• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL PADA ANAK DENGAN INTELLIGENCE QUOTIENT RATA-RATA DAN INTELLIGENCE QUOTIENT DI ATAS RATA-RATA DI SDN MANAHAN SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL PADA ANAK DENGAN INTELLIGENCE QUOTIENT RATA-RATA DAN INTELLIGENCE QUOTIENT DI ATAS RATA-RATA DI SDN MANAHAN SURAKARTA"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PERBEDAAN GANGGUAN PSIKOSOSIAL PADA ANAK DENGAN INTELLIGENCE QUOTIENT RATA-RATA DAN INTELLIGENCE

QUOTIENT DI ATAS RATA-RATA DI SDN MANAHAN SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Melisa Esti Wahyuni G0007209

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Perbedaan Gangguan Psikososial pada Anak dengan

Intelligence Quotient Rata-Rata dan Intelligence Quotient di Atas Rata-Rata

di SDN Manahan Surakarta

Melisa Esti W., G0007209, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Pada Hari Kamis, 21 Oktober 2010

Pembimbing Utama

Nama : Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K)

NIP : 19441226 197310 1 001 (...)

Pembimbing Pendamping

Nama : Endang Listyaningsih S., dr., M.Kes

NIP : 19640810 199802 2 001 (...)

Penguji Utama

Nama : Ganung Harsono, dr., Sp.A (K)

NIP : 140 087 353 (...)

Anggota Penguji

Nama : Widardo, Drs., M.Sc

NIP : 19631216 199003 1 002 (...) Surakarta, ... 2010

Ketua Tim Skripsi

Muthmainah, dr., M.Kes NIP: 19660702 199802 2 001

Dekan FK UNS

Prof. Dr. AA Subijanto, dr., MS NIP: 19481107 197310 1 003

(3)

commit to user iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 21 Oktober 2010

Melisa Esti W. NIM. G0007209

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iv

ABSTRAK

Melisa Esti W., G0007209, 2010. Perbedaan Gangguan Psikososial pada Anak

dengan Intelligence Quotient Rata dan Intelligence Quotient di Atas Rata-Rata di SDN Manahan Surakarta.

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Tujuan: Anak dengan IQ di atas rata-rata memiliki kemampuan lebih tinggi

untuk menerima, memahami, dan mengelola informasi. Kemampuan ini dapat membantu untuk mengurangi risiko terjadinya gangguan psikososial pada anak. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan Intelligence Quotient di atas rata-rata di SDN Manahan Surakarta.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, dengan

pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random stratifikasi proporsional. Berdasarkan hasil tes IQ siswa-siswi kelas 4 dan 5 di SDN Manahan Surakarta, diambil sampel masing-masing 30 orang per kelompok (kelompok anak dengan IQ rata-rata dan IQ di atas rata-rata). Kuesioner (Pediatric Symptom Checklist) diisi oleh orang tua dari siswa yang menjadi sampel penelitian. Data dianalisis dengan SPSS 17 for Windows.

Hasil: Rerata (mean) skor gangguan psikososial pada anak dengan IQ rata-rata

adalah 18,97, sedangkan pada anak dengan IQ di atas rata-rata adalah 14,97. Hasil uji t tidak berpasangan memperlihatkan probabilitas sebesar 0,161 (p > 0,05). Hal ini berarti nilai signifikansi perbedaan pada kedua kelompok adalah tidak bermakna.

Simpulan: Perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan IQ rata-rata dan IQ

di atas rata-rata adalah tidak bermakna.

(5)

commit to user v

ABSTRACT

Melisa Esti W., G0007209, 2010. Differences of Psychosocial Disorders between

Children with Average Intelligence Quotient and Above Average Intelligence Quotient in Manahan Surakarta State Primary School.

Faculty of Medicine, Sebelas Maret University.

Objective: Children with an above average IQ had a higher ability to accept,

understand, and manage information. This ability can help reducing the risk of psychosocial disorders in children. The aim of this research is to determine whether the differences of psychosocial disorders existed in children with average Intelligence Quotient and above average Intelligence Quotient in Manahan Surakarta state primary school.

Methods: This research is an analytical observational study with cross sectional

approach. Sample was collected by proportional stratification random technique. Based on the IQ test of 4th and 5th grade students in Manahan Surakarta state primary school, 30 samples were collected for each group (children with average and above average Intelligence Quotient). Questionnaires (Pediatric Symptom Checklist) were obtained by parents of the students who become research sample. Data were analyzed with SPSS 17 for Windows.

Results: Mean score of psychosocial disorders in the children with average IQ is

18,97, while in the children with above average IQ is 14,97. Result of unpaired t test showed the probability of 0,161 (p > 0,05). It means the significance value of the difference in the two groups was not significant.

Conclusion: The differences of psychosocial disorders between children with

average Intelligence Quotient and above average Intelligence Quotient was insignificant.

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vi

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Perbedaan Gangguan Psikososial pada Anak dengan Intelligence Quotient Rata-Rata dan Intelligence Quotient di Atas Rata-Rata di SDN Manahan Surakarta”.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan baik moril maupun materiil yang telah diberikan selama pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian ini kepada:

1. Prof. DR. AA Subijanto, dr., MS, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes selaku ketua tim skripsi beserta staf Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu bagi kelancaran penyusunan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K) selaku pembimbing utama yang telah berkenan meluangkan waktu untuk mengarahkan serta memberikan masukan kepada penulis.

4. Endang Listyaningsih S., dr., M.Kes selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan arahan, kritik dan saran demi sempurnanya penulisan skripsi ini.

5. Ganung Harsono, dr., Sp.A (K) selaku penguji utama yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan bagi penulis.

6. Widardo, Drs., M.Sc selaku anggota penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan bagi penulis.

7. Staf Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNS/RSUD. Dr. Moewardi Surakarta yang telah membantu penulis dalam memperlancar penyusunan skripsi.

8. Keluarga dan teman-teman penulis yang senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materiil kepada penulis.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu per satu yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis selama masa penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta menjadi sumbangan bagi ilmu kedokteran selanjutnya.

Surakarta, 21 Oktober 2010

(7)

commit to user vii

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Proses dan Periode Perkembangan ... 5

2. Inteligensi ... 6

3. Raven’s Progressive Matrices... 9

4. Gangguan Psikososial ... 13

5. Pediatric Symptom Checklist (PSC) ... 14

6. Hubungan Inteligensi dengan Gangguan Psikososial ... 14

B. Kerangka Pikiran ... 17

C. Hipotesis ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

A. Jenis Penelitian... 19 B. Lokasi Penelitian... 19 C. Subjek Penelitian ... 19 D. Teknik Sampling ... 19 E. Rancangan Penelitian ... 21 F. Variabel Penelitian... 22

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user viii

H. Instrumen Penelitian ... 23

I. Cara Kerja ... 23

J. Teknik Analisis Data ... 24

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 25

A. Hasil Penelitian ... 25

B. Analisis Data... 27

BAB V PEMBAHASAN ... 30

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 34

A. Simpulan... 34

B. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN

(9)

commit to user ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Norma IQ dalam WISC ... 9

Tabel 2. Kategorisasi Hasil Tes CPM dalam Persentil ... 12

Tabel 3. Statistik Skor PSC Masing-Masing Kelompok Sampel ... 26

Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji t Skor Gangguan Psikososial Kedua Kelompok

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh Soal Raven’s Progressive Matrices………. 10 Gambar 2. Histogram Frekuensi Skor Gangguan Psikososial pada Kelompok

Sampel dengan IQ Rata-Rata………..…. 26

Gambar 3. Histogram Frekuensi Skor Gangguan Psikososial pada Kelompok

(11)

commit to user xi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3

Data Primer Sampel Penelitian

Lembar Persetujuan (Informed Consent) Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 Output SPSS untuk Statistik dan Frekuensi Skor Gangguan

Psikososial

Lampiran 5 Output SPSS untuk explore Skor Gangguan Psikososial

Lampiran 6 Output SPSS untuk Uji Normalitas Sampel

Lampiran 7 Output SPSS untuk Uji Normalitas Setelah Transformasi Data

pada Kelompok Sampel dengan IQ di Atas Rata-Rata

Lampiran 8 Output SPSS untuk Uji t Tidak Berpasangan (Independent t-Test)

dan Uji Homogenitas Varians (Levene’s Test)

Lampiran 9 Output SPSS untuk Tabulasi Silang antara Status Gangguan

Psikososial dengan Kategori IQ

Lampiran 10 Lampiran 11

Surat Ijin Penelitian Ethical Clearance

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tiga ranah utama perkembangan manusia adalah perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan psikososial. Pertumbuhan tubuh dan otak, kapasitas sensoris, keterampilan motorik merupakan bagian dari perkembangan fisik. Perubahan dan stabilitas dalam kemampuan mental, perhatian, ingatan, bahasa, pemikiran, logika, dan kreativitas membentuk perkembangan kognitif. Perubahan dan stabilitas dalam emosi, kepribadian, dan hubungan sosial akan membentuk perkembangan psikososial (Papalia et al., 2008).

Perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial saling terkait satu sama lain. Sebagai contoh, kapasitas kognitif dan fisik memberikan kontribusi besar pada kepercayaan diri, mempengaruhi penerimaan sosial, dan pilihan pekerjaan (Papalia et al., 2008).

Perkembangan kognitif yang terjadi sepanjang masa anak-anak pertengahan, memampukan anak mengembangkan konsep diri mereka yang lebih kompleks, serta tumbuh dalam pemahaman emosional dan kontrol. Emosi seperti rasa sedih, gembira, dan takut merupakan reaksi subjektif pengalaman yang diasosiasikan dengan perubahan psikologis dan perilaku (Papalia et al., 2008).

(13)

commit to user

Kecerdasan merupakan kemampuan menyelesaikan masalah, beradaptasi, serta belajar dari pengalaman. Dalam perkembangan kognitif, kecerdasan anak dapat diukur dengan tes inteligensi, misalnya dengan Intelligence Quotient (IQ) Test. Istilah IQ masih digunakan untuk mendefinisikan suatu nilai dari tes kecerdasan yang telah distandardisasikan (Santrock, 2007).

IQ di atas rata-rata menunjukkan tingginya kemampuan seseorang untuk melakukan pertimbangan, perencanaan dan pemecahan masalah. Orang-orang dengan IQ di atas rata-rata juga lebih mudah untuk menerima, memahami, dan mengelola informasi yang didapat. Keterampilan pemrosesan informasi mereka yang superior dapat membantu dalam menghadapi kemalangan, melindungi diri, mengatur perilaku, dan belajar dari pengalaman (Papalia et al., 2008). Apabila kemampuan tersebut dimiliki oleh anak-anak, maka akan mendukung perkembangan psikososial mereka, serta mengurangi kemungkinan timbulnya gangguan psikososial.

Gangguan psikososial adalah penyakit mental yang disebabkan atau dipengaruhi oleh pengalaman hidup, serta gangguan proses kognitif dan perilaku (Ford-Martin, 2006). Gangguan psikososial pada anak dapat mempengaruhi perkembangan di usia selanjutnya. Aspek psikososial anak perlu mendapat perhatian khusus karena untuk tumbuh kembang anak yang optimal selain kesehatan fisik juga diperlukan kesehatan mental (Riza, dkk., 2007).

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Masalah psikososial merupakan contoh gangguan mental emosional yang kini sering dihadapi oleh masyarakat. Anak dan remaja yang berkunjung ke fasilitas kesehatan umum dengan gangguan tersebut mencapai 34,39 % (Hidayat, 2008). Survei kesehatan rumah tangga di Indonesia tahun 1995 menyebutkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada anak dan remaja usia 4 hingga 15 tahun adalah 104 per 1000 (Siswono, 2001). Gangguan tersebut bahkan dapat mengakibatkan terjadinya bunuh diri, seperti pada kasus depresi yang mulai banyak dialami oleh anak dan remaja (Hidayat, 2008). Sementara itu, saat ini pengetahuan mengenai intervensi terhadap gangguan psikososial masih terbatas (Maughan, 1997).

Aspek psikososial anak akan dilihat dalam penelitian ini. Anak dengan IQ rata-rata dan IQ di atas rata-rata dapat mengalami gangguan psikososial. Dalam penelitian ini juga dapat diketahui ada tidaknya keterkaitan tingkat Intelligence Quotient dengan kejadian gangguan psikososial, yaitu dengan cara meneliti perbedaan gangguan psikososial antara anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan Intelligence Quotient di atas rata-rata.

B. Perumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan Intelligence Quotient di atas rata-rata di SDN Manahan Surakarta.

(15)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan Intelligence Quotient di atas rata-rata di SDN Manahan Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Mengetahui perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan Intelligence Quotient di atas rata-rata.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran orang tua akan pentingnya perhatian terhadap perkembangan psikososial dan inteligensi anak.

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Proses dan Periode Perkembangan

a. Proses perkembangan

Pola perkembangan manusia dihasilkan dari hubungan beberapa proses yaitu proses biologis, kognitif, dan sosial-emosi. Proses biologis berkaitan dengan perkembangan fisik atau perubahan pada tubuh. Peran proses biologis dalam perkembangan antara lain perkembangan otak, gen yang diwariskan, pertambahan tinggi dan berat badan, keterampilan motorik, dan perubahan hormon saat puber (Santrock, 2007).

Perubahan dalam pikiran, inteligensi, dan bahasa menggambarkan proses kognitif. Sedangkan perubahan dalam hubungan seseorang dengan orang lain, perubahan emosi, dan kepribadian termasuk proses sosial-emosi yang berperan dalam perkembangan psikososial (Santrock, 2007; Papalia et al., 2008).

Ketiga proses saling berhubungan erat, misalnya kemajuan kognitif yang terkait dengan fisik dan emosional. Satu contoh yaitu kemampuan bicara bergantung pada perkembangan mulut dan otak. Seorang anak yang kesulitan mengekspresikan diri dengan kata juga bisa

(17)

commit to user

mempengaruhi popularitas dan harga diri akibat reaksi negatif dari teman-temannya (Papalia et al., 2008).

b. Periode perkembangan, dibagi menjadi:

1. Periode pralahir (prenatal period) dimulai saat pembuahan hingga kehamilan sekitar sembilan bulan.

2. Masa bayi dan batita, dari lahir hingga usia 3 tahun. 3. Masa anak-anak awal, usia 3 sampai 6 tahun.

4. Masa anak-anak tengah dan akhir, usia 6 hingga 11 tahun.

5. Masa remaja, merupakan peralihan perkembangan dari anak-anak menuju dewasa awal yaitu sekitar usia 11 hingga 20 tahun.

6. Masa dewasa awal, sekitar usia 20 sampai 40 tahun. 7. Masa dewasa tengah, usia 40 sampai 65 tahun. 8. Masa dewasa akhir, mulai 65 tahun dan seterusnya.

(Santrock, 2007; Papalia et al., 2008)

2. Inteligensi

Menurut Anita E. Woolfolk dalam Yusuf (2004), inteligensi merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungan.

Aspek-aspek inteligensi menurut Gardner dalam Yusuf (2004): a. Logical-mathematical: kemampuan mengamati pola-pola logis

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Linguistic: kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata, dan keragaman fungsi bahasa.

c. Musical: kemampuan menghasilkan dan mengapresiasikan ritme, nada, dan bentuk ekspresi musik.

d. Spatial: kemampuan persepsi ruang visual dan transformasi persepsi.

e. Bodily Kinesthetic: kemampuan mengontrol gerak tubuh dan menangani objek dengan terampil.

f. Interpersonal: kemampuan mengamati dan merespon suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain.

g. Intrapersonal: kemampuan memahami perasaan, kekuatan dan kelemahan, serta inteligensi diri sendiri.

Faktor yang mempengaruhi inteligensi antara lain genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan 48% dalam pembentukan IQ dan sisanya adalah faktor lingkungan. Beberapa ahli genetik menyatakan bahwa gen ibu berupa faktor kromosom x merupakan pembawa kecerdasan pada anak laki-laki maupun perempuan (Novita, 2006). Pengaruh genetik juga ditunjukkan dengan korelasi IQ dua saudara kembar setelur yang hidup serumah sebesar 86%; saudara kembar setelur tetapi tidak serumah adalah 76%; saudara tidak setelur tetapi serumah adalah 55%; dan jika serumah tetapi bukan saudara kandung sebesar 0% (Riyadi, 2009). Sedangkan pengaruh lingkungan terhadap kecerdasan antara lain kecukupan gizi yang 7

(19)

commit to user

baik semasa bayi, lancar tidaknya proses kelahiran, dan ada tidaknya stimulus yang tepat (Novita, 2006).

Inteligensi tidak dapat diamati langsung, melainkan disimpulkan dari tindakan nyata atau manifestasi dari proses berpikir rasional (Ardiansyah, 2002). Tes kecerdasan inteligensi yang sering digunakan untuk anak-anak adalah Stanford-Binet Intelligence Scale dan Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) (Papalia et al., 2008). WISC-IV digunakan untuk anak-anak usia 6 hingga 16 tahun. Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence-III (WPPSI-III) untuk anak-anak usia 4 hingga 6 ½ tahun (Santrock, 2007).

Tes Binet dapat mengukur mental age (MA) anak. Tingkat perkembangan mental ini kemudian dibandingkan dengan chronological age (CA) atau usia sejak kelahiran sehingga diperoleh nilai Intelligence Quotient. Tes dalam skala ini dikelompokkan menurut level usia, mulai dari usia 2 tahun hingga dewasa. Rumus yang digunakan yaitu:

IQ = MA x 100 CA

Skala Stanford-Binet berbeda dengan skala Wechsler yang menilai enam aspek verbal dan lima aspek non verbal. Aspek verbal meliputi informasi, pemahaman, hitungan, kesamaan, kosakata, dan rentang angka. Lima aspek non verbal yaitu kelengkapan gambar, susunan gambar, rancangan balok, perakitan objek, dan sandi (Azwar, 2008).

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 1. Norma IQ dalam WISC

Intelligence Quotient (IQ) Klasifikasi

≥ 130 120-129 110-119 90-109 80-89 70-79 ≤ 69 Superior Sangat pandai Pandai Rata-rata Lambat Sangat lambat Lemah mental (Azwar, 2008)

Nilai tes IQ yang diambil saat masa anak-anak pertengahan merupakan prediktor prestasi sekolah yang bagus dan hasilnya lebih dapat diandalkan daripada nilai tes IQ pada masa prasekolah. Hal ini juga mengacu kepada tahapan perkembangan kognitif berdasarkan pendekatan Piaget dalam Yusuf (2004), yaitu tahapan operasional kongkret saat masa anak-anak tengah (6-11 tahun). Pada masa tersebut, anak dapat berpikir lebih logis karena mereka mampu mengambil berbagai aspek situasi ke dalam pertimbangan (Papalia et al., 2008).

3. Raven’s Progressive Matrices

Contoh jenis tes IQ yang dapat diberikan secara klasikal adalah Progressive Matrices yang dirancang oleh J.C. Raven. Tes ini terutama berperan penting dalam penilaian inteligensi non verbal, khususnya pada 9

(21)

commit to user

aspek berpikir logis atau penalaran. Penalaran mengacu pada kapasitas pengolahan kognitif, yaitu kemampuan umum untuk memproses informasi, atau sebagai proses mental saat pemecahan masalah-masalah baru (Costa et al., 2004).

Pada setiap jenis tes ini, peserta diminta untuk mengidentifikasi segmen yang hilang untuk melengkapi pola yang lebih besar. Banyak item yang dibuat dalam bentuk matriks berukuran 3x3 atau 2x2, sehingga diberi nama matrices (Pradita, 2009). Contoh soal tes ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Contoh Soal Raven’s Progressive Matrices (Costa et al., 2004)

Dasar penyusunan progressive matrices oleh Raven adalah konsep inteligensi Spearman yang dikenal dengan two factor teory. Faktor umum disebut general factor atau faktor-g, sedangkan faktor spesifik dan hanya diungkap oleh tes tertentu disebut faktor-s. Definisi inteligensi menurut Spearman mengandung dua komponen kualitatif, yaitu eduksi relasi dan

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

eduksi korelasi. Eduksi relasi adalah kemampuan menemukan hubungan dasar di antara dua hal. Eduksi korelasi adalah kemampuan menerapkan hubungan dasar yang telah ditemukan dalam proses eduksi relasi sebelumnya ke dalam situasi baru (Azwar, 2008).

Psikometri Raven’s Progressive Matrices menurut Raven (2003), antara lain:

a. Reliabilitas tes dan tes ulang yang baik (antara 0,70 dan 0,90).

b. Validitas prediktif lebih rendah daripada tes kecerdasan verbal yang digunakan untuk kriteria akademik.

c. Validitas berupa indikator yang baik untuk faktor-g Spearman.

Menurut Raven dan Court dalam Pradita (2009), tiga bentuk matriks yang berbeda untuk peserta dengan kemampuan berbeda pula, yaitu: 1. Standard Progressive Matrices

Bentuk ini merupakan bentuk asli dari matrices. Bukletnya meliputi lima set (A-E) dan masing-masing terdiri dari 12 item. Tiap item dalam satu set semakin meningkat kesulitannya, sehingga membutuhkan kapasitas kognitif yang lebih besar untuk menganalisis dan mengkode informasi. Keseluruhan item disajikan dengan tinta hitam berlatar belakang putih (Pradita, 2009).

2. Coloured Progressive Matrices

Bentuk ini cocok digunakan dalam studi antropologis ataupun studi klinis (Azwar, 2008). Tes CPM dapat digunakan secara efektif dalam berbagai 11

(23)

commit to user

lintas budaya pada anak usia 5 hingga 11 tahun (Bass, 2000). Tes ini juga dapat diberikan pada orang-orang dengan kesulitan belajar, cacat jasmani, dan kapasitas intelektual di bawah normal (Azwar, 2008; Pradita, 2009).

CPM terdiri atas 2 set (A,B) masing-masing memiliki 12 item, serta terdapat sisipan 12 item (Ab). Sebagian besar item disajikan dengan latar belakang berwarna agar menstimulasi peserta secara visual. Latar belakang berwarna cerah juga membuat tes lebih menarik bagi anak-anak (Bass, 2000). Namun item paling akhir pada set B disajikan dalam warna hitam putih (Pradita, 2009).

Tabel 2. Kategorisasi Hasil Tes CPM dalam Persentil

Persentil Kategori 95 75-90 50 < 25 Cerdas Di atas rata-rata Rata-rata Di bawah rata-rata

3. Advanced Progressive Matrices

Bentuk matriks yang diperbaharui terdiri dari 48 item, disajikan dalam 12 satuan (set I), dan yang lain dalam 36 satuan (set II). Item-item disajikan secara hitam putih dengan latar belakang putih, serta tiap set dibuat menjadi semakin sulit. Bentuk ini tepat untuk remaja dan dewasa dengan tingkat kecerdasan di atas normal (Pradita, 2009).

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Gangguan Psikososial

Perkembangan psikososial terjadi akibat adanya perubahan dan stabilitas dalam emosi, kepribadian, dan hubungan sosial (Papalia et al., 2008). Psikososial merupakan hubungan yang dinamis dan saling mempengaruhi antara psikologis dan pengaruh sosial. Ketidakseimbangan antara kedua komponen tersebut akan menimbulkan gangguan psikososial (Riza, dkk., 2007).

Seorang anak dengan gangguan psikososial akan mengalami perubahan dan stabilitas dalam emosi, kepribadian, dan hubungan sosial. Perubahan tersebut dapat menimbulkan tingkah laku sosial seperti negativisme atau pembangkangan, agresi, berselisih, persaingan, tingkah laku berkuasa, dan mementingkan diri sendiri (Yusuf, 2004).

Perkembangan sosial anak-anak dipengaruhi oleh lingkungannya, seperti keluarga, sekolah, dan teman-temannya. Lingkungan keluarga yang berpengaruh antara lain keadaan sosial ekonomi, keutuhan keluarga, karakter orang tua, dan status anak. Keadaan sosial ekonomi yang dapat mencukupi kebutuhan dan keluarga harmonis akan menunjang perkembangan sosial anak. Status anak, misalnya anak tunggal, sulung, atau bungsu, juga menentukan perkembangan ini. Contohnya anak tunggal akan cenderung lebih egois (Gerungan, 2004). Sedangkan karakter orang tua dapat mempengaruhi sikap atau cara dalam pengasuhan. Sikap otoriter dalam mengasuh anak dapat menimbulkan pasivitas atau sikap menunggu, agresivitas, kecemasan, dan anak mudah putus asa. Sedangkan sikap 13

(25)

commit to user

penelantar menyebabkan anak menjadi kurang pengawasan. Sifat tidak taat mungkin bisa ditemukan pada anak yang diasuh dengan pola demokratis. Anak-anak juga bisa menjadi sangat bergantung pada orang tua karena adanya pola asuh permisif yang terlalu menuruti keinginan anak dan melindungi secara berlebihan (Gerungan, 2004; Nuraeni, 2006). Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya gangguan psikososial anak adalah interaksi orang tua dan anak. Perhatian orang tua kepada anak dapat berkurang akibat kesibukannya bekerja (Gerungan, 2004).

5. Pediatric Symptom Checklist (PSC)

Pediatric Symptom Checklist adalah sebuah kuesioner tentang emosi dan tingkah laku anak yang diisi oleh orang tua berdasarkan pemantauan terhadap fungsi psikososial anak. PSC berfungsi sebagai alat skrining gangguan psikososial. Hasil skor PSC 28 atau lebih pada anak usia 6 hingga 16 tahun mengindikasikan adanya gangguan psikososial dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut (Jellinek et al., 1999).

6. Hubungan Inteligensi dengan Gangguan Psikososial

Teori pembelajaran sosial Bandura menyebutkan bahwa proses kognitif terjadi saat seseorang mengamati model dan mempelajari perilakunya sehingga terbentuk pola perilaku baru (Papalia et al., 2008). Jadi perilaku seseorang tergantung pada cara berpikir dan mempersepsi lingkungannya (Mustafa, 2010).

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selain perilaku, inteligensi juga mempengaruhi perkembangan kepribadian. Individu dengan inteligensi rendah akan mengalami hambatan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan (Yusuf, 2004).

Keadaan psikologis yang tidak menyenangkan dapat timbul jika terdapat ketidakseimbangan kognisi (Sarwono, 2004). Contoh hubungan inteligensi dan psikologis anak dapat ditemukan pada anak tangguh. Anak tangguh adalah mereka yang mampu mempertahankan ketenangan saat menghadapi tantangan atau ancaman, atau mampu bangkit kembali setelah menghadapi peristiwa traumatik. Anak yang tangguh cenderung memiliki IQ tinggi dan dapat memecahkan masalah dengan baik (Papalia et al., 2008).

Namun ada perbedaan terhadap individu gifted yang memiliki keistimewaan kemampuan, misalnya dalam intelektual, bakat akademik khusus, berpikir kreatif dan produktif, kemampuan kepemimpinan, seni visual dan peragaan, serta kemampuan psikomotor. Identifikasi individu gifted mempunyai konsep yang lebih luas, tidak hanya dari segi IQ melainkan juga superioritas performansi di bidang-bidang kecakapan khusus antara lain musik, seni, kepemimpinan, atau sosial (Azwar, 2008). Karakteristik perilaku dan personalitas anak-anak gifted justru dapat menimbulkan berbagai masalah seperti tidak sabar, perfeksionis, tidak suka diganggu, tidak toleransi, tampak hiperaktif, menolak masukan orang tua atau teman, sensitif terhadap kritik, depresi akibat harapan tinggi pada diri sendiri dan orang lain, dan frustasi jika kekurangan waktu untuk melakukan 15

(27)

commit to user

minatnya (Tiel, dkk., 2007). Kesulitan dalam bersosialisasi juga sering dialami oleh anak-anak berbakat (Zikrayati, 2009).

Teori psikososial Erikson juga menunjukkan kaitan inteligensi dan psikososial anak. Hubungan keduanya lebih tampak saat anak usia sekolah dasar. Pada usia tersebut, anak-anak mengarahkan energi menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. Mereka bisa merasa rendah diri jika tidak mampu menyelesaikan tugas atau menghasilkan sesuatu. Tahapan perkembangan pada masa anak-anak pertengahan ini disebut sebagai kerja keras versus rasa inferior (Santrock, 2007).

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

1. Garis utuh (───) : variabel diteliti

2. Garis putus-putus (---) : variabel tidak diteliti

Lingkungan dan Intelligence Quotient dapat berpengaruh terhadap terjadinya gangguan psikososial. Sekolah, keluarga, masyarakat merupakan

Lingkungan Gangguan

Psikososial

Intelligence Quotient

Sekolah Keluarga Masyarakat

Karakter orang tua

Tingkat pendidikan orang tua Sosial ekonomi keluarga Keutuhan keluarga Status anak

Interaksi orang tua dan anak Genetik Lingkungan, antara lain: - Gizi - Riwayat perinatal - Stimulasi 17

(29)

commit to user

bagian dari lingkungan yang turut memberikan dampak terhadap timbulnya gangguan tersebut. Beberapa faktor dari keluarga yang mempengaruhi gangguan psikososial, yaitu karakter orang tua, tingkat pendidikan orang tua, sosial ekonomi keluarga, keutuhan keluarga, status anak, serta interaksi orang tua dan anak. Dalam penelitian ini faktor lingkungan merupakan variabel yang tidak diteliti. Sedangkan variabel yang diteliti adalah Intelligence Quotient. Namun, faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi IQ tidak diteliti.

C. Hipotesis

Ada perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan Intelligence Quotient di atas rata-rata.

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

B. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Manahan Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah anak-anak di SDN Manahan Surakarta yang duduk di kelas 4 dan 5. Sampel penelitian diambil dari populasi yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu siswa yang telah mendapat persetujuan dari orang tua untuk mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi yaitu siswa yang memiliki cacat fisik, serta anak-anak yang memiliki inteligensi superior dengan hasil tes IQ lebih dari persentil 95.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik random stratifikasi proporsional. Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 30 subjek

(31)

commit to user

penelitian, sesuai dengan analisis bivariat (rule of thumb) yang digunakan dalam penelitian (Murti, 2010). Dalam penelitian ini diambil 30 subjek yang memiliki IQ rata-rata, dan 30 subjek dengan IQ di atas rata-rata.

Sebelum pengambilan sampel, terlebih dahulu dilaksanakan tes IQ yang bekerja sama dengan salah satu yayasan psikologi di Surakarta. Tes ini diikuti oleh 167 siswa-siswi kelas 4 dan 5. Kemudian didapatkan 53 anak dengan hasil tes IQ rata-rata dan 60 anak dengan hasil tes IQ di atas rata-rata. Dalam pengambilan sampel, masing-masing kelompok dipilih 30 anak secara random.

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user E. Rancangan Penelitian Random Random Populasi IQ di atas rata rata Uji t Sampel anak dengan IQ di atas rata-rata Kuesioner PSC Tes IQ

(Coloured Progressive Matrices Test)

Skor PSC Terganggu Tidak terganggu IQ rata rata Sampel anak dengan IQ rata-rata Kuesioner PSC Skor PSC Terganggu Tidak terganggu Data hasil tes IQ 21

(33)

commit to user

F. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Intelligence Quotient 2. Variabel terikat : Gangguan psikososial 3. Variabel luar :

a. Lingkungan sekolah b. Lingkungan masyarakat

c. Lingkungan keluarga (antara lain interaksi orang tua dan anak, karakter orang tua, tingkat pendidikan orang tua, sosial ekonomi keluarga, keutuhan keluarga, dan status anak)

G. Definisi Operasional Variabel

1. Intelligence Quotient: dibagi menjadi dua kelompok yaitu siswa-siswi kelas 4-5 di SDN Manahan yang memiliki IQ rata-rata dengan hasil tes pada persentil 50, serta IQ di atas rata-rata dengan hasil tes pada persentil 75-90. Jenis tes yang digunakan adalah Coloured Progressive Matrices.

Skala: Nominal

2. Gangguan psikososial: adalah ketidakseimbangan kondisi psikis dan sosial pada anak. Ada atau tidaknya gangguan dapat dideteksi menggunakan skor PSC. Tiap jawaban memiliki skor berbeda, yaitu skor 0 untuk jawaban ”tidak pernah”, skor 1 untuk jawaban ”jarang”, skor 2 untuk jawaban ”sering”. Jumlah skor 28 atau lebih tinggi menunjukkan adanya indikasi gangguan psikososial. Dalam penelitian ini akan dianalisis rerata (mean) dari skor PSC.

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user Skala: Interval

H. Instrumen Penelitian

1. Peralatan tes Coloured Progressive Matrices (CPM), terdiri dari buku berisi soal dan lembar jawab. Pena atau pensil milik masing-masing siswa digunakan sebagai alat tulis.

2. Data hasil tes IQ menggunakan CPM.

3. Kuesioner: merupakan data-data yang berhubungan dengan variabel penelitian. Kuesioner ini berisi Pediatric Symptom Checklist (PSC). Kuesioner diisi oleh orang tua dari siswa yang menjadi sampel penelitian.

I. Cara Kerja

Penelitian dilakukan di SDN Manahan Surakarta. Tes IQ dilakukan terlebih dahulu, yaitu bekerja sama dengan salah satu yayasan psikologi di Surakarta dan menggunakan jenis tes Coloured Progressive Matrices. Salah satu data yang digunakan adalah hasil tes IQ siswa-siswi kelas 4 dan 5. Hasil tersebut diklasifikasikan berdasarkan kategorisasi dalam persentil. Sampel yang digunakan hanya anak-anak dengan hasil tes IQ pada persentil 50 dan 75-90. Selanjutnya sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan kelompok anak dengan Intelligence Quotient di atas rata-rata.

Para siswa yang menjadi sampel penelitian akan dibagikan kuesioner. Kemudian kuesioner diisi oleh orang tua di rumah masing-masing. Derajat 23

(35)

commit to user

gangguan psikososial pada kedua kelompok dinilai berdasarkan hasil skor PSC yang diperoleh dari pengisian kuesioner. Hasil skor PSC akan dianalisis dengan uji t, kemudian diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17 for Windows.

J. Teknik Analisis Data

Kelompok anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan kelompok anak dengan Intelligence Quotient di atas rata-rata akan dilakukan klasifikasi derajat gangguan psikososial berdasarkan hasil skor PSC. Kelompok sampel dengan skor 28 atau lebih termasuk dalam anak-anak dengan adanya indikasi gangguan psikososial. Hasil skor PSC kedua kelompok sampel akan dianalisis secara statistik.

Uji t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bermakna antara gangguan psikososial pada anak dengan Intelligence Quotient rata-rata dan anak dengan Intelligence Quotient di atas rata-rata. Dalam uji t ini, dibandingkan rerata (mean) skor gangguan psikososial antara 2 kelompok tersebut. Kemudian data diolah dengan SPSS 17 for Windows untuk mengetahui perbedaan 2 kelompok bermakna, tidak bermakna, atau tidak ada beda.

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil tes Intelligence Quotient (IQ) 167 responden, didapatkan 53 anak dengan hasil tes pada persentil 50 (IQ rata) dan 60 anak dengan hasil tes pada persentil 75-90 (IQ di atas rata-rata). Dengan demikian populasi penelitian ini sebanyak 113 anak. Sesuai dengan rule of thumb, maka masing-masing kelompok diambil 30 sampel secara random sebagai subjek penelitian. Jumlah keseluruhan sampel adalah 60 anak, yang terdiri dari 30 anak dengan IQ rata-rata dan 30 anak dengan IQ di atas rata-rata.

Data penelitian dilengkapi dengan pengisian kuesioner dan penilaian skor gangguan psikososial. Skor gangguan psikososial didapat dengan melakukan penilaian atas kuesioner yang diisi oleh orang tua sampel. Kuesioner yang digunakan adalah Pediatric Symptom Checklist (PSC). Sampel dinyatakan mengalami gangguan psikososial apabila memiliki skor 28 atau lebih.

Semua data skor gangguan psikososial sampel lengkap dan tidak ada data yang hilang (missing). Rerata (mean) skor gangguan psikososial dari 60 anak adalah 16,97. Statistik untuk masing-masing kelompok sampel ditunjukkan oleh tabel berikut:

(37)

commit to user

Tabel 3. Statistik Skor PSC Masing-Masing Kelompok Sampel*

Kategori IQ

Jumlah Rerata Standar Deviasi Nilai maksimum Nilai minimum IQ rata-rata 30 18,97 11,886 48 2 IQ di atas rata-rata 30 14,97 9,814 39 3

*) tabel output SPSS statistik skor PSC masing-masing kelompok dapat dilihat pada lampiran 5

Pada tabel di atas terlihat rerata skor gangguan psikososial atau skor PSC kelompok anak IQ rata-rata adalah 18,97 dengan standar deviasi 11,886. Sedangkan rerata pada kelompok anak IQ di atas rata-rata adalah 14,97 dengan standar deviasi sebesar 9,814. Frekuensi skor gangguan psikososial dapat dilihat pada lampiran 4, atau digambarkan dalam bentuk histogram (Gambar 2 dan 3). Pada histogram tampak bahwa nilai minimum skor PSC kelompok anak IQ rata-rata adalah 2 dan nilai maksimumnya 48. Sedangkan kelompok anak IQ di atas rata-rata memiliki nilai minimum skor PSC sebesar 3 dan nilai maksimumnya 39.

Gambar 2. Histogram Frekuensi Skor Gangguan Psikososial pada Kelompok Sampel dengan IQ Rata-Rata

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 3. Histogram Frekuensi Skor Gangguan Psikososial pada Kelompok

Sampel dengan IQ di Atas Rata-Rata

B. Analisis Data

Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis yang dipakai tergantung dari normal tidaknya distribusi data (Dahlan, 2009). Apabila distribusi data tidak normal, penyajian data menggunakan median dan minimum-maksimum, serta uji non parametrik. Sedangkan distribusi data normal, penyajian data dapat menggunakan mean dan standar deviasi, serta uji hipotesis berupa uji parametrik. Uji t tidak berpasangan adalah uji parametrik yang digunakan dalam penelitian ini dan mempunyai salah satu syarat yaitu data berdistribusi normal.

Distribusi data untuk kelompok dengan sampel kecil (≤ 50), dapat dinilai dengan uji normalitas yaitu uji Shapiro-Wilk (Dahlan, 2009). Penilaian distribusi data ini dilakukan secara analitis. Tingkat signifikansi untuk kelompok IQ rata-rata adalah 0,250 (lampiran 6). Nilai tersebut menunjukkan p > 0,05, maka dapat dikatakan kelompok IQ rata-rata memiliki distribusi 27

(39)

commit to user

normal. Tabel pada lampiran 6 juga memperlihatkan kelompok IQ di atas rata-rata mempunyai tingkat signifikansi 0,014 atau p < 0,05. Nilai ini menunjukkan distribusi data tidak normal. Namun setelah dilakukan transformasi data (lampiran 7), tingkat signifikansi menjadi 0,360. Dengan demikian kelompok IQ di atas rata-rata mempunyai data hasil transformasi yang berdistribusi normal.

Selanjutnya perlu dilakukan uji homogenitas varians untuk melihat sifat kehomogenan antar sampel. Tabel pada lampiran 8 menampilkan hasil uji homogenitas varians dengan uji Levene. Nilai signifikansi dengan uji Levene adalah 0,234, yang berarti p > 0,05. Apabila p > 0,05, maka kedua kelompok memiliki varians data sama.

Setelah dilakukan analisis normalitas data dan homogenitas varians, selanjutnya dapat dilakukan uji hipotesis dengan uji t.

Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji t Skor Gangguan Psikososial Kedua Kelompok

Sampel *

Uji t untuk kesetaraan mean T hitung kemaknaan Mean

difference Skor

gangguan psikososial

Diasumsi varian sama 1,421 0,161 4,000 Diasumsi varian tidak

sama

1,421 0,161 4,000

*) tabel output SPSS untuk uji t dapat dilihat pada lampiran 8

Mean masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel 3, yaitu 18,97 untuk kelompok IQ rata-rata dan 14,97 untuk kelompok IQ di atas rata-rata.

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan mean dimana skor gangguan psikososial anak dengan IQ rata-rata lebih tinggi daripada IQ di atas rata-rata. Demikian pula tampak pada tabel 4 kolom mean difference, yang menyatakan beda rata-rata skor gangguan psikososial kedua kelompok sampel adalah 4,000. Berdasarkan uji Levene didapatkan bahwa varians kedua kelompok adalah sama. Oleh karena itu, untuk membandingkan rerata kelompok sampel dengan uji t (t-test for equality of means) digunakan hasil pada kolom equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama). Tabel 4 pada kolom equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama) menampilkan besar t hitung adalah 1,421 dengan probabilitas 0,161. Probabilitas > 0,05 menunjukkan perbedaan rerata skor gangguan psikososial yang tidak bermakna antara anak dengan IQ rata-rata dan IQ di atas rata-rata.

(41)

commit to user

BAB V

PEMBAHASAN

Gangguan psikososial erat kaitannya dengan skor gangguan psikososial yang didapat dari pengisian kuesioner Pediatric Symptom Checklist. Skor lebih dari atau sama dengan 28 mengindikasikan adanya gangguan psikososial. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dilakukan analisis statistik terhadap skor gangguan psikososial untuk mengetahui perbedaan gangguan psikososial pada anak dengan IQ rata-rata dan di atas rata-rata.

Tabulasi silang pada lampiran 9 memperlihatkan bahwa 7 dari 30 sampel pada kelompok anak dengan IQ rata-rata mengalami gangguan psikososial, sedangkan 4 dari 30 sampel pada kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata mengalami gangguan psikososial. Perbedaan proporsi kasar tersebut menunjukkan bahwa kelompok anak dengan IQ rata-rata lebih banyak mengalami gangguan psikososial daripada kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata. Namun proporsi kasar tersebut belum bisa mengungkap signifikansi atau kemaknaan dari perbedaan kedua kelompok.

Dalam penelitian ini juga dibandingkan rerata skor gangguan psikososial masing-masing kelompok, yaitu 18,97 untuk kelompok anak dengan IQ rata-rata dan 14,97 untuk kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata. Kedua nilai tersebut menunjukkan adanya perbedaan rerata kedua kelompok sampel sebesar 4,000, dimana rerata skor gangguan psikososial pada anak IQ rata-rata lebih tinggi

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

daripada kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata. Namun untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak, maka perlu dilakukan uji signifikansi perbedaan rerata dengan uji t. Nilai signifikansi dari hasil uji t adalah 0,161 (lampiran 8). Hal ini berarti perbedaan rerata kedua kelompok tidak bermakna.

Kemungkinan terjadinya kesalahan dalam uji statistik parametrik telah diantisipasi dengan melakukan uji normalitas data dan uji homogenitas varians. Hasil dari kedua uji tersebut adalah distribusi data yang normal dan varians data kedua kelompok sama. Dengan demikian syarat uji t telah dipenuhi, sehingga hasil analisis uji t dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan hasil analisis uji t, kedua kelompok sampel memiliki perbedaan rerata skor gangguan psikososial yang tidak bermakna. Meskipun kelompok anak dengan IQ rata-rata memiliki mean skor gangguan psikososial lebih tinggi daripada kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata, namun nilai signifikansi perbedaan tersebut tidak bermakna. Hal ini berarti hipotesis penelitian, yang menyebutkan adanya perbedaan gangguan psikososial pada kedua kelompok, belum dapat dibuktikan secara statistik.

Psikososial merupakan hubungan yang dinamis dan saling mempengaruhi antara psikologis dan pengaruh sosial. Ketidakseimbangan antara kedua komponen tersebut akan menimbulkan gangguan psikososial (Riza, dkk., 2007).

Masing-masing komponen, baik psikologis maupun sosial, memiliki faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan psikososial. Sebagai contoh, keadaan psikologis yang tidak menyenangkan dapat timbul jika terdapat 31

(43)

commit to user

ketidakseimbangan kognisi (Sarwono, 2004). Selain itu, individu dengan inteligensi rendah akan mengalami hambatan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan (Yusuf, 2004). Sedangkan perkembangan sosial anak-anak lebih dipengaruhi oleh lingkungannya.

Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, antara lain keluarga, sekolah dan teman-temannya, serta masyarakat. Faktor keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomi, keutuhan keluarga, karakter orang tua, dan status anak. Keluarga harmonis dan kebutuhan ekonomi yang tercukupi dapat menunjang perkembangan sosial anak. Status anak juga berpengaruh terhadap perkembangan, contohnya anak tunggal yang cenderung lebih egois. Sedangkan karakter orang tua akan menentukan sikap atau cara pengasuhan anak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni (2006) disebutkan bahwa anak dapat menjadi mudah putus asa dan cemas akibat sikap otoriter orang tua. Gangguan psikososial anak juga bisa terjadi kerena kurangnya interaksi anak dengan orang tuanya yang sibuk bekerja (Gerungan, 2004).

Pembelajaran mengenai psikososial anak, ternyata tidak hanya dari sisi psikologis yang dapat dipengaruhi oleh inteligensi, namun juga perlu diperhatikan dari perkembangan sosial yang sangat dipengaruhi lingkungan. Dalam penelitian ini hanya mengikutsertakan IQ sebagai variabel bebas yang diteliti. Sedangkan lingkungan sebagai variabel luar yang mempengaruhi psikososial, belum diikutsertakan dalam penelitian. Hal inilah yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian, dimana terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara kelompok anak dengan IQ rata-rata dan kelompok anak dengan IQ di atas rata-rata. Oleh karena

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

itu, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui pengaruh lingkungan sebagai variabel luar terhadap gangguan psikososial anak.

Selain dipengaruhi variabel luar, hasil penelitian juga dapat dipengaruhi oleh proses pengisian kuesioner. Pengisian kuesioner dilakukan tanpa wawancara dan orang tua siswa mengisi kuesioner di rumah masing-masing. Oleh sebab itu, peneliti tidak dapat mengawasi proses pengisian kuesioner dan ada kemungkinan isi kuesioner belum dipahami oleh para orang tua. Hal ini berbeda dengan penyelenggaraan tes IQ yang telah diawasi oleh dua orang observer, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan menyontek antar siswa. Selain itu, tes IQ dilaksanakan pagi hari agar para siswa lebih dapat berkonsentrasi saat mengerjakan soal-soal.

(45)

commit to user

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Rerata (mean) skor gangguan psikososial pada anak dengan IQ rata-rata lebih tinggi daripada anak dengan IQ di atas rata-rata. Mean skor gangguan psikososial pada anak dengan IQ rata-rata adalah 18,97 dengan standar deviasi sebesar 11,886. Sedangkan pada anak dengan IQ di atas rata-rata memiliki mean 14,97 dan standar deviasi sebesar 9,814.

2. Terdapat perbedaan nilai rerata (mean) antara gangguan psikososial pada anak dengan IQ rata-rata dan anak dengan IQ di atas rata-rata di SDN Manahan Surakarta, tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna (p > 0,05).

B. Saran

1. Perlu penelitian lanjutan dengan pengendalian variabel luar yang dapat mempengaruhi gangguan psikososial, antara lain lingkungan keluarga, sekolah, teman-teman, ataupun masyarakat. Salah satu cara pengendalian variabel luar adalah menentukan kriteria inklusi dan eksklusi yang sesuai agar diperoleh sampel yang lebih homogen.

2. Perlu penelitian lanjutan dengan menggunakan metode yang lebih baik, misalnya pengisian kuesioner dengan wawancara.

(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Orang tua diharapkan dapat lebih memperhatikan perkembangan anak, seperti kemampuan kognitif, kondisi psikologis, maupun lingkungan sosial yang mempengaruhi perkembangan anak.

Gambar

Tabel 1.   Norma IQ dalam WISC ...................................................................
Gambar 1.   Contoh Soal Raven’s Progressive Matrices…………………….    10                 Gambar 2
Gambar 1. Contoh Soal Raven’s Progressive Matrices (Costa et al., 2004)  Dasar penyusunan progressive matrices oleh Raven adalah konsep  inteligensi  Spearman  yang  dikenal  dengan  two  factor  teory
Tabel 2. Kategorisasi Hasil Tes CPM dalam Persentil  Persentil  Kategori  95  75-90  50  &lt; 25  Cerdas  Di atas rata-rata Rata-rata  Di bawah rata-rata
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) penguasaan kompetensi keterampilan dasar mengajar mahasiswa pada tingkat sedang sebanyak 17 %, pada tingkat baik sebanyak 62

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Hasil penelitihan ini tidak sama dengan penelitihan Hamzah dkk (2012) yang mendapatkan hasil bahwa pengeluaran sektor pendidkan berpengaruh negatif dan signifikan

Nama Paket Pekerjaan : Peningkatan Jalan Dusun II Desa Beji Mulyo Dengan Aspal

[r]

Berdasarkan analisis parameter material timbunan, maka tidak perlu dilakukan stabilisasi karena sesuai persyaratan timbunan [2], sehingga sudah cukup bagus digunakan sebagai tanah

Sifat- sifat ini hendaknya jelas sehingga tidak ada keraguan yang akan mengakibatkan perselisihan nantiantarapembeli kedua belah pihak (sipenjual dan

Pada tahun 2006 Kaskus berubah domain menjadi Kaskus.us karena pada tahuntersebut situs situs besar dunia termasuk di Indonesia terkena virus brontok.. Sebenarnya domain .us