M
O
N
O
G
R
A
F
Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan
dalam Pemantauan Kesehatan
Struktur Jembatan Beton
Bertulang
Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan dalam
Pemantauan Kesehatan Struktur Jembatan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta PASAL 2
(1) Hak Cipta merupakan hak eksekutif bagi Pencipta dan Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.
PASAL 72
(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah), atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaima dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara palaing lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
MONOGRAF
Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan dalam
Pemantauan Kesehatan Struktur Jembatan
Beton Bertulang
Reni Suryanita, ST., MT., Ph.D.
Penerbit UR Press Pekanbaru
APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN DALAM
PEMANTAUAN KESEHATAN STRUKTUR JEMBATAN BETON BERTULANG
Penulis : Reni Suryanita, ST., MT., Ph.D Cover dan Tata Letak : UR Press
Diterbitkan oleh UR Press, Desember 2018 Ukuran buku: 15,5 cm x 23 cm
Alamat Penerbit:
Badan Penerbit Universitas Riau
UR Press, Jl Patimura No. 9 Gobah Pekanbaru 28132 Riau Indonesia
Telp (0761) 22961 Fax (0761) 857397 Email: [email protected] ANGGOTA IKAPI
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penulis.
Isi diluar tanggung jawab percetakan. Cetakan Pertama: Desember 2018 ISBN 978-979-792-887-2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan monograf dengan judul Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan dalam Pemantauan Kesehatan Struktur Jembatan Beton Bertulang. Buku monograf ini menampilkan hasil penelitian penulis bersama tim peneliti dan mahasiswa tugas akhir pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Riau dari tahun 2015 hingga tahun 2018. Materi buku ini selaras dengan berkembangnya teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence, AI) pada era Revolusi Industri 4.0 ini. Topik yang dibahas dalam buku ini adalah penerapan Jaringan Saraf Tiruan (JST) atau disebut dengan nama lain Artificial Neural Networks dalam monitoring struktur jembatan. JST merupakan salah satu cabang ilmu AI yang dapat digunakan untuk memprediksi atau meramalkan sesuatu proses berdasarkan cara kerja otak manusia. Materi buku ini terbagi kedalam 3 bagian yaitu bagian pendahuluan tentang latar belakang penerapan metode JST untuk monitoring kesehatan jembatan, bagian isi mengupas tentang teori dasar dan perhitungan menggunakan metode JST dan bagian akhir menampilkan perhitungan dan analisis hasil penerapan metode JST dalam pemantauan kesehatan struktur jembatan.
Buku Monograf ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi akademisi dan praktisi struktur jembatan dalam kegiatan pemeriksaaan dan pemantauan secara berkala. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan berbagai pihak mulai dari proses penyusunan hingga penerbitan buku monograf ini. Semoga kehadiran buku monograf ini dapat mempermudah pembaca dalam memahami penerapan Jaringan Saraf Tiruan dalam pemantauan kesehatan struktur jembatan beton bertulang.
Pekanbaru, 15 Desember 2018 Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Permasalahan ... 1
1.2. Tujuan ... 10
1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ... 10
1.4. Inovasi Penelitian ... 11
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Pembebanan Jembatan ... 13
2.1.1 Beban Permanen ... 14
2.1.2 Beban Lalu Lintas ... 15
2.1.3 Beban Gempa ... 17
2.2 Respons Spektrum Gempa Indonesia ... 21
2.3 Analisis Getaran Bebas Struktur ... 25
2.4 Perpindahan, Kecepatan, dan Percepatan ... 27
2.5 Jaringan Saraf Tiruan (JST) ... 30
2.5.1 Arsitektur jaringan saraf tiruan ... 31
2.5.2 Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation ... 33
2.5.3 Koefisien Determinasi (R2) ... 33
2.5.4 Normalisasi Variabel Jaringan Saraf Tiruan ... 34
2.5.5 Sistem Pemantauan Kesehatan Jembatan ... 35
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 41
3.1.1 Dimensi dan Material Komponen Struktur ... 43
3.2. Pembebanan Struktur Jembatan Beton Prategang ... 46
3.2.1 Perhitungan Beban Permanen ... 46
3.2.2 Perhitungan Beban Lalu Lintas ... 48
3.2. Pengambangan Jaringan Saraf Tiruan ... 57
3.3. Pembuatan Sistem Pemantauan Cerdas ... 67
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 69
4.1. Training dan Testing Jaringan Saraf Tiruan ... 69
4.2. Pemantauan Jembatan Menggunakan Sensor ... 76
4.3. Perangkat Lunak Pemantauan Jembatan ... 77
BAB 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 79
5.1. Kesimpulan ... 79
5.2. Rekomendasi ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
GLOSARIUM ... 89
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1.Keruntuhan Higashi-Nada Viaduct (Rute 3) ... 7
Gambar 1.2 Keruntuhan jembatan Nishinomiya-ko (Rute 5) ... 7
Gambar 2.1 Beban Truk “T” (BMS,1992)……… 17
Gambar 2.2 Bentuk Tipikal Respons Spektrum Gempa ... 25
Gambar 2.3 Alat Pengukur Perpindahan (LVDT) ... 29
Gambar 2.4 Alat Pengukur Kecepatan (UPV) ... 29
Gambar 2.5 Alat Pengukur Percepatan (Accelerometer) ... 29
Gambar 2.6 Alat Accelerometer pada Jembatan ... 30
Gambar 2.7 Alat LVDT pada Jembatan ... 30
Gambar 2.8 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan ... 32
Gambar 3. 1 Bagan alir penelitian………..……41
Gambar 3. 2 Cross Section jembatan (dalam satuan meter) ... 43
Gambar 3. 3 Dimensi penampang girder (dalam satuan meter) ... 44
Gambar 3. 4 Respons Spektrum di kota Banda Aceh ... 54
Gambar 3. 5 Arsitektur JST respons struktur jembatan ... 58
Gambar 3. 6 Arsitektur JST kinerja jembatan ... 59
Gambar 3. 7 Arsitektur JST untuk Contoh Iterasi Training JST .. 60
Gambar 3. 8 Prosedur sistem pemantauan jembatan di server ... 68
Gambar 4. 1 Hasil prediksi perpindahan arah X………70
Gambar 4. 2 Hasil prediksi perpindahan arah Y ... 70
Gambar 4. 3 Hasil prediksi kecepatan arah X ... 71
Gambar 4. 4 Hasil prediksi kecepatan arah Y ... 71
Gambar 4. 6 Hasil prediksi percepatan arah Y ... 73 Gambar 4. 7 Grafik Jumlah Iterasi vs. MSE ... 74 Gambar 4. 8 Screenshot perangkat lunak JST Visual Basic coding. ... 75 Gambar 4. 9 Susunan perangkat pemantauan jembatan ... 77 Gambar 4. 10 Sistem pemantauan dan pendeteksi kesehatan
jembatan ... 78
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Berat Isi untuk Beban Permanen (BMS, 1992) ... 14
Tabel 2.2. Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana (BMS, 1992) ... 15
Tabel 2.3 Analisis program komputer untuk desain jembatan ... 20
Tabel 2.4 Kelas Situs (Badan Standardisasi Nasional) ... 22
Tabel 2.5 Faktor Amplifikasi Periode 0 dan 0,2 Detik (FPGA/Fa) .. 23
Tabel 2.6 Faktor Amplifikasi untuk Periode 1 Detik (Fv)... 23
Tabel 2.7 Penerapan JST dalam Studi Teknik Jembatan ... 39
Tabel 3.2 Parameter Data Gempa Bumi ... 50
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Jembatan merupakan salah satu infrastruktur yang dibangun sebagai penghubung dua lokasi. Adakalanya jembatan dilewati oleh berbagai jenis kenderaan berat seperti dump truck dengan muatan berlebih. Untuk itu jembatan harus memiliki kapasitas kekuatan yang cukup untuk menahan beban berat dan beban bergerak yang melewatinya. Konstruksi jembatan juga harus dipantau oleh pihak yang memiliki otoritas dalam pemeliharaan jembatan di Indonesia yaitu Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga agar dapat digunakan dalam waktu yang lama dalam masa layan jembatan. Selain itu pemantauan terhadap jembatan secara rutin bertujuan untuk memastikan keselamatan publik pengguna jembatan dan meminimalkan biaya pemeliharaan dan perbaikan jika terjadi kerusakan. Dengan demikian pemeliharaan jembatan secara rutin dapat memperpanjang umur jembatan. Pengoperasian dan pemeliharaan jembatan menjadi lebih kompleks dengan bertambahnya usia jembatan. Salah satu upaya penting dalam mengetahui kinerja jembatan dalam masa layan adalah melalui pemantauan kesehatan jembatan (Bridge Health Monitoring). Prosedur pemantauan kesehatan struktur harus mengacu pada hasil identifikasi terhadap kerusakan struktur tersebut. Pemantauan struktur jembatan dapat juga digunakan untuk melacak aspek kinerja atau kondisi jembatan dengan cara proaktif, menggunakan
data terukur dan simulasi analitik. Konsep pemantauan kesehatan struktur dapat dijelaskan dalam hal manajemen kesehatan preventif dalam ilmu kedokteran. Diagnosis dan tindakan pencegahan dini terhadap penyakit berdampak lebih baik karena peluang untuk sembuh secara signifikan lebih tinggi. Konsep diagnosis seperti ini dalam bidang struktur jembatan dapat menggantikan pemeliharaan berbasis waktu dengan gejala kerusakan yang dapat dideteksi secara dini dengan kata lain penerapan pemeliharaan struktur jembatan berbasis kesehatan struktur. Pemantauan kesehatan struktur jembatan ini juga dapat membantu otoritas pihak berwenang dalam pengambilan keputusan yang rasional.
Umumnya kontruksi jembatan di negara berkembang masih menggunakan pemantauan secara konvensional dalam standarisasi konstruksi jembatan. Pendekatan konvensional ini tidak sesuai lagi dalam era digital sekarang ini. Penerapan sistem dan teknologi informasi sudah banyak diterapkan pada sistem pemantauan kesehatan struktural jembatan di negara-negara maju. Variasi data dan informasi hasil pemantauan jembatan harus direkam secara aktual (real time) sehingga struktur jembatan dapat diamati di ruang pemantauan atau dari jarak jauh menggunakan koneksi internet. Dengan demikian, para praktisi jembatan secara rasional dapat membuat keputusan yang tepat berdasarkan hasil pemantauan kesehatan jembatan yang lebih akurat. Sistem pemantauan ini terus berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi di era Revolusi Industri Generasi 4.0 dengan menggunakan sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Salah satu cabang ilmu
kecerdasan buatan adalah Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural
Netwoks) yang telah berhasil diterapkan dalam penelitian sistem
pemantauan kesehatan struktur, baik pada bangunan maupun pada jembatan beton bertulang. Diantara penelitian terdahulu yang telah menerapkan metode Jaringan Saraf Tiruan dalam pemantauan kesehatan struktur jembatan yaitu peneliti Reni Suryanita & Adnan, (2013), Reni Suryanita & Adnan (2014), Reni Suryanita, Mardiyono, & Adnan (2017), dan Reni Suryanita, Mardiyono, & Maizir (2018).
Sistem pemantauan struktur jembatan Indonesia perlu dikembangkan mengikuti perkembangan era digitalisasi. Apalagi Indonesia merupakan salah satu daerah rawan gempa bumi di dunia. Oleh karena itu perencanaan desain struktur dibuat agar mampu memikul beban gempa. Konsep desain ini telah diatur dalam SNI 1726-2002 (SNI-1726-2012, 2012), yang berisi tentang standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung. Sementara itu, khusus untuk struktur jembatan diatur dalam SNI 2833 (BSN, 2016) tentang perencanaan jembatan untuk pembebanan gempa.
Kajian perencanaan beban gempa pada desain jembatan di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Aldiamar (2007) dan (Setiati & Aprianto, 2017) yang membahas perbandingan perencanaan jembatan terhadap pembebanan gempa tahun 2005 dan peta gempa tahun 2010. Sebagian besar data penelitian yang ada hanya membahas perencanaan gempa pada struktur jembatan. Jarang dijumpai data
base penelitian jembatan yang membahas sistem pemantauan
berdasarkan ilmu kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan prediksi kesehatan struktur jembatan akibat pembebanan gempa bumi. Untuk itu buku monograf ini membahas tentang prediksi respons struktur jembatan dan kinerja struktur jembatan dengan metode respons spektrum gempa dan metode riwayat waktu gempa menggunakan Jaringan Saraf Tiruan.
Dalam dua dekade terakhir, sistem pemantauan struktur secara konvensional telah mulai menggabungkan pengamatan visual dan model matematika perilaku struktur. Saat ini sistem pemantauan struktur secara konvensional telah berkembang menjadi sistem pemantauan secara modern yang menggunakan sensor, dan teknik penalaran otomatis dalam pemantauan jembatan. Ada banyak faktor ketidakpastian dalam proyek kontruksi jembatan yang berdampak besar pada kestabilan struktur jembatan. Di antara faktor-faktor tersebut adalah rendahnya tingkat pemahaman dan pengalaman para praktisi tentang konstruksi dan metode pelaksanaan. Kegagalan dalam pembangunan jembatan dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada elemen jembatan dan bahkan mungkin menyebabkan runtuhnya struktur jembatan. Keruntuhan jembatan dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa peringatan dini (warning) seperti yang terjadi pada Jembatan I-35W di Minneapolis, Minnesota yang dirancang pada tahun 1964. Beberapa tahun setelah keruntuhan Jembatan I-35W di Minneapolis, peneliti Hao (2009) melakukan investigasi dan mengungkapkan bahwa keruntuhan Jembatan I-35W disebabkan
oleh kesalahan dalam pemeliharaan dan penggunaan material pelat
gusset berukuran lebih kecil dari yang seharusnya untuk konstruksi
jembatan tersebut.
Keruntuhan jembatan yang juga berakibat fatal terjadi pada Jembatan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur pada tanggal 26 November 2011, sekitar 10 tahun setelah konstruksinya selesai dibangun. Jembatan Kutai Kartanegara ini disebut juga sebagai Jembatan Golden Gate Indonesia, yaitu jembatan gantung terpanjang di Indonesia dengan panjang 710 m, namun runtuh dalam waktu kurang dari 20 detik. Tim evaluasi dan investigasi yang ditunjuk oleh Kementerian Pekerjaan Umum mengumumkan bahwa penyebab runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara ini adalah akumulasi gaya-gaya yang bekerja pada jembatan tersebut sehingga menyebabkan rapuhnya baut serta lelehnya material jembatan. Selain itu faktor penyebab lainnya adalah prosedur pemeliharaan jembatan tidak dilakukan dengan dengan cara yang benar sesuai standar pelaksanaan. Keruntuhan jembatan Kutai Kartenegara terjadi ketika perkerjaan pemeliharaan jembatan sedang berlangsung. Faktor-faktor ini telah menyebabkan tekanan fatal pada jembatan. Kelalaian dalam pekerjaan pemeliharaan jembatan berdampak lebih besar pada keselamatan manusia, kerusakan fasilitas umum dan ekonomi.
Selain faktor kelalaian manusia dan tingkat pengetahuan pekerja yang rendah, bencana alam seperti gempa bumi juga dapat mempengaruhi stabilitas struktur jembatan. Bahkan jembatan yang dirancang dengan baik dapat mengalami kerusakan sebagai akibat
meningkatnya kerentanan jembatan terhadap modifikasi non-struktural serta kerusakan non-struktural. Begitu juga dengan usia konstruksi dapat menimbulkan permasalahan yang dihadapi oleh pihak yang berwenang terhadap pemeliharaan jembatan. Tahun pembuatan konstruksi jembatan dapat menjadi indikator tingkat kerusakan. Semakin tinggi tahun pembuatan jembatan, maka semakin berpeluang memiliki resiko terhadap kerusakan jembatan yang lebih tinggi. Salah satu contohnya adalah pembangunan konstruksi jembatan Rute 3 dan Rute 5 Hanshin Expressway di Kobe ketika gempa Kobe terjadi. Rute 3 dibangun pada tahun 1965 hingga 1970, sedangkan Rute 5 selesai dibangun pada awal hingga pertengahan 1990-an. Kedua rute ini sejajar satu sama lain, namun Rute 3 dibangun di daerah daratan sedangkan Rute 5 dibangun sebagian besar di daerah tanah reklamasi. Meskipun kondisi tanah yang berpotensi lebih buruk adalah pada Rute 5, namun efek kerusakan yang timbul setelah gempa Kobe pada tahun 1995 menunjukan Rute 5 jauh lebih baik kondisinya daripada Rute 3. Rute 3 diperkirakan mengalami kerusakan kecil hingga kerusakan skala besar pada 637 dermaga, dengan kerusakan lebih dari 1300 bentang jembatan dan sekitar 50 bentangnya perlu penggantian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1. Pada saat yang sama, Rute 5 hanya mengalami kerusakan satu bentang jembatan akibat deformasi tanah yang menimbulkan pergesaran pada bentang jembatan. seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.2.
Gambar 1. 1. keruntuhan Higashi-Nada Viaduct (Rute 3) (Duan & Chen, 2003)
Gambar 1. 2 Keruntuhan jembatan Nishinomiya-ko (Rute 5) (Duan & Chen, 2003)
Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi resiko kerusakan besar pada jembatan, adalah dengan memantau kondisi jembatan sebelum timbulnya kerusakan. Oleh karena itu, agar mendapatkan masa layan jembatan yang lama dan mengurangi biaya pemeliharaan, maka perlu pelaksanaan yang tepat mulai dari tahap desain hingga tahap konstruksi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat sistem manajemen pemantauan kesehatan jembatan selama masa layan jembatan. Sistem manajemen pemantauan ini dapat membantu dalam pengambilan keputusan pemeliharaan dengan mempertimbangkan baik keselamatan struktural dan ekonomi.
Masalah-masalah hambatan pada sistem pemantauan diantaranya kesalahan dalam menginterpretasikan data pemantauan dan pembuatan laporan yang memerlukan waktu lebih lama sehingga pengiriman data ke sistem database (server) akan terlambat. Dalam prakteknya, hasil pemantauan diputuskan sesuai dengan tingkat keahlian praktisi di lapangan. Oleh karena itu, keakuratan dan keandalan hasil pemantauan tergantung kepada pengalaman praktisi. Dengan demikian, para praktisi yang tidak berpengalaman membutuhkan pelatihan khusus sebelum mereka masuk ke lapangan. Mereka harus memahami pengetahuan dasar teknik jembatan tidak hanya dalam teori tetapi juga dalam aplikasi untuk proyek. Namun, sistem pemantauan kesehatan jembatan yang tersedia saat ini yang dapat mengevaluasi dan menganalisis jembatan akibat gempa jumlahnya sangat sedikit dan peralatan
yang digunakan pun masih sangat terbatas. Sistem pemantauan secara konvensional ini belum dapat sepenuhnya menyelesaikan persoalan yang timbul dalam pemeliharaan jembatan. Sistem pemantauan secara konvensional kesulitan dalam penyimpanan data dan melaporkan hasil pemantauan secara aktual. Untuk itu diperlukan inovasi dalam mengembangkan sistem pemantauan kesehatan jembatan dengan menggunakan ilmu Kecerdasan Buatan. Kesalahan terjadi saat melakukan analisis dan menafsirkan pembacaan data dapat dipecahkan dan diminimalkan menggunakan metode Jaringan Saraf Tiruan. Metode ini dikenal dengan istilah metode cerdas yang dapat diterapkan pada sistem pemantauan untuk prediksi kinerja jembatan selama dan setelah gempa bumi secara optimal, akurat dan cepat. Jaringan Saraf Tiruan (JST) memiliki kemampuan untuk memodelkan hubungan non-linear antara satu set variabel input dan output yang sesuai tanpa perlu persamaan matematika yang ditentukan sebelumnya. Selain itu, JST tidak memerlukan informasi awal tentang hubungan antara input model dan output yang sesuai. Dibandingkan dengan metode konvensional, JST mentoleransi data yang relatif tidak tepat, noise atau tidak lengkap. Hal ini memungkinkan JST dapat mengatasi keterbatasan metode yang ada dan dapat diterapkan pada banyak kasus dalam bidang Teknik Sipil. Namun, sedikit sekali referensi yang membahas tentang kesehatan struktur jembatan menggunakan sistem sistem JST untuk memprediksi kesehatan jembatan.
1.2. Tujuan
Dalam studi ini, sistem pemantauan dan sistem analisis terintegrasi dalam sistem cerdas yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kerusakan jembatan di zona seismik termasuk wilayah gempa tinggi dan rendah.
Adapun tujuan studi yang dipaparkan dalam buku ini adalah untuk mengidentifikasi kinerja struktur jembatan berdasarkan nilai respons struktur jembatan, meliputi percepatan dan perpindahan mengikuti riwayat waktu respon struktur jembatan akibat beban gempa. Selain itu, monograf ini juga menampilkan sistem pemantauan cerdas dengan mengintegrasikan analisis, prediksi tingkat kerusakan dan sistem peringatan dini kegempaan untuk struktur jembatan.
1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Hasil penelitian dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel dan faktor yang terlibat. Oleh karena itu, ruang lingkup dan batasan harus didefinisikan dengan jelas untuk mendapatkan hasil yang terbaik sebagaimana disebutkan dalam tujuan penelitian. Ruang lingkup dan batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Model jembatan merupakan jembatan prategang dengan total panjang adalah 30,6 meter.
2. Analisis dinamis menggunakan metode riwayat waktu non linier (Nonlinear Time History Analysis) menggunakan SAP2000 ver.14.2.
3. Model jembatan dianalisis menggunakan 12 data percepatan gempa bumi dari database Pacific Earthquake Engineering
Research (PEER) dan data respons spektra Indonesia.
4. Tingkat kerusakan yang ditimbulkan dikategorikan berdasarkan Federal Emergency Management Agency (FEMA) 356 yaitu Immediate Occupancy (IO), Life Safety (LS) dan
Collapse Prevention (CP).
1.4. Inovasi Penelitian
Dalam praktik saat ini, pemantauan dan analisis data tidak terintegrasi dalam satu sistem tunggal. Oleh karena itu, metode kecerdasan buatan dalam sistem pemantauan kesehatan jembatan ini dikembangkan berdasarkan analisis numerik metode elemen hingga. Sehingga dapat dihasilkan kinerja seismik struktur jembatan dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan akibat pembebanan gempa maupun beban dinamik berupa beban dengan fungsi waktu (t) lainnya. Selain berfungsi sebagai alat pemantau kesehatan struktur jembatan yang mudah digunakan berdasarkan data real di lapangan, fitur utama utama dari sistem ini juga mampu memprediksi tingkat kesehatan struktur jembatan jika menerima pembebanan di luar sistem yang telah diinputkan ke dalam sistem utama. Data input si kinerja akan terus peningkatan masukan yang
diperoleh dari simulasi numerik dan data lapangan. Oleh karena itu, sistem ini bermanfaat bagi kalangan pengguna mulai dari perencana hingga pengawas struktur jembatan. Hal ini disebabkan sistem ini bukan hanya sebagai alat pemantauan dengan peringatan untuk publik, tetapi pada saat yang sama sistem ini mampu mengontrol prosedur dan fase konstruksi serta menganalisis dan meramalkan perilaku jembatan di masa depan pada durasi waktu tertentu.
Paparan di atas memberikan gambaran secara umum inovasi yang dikembangkan dalam penelitian ini untuk menghasilkan perangkat digital dari sistem seismik cerdas untuk jembatan. Alat pemantauan dan analisis nya dapat dioperasikan di unit komputer atau perangkat seluler. Sistem cerdas ini bertindak sebagai komponen yang memfasilitasi sistem untuk meramalkan kinerja seismik dan tingkat kerusakan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembebanan Jembatan
Jembatan merupakan salah satu infrastruktur yang berfungsi untuk menghubungkan dua lokasi yang terputus karena suatu rintangan seperti sungai, lembah, laut, jalan raya, ataupun perlintasan lainnya. Oleh karena itu jembatan sangat dibutuhkan guna memperlancar kegiatan sehari-hari. Dengan demikian perencanaan jembatan harus memenuhi syarat lendutan, kekakuan, dan ketahanan terhadap beban yang bekerja.
Pembebanan jembatan merupakan sejumlah beban yang digunakan dalam perhitungan struktur jembatan agar tidak mengalami kehancuran selama masa layan (umur) jembatan. Adapun beban-beban yang harus dianalisis dalam suatu perencanaan jembatan terbagi atas tiga kelompok, yaitu beban permanen, dan beban lalu lintas, dan beban gempa. Sedangkan analisis struktur jembatan dapat dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu analisis statis dan analisis dinamis. Analisis struktural jembatan bertujuan untuk mengevaluasi perilaku jembatan akibat berbagai beban. Analisis statis adalah solusi independensi waktu (t) dengan kata lain fungsi beban tidak terikat waktu (t). Sedangkan analisis dinamis adalah solusi yang terikat dengan waktu (t). Pada analisis statis, jembatan menerima beban statis seperti beban permanen (tetap) pada jembatan tersebut, sedangkan analisis dinamis dimana jembatan menerima beban dinamis seperti beban kendaraan, angin dan gempa selama masa layan jembatan tersebut.
Seiring dengan perkembangan waktu dan kemudahan dalam perhitungan, analisis struktur jembatan dapat diselesaikan dengan metode yang tepat seperti mode tunggal, spektral multimode,
Multiple Support Response-Spectrum (MSRS), dan metode riwayat
waktu (Duan & Chen, 2003).
2.1.1 Beban Permanen
Beban permanen terdiri dari berat sendiri dan beban mati tambahan yang dipikul oleh struktur jembatan. Untuk mengetahui besarnya beban permanen, dapat digunakan nilai berat isi yang terdapat pada Tabel 2.1 (BMS, 1992).
1. Berat sendiri (self weight) adalah berat material penyusun elemen struktur atau profil. Termasuk juga bagian jembatan yang terdiri dari elemen struktural seperti girder, pelat lantai, dan diafragma.
2. Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang menimbulkan suatu beban pada jembatan yang terdiri dari elemen non-struktural. Adapun beban mati tambahan yaitu aspal, trotoar, kerb, dan pagar pengaman.
Tabel 2.1. Berat Isi untuk Beban Permanen (BMS, 1992)
1 Lapisan permukaan beraspal 22 2240
2 Aspal 22 2240
3 Beton 22,0 - 25,0 2240 - 2600
4 Beton prategang 25,0 - 26,0 2500 - 2640
5 Beton bertulang 23,5 - 25,5 2400 - 2600
6 Baja 77 7850
No Bahan Berat/Satuan Isi
(kN/m³)
Kerapatan Massa (kg/m³)
2.1.2 Beban Lalu Lintas
Berdasarkan standar pembebanan jembatan, beban lalu lintas merupakan beban bergerak dengan gaya bekerjanya beban dapat berubah posisi. Adapun untuk perencanaan beban lalu lintas pada jembatan terdiri dari beban lajur “D”, beban truk “T”, dan beban pejalan kaki. Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Sedangkan beban truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dianggap sebagai simulasi pengaruh berat roda kendaraan. Hanya satu truk “T” diterapkan perlajur lalu lintas rencana.
Lajur lalu lintas rencana harus mempunyai lebar minimum sebesar 2,75 meter. Jumlah maksimum lajur lalu lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana (BMS, 1992)
Lajur tunggal 4,0 - 5,0 1 Dua arah, tanpa median 5,5 - 8,25 2 11,25 - 15,0 4 Jalan kendaraan majemuk 10,0 - 12,9 3 11,25 - 15,0 4 15,1 - 18,75 5 18,8 - 22,5 6 Lebar Jalan Kendaraan
Jembatan (m)
Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana Jenis Jembatan
Ketentuan pembebanan jembatan yang disyaratkan oleh Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan:
1. Beban lajur “D” terdiri dari beban terbagi merata (UDL) dan beban garis (KEL).
a. UDL mempunyai intensitas q kPa yang besarnya tergantung pada panjang total (L). Adapun intensitas q dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
𝐿 ≤ 30 𝑚 ; 𝑞 = 8 𝑘𝑃𝑎 (2.1) 𝐿 > 30 𝑚 ; 𝑞 = 8 (0.5 +15
𝐿) 𝑘𝑃𝑎 (2.2) b. KEL mempunyai intensitas p sebesar 44 kN/m yang ditempatkan dalam kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada arah lalu lintas.
2. Beban truk “T” terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan beban as seperti pada Gambar 2.1. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban titik sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara as tersebut dapat diubah-ubah antara 4 – 9 meter untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Terlepas dari panjang atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk “T” yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana.
3. Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal sebesar 5 kPa.
Gambar 2.1 Beban Truk “T” (BMS, 1992).
2.1.3 Beban Gempa
Metode analisis pembeban gempa pada struktur jembatan dapat dibagi 3, yaitu analisis dengan metode statis ekuivalen, respons spektrum, dan metode dinamis riwayat waktu gempa. Beban gempa didefinisikan sebagai gerakan percepatan tanah dari arah transversal dan longitudinal yang diterima struktur. Peneliti terdahulu yang telah mempelajari tentang kinerja jembatan di bawah beban gempa, menggunakan berbagai jenis untuk analisis seismik, seperti analisis respons spektrum dan analisis riwayat waktu yaitu oleh Ning & Zhou (2011) dan (Ates & Constantinou, 2011). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa percepatan dan perpindahan model menggunakan riwayat waktu jauh lebih besar daripada model menggunakan respons spektra. Sedangkan (Kong, Chen, Li, & Jiang, 2012) mempelajari perilaku jembatan jembatan
gelagar menerus sepanjang lima bentang. Model ini telah dianalisis menggunakan analisis riwayat waktu nonlinear (Nonlinear Time
History Analysis). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bagian
atas tiang (pier) pada model jembatan yang telah diperkaku memiliki respons perpindahan yang lebih kecil daripada model jembatan yang tidak diperkaku pada pier nya. Peneliti lain, Konakli & Kiureghian (2011) telah memperkenalkan formulasi umum dari metode Multiple Support Response Spectrum (MSRS). Metode MSRS terbatas pada analisis respon linier pada dua model jembatan sebenarnya (real model). Hasilnya menunjukkan bahwa kedua model memiliki perpindahan yang berbeda dan menimbulkan efek yang lebih signifikan terhadap respon jembatan karena struktur jembatan diperkaku dan bentang jembatan lebih pendek.
Model analisis seismik harus digunakan untuk menggambarkan respon struktur aktual. Respon seismik dari komponen jembatan seperti tiang jembatan (pier), dek dan abutment telah dipelajari oleh banyak peneliti sejak beberapa dekade lalu. Studi penelitian yang lebih rinci diperlukan dengan peningkatan pengetahuan di teknologi jembatan. Kajian peneliti terdahulu terhadap pembebanan seismik dengan analisis dinamis nonlinear pada struktur jembatan telah dilakukan oleh Ni Choine et al. (2016) dan Ma et al. (2017) dengan membahas dasar teori jembatan beton dengan tiang (pier) kolom yang memikul beban gempa.
Pada umumnya hasil penelitian yang menggunakan pembebanan seismik menghasilkan respons struktur jembatan berupa percepatan, kecepatan, dan perpindahan (Zeng & Dimitrakopoulos, 2016), rasio Peak Ground Velocity dan Peak Ground Acceleration (Guo, Wu, & Guo, 2016), dan kekuatan internal lainnya seperti gaya aksial, momen lentur, stres, dan gaya geser (Arifi, Suseno, Hidayat, & Grahadika, 2017)(Meidiansyah, Purwanto, & Fauzan, 2016). Analisis jembatan di bawah beban gempa lebih mudah diselesaikan dengan program komputer menggunakan metode elemen hingga bahkan untuk masalah non-linear yang rumit seperti yang telah dilakukan pada penelitian terdahulu (Reni Suryanita, 2015). Selanjutnya, program komputer dengan metode elemen hingga dapat digunakan untuk mengambil keputusan dan kebijakan dalam desain bagi perencana struktur. Tabel 2.3 menunjukkan analisis elemen hingga pada program komputer dapat digunakan dalam memecahkan permasalahan struktur jembatan.
Tabel 2.3 Analisis program komputer untuk desain jembatan
Peneliti Model Analisis
Program Elemen Hingga yang digunakan Y. Zhang, Harries, & Yuan, (2013) Prototipe tiang jembatan yang mempunyai lubang persegi Nonlinear Open Systems for Earthquake Engineering Simulation (OpenSees) Behnamfar & Afshari, (2013)
Jembatan rel kereta api Dinamik Nonlinear SAP2000 C. H. Zhang & Dai (2012) Jembatan rangka menerus kaku dengan bentang panjang Analisis modal dengan eksitasi beban luar ABAQUS Álvarez, Aparicio, Jara, & Jara (2012) Jembatan lengkung bentang panjang Nonlinear riwayat waktu SAP2000 Ning & Zhou, (2011)
Jembatan rangka kaku bentang panjang Respons spektrum dan riwayat waktu ANSYS Kong et al., (2012) Jembatan balok lengkung menerus dengan 5 bentang Nonlinear riwayat waktu Midas/Civil Software
Ates & Constantin ou (2011)
Jembatan curved box girder 3 bentang Respons spektra dan riwayat waktu SAP2000 Bisadi & Head, (2011) Jembatan dengan 100 konfigurasi pembebanan Nonlinear riwayat waktu Open Systems for Earthquake Engineering Simulation (OpenSees)
2.2 Respons Spektrum Gempa Indonesia
Respons spektrum adalah grafik yang menyatakan hubungan antara periode getar struktur (T) dengan respons struktur maksimum saat mengalami getaran gempa tertentu. Untuk kebutuhan praktis, maka respons spekrum disederhanakan dalam bentuk grafik yang ditampilkan pada Gambar 2.2.
Respons spektrum gempa di seluruh wilayah Indonesia untuk struktur jembatan diatur dalam Standar Nasional Indonesia (BSN, 2016). Prosedur untuk memperoleh grafik respons spektrum gempa berdasarkan SNI sebagai berikut.
1. Menentukan parameter respons spektrum percepatan gempa
PGA, Ss, dan S1 pada peta gempa Indonesia 2010.
2. Menentukan kelas situs berdasarkan kondisi jenis tanah yang ditampilkan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Kelas Situs (Badan Standardisasi Nasional)
3. Menentukan faktor amplifikasi FPGA, Fa, dan Fv berdasarkan
parameter respons spektrum percepatan gempa yang ditampilkan pada Tabel 2.5 dan Tabel 2.6.
Kecepatan Gelombang Tahanan Penetrasi Kuat Geser Tak Geser, v̅s (m/detik) Standar, N̅ Terdrainase, s̅u (kPa)
SA (batuan keras) > 1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 - 1500 N/A N/A
SC (tanah keras, sangat padat, dan batuan lunak) 350 - 750 > 50 ≥ 100 SD (tanah sedang) 175 - 350 15 - 50 50 - 100 SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50 SF (tanah khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik-situs)
CATATAN: N/A = tidak dapat digunakan
Atau setiap profil lapisan tanah dengan ketebalan lebih dari 3 m dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2. Kadar air, w ≥ 40%,
3. Kuat geser tak terdrainase, s̅u < 25 kPa
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut:
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah.
- Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m). - Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plastisitas PI > 75).
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m Kelas Situs
Tabel 2.5 Faktor Amplifikasi Periode 0 dan 0,2 Detik (FPGA/Fa)
Tabel 2.6 Faktor Amplifikasi untuk Periode 1 Detik (Fv)
4. Menghitung koefisien percepatan muka tanah untuk periode 0 detik (As), periode pendek (SDS), dan periode 1 detik (SD1)
dengan Persamaan 2.3, Persamaan 2.4, dan Persamaan 2.5. 𝐴𝑆 = 𝐹𝑃𝐺𝐴× 𝑃𝐺𝐴 (2.3)
PGA ≤ 0,1 PGA = 0,2 PGA = 0,3 PGA = 0,4 PGA > 0,5
Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss ≥ 1,25
Batuan Keras (SA) 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 Batuan (SB) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Tanah Keras (SC) 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0 Tanah Sedang (SD) 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 Tanah Lunak (SE) 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 Tanah Khusus (SF) SS SS SS SS SS
CATATAN: Untuk nilai-nilai antara dapat dilakukan interpolasi linear. Keterangan:
PGA adalah percepatan puncak batuan dasar mengacu pada Peta Gempa Indonesia 2010
yang dapat dilihat pada Lampiran.
Ss adalah parameter respons spektral percepatan gempa untuk periode pendek
(T = 0,2 detik) mengacu pada Peta Gempa Indonesia 2010 yang dapat dilihat pada Lampiran.
SS adalah lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respons dinamik spesifik.
Kelas Situs
Kelas Situs S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5
Batuan Keras (SA) 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 Batuan (SB) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Tanah Keras (SC) 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 Tanah Sedang (SD) 2,4 2,0 1,8 1,6 1,5 Tanah Lunak (SE) 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4 Tanah Khusus (SF) SS SS SS SS SS
CATATAN: Untuk nilai-nilai antara dapat dilakukan interpolasi linear. Keterangan:
S1 adalah parameter respons spektral percepatan gempa untuk periode 1 detik
mengacu pada Peta Gempa Indonesia 2010 yang dapat dilihat pada Lampiran SS adalah lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respons dinamik
𝑆𝐷𝑆 = 𝐹𝑎× 𝑆𝑠 (2.4)
𝑆𝐷1= 𝐹𝑣× 𝑆1 (2.5)
5. Menghitung nilai T0 dan Ts dengan Persamaan 2.6 dan
Persamaan 2.7.
𝑇0 = 0,2 𝑇𝑠 (2.6) 𝑇𝑠 = 𝑆𝐷1
𝑆𝐷𝑆 (2.7) Koefisien gempa elastik dapat dihitung dengan tahapan sebagai berikut.
1. Untuk periode lebih kecil dari To, koefisien respons gempa
elastik (Csm) didapatkan dari Persamaan 2.8.
𝐶𝑠𝑚 = (𝑆𝐷𝑆− 𝐴𝑠)
𝑇 𝑇0
− 𝐴𝑠 (2.8)
2. Untuk periode lebih besar atau sama dengan To, dan lebih kecil
atau sama dengan Ts, koefisien Csm didapatkan dari Persamaan
2.9.
𝐶𝑠𝑚 = 𝑆𝐷𝑆 (2.9)
3. Untuk periode lebih besar dari Ts, koefisien Csm didapatkan dari
Persamaan 2.10. 𝐶𝑠𝑚 =
𝑆𝐷1
Gambar 2.2 Bentuk Tipikal Respons Spektrum Gempa
2.3 Analisis Getaran Bebas Struktur
Analisis getaran bebas struktur (free vibration) adalah analisis linear dinamik yang dilakukan untuk memperoleh pola perpindahan dan frekuensi getar struktur yang bergetar secara alami tanpa pengaruh beban luar (Computer & Structures, Inc, 2013). Analisis getaran bebas disebut juga dengan analisis ragam (modal analysis).
Sistem struktur dengan derajat kebebasan banyak atau multi
degree of freedom (MDOF) system didefinisikan sebagai sistem
struktur yang bergetar dengan lebih dari satu buah parameter perpindahan (yi) dan massa (Mi). Berdasarkan Chopra, (1997),
karakteristik getaran bebas sistem MDOF dapat ditentukan dengan menggunakan sistem matriks untuk menyatakan persamaan kesetimbangan gaya, yaitu seperti ditunjukkan pada Persamaan 2.11. {𝑢̈}, {𝑢̇}, dan {𝑢} merupakan matriks percepatan, kecepatan, dan
perpindahan. [𝑀̅], [𝐶̅], dan [𝐾̅] adalah matriks massa, redaman, dan kekakuan struktur secara berurutan.
[𝑀̅]{𝑢̈} + [𝐶̅]{𝑢̇} + [𝐾̅]{𝑢} = {0} (2.11) Redaman struktur umumnya sangat kecil dan tidak banyak mempengaruhi karakteristik getaran bebas sistem MDOF, seperti periode getar dan pola perpindahan. Untuk penyederhanaan, komponen [𝐶̅] pada Persamaan 2.11 dapat dianggap sama dengan nol, sehingga menjadi Persamaan 2.12. Solusi Persamaan 2.12 dapat diperoleh dengan mensubstitusikan Persamaan 2.13 ke dalam Persamaan 2.12, sehingga dapat diturunkan lagi menjadi Persamaan 2.14. Pada Persamaan 2.13 dan 2.14, matriks {𝑎} adalah amplitudo gerak, 𝜔 adalah frekuensi sudut getaran dalam satuan rad/detik, dan 𝛼 adalah faktor modifikasi sudut fase.
[𝑀̅]{𝑢̈} + [𝐾̅]{𝑢} = {0} (2.12) {𝑢} = {𝑎} sin(𝜔𝑡 − 𝛼) (2.13) [[𝐾̅] − 𝜔2[𝑀̅]]{𝑎} = {0} (2.14)
Nilai matriks {𝑎} pada Persamaan 2.14 tidak mungkin sama dengan nol, sehingga solusi non-trivialnya dapat diperoleh dengan menyamakan determinan komponen [[𝐾̅] − 𝜔2[𝑀̅]] dengan nol (Persamaan 2.15). Karena nilai matriks [𝐾̅] dan matriks [𝑀̅] adalah konstan dan bukan nol, maka nilai 𝜔 harus ditentukan sedemikian rupa sehingga determinan |[𝐾̅] − 𝜔2[𝑀̅]| sama dengan nol. Untuk
sistem MDOF dengan n buah derajat kebebasan, akan diperoleh n buah nilai 𝜔 yang menunjukkan frekuensi sudut getaran struktur pada ragam ke-1 hingga ragam ke-n.
|[𝐾̅] − 𝜔2[𝑀̅]| = 0 (2.15)
Parameter 𝜔 dapat digunakan untuk menghitung periode (T) dan frekuensi (f) getar struktur, yaitu menggunakan Persamaan 2.16 dan 2.17. Parameter f merupakan frekuensi getar yang dinyatakan dalam siklus per detik, berbeda dengan 𝜔 yang dinyatakan dalam rad/detik. Parameter T sangat penting untuk analisis spektrum respons ragam, yaitu untuk memperoleh respons struktur maksimum. 𝑇 =2𝜋 𝜔 (2.16) 𝑓 =1 𝑇= 𝜔 2𝜋 (2.17)
2.4 Perpindahan, Kecepatan, dan Percepatan
Pada analisis spektrum respons untuk setiap respons ragam individual, hubungan antara perpindahan, kecepatan, dan percepatan maksimum merupakan fungsi dari frekuensi sudut getaran struktur pada ragam tersebut (𝜔𝑖). Persamaan 2.18 menunjukkan hubungan antara percepatan maksimum (𝑆𝑎,𝑖) dengan perpindahan maksimum struktur (𝑆𝐷,𝑖), sedangkan Persamaan 2.19 menunjukkan hubungan antara perpindahan maksimum (𝑆𝐷,𝑖) dengan kecepatan maksimum struktur (𝑆𝑣,𝑖) .
𝑆𝑎,𝑖 = −𝜔𝑖2𝑆
𝐷,𝑖 (2.18)
Pada umumnya, pengaplikasian respons struktur berupa perpindahan, kecepatan, dan percepatan di lapangan digunakan untuk monitoring kinerja dari suatu struktur. Alat yang digunakan untuk mengukur perpindahan, kecepatan, dan percepatan masing-masing yaitu Linear Variable Differential Transformer (LVDT) berfungsi untuk mengukur perubahan panjang atau perpindahan yang terjadi pada suatu struktur akibat beban yang bekerja,
Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) berfungsi untuk mengukur mutu
beton, serta kualitas beton, dan Accelerometer berfungsi untuk mengukur percepatan kendaraan dan percepatan muka tanah. Ketiga alat tersebut secara berurutan ditampilkan pada Gambar 2.3, Gambar 2.4, dan Gambar 2.5. Adapun alat-alat tersebut juga diaplikasikan pada struktur jembatan seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.
Biasanya ketiga alat ini dipasang secara bersamaan pada titik yang sama, namun kadang kala ada juga dipasang hanya salah satu dari ketiga alat tersebut, karena dengan mengetahui salah satu dari respons struktur tersebut, maka dapat diketahui respons struktur lainnya. Hal ini disebabkan ketiga respons struktur tersebut saling berhubungan, dengan kecepatan merupakan turunan pertama perpindahan terhadap fungsi waktu, percepatan merupakan turunan kedua perpindahan terhadap fungsi waktu, dan percepatan merupakan turunan pertama kecepatan terhadap fungsi waktu.
Gambar 2.3 Alat Pengukur Perpindahan (LVDT)
Gambar 2.4 Alat Pengukur Kecepatan (UPV)
Gambar 2.6 Alat Accelerometer pada Jembatan
Gambar 2.7 Alat LVDT pada Jembatan
2.5 Jaringan Saraf Tiruan (JST)
Metode Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network, ANN) merupakan cabang ilmu kecerdasan buatan mendefinisikan metode JST ini dengan nama adalah sebuah model matematika atau model komputasi yang cara kerjanya merupakan penyederhanaan
dari model jaringan biologi otak manusia. Hal ini dikarenakan pada prinsipnya JST merupakan suatu program komputer yang dibuat berdasarkan cara kerja jaringan biologi otak manusia.
Dilihat dari segi fungsi, JST diciptakan untuk merancang suatu komputer, yang dapat difungsikan untuk melakukan proses belajar dari suatu contoh kejadian. Sedangkan dari struktur rancangan, JST merupakan suatu alat penghitung yang ditujukan untuk dapat melakukan sesuatu yang serupa dengan cara kerja jaringan biologi otak manusia. Seperti halnya otak manusia, jaringan saraf juga terdiri dari beberapa neuron yang mempunyai hubungan antara satu dengan lainnya. Neuron-neuron tersebut akan mentransformasikan informasi yang diterima melalui sambungan keluarnya menuju ke neuron-neuron yang lain, hubungan ini dikenal dengan nama bobot (weight). Pada jaringan saraf, neuron-neuron akan dikumpulkan dalam lapisan-lapisan (layer) yang disebut dengan lapisan neuron (neuron layers).
2.5.1 Arsitektur jaringan saraf tiruan
Struktur JST umumnya terdiri dari input layer, hidden
layer, dan output layer. Input layer berisi neuron-neuron yang
menerima data langsung dari luar. Hidden layer menerima sinyal dari input layer dan meneruskannya ke output layer. Output layer berisi neuron-neuron yang merepresentasikan target dan output dari model perhitungan. Selisih target dan output dari model perhitungan JST adalah tingkat kesalahan JST. Untuk lebih
jelasnya, cara kerja dari jaringan saraf tiruan dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan
Pada Gambar 2.8, lapisan input (input layer) memiliki 3 neuron, yaitu X1, X2, dan X3. Lapisan tersembunyi (hidden layer)
memiliki 2 neuron, yaitu Z1 dan Z2. Sedangkan lapisan output
(output layer) memiliki 1 neuron, yaitu Y. Proses dari jaringan syaraf tersebut dimulai dari Z1 dan Z2 pada hidden layer menerima
sinyal dari X1, X2, dan X3 pada input layer dengan bobot
masing-masing V11, V21, dan V31. Ketiga impuls neuron tersebut
dijumlahkan dengan rumusan Z1 = X1 V11 + X2 V21 + X3 V31.
Kemudian Y pada output layer akan menerima sinyal dari Z1 dan
Z2 dengan bobot masing-masing W1 dan W2. Kedua impuls neuron
2.5.2 Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation
JST Backpropagation merupakan salah satu algoritma yang sering digunakan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang rumit. Metode ini merupakan metode yang sangat baik dalam menangani masalah pengenalan pola-pola kompleks.
Karakteristik fungsi aktivasi dari JST Backpropagation adalah harus kontinu, dapat didiferensiasikan, dan monoton tidak turun. Fungsi tersebut diuraikan sebagai berikut.
𝑓(𝑥) = 1
1 + 𝑒−𝑥 (2.20)
𝑓(𝑥)′ = 𝑓(𝑥)[1 − 𝑓(𝑥)] (2.21) JST Backpropagation terdiri dari tiga proses perhitungan, yaitu perhitungan maju (forward), perhitungan mundur (backpropagation), dan perubahan bobot dan bias. Pada perhitungan maju, data dimasukkan ke tiap neuron dalam input
layer dan perhitungan dilanjutkan sampai ke output layer.
Perbedaan antara nilai output yang diprediksi JST dengan nilai
output yang semestinya (nilai target) disebut tingkat kesalahan
(error). Nilai error tersebut kemudian digunakan untuk memodifikasi faktor bobot JST dalam proses perhitungan mundur dari output layer ke input layer.
2.5.3 Koefisien Determinasi (R2)
Selain dengan menghitung MSE, akurasi dari prediksi JST dapat ditentukan dengan menghitung koefisien determinasi (R2).
Menurut Supriyadi, Adi, & Sarwoko (2012), nilai R2 dihitung
dengan Persamaan 2.22, yaitu merupakan fungsi dari selisih output prediksi JST (𝑌𝑘) dengan nilai target (𝑇𝑘). Besaran 𝑇𝑎𝑣𝑔 adalah nilai
rerata dari seluruh nilai target sebanyak n buah data. Semakin baik prediksi JST terhadap nilai yang sebenarnya (target), maka nilai R2
mendekati 1. 𝑅2 = 1 − [ ∑ (𝑇𝑘− 𝑌𝑘) 2 𝑛 𝑘 ∑ (𝑇𝑘− 𝑇𝑎𝑣𝑔) 2 𝑛 𝑘 ] (2.22)
2.5.4 Normalisasi Variabel Jaringan Saraf Tiruan
Parameter input dan target pada JST umumnya memiliki dimensi, satuan, dan rentang nilai yang berbeda-beda. Untuk mengurangi kesenjangan antara nilai parameter input dan output, data mentah yang digunakan untuk melatih JST harus dinormalisasi terlebih dahulu. Normalisasi data mentah JST dilakukan dengan Persamaan 2.23.
𝑉𝑛𝑒𝑤 = 𝑉𝑜𝑙𝑑 − 𝑀𝑖𝑛𝑉
𝑀𝑎𝑥𝑉 − 𝑀𝑖𝑛𝑉× (𝐷𝑚𝑎𝑥− 𝐷𝑚𝑖𝑛) + 𝐷𝑚𝑖𝑛 (2.23)
Sel-sel yang mewakili fungsi (γ) yang menjumlahkan produk-produk dari bobot (wi) dan input (ui) dan juga menambahkan bias (w0) seperti yang ditunjukkan dalam persamaan di bawah ini,
3 1 0 i i i w u w (2.24)
Umumnya, Jaringan Saraf Tiruan (JST) memiliki satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer) dan lapisan keluaran (output layer). Proses JST ini dihitung dari lapisan input (input
layer) menuju hideen layer. Selanjutnya hasil dari hidden layer
digunakan untuk menghitung output layer. Kesalahan (error) dalam sel output dikoreksi dan dihitung kembali nilai kesalahan terbaru dengan menyesuaikan bobot (weight) melalui hidden layer, dan dihitung kembali menuju lapisan input. Oleh karena itu, konvergensi kesalahan bisa memakan waktu tergantung pada kesalahan yang diizinkan dalam output layer. Kesalahan total dalam output JST didefinisikan sebagai,
2 ) ( 2 1 j j J j O T E
(2.25)di mana Tj menunjukkan output target, Oj menunjukkan nilai
aktivasi output layer dan J adalah banyaknya perulangan untuk proses learning.
2.5.5 Sistem Pemantauan Kesehatan Jembatan
Secara umum, tujuan pemantauan jembatan adalah untuk memastikan keselamatan jembatan; perencanaan pemeliharaan yang lebih baik; untuk memperpanjang umur jembatan yang kurang; dan untuk meningkatkan pengetahuan struktur. Pemantauan jembatan juga digunakan untuk melacak aspek kinerja atau kondisi jembatan secara proaktif, menggunakan data terukur dan simulasi analitis
Melalui pemantauan kesehatan jembatan, fenomena yang dapat berdampak negatif pada kinerja masa depan jembatan dapat diidentifikasi. Pemantauan Kesehatan Struktural (SHM) dalam prakteknya membutuhkan pendekatan terstruktur. Berdasarkan Wenzel (2008), hasil terbaik dan paling memuaskan dari SHM akan tercapai jika isu-isu berikut ini ditangani. Pertama, konsep, desain, dan tujuan SHM harus didefinisikan dengan jelas. Kedua, analisis biaya-manfaat dan optimasi instalasi sensor harus dipertimbangkan dengan bijak. Ketiga, perangkat lunak, perangkat keras dan komunikasi dan antarmuka web dalam sistem pemantauan server harus direncanakan dengan hati-hati. Keempat, analisis dan pemeliharaan dan pelaporan berkala harus dilakukan oleh para ahli. Masalah terakhir, sistem threshold dan alert pada server monitoring harus dipersiapkan dengan baik. Masalah-masalah harus ditangani dengan kerja tim yang baik untuk memastikan keberhasilan SHM.
Kecerdasan buatan atau dengan sebutan lain Artificial
Intelligence (AI) dapat diterapkan pada sistem penyedia server. AI
memprediksi hasil observasi berdasarkan metode belajar mandiri. Oleh karena itu, operator memutuskan hasil pemantauan berdasarkan pengamatan online. alkan, menggunakan teknologi yang tersedia (Wenzel, 2009). Sementara itu, pemantauan jangka panjang dapat dikategorikan ke dalam pemantauan permanen. Para peneliti dapat mengamati perilaku struktur jembatan sepanjang masa hidup jembatan.
Era konstruksi jembatan adalah indikator yang baik dari kinerja jembatan yang mungkin, yang tingkat kerusakannya lebih tinggi diharapkan dalam konstruksi yang lebih tua daripada konstruksi yang lebih baru (Chen dan Duan, 2003). Jembatan yang lebih tua mengakumulasi lebih banyak beban sepanjang waktu. Oleh karena itu, pemantauan struktur jembatan perlu dilakukan secara berkala untuk mengetahui kondisi kesehatan jembatan pada waktu yang diberikan. Kerusakan struktur jembatan biasanya didefinisikan sebagai perubahan yang disengaja atau tidak disengaja dalam sifat-sifat material dan geometrik jembatan, termasuk perubahan dalam kondisi batas atau pendukung dan konektivitas struktural, yang berdampak buruk terhadap kemampuan jembatan saat ini atau masa depan. Kerusakan dapat terjadi di bawah beban transien besar seperti gempa bumi gerakan kuat dan juga dapat terakumulasi secara bertahap dalam jangka waktu yang lama karena faktor-faktor seperti kelelahan dan kerusakan korosi. Dalam pemantauan kesehatan jembatan, kerusakan dapat diketahui dan dideteksi secara dini melalui pembacaan data yang diperoleh dari sensor, seperti percepatan, pemindahan, regangan, dll. Pembacaan data dari sensor dikirim ke server lokal melalui akuisisi data. Selanjutnya, data dianalisis dalam sistem pemantauan.
Pemantauan jembatan perlu dilakukan secara teratur untuk menjaga dan mengevaluasi kondisi kesehatan jembatan secara berkala. Secara umum, Teknologi Informasi mampu membantu
otoritas jembatan untuk mengawasi kondisi jembatan dari daerah terpencil melalui koneksi internet. Data diukur oleh sensor yang dipasang dan dikirim ke alat akuisisi. Data ini menggambarkan kondisi jembatan yang sebenarnya. Prediksi kondisi jembatan untuk waktu yang diberikan dapat dilakukan dengan menggunakan algoritma JST. Proses pelatihan dan pengujian pada algoritma JST memanfaatkan data lapangan aktual sebagai input. Output target adalah solusi teoritis dari masalah yang sedang dianalisis. Hasilnya diyakini oleh para peneliti untuk lebih dapat diandalkan daripada metode konvensional lainnya. Beberapa peneliti tertarik untuk mengembangkan algoritme Neural Networks meskipun bentuk dasarnya saat ini memecahkan masalah pemetaan langsung.
Kinerja terbaik Jaringan Saraf bergantung pada pemilihan bobot awal yang sesuai, tingkat pembelajaran, momentum, model arsitektur jaringan dan fungsi aktivasi. Keakuratan hasil pengukuran didasarkan pada nilai Mean Square Error (MSE), nilai
Regression (R), dan durasi waktu saat Computer Processing Unit
(CPU) dijalankan. Kinerja terbaik dari nilai-nilai MSE adalah nilai prediksi yang paling kecil kesalahannya, yaitu kesalahan terkecil yang terjadi dalam perhitungan. Namun, nilai regresi terbaik adalah nilai tertinggi yang mendekati 1. Regresi dengan nilai mendekati 1 mendefinisikan nilai prediksi hampir 100% mendekati nilai aktual. Kinerja terbaik waktu CPU didefinisikan sebagai waktu terpendek untuk memproses perhitungan di CPU. Waktu CPU diukur dalam detik. Waktu CPU tergantung pada daya komputasi dan spesifikasi
komputer CPU. Sintesis dari beberapa penelitian menggunakan algoritma JST sebagai solusi masalah bidang struktur jembatan ditampilkan dalam Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Penerapan JST dalam Studi Teknik Jembatan
PENELITI INPUT/OUTPUT MODEL TUJUAN
Shu, Zhang, Gonzalez, & Karoumi, (2013) Input: Response dinamik struktur. Output: Lokasi dan tingkat kerusakan Jembatan rel dengan balok sederhana 1 bentang Mengidentifikasi kerusakan struktur akibat respons dinamik
Lin & Qun, (2013)
Input: Perpindahan vertikal pada titik pengamatan Output: luas penampang melintang batang Model jembatan rangka Mempredikti kerusakan dari jembatan rangka berdasarkan domain waktu Kerh, Huang, & Gunaratnam, (2011) Input: kedalaman tanah, jarak episentrum, besarnya magnietudo Output: PGA Jembatan bentang panjang lebih 500m Mengidentifikasi potensi kerusakan jembatan
Ok, Son, & Lim, (2012)
Input: regangan aksial dan perpindahan dengan durasi waktu pada titik
Jembatan supported slab-girder Estimasi perpindahan dinamik akibat beban dinamik
pengamatan Output: perpindahan dinamik vertikal Cheng & Li,
(2012) Input: Sejumlah variabel acak (bobot, beban terpusat, luas penampang melintang, momen inersia, tegangan awal) Output: indeks realibilitas Jembatan prategang Estimasi realibitas jembatan prategang Gonzalez-Perez & Valdes-Gonzalez, (2011) Input: Perbedaan energi regangan Output: Kekakuan Jembatan kenderaan Mengidentifikasi kerusakan akibat lentur pada girder jembatan.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
Prosedur penelitian dibagi menjadi 3 bagian seperti terlihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3. 1 Bagan alir penelitian
Mulai
Pengumpulan data parameter Jembatan dan percepatan gempa bumi.
Simulasi Numerik metode riwayat waktu nonlinear
respons struktur jembatan dan kinerja jembatan (IO,LS, CP) I
Proses learning dan testing JST dengan input dan output layer menggunakan MATLAB dan VB II
Pengembangan sistem pemantauan dan peringatan dini pada jembatan
III Sistem pemantauan cerdas
(Intelligent monitoring system)
3.1. Analisis Elemen Hingga
Pemodelan struktur jembatan mengacu pada studi kasus pembangunan jembatan beton prategang di Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar Provinsi Riau dengan detail cross section ditampilkan pada Gambar 3.2. Data struktur jembatan yang dianalisis adalah sebagai berikut.
1. Tipe girder = balok girder prategang tipe I 2. Mutu beton girder = K-500
3. Panjang total = 30,6 meter 4. Lebar total = 6,58 meter 5. Jumlah bentang = 1 bentang 6. Jumlah lajur = 1 lajur 7. Lebar lajur = 4,5 meter 8. Jumlah girder = 4 buah 9. Dimensi girder = bervariasi 10. Tebal pelat lantai = 0,2 meter 11. Mutu beton pelat lantai = K-350 12. Tebal diafragma = 0,2 meter 13. Mutu beton diafragma = K-350
Gambar 3. 2 Cross Section jembatan (dalam satuan meter)
3.1.1 Dimensi dan Material Komponen Struktur
Dimensi komponen struktur jembatan yang ditinjau adalah sebagai berikut.
1. Girder
Detail dimensi penampang girder tipe I ditampilkan pada Gambar 3.3.
Gambar 3. 3 Dimensi penampang girder (dalam satuan meter)
2. Pelat Lantai
Pelat lantai beton bertulang memiliki tebal 0,2 meter. 3. Diafragma
Diafragma memiliki tebal 0,2 meter.
Untuk beton prategang pada girder, digunakan material-material sebagai berikut.
1. Beton struktural mutu K-500 dengan karakteristik. a. Kuat tekan beton, 𝑓𝑐′ = 0,83 . 𝐾
10= 0,83 . 500
10 = 41,5 MPa
b. Modulus elastisitas, 𝐸𝑐= 4700√𝑓𝑐′= 4700√41,5 =
c. Rasio Poisson, 𝑣 = 0,2
d. Berat per volume, 𝑊𝑐 = 25 kN/m3
2. Baja tendon dengan karakteristik: a. Tegangan leleh, 𝑓𝑦 = 400 MPa
b. Modulus elastisitas, 𝐸𝑠 = 200000 MPa c. Rasio Poisson, 𝑣 = 0,3
d. Massa jenis, 𝜌 = 7850 kg/m3
Untuk beton bertulang pada pelat lantai, digunakan material-material sebagai berikut.
1. Beton struktural mutu K-350 dengan karakteristik: a. Kuat tekan beton, 𝑓𝑐′ = 0,83 . 𝐾
10= 0,83 . 350 10 = 29,05 MPa b. Modulus elastisitas, 𝐸𝑐= 4700√𝑓𝑐′= 4700√29,05 = 25332,08 MPa c. Rasio Poisson, 𝑣 = 0,2
d. Berat per volume, 𝑊𝑐 = 24 kN/m3
2. Baja tulangan dengan karakteristik: a. Tegangan leleh, 𝑓𝑦 = 400 MPa
b. Modulus elastisitas, 𝐸𝑠 = 200000 MPa
c. Rasio Poisson, 𝑣 = 0,3 d. Massa jenis, 𝜌 = 7850 kg/m3
Untuk beton bertulang pada diafragma, digunakan material-material sebagai berikut:
1. Beton struktural mutu K-350 dengan karakteristik: a. Kuat tekan beton, 𝑓𝑐′ = 0,83 . 𝐾
10= 0,83 . 350
b. Modulus elastisitas, 𝐸𝑐= 4700√𝑓𝑐′= 4700√29,05 =
25332,08 MPa
c. Rasio Poisson, 𝑣 = 0,2
d. Berat per volume, 𝑊𝑐 = 24 kN/m3
2. Baja tulangan dengan karakteristik: a. Tegangan leleh, 𝑓𝑦 = 240 MPa
b. Modulus elastisitas, 𝐸𝑠 = 200000 MPa c. Rasio Poisson, 𝑣 = 0,3
d. Massa jenis, 𝜌 = 7850 kg/m3
3.2. Pembebanan Struktur Jembatan Beton Prategang
Seluruh data pembebanan diperoleh dari Bridge Design
Manual (BDM), yang terdiri dari beban permanen, beban lalu
lintas, dan beban gempa.
3.2.1 Perhitungan Beban Permanen
Beban permanen terdiri dari berat sendiri dan beban mati tambahan. Berat sendiri struktur yaitu girder, diafragma, dan pelat lantai, dihitung dengan mengalikan volume komponen struktur dengan berat jenisnya. Beban mati tambahan merupakan gabungan dari beban aspal, trotoar, kerb, dan pagar pengaman. Untuk lebih detailnya, contoh perhitungan beban permanen jembatan akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Beban girder
Luas penampang = 0,589 m²
Total beban 4 girder = 4 × 0,589 m² × 30,6 m × 25 kN/m³ = 1802,3 kN
2. Beban diafragma
Panjang diafragma = 5,98 m
Luas penampang = 0,2 m × 1,076 m = 0,2152 m² Total beban diafragma = 5 × 0,2152 m² × 5,98 m ×
24 kN/m³ = 154,43 kN 3. Beban pelat lantai
Total panjang jembatan = 30,6 m
Luas penampang = 0,2 m × 6,58 m = 1,32 m²
Total beban pelat lantai = 1,32 m² × 30,6 m × 24 kN/m³ = 969,41 kN
4. Beban aspal
Total panjang jembatan = 30,6 m
Luas penampang = 0,1 m × 4,5 m = 0,45 m²
Total beban aspal = 0,45 m² × 30,6 m × 22 kN/m³= 302,94 kN
5. Beban trotoar
Total panjang jembatan = 30,6 m
Luas penampang = 0,24 m × 0,5 m = 0,12 m² Total beban trotoar = 2 (kiri dan kanan) × 0,12 m² ×
30,6 m × 24 kN/m³ = 176,26 kN
6. Beban kerb dan pagar pengaman
Luas penampang = 4 kN/m
Total beban kerb dan pagar pengaman = 2 (kiri dan kanan) ×
4 kN/m × 30,6 m = 244,8 kN
Berdasarkan perhitungan di atas, maka total beban permanen dapat disimpulkan sebagai berikut,
Beban girder = 1802,3 kN Beban diafragma = 154,43 kN Beban pelat lantai = 969,41 kN Beban aspal = 302,94 kN Beban trotoar = 176,26 kN Beban kerb dan pagar pengaman = 244,8 kN Total beban permanen = 3650,2 kN
3.2.2 Perhitungan Beban Lalu Lintas
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur “D”, beban truk “T”, dan beban pejalan kaki. Untuk lebih detailnya, contoh perhitungan beban lalu lintas akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Beban lajur (D)
a. Beban terbagi merata (UDL)
q = 8 + (0,5 + 15
30,6) = 9 kN/m²
UDL = 9 kN/m² × 30,6 m × 4,5 m = 1377 kN
q = 44 kN/m
KEL = 44 kN/m × 4,5 m = 220,5 kN 2. Beban truk (T)
Roda depan = 2 × 25 kN = 50 kN Roda tengah dan belakang = 4 × 100 kN = 400 kN Beban total 1 truk = 50 kN + 400 kN = 450 kN 3. Beban pejalan kaki di trotoar (TP)
q = 5 kN/m²
TP = 5 kN/m² × 2 (kiri dan kanan) × 30,6 m × 0,5 m = 153
kN
Berdasarkan perhitungan di atas, maka total beban lalu lintas dapat disimpulkan sebagai berikut,
Beban UDL = 1377 kN Beban KEL = 220,5 kN Beban T = 450 kN Beban TP = 153 kN Total beban lalu lintas = 2200,5 kN
1. Simulasi Numerik: analisis elemen hingga menggunakan software SAP2000 untuk analisis riwayat waktu non linear. Input beban adalah beban mati, beban hidup, dan 12 beban gempa yang diadopsi dari website Pacific Earthquake Engineering Research (PEER, 2015) dengan nilai Peak
Ground Acceleration (PGA) skala: 0,5g, 0,75g dan 1,0g
Tabel 3. 1 Parameter Data Gempa Bumi
Data gempa pada Tabel 3.1 untuk menghasilkan kinerja jembatan berdasarkan FEMA 356 (FEMA356, 2000). Sedangkan data percepatan tanah Indonesia yang diadopsi dari penelitian terdahulu (Reni Suryanita, Djauhari, & WIjaya, 2016) untuk menghasilkan respons struktur maksimum pada jembatan.
Untuk data percepatan tanah Indonesia diperoleh dari analisis respons spektrum gempa yang merupakan parameter koefisien gempa elastik (Csm) sebagai fungsi periode getar
struktur (T) yang digambarkan dalam suatu grafik respons spektrum di permukaan tanah. Parameter Csm bergantung pada
jenis tanah dan lokasi gempa. Dalam penelitian ini, dipilih 34 ibu kota provinsi di Indonesia dan 5 kota besar lainnya di Indonesia dengan 3 jenis tanah (tanah keras, sedang, dan lunak) sebagai perwakilan lokasi gempa yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Grafik respons spektrum di permukaan tanah untuk setiap jenis tanah dan lokasi gempa dapat ditentukan berdasarkan prosedur yang ditetapkan dalam (BSN, 2016). Dalam monograf ini ditampilkan perhitungan grafik respons spektrum di permukaan tanah untuk Kota Banda Aceh dengan jenis tanah keras, sedang, dan lunak adalah sebagai berikut:
1. Menentukan parameter respons spektrum percepatan puncak batuan dasar (PGA), respons spektrum percepatan gempa untuk periode pendek (Ss), dan respons spektrum percepatan gempa
untuk periode 1,0 detik (S1) berdasarkan peta gempa Indonesia
2010.
Untuk Kota Banda Aceh, diperoleh sebagai berikut. 𝑃𝐺𝐴 = 0,45𝑔 𝑆𝑠 = 1,35𝑔 𝑆1 = 0,55𝑔
2. Menentukan kelas situs berdasarkan jenis tanah. a. Kelas situs untuk tanah keras adalah SC. b. Kelas situs untuk tanah sedang adalah SD. c. Kelas situs untuk tanah lunak adalah SE.