commit to user
80
BAB V
ANALISIS
A. Struktur Teks Syaraḥ Asmā’u `l-Ḥusnā
Sastra kitab kitab, sebagai salah satu ragam sastra Islam mempunyai corak yang khusus. Corak khusus tersebut tampak dalam struktur (penceritaan). Struktur narasi sastra kitab adalah struktur penyajian teks, sama halnya dengan struktur penceritaan dalam sastra fiksi yang berupa plot atau alur (Siti Chamamah-Soeratno, 1982:152). Analisis struktur dalam penelitian ini meliputi struktur penyajian teks, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa.
1. Struktur Penyajian Teks
Struktur pnyajian sastra kitab terdiri atas tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Struktur penyajian teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā adalah sebagai berikut.
I. Pendahuluan terdiri atas: A1: Kalimat pembuka berupa.
a. Bismillah disertai dengan terjemahan dalam bahasa Melayu. Selain itu, dalam terjemahannya, pengarang juga menyisipkan judul teks
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Dengan nama Allah jua aku memulai memaca Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā. Ia jua Tuhan Yang Amat Murah dalam nenggeri dunia ini lagi Yang Amat Mengasihan hamba-Nya yang mukmin dalam nenggeri akhirat itu (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
commit to user
b. Hamdalah disertai terjemahan dalam bahasa Melayu
Al-ḥamdu li `l-Lāḥi waḥdaḥ. Segala puji-pujian bagi Allah hal
keadaannya Esa Ia (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
c. Selawat kepada Nabi Muhammad saw. disertai terjemahan dalam bahasa Melayu
Wa `sh-shalātu wa `s-salāmu ‗alā man nabiyya ba‗daḥ. Dan
rahmat Allah dan salam Allah atas majdī yang tiada jenis nabi {kemudiannya (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
B1: Kata Wa ba‗daḥu beserta terjemahan dalam bahasa Melayu
Wa ba‗daḥu. Adapun kemudian dari itu maka… (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
C1: Judul teks
maka inilah Syaraḥ Al-Asmā‟u Ḥusnā (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:1).
D1: Motivasi penulisan
maka inilah Syaraḥ Al-Asmā‟u `l-Ḥusnā. Artinya ism ṣaḥ} Allah Yang Maha Elok dan menyatakan manfaatnya, yaitu sembilan puluh sembilan nama-Nya Yang Maha Besar kebesaran-Nya (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
E1: Identitas pengarang
Daripada karangan syekh yang terbesar martabatnya yaitu Syaikh Jalaluddin qaddasa Lāḥu rūḥiḥi (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:1).
II. Bagian isi
A2 : Dalil naqli yang menjelaskan asmaul husna
Firman Allah taala ―Wa li `l-Lāhi `l-asmā‟u `l-ḥusnā fād‗ūḥu
biḥā”. Artinya tsābata bagi Allah Taala beberapa nama Yang
Maha Elok. Maka seru olehmu akan Dia! Dengan segala nama Yang Maha Elok. Dan sabda Nabi shalā `l-Lāhu „alaihi wa
commit to user
dan sembilan puluh nama yaitu kurang atas seratus. ―Man
qara‟ahā faqad dakhala jannaḥ” (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
B2: Penjelasan khasiat masing-masing asmaul husna mulai dari yā
Allaḥ sampai Yā Ṣabūr.
III. Penutup
A3: Kata Tamat beserta selawat kepada Nabi Muhammad saw sebagai penutup.
Tamat Asmā‟u `l-Ḥusnā. Wa Ṣalla `l-Lahu „ala sayyidinā
Muhammadin wa „la lihi wa ṣaḥbihi wa `s-salam. Tama
(Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
Skema struktur penyajian teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā sebagai berikut.
I II III
A1 (a-b-c) –B1 –C1 –D1 –E1 A2 –B2 A3
2. Gaya Penyajian Teks
Gaya penyajian teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā menggunakan bentuk interlinier. Kalimat yang menggunakan bahasa Arab dikemukakan terlebih dahulu kemudian diikuti dengan terjemahan dalam bahasa Melayu. Hal tersebut terlihat pada kalimat basmalah, hamdalah, dan selawat kepada Nabi Muhammad saw., seperti terlihat pada kutipan berikut.
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Dengan nama Allah jua aku memulai memaca Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā. Ia jua Tuhan Yang Amat Murah dalam nenggeri dunia ini lagi Yang Amat Mengasihan hamba-Nya yang mukmin dalam nenggeri akhirat itu (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
Al-ḥamdu li `l-Lāḥi waḥdaḥ. Segala puji-pujian bagi Allah hal keadaannya
Esa Ia (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
Wa `sh-shalātu wa `s-salāmu ‗alā man nabiyya ba‗daḥ. Dan rahmat Allah
dan salam Allah atas majdī yang tiada jenis nabi {kemudiannya (Syaraḥ
commit to user
Pada kutipan di atas dapat terlihat bahwa teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā dimulai dengan bacaan basmalah, hamdalah, dan selawat kepada Nabi Muhammad saw. Kemudian diikuti dengan judul teks, keterangan tentang pengarang, dan uraian singkat isi teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā.
Bagian pendahuluan selanjutnya setelah basmalah, hamdala, dan sealawat kepad Nabi Muhammad saw., terdapat bacaan ―Wa ba‗daḥu” yang kemudian diikuti dengan keterangan judul dan pengarang teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā, seperti pada kutipan berikut.
Wa ba‗daḥu. Adapun kemudian dari itu maka inilah Syaraḥ Al-Asmā‟u `l-Ḥusnā. Artinya ism ṣaḥ} Allah Yang Maha Elok dan menyatakan
manfaatnya yaitu sembilan puluh sembilan nama-Nya Yang Maha Besar kebesaran-Nya. Daripada karangan syaikh yang terbesar martabatnya yaitu Syaikh Jalaluddin qaddasa `l-Lāḥu rūḥiḥi (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1). Setelah itu dilanjutkan dengan dalil naqli asmaul husna yang berisi firman Allah QS. Al-A‘raf:180 dan hadits riwayat Bukhari Muslim kemudian dilanjutkan dengan penjelasan dan khasiat mengenai masing-masing nama asmaul husna, seperti pada kutipan berikut.
Firman Allah taala ―Wa li `l-Lāhi `l-asmā‟u `l-ḥusnā fād‗ūḥu biḥā”. Artinya tsābata bagi Allah taala beberapa nama Yang Maha Elok. Maka seru olehmu akan Dia! Dengan segala nama Yang Maha Elok. Dan sabda Nabi shalā `l-Lāhu „alaihi wa `s-sallam. “Inna li `l-Lāḥi tis‗atun wa
tis‗ūna isman[a] mi‟atan gairū wāhidan”. Artinya bahwasanya Allah taala
sembilan dan sembilan puluh nama yaitu kurang atas seratus (Syaraḥ
Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
Barangsiapa memaca pada tiap-tiap hari seribu kali asma yā Allaḥu yā
huwa. // Niscaya dijadikan Allah taala akan dia daripada orang yang yakin
Allah taala (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1—2).
Yā ‗Alimu `l-gaibū wa „s-syahādah. Barangsiapa memaca asma ini
pada tiap-tiap hari sudah sembahyang seratus kali niscaya, dijadikan Allah taala ia kasyfun (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:2).
commit to user
dan dihapuskan Allah taala daripada guratan hati (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:2).
Pada kutipan di atas menjelaskan bahwa isi teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā menjelaskan secara terpeinci dan urut masing-masing nama asmaul husna. Dimulai dari Yā Allaḥ hingga Yā Ṣabūr, teks ini menjelaskan bahwa seluruh asmaul husna memiliki manfaat yang berbeda-beda. Berdasarkan kutipan di atas, teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā menggunakan bentuk interlinier karena penjelasannya langusng ada pada paragraf yang sama.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pendahuluan dan isi teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā menggunakan bentuk interlinier. Bagian pendahuluan terdiri atas basmalah, hamdalah, dan salawat kepada Nabi Muhammad saw. Selain itu pada bagian pendahuluan terdapat kalimat ―Wa ba‗daḥu” yang diikuti dengan judul karangan dan nama pengarang. Bagian isi tersiri atas dalil naqli asmaul husna kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai manfaat dan khasiat masing-masing nama asmaul husna yang dijelaskan secara urut dari Yā Allaḥ hingga Yā Ṣabūr.
3. Pusat Penyajian Teks
Teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā menguraikan hal-hal yang berhubungan dengan ajaran tauhid, khususnya tauhid asma‟ wa sifat yang mengajarkan untuk yakin akan nama serta sifat Allah. Dalam teks tersebut dijelaskan dalil naqli asmaul husna kemudian dilanjutkan dengan uraian khasiat masing-masing asmaul husna dimulai dari Yā Allah hingga Yā Ṣabūr. Seluruh uraian tersebut dijelaskan secara langsung oleh pengarang sendiri. Teks tersebut tidak memiliki tokoh dalam arti sebenarnya, namun pengarang menujukan kepada seluruh kaum muslim. Teks
Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā merupakan monolog pengarang kepada pembaca, yaitu
kaum muslim pada umumnya. Pusat penyajian teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā sebagai berikut.
a. Aku
Teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā menggunakan pusat penyajian orang pertama tunggal seperti pada kutipan berikut.
―Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Dengan nama Allah jua aku memulai memaca Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā (Syaraḥ Asmā‟u `l-`l-Ḥusnā:1)”.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa kata ganti ―aku‖ menunjukkan pengarang sebagai umat Islam yang akan menguraikan Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā. Oleh karena itu pengarang menggunakan kata ganti ―aku‖ untuk
memperkenalkan dirinya. b. Ia/Dia dan ia/dia
Teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā juga menggunakan pusat penyajian orang ketiga tunggal, seperti yang terlihat dalam kutipan berikut.
Ia jua Tuhan Yang Amat Murah dalam nenggeri dunia ini lagi
Yang Amat Mengasihan hamba-Nya yang mukmin dalam nenggeri akhirat itu. Al-ḥamdu li `l-Lāḥi waḥdaḥ. Segala puji-pujian bagi Allah hal keadaannya Esa Ia (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
Yā ‗Azīz. Barangsiapa memaca asma ini empat puluh kali sudah
sembahyang ṣubuh empat puluh pagi niscaya, dijadikan Allah taala tiada berkehendak ia kepada seorang jua pun (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:3).
Firman Allah taala ―Wa li `l-Lāhi `l-asmā‟u `l-ḥusnā fād‗ūḥu
biḥā”. Artinya tsābata bagi Allah taala beberapa nama Yang Maha
Elok. Maka seru olehmu akan Dia! Dengan segala nama Yang Maha Elok (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
commit to user
Yā Gaffār. Barangsiapa memaca asma ini sesudah sembahyang
Jumat demikian bunyinya, ―yā gafār igfirlī żunubī” seratus kali dijadikan Allah taala akan dia daripada orang yang beroleh ampunan daripada segala dosanya (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:4). Pada kutipan di atas dapat kemukakan bahwa terdapat penggunaan kata ganti yang sama untuk objek yang berbeda. Kata ganti ―Ia‖ menunjukkan kata ganti Tuhan sehingga perlu penulisannya perlu menggunakan huruf kapital. Selanjutnya pada kutipan kedua kata ganti ―ia‖ mengacu pada orang ketiga tunggal atau objek yang dibicarakan adalah manusia biasa, sehingga penulisannya tidak perlu menggunakan huruf kapital. Begitu pula dengan kata ganti ―Dia‖ dan ―dia‖ yang dibedakan oleh penulisan huruf kapital karena objek yang dibicarakan berbeda.
c. Barangsiapa
Teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā banyak memuat kata ―barangsiapa‖. Kata ―barangsiapa‖ memiliki arti siapa saja. Hal ini merujuk pada penggunaan kata ganti orang ketiga jamak, yaitu ―mereka‖, namun pengarang lebih memilih menggunakan kata ―barangsiapa‖ untuk lebih menegaskan hal yang ia kemukakan kepada pembaca atau orang yang mengkaji Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut.
Yā Raḥman. Barangsiapa memaca asma ini pada tiap-tiap hari
sudah sembahyang seratus kali niscaya, dihilangkan Allah taala daripadanya lupa dan dihapuskan Allah taala daripada guratan hati.
Yā Raḥīm. Barangsiapa memaca asma ini pada tiap-tiap hari
seratus kali niscaya, dijadikan Allah taala meng[i](a)s(a)[i]h segala makhluk akan dia. Dan sifatnya akan mereka itu, dan memberi syafaat akan mereka itu.
commit to user
Yā Malik `l-Quddus. Barangsiapa memaca asma ini pada tiap-tiap hari seratus kali tatkala gelincir matahari maka, dijadikan Allah taala hatinya suci daripada hitam yang jahat (Syaraḥ
Asmā‟u `l-Ḥusnā:2).
Pada kutipan di atas, dapat dikemukakan bahwa kata ganti ―barangsiapa‖ menunjukkan umat Islam yang dibicarakan pengarang, juga sebagai tokoh dalam teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā. Hal ini menunjukkan bahwa pusat penyajian dalam teks Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā menggunakan kata ganti orang ketiga jamak, yang ditandai
dengan penggunaan kata ganti ―barangsiapa‖.
Pembahasan-pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa teks
Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā menggunakan pusat penyajian dengan metode orang
pertama tunggal, orang ketiga tunggal, dan orang ketiga jamak. Metode orang pertama tunggal berupa kata ganti ―aku‖. Metode orang ketiga tunggal berupa kata ganti ―Ia/ia‖ dan ―Dia/dia‖, sedangkan orang ketiga jamak menggunakan kata ganti berupa kata ―barangsiapa‖.
4. Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalaui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā adalah salah satu bentuk karya sastra kitab. Sastra kitab, sebagai salah satu sarana menyebarkan ajaran Islam, memiliki gaya bahasa khusus. Ajaran Islam yang berasal dari bangsa Arab sehingga banyak mengandung istilah-istilah khusus berbahasa Arab. Unsur bahasa Arab dalam sastra kitab berupa, kosakata, ungkapan, dan sintaksis.
commit to user a. Kosakata
Kosakata Arab yang terdapat dalam teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā ada yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia ada pula yang belum diserap, seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 9
Kosakata Arab yang sudah Diserap
No. Kosakata No. Kosakata No. Kosakata
1. akhirat 21. makhluk 41. malaikat
2. Allah 22. masygul 42. asyar
3. doa 23. haram 43. lisan
4. haid 24. tamat 44. nifas
5. hajat 25. sunah 45. kalbu
6. isya 26. garib 46. gaib
7. kiblat 27. fakir 47. lafaz
8. magrib 28. sabar 48. mudarat
9. masjid 29. fardu 49. iman
10. mukmin 30. asma 50. saleh
11. nabi 31. zahir 51. kubur
13. sajadah 33. duha 53. alhamdulillah
14. salam 34. syaitan 54. jumat
15. subuh 35. inayat 55. amal
16. sujud 36. iktikad 56. bismillah
17. syekh 37. batin 57. zuhur
18. Taala 38. zalim 58. ayat
19. taubat 39. makbul 59. syarah
20. rahman 40. rahim 60. yakin
Tabel 10
Kosakata Arab yang belum Diserap
No. Kosakata No. Kosakata
1. yā Allaḥ, yā huwa 9. siḥran
2. Kasyfun 10. syuglan
3. Famma 11. garin
4. sa‟ala 12. ayamul bidh
5. ṣiffitu 13. ahlul ma„rifat
6. ṣiḥḥiyyah 14. ism ṣaḥ
7. ma„rifat 15. Asmā‟u `l-Ḥusnā
commit to user
Berdasarkan data yang tertera di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam teks
Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā terdapat 60 kosakata Arab yang sduah diserap ke dalam
bahasa Indonesia dan 15 kosakata yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa sastra kitab dominan menggunakan bahasa Arab, selain itu dapat diketahui bahwa telah banyak kosakata bahasa Arab yang telah diserap dan digunakan dalam percakapan bahasa Indonesia sehari-hari.
b. Ungkapan
Teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā mengandung beberapa ungkapan dalam bahasa Arab. Ungkapan tersebut merupakan ucapan-ucapan khusus yang tetap dan menjadi kebiasaan yang tidak berubah-ubah. Ungkapan dalam teks Syaraḥ
Asmā‟u `l-Ḥusnā sebagai berikut.
1) Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1) memiliki arti ‗dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang‘ biasa diucapkan jika akan mulai melakukan sesuatu.
2) Al-ḥamdu li `l-Lāḥi waḥdaḥ (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1) memiliki arti ‗segala puji bagi Allah Yang Maha Esa‘ ungkapan untuk menyatakan rasa syukur karena menerima karunia Allah.
3) Dan sabda Nabi shallā `l-Lāhu „alaihi wa `s-sallam… (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:1) memiliki arti ‗semoga Allah Swt. memberi kemudahan
dan kedamaian kepadanya‘ diucapkan sesudah menyebut Nabi Muhammad dan disingkat saw.
4) …karangan syaikh yang terbesar martabatnya yaitu Syaikh Jalaluddin
‗semoga Allah Swt. mensucikan ruhnya‘ diucapkan untuk menghormati ulama atau syekh yang sudah meninggal.
5) … disembuhkan Allah taala sakitnya in syā‟a `l-Lāhu ta‗ala dengan berkat… (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:2). In syā‟a `l-Lāhu memiliki arti ‗jika Allah mengizinkan‘ ungkapan yang digunakan untuk menyatakan harapan atau janji yang belum dipenuhi. Sedangkan ta‗ala memiliki arti ‗Mahatinggi‘ biasa disebutkan sesudah menyebut nama Allah. c. Sintaksis
Teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā banyak terdapat pengaruh sintaksis Arab. Hal ini terjadi karena pada umumnya para penulis sastra kitab berpikir dalam bahasa Arab. Pengaruh yang dapat terlihat seperti pemakaian kata hubung ‗dan‘ dan ‗maka‘ yang dipakai sebagai pembuka kalimat (kata tumpuan) dan kata hubung. Lain halnya dalam bahasa Indonesia, kata ‗dan‘ dan ‗maka‘ hanya digunakan sebagai kata penghubung.
Dalam bahasa Arab terdapat kata wa (
و
) secara etimologis berarti ‗dan‘yang dalam sintaksis bahasa Arab kata wa (dan) dapat dipakai untuk memulai kalimat. Dalam pemakaian ini kata ‗dan‘ tidak berfungsi sebagai penghubung kata yang digabungkan melainkan sebagai kata penghubung. Selain itu karena bahasa Arab tidak mengenal tanda baca koma (
,
) yang digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan, sehingga digunakan kata ‗dan‘ untuk memisahkan perincian tersebut.commit to user
Terdapat pula kata ‗maka‘ yang dalam bahasa Arabnya fa (
ف
). Dalambahasa Arab kata ‗maka‘ digunakan sebagai kata tumpuan atau pembuka kalimat dan digunakan pula sebagai kata hubung. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata ‗maka‘ hanya digunakan sebagai kata hubung.
Kalimat yang menggunakan kata tumpuan dan kata hubung dalam teks
Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā adalah sebagai berikut.
1) Dan barangsiapa puasa tiada dapat menahan lapar maka dibaca asma ini pada tanah yang kering (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:9).
Kata hubung ‗dan‘ digunakan sebagai awal pembuka kalimat atau kata tumpuan.
2) Barangsiapa hendak mensejahterakan akan rumah tinggalnya dan rumah lain daripada bahaya hujan dan angin dan daripada segala bahaya lain, disurat asma ini pada kelalang (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:16).
Kata ‗dan‘ yang digunakan sebagai perincian karena dalam sintaksis bahasa Arab tidak mengenal tanda baca koma (,).
3) Yā Muṣawwir. Barangsiapa ada baginya isteri ka.ma.fa.sa tiada beranak, jika hendak ia beranak maka puasa keduanya tujuh hari. Dibaca oleh keduanya asma ini tatkala berbuka puasa keduanya dua puluh esa dibacanya maka dihembuskannya kepada air itu yang akan berbuka puasa keduanya. Maka diminum keduanya akan air itu maka tiap-tiap berbuka puasa demikian jua dikerjakannya dalam tujuh hari. Maka jadi hamil ia dianugerah akan Allah taala baginya anak yang banyak lagi ṣalih (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:4).
Kata ‗maka‘ digunakan sebagai awal pembuka kalimat atau kata tumpuan dan digunakan sebagai kata hubung.
d. Sarana retorika
Retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, baik lisan maupun tertulis, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik (Gorys Keraf, 2007:1). Retorika dalam teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā sebagai kaidah yang menjadi landasan untuk mempengaruhi sikap dan perasaan pembaca. Sarana retorika dalam teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā meliputi gaya penguraian, gaya penguatan, gaya pengulangan, gaya pertentangan, gaya penyimpulan, serta pleonasme dan tautologi.
1) Gaya penguraian
Sesuai dengan sifat sastra kitab, teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā mengekspresikan isi pikiran menggunakan gaya bahasa penguraian (analitik). Gaya bahasa penguraian bertujuan untuk menguraikan gagasan secara terperinci seperti kutipan berikut.
Yā Mu‗īd. Barangsiapa ada baginya seorang daripada keluarganya atau
anaknya atau suaminya atau isterinya atau sahayanya gaib. Apabila hendak akan dia segara datang atau hendak menengar kabarnya, apabila tidur ia memaca asma ini pada empat penjuru rumahnya tujuh puluh kali.
Maka dibacanya pula, ―Yā mu„īd rudda „alayya fulan.‖ Maka kemudian
daripada tujuh hari maka datang orang yang gaib atau datang kabarnya ma.qa.fa.hakan dia kepada seorang (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:13).
Yā Jāmi„. Barangsiapa ada isi rumahnya dan keluarganya tiada mau
bersama-sama dengan dia, maka pada waktu mandi ia setelah sudah mandi maka melihat ia ke langit. Maka diangkatkan kedua tangannya dibaca asma ini sepuluh kali, tiap-tiap // dibacanya digenggamkannya satu anak jarinya. Apabila genap sepuluh kali, maka disapulah tangannya kemuka. Maka tiada diberapa lamanya, niscaya berhampunlah orang itu kepadanya (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:17—18).
commit to user
Kutipan di atas merupakan bentuk gaya penguraian menggunakan sarana retorika polisindeton. Polisindeton merupakan suatu gaya bahasa yang menggunakan banyak kata penghubung. Pada kutipan halaman 13 dan 17—18 terlihat penggunaan kata hubung seperti, ‗atau‘ dan ‗maka‘ digunakan secara berulang. Hal ini digunakan untuk merinci penjelasan pada paragraf tersebut.
Kata ‗atau‘ merupakan kata penghubung untuk menandai pilihan di antara beberapa hal. Pada kutipan halaman 13 tersedia beberapa pilihan di antaranya, keluarganya, anaknya, isterinya, suaminya, dan sahayanya. Hal tersebut menunjukkan pilihan jika diantara salah seorang di antara mereka hilang atau tidak terdengar kabarnya, maka dibaca asma Yā Mu‗īd sesuai dengan anjuran yang tertera.
Kata ‗maka‘ merupakan kata hubung untuk menyatakan hubungan akibat. Pada kutipan halaman 17—18 terlihat bahwa kata ‗maka‘ digunakan untuk merinci dan menegaskan urutan cara mengamalkan asma Yā Jāmi„.
2) Gaya Penguatan
Sarana retorika pada teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā untuk menguatkan pernyataan pengarang digunakan gaya penguatan. Gaya penguatan berupa pernyataan yang disertai dengan ayat Quran, hadis, dan pendapat dari sekelompok jamaah. Gaya penguatan dalam teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā sebagai berikut.
Firman Allah taala ―Wa li `l-Lāhi `l-asmā‟u `l-ḥusnā fād‗ūḥu biḥā”.
Artinya tsābata bagi Allah taala beberapa nama Yang Maha Elok. Maka seru olehmu akan Dia! Dengan segala nama Yang Maha Elok. Dan sabda
Nabi shalā `l-Lāhu „alaihi wa `s-sallam. “Inna li `l-Lāḥi tis‗atun wa
tis‗ūna isman[a] mi‟atan gairū wāhidan”. Artinya bahwasanya Allah taala
sembilan dan sembilan puluh nama yaitu kurang atas seratus. ―Man
Firman Allah yang dimaksud pada kutipan di atas merupakan salah satu ayat Quran, yaitu surat Al-A‘raf ayat 180. Ayat tersebut sebagai penguat bahwa hanya milik Allah asmaul husna, yang merupakan nama yang indah (elok) bagi Allah dan memohonlah kepada Allah melalui nama-nama-Nya yang indah itu.
Sabda Nabi pada kutipan di atas mengacu pada Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Hadis tersebut sebagai penguat bahwa asmaul husna berjumlah seratus kurang satu dan barangsiapa yang membaca atau mengamalkannya akan mendapat surga.
3) Gaya pengulangan
Gaya pengulangan (repetisi) merupakan perulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Gorys Keraf, 2007:127). Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
Yā Muṣawwir. Barangsiapa ada baginya isteri ka.ma.fa.sa tiada beranak,
jika hendak ia beranak maka puasa keduanya tujuh hari. Dibaca oleh
keduanya asma ini tatkala berbuka puasa keduanya dua puluh esa
dibacanya, maka dihembuskannya kepada air itu yang akan berbuka puasa
keduanya. Maka diminum keduanya akan air itu, maka tiap-tiap berbuka
puasa demikian jua dikerjakannya dalam tujuh hari. Maka jadi hamil ia dianugerah akan Allah taala baginya anak yang banyak lagi saleh (Syaraḥ
Asmā‟u `l-Ḥusnā:3).
Firman Allah taala ―Wa li `l-Lāhi `l-asmā‟u `l-ḥusnā fād‗ūḥu biḥā”. Artinya tsābata bagi Allah taala beberapa nama Yang Maha Elok. Maka seru olehmu akan Dia! Dengan segala nama Yang Maha Elok. Dan sabda Nabi shalā `l-Lāhu „alaihi wa `s-sallam. “Inna li `l-Lāḥi tis‗atun wa
tis‗ūna isman[a] mi‟atan gairū wāhidan”. Artinya bahwasanya Allah taala
sembilan dan sembilan puluh nama yaitu kurang atas seratus. ―Man
commit to user
Berdasarkan kutipan pertama dapat dilihat bahwa pengarang mengulang kata ‗keduanya‘ untuk menjelaskan bahwa jika benar-benar ingin memiliki anak, harus keduanya, yaitu suami dan isteri yang mengamalkan asma ini. Disebutkan bahwa keduanya harus melakukan puasa selama tujuh hari, dan ketika berbuka puasa harus meminum air yang sebelumnya sudah dibacakan asma Yā Muṣawwir sebanyak duapuluh satu kali.
Pada kutipan yang kedua, pengarang juga mencoba memberikan tekanan mengenai nama Allah Yang Maha Elok, yaitu asmaul husna. Pengarang mencoba menekankan bahwa Allah mempunyai nama-nama yang indah (elok) dan jika seorang muslim mengamalkannya, ia akan mendapat keutamaan-keutamaan tergantung dengan nama Allah yang ia amalkan.
4) Gaya pertentangan
Gaya pertentangan merupakan suatu gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan. Gaya pertantangan dala teks Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā seperti dalam kutipan berikut.
Yā Mu„iz. Barangsiapa memaca asma ini seratus kali empat puluh kali
pada malam Isnin dan malam Jumat sudah sembahyang maghrib dan isya,
maka ada segala manusia takut ia akan dia dan ia tiada takut ia akan suatu hanya Allah (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:6).
Kutipan di atas merupakan gaya pertentangan mengenai perbedaan orang yang telah mengamalkan asma Yā Mu„iz dan orang yang tidak mengamalkannya. Secara tersirat, bagi orang yang tidak mengamalkannya, ia akan segan atau takut kepada orang lain yang lebih kuat. Bagi orang yang telah mengamalkannya, ia justru yang akan disegani atau ditakuti oleh orang lain sedangkan ia hanya takut kepada Allah.
5) Gaya penyimpulan
Gaya penyimpulan yang terdapat dalam teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā digunakan untuk mengambil intisari suatu uraian yang didasarkan pada uraian sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Yā Karīm. Barangsiapa hendak tidur pada ketidurannya dibacanya asma ini
lagi tidur. Maka berhenti ia. Maka bahwasanya malaikat minta doa akan dia beroleh kemuliaan. Maka salam dan // <dan> hidup dalam kemuliaanya jua dengan berkat asma ini (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:9—10).
Berdasarkan kutipan di atas, gaya penyimpulan yang digunakan dalam teks
Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā ditandai dengan kata ‗maka‘. Kutipan di atas
meyimpulkan bahwa bagi seorang muslim yang mengamalkan asma Yā Karīm pada saat hendak tidur dan membacanya hingga ia tertidur, maka malaikat akan mendoakan agar ia memperoleh kemuliaan sehingga ia hidup dalam kemuliaan karena fadilah asma ini.
6) Pleonasme dan tautologi
Pleonasme merupakan penggunaan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Tautologi memiliki makna yang hampir sama dengan pleonasme, namun dalam tautologi kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung makna perulangan dari kata yang lain (Gorys Keraf, 2007:133). Gaya pleonasme yang terdapat dalam teks Syaraḥ
Asmā‟u `l-Ḥusnā sebagai berikut.
Yā Laṭīf. Barangsiapa jauh daripada arta dan jadi berhutang ia atau fakir ia
atau j/e/mu ia dalam negeri itu jadi sukarlah atasnya atau sakit daripada seorang daripada isi rumahnya. Maka mengambil air sembahyang ia. Maka dibacanya asma ini seratus kali dengan ditiupkannya tatkala memaca dia.
Maka kesukaran atasnya niscaya dimudahkan Allah taala baginya segala kesukaran (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:6).
commit to user
Yā ‗Aẓīm. Barangsiapa berbanyak kali memaca asma ini, maka jadi mulia
ia antara segala makhluk dan dipermulia Allah taala (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:8).
Kutipan di atas menunjukkan pengacuan yang berlebihan pada satu gagasan. Pada kutipan pertama merupakan pleonasme karena pengacuan kata ‗kesukaran‘ cukup disebut satu kali saja. Jadi jika kata-kata ‗kesukaran atasnya‘ dihilangkan tidak akan mempengaruhi makna keseluruhan kalimat tersebut. Sedangkan pada kutipan kedua merupakan tautologi karena sebenarnya kata-kata ‗dipermulia Allah taala‘ sebenarnya mengulang kembali gagasan yang telah disebut sebelumnya. Gagasan ‗maka jadi mulia ia antara segala makhluk‘ sudah menjelaskan bahwa hanya Allah satu-satunya Zat yang dapat memuliakan manusia atas segala makhluknya sehingga kata ‗dipermulia Allah taala‘ tidak perlu dipergunakan kembali.
B. Analisis Isi Teks Syaraḥ Asmā’u `l-Ḥusnā
Teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā berisi ajaran tauhid, terutama ajaran tauhid
asma‟ wa sifat yang mengajarkan agar beriman kepada Allah melalui
nama-nama-Nya yang indah (asmaul husna) sebagai mana diterangkan dalam Quran dan sunah Rasul-Nya. Dalam dalil naqli tersebut juga diterangkan untuk memohon menggunakan nama-Nya dan bagi siapa saja yang mengamalkannya akan mendapat balasan surga dan segala hajatnya akan dipenuhi Allah Swt. Berikut adalah penjelasan asmaul husna di dasarkan pada teks Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā.
1. Allaḥ
Inilah nama yang pertama disebutkan Rasulullah saw. ketika menyebutkan asmaul husna. Nama ini sangat unik dan khusus karena tidak bisa diberikan
commit to user
kepada makhluk. Karena kata Allah menunjuk pada Tuhan yang tidak ada yang lain kecuali Dia (huwa) (Sulaiman Abdurrahim, 2009:1). Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
Barangsiapa memaca pada tiap-tiap hari seribu kali asma yā Allaḥu yā
huwa. // Niscaya dijadikan Allah taala akan dia daripada orang yang yakin
Allah taala (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:1).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa jika seorang muslim membaca asma
yā Allaḥu yā huwa setiap hari seribu kali, maka dia akan menjadi yakin kepada
Allah. Hal ini dikarenakan Allah adalah satu-satunya Zat yang wajib disembah, dimintai pertolongan, dijadikan tumpuan harapan, dan dijadikan tujuan hidup. Seorang muslim yang hatinya sudah yakin kepada Allah, maka hidupnya selalu positif karena ia yakin bahwa Allah sudah mengatur segalanya dan membuatnya menjadi semakin taat pada Allah.
2. Ar-Raḥman
Nama Allah Ar-Raḥman disebutkan dalam Quran sebanyak 57 kali. ar-
Raḥman adalah rahmat Allah yang sempurna, tetapi sifatnya sementara dan
dicurahkan kepada semua makhluk. Dia ar-Raḥman, berarti Dia mencurahkan rahmat yang sempurna. Allah mencurahkan rahmat yang sempurna dan menyeluruh, tetapi tidak langgeng terus menerus. Rahmat menyeluruh tersebut menyentuh semua manusia, baik mukmin atau kafir, bahkan semua makhluk. Namun karena sifatnya hanya sementara, ia hanya berupa rahmat di dunia (Sulaiman Abdurrahim, 2009:7).
Allah Maha Pengasih atau Pemurah akan memberikan kita segalanya yang kita inginkan di dunia. Sifat ar-Raḥman ini hanya dimiliki Allah, tidak ada
commit to user
bentuk jamak dari kata ar- Raḥman. Berdzikir membaca yā Raḥman dapat membuat hati kita tenang dan hilanglah sifat pelupa serta sifat gugup kita dengan izin Allah, seperti pada kutipan berikut.
Yā Raḥman. Barangsiapa memaca asma ini pada tiap-tiap hari sudah
sembahyang seratus kali niscaya, dihilangkan Allah taala daripadanya lupa dan dihapuskan Allah taala daripada guratan hati (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:2).
Jadi jika kita ingin memiliki hati yang tenang dan dihilangkan sifat pelupa dalam diri kita, maka dibaca dzikir ini sebanyak seratus kali setiap sesudah sholat. Lakukan hal ini setiap hari, karena semakin banyak kita berdzikir, akan semakin cepat Allah menurunkan rahmat-Nya. Rahmat Allah meliputi segala makhluk, bahkan hewan pun diberikan rahmat oleh Allah agar mereka dapat mengasihi diantara mereka. Kalau kita mengetahui betapa besar rahmat Allah, pasti kita tidak akan berputus asa dari rahmat-Nya.
3. Yā Raḥīm
Nama Allah Raḥīm disebutkan dalam Quran sebanyak 95 kali. Kata
ar-Raḥīm menunjukkan pada kesinambungan dan kemantapan nikmat-Nya.
Kemantapan dan kesinambungan hanya dapat terwujud di akhirat kelak. Kasih sayang Allah ini hanya diberikan kepada hamba-Nya yang beriman (Sulaiman Abdurrahim, 2009:7).
Kata rahim memiliki banyak bentuk jamak, yaitu ruhama. Dalam Quran kata rahim digunakan untuk menunjukkan sifat Nabi Muhammad saw. yang menaruh belas kasih pada umatnya seperti yang tercantum dalam QS. At-Taubah:128 (Sulaiman Abdurrahim, 2009:6).
Kasih sayang Allah terhadap orang yang taat dan bertakwa dapat terlihat dari diutusnya Nabi Muhammad saw. Beliau merupakan rahmat bagi seluruh alam dalam memberi mereka petunjuk dan memberi jalan hidayah untuk mereka. Beliau adalah contoh yang sempurna dalam sebuah kasih sayang, baik dalam akhlak dan perilakunya, bahkan saat berhadapan dengan musuh-musuhnya. Sebagai umat Nabi Muhammad, kita juga dapat memiliki sifat penyayang ini dengan mengamalkan asma ar-Raḥīm, seperti pada kutipan di bawah.
Yā Raḥīm. Barangsiapa memaca asma ini pada tiap-tiap hari seratus kali
niscaya, dijadikan Allah taala meng|a|s|i|h segala makhluk akan dia. Dan sifatnya akan mereka itu, dan memberi syafaat akan mereka itu (Syaraḥ
Asmā‟u `l-Ḥusnā:2).
Jadi jika kita membaca lafaz yā Raḥīm sebanyak seratus kali setiap hari, pasti siapa saja yang melihat kita akan timbul rasa kasih sayang kepada kita dengan izin Allah. Selain itu, kita menjadi orang yang doanya makbul atau doanya selalu dikabulkan Allah. Kasih sayang Allah bagi hamba-Nya meliputi segala perintah maupun larangan-Nya, pahala maupun hukuman-Nya, dan hal-hal yang dihalalkan maupun diharamkan-Nya.
4. Al-Malik `l-Quddus
Nama Allah al-Malik `l-Quddus merupakan gabungan dari dua asma Allah yang saling berkaitan, yaitu al-Malik dan al-Quddus. al-Malik memiliki arti Yang Maha Merajai, yaitu Allah adalah Zat yang menguasai segala-galanya, tidak ada kekuasaan mana pun yang menandinginya. Kerjaaan dan kekuasaan Allah mutlak, tidak ada sedikit pun kekurangan padanya. Manusia dapat disebut raja, akan tetapi itu adalah kerajaan dan kekuasaan yang terbatas. al- Quddus memiliki arti Yang Mahasuci, yaitu Allah adalah Zat yang suci dari aib, yang disucikan dari
commit to user
kekurangan, yang disucikan dari sifat yang tidak layak bagi-Nya, dan disucikan dari segala hal yang menyerupai makhluk-Nya (Salman al-Audah, 2014:80—92).
al-Malik dan al-Quddus disebutkan secara berurutan memiliki maksud
tersendiri, yaitu Quddus yang berarti Yang Maha Scui ditempatkan setelah
al-Malik yang menunjukkan kekuasaan dan penyempurnaan kerajaan-Nya. Kesucian
yang tidak menerima perubahan, tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus terpuji dengan kekalnya sifat kesucian itu, sedangkan raja- raja di dunia tidak luput dari kesalahan, bahkan tak jarang yang melakukan kerusakan dan kekejaman. Manusia memiliki standar kesempurnaan, akan tetapi sesempurna apapun dalam pandangan manusia, pasti tidak menjangkau kesempurnaan Allah (Sulaiman Abdurrahim, 2009:12).
Manusia dapat meminta agar hatinya dibersihkan Allah namun tidak membuat ia menjadi manusia yang suci. Sesuci apapun manusia ia masih tidak dapat menjangkau kesucian Allah. Kalau kita membaca lafaz yā Malik `l-Quddus setiap hari setelah matahari tergelincir sebanyak seratus kali, maka hati kita bersih dan suci dari rasa sombong, rakus, iri hati, dengki, dendam, dan segala penyakit hati lainnya dengan izin Allah, seperti yang terdapat pada kutipan berikut.
Yā Malik `l-Quddus. Barangsiapa memaca asma ini pada tiap-tiap hari
seratus kali tatkala gelincir matahari maka, dijadikan Allah taala hatinya suci daripada hitam yang jahat (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:2).
Asma al-Malik `l-Quddus mengajarkan bahwa kekuasaan hanya milik Allah. kekuasaan-Nya dapat terlihat oleh orang-orang yang mengenal-Nya dan orang-orang yang taat pada-Nya, sedangkan orang-orang yang selama di dunia selalu menyombongkan diri dan tidak taat pada Allah akan menyadari kekuasaan
Allah pada saat hari kiamat kelak ketika segala sesuatu tersingkap. Allah juga Tuhan yang disucikan. Allah samasekali tidak sama dengan makhluk.
5. As-Subbūh
Nama Allah as-Subbūh memiliki arti Yang Mahasuci dari segala aib. Perbedaan dengan al-Quddus adalah, al-Quddus maknya Maha Suci dari segala aib dan yang tidak mungkin mempunyai tandingan. Jika dibandingkan al-Quddus memiliki makna yang lebih luas daripada as-Subbūh. Nama Allah as-Subbūh juga kurang familiar bagi yang hanya mempelajari asmāul ḥusnā secara umum yang sudah popular di masyarkat. as-Subbūh memiliki manfaat bagi orang yang mengamalkannya dengan membaca pada makanannya sesudah sholat, maka ia akan dijadikan sifatnya seperti malaikat, yaitu suci dari dosa dan tidak tertarik untuk berbuat dosa, seperti terlihat pada kutipan berikut (Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, 2003:61).
Yā Subbūh. Barangsiapa menyurat asma ini pada famma <sa>sa‟ala
tiap-tiap sudah sembahyang maka dimakannya niscaya, jadi ia seperti ṣiffitu malaikat (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:2).
6. As-Salām
Nama Allah as-Salām memiliki arti Allah Yang Mahasejahtera atau Yang Memberi Keselamatan, sejahtera Zat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan segala perbuatan-Nya. Tidak ada aib ataupun kekurangan yang menyertainya, sebagaimana yang terdapat pada sifat-sifat makhluk. Hal ini menegaskan bahwa Allah adalah Zat yang menyebarkan keselamatan diantara manusia. Allah memiliki kesempurnaan yang mutlak dan keselamatan yang sempurna dalam hidup-Nya. Hidup-Nya tidak ditimpa oleh kekurangan, kematian, penyakit, kelemahan, tidur, maupun rasa kantuk (Salman al-Audah, 2014:96).
commit to user
Jika kita membaca yā Salām sebanyak seratus sembilan kali kepada orang sakit, atas izin Allah, maka orang tersebut dapat sembuh dari penyakitnya, seperti terlihat pada kutipan di bawah.
Yā Salām. Barangsiapa memaca asma ini seratus sembilan kali atas orang
sakit niscaya, disembuhkan Allah taala sakitnya in syā‟a `l-Lāhu ta‗ala dengan berkat syafaat asma ini jadi ṣiḥḥiyyah ia (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:2).
Allah yang berkuasa mencurahkan rahmat dan kesejahteraan pada semua makhluk-Nya. Adapula kalimat salam (assalamu‟alaikum) yang merupakan cerminan doa. Orang yang mengucapkannya dituntut untuk menyebarkan kedamaian dan kesejahteraan kepada orang-orang disekitarnya, hal ini membuktikan bahwa orang tersebut meyakini bahwa Allah sumber kedamaian dan kesejahteraan.
7. Al-Mu‟min
Nama Allah al-Mu‟min memiliki arti Yang Memberi Keamanan. Allah adalah Zat yang memberikan rasa aman pada manusia. Allah melindungi orang yang terzalimi dari orang yang menzaliminya, serta memberi waktu bagi orang yang zalim hingga orang tersebut bertaubat atau Allah akan mengazabnya. Dalam berbagai kesempatan Allah memberikan nikmat keamanan bagi hamba-hamba-Nya, serta menjanjikan kepada orang-orang mukmin yang jujur dengan keimanannya, Allah berjanji akan mengubah rasa takut mereka menjadi rasa aman (Salman al-Audah, 2014:105—106).
Allah menganugerahkan potensi rasa takut pada dada manusia. Namun dengan kasih sayang-Nya, Allah tidak membiarkan manusia berada dalam ketakutan tersebut. Jika kita ingin agar diri kita menjadi aman dari sesorang yang akan berbuat jahat, maka perbanyaklah membaca asma yā Mu‟min. Selain itu
Allah akan melindungi lahir dan memelihara batinnya, seperti terdapat pada kutipan berikut.
Yā Mu‟min. Barangsiapa sa.da.ka.la memaca asma ini maka sentausa akan
Allah taala daripada hari-hari syaitan tiada kuasa seorang berbuat jahat // atasnya jua pun pada zahirnya dan pada batinnya di<pe>peliharakan Allah taala (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:2—3).
8. Al-Muhaimin
Nama Allah al-Muhaimin memiliki arti Yang Maha Memelihara, pemeliharaan allah terhadap makhluk-Nya meliputi hal memiliki, menguasai, dan melindungi. Allah adalah Zat yang bertanggung jawab melakukan sesuatu, yang menjaga dan menguasainya. Allah berada di atas hamba-hamba-Nya, mengawasi mereka, menyaksikan, tidak pernah merasa lemah, segala sesuatu membutuhkan-Nya dan setiap perkara mudah bagi-membutuhkan-Nya (Salman al-Audah, 2014:110).
Allah tidak pernah jemu mengawasi, memlihara, dan melindungi makhluk-Nya, bahkan saat makhluk-Nya melupakan-makhluk-Nya, Dia tetap mengawasi dan memenuhi semua kebutuhannya. Jika kita membaca al-Muhaimin sebanyak seratus kali setiap selesai mandi, lalu berpakaian, maka lahir dan batin kita menjadi bersih dan hati kita menjadi tengan dengan izin Allah, seperti terdapat pada kutipan berikut.
Yā Muhaimin. Barangsiapa sudah mandi memaca asma ini seratus kali
niscaya, diperolehnya kemuliaan batin (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:3). 9. Al-„Aziz
Nama Allah al-„Aziz memiliki arti Allah Yang Mahaperkasa. Asma ini disebutkan dalam Quran dalam 92 tempat, dan sebagian besar nama ini disebutkan dengan nama lain, seperti dalam QS. Al-Baqarah:209 disebutkan bahwa ―… anna
commit to user
beriringan dengan nama Allah al-Hakīm (Mahabijaksana), yang merupakan isyarat bahwa keperkasaan dan kemuliaan Allah tidak sama dengan keperkasaan penduduk dunia yang jika mereka mendapat kekuatan, mereka akan bertindak melampaui batas (Salman al-Audah, 2014:113).
Al-„Aziz adalah Yang Mahakuat, Maha Berkuasa, yang tidak dapat
dilemahkan oleh apapun. Tidak ada yang bias mendatangkan bahaya pada-Nya dan tidak ada yang bias mengalahkan-Nya. Kalau kita membaca Yā ‗Azīz sebanyak 40 kali selama 40 hari setelah mengerjakan sholat subuh, maka akan dijadikan Allah seorang yang mulia dan ia tidak bergantung kepada orang lain, seperti pada kutipan di bawah.
Yā ‗Azīz. Barangsiapa memaca asma ini empat puluh kali sudah
sembahyang subuh empat puluh pagi niscaya, dijadikan Allah taala tiada berkehendak ia kepada seorang jua pun (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:3). Kemuliaan manusia terletak pada sejauh mana kualitas hubungannya dengan Allah. siapa yang menginginkan kemuliaan, sudah semestinya ia menghubungkan dirinya dengan Allah dan tidak mengandalkan manusia untuk meraihnya.
10. Al-Jabbār
Nama Allah al-Jabbār memiliki arti Allah Yang Mahaperkasa. Al-Jabbār mengandung makna ‗keagungan‘, ‗ketinggian‘, dan ‗istiqamah‘. Dalam Quran kata ini hanya disebutkan satu kali sebagai sifat Allah dalam QS. Al-Hasyr:23. Sedangkan untuk sifat manusia, al-Jabbār disebutkan sebanyak delapan kali dan semua ayat tersebut menunjukkan keburukan pelakunya, dianatara pada QS. Hud:59 dan QS. Ghafir:35. Al-Jabbār begitu negatif jika disandang manusia, hal ini menunjukkan bahwa al-Jabbār berarti ketinggian yang tidak dapat terjangkau.
Allah disebut al-Jabbār karena ketinggian sifat-sifat-Nya yang menjadikan siapa pun tidak mampu menjangkau-nya. Dengan ketinggian inilah, Dia akan memaksa yang rendah tunduk kepada apa yang dikehendaki-Nya. Dari makna ini, kemudian
al-Jabbār diartikan ‗Yang Maha Pemaksa atau Perkasa‘ (Sulaiman Abdurrahim,
2009:30—31).
Kesombongan merupakan salah satu kekhususan yang dimiliki Allah, namun merupakan sifat yang tercela pada diri makhluk, karena sifat ini menunjukkan adanya unsur melampaui batas, kesombongan dan keangkuhan terhadap makhluk, melupakan hakikat dan kebenaran, sehingga sudah sepantasnya kita berlindung kepada Allah dari setiap orang yang sombong dan tidak beriman kepada Allah. Apabila kita membaca lafaz yā Jabbār sebanyak 21 kali, maka musuh-musuh atau orang yang hendak menzalimi kita tidak akan berdaya, berkat pertolongan Allah melalui asma ini, musuh-musuh kita menjadi tunduk, seperti terlihat dalam kutipan berikut.
Yā Jabbār. Barangsiapa memaca asma ini dua puluh esa kemudian
memaca sa.ba.‗a.a.ta `l-„asyr niscaya, sentausa akan Allah taala akan dia daripada upaya segala zalim (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:3).
Kewajiban seorang hamba adalah tunduk pada kebesaran Allah, menghinakan diri di hadapan-Nya, berserah diri pada-Nya, dan mengakui ketuhanan-Nya. Pemaksaan yang Allah lakukan melalui segala ketetapan-Nya kepada makhluk-Nya tidak dimaksudkan untuk menghancurkan, tetapi justru untuk menjaga keberlangsungan kehidupan makhluk-Nya agar tetap berada dalam fitrahnya.
commit to user 11. Al-Mutakabbir
Nama Allah al-Mutakabbir memiliki arti Allah Yang Memiliki Kebesaran. Kata mutakabbir diambil dari kata dasar kabara yang bermakna besar, lawan dari kecil. Kata mutakabbir adalah pengembangan dari kata dasar tersebut dengan menambahkan huruf ta menjadi takabbara. Dalam bahasa Arab, tambahan huruf
ta mengandung makna takalluf (kesengajaan yang dibuat-buat). Dengan demikian, takabbur berarti membuat-buat dirinya besar, padahal tidak, sedangkan mutakabbir adalah pelaku yang memiliki sifat takabbur. Makna takabbur tersebut
hanya ditujujan untuk makhluk karena Allah jauh dari sifat-sifat kesengajaan membuat-buat kebesaran. Dalam Quran kata al-Mutakabbir disebutkan satu kali untuk sifat Allah , yaitu QS. Al-Hasyr: 23 dan disebutkan satu kali pula untuk menyifati manusia, yaitu QS. Ghafir: 35 (Sulaiman Abdurrahim, 2009:34).
Allah semua yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan-Nya, dan semuanya mengakui Zat dan wujud Allah melalui ciptaan-Nya. Jika kita lihat penciptaan manusia yang tidak luput dari kekuasaan Allah, hanya kehendak Allah lah seseorang dapat memiliki keturunan atau tidak dan jika kita memohon pada Allah pasti Allah akan memberikan keturunan. Jika lafaz yā Mutakabbir kita baca sewaktu akan bersetubuh sebanyak sepuluh kali, maka jika akan menjadi anak, dengan izin Allah dijadikan anak saleh, seperti terlihat pada kutipan berikut.
Yā Mutakabbir. Barangsiapa hendak tidur pada ka.ta.ya.da.wa.na.nya serta
istrinya dibacanya asma ini sepuluh kali maka ia setubuh dengan dia niscaya, dianugerah akan Allah taala baginya anak yang saleh lagi takut akan Allah taala (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:3).
Allah mendidik hamba-Nya untuk bersikap tawadhu, tunduk, dan rendah hati dan melarang mereka bersikap sewenang-wenang, sok berkuasa, melampaui batas, dan berlaku zalim karena semua itu hanya dimiliki oleh Allah, yaitu
commit to user
kedudukan yang dipenuhi dengna kesombongan, keagungan, dan kemuliaan. Sedangkan kedudukan manusia adalah kedudukan yang dilingkupi kehinaan, tawadhu, dan ketertundukan.
12. Al-Khāliq
Nama Allah al- Khāliq memiliki arti Allah Yang Maha Pencipta.
Al-Khāliq diambil dari akar kata khalqun yang arti dasarnya mengukur atau
memperhalus. Dari makna-makna ini berkembang beberapa arti, yaitu menciptakan dari tiada, menciptakan tanpa melalui contoh terlebih dahulu, mengatur, membuat, dan lain-lain. Secara keseluruhan, kata al-Khāliq dalam berbagai bentuknya diulang tidak kurang dari 150 kali. Penciptaan, sejak proses pertama hingga lahirnya sesuatu dengnan ukuran tertentu, bentuk, cara, rupa, dan substansi tertentu dilukiskan dalan kata Khāliq ini (Sulaiman Abdurrahim, 2009:36—37).
Jika kita membaca asma ini berkali-kali tanpa terhitung jumlahnya pada malam hari, maka Allah akan mengutus malikat-Nya untuk mendoakan agar kita selalu mendapat pahala. Melalui doa dan perantara malaikat tersebut, kita akan mendapat pahala hingga hari kiamat. Selain itu, Allah juga akan menerangkan mata dan hati kita, seperti terlihat pada kutipan berikut.
Yā Khāliq. Barangsiapa banyak kali memaca asma ini pada malam
niscaya, dijadikan Allah taala baginya seorang malaikat menyembah Allah ia sa.da.ka.la baginya. Maka disuratkan Allah taala pahalanya ka.ya.qa.ta.ya.na malaikat itu akan dia hingga datang kepada hari kiamat. Dan diterangkan Allah taala hatinya dan ma/t/anya (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:3).
Allah akan menerangkan hati hamba-Nya yang mempercayai dan mengamalkan sifat al-Khāliq karena Allah merupakan sebaik-baik pencipta.
commit to user
merenungkan kerajaan dan kekuasaan Allah. Ia akan melihat keagungan Allah pada makhluk-Nya dan juga kebijaksaan-Nya yang tinggi dalam pengaturan-Nya.
13. Al-Bāri‟
Nama Allah al-Bāri‟ memiliki arti Allah Yang Maha Mengadakan.
Al-Bāri‟ disebutkan satu kali dalam Quran pada QS. Al-Hasyr:24. Al-Al-Bāri‟ berarti
Allah menciptakan segala sesuatu dari asalnya tidak ada. Al-Khāliq, al-Bāri‟, dan
al-musawwir merupakan tiga nama yang disebutkan secara berurutan dan
ketiganya berkaitan dengan penciptaan, tetapi masing-masing memiliki makna tersendiri dan berbeda dengan lainnya. Allah sebagai Khalik adalah yang mewujudkan sesuai dengan ukuran yang ditetapkan-Nya, sedangkan menwujudkannya saja, tanpa ukuran, dari ketiadaan menuju ada itulah al-Bāri‟. Adapun al-musawwir berarti Allah memberi ciptaan-Nya bentuk dan rupa (Sulaiman Abdurrahim, 2009:40).
Al-Bāri‟ juga dapat berarti memisahkan sesuatu dari sesuatu, seperti
dipisahkan atau disembuhkan dari penyakit. Kata Al-Bāri‟ dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan membaca yā Bāri‟ setiap jumat seratus kali. Keutamaan amalan ini adalah Allah tidak akan memisahkan kita dari karunia-Nya pada saat kita dalam kubur, Allah akan menyediakan karunia bagi kita, seperti terlihat dalam kutipan berikut.
Yā Bāri‟. Barangsiapa memaca asma ini dalam tiap-tiap jumat seratus kali
niscaya tiada ditanggalkan Allah taala kurnianya dalam kuburnya melainkan sa.da.ka.la baginya kurnianya. // (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:3).
commit to user 14. Al-Muṣawwir
Nama Allah al-Muṣawwir memiliki arti Allah Yang Membentuk Rupa, bahwa Allah yang menentukan rupa, menciptakannya, dan mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya karena Allah menciptakan makhluk-Nya sesuai dengan hikmah-Nya, juga rahmat, dan ilmu-Nya. Ketiga nama Allah al-Khāliq, al-Bāri‟, dan al-Musawwir, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, memiliki makna yang berbeda walaupun sama-sama memiliki arti tentang penciptaan. Al-Khāliq maksudnya adalah takdir, lalu diikuti dengan Bāri‟, dan kemudian
al-Musawwir. Jadi pertama, Allah berkehendak menciptakan makhluk, lalu
menciptakan, yaitu menjadikannya ada, dan kemudian mengkhususkannya dengan suatu bentuk atau rupa (Salman al-Audah, 2014:137—138).
Allah yang menciptakan rupa makhluk. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita memohon pada Allah jika kita ingin dikaruniai keturunan, terutama sekali kalau sudah cukup lama menikah namun belum juga dikaruniai keturunan. Berpuasalah selama 7 hari berturut-turut. Ketika akan berbuka puasa, maka dibaca lafaz yā Musawwir sebanyak 21 kali pada air yang akan digunakan untuk berbuka puasa, amalkan setiap akan berbuka puasa. Maka dengan izin Allah akan cepat hamil dan dikaruniai anak yang saleh, seperti terdapat pada kutipan di bawah.
Yā Muṣawwir. Barangsiapa ada baginya isteri ka.ma.fa.satiada beranak,
jika hendak ia beranak maka puasa keduanya tujuh hari. Dibaca oleh keduanya asma ini tatkala berbuka puasa keduanya dua puluh esa dibacanya, maka dihembuskannya kepada air itu yang akan berbuka puasa keduanya. Maka diminum keduanya akan air itu, maka tiap-tiap berbuka puasa demikian jua dikerjakannya dalam tujuh hari. Maka jadi hamil ia dianugerah akan Allah taala baginya anak yang banyak lagi saleh (Syaraḥ
commit to user 15. Al-Gaffār
Nama Allah al-Gaffār memiliki arti Allah Yang Maha Pengampun.
Al-Gaffār berarti Allah menutupi dosa-dosa hamba-Nya karena kemurahan dan
anugerah-Nya. Selain itu al-Gaffār bermakna Allah menganugerahi penyesalan atas dosa-dosa sehinggan penyesalan ini berakibat kesembuhan. Quran menyebut kata Gaffār lima kali. Hal ini menegaskan bahwa Allah sebagai al-Gaffār menutupi dan menyembunyikan banyak hal yang kurang pantas pada manusia (Sulaiman Abdurrahim, 2009:48).
Allah al-Gaffār adalah sebaik-baik pemberi ampunan. Allah akan selalu memberikan hamba-Nya kesempatan untuk bertaubat. Oleh karena itu, Allah memberikan kita waktu-waktu yang tepat untuk bertaubat, salah satunya ketika hari Jumat, hari raya umat muslim. Jika kita membaca asma yā Gaffār sebanyak seratus kali sesudah sholat Jumat dengan lafaz ―yā gafār igfirlī żunubī” maka akan diampuni segala dosanya oleh Allah, seperti terlihat pada kutipan berikut.
Yā Gaffār. Barangsiapa memaca asma ini sesudah sembahyang Jumat
demikian bunyinya, ―yā gafār igfirlī żunubī” seratus kali dijadikan Allah taala akan dia daripada orang yang beroleh ampunan daripada segala dosanya (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:4).
16. Al-Qahhār
Nama Allah al-Qahhār memiliki arti Allah Yang Mahaperkasa. Allah menggambarkan sifat jalal-Nya melalui asmāul ḥusnā. Sifat jalal, yaitu nama-nama Allah yang menunjukkan sifat kebesaran-Nya, keagungan-Nya, dan kekuatan-Nya untuk memaksa. Nama-nama allah tersebut membuat hati manusia ciut. Allah al-Qahhār mampu menguasai dan menundukkan segala sesuatu yang menjadi musuh-musuh-Nya, yaitu manusia yang ingkar atau menghinakan agama-Nya (Sulaiman Abdurrahim, 2009:51).
Al-Qahhār berarti memiliki hak penuh atau dominasi terhadap segala
makhluk-Nya. Mengetahui hal ini, bahwa Allah adalah Maha Perkasa atas segala makhluk-Nya, membuat kita tidak akan bersedih hati dan putus asa atas dunia, karena Allah telah mengatur segalanya dengan baik. Jika kita membaca lafaz yā
Qahhār berkali-kali, semakin banyak semakin baik, maka Allah akan melepaskan
hati kita dari perasaan bimbang dan kesibukan dalam urusan dunia, seperti yang terdapat pada kutipan berikut.
Yā Qahhār. Barangsiapa diperbanyak memaca asma ini tiap-tiap hari
dikeluarkan Allah taala daripada hatinya mengasih akan dunia (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:4).
17. Al-Wahhab
Nama Allah al-Wahhab memiliki arti Allah Maha Pemberi. Allah memberikan sesuatu kepada hamba-Nya tanpa mengharapkan imbalan. Dalam Quran ditemukan tiga ayat yang menyebut al-Wahhab, yaitu QS. Ali Imran:8, QS. Shad:9 dan 35. Al-Wahhab adalah sifat kedermawanan Allah. Manusia pasti melakukan suatu kedermawanan mengharapkan ada suatu imbalan, yang bersifat materi ataupun nonmateri (Sulaiman Abdurrahim, 2009:55—56).
Sesungguhnya setiap manusia hidup bergelimang dengan kenikmatan dan pemberian-Nya yang tak pernah terputus. Namun mereka sering lupa bahkan ada yang mengingkarinya dan lisan ataupun dengan perbuatan mereka. Allah adalah Zat yang selalu memberikan rezeki pada hamba-Nya yang berusaha dan berdoa. Jika kita membaca lafaz yā Wahhab setiap hari setelah sholat zuhur, lalu ia sujud sambil membaca lafaz tersebut sebanyak tujuh kali, maka dengan izin Allah, ia akan diberikan kekayaan. Selain itu Allah akan mengabulkan hajat (keinginan) jika
commit to user
kita membaca lafaz ini pada tengah malam sebanyak seratus kali di teras rumahnya atau di dalam masjid, kemudian ia mengangkat tangannya dan ditengadahkan kepalanya ke langit, maka dikabulkan oleh Allah segala hajatnya. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut.
Yā Wahhab. Barangsiapa sudah sembahyang zuhur maka dibacanya ayat
sajadah maka sujud ia. Maka dibacanya asma ini di dalam sujudnya tujuh kali. Niscaya dikayakan Allah taala akan dia. Bermula barangsiapa ada baginya suatu hajatnya kepada Allah taala, maka dibacanya asma ini pada sama tengah malam seratus kali pada serambi rumahnya atau dalam masjid. Diangkatkan tangannya ke langit tatkala memaca dia dan dibukakannya kepalanya niscaya // diperkatakan Allah taala hajatnya (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:4—5).
18. Ar-Razzāq
Nama Allah ar-Razzāq memiliki arti Allah Maha Pemberi Rezeki. Allah
ar-Razzāq dimaknai pula sebagai Dia yang memberikan sarana kepada
makhluk-Nya serta menciptakan bagi mereka jalan-jalan untuk menikmati rezeki tersebut. Rezeki Allah pada makhluk-Nya ada dua macam, yaitu rezeki umum dan rezeki yang bersifat mutlak. Rezeki umum merupakan semua rezeki yang dibutuhkan makhluk dalam kehidupan ini. Rezeki ini berlaku umum bagi orang yang baik dan jahat, Muslim dan kafir, bahkan bagi semua anak Adam, jin, Malaikat, dan hewan. Rezeki yang bersifat mutlak merupakan rezeki yang memberi manfaat terus menerus di dunia dan akhirat, seperti rezeki hati berupa ilmu dan iman dengan segala hakikatnya serta rezeki fisik berupa rezeki yang halal (Sa‘id bin Ali bin Wahf al-Qahtani, 2009:168—169).
Manusia biasanya menggunakan jalan usaha dan mengerahkan pikirannya untuk mencapai apa yang diinginkannya selama itu dihalalkan Allah, karena semua itu termasuk rezeki yang diberikan Allah bagi hamba-Nya. Lafaz
sebelum subuh, ia membacanya pada tiap-tiap sudut rumahnya sebanyak dua kali dan yang terakhir membacanya dengan menghadap kiblat, maka dengan izin Allah rezeki kita akan lancer dan tidak ada orang yang berniat berbuat jahat masuk ke dalam rumah kita, seperti yang terlihat pada kutipan berikut.
Yā Razzāq. Barangsiapa memaca asma ini dahulu daripada sembahyang
subuh pada empat penjuru rumahnya pada satuan penjuru rumahnya dua kali. Dimulai memaca dia daripada fa.ya.ha.qa ma.fa.ra.ba mengahadap kiblat tatkala memaca dia maka tiadalah masuk ke dalam rumahnya itu orang fa.qa (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:5).
19. Al-Fattāh
Nama Allah al-Fattāh memiliki arti Allah Yang Maha Pemberi Keputusan. Selain itu terdapat makna lain al-Fattāh, yaitu membuka penutup hati dengan hidayah dan keimanan sehingga hati menjadi lunak dan tunduk serta mudah untuk diarahkan setelah sebelumnya menentang, menolak, dan menjaga jarak. Selanjutnya al-Fattāh dapat diartikan yang menyingkapkan kesusahan hati dari hamba-Nya, mendatangkan jalan keluar, mengangkat kesulitan, menghilangkan mara bahaya, melimpahi dengan rahmat, dan membukakan pintu-pintu rezeki.
Al-Fattāh juga dapat berarti yang membukakan pintu ilmu, hikmah, pengetahuan,
dan kesadaran kepada hamba-Nya tentang urusan agama mereka. Selain itu,
al-Fattāh yaitu yang membukakan untuk hamba-Nya dalam urusan dunia mereka
hal-hal yang membawa kebaikan bagi kehidupan mereka (Salman al-Audah, 2014:187—190).
Allah al-Fattāh dapat membuka segala sesuatu yang tertutup, baik material maupun spiritual. Tidak ada sesuatu yang mustahil yang tidak dapat dilakukan Allah, termasuk untuk membuka hati dan pikiran manusia. Lafaz al-Fattāh dapat diamalkan pada kehidupan sehari-hari dengan cara membaca yā Fattāh setelah
commit to user
sholat subuh sebanyak 71 kali dan kedua telapak tangan kita diletakkan di atas dada, dengan izin Allah hati menjadi bersih dari segala penyakit hati, seperti pada kutipan berikut.
Yā Fattāḥ. Barangsiapa memaca asma ini sudah sembahyang subuh tujuh
puluh kali, tangannya dihantarkan ke atas dadanya niscaya dihilangkan Allah taala daripadanya picik dadanya dan dimasukkan Allah taala ke dalam ‗a.qa.la (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:5).
20. Al-„Alīm
Nama Allah al-Alīm memiliki arti Allah Yang Maha Mengetahui, yang ilmu-Nya menjangkau segala sesuatu, yang bersifat wajib, yang mustahil, dan yang mungkin (jaiz). Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang ada di langit maupun di bumi seluruh waktu yang ada. Allah mengetahui yang gaib dan yang tampak, yang terang dan yang tersembunyi. Allah yang mengajarkan manusia apa yang tidak mereka ketahui dan memberikan kemampuan terhadap apa yang sebelumnya tidak mampu mereka lakukan (Sa‘id bin ‗Ali bin Wahf al-Qahtani, 2009:103—104).
Jika kita membaca yā Alīm setiap hari dengan jumlah yang tak terhingga, maka Allah akan memberikan ilmu ma‟rifat dengan sempurna. Selain itu, jika kita membaca ―Yā ‗Alimu `l-gaibū wa „s-syahādah” sebanyak seratus kali setiap hari setelah sembahyang, maka Allah akan menjadikannya orang yang dapat membuka rahasia-rahasia kehidupan, seperti yang tertulis pada kutipan berikut.
Yā ‗Alimu `l-gaibū wa „s-syahādah. Barangsiapa memaca asma ini pada
tiap-tiap hari sudah sembahyang seratus kali niscaya, dijadikan Allah taala ia kasyfun (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:2).
Yā „Alīm. Barangsiapa ada banyak kali memaca asma ini tiap-tiap hari
dianugerah akan baginya ma„rifat Allah yang sempurna (Syaraḥ Asmā‟u
21. Al-Qābiḍ
Nama Allah al-Qābiḍ memiliki arti Allah Yang Maha Menyempitkan.
Al-Qābiḍ diambil dari akar kata yang makna dasarnya berarti sesuatu yang diambil.
Kemudian lahir makna-makna baru, seperti menahan atau menggenggam, menghalangi, dan menyempitkan (rezeki) seorang hamba apabila dia menganggap hal tersebut pantas dilakukan-Nya termasuk hak mutlak-Nya untuk memperpendek umur, kesehatan, kekuasaan, nama baik, kekuasaan, dan sebagainya (Sulaiman Abdurrahim, 2009:78).
Allah memiliki segala kekuasaan atas makhluk-Nya, seperti untuk menyempitkan rezeki. Asma al-Qābiḍ dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara membaca lafaz yā Qābiḍ sebanyak 40 kali pada makanan sebelum dimakan, maka dengan izin Allah ia akan terhindar dari kelaparan, seperti yang tertera pada kutipan berikut.
Qābiḍ. Barangsiapa memaca asma ini pada empat puluh sa.wa.qa makanan
maka dimakannya, niscaya sentausa akan Allah daripada kesakitan lapar (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:5).
22. Al-Bāsiṭ
Nama Allah al-Bāsiṭ memiliki arti Allah Yang Maha Melapangkan.
Al-Bāsiṭ berasal dari akar kata yang bermakna keterhamparan, kemudian dari makna
tersebut lahir makna-makna lain, seperti memperluas dan melapangkan. Dengan asma ini, Allah menegaskan diri-Nya sebagai pemilik setiap hati manusia sehingga mudah bagi-Nya melapangkan hati yang sempit (Sulaiman Abdurrahim, 2009:80).
commit to user
Asma al-Bāsiṭ merupakan Dia yang menyebarkan anugerah dan keutamaan-Nya kepada hamba-Nya dengan memberi rezeki, melapangkan, berbuat baik dan murah hati, memberi keteguhan, memberi karunia, dan memberinya lebih dari apa yang dibutuhkannya. Jika kita membaca lafaz yā Bāsiṭ setiap pagi hari sebanyak sepuluh kali sambil mengangkat kedua tangan lalu disapukan ke wajahnya, maka ia tidak akan bergantung kepada orang lain selain Allah, seperti yang terlihat pada kutipan di bawah.
Yā Bāsiṭ. Barangsiapa memaca asma ini pada ketika tiap-tiap dini hari
sepuluh kali serta diangkatkan kedua tangannya. Setelah itu maka disapukan kepada mukanya, maka tiada lagi berkehendak kepada seorang jua pun (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:5).
23. Al-Khāfiḍ
Nama Allah al-Khāfiḍ memiliki arti Allah Yang Maha Merendahkan. Kata
al-Khāfiḍ berasal dari akar kata khafaḍa yang berarti merendahkan. Dalam hal ini
kata merendahkan bersinonim dengan kata menghinakan. Dengan kekuasaan dan keagungan-Nya, Allah berkuasa memuliakan seseorang atau menghinakan seseorang. Segalanya sangat mudah bagi Allah untuk mempergilirkan kemuliaan dan kehinaan dalam hidup seseorang (Sulaiman Abdurrahim, 2009:85).
Allah al-Khāfiḍ jika Dia berkehendak, maka jadilah. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita berlindung kepada Allah menggunakan asma-Nya ini. Lafaz
al-Khāfiḍ dapat diamalkan sehari-hari agar kita dilindungi Allah oleh kejahatan
musuh kita. Agar doa kita terkabul, maka berpuasa selama tiga hari dan dilarang memakan makanan yang berbau. Kemudian pada hari yang keempat, membaca lafaz yā Khāfiḍ di tempat yang sunyi di dalam rumahnya sebanyak seratus kali, maka Allah akan berkenan mengabulkan hajat kita dan kita aman dari musuh, seperti yang terlihat pada kutipan berikut.
commit to user
Yā Khāfiḍ. Barangsiapa hendak minta doa dengan asma ini akan
menolakkan bala kejahatannya seterunya maka jangan dimakan ia segala yang berbau tiga hari serta dipuasanya. Maka pada hari yang empat dibaca asma ini pada tempat yang sunyi dalam rumahnya seratus // kali niscaya dipeliharakan Allah taala daripada kejahatan seterunya (Syaraḥ Asmā‟u
`l-Ḥusnā:5—6).
24. Ar-Rāfi‟
Nama Allah ar-Rāfi‟ memiliki arti Allah Yang Maha Meninggikan.
Ar-Rāfi‟ berasal dari kata rafa‟a yang berarti mengangkat, menaikkan atau
meninggikan. Harta, pangkat, jabatan, mata pencarian, kekuatan, kecerdasan, ataupun melalui tingginya status sosial dapat meninggikan derajat seseorang. Akan tetapi, semua itu hanya bersifat duniawi sehingga tidak kekal. Oleh karena itu, untuk mengekalkan ketinggiannya, segalanya harus disandarkan kepada Zat Yang Maha Meninggikan, yaitu Allah ar-Rāfi‟ (Sulaiman Abdurrahim, 2009:88— 89).
Hal-hal yang dapar meninggikan derajat manusia di dunia tidak didapatkan dengan mudah dan instan. Allah juga melihat usaha dan kesungguhan hamba-Nya dalam menaikkan derajatnya di dunia. Asma Allah ar-Rāfi‟ dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk diamalkan agar Allah menaikkan derajat manusia di dunia. Jika kita membaca lafaz yā Rāfi‟ pada tengah malam sebanyak seratus kali, maka Allah akan memelihara kita dai kejahatan segala makhluk-Nya dan Allah akan memberikan kekayaan, seperti yang tertera pada kutipan di bawah ini.
Yā Rāfi„. Barangsiapa memaca asma ini se[t]ratus kali pada ketika tengah
malam niscaya dipeliharakan Allah taala antara segala makhluk dan dikayakan Allah taala akan dia (Syaraḥ Asmā‟u `l-Ḥusnā:6).