• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUHAMMAD IRPANDI. Sebagai salah satu instrumen dalam praktik penyelenggaraan negara dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MUHAMMAD IRPANDI. Sebagai salah satu instrumen dalam praktik penyelenggaraan negara dan"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGATURAN HUKUM TENTANG PERANAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK DITINJAU DARI SEGI HUKUM ADMINISTRASI

NEGARA

MUHAMMAD IRPANDI 11041894

A. Latar Belakang

Sebagai salah satu instrumen dalam praktik penyelenggaraan negara dan berbagai upaya pembangunan di dalamnya, birokrasi mempunyai peranan penting di dalam kehidupan masyarakat. Di Indonesia yang masyarakatnya sedang terus menrus melakukan perubahan melalui berbagai aktivitas positif yang konstruktif. Kerangka masyarakat yang ada di Indonesia telah seharusnya birokrasi pemerintah dijalankan mendekati apa yang disebut dengan “Tipe Ideal Birokrasi Modern” sebagaimana telah diperkenalkan oleh Max Weber, yaitu Legal dan Rasional Mochtar Mas’oed dan Collin MacAndrews, 1989: 98-99).

Sebagian besar kita mungkin sepakat bahwa pemerintah orde lama berhasil meletakan dasar-dasar Nasionalisme rakyat untuk melawan setiap upaya bangsa Asing Untuk menjajah Indonesia.1 Di dalam upaya birokrasi yang baik maka peradilan merupakan salah satu elemen penting yang harus dibenahi dalam hubungannya dengan masyarakat. Dalam suatu Negara pada umumnya, dasar dari sebuah peradilan diletakkan di dalam undang-undang dasar dan konstitusi peradilan. Apabila yang dilakukan lain dari yang ditentukan dalam undang-undang dasar dan konstitusi pada hakikatnya adalah dilarang dan merupakan sebuah pelanggaran.

1

Kumorotomo Wahyudi, Etika Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta:2009, hal 317

(2)

Menurut Max Weber, birokrasi yang bersifat legal dan rasional haruslah memiliki karakter sebagai berikut: (1) pembagian kerja lebih keras, (2) adanya hirarki wewenang, (3) pengaturan prilaku pemegang jabatan birokrasi, (4) impersonalitas hubungan, (5) kemampuan tekhnis, dan (6) karier. Dasar hukum tentang peradilan di Negara Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalam pasal 24 undang-undang dasar 1945 yang berbunyi : “ Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain badan kehakiman menurut Undang-undang”.2 “ Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan Undang-undang”.3

Dimana sebagai penjabaran lebih lanjut, dari pasal 24 Undang-undang dasar 1945 tersebut adalah Undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan pokok kehakiman (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1970 nomor 74), khusus menyebutkan mengenai Peradilan Tata Usaha Negara. Pada tahun 1986 dibentuklah Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu juga untuk mewujudkan Peradilan Tata Usaha Negara dapat kita jumpai dalam salah satu ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang merupakan hukum tertinggi pada masa sebelum reformasi yang tertuang dalam Ketetapan Nomor: II/MPR/1988 tentang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada bagian dasar dan arah pembangunan serta pembinaan hukum.

2

Undang- Undang Dasar 1945, pasal 24 ayat 1

3

(3)

3

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan Kemudian setelah adanya reformasi telah digantikan dengan Undang-undang nomor 9 tahun 2004 dan pada saat ini telah direvisi kembali menjadi undang nomor 51 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pada saat sebelum undang-undang ini Peradilan tata usaha Negara berada dibawah eksekutif, yakni direktorat Jendral badan peradilan umum dan peradilan tata usaha Negara, Departemen kehakiman dan HAM terhitung sejak 31 Maret 2004 organisasi, administrasi dan finansial Peradilan tata usaha Negara (PTUN) dialihkan dari departemen Kehakiman kedalam Mahkamah Agung.

Dalam pemilihan judul, terlebih dahulu penulis akan menguraikan pengertian judul yaitu “Pengaturan Hukum Tentang Peranan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Menciptakan Pemerintahan Yang Baik. Ditinjau Dari Segi Hukum Administrasi Negara” yang terdiri dari beberapa istilah kata sepertri berikut: peranan memiliki arti sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama. Jadi peranan merupakan sebuah aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah menjalankan peranannya. Peradilan Tata Usaha Negara adalah suatu lembaga peradilan yang merujuk dan atau sesuai dengan UU No. 5 tahun 1986.

Dapat diartikan secara sederhana “Peranan Peradilan Tata Usaha Negara” adalah merupakan sebuah alat kontrol dalam pelaksanaan administrasi Negara atau tata usaha Negara dalam memelihara kesejahteraan dan keadilan, dimana untuk memlihara kesehjateraan dan keadilan maka alat tersebut harus diberi dan

(4)

dibuat bentuk lembaga yang pasti dan menyeluruh, yang dapat digunakan dalam pemeliharaan keadilan.

E.Utrecht mengetengahkan: “Hukum administrasi Negara (hukum pemerintahan) menguji hubungan hokum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para penjabat (ambtsdrager) administarsi Negara melakukan tugas mereka yang khusus”.4

Begitu luasnya pekerjaan dan fungsi dari administrasi Negara atau tata usaha Negara yang dilaksanakan oleh banyak orang, maka tidak dapat dipungkiri dan tidak mustahil akan terjadi perbuatan negatif, misalnya dalam penyalahgunaan wewenang, sehingga kemudian untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya hukum administrasi Negara dan juga Peradilam Tata Usaha Negara. Kemudian jangan sampai terjadi dan adanya kejadian yang mengganggu ketertiban umum dalam hal administrasi Negara.

Selanjutnya adalah kalimat : “Menciptakan Pemerintahan yang Baik” yang dimana memiliki maksud: pemerintahan atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Governance” yaitu “the act, fact, manner of governing” berarti tindakan, fakta, dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Kemudian dalam kebijakan United Development Program (UNDP) yang tertulis dalam dokumen kebijakannya yang berjudul “Governance for sustainable human development”, (1997) mendefenisikan pemerintahan (governance) adalah sebagai berikut :

“Governance is the exercise of economic, political, and admnistrative authory to

4

Hadjon, M.Philipus, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia ( Introduction to

(5)

5

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan

manage a country’s affairs at all levels and means by which states promote social cohesion, intergration, and ensure the well being of their population” 5

(Pemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan di bidang ekonomi, politik dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrumen kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi kesejahteraan, integritas, dan kohesivitas sosial masyarakat.

Berikutnya secara konseptual pengertian kata baik dalam istilah pemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman : pertama, nilai yang mengandung dan menjunjung tinggi keinginan/ kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian lembaga administrasi Negara mengemukakan bahwa pemerintahan yang baik (good governance) berorientasi kepada: pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapian tujuan nasional; kedua, yaitu pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam upaya untuk mencapai tujuan nasional. Selain dari pada pengertian pemerintahan yang baik di atas maka diatur pula dalam Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2000 merumuskan arti pemerintahan yang baik (good governance) sebagai berikut : “kepemerintahan yang mengemban akan dan menerapkan prinsip-prinsip

5

Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Membangun sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance, Mandar Maju,

(6)

profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat” Kemudian dari kalimat “Ditinjau Dari Segi Hukum Administrasi Negara”.

Hukum Administrasi Negara pada awalnya berasal dari kata administrasi dalam bahasa latin “administrare” yang berarti “to manage” derivasinya antara lain menjadi “administartio” yang berarti “besturing” atau pemerintahan. Dalam hal ini akan menitikberatkan administrasi pada kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Negara di dalam pemrintahan. Menurut Leonard D. White, bahwa public administration consist all those operations having for the purpose

the fulfillment and enforcement of public policy (administrasi negara terdiri dari

atas semua kegiatan negara dengan maksud untuk menunaikan dan melaksanakan kebijaksanaan negara) Hukum Administrasi Negara pada dasarnya adalah sebagai penguji hubungan hukum istimewa yang diadakan dan memungkinkan para pejabat (ambtsdrager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus.

Lebih lanjut, Uthrecht menyebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur sebagai lapangan pekerjaan administrasi Negara. Bagian lain diatur oleh Hukum Tata Negara (Hukum dalam arti sempit), hukum privat dan sebagainya.

Berdasarkan hal itu, maka akan tampaklah bahwa hukum administrasi Negara terkandung dua aspek, yaitu pertama, aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya; kedua, aturan hukum yang dimana mengatur hubungan hukum (rechtbetreeking) antara alat perlengkapan administrasi negara atau pemerintah dengan warganya.

(7)

7

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan Pada hal ini yang akan ditinjau adalah sampai sejauh mana Pengadilan Tata Usaha Negara ini mengemban tugas sebagai salah satu aspek dalam menciptakan sebuah pemerintahan yang baik.

Oleh karena begitu kompleksnya peranan Peranan Peradilan Tata Usaha Negara dalam menciptakan sebuah pemerintahan yang baik, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat judul “Pengaturan Hukum Tentang Peranan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Menciptakan Pemerintahan Yang Baik Ditinjau Dari Segi Hukum Administrasi Negara”

Untuk itu dimana agar kehidupan bernegara menjadi lebih baik maka hal ini menurut penulis pantas untuk dibahas dan ditekankan.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peranan Peradilan Tata Usaha Negara dalam menciptakan pemerintahan yang baik di tinjau dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara.

2. Apakah yang menjadi wewenang dari Peradilan Tata Usaha Negara dalam memutuskan perkara yang ada dalam lingkup peradilan Tata Usaha Negara

C. Tujuan Penelitian

(8)

1. Untuk menambah pengetahuan tentang peranan Peradilan Tata Usaha Negara dalam menciptakan pemerintahan yang baik di tinjau dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara.

2. Untuk mengetahui wewenang dari Peradilan Tata Usaha Negara dalam memutuskan perkara yang ada dalam lingkup peradilan Tata Usaha Negara.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis

a. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi perbendaharaan dan koleksi karya ilmiah serta memberikan konstribusi pemikiran tentang peranan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

b. Untuk memperkaya ilmu pengetahuan, tentang luasnya hal-hal yang bisa ditilik tentang hukum administrasi Negara.

2. Secara Praktis

a. Dengan mempelajari tentang peranan peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), maka diharapkan masyarakat lebih mengerti tentang pengertian dari cabang-cabang hukum, yaitu salah satunya adalah Hukum Administrasi Negara.

b. Bagi pejabat yang berkecimpung dalam bidang Tata Usaha Negara diharapkan lebih mengerti tentang wewenang yang telah diatur dalam Undang-Undang nomor 51 tahun 2009, dan agar menciptakan sebuah

(9)

9

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan pemerintahan yang baik. Serta dapat memotivasi dari para pejabat Tata Usaha Negara untuk tidak menganggap Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Tata Usaha Negara, hanya sebagai alat untuk menakut-nakuti dalam pelaksanaan tanggung jawab dan tugasnya.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul tentang “Pengaturan Hukum Tentang Peranan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Menciptakan Pemerintahan Yang Baik. Ditinjau Dari Segi Hukum Administrasi Negara” adalah benar karya dari penulis. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi, penulis telah melakukan pengecekan dari pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Asahan untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum tedapat di Fakultas Hukum Universitas Asahan (UNA).

Ditinjau dari pada materi permasalahan yang ada dan materi penulisan skripsi ini, sejauh ini belum pernah di dapati dan dilihat kesamaan masalah seperti pada penulisan skripsi ini.

Dalam menyusun karya ilmiah ini, pada prinsipnya penulis membuatnya dengan dasar-dasar yang sudah ada baik melalui literatur yang penulis peroleh dari perpustakaan. Bila ternyata dikemudian hari ditemukan skripsi yang sama penulis siap bertanggung jawab sepenuhnya untuk diuji.

(10)

Berangkat dari kata Metode, maka metode dapat diartikan sebagi suatu jalan atau cara mendapatkan sesuatu 6

1) Metode Penelitian

. Adapun metode Penelitian Hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi: Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan menganalis peraturan PerUndang-Undangan yang mengatur tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

2) Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data-data yang diperlukan oleh penulis dalam penyelesaian skripsi ini ditempuh dengan cara penilitian kepustakaan (library research). Bahan hukum Primer yang digunakan secara utama yakni yang terdiri dari Undang Hukum Tata Usaha Negara baik yang sebelum direvisi, yaitu Undang-Undang Hukum Tata Usaha Negara Nomor 5 tahun 1986, kemudian revisi pertama Undang-Undang Hukum Tata Usaha Negara Nomor 9 tahun 2004, dan yang terbaru hasil revisi kedua Undang-Undang Hukum Tata Usaha Negara Nomor 51 tahun 2009.

3) Analisis Data

Adapun bahan hukum yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, aturan perundang-undangan, akan dianalis secara deskriptif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif yang dianalisis dalam penulisan yang sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Dengan menggunakan

6

Soemitro, Rony Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta:1990, hal 45

(11)

11

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan metode deduktif yakni menarik suatu kesimpulan dari suatu permasalaihan yang bersifat umum terhasdap permasalahan yang konkrit untuk dihadapi.

Demikianlah metode penelitian yang dilakukan oleh penulis gunakan dalam proses penulisan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk dapat menguraikan skripsi ini, penulis telah membuat sisrtematika dengan mengadakan materinya atas empat bab dan di setiap babnya dibagi lagi atas bagian-bagian yang lebih kecil (sub-sub BAB) sehingga mencerminkan keutuhan materi skripsi ini dengan gambaran sebagai berikut :

BAB I : Merupakan Bab Pendahuluan.

Didalam Bab pendahuluan ini memuat Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka, sejarah terbentuknya peradilan Tata Usaha Negara, karakteristik Peradilan Tata Usaha Negara, kompetensi dari Peradilan Tata Usaha Negara (atribusi Van Rechmating).

BAB III : Pembahasan yang meliputi Peranan Peradilan Tata Usaha Negara dalam menciptakan pemerintahan yang baik di tinjau dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara, Wewenang dari Peradilan Tata Usaha Negara dalam memutuskan perkara yang ada dalam lingkup peradilan Tata Usaha Negara

(12)

BAB IV : Kesimpulan dan Saran

Didalam Bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang dipetik dari uraian bab terdahulu yang telah diuji keabsahannya melalui data-data yang diperoleh. Selanjutnya dalam bab ini penulis memberikan saran yang kiranya mungkin agar berguna.

(13)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) sebagai lingkungan peradilan yang terakhir dibentuk. Pada awalnya pembentukan peradilan ini pada saat adanya pemerintahan Belanda yang diatur dalam pasal 134 IS (Indische Staats Regelement) serta pada regalement opde rechterlijke organisattle en het belieb de positive yang disahkan pada tanggal 30 April 1847. Setelah kemerdekaan sebelum dibentuknya undang-undang yang mengatur secara khusus hal tentang peradilan tata usaha negara diatur dalam pasal 66 Undang-Undang No. 19 Tahun 1948.

Peradilan ini dibentuk dengan yang ditandai dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara tahun 1986 Nomor 77 Tambahan Lembaran Negara 3344) 7

pada tanggal 29 Desember 1986 dalam konsideran “menimbang” Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa salah satu tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tentram, serta tertib yang menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum serta menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang dan selaras antara aparatur dibidang tata Usaha Negara dan para warga masyarakat, ini juga berarti menunjukkan salah satu langkah dalam upaya pembangunan bidang hukum, guna lebih memberi isi pada makna negara hukum

7

(14)

Indonesia yang di dasarkan kepada pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 dimana dijelaskan Negara Indonesia adalah sebuah Negara hukum “Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang menjadi maksud disini adalah bukanlah hanya sekedar artian dalam arti formal, atau negara penjaga malam, tetapi dalam artian luas yaitu materill. Maksud dari materill adalah tindakan penguasa harus berdasarkan undang-undang dan dapat berlaku asas legalitas. Maka dalam negara hukum materill tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan warga Negara dibenarkan menyimpang dari undang-undang atau berlaku asas opportunitas (asas yang dapat berlaku apabila pemerintah membuat sebuah hal yang menyimpang tetapi dengan tujuan yang baik dan benar).

Dalam pembangunan hukum di Indonesia, pembuatan sebuah Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara merupakan suatu hal yang baru dalam sejarah Peradilan di Indonesia, karena sebelum Peraturan Tata Usaha Negara ini lahir, di parisada nusantara baik pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan sampai pada tahun 1986 belum pernah ada dibentuk lembaga Peradilan yang membidangi Tata Usaha Negara (TUN).

Berkaitan dengan ini, maka pemerintah melalui menteri kehakiman pada saat itu Bapak Ismail Saleh,SH yang disampaikan pada tanggal 20 Mei 1986 mengatakan bahwa “Didalam politik pembangunan hukum kita hal ini merupakan dimensi penciptaan adalah dimensi dinamika dan kreativitas, yang sebelumnya tidak ada, tetapi diperlukan untuk kesejahteraan bangsa. Oleh itu selain merupakan hal baru dalam tata hukum kita, dengan lahirnya Undang-undang

(15)

15

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan tersebut berarti pula menambah satu saluran hukum bagi yang dapat dimanfaatkan oleh setiap warga negara Indonesia dan badan hukum perdata yang mencari keadilan pada Peradilan Tata Usaha Negara (pada saat itu disebut dengan Peradilan Administrasi Negara).

Menurut beberapa ahli tentang dibentuknya Peradilan Administrasi, antara lain adalah Eddy Supriyanto berpendapat bahwa keberadaan peraturan Tata Usaha Negara adalah sebagai pelengkap dalam upaya untuk keadilan. Kelahirannya di saat-saat sekarang adalah diliputi oleh situasi kehidupan bernegara dan berbangsa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

1. Peraturan lahir pada zaman orde baru.

2. Peraturan lahir pada kurun waktu Pelita IV sebagai era hukum. 3. Peraturan lahir setelah Pancasila diterima sebagai satu-satunya asas. 4. Peraturan lahirdisaat menyongsong tinggal landas pada Pelita V.

Tujuan pembentukan dan kedudukan suatu peradilan administrasi dalam suatu bangsa adalah terkait dengan falsafah negara yang dianutnya. Bagi Republik Indonesia yang merupakan negara hukum Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, hak dan kepentingan perseorangan dijunjung tinggi dan disamping itu hak masyarakat.8

Dalam perkembangan dan perjuangan bangsa Indonesia pada era awal dalam mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia, Indonesia telah mengalami

8

Wijaya, Suprapto, Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi, Airlangga

(16)

berbagai masalah yang merupakan sebuah romantika perjuangan. Sering kali kesatuan dan persatuan serta ideologi bangsa dan Negara terancam dengan banyaknya pemberontakan pada masa ini. Hal ini membuat bangsa Indonesia tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan pembangunan yang dimana mengakibatkan ekonomi dan keamanan di Indonesia menjadi tidak stabil.

Beberapa kali terjadi banyak penyimpangan dalam pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, seperti dibentuknya Undang-Undang-undang Dasar Sementara tahun 1950, adanya pengangkatan Presiden seumur hidup, dan tidak terlaksananya Pemilu dalam kurun waktu sekali dalam lima tahun.

Pada saat itu terjadi banyak pergolakan yang dilakukan oleh masyarakat sehinngga munculah sebuah Orde baru. Orde baru adalah suatu tatanan masyarakat Indonesia yang bertekad untuk melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen dengan landasan idiil Pancasila dan landasan konstitusional yaitu Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke IV.

Sejak orde baru muncul, pembangunan di Indonesia mengalami peningkatan, dimana di buat sebuah rancangan pembangunan lima tahun (REPELITA). Didalam PELITA periode ke IV adalah era hukum, yang ditandai dengan era hukum. Dimana didalam era ini munculah beberapa produk hukum salah satunya adalah lahirnyaUndang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Pada saat dilaksanakan PELITA IV yaitu era hukum, maka di bagian politik, aparatur pemerintah, hukum dan penerangan serta pula media masa dalam hal ini adalah pancasila yang notabene merupakan landasan idiil dari negara harus dijalankan dengan benar dan baik. Hal-hal yang tidak diatur dan tidak digariskan oleh MPR

(17)

17

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan sebagai penjelmaan rakyat yang memegang kedaulatan Negara (vide pasal 1 ayat 2 Undang Undang Dasar 1945) lebih lanjut dijabarkan dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 1985 dan sebagai aturan pelaksanaan di keluarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1986. Jadi dengan diterimanya pancasila sebagai satu-satunya asas oleh seluruh kekuatan sosial-politik yang ada di DPR RI meberikan dampak yang membuat semakin kokohnya landasan politik dan semakin kuatnya kerangka landasan dibidang hukum, termasuk disini adalah salah satu proses penggodokan dari rancangan Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Undang-undang nomor 5 tahun 1986.

Mengenai proses lahirnyan Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Tata Usaha Negara di bentuk di penghujung tahun 1986. Sebenarnya peraturan sudah diawali sejak 38 tahunn yang lalu pada waktu adanya penetapan Undang-Undang nomor 19 tahun 1948 tentang susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman dan kejaksaan pada tanggal 8 Juni 1948. Oleh Undang-undang ini di dalam pasal 6 ayat 1 ditegaskan adanya tiga lingkungan Peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.

Pada masa sebelum dibentuknya Undang-undang ini, maka sengketa yang terjadi dalam Peradilan Tata Usaha Negara diserahkan kepada Pengadilan Tinggi sebagai tingkat pertama dan Mahkamah Agung sebagai tingkat kasasi dan hal ini menandai di serahkan kepada Peradilan Umum.

(18)

B. Karakteristik Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam pengenalan terhadap karakteristik peradilan ini, maka ada beberapa istilah tentang peradilan Tata Usaha Negara ini. Dalam arti luas “Peradilan Administrasi Negara adalah peradilan yang menyangkut pejabat-pejabat dan instansi administrasi negara, baik yang bersifat: perkara pidana, perkara perdata, perkara agama, perkara adat, dan perkara administratif murni. Sedangkan dalam arti sempit peradilan administrasi negara adalah peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara administrasi murni semata-mata”. Pada saat ini terkadang masih terdapat banyak kesalahpahaman terhadap peradilan administrasi dan peradilan tata usaha negara. Di dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1986 telah dijelaskan secara terperinci tentang pengertian yang termuat dalam Undang-undang itu, yakni : “Tata Usaha Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun daerah.

Karakteristik merupakan sebuah perpanjangan kata dari Karakter, dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) karakter adalah 1) sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membeadakan seseorang dengan yang lainnya, 2) karakter juga dapat bermakna huruf. Dalam artiannya, karakteristik adalah sebuah ciri khas yang dimiliki dan tidak dimiliki dengan yang lainnya. Hukum acara dari Peradilan Tata Usaha Negara merupakan bentuk dari sebuah hukum formal yang pada hakikatnya merupakan sebuah hukum publik. Hukum formal disebut juga berfungsi sebagai publiekrechtelijk instrumentarium untuk menegakkan sebuah hukum formal. Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan Hukum

(19)

19

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan Acara yang secara bersama-sama diatur dengan hokum materilnya di dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1986.9

Hal-hal yang menjadi karakteristik Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal ini adalah perkembangan dalam hukum acaranya, yaitu :

1. Peranan hakim yang aktif (dominus litis)

Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah karena hakim tata usaha negara dibebani dengan tugas untuk mencari sebuah kebenaran yang bersifat materiil dan dapat dipertanggung jawabkan. (pasal 63 ayat 2a dan b/ pasal 80 ayat 1/ pasal 85/ pasal 95 ayat 1/ dan pasal 103 ayat 1 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara). Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha negara sedangkan penggugat adalah sebuah badan hukum perdata atau orang perseorangan. (pasal 58).

2. Kompensasi ketidak seimbangan antara kedudukan antara penggugat dan juga oleh tergugat.

3. Sistem pembuktian yang mengarah kepada pembuktian bebas (vrijbewijs) yang terbatas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian, dimana terdapat perbedaan dengan ketentuan pasal 1865 BW. Asas ini dianut dalam pasal 107 Undang-undang no. 5 tahun 1986 hanya saja masih dibatasi ketentuan pasal 100.

4. Gugatan di pengadilan tidak bersifat mutlak dan bersifat menunda pelaksanaan suatu keputusan Peradilan Tata Usaha Negara (TUN) yang

9

Triwulan, Titik dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara Dan Hukum

Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta:2011, hal

(20)

digugat. Di dalam pasal 67 dijelaskan tentang hal tersebut dimana keputusan Tata Usaha Negara yang di gugat itu diperintahkan penundaannya. Pengadilan akan mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan keputusan Tata Usaha Negara tersebut hanya apabila: pertama, terdapat keadaan yang sangat mendesak, yaitu jika kerugian yang akan diderita penggugat akan sangat tidak seimbang dan sebanding dengan manfaat bagi kepentingan yang akan dilindungi oleh keputusan dan pelaksanaan dari keputusan tata usaha negara itu; kedua, pelaksanaan keputusan Tata Usaha Negara yang digugat tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan.

5. Keputusan yang akan ditetapkan oleh hakim adalah tidak boleh bersifat ultra petita (melebihi tuntutan dari penggugat dalam persidangan) tetapi akan dimungkinkan adanya reformatio in peius (membawa penggugat kedalam sesuatu keadaan yang lebih buruk) selama masih diatur di dalam undang-undang.

6. Terhadap putusan hakim tata usaha negara berlaku dan mengikat asas erga omnes. Dimana dimaksudkan bahwa putusan itu tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa, tetapi juga akan berlaku bagi para pihak lain yang akan terkait. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan Tata Usaha Negara berlaku bagi siapa saja. Dalam rangka ini pasal 83 bertentangan dengan asas erga omnes.

(21)

21

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan 7. Dalam proses pemeriksaan yang dipersidangan akan berlaku asas auti et alteram partem. Dimana asas ini dimaksudkan para pihak yang saling bersengketa harus diberikan kesempatan-kesempatan untuk memberikan penjelasan tentang perkara tersebut sebelum hakim memberikan sebuah keputusan.

8. Dalam mengajukan sebuah gugatan harus terdapat kepentingan oleh salah satu pihak yang bersengketa, jadi apabila tidak terdapat kepentingan maka tidak boleh mengajukan sebuah gugatan. Gugatan yang ditujukan haruslah memiliki hal yang kuat dan penting bagi si penggugat dan memiliki dasar yang kuat dalam pengajuan gugatan.

9. Kebenaran yang akan dicapai adalah sebuah kebenaran materill dengan tujuan yaitu menyeimbangkan dari sebuah kepentingan perseorangan dengan kepentingan bersama.

Setelah ke sembilan karakteristik yang telah kita ketahui tentang keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara, ternyata terdapat hal-hal yang dianggap lebih spesifik lagi. Hal ini yaitu adalah suatu keputusan Tata Usaha Negara yang akan selalu mengandung asas “prasumptio iustae causa”, yaitu bahwa suatu keputusan Tata Usaha Negara (TUN) atau disebut beschikking harus selalu dianggap sah selama belum dibuktikan sebaliknya sehingga pada prinsipnya harus selalu dan dapat harus segera dilaksanakan.

a. Asas “Prmsumptioiustae causa”, yaitu bahwa suatu keputusan tata usaha negara (beschikking) harus selalu dianggap sah selama belum dibuktikan

(22)

sebaliknya, sehingga pada prinsipnya harus selalu dapat segera dilaksanakan. Di dalam pengontrolan dan untuk menilai tindakan hukum pemerintah dalam bidang hukum publik, maka akan harus digunakan beberapa asas, yaitu : b. Asas perlindungan terhadap kepentingan umum atau publik yang menonjol

disamping perlindungan terhadap individu.

c. Asas “self respect” atau “self obidence” dari aparatur pemerintah terhadap putusan-putusan peradilan administrasi, karena tidak dikenal adanya upaya pemaksa yang langsung melalui juru sita seperti halnya dalam prosedur perkara perdata.

Mengenai perlindungan terhadap dua sisi yaitu kepentingan umum atau publik dan kepentingan individu, disebutkan dalam penjelasan umum Undang-undang no. 5 tahun 1986 angka 1 bahwa disamping hak-hak perseorangan, masyarakat juga mepunyai hak-hak tertentu. Oleh karena itu tujuan Peradilan Tata Usaha Negara sebenarnya tidak hanya semata-mata memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat. Ditinjau dari segi pernyataan tersebut persoalan selanjutnya merupakan mekanisme untuk melakukan penyeimbangan antara dua sisi kepentingan tersebut, dimana hak itu perlu untuk ditransparansikan. Sebab masalahnya akan menyangkut segi ukuran objektif pemberian keadilan secara konsisten yang berkaitan pula dengan masalah kemandirian institusi peradilan dalam hakim memutus suatu perkara.

(23)

23

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan C. Kompetensi Dari Peradilan Tata Usaha Negara (atribusi Van

Rechmating)

Kompetensi utama Badan Peradilan Administrasi yang dibentuk

berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah menyelesaikan sengketa administarsi antara pemerintah dan masyarakat, disebabkan pemerintah telah melanggar hak-hak kepentingan warga.10

Kehadiran Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana hal yang diatur dalam PERATUN (yang berlaku secara efektif sejak tanggal 14 Januari 1991 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1991 tentang penerapan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 mengenai Peradilan Tata Usaha Negara-LNRI tahun 1991 nomor 8), dianggap sebagai perubahan yang sangat besar bagi bidang administrasi, dilihat dari banyaknya pengaduan dari m asyarakat.Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu).

Menurut Thorbecke berkaitan dengan hal-hal kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara, bila mana pokok sengketa (fundamentum petendi) terletak dilapangan hukum publik yang berwenang memutuskannya adalah hakim administrasi.11

10

Ibid hal 580

11

Yaved, Victor, Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut, Penerbit Citra Aditya Bakti:Bandung, 2006, hal 78

(24)

Kewenangan untuk mengadili dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kekuasaan kehakiman atribusi (atributie van rechmacht) dan kekuasaan Kompetensi pada layaknya adalah dibagi menjadi dua sub-bagian, yaitu adalah kompetensi absolut dan juga kompetensi relatif. kehakiman distribusi (distributie

van rechmacht). Atribusi kekuasaan kehakiman adalah kewenangan mutlak atau

kompetensi absolut itu adalah kewenangan badan pengadilan didalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain. Atribusi kehakiman menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 memiliki sifat yang lebih sempit dari apa yang diberikan oleh defenisi lainnya. Dan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Secara Horizontal, yaitu wewenang yang bersifat bulat dan melekat dari suatu jenis pengadilan lainnya, yang mempunyai kedudukan sederajat/setingkat. Dapat dijadikan contoh adalah pengadilan tata usaha negara dengan pengadilan negeri (umum). Pengadilan agama dengan pengadilan militer. b. Secara vertikal, yaitu wewenang yang bersifat bulat dan melekat dari suatu

jenis pengadilan dengan jenis pengaadilan lainnya, yang secara berjenjang atau hirarkis mempunyai kedudukan lebih tinggi. Contoh pengadian tinggi dan mahkamah agung.

Distributie van rechmacht atau distribusi berkaitan dengan pemberian

wewenang yang bersifat terinci (relatif) diantara badan-badan sejenis mengenai wilayah hukum. Dapat diambil sebagai contoh Pengadilan Negeri Medan dengan pengadilan negeri Pematang Siantar dan Pengadilan Negeri Binjai.

(25)

25

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan Kompetensi Absolut Menyangkut kewenangan badan peradilan apa untuk memeriksa dan mengadili, dan memutus suatu perkara. Sebagaimana diketahui berdasarkan pasal 10 Undang-undang nomor 35 tahun 1999, kita dapat mengenal empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara. Disini yang kita jelaskan tentang Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara, adalah memeriksa dan memutus sengketa yang timbul dalam bidang administrasi negara/ tata usaha negara antara seseorang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian dan tidak dikeluarkannya suatu keputusan yang dimohonkan seorang sampai batas waktu yang ditentukan 90 hari dalam suatu peraturan perundang-undangan, sedangkan hal itu telah merupakan kewajiban badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan. (pasal 3 Undang-Undang no. 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara).

Kompetensi absolut ini akan tergantung kepada isi dari gugatan dan nilai daripada gugatan tersebut. Kompetensi absolut Peradilan tata usaha negara ini “sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik dipusat maupun di daerah, sebagai menurut Undang-undang Peradilan tata usaha negara hanya menyangkut kepada keputusan tata usaha negara (KTUN). Pasal 47 Undang-undang peradilan tata usaha negara menyebutkan pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Mengenai maksud sengketa tata usaha negara, pasal 1 angka 4 undang-undang peradilan tata usaha negara,

(26)

merumuskan : akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan yang berlaku”.

Atas dasar rumusan diatas, sengketa dalam permasalahan tata usaha negara mengandung beberapa unsur, yaitu pertama, subjek sengketa adalah orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara. Menurut Sjachran Basah yang mengklarifikasikan sengketa administrasi kedalam sengketa intern (sengketa antar administrasi) dan sengketa ekstren (sengketa antar administrasi dengan rakyat), maka sengketa Tata usaha negara yang berlaku bukanlah sengketa intern melainkan sengketa ekstern. Kedua objek sengketa adalah keputusan tata usaha negara.

Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1 Undang-undang nomor 9 tahun 2004 yang menentukan: “orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang...” terhadap ketentuan pada pasal 1 angka 9 Undang-undang nomor 51 tahun 2009 tentang peradilan tata usaha negara (hasil revisi kedua), dapat disimpulkan bahwa objek sengketa tata usaha negara adalah keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara.

Berarti sengketa tata usaha negara lahir dari adanya keputusan tata usaha negara, sehingga keputusan tata usaha negara (KTUN) merupakan conditio sine quanon bagi timbulnya sengketa tata usaha negara, tanpa adanya keputusan tata usaha negara tidak akan ada sengketa tata usaha negara. Didalam pasal 1 angka 9 undang-undang nomor 51 tahun 2009 tentang peradilan tata usaha negara (revisi

(27)

27

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan kedua) disebutkan bahwa keputusan tata usaha negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Di dalam ketentuan pasal 3 yang disebut sebagai keputusan tata usaha negara fiktif dan juga serta pembatasan limitatif oleh ketentuan pasal 49undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara.

Pembatasan terhadap pengertian dari keputusan tata usaha negara (pasal 2 undang-undang nomor 9 tahun 2004), yang termasuk ruang lingkup kompetensi mengadili dari peradilan tata usaha negara. Pembatasan ini diadakan oleh karena beberapa hal, yaitu dapat dikaitkan dengan :

a. Ada beberapa jenis keputusan yang karena sifat atau maksudnya memang tidak dapst digolongkan dalam pengertian keputusan tata usaha negara menurut undang-undang ini, keputusan tata usaha negara merupakan perbuatan hukum perdata. Keputusan tata usaha negara yang merupakan pegaturan yang bersifat umum, dimana keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan kitab undang-undang hukum pidana dan kitab undang-undang hukum acara pidana atau peraturan perundang-undangan ;lain yang bersifat hukum pidana. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkannya atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana

(28)

keputusan ini keputusan tata usaha tentara nasional indonesia dan keputusan komisi pemilihan umum baik dipusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.

b. Dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan (pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat bersama dan/ atau kepentingan pembangunan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dapat diformulasikan pengertian keputusan tata usaha negara mengandung elemen-elemen tertentu sebagai kepastian dan bersifat final yang sudah defenitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum untuk menentukan bahwa keputusan organ pemerintahan itu sebagai keputusan tata usaha negara yang menjadi kompetensi absolut peradilan Tata Usaha Negara menrut Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara.

Kompetensi Relatif

Kewenangan dari pengadilan sejenis yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang bersangkutan. Kompetensi relatif (distribusi kekuasaan pengadilan, kewenangan nisbi) ialah sesuai dengan yang disebut oleh asas “Actor Sequitur From Rei” (yang berwenang adalah pengadilan tempat

(29)

29

Mahasiswa Imu Hukum Universitas Asahan kedudukan tergugat), maka pengadilan yang berwenang mengadili dalam sengketa Tata Usaha Negara ialah peradilan Tata Usaha Negara yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan dari tergugat (pasal 54 ayat 1). Gugatan sengketa tata usaha negara diajukan kepada pengadillan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat.

Dalam penjelasan pasal 54 ayat 1 Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara ini menegaskan, bahwa yang dimaksud dengan “tempat kedudukan tergugat” adalah tempat kedudukan secara nyata atau tempat kedudukan menurut hukum, namun demikian jika tempat kedudukan tergugat berada di luar daerah hukum pengadilan tempat kediaman penggugat, gugatan dapat disampaikan kepada pengadilan tata usaha negara tempat kediaman penggugatuntuk diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan. Tanggal diterimanya gugatan oleh panitera pengadilan tersebut dianggap sebagai tanggal diajukannya gugatan kepada pengadilan yang berwenang. Panitera pengadilan tersebut berkewajiban memberikan petunjuk secukupnya kepada penggugat mengenai gugatan pengugat tersebut.

Demikian pula, apabila nantinya penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada pengadilan di jakarta. Penggugat yang bertempat kediaman di luar negeri dapat mengajukan gugatannya, dan diajukan di pengadilan jakarta. Dimana penggugat dapat mengajukan gugatannya dengan surat atau menunjuk seseorang yang diberi kuasa yang berada di Indonesia. Selanjutnya ketentuan pasal 6 Undang-undang nomor 9 tahun 2004 menentukan, tempat kedudukan pengadilan tata usaha negara:

(30)

a. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota.

b. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota provinsi, dan daerah hukumnya terletak dan meliputi wilayah provinsi.

Berkaitan dengan pembentukannya, ketentuan pasal 9 Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 menentukan pengadilan tata usaha negara dibentuk oleh keputusan presiden, dan pasal 10 undang-undang nomor 5 tahun 1986 menentukan pengadilan tinggi tata usaha negara dibentuk dengan undang-undang.

(31)

31

DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009

Kansil C.S.T, Kansil S.T Christine, Sistem Pemerintahan Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2008

HR Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006

Kansil C.S.T, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991

Yaved, Victor, Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006

Hadjon, M. Philipus dan Bagir Manan, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (introduction to the law), Gadjah Mada University Press, 2002

Wijaya, Suprapto, Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi, Airlangga University Press, Surabaya, 2005

Soemitro, Rony Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990

Simorangkir, J. C.T, Rudy T. Erwin, J. T. Prasetyo, Kamus Hukum, Cetakan ke-6, Sinar Grafika, Jakarta, 2000

Lotulung, Paulus Effendy dan Eddy Djunaedi, Mengkaji Kembali Pokok- Pokok Pikiran Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Lembaga Penelitian dan Pengembangan HAN, Jakarta, 2003

Triwulan, Titik dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara Dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011

Belifante dan Soetan Batoeah, Pokok- Pokok Hukum Tata Usaha Negara, Bina Cipta Press, Jakarta, 1983

(32)

Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Membangun sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance, Mandar Maju, Bandung, 2004

Undang- Undang Dasar 1945

Undang- Undang no. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-Undang no. 9 tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Undang-undang no. 14 tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman

Referensi

Dokumen terkait

Rencana Strategis (Renstra) Politeknik Negeri Tanah Laut (Politala) Tahun 2020- 2024 ini merupakan penjabaran program, kegiatan, sasaran, dan indikator kinerja dalam upaya untuk

Sebuah workstation minimal mempunyai ; Kartu jaringan, Aplikasi jaringan (sofware jaringan), kabel untuk menghubungkan ke jaringan, biasanya sebuah workstation tidak

”To execute its duties, Greater Jakarta Transport Authority (GJTA) refers to Transportation Grand Design for Greater Jakarta (Presidential Decree)”.. MAIN TASK

 Analisa Kelayakan Finansial  Penilaian Kemampuan Organisasional  Pengorganisasian Pengembangan Usaha Mandiri  Menyimak kuliah dari dosen, bertanya jawab, mengerjakan

Spesimen jamur yang telah ditemukan dan dikumpulkan akan diawetkan dengan alkohol atau formalin dalam wadah yang sudah disiapkan, kemudian akan diproses lebih

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai potensi hasil dan keragaan galur harapan padi tipe baru IPB pada sistem budi daya legowo

Melalui kegiatan melakukan percobaan dan diskusi, peserta didik dapat membedakan pengamatan dengan mata berakomodasi dan pengamatan tanpa