• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak hal mengalami perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan teknologi akan mempengaruhi cara suatu Negara menyusun strategi peperangan dan memilih persenjataan apa yang akan mereka gunakan dalam peperangan yang terjadi. 1

Salah satu bentuk nyata pengaruh perkembangan teknologi dalam persenjataan suatu Negara adalah dengan ditemukannya jenis-jenis persenjataan yang semakin canggih dari hari kehari. Salah satu bentuk senjata yang canggih dan menimbulkan kontroversi adalah Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau dapat disebut juga sebagai Alat Angkut Udara atau Pesawat Nirawak. UAV merupakan sejenis pesawat yang tidak membutuhkan keberadaan pilot untuk diterbangkan, karena dapat dikendalikan melalui remote control dari jarak jauh. Cara pengendalian yang demikian membuat UAV dapat meminimalisir kemungkinan suatu Negara untuk kehilangan pilot terbaiknya akibat peperangan, serta mempermudahnya untuk melakukan infiltrasi kewilayah lawan tanpa harus khawatir akan keselamatan jiwanya.

Di dalam Hukum Humaniter Internasional (HHI) sendiri, belum terdapat regulasi yang spesifik mengatur pengunaan UAV. Apa yang selama ini dijadikan justifikasi pihak–pihak yang tidak setuju terhadap pengunaan UAV adalah

1H. J. Morgenthau, edisi Bahasa Indonesia Politik Antar Bangsa, diterjemahkan oleh S. Maimoen,

(2)

2 komponen–komponen yang diaplikasikan kepada UAV bukan UAV itu sendiri. Salah satu contohnya adalah penggunaan cruise missile pada Harpy UAV milik Israel yang menyalahi Intermediate Range Nuclear Force Treaty (INF Treaty) karena daya jangkau nya melebihi aturan yang sudah ditetapkan oleh INF Treaty

yaitu 500 km2.

Dalam studi Hukum Humaniter Internasional, nyawa manusia merupakan aspek yang harus dilindungi serta dihargai oleh semua pihak terutama pihak-pihak yang sedang berperang. Studi ini mengajarkan bahwa ‘Menyandera lebih mulia daripada melukai; melukai lebih mulia daripada membunuh”. Berangkat dari asumsi tersebut, maka eksistensi UAV merupakan ancaman terhadap prinsip ini. UAV yang memiliki mobilitas serta efektifitas yang amat tinggi ini merupakan alat pembunuh yang amat efisien di medan perang, mengingat kegunaannya sebagai pelacak yang juga dilengkapi dengan berbagai macam senjata.

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) memang merupakan suatu teknologi yang masih jauh dari sempurna, namun dengan makin berkembangnya teknologi, UAV sendiri akan berkembang menjadi lebih canggih, efektif dan efisien dibandingkan apa yang telah ada sekarang.

Penggunaan teknologi UAV yang belum sempurna ini menimbulkan banyak sekali kontroversi yang seharusnya juga dipertimbangkan dalam menentukan penggunaan UAV ini sebagai instrumen perang yang benar-benar layak untuk digunakan.

2Air Power, Legal Implication on Uninhabited Combat Aerial Vehicle(daring), 27 Maret 2001,

http://www.airpower.au.af.mil/airchronicles/cc/lazarski.html, diaksespadatanggal 18Desember 2013.

(3)

3 I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perdebatan mengenai penggunaan UAV ini di medan

pertempuran menurut sudut pandang HHI?

2. Apa dampak yang ditimbulkan dengan digunakannya UAV ini di

medan pertempuran?

I.3 Kerangka Konseptual

Dalam menjawab pertanyaan penelitian, penulis akan menggunakan beberapa teori, yaitu teori Norma Internasional, serta penggunaan lima prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional sebagai indikator penilaian apakah penggunaan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) ini sesuai dengan prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional. Teori yang dimaksud adalah :

1. Norma Internasional Jus Cogens

Christos L. Rozakis 3 menegaskan bahwa meskipun Negara-negara

memiliki kebebasan untuk membentuk hukum, bebas untuk mengatur tingkah laku mereka sendiri, namun kebebasan itu ada batasnya. Terdapat kaidah hukum yang membatasi kehendak Negara. Kaidah hukum yang mengancam dengan invaliditas setiap persetujuan-persetujuan yang dibuat oleh Negara-negara yang bertentangan dengannya. Kaidah hukum ini disebut jus cogens.

Secara konseptual, jus cogens memiliki tiga fungsi, yaitu4 :

1. Sebagai pembatasan atas kehendak bebas Negara

Fungsi pertama muncul berdasarkan pemikiran bahwa Negara-negara dalam hubungan internasional selalu berpegangan pada ideologi dan

3 F. A. Whisnu Suteni., 1989. Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum

Internasional. Bandung: Cv. Mandar Maju. p. 100.

(4)

4 kepentingan nasional mereka yang berbeda satu dengan yang lain, sehingga dapat menimbulkan pertentangan yang mengarah pada pelanggaran hukum internasional, maka dari itu jus cogens muncul untuk membatasi kebebasan negara untuk menjustifikasi tindakan mereka sendiri.

2. Sebagai pengakuan atas pranata legalitas obyektif

Dalam sistem hukum internasional, konsep jus cogens atau yang sering juga disebut sebagai norma pemaksa dalam hukum internasional (peremptory norm of international law) adalah suatu ketentuan hukum yang telah diterima dan diakui oleh masyarakat internasional dan ketentuan hukum tersebut tidak dapat disimpangi atau dikalahkan oleh

ketentuan hukum lain.5

3. Sebagai pembentuk sistem hukum internasional vertikal

Dalam masyarakat internasional dubutuhkan hukum yang membatasi Negara, agar Negara-negara tidak membentuk hukum yang bertentangan dengan ketentuan dan norma internasional, serta mengharuskan mentaati hukum tersebut. Hukum itu bersifat memaksa, yang walaupun pada awalnya dibentuk oleh Negara-negara, tetapi kemudian hukum itu dibuat untuk membatasi kebebasan suatu Negara untuk menjustifikasi tindakan mereka sendiri secara sepihak.

Beberapa contoh aturan-aturan yang bertentangan dengan jus cogens, misalnya perang agresi, pelanggaran terhadap hukum genocide, perdagangan

5 R. Sigit, Prinsip Non Refoulement dan Relevansinya Dalam Hukum Internasional, “Jurnal Mimbar Hukum”, Volume 22, Nomor 3, Oktober 2010. p. 441.

(5)

5 perbudakan, pembajakan, kejahatan-kejahatan yang bertentangan dengan kemanusiaan, pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hak menentukan nasib sendiri,

UN Convention Racial Discrimination dan UN Declaration on Permanent Soverreignity Over Natural Resources 6

Dalam tulisan ini prinsip jus cogens akan dijadikan suatu indikator penilaian untuk melihat apakah tindakan suatu negara dalam penggunaan UAV ini menyalahi norma internasional yang berlaku.

2. Lima Prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional

Didalam Hukum Humaniter Internasional (HHI) terdapat lima prinsip dasar yang selalu dijadikan landasan dari aturan-aturan yang terdapat didalam

HHI7, kelima asas tersebut ialah:

1. Military Necessity (Kepentingan Militer)

Prinsip Military Necessity ini mengandung arti bahwa suatu pihak yang bersengketa mempunya hak untuk melakukan segala tindakan yang dapat mengakibatkan keberhasilan suatu operasi militer, namun dalam pelaksanaannya tidak dibenarkan bila hal tersebut melanggar ketentuan

yang ada didalam Hukum Humaniter Internasional.8

6 Y. Bhakti Ardhiwisastra,. 2003. Hukum Internasional Bunga Rampai. Bandung: PT. Alumni. Hal. 168.

7P. Arlina, Pengantar Hukum Humaniter, ICRC, Jakarta, 1999, p. 11. 8US Department of Defense, Military Necessity (daring), 2005,

<http://usmilitary.about.com/od/glossarytermsm/g/m3987.htm>, diakses pada 20 Januari 2014.

(6)

6

2. Proportionality Principle (Prinsip Proporsionalitas)

Prinsip Proportionality ini tercantum dalam Artikel 51 ayat 5 B dalam

Protokol tambahan I9. Prinsip ini ada untuk menghindari kerusakan

yang berlebihan dari objek-objek sipil yang ada didalam maupun disekitar medan pertempuran. Dengan adanya prinsip ini, aksi-aksi militer dibatasi untuk menggunakan kekuatannya secara reasonable sehingga dapat menghindari kerusakan-kerusakan yang tidak perlu.

3. Humanity (Kemanusiaan)

Asas Humanity ini ada untuk menghindari terjadinya penderitaan yang tidak perlu bagi para korban perang. Dimana para kombatan dilarang untuk melakukan kekerasan yang dapat menimbulkan penderitaan yang berlebihan di pihak korban. Didalam regulasi Den Haag juga mencantumkan mengenai larangan bagi penggunaan senjata yang

sifatnya dapat membuat kerusakan yang berlebihan bagi korbannya.10

4. Limitation Principle (Prinsip Pembatasan)

Prinsip Limitation ini adalah prinsip yang menganjurkan untuk membatasi sarana, peralatan, dan juga metode berperang yang dilakukan oleh pihak yang bersengketa. Prinsip ini meliputi aturan mengenai larangan penggunaan senjata yang dinilai dapat memberikan dampak kerusakan massal tanpa dapat membedakan antara objek sipil dengan militer. Senjata tersebut diantaranya yaitu:

a. Senjata beracun

b. Senjata nuklir

9 ICRC, Rule 14. Proportionality in Attack (online), <

http://www.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v1_cha_chapter4_rule14>, diakses pada tanggal 1 Juli 2014. 10P. Arlina, p. 11

(7)

7

c. Ranjau darat (Land Mine)

d. Senjata Kimia

e. Expanding Bulllet, Blinding laser, dan senjata lainnya yang dapat

menimbulkan penderitaan yang tidak perlu bagi korban perang.

f. Serta senjata yang memiliki dampak kerusakan jangka panjang

terhadap lingkungan hidup.11

5. Distinction (Prinsip Pembedaan)

Prinsip Distinction merupakan suatu prinsip dalam Hukum Humaniter Internasional yang tercantum dalam artikel 48 ayat 51 pasal 2 dan ayat

52 pasal 2 dari Protokol Tambahan I,12 yang membagi penduduk dari

masing-masing pihak yang berperang menjadi dua kelompok besar, yaitu penduduk sipil (Civilian), dan Kombatan (Combatant). Kombatan adalah suatu golongan penduduk dari masing-masing negara yang berperang yang secara aktif ikut serta didalam pertempuran seperti tentara, sedangkan penduduk sipil ialah golongan penduduk yang tidak

berhak untuk ikut serta didalam pertempuran.13

Seorang pemikir HHI, Joseph Kunz mengatakan bahwa “laws of war, to

be accepted and to be applied in practice, must strike the connect balance between, on the one hand, principle of humanity and chivalry; and the other hand,

11 ICRC, Weapon (online), 2011, <

http://www.icrc.org/eng/war-and-law/weapons/overview-weapons.htm>, diakses pada tanggal 30 Juni 2014. 12 ICRC, Customary IHL (online), <

http://www.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v1_cha_chapter1_rule1#Fn_90_3>, diakses pada tanggal 1 Juli 2014.

13J. Pictet, Development and Principles of International Humanitarian Law of Armed Conflict, Martinus Nijhoff Publisher, Henry Dunant Institute, 1985, p. 72.

(8)

8

military interest.”14Sehingga, meskipun HHI mengatur mengenai peperangan, tetapi dalam pengaturannya tidak hanya melihat sisi kepentingan militer pihak yang berperang saja, namun juga harus mempertimbangkan mengenai terpenuhinya asas-asas yang lain. Begitu pula sebaliknya, dalam membuat suatu hukum perang, kita juga tidak dapat hanya mempertimbangkannya dengan melihat sisi kemanusiaannya saja tanpa mempertimbangkan kepentingan militer didalamnya.

Didalam penelitian ini kelima prinsip HHI tersebut akan digunakan sebagai indikator untuk menentukan apakah penggunaan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) sejalan dengan prinsip dasar HHI sebagai hukum yang diberlakukan pada saat terjadinya perang. Hal ini dilakukan untuk mencari kesesuaian antara perdebatan mengenai penggunaan UAV sebagai instrumen

perang dengan HHI.15

I.4 Argumen Utama

Argumen utama yang diajukan dalam penulisan skripsi ini adalah penggunaan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) tidak sesuai dengan Norma Internasional dan juga prinsip-prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional. Karena bila kita melihat penggunaan UAV ini melalui perdebatan yang ada, dampak yang ditimbulkan dari penggunaan UAV ini tidak dapat dibenarkan bila dilihat melalui indikator prinsip-prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional.

14M. Haryo, Hukum Humaniter, Rajawali, Jakarta, 1984, p. 34.

15 American Red Cross, Summary of Genewa Convention of 1949 and Their Additional Protocol, 2013, p. 4.

(9)

9

I.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini direncanakan terdiri dari Lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka konseptual, argument utama, dan sistematika penulisan.

Bab kedua akan memaparkan secara lebih lanjut mengenai apa itu UAV beserta fungsi dan kegunaannya. Bab ini akan terbagi menjadi dua sub-bab. Sub-bab pertama akan memaparkan mengenai definisi serta sejarah perkembangan UAV. Sedangkan di dalam sub-bab kedua dari bab ini peneliti akan menjelaskan lebih lanjut mengenai fungsi dan kegunaan UAV itu sendiri yang selanjutnya akan menjadi rujukan kategori UAV yang akan dibahas didalam penelitian ini.

Bab ketiga dari penelitian ini akan menyorot mengenai respon pro dan kontra dari masyarakat internasional mengenai penggunaan UAV di medan perang. Disini peneliti akan mencoba melihat bagaimana pro dan kontra yang timbul akibat penggunaan UAV. Selain itu disini juga akan dipaparkan bagaimana penggunaan UAV sebagai sebuah instrumen perang suatu bangsa tidak dapat sejalan dengan apa yang telah dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan yang telah dibuat dalam Hukum Humaniter Internasional berdasarkan prinsip Military

Necessity, Limitation Principle, Humanity, Distinction, dan juga asas Proportionality Principle.

Bab keempat kemudian akan melihat mengenai dampak dari penggunaan teknologi UAV di medan pertempuran. Disini akan dibahas mengenai dampak apa saja yang timbul akibat dari penggunaan teknologi UAV ini di medan pertempuran.

(10)

10 Bab kelima adalah penutup yang berisikan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dan analisa dalam skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan jika p-value lebih kecil sama dengan dari α* maka akan muncul type atau antitype yang berarti terjadi penyimpangan dari base model yang terbentuk.. HASIL

Sebagai suatu unit dan bagian dari Instalasi Rehabilitasi Medis Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Unit Layanan Paliatif memiliki tujuan untuk mewujudkan pelayanan dan

Jika

Gambar 7 menunjukkan tampilan menu untuk petugas lapangan. Terdapat tombol-tombol untuk melakukan pencatatan barang sesuai transaksi yang akan dilakukan. Tombol

Magnesium (Mg) saat ini merupakan salah satu jenis logam ringan yang dianggap sebagai salah satu kandidat potensial material hydrogen storage karena, secara teoritis,

sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia baik secara individu maupun secara kelompok dan akibat dari hubungan

Terkadang komputer anda menjadi lambat pada saat ingin melakukan shutdown karena sistem pada Windows sedang melakukan End Process pada aplikasi yang sedang dijalankan.. Melalui

KAJIAN TUGAS AKHIR STRATA SATU (S1)  FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS INDONESIA Shinta T. Effendy 1 , Rahmat M. Samik­Ibrahim 2