• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini remaja gemar menghiasi badannya dengan tato atau dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Saat ini remaja gemar menghiasi badannya dengan tato atau dengan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini remaja gemar menghiasi badannya dengan tato atau dengan memasang aksesoris pada tubuhnya seperti anting, jarum, dan cincin mulai dari telinga, alis, hidung, sampai bagian-bagian yang paling sensitif pada tubuh. Hal ini telah menjadi fenomena yang cukup marak. Upaya mereka melubangi bagian tubuh untuk dipasangi aksesoris tersebut secara khusus dikenal dengan istilah “Body Piercing”. Covert (Weinstock, 2000), mendeskripsikan piercing sebagai upaya atau tindakan menindik atau melubangi bagian tubuh, biasanya pada bagian kulit atau tulang rawan untuk diberi benda keras atau perhiasan pada hidung, telinga, dan bagian tubuh lain yang diinginkan.

Peminat piercing di Indonesia sendiri ternyata tidak jauh berbeda dengan di Barat. Berdasarkan sebuah survey penelitian di AS, diketahui bahwa sepertiga dari orang-orang yang melakukan piercing di Amerika serikat adalah mahasiswa paska sarjana (Thomas, 1999). Di Indonesia sendiri, khususnya di Yogyakarta, pelaku piercing sudah cukup tinggi jumlahnya. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti terhadap tiga tempat piercing di Yogjakarta, tiap tempat rata-rata menerima klien sebanyak 2-4 orang sampai 7-8 orang dalam sehari. Sebagian besar dari kolektor piercing tersebut adalah mahasiswa.

(2)

Tingginya animo remaja terhadap body piercing ini cukup menarik, karena kenyataannya body piercing ini bukanlah suatu fenomena baru dalam sebuah budaya. Bangsa Indonesia sendiri sudah mengenal piercing sejak abad ke-17 yang dilakukan oleh suku Dayak sebagai ritual keagamaan atau gaya hidup. Kaum wanita suku dayak sengaja memperbesar diameter lubang tindik pada cuping telinganya, sebagai simbol kecantikan (Kompas, 2004). Budaya-budaya yang menjadikan piercing sebagai bagian dari ritual mereka, menilai piercing sebagai hal yang positif dan wajar dalam menyatakan simbol-simbol tertentu serta dalam mengapresiasikan seni tubuh (Ilyas, dalam Potret, 2005).

Maraknya fenomena piercing ini pada individu-individu atau kelompok yang bukan berasal dari budaya yang menjadikan piercing sebagai simbol budaya ternyata sangat menarik untuk dikaji, karena body piercing ini dipandang oleh sebagian besar orang sebagai aktivitas yang merusak tubuh (Thomas, 1999) dan identik dengan remaja-remaja yang bermasalah, seperti; pengguna obat-obatan, minum-minuman keras, merokok serta remaja yang suka melakukan seks bebas (Mercola, 1999). Selain dianggap sebagai gaya hidup yang negatif, secara medis juga bisa membahayakan kesehatan individu yang bersangkutan seperti infeksi, jika jarum yang digunakan tidak steril. Bentuknya bisa berupa bisul, eksema, penyakit kulit, selulit, jerawat, tertular hepatitis A, B dan C, sifilis hingga transmisi HIV, bahkan dapat mengakibatkan radang selaput otak atau gangguan lainnya, baik pada otak besar atau otak kecil (Hai, 2004).

(3)

Mengingat penilaian masyarakat yang negatif serta besarnya resiko medis yang bisa terjadi pada individu yang melakukan piercing, idealnya perilaku ini akan dihindari oleh individu, khususnya individu dengan karakteristik remaja akhir, karena remaja pada tahap ini dipandang sebagai sosok manusia yang telah mempunyai kesadaran menentukan sikap diri, serta bertanggung mampu jawab terhadap segala akibat pemilihan sikap dan tingkah lakunya (Teguh, 2000).

Bisa diasumsikan bahwa piercing bukanlah suatu hal yang hanya dapat dilihat dengan sebelah mata, karena piercing pada kenyataannya tidak selalu diasosiasikan dengan perilaku menyimpang atau sebagai hal yang negatif tanpa tujuan yang jelas. Thomas (1991) yang menyatakan piercing sebagai cara yang sehat untuk menyatakan individualitas seseorang, mengembangkan image diri, serta sebagai alat yang kuat dalam mengekspresikan diri dan perlindungan emosional. Malahan, bagi mereka yang melakukan piercing, memiliki suatu pandangan mengenai sisi keindahan yang berbeda dari mainstream. Tetapi tidak sedikit orang yang menilai piercing sebagai aktivitas merusak-diri, ini karena beberapa body piercing tidak diperhatikan secara pantas oleh piercee (orang yang melakukan piercing). Oleh karena itulah piercing selalu diasosiasikan negatif oleh masyarakat.

Beberapa faktor yang berhasil diidentifikasi sebagai pendorong para remaja akhir melakukan piercing diantaranya: adanya tekanan teman sebaya, sehingga mereka ingin mengenali dan berperilaku sama dengan teman sebaya (Mercola, 1991); hanya untuk kesenangan (pleasure and fun) dan ingin tampil beda (Juliastuti, 2000); adanya sikap non-konformis (Holtzman, 1999); alasan yang keempat adalah remaja

(4)

melakukan piercing sebagai bentuk afiliasi kelompok. teman-teman sebaya yang saling mendukung tentang pengalamannya mengenai piercing dianggap sebagai satu kelompok (Holtzman, 1999).

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya kebutuhan-kebutuhan psikologis yang khas pada remaja akhir yang melakukan body piercing.

C. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi dan pengetahuan dibidang psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan psikologi sosial.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara mendalam mengenai kebutuhan-kebutuhan psikologis pada remaja akhir yang melakukan body piercing, terutama dalam memahami perilaku sosial remaja.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja Akhir 1. Definisi Remaja Akhir

Remaja akhir merupakan satu tahap perkembangan usia remaja yang berada pada rentangan usia antara 17 tahun sampai dengan 22 tahun, dimana pada masa ini terjadi proses penyempurnaan fisik dan psikis, serta adanya minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelektual.

2. Karakteristik Perkembangan Remaja Akhir

Remaja akhir memiliki karakteristik tersendiri, antara lain: meningkatnya kemampuan kognitif, sosial, ekonomi serta kemampuan dalam mengkoordinasikan dirinya dengan baik. Remaja akhir juga mulai memiliki penyesuaian diri yang baik, mampu menghimpun norma-norma pribadi yang tidak bertentangan dengan norma masyarakat dan bisa membedakan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk bagi dirinya. Pada masa ini remaja diharapkan mampu mengembangkan pribadi yang lebih matang dalam berbagai aspek kehidupan sebagai persiapan masa dewasanya.

B. Body Piercing 1. Pengertian Body Piercing

Weinstock’s (2000), mendeskripsikan piercing sebagai upaya atau tindakan menindik atau melubangi bagian tubuh, biasanya pada bagian kulit atau tulang rawan

(6)

untuk diberi benda keras atau perhiasan pada hidung, telinga, dan bagian tubuh lain yang diinginkan. Body piercing merupakan tindikan ditelinga, hidung, dagu, bibir, lidah, septum, pusar, puting, klitoris, penis dan skrotum (Thomas, 1999).

Definisi piercing berdasarkan “sisi dalamnya”, menurut Thomas (1991) adalah sebagai cara yang sehat untuk menyatakan individualitas seseorang, mengembangkan image diri, serta sebagai alat yang kuat dalam mengekspresikan diri dan perlindungan emosional. Orang yang memilih untuk menindik bagian dari tubuhnya salah satunya sebagai penegasan personal individualitasnya, stimulasi seksual, reklamasi tubuhnya dari trauma fisik atau emosional dan bisa sekedar untuk hiasan.

2. Bentuk-bentuk Body Piercing

Berdasarkan bentuk dan fungsinya, body piercing terdiri dari: piercing pada bagian kartilago telinga, piercing pada bagian pipi (wajah), piercing telinga (menandai ciri perubahan tingkatan sosial dalam afiliasi kelompok), piercing pada alis dan pusar, piecing pada bagian lidah, piercing pada puting susu wanita, piercing pada puting laki-laki dan piercing pada alat kelamin wanita (untuk meningkatkan stimulasi seksual) dan piercing pada alat kelamin laki-laki.

3. Hal-hal Yang Mendorong Individu Melakukan Body piercing

Beberapa hal atau alasan yang mendorong individu melakukan body piercing, diantaranya: remaja melakukan piercing sehubungan dengan dirinya. Misalnya, mereka merasa lebih atraktif, lebih tahu diri atau merasa percaya diri dengan piercing yang terdapat ditubuhnya (Sander, dalam Holtzman, 1999), hanya untuk kesenangan

(7)

(pleasure and fun) dan ingin tampil beda (Juliastuti, 2000), adanya tekanan teman sebaya (Mercola, 1991), sebagai kebutuhan akan afiliasi kelompok (Holtzman, 1999), dan sebagai pernyataan “kepemilikan” atas tubuh (Thomas, 1999).

Beberapa individu melakukan piercing sebagai pernyataan atas kekuatan simbolik, khusus untuk menyatakan atau mengilhami sesuatu atau sebagai simbol atas suatu hal dan suatu peristiwa tertentu (Holtzman, 1999) dan bisa juga sebagai alat untuk mengekspresikan diri dan sebagai perlindungan emosional. Sebagian remaja jugas merasa lebih bebas dalam mengekspresikan dirinya dengan piercing yang terdapat ditubuhnya. Terkait hal tersebut, remaja juga dapat memaknai segala bentuk body piercing yang dimilikinya dalam menyatakan keberadaannya dan menyampaikan citra dirinya kepada orang lain.

C. Kebutuhan Psikologis Remaja 1. Definisi Kebutuhan Psikologis

Scheneiders (1964), menjelaskan kebutuhan sebagai pendorong dari dalam diri seseorang untuk mencapai suatu kepuasan. Kebutuhan ini bisa berupa kebutuhan fisik seperti makan, minum, atau kebutuhan psikis seperti rasa aman, kasih sayang dan penghargaan. Apabila salah satu kecenderungan ini tidak tepenuhi, maka akan timbul ketidakseimbangan pribadi. Scheneiders juga menambahkan bahwa kebutuhan psikologis merupakan “tension” (ketegangan) akibat tidak adanya atau kekurangan kualitas dan pengalaman yang sangat dibutuhkan bagi kesejahteraan dan penyesuaian psikologis seseorang.

(8)

Kebutuhan-kebutuhan psikologis dapat beragam dan bertingkat berdasarkan tingkat kematangan individu serta sejalan dengan perkembangan individu. Dengan demikian, kebutuhan psikologis remaja adalah dorongan-dorongan yang sifatnya psikis dari dalam diri remaja yang menuntut untuk dipenuhi secara benar dalam mencapai keseimbangan pribadi. Sehingga sikap dan tingkah laku yang dimunculkan remaja akan menjadi wajar dan terkendali.

2. Macam-macam Kebutuhan Psikologis Remaja

Garison ( Mappiare, 1982) menyebutkan beberapa jenis kebutuhan psikologis remaja, yaitu:

1. Kebutuhan akan kasih sayang.

2. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima, terutama oleh teman sebaya. 3. Kebutuhan untuk berdiri sendiri (terkait dengan pengambilan keputusan). 4. Kebutuhan untuk berprestasi.

5. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain.

6. Kebutuhan untuk dihargai (berdasarkan pandangan dan ukurannya sendiri yang menurutnya pantas untuk dirinya).

7. Kebutuhan memperoleh falsafah hidup yang utuh, yaitu nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman dalam gerak dan arah perbuatannya.

Maslow (1970), mengemukakan dua kategori kebutuhan akan penghargaan yang dimiliki oleh setiap orang, begitu juga halnya remaja, yaitu:

1. Kebutuhan akan harga diri, meliputi: kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian dan kebebasan.

(9)

2. Kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, berupa: penerimaan dari orang lain, perhatian, kedudukan, nama baik serta penghargaan.

D. Kebutuhan Psikologis Remaja Yang Melakukan Body Piercing

Kebutuhan-kebutuhan yang beragam pada remaja telah mendorong remaja untuk bertindak atau melakukan sesuatu untuk memenuhinya secara langsung atau dengan cara yang menurutnya pantas untuk dirinya. Hasil penelitian Holtzman (1999) menunjukkan bahwa sebagian remaja melakukan piercing karena beberapa alasan, antara lain sebagai kebutuhan akan afiliasi kelompok dan supaya mereka dapat merasa lebih atraktif, lebih tahu diri atau merasa percaya diri. Body piercing ini mungkin saja merupakan salah satu cara yang mereka pilih dalam memenuhi kebutuhan psikisnya. Apakah remaja akhir yang melakukan body piercing memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis tersendiri? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dan mengetahui seberapa besar maka dilakukan penelitian tentang kebutuhan-kebutuhan psikologis pada remaja akhir yang melakukan body piercing.

E. Pertanyaan Penelitian

Mengapa remaja melakukan piercing dan kebutuhan-kebutuhan psikologis apa saja yang mendorong remaja akhir melakukan body piercing?

(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Fokus Penelitian

Penelitian ini hanya difokuskan pada remaja-remaja tahap akhir yang telah melakukan piercing atau terdapat tindik pada tubuhnya, khususnya yang berada di Yogyakarta. Fokus penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan psikologis remaja akhir yang melakukan body piercing.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah remaja pria atau wanita yang usianya berkisar antara 18-22 tahun, dengan karakteristik remaja akhir yang telah mencapai jenjang pendidikan PT (perguruan tinggi) maupun yang tidak berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa; subjek berdomisili di Yogyakarta; status, agama dan pekerjaan subjek tidak dibatasi selama subjek masih berada pada usia masa remaja akhir; dan subjek telah melakukan body piercing.

C. Metode Pengumpulan Data

Beberapa metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian penelitian ini adalah:

(11)

1. Wawancara mendalam

Wawancara dilakukan secara mendalam dengan tanya jawab secara langsung dengan subjek penelitian. Dalam wawancara ini menggunakan teknik wawancara bebas terpimpin (foccused interview), yang mana cara penyajian pertanyaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi subjek dan lingkungan serta kebijakan interviewer.

2. Observasi

Observasi dilakukan selama proses wawancara berlangsung untuk membantu peneliti mengecek dan mengingat kembali peristiwa atau hasil wawancara pada data-data yang bias.

3. Rekaman dengan menggunakan tape recorder

Cara ini termasuk salah satu metode yang menjamin laporan yang akan dihasilkan nantinya akan menjadi lengkap dan terinci.

D. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif menurut Moleong (2001) melalui empat tahap, yaitu: (1) Membaca, mempelajari dan menelaah data; (2) Mengadakan reduksi data dengan cara membuat abstraksi; (3) Menyusun data dalam satuan-satuan dan mengkategorisasikannya berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya (koding); (4) Pemeriksaan keabsahan data, dengan mengecek hasil wawancara dengan catatan hasil observasi; (5) Penafsiran data menuju pada kesimpulan hasil penelitian.

(12)

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian. 1. Pencarian subjek penelitian

Subjek penelitian didapatkan dengan menghubungi beberapa teman untuk diperkenalkan langsung dengan calon subjek. Peneliti menjelaskan mengenai tema penelitian dan alasan memilih subjek yang bersangkutan, kemudian meminta kesediaan calon subjek untuk menjadi subjek penelitian, sampai akhirnya mendapatkan beberapa orang yang bersedia dijadikan subjek dalam penelitian ini. Peneliti berusaha memperoleh variasi subjek penelitian untuk mendapatkan informasi dan data yang lebih beragam yang sesuai dengan tujuan penelitian.

B. Laporan Pelaksanaan 1. Proses Wawancara

Peneliti mengadakan rapport (pendekatan) dan memberikan gambaran umum tentang tema penelitian yang akan dilakukan kepada calon subjek. Setelah mereka bersedia dan menyetujui untuk dijadikan subjek penelitian, peneliti memberikan penawaran atau alternatif atas penyamaran identitas subjek, waktu pertemuan, serta penentuan tempat pertemuan untuk pelaksanaan wawancara. Wawancara pertama telah dimulai sejak tanggal 16 Juni tahun 2005 dengan subjek B di Snap cafe.

(13)

2. Koding Data

Peneliti melakukan beberapa hal pada tahap koding, yaitu: pertama, menyusun transkrip verbatim dan menyisakan kolom kosong di sebelah kanan transkrip untuk mempermudah peneliti dalam membubuhkan catatan-catatan tertentu pada transkrip tersebut. Kedua, secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris-baris transkrip dan catatan lapangan, dengan cara pemberian nomor secara urut dari satu baris ke baris lain hingga pada paragraf berikutnya. Ketiga, peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu yang mudah diingat oleh peneliti sendiri (Poerwandari, 1998). Selain itu, peneliti memeriksa keabsahan data dari beberapa responden dengan cara mendiskusikannya kepada beberapa teman. Hal ini dilakukan untuk menghindari pandangan yang sifatnya sepihak serta memperoleh gambaran yang seobjektif mungkin terhadap hasil analisis data. Peneliti selanjutnya menyimpulkan data yang diperoleh melalui hasil diskusi tersebut.

C. Hasil Penelitian Hasil Analisis Data

1) Kebutuhan akan penghargaan: kepercayaan diri, prestasi dan kebebasan

Remaja akhir yang berpiercing memiliki kebutuhan yang sama dengan remaja umumnya akan kepercayaan diri, prestasi, kebebasan dan kemandirian. Hampir seluruh responden mengaku lebih percaya diri dengan piercing yang ada ditubuhnya. Berikut beberapa cuplikan pernyataan subjek mengenai hal tersebut:

(14)

Percaya diri:

“... Ya apa ya... sebenernya dasarnya kan cuma pengen aja. Trus kalo pake jadi tambah PD. Menurutku bagus aja dan cocok.” (Subjek 4. P. 91)

Prestasi:

"... Ya gue ngrasa bangga, apalagi kalo mereka antusias buat nanyain seputar piercing. Dan itu udah jadi keharusan dan kepuasan gue aja kasi tau ke mereka tentang piercing”. (Subjek1. L. 106)

Kebebasan dan kemandirian:

“.... Karena buat aku sih apapun yang aku lakuin itu pilihan aku. Dan menurutku juga gak ada yang salah dari piercing,” (Subjek 3. L. 207)

2) Kebutuhan akan suatu perasaan identitas sebagai individu yang unik

“... gue pikir, sekarang gue terlihat beda atau nggak biasa-biasa aja di mata orang lain dan diri gue sendiri, dan itu jadi sebuah kepuasan untuk gue rie..” (Subjek1. L.

39)

3) Kebutuhan akan gaya

“... Ada sih kalo sekarang mungkin udah kaya bagian dari life style buat aku. Ya udah sama aja kayak kebutuhan sandang aja, kayak baju ama sepatu yang aku pake ini, ya udah jadi bagian dari lifestyle aku aja”. (Subjek 3. L. 157)

4) Kebutuhan untuk memperoleh perasaan “nyaman”

Sebagian responden mengaku, dengan adanya piercing di tubuhnya mereka merasa lebih “nyaman dan betah”.

“... Ya gimana ya... nggak tahu! soalnya udah ngerasa nyaman dan udah kayak kelengkapan, “kelengkapan jalan lah”, misalnya mau kemana gitu... jadi kalo dilepas ada peraasaan “gak enak aja”. (Subjek 4. P. 188)

5) Kebutuhan mendapatkan kepuasan tersendiri

“... Ya kepuasan aja karena aku punya piercing di lidah dan aku udah ngerasain sendiri”. (Subjek 3. L. 200)

6) Kebutuhan untuk merasakan kembali dan mengolah rasa sakit yang sama atau sekedar koleksi piercing

(15)

“.... Ya, mungkin gitu. Padahal kita tahu kalo ini sakit, tapi ya itu, jadi penasaran terus pengen digedein lagi. Kalo nambah piercing sih aku udah nggak pengen, aku mau yang simpel aja sih”. (Subjek 5. L. 129)

Selain beberapa kebutuhan diatas, penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi bebera faktor pendorong ata alasan mereka melakukan piercing, yaitu: untuk memenuhi rasa ingin tahu, hanya kepingin mencoba atau “iseng”, untuk memunculkan “nilai lebih” dari diri, memperindah tubuhnya serta sebagai simbol protes atas suatu peristiwa penting tertentu dalam hidupnya.

D. Pembahasan

Kebutuhan psikologis remaja yang melakukan piercing sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan remaja pada umumnya. Mereka sama-sama memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis yang sama yang menuntut untuk dipenuhi pada tahapan seusia mereka. Selain kebutuhan yang sifatnya umum, remaja akhir yang melakukan body piercing ternyata mempunyai kebutuhan-kebutuhan lain yang juga khas.

Remaja menemukan imagenya melalui piercing dan berusaha memenuhi keinginannya untuk merasa memiliki sesuatu yang “beda” dari individu lain. Lunneborg dan Rosenwood (dalam Mappiare, 1982), mengemukakan bahwa salah satu hal yang mendatangkan kebahagiaan bagi remaja akhir (mahasiswa) adalah menemukan identitas diri atau “finding one’s identity”. Untuk itulah, sangat wajar jika pencarian identitas diri yang utuh ini juga menjadi salah satu kebutuhan yang ada pada remaja akhir yang melakukan piercing.

(16)

Remaja yang melakukan body piercing juga memiliki kebutuhan akan kepercayaan diri, prestasi, kemandirian dan kebebasan. Sebagian dari mereka mengaku bahwa piercing di tubuhnya dapat meningkatkan kepercayaan diri mereka. Monks., dkk (1980), menjelaskan bahwa kepercayaan diri terbentuk bukan karena faktor bawaan tetapi ia lahir dari usaha untuk memperbaiki diri sendiri secara terus-menerus melewati pengalaman dan interaksi dengan lingkungan, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Remaja akhir mempunyai cara sendiri untuk meningkatkan rasa percaya dirinya melalui pengalaman-pengalamannya dan interaksi dengan lingkungan sosialnya. Mereka merasa bangga dan mendapat kepuasan tersendiri ketika mereka menyadari tidak banyak remaja lain yang melakukan hal yang sama seperti mereka.

Kebutuhan-kebutuhan lain yang khas yang ada pada remaja akhir yang berpiercing, antara lain kebutuhan akan “Gaya”. Gaya merupakan pilihan individu tentang kepantasan dan keabsahan seleranya dalam berdandan, berpakaian, seni, makanan, hiburan, hobi dan lain-lain (Hebdige, 1979., dalam Juliastuti, 2000). Melalui gaya piercing yang ditampilkan remaja dapat lebih menunjukkan dirinya yang sebenarnya dan dapat membuat tubuhnya lebih bagus.

Body piercing memberikan kepuasan tersendiri bagi remaja. Meskipun sifatnya masih abstrak, karena banyak subjek yang belum bisa menjelaskan secara gamblang mengenai arti kepuasan yang mereka dapatkan. Mereka merasa telah berhasil mengolah rasa sakitnya menjadi nilai seni tersendiri. Juliastuti (2000), mengatakan bahwa sesuatu yang dianggap berbahaya dan menyakitkan akan

(17)

sekaligus dianggap sebagai gaya dan ciri fesyen tertentu justru karena sifat-sifatnya yang khas tersebut. Begitu pula dengan body piercing, konsekuensi rasa sakit dan kepuasan psikis menjadi pilihan sebagian remaja untuk menampilkan dirinya.

Remaja merasa terdorong untuk menindik kembali tubuhnya, memperbesar lubang tindik atau sekedar mengoleksi piercing. Perasaan ini muncul kembali untuk mencari pengulangan rasa sakit yang sama dan memenuhi rasa penasarannya. Palmer dalam “hukum belajar” (law of effect menjelaskan bahwa jika suatu tundakan atau reaksi yang dilakukan seseorang berhasil memuaskan beberapa kebutuhannya, maka tindakan tersebut cenderung diulanginya berkali-kali, sehingga menjadi kebiasaan yang akhirnya menjadi pola tingkah laku seseorang (dalam Mappiare, 1982). Merasakan dorongan untuk menindik tubuhnya kembali pada remaja yang berpiercing sudah menjadi suatu kebiasaan yang tidak dapat dihindari.

Selain kebutuhan-kebutuhan yang berhasil diketahui seperti telah tersebut diatas, dari hasil penelitian ini juga ditemukan alasan-alasan yang mendorong responden (remaja akhir) untuk melakukan body piercing, antara lain: untuk memenuhi rasa ingin tahu dan rasa penasaran, hanya sekedar ingin coba-coba atau “iseng”, sebagai simbol protes, sebagai pemenuhan atas dorongan untuk mendapatkan nilai “lebih” dari dalam diri, dan untuk memperindah tubuhnya.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa remaja akhir yang melakukan piercing memiliki alasan-alasannya sendiri mengapa mereka piercing dan mereka ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikis lainnya melalui perilaku tersebut.

(18)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebutuhan-kebutuhan psikologis remaja akhir yang berhasil diungkap melalui penelitian ini adalah:

1. Kebutuhan untuk merasa sebagai pribadi atau individu yang unik (merasa “berbeda” dengan individu lainnya).

2. Kebutuhan akan kepercayaan diri. 3. Kebutuhan akan prestasi.

4. Kebutuhan akan kemandirian dan kebebasan.

5. Kebutuhan akan “Gaya”. Remaja ingin menciptakan gaya mereka sendiri melalui piercing ditubuhnya.

6. Kebutuhan untuk memperoleh perasaan “nyaman”.

7. Kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan tersendiri atau perasaan “puas”.

8. Remaja ingin mendapatkan dan mengolah rasa sakit yang sama. Dorongan untuk menindik kembali tubuhnya, memperbesar lubang tindik atau sekedar mengoleksi piercing secara otomatis akan mereka alami, sehingga mereka mencari pengulangan rasa sakit yang sama untuk memenuhi rasa penasarannya.

(19)

Penelitian ini juga berhasil menemukan beberapa alasan yang menjelaskan mengapa remaja akhir melakukan body piercing, antara lain:

1. Remaja menindik tubuhnya karena ingin memenuhi rasa ingin tahu. Dorongan ini muncul untuk mengetahui bagaimana rasanya piercing dan apa yang akan mereka dapatkan dari perbuatan tersebut.

2. Hanya kepingin mencoba atau “iseng”.

3. Adanya dorongan untuk memunculkan nilai lebih dari dalam diri, terkait dengan pembentukan identitas dirinya.

4. Untuk memperindah tubuhnya atau agar supaya tubuhnya terlihat lebih bagus. Menurut mereka piercing atau tindik adalah salah satu seni menyakiti tubuh yang dapat merubah tubuh seseorang menjadi lebih bagus.

5. Sebagai sebuah pernyataan simbolik atas suatu hal atau kejadian.

Setiap individu berhak untuk memaknai serta menyampaikan alasannya sendiri dari setiap tindakan yang dipilihnya. Demikian halnya dengan remaja, mereka memiliki hak yang sama untuk memberikan alasan dan memaknai setiap tindakannya. Mereka dianggap sudah cukup dewasa dalam menentukan dan mengarahkan semua perbuatannya selama itu tidak merugikan dirinya sendiri ataupun merugikan bagi orang lain.

(20)

B. Saran

Berdasarkan proses penelitian dan hasil yang diperoleh, peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kepada Remaja Yang Memiliki Piercing di tubuhnya

Tidak setiap hal yang kita anggap benar dan baik bagi kita akan selalu baik untuk diri sendiri dan baik bagi orang lain, untuk itu remaja harus selalu mempertimbangkan kembali setiap tindakannya. Mengingat resiko medis yang bisa ditimbulkan akibat piercing, maka sebaiknya remaja yang ingin menindik tubuhnya lebih memperhatikan lagi kebersihan jarum atau alat lain yang akan digunakan untuk menindik tubuhnya supaya tidak menyebabkan infeksi.

2. Kepada Peneliti Selanjutnya

Adapun saran untuk peneliti selanjutnya adalah supaya memperbanyak jumlah subjek penelitian dengan lokasi tindik yang lebih beragam. Untuk menghasilkan data yang lebih kaya dan variatif, kiranya perlu ditingkatkan kembali ketrampilan serta ketelitian peneliti dalam menggali masalah yang ingin diungkap dengan melakukan wawancara yang lebih mendalam lagi.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu terdapat pengaruh dan perbedaan kebocoran tepi restorasi resin komposit bulk fill yang disinar

Pendekatan efektifitas dalam mengukur efektifitas menurut Martani dan Lubis (1987) ada 3(tiga) yaitu:.. a) Pendekatan Sumber (Resource Approach) yakni mengukur efektifitas dari

Pada multifragmentary complex fracture tidak terdapat kontak antara fragmen proksimal dan distal setelah dilakukan reposisi. Complex spiral fracture terdapat dua atau

Harga ikan ditentukan berdasarkan lelang/penawaran (supply) yang diikuti oleh bakul/pedagang ikan. Hal ini disebabkan nelayan di daerah penelitian masih kurang baik

Berdasarkan data yang diperoleh dari proses ekstraksi yang dilakukan dengan kondisi optimum pada waktu pengocokan 10 menit, volume pelarut sebanyak 20 mL serta pH larutan diatur

Jika semua sample dengan ukuran tertentu diambil dari suatu populasi, maka distribusi sampling dari sample mean akan mendekati distribusi normal. Aproksimasi ini akan menjadi lebih

Dimana Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai Penyelenggara Pelatihan Dasar CPNS Golongan II dan III yang lolos seleksi

informasi rekomendasi penjurusan siswa baru yang akan dibuat di SMK Negeri 1 Bondowoso, yang telah dianalisis ke dalam bentuk yang mudah dimengerti oleh calon. Use