata Bahasa Kasus”. Tesis tidak diterbitkan. Banda Aceh: PPs Unsyiah.

Sibarani, Robert. 1994. “Konjungsi Bahasa Ba-tak Toba: Sebuah Kajian Struktur dan Semantik”. Disertasi Unpad. Sudaryanto. 1988a. Metode dan Aneka Teknik

Analsis Bahasa Data. Yogyakar-ta: Masyarakat Linguistik Indone-sia Konisariat UGM.

Sudaryanto. 1988b. Metode Linguistik: Me-tode dan Aneka Teknik Pen-gumpulan Data. Yogyakarta: Ga-jah Mada University Press. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kuali-tatif. Bandung: CV Alfabeta.

Sulaiman, Budiman dkk. 1985. Struktur Ba-hasa Aceh: Morfologi dan Sintak-sis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Wildan. 2010. Kaidah Bahasa Aceh. Banda Aceh: Geuci.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya Pusat Peragaan Mainan Tradisional Bugis di Makassar ini, permainan-permainan bugis dapat diwadahi guna tetap melestarikan dan meningkatkan mutu

Penginderaan jauh mampu dimanfaatkan untuk mengkaji parameter fisik kualitas air yang memiliki karakterisitk visual seperti suhu permukaan air, kekeruhan air, dan zat

Berdasarkan hal ini maka dilakukan penyelesaian yang salah satu caranya dengan membuat perancangan sistem penilaian dan evaluasi vendor bahan baku menggunakan

Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan yaitu: pengujian/analisis metabolit (asam organik dan enzim fosfatase), uji antagonis BPF dengan patogen kedelai secara in

Penelitian yang berjudul Prinsip Kesantunan Berbahasa Indonesia pada Remaja Desa Karangtalun RT 04 RW 03 Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga Bulan Mei Tahun

(3) Kebebasan akademik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebebasan Sivitas Akademika dalam pendidikan tinggi untuk mendalami dan mengembangkan ilmu

Pada pendekatan ini model proses pemotongan batang dibuat berdasarkan analisis geometri bidang (dua dimensi) dan distribusi panjang potongan dihitung sebagai fungsi tinggi batang

All New Honda Civic juga tersedia dalam pilihan Paket Cermat, Cerdas + Hemat, yang memberikan keuntungan melalui perawatan berkala lebih terjangkau, dan bebas kenaikan harga.