• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berkhas Kliping April 2008 Agraria-April 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Berkhas Kliping April 2008 Agraria-April 2008"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

VOLUME VI APRIL 2008

(2)

Berkhas merupakan salah satu media Akatiga yang menyajikan kumpulan berita dari berbagai macam surat kabar, majalah, serta sumber berita lainnya. Jika pada awal penerbitannya kliping yang ditampilkan di Berkhas dilakukan secara konvensional, maka saat ini kliping dilakukan secara elektronik, yaitu dengan men-download berita dari situs-situs suratkabar, majalah, serta situs-situs berita lainnya.

Bertujuan untuk menginformasikan isu aktual yang beredar di Indonesia, Berkhas diharapkan dapat memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam pencarian data atas isu-isu tertentu. Berkhas yang diterbitkan sebulan sekali ini setiap penerbitannya terdiri dari isu Agraria, Buruh, dan Usaha Kecil.

(3)

D a f t a r I si

Pemerintah Tak Ekspor Beras --- 1

Daulat Pangan --- 2

Petani Cirebon Terjerat, Petani Papua Menikmati --- 4

Berbahaya Bagi Pengadaan Beras di Jabar --- 5

Pengadaan Pangan di Jabar Naik --- 6

Panen Raya, Harga Beras Tinggi --- 8

Ekspor Beras, Baru Bisa Dilakukan 2009 --- 11

Jago Impor Mau Ekspor Beras --- 12

Aksi Mogok Petani Sudah 20 Hari --- 13

Harga Beras Tinggi Jadi Bom Waktu --- 15

Petani Simpan Gabah --- 17

Petani Sangat Dirugikan --- 19

Reforma Agraria untuk Perangi Kemiskinan --- 21

Harga dan Ketersediaan Beras di Cirebon Stabil --- 22

Petani Percepat Tanam --- 23

Irigasi Komering Ditingkatkan --- 24

Jangan Tunda Kenaikan HPP Gabah --- 25

Hasil Panen Hendak Dijual ke Mana? --- 27

Petani Siap Berutang karena Gagal Panen --- 28

Petani Ubi Kayu Dapat Kredit Rp 11 Miliar --- 29

Petani Tebu Sayangkan Sikap Pemerintah --- 30

Pupuk Bersubsidi Kembali Langka di Sumut --- 31

Ribuan Ha Padi di Jambi Puso --- 32

Cermati Penyelundupan Beras --- 33

3.900 Ha Padi Kalsel Terendam --- 35

Petani Keluhkan Hama Keong Mas --- 36

Jangan Gegabah Ekspor Beras --- 37

Pemerintah Evaluasi HPP Beras--- 38

Pengadaan Beras Bulog Sempat Tersendat --- 40

Libatkan Pemda Kelola Stok Beras --- 41

Wapres Jusuf Kalla: Indonesia Tak Akan Kesulitan Pangan --- 42

(4)

Mewaspadai Ketidakadilan Harga Beras --- 46

Petani Bisa Menggadaikan Hasil Panen --- 48

Masalah Pangan Makin Pelik --- 49

Kapitalisasi Pertanian Padi --- 50

Ketahanan Pangan Rapuh--- 53

Ketahanan Pangan, Pelajaran pada Awal Abad XXI --- 56

Cukupkah Lahan Pertanian Kita? --- 58

Produk Petani di Sungai Belida Naik --- 60

Kartu Ajaib Ubah Nasib Petani --- 61

Statistik, Cadangan dan Ekspor Beras --- 64

Petani Butuh Lindungan --- 66

Harga Gabah dari Petani Mulai Terdongkrak Naik --- 67

Krisis Pangan Bisa Picu Bom Waktu --- 68

Petani Berhadapan dengan Kekuasaan --- 70

Pemerintah Segera Keluarkan Peraturan Ekspor Beras --- 73

Terserang Tikus, Petani Gagal Panen --- 74

Harga Pangan tak Terkendali --- 75

Kelangkaan Pupuk di Sumut --- 77

Bulog Sumut Hentikan Distribusi Raskin--- 79

Ekspor Beras Harus Ijin --- 80

Padi Melimpah, Harga Turun --- 82

Menyiasati krisis pangan dunia --- 83

Bulog Belum Berpikir Ekspor Beras --- 85

Filipina Alokasikan Satu Miliar Dolar AS Untuk Beras --- 86

Jangan Ekspor Beras --- 87

Petani Mengeluh Harga Beras Rendah --- 89

Kuasa Modal dan Reforma Agraria --- 90

Petani Teh Harapkan Tambahan Pupuk --- 92

Jangan Ekspor Beras, meski Stok Aman --- 93

Naikkan Harga Gabah --- 94

Ketika Petani Tak Merasakan Manisnya Hasil Panen --- 96

Presiden Janji Naikkan HPP --- 97

Diharapkan, Tapanuli Segera Surplus Beras --- 99

(5)

Ekspor Beras dan Harga Pembelian Pemerintah ---100

Kenaikan HPP di Atas Inflasi ---104

Petani Deklarasikan Nagari Organik ---106

Petani Nikmati Harga Gabah ---107

Petani Damar Keluhkan Dominasi Pedagang Besar ---109

Penyerapan Beras Turun Drastis ---110

Bulog Waspadai Praktik Penyelundupan ---112

Bulog Sulit Dapatkan Beras Petani ---114

Dilema Harga Beras ---116

Kenaikan HPP Tidak Naikkan Daya Beli Petani ---119

HPP Gabah dan Beras Naik ---121

HKTI Tolak HPP Baru ---122

Kebijakan Harga Gabah ---124

Panen Bawang di Brebes, Harga Anjlok ---125

Harga Beras Pecahkan Rekor Baru ---126

Momentum Kebangkitan Pertanian Indonesia? ---128

Petani Pun Terjerat Harga Pangan ---132

Petani Bergulat Sendiri ---133

Harga Beras Masih Normal ---135

Para Petani Karawang Mencoba Pola Tabela ---136

Petani Indramayu Belum Menikmati Harga Baru ---137

Petani Merusak Lahan Perkebunan Sawit ---139

Kelangkaan Pupuk Masih Berlanjut ---140

HPP Naik, Bulog Tetap Tidak Bisa Beli Beras ---141

Irigasi Rusak, Sawah Sulit Air ---142

Petani Dibebani Ongkos Karung ---144

Petani Pantura Jateng Kekurangan Urea---145

Wapres : Belum Saatnya Sulsel Ekspor Beras ---146

Wapres Jusuf Kalla Janjikan Petani Lebih Diperhatikan ---147

(6)

Jurnal Nasional Selasa, 01 April 2008

Ekonom i | Jakart a | Selasa, 01 Apr 2008 21: 01: 45 WI B

Pe m e r int a h Ta k Ek spor Be r a s

PEMERINTAH tidak mengekspor beras tahun ini. Ekspor akan dilakukan tahun depan dengan syarat cadangan beras nasional sudah melebihi 3 juta ton.

"Tahun ini kita memperkuat stok dulu," kata Menteri Pertanian Anton Apriyantono sebelum mengikuti rapat tentang ketahanan pangan di Kantor Kepresidenan, Selasa (1/4).

Menteri Pertanian mengatakan, ekspor dapat dilakukan jika stok beras pada Badan Urusan Logistik (Bulog) melebihi 3 juta ton. "Itu aturan yang kami buat. Jadi tidak menutup 100 persen, hanya saja perkuat dulu stok dalam negeri."

Anton mengatakan Bulog harus menyerap produksi beras dalam negeri sebesar-besarnya. "Dan hanya Bulog yang diizinkan untuk melakukan ekspor," ucapnya.

Direktur Utama Bulog Mustafa Abubakar mengatakan, stok beras saat ini di atas 1,25 juta ton. Sedangkan, akhir tahun lalu stok beras Bulog 1,6 juta ton. "Saat ini ketahanan stok beras bisa hingga 3-4 bulan ke depan," kata Mustafa.

Menurut Mustafa, jika nanti ekspor dilakukan, maka dua syarat harus dipenuhi. Pertama, stok beras di Bulog minimal 3 juta ton. Kedua, neraca beras harus surplus dimana kebutuhan rakyat per bulan 2,6 juta ton.

Mengenai kemungkinan surplus atau tidak, Mustafa belum dapat memastikan karena ketidakpastian pertanian yang sangat tergantung dengan cuaca.

Mustafa menyatakan, penyerapan beras Bulog saat ini lancar. "Sekarang sudah sekitar 340 ribu ton per hari ini. Dan itu saya kira termasuk lancar dan bagus, terutama Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Barat," ujarnya.

Dia memperkirakan, petani dapat menghasilkan 61 juta ton gabah atau setara 37 juta ton beras pada 2008. Sampai saat ini dia menilai produksi beras masih aman, meskipun ada bencana alam seperti banjir yang merugikan petani.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, diperlukan izin ekspor untuk beberapa beras dan benih tipe khusus.

(7)

Kompas Selasa, 02 April 2008

D a u la t Pa n g a n

Selasa, 1 April 2008 | 00:43 WIB

Oleh Khudori

Krisis pangan menjalar ke mana-mana, termasuk Indonesia. Keadaan kelebihan pasokan tidak lagi terjadi, sebaliknya dunia kini ditandai kelebihan permintaan.

Kondisi haus pangan dipicu booming ekonomi China dan India (Chindia) yang populasinya hampir sepertiga penduduk dunia. Pertumbuhan ekonomi hampir dua digit, mensyaratkan pemenuhan pangan dan energi dalam jumlah besar. Selain itu, pemanasan global membuat produksi pangan sering gagal.

Cadangan yang menipis, instabilitas geopolitik, dan gaya hidup enggan berubah membuat tekanan pada energi fosil kian kuat. Untuk menyiasati harga minyak yang lebih dari 100 dollar AS per barrel, banyak negara berlomba memproduksi energi alternatif (biofuel). Produk pangan (jagung, kedelai, gandum, tebu) yang semula untuk melayani perut kini dikonversi menjadi bahan bakar.

Kedaulatan pangan

Kondisi haus pangan ini memicu lonjakan harga, yang menurut FAO (2007), sifatnya tidak temporer tetapi lebih permanen.

Menyiasati kondisi ini, negara-negara penghasil pangan mengurangi ekspor, lebih mengutamakan bagi konsumsi dalam negeri. Langkah sejumlah negara produsen utama beras (Vietnam, Thailand, India, dan China) menghentikan ekspor tak lain guna mengantisipasi instabilitas harga beras di dunia. Akibat tren ini, negara-negara konsumen beras, jagung, terigu, dan kedelai akan amat terpukul (International Food Policy Research Institute, 2007). Solusinya tidak cukup dengan menaik-turunkan tarif perdagangan seperti fiskal 1 Februari 2008, tetapi harus bersifat jangka panjang dengan mengusung kedaulatan pangan.

Sejauh ini kedaulatan pangan belum menjadi visi pemerintah. Selama ini, visi pemerintah tertuang dalam UU No 7/1996 tentang Pangan. Dalam UU itu pembangunan pangan diletakkan dalam konsep ketahanan pangan (food security). Konsep yang diadopsi dari FAO itu didefinisikan sebagai kemampuan negara memenuhi kebutuhan pangan (warganya). Istilah ini menunjuk kondisi terpenuhinya pangan di tingkat rumah tangga, tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, dalam jumlah, mutu aman, merata, dan terjangkau. Di dalamnya ada empat pilar: aspek ketersediaan (food availibility), aspek stabilitas ketersediaan atau pasokan (stability of supplies), aspek keterjangkauan (access to supplies), dan aspek konsumsi pangan (food utilization).

Bergantung impor

(8)

Kompas Selasa, 01 April 2008

Presiden Yudhoyono menjelaskan, kenaikan harga pangan merupakan gejala global. Muslihat ini merupakan wujud konsep ketahanan pangan: memanen pangan di pasar. Dalam jangka pendek, kebijakan ini bisa menjadi obat kelaparan. Namun, dalam jangka panjang tak hanya menguras devisa, tetapi mengabaikan aneka sumber daya lokal. Ketika pangan kita tergantung impor, meski berdaya dalam ekonomi dan militer, secara politik amat rentan. Uni Soviet hancur karena embargo pangan AS.

Maka, amat perlu adanya kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan adalah hak tiap orang, masyarakat, dan negara untuk mengakses dan mengontrol aneka sumber daya produktif serta menentukan dan mengendalikan sistem (produksi, distribusi, dan konsumsi) pangan sendiri sesuai kondisi ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya khas masing-masing (Hines, 2005). Pengambilan keputusan dilakukan di level lokal/nasional, bukan di bawah badan perdagangan internasional (IMF, Bank Dunia, WTO) dan korporasi global. Pangan bukan komoditas yang sekadar dijual.

Prasyarat ketahanan

Kedaulatan pangan merupakan prasyarat ketahanan. Ketahanan pangan baru tercipta jika kedaulatan pangan dimiliki rakyat. Dari perspektif ini, pangan dan pertanian seharusnya tak ditaruh di pasar yang rentan, tetapi ditumpukan pada kemampuan sendiri. Untuk menciptakan kedaulatan pangan, pemerintah harus menjamin akses tiap petani atas tanah, air, bibit, dan kredit. Di tingkat nasional, kebijakan reforma agraria, air untuk pertanian, aneka varietas lokal unggul, dan kredit berbunga rendah harus jadi prioritas. Dalam konteks alam, petani perlu perlindungan atas aneka kemungkinan kerugian bencana alam, seperti kekeringan, banjir, dan bencana lain. Negara perlu memberi jaminan hukum bila itu terjadi, petani tidak terlalu menderita. Salah satu caranya, perlu UU yang mewajibkan pemerintah mengembangkan asuransi kerugian atau kompensasi kerugian bagi petani atas bencana alam/hal sejenis.

Dalam lingkup sosial-ekonomi, negara perlu menjamin struktur pasar yang menjadi fondasi pertanian. Ini harus dikembangkan guna mengatasi struktur pasar yang tidak adil di dalam negeri dan siasat atas struktur pasar dunia yang tak adil bagi negara berkembang. Pendek kata, semua yang menambah biaya eksternal petani, menurunkan harga riil produk pertanian dan struktur yang menghambat kemajuan pertanian, perlu landasan hukum yang kuat (Pakpahan, 2004). Bagi Indonesia, dengan segenap potensinya, tidak ada alasan untuk tidak berdaulat dalam pangan.

(9)

Kompas Selasa, 01 April 2008

Pe t a n i Cir e b on Te r j e r a t , Pe t a n i Pa p u a M e n ik m a t i

H a sil Pa ne n di M a nok w a r i N a ik , H a r ga Be r a s Rp 5 .2 0 0 Pe r Kg

Selasa, 1 April 2008 | 01:12 WIB

Cirebon, Kompas - Petani di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, mengaku terpaksa menjual gabah kering panen Rp 1.800-Rp 1.900 per kilogram akibat terjerat pinjaman pupuk dari para tengkulak. Sementara petani Manokwari, Provinsi Papua, menikmati hasil panen karena harga beras lokal produksi mereka mencapai Rp 5.200-Rp 6.000 per kilogram, naik Rp 500-Rp 700.

Para petani Cirebon mengemukakan tak bisa menjual kepada orang lain dengan harga lebih baik karena sudah mendapatkan pinjaman pupuk dari tengkulak. Padahal, harga pembelian pemerintah (HPP) melalui Bulog Rp 2.000 per kilogram.

Damhuri, petani Desa Cempaka, Kecamatan Talun, Cirebon, mengaku tak bisa menghindari tengkulak karena setiap kali tanam mereka terpaksa membeli pupuk dari tengkulak. ”Kami beli ke tengkulak Rp 1.500 per kg urea. Meski lebih tinggi dari harga resmi, Rp 1.200 per kg, kami tetap membeli karena kios-kios biasanya habis,” kata Damhuri, Senin (31/3).

Untuk memupuk lahan 0,5 hektar seperti miliknya, setidaknya Damhuri memerlukan dua kuintal urea. Artinya mereka harus mengeluarkan Rp 300.000 untuk pemupukan urea saja.

Supardi, petani sedesa dengan Damhuri, mengatakan, petani tak bisa menembus pasar langsung karena harus melalui tengkulak. ”Meski gabah kondisinya bagus, tetapi tawaran paling tinggi hanya Rp 1.900 per kg. Petani lain pun larinya ke tengkulak.”

Petani Manokwari

Jamal (41), petani di Satuan Permukiman I Prafi, mengaku hasil panenan musim tanam pertama ini 130 zak atau setara 3,5 ton beras per hektar. Padahal, tahun lalu hasilnya hanya 90 zak per hektar.

Wayan, petani lain, menjelaskan, beras lokal Manokwari baru mencukupi 50 persen kebutuhan masyarakat. Pasalnya, luasan panen hanya 5.000 hektar dengan dua kali panen ditambah luasan sawah tadah hujan 400 hektar.

Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Manokwari Wayan A Nugroho mengatakan, pengereman suplai beras nonlokal (Bulog dan Jawa/Sumatera) merupakan kebijakan bupati. Metode ini sudah dilakukan Pemerintah Kabupaten Merauke.

Di Jawa Tengah, penyaluran pupuk urea di Kabupaten Banyumas, selama bulan Maret hanya 50 persen dari kebutuhan riil petani yang 3.173,7 ton. Untuk bulan selanjutnya, penyaluran pupuk di Banyumas juga akan semakin diperketat menyusul berkurangnya pasokan pupuk urea dari PT Pupuk Kujang.

(10)

Pikiran Rakyat Selasa, 01 April 2008

Be r ba ha y a Ba gi Pe nga da a n Be r a s di Ja ba r

EKSPANSI para spekulan yang mulai merangsek wilayah Banyumas Jawa Tengah yang mengiming-imingi harga beras hingga Rp 5.000,00/kg belum memengaruhi pebisnis beras asal Jawa Barat. Akan tetapi, mereka menilai praktik itu bisa mengancam pasokan ke Jabar.

Pasalnya, produksi beras asal Banyumas, selama ini menjadi salah satu sentra pasokan beras ke Jawa Barat. Kondisi demikian terkait rantai perdagangan beras lokal, di mana panenan lokal Jawa Barat sebagian besar dipasok ke Jakarta dan sekitarnya.

"Untuk kebutuhan konsumsi beras Jabar sendiri, para pebisnis biasa memenuhi dari pasokan asal Jateng, terutama asal Purbalingga, Banyumas, dan Banjarnegara, dengan jalur masuk dari Ciamis," ujar Ketua Asosiasi Pedagang Komoditas Agro (APKA) Jabar H. Dodi Kusdinar kepada "PR", di Bandung, Senin (31/3).

Hal senada dikatakan pebisnis beras lainnya, H. Ermaya. Menurut dia, jika stok beras asal daerah-daerah di Jateng tersebut banyak tersedot ke luar daerah lain, termasuk ekspor, pasokan ke Jabar akan berkurang. Apalagi, pasokan beras asal Jateng itu berjalan tiap hari untuk memenuhi kebutuhan Jabar, terutama Bandung dan Priangan.

Diilustrasikan saat paceklik, kenaikan harga beras di Jateng selama ini menjadi salah satu penyebab melonjaknya harga beras di pasaran Jabar. Sementara itu, untuk mengalihkan asal pasokan dari sentra produksi pantura ke Bandung dan Priangan, para pebisnis umumnya kurang tertarik karena ongkosnya lebih mahal," kata Dodi.

Dijelaskan Dodi dan Ermaya, sejauh ini sejumlah pebisnis beras Jabar belum begitu tertarik menjual beras ke pasar ekspor, walau pemerintah akan mengeluarkan regulasinya pada April ini. Apalagi, saat ini masih tidak jelas gambaran situasi pasar internasional walau harganya dikabarkan naik.

Menurut Dodi, masih tidak jelas kualitas, jumlah, harga, serta pesanan beras yang diminta pasar ekspor ini membuat banyak pebisnis beras tidak mau "berjudi nasib". "Situasi kualitas gabah dan beras lokal pun sekarang rata-rata kurang bagus karena faktor cuaca. Kami tidak yakin, ada negara yang meminati membeli produk beras dari Indonesia, dalam kondisi kualitas seperti sekarang," ujarnya.

Menurut Dodi, ekspor beras bagi Indonesia, khususnya bagi Jabar, saat ini masih sangat berisiko bagi situasi umum. Sejumlah pebisnis beras berupaya menghindari risiko jika stok beras untuk pasaran lokal berkurang dan harganya naik.

Bahkan, untuk pengiriman beras antarpulau saja, katanya, sejumlah pebisnis beras saat ini menghentikan karena situasi yang kurang memungkinkan. Jika dipaksakan pun, secara hitung-hitungan selisih keuntungan tipis dibandingkan dengan penjualan di pasar lokal.

Faktor lainnya, katanya, adalah masalah cuaca buruk di perairan kita yang belakangan ini menghambat laju perjalanan kapal-kapal. Kasus pembatalan pengiriman beras antarpulau sebanyak 600 ton, selama tiga pekan terakhir, menjadi contoh nyata.

(11)

Pikiran Rakyat Selasa, 01 April 2008

Pe nga da a n Pa nga n di Ja ba r N a ik

M u n cu l Ba n y a k Usu la n t e nt a ng Ke na ik a n H PP t e r ha da p

Ga ba h

CIREBON, (PR).-

Prognosis pengadaan pangan Bulog Jabar pada tahun 2008 ini naik sebesar 100.000 ton setara beras. Dari tahun sebelumnya, 260.000 ton, naik menjadi 350.000 ton setara beras.

"Itu prognosis yang dinamis, artinya bila kemampuan bisa lebih besar, pengadaan bisa tambah banyak," tutur Kabulog Divre Jabar Agusdin Farid di Cirebon, Senin (31/3) kemarin.

Kabulog ke Cirebon untuk memimpin rapat program pengadaan pangan di Bulog Subdivre Cirebon. Ikut bersama Kabulog, Sekertaris HKTI Pusat Entang Sastraatmaja dan Ketua KTNA Jabar Oo Sutisna.

Rapat yang dimoderatori Kabulog Subdivre Cirebon Drs. Slamet Subagyo, juga mengundang mitra kerja (MK). Tim Sosmonev (Sosialisasi monitoring & Evaluasi) ikut dilibatkan, dari BPS dan KTNA setempat.

Mengenai kenaikan prognosis, menurut Farid, dilakukan untuk lebih memperkuat cadangan pangan Jabar ataupun nasional. Khusus untuk Jabar, kenaikan juga sebagai perimbangan dari kebutuhan raskin yang juga meningkat. "Selain itu, di Jabar produksi padi pada panen rendeng tahun ini kemungkinan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Atas pertimbangan itu, prognosis dinaikan menjadi 100.000 ton," tutur Farid.

Dengan prognosis 350.000 ton, Bulog Jabar mengandalkan sejumlah daerah sentra beras. Selain Cirebon yang diharapkan bisa menyedot 65.000 ton setara beras, ratusan ribu ton beras bisa disedot dari Kab Indramayu, Subang, Karawang, dan Ciamis.

"Cirebon, prognosisnya 65.000 ton. Hanya saja, bila potensinya bisa lebih besar, bisa ditambah sampai 100.000 ton. Untuk LC (letter of credit) tidak masalah, siap kapan saja," ungkap Farid.

Usulan kenaikan HPP

Dalam rapat mengemuka, usulan kenaikan harga penjualan pemerintah (HPP), gabah kering panen (GKP), dan gabah kering giling (GKG). Kenaikan HPP itu untuk memberi keuntungan lebih optimal kepada petani.

HPP yang berlaku sejak 2007 sudah tidak sesuai. Ketua KTNA Jabar Oo memberi gambaran kenaikan antara 15 sampai 20 persen.

"Idealnya, GKP dari Rp 2.000,00/kg jadi Rp 2.350,00/kg-Rp 2.500,00/kg. GKG, dari Rp 2.500,00/kg naik Rp 2.800,00/kg-Rp 3.000,00/kg," tuturnya.

Hal senada diungkapkan Sekertaris HKTI Pusat Entang. HKTI mengusulkan ke pemerintah sejumlah skenario yang diutamakan ialah kenaikan HPP untuk gabah, tetapi harga pembelian beras (HPB) tetap Rp 4.000.00/kg. "Idealnya, HPP gabah naik, HPB tetap. Itu menguntungkan petani, tapi tidak memberatkan masyarakat karena harga beras tetap," ujarnya.

(12)

Pikiran Rakyat Selasa, 01 April 2008

"Bila HPP naik, kemampuan kita membeli gabah petani bisa lebih besar. Sekarang kalau tetap pakai HPP lama, sementara persaingan transaksi gabah makin ketat, bisa-bisa menghambat kelancaran pengadaan pangan," tutur Tolib.

(13)

Kompas Rabu, 02 April 2008

Pa ne n Ra y a , H a r ga Be r a s Tinggi

BPS: D a y a Be li Pe t a ni Te r us M e le m a h

Rabu, 2 April 2008 | 02:55 WIB

Jakarta, Kompas - Panen raya padi tidak membuat harga beras di pasar grosir menurun, tetapi justru sebaliknya, harga stabil tinggi dan bahkan ada kecenderungan naik. Harga beras kualitas medium setara IR-64 kelas 3 pada panen raya kali ini merupakan yang tertinggi dalam sejarah perberasan nasional.

Hari Selasa (1/4), harga beras kualitas medium di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta— yang menjadi barometer pergerakan harga beras nasional—seharga Rp 4.300 per kilogram. Dibandingkan dengan pekan pertama Maret 2008, memang terjadi penurunan harga sebesar Rp 250. Namun, harga Rp 4.300 itu hampir setara dengan harga beras dengan kualitas sama pada puncak masa paceklik tahun 2006.

Catatan Kompas menunjukkan, dalam dua tahun berturut-turut, yakni 2006 dan 2007, disparitas harga beras saat musim panen raya dengan musim paceklik berkisar Rp 1.300 hingga Rp 1.600 per kilogram. Dengan asumsi disparitas yang sama, ini berarti pada musim paceklik 2008/2009 harga beras kualitas medium akan menembus harga Rp 5.900 per kilogram.

Tingginya harga beras di dalam negeri saat ini seakan terus mengikuti meroketnya harga pangan dunia sejak tahun 2007 yang dampaknya merata hampir di seluruh belahan bumi: mulai dari Amerika Utara, Benua Afrika, Asia Tengah dan Tenggara, hingga ke Benua Australia.

Harga beras bahkan sudah menembus 745 dollar per ton di wilayah Asia. Demikian pula harga-harga komoditas lain, seperti produk susu, minyak nabati, biji-bijian dan kacang-kacangan, gula, serta produk daging.

Kondisi ini, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), telah memicu serangkaian kekacauan sosial dan politik, di negara-negara miskin, terutama di Benua Afrika.

Di Indonesia, bakal tingginya harga beras pada musim paceklik 2008 akan berdampak sangat serius terhadap stabilitas politik, mengingat mulai awal 2009 pesta demokrasi tengah dimulai dan pemilu tinggal menghitung bulan.

Permintaan meningkat

Para pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) menjelaskan, masih tingginya harga beras karena permintaan beras antarpulau meningkat sejak beberapa hari ini. ”Hari Selasa pukul 10.00 ini saja beras di PIBC sudah enggak ada karena banyak dijual antarpulau,” kata Billy Haryanto, pedagang sekaligus pemasok.

Permintaan terhadap beras yang meningkat tajam terjadi di wilayah Batam, Bangka, Pontianak, dan Pekanbaru yang bukan merupakan produsen beras.

Data dari PT Food Station Tjipinang Jaya yang merupakan BUMD beras di DKI Jakarta menunjukkan bahwa pasokan beras ke PIBC pada Maret 2008 sebanyak 52.760 ton atau rata-rata 2.198 ton per hari. Namun, penjualan beras dari PIBC juga tinggi, mencapai 45.051 ton atau 1.877 ton per hari.

(14)

Kompas Rabu, 02 April 2008

Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) Sjamsul Hilataha mengatakan, para pedagang beras akan berusaha memenuhi permintaan dari pembeli mana pun. Kalau harga beras antarpulau bagus dan permintaan besar, beras pasti akan mengalir ke sana.

Meski begitu, Sjamsul mengaku tidak khawatir dengan kondisi harga beras saat ini meskipun pada kenyataannya masih relatif tinggi. ”Kalau pemerintah tanggap, seharusnya Bulog digerakkan untuk membeli beras langsung dari petani, jangan dari pedagang atau tengkulak,” katanya.

Daya beli petani melorot

Di tengah meroketnya harga pangan dunia terutama beras, petani di sebagian provinsi di Indonesia tetap menjadi kelompok yang terpinggirkan. Paling tidak, itulah yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) tentang menurunnya daya beli petani yang tercermin pada nilai tukar petani (NTP) pada Januari 2008.

Deputi Kepala BPS Bidang Statistik Distribusi Ali Rosidi menjelaskan, dari 23 provinsi yang dipantau, 11 provinsi mengalami penurunan NTP. Sejumlah 11 provinsi lainnya mengalami kenaikan NTP, sedangkan data dari satu provinsi tidak masuk. NTP menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan kebutuhan konsumsi dan biaya produksi petani.

Secara umum, NTP pada Januari 2008 naik 0,04 persen dibandingkan dengan NTP Desember 2007. Sementara inflasi di daerah pedesaan Indonesia pada bulan Januari itu tercatat sebesar 2,21 persen, jauh lebih tinggi dari inflasi nasional yang Januari lalu sebesar 1,77 persen.

Sementara inflasi pedesaan relatif tinggi, upah riil buruh tani pada Januari 2008 dibandingkan dengan Januari 2007 secara nasional hanya naik 0,16 persen. Di Pulau Jawa, upah riil buruh tani bahkan turun 0,04 persen, sedangkan di luar Jawa terdapat kenaikan upah riil 0,43 persen.

BPS juga menghitung penurunan harga gabah pada di tingkat petani pada Maret 2008 dibandingkan dengan Februari 2008. ”Hal ini dipengaruhi kondisi musim panen raya,” ujar Ali.

Penurunan harga terjadi pada semua kualitas gabah. Pada kualitas gabah kering giling (GKG) terhitung sebesar 6,28 persen, kualitas gabah kering panen (GKP) merosot 15,31 persen, sedangkan gabah kualitas rendah turun 10,97 persen.

Tidak akan ekspor beras

Menteri Pertanian Anton Apriyantono menegaskan, meskipun harga beras di luar negeri cukup tinggi, pemerintah tahun ini dipastikan tidak akan mengekspor beras. Pemerintah baru akan mengekspor beras pada tahun depan ketika cadangan beras nasional sudah melebihi 3 juta ton di gudang Perum Bulog.

(15)

Kompas Rabu, 02 April 2008

Rapat terbatas juga dihadiri sejumlah menteri, di antaranya Menteri Koordinator Perekonomian Boediono, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar. ”Tahun ini kita memperkuat stok nasional dulu. Namun, kita tetap menyiapkan aturan-aturan untuk ekspor beras,” ujar Anton.

Sejumlah pengamat dan kalangan juga meminta pemerintah menunda hasrat mengekspor beras.

(16)

Pikiran Rakyat Rabu, 02 April 2008

Ek sp or Be r a s, Ba r u Bisa D ila k u k a n 2 0 0 9

JAKARTA, (PR).-

Indonesia tidak akan melakukan ekspor beras pada tahun 2008 ini, sekalipun harga beras di luar negeri cukup tinggi. Ekspor baru akan dilakukan tahun 2009 mendatang jika cadangan beras nasional yang dimiliki sudah melebihi 3 juta ton.

Hal itu dikatakan Menteri Pertanian Anton Apriantono sebelum rapat terbatas soal ketahanan pangan, yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (1/4). Rapat tersebut dihadiri sejumlah menteri, di antaranya Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu dan Dirut Perum Bulog Mustafa Abubakar.

"Kita sebenarnya belum merencanakan ekspor tahun ini, baru bisa kemungkinan pada tahun depan. Jadi pada tahun ini kita memperkuat stok nasional dulu," ungkapnya menjelaskan. Stok beras masih digunakan, katanya untuk mengantisipasi jika terjadi sesuatu seperti bencana alam atau pun untuk beras rakyat miskin (raskin).

Kalau pun saat ini terjadi kelebihan hasil panen, katanya, Perum Bulog harus menyerap hasil panen tersebut sebanyak-banyaknya guna mengantisipasi berbagai hal. "Ekspor bisa saja dan tidak tertutup tahun ini. Asalkan stoknya lebih dari 3 juta ton," tutur Anton menambahkan.

Sementara itu, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) sendiri, seperti dikatakan Direktur Umum Perum Bulog Mustafa Abubakar, belum berencana untuk melakukan ekspor beras dan memfokuskan untuk pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri. Pihaknya akan tetap mengamankan stok beras nasional karena perkembangan iklim saat ini belum menentu.

"Kalau ekspor beras belum kita lakukan, kita utamakan dulu kebutuhan dalam negeri, walaupun Bulog diizinkan untuk ekspor. Kita masih mencermati perkembangan iklim ke depan karena kita belum tahu, meski terdapat kemajuan, kita harus tetap hati-hati," ungkapnya memaparkan.

Ia menambahkan, saat ini stok beras nasional rata-rata harus mencapai 1,25 juta ton dan tidak boleh kurang dari jumlah itu. Pada akhir tahun lalu stok beras mencapai 1,6 juta ton sehingga saat ini persediaan beras masih aman hingga tiga sampai empat bulan yang akan datang.

(17)

Suara Pembaruan Rabu, 02 April 2008

Ja go I m por M a u Ek spor Be r a s

Negara kita sudah lama menjadi jagoan impor berbagai komoditas pangan, termasuk beras. Rakyat tampak adem ayem loh jinawi, walaupun itu hanya nina bobok karena beras harus diimpor dan disubsidi. Kondisi nyaman itu sebenarnya bagaikan bom waktu. Selain kebutuhan semakin meningkat karena jumlah penduduk yang terus bertambah, harga di pasaran internasional juga cenderung terus naik.

Mengimpor memang cara termudah. Selama ada uang, kita bisa membeli. Namun, menjadi sangat berbahaya jika barangnya tidak ada. Di dalam negeri, pejabat Departemen Pertanian selalu gembar-gembor produksi beras surplus, padahal lahan persawahan terus berkurang, pupuk langka, bencana mengakibatkan gagal panen, produktivitas jeblok, kualitas gabah anjlok.

Sementara itu, pejabat Departemen Perdagangan dan Perum Bulog selalu menyatakan produksi beras kurang dan harus impor. Faktanya, setiap tahun kita mengimpor beras. Inilah contoh paling bodoh yang dilakukan pejabat kita. Bangsa ini dibiarkan bergantung pada beras sebagai makanan pokok, tapi lambat mengembangkan teknologi, memperluas lahan, dan memberdayakan petani.

Keasyikan mengimpor membuat negara ini terlena. Harga beras di pasar internasional naik tinggi. Negara-negara produsen beras, seperti Vietnam, Mesir, India, dan Tiongkok mulai menahan beras mereka karena kebutuhan di dalam negeri meningkat, sedangkan produksi tak sesuai prediksi. Mereka menaikkan harga ekspor, bahkan Tiongkok tak mau melepas berasnya untuk mengamankan stok di dalam negeri.

Kita tentu tidak bisa memaksa mereka melepas stok berasnya. Saat ini, harga beras medium di pasar internasional sudah mencapai US$ 550 sampai US$ 750 per ton bergantung kualitasnya, atau rata-rata Rp 5.400 per kilogram. Lalu, mau dijual dengan harga berapa di dalam negeri? Kalau disubsidi, berarti harus disiapkan anggaran sangat besar karena kita mengimpor berkisar satu juta ton per tahun.

Itu hanya hitung-hitungan orang awam yang melihat kondisi perberasan kita saat ini. Namun, jika hal itu menjadi kenyataan, sungguh sebuah ironi dan malapetaka. Sebuah negeri agraris yang subur ternyata harus terus-menerus mengimpor beras dan sangat bergantung pada negara lain, baik jumlah maupun harganya. Sementara petani sendiri dibiarkan merana karena harga gabahnya rendah, tak sesuai dengan biaya yang harus dikeluarkan.

Dalam beberapa hari terakhir, kita dikejutkan munculnya niat mengekspor beras yang didukung oleh para petinggi negeri ini. Entah tidak memahami, bodoh, sok tahu, atau memang ada kepentingan bisnis, tiba-tiba saja para petinggi itu meminta Perum Bulog memanfaatkan peluang harga beras yang tinggi di pasar internasional mengekspor beras untuk mengeruk untung.

Pemerintah memang akhirnya tidak mengizinkan Perum Bulog mengekspor beras tahun ini. Alasannya, stok harus mencapai tiga juta ton. Sementara kebutuhan beras untuk rakyat miskin (raskin) sekitar 2,6 juta ton atau 300.000 ton per bulan. Bayangkan apa yang terjadi jika kita jadi mengekspor beras dan kemudian juga mengimpor beras karena stok pemerintah menipis, dan di pasar domestik beras langka diikuti harga yang tinggi.

(18)

Kompas Kamis, 03 April 2008

ARGEN TI N A

Ak si M og ok Pe t a n i Su d a h 2 0 H a r i

Kamis, 3 April 2008 | 00:55 WIB

Buenos Aires, Rabu - Presiden Argentina Cristina Fernandez mengecam aksi mogok para petani Argentina yang hingga Selasa (1/4) lalu memasuki hari ke-20. Aksi mogok para petani ini mengingatkan kejadian serupa pada tahun 1976 yang menimbulkan kerusuhan dan berakhir dengan aksi kudeta militer.

Berbicara di hadapan lebih dari 20.000 pendukungnya yang berkumpul di luar istana kepresidenan di Buenos Aires, Fernandez mendesak para petani mengakhiri aksi mogok dan tindakan memblokade ratusan jalan raya di negara Amerika Latin itu. Para petani ini mogok menolak kenaikan pajak ekspor, termasuk ekspor produk pertanian.

”Apakah bagus jalan raya diblokade sehingga membuat pangan tak bisa dipasok ke pasar?” ujar Fernandez dalam nada marah. Ia menambahkan, taktik menekan seperti itu tidak bisa efektif di era demokrasi.

Aksi mogok para petani Argentina sudah memasuki hari ke-20 pada Selasa lalu. Mereka memblokade 300 jalan raya dan sudah berlangsung berminggu-minggu menghambat pasokan produk pertanian ke kota-kota.

Rak-rak di pasar serba ada kosong dan menghambat ekspor produk-produk kunci. Aksi ini menimbulkan krisis terbesar bagi Fernandez sejak dia berkuasa pada Desember 2007 lalu.

Aksi mogok petani, terutama petani kecil, Argentina ini sebagai ungkapan penolakan dekrit presiden 11 Maret lalu yang menaikkan pajak ekspor kedelai dari 35 persen menjadi 45 persen. Fernandez juga menerapkan pungutan baru bagi produk pertanian ekspor lainnya untuk menekan inflasi.

Fernandez menegaskan, para petani telah menyebabkan ”kelangkaan pangan” seperti pada tahun 1976 yang membawa tragedi terburuk pada Argentina. Kondisi ini mengundang aksi kudeta dan pemerintahan diktator militer selama tujuh tahun.

Perempuan presiden ini menuduh petani melakukan kampanye melalui media lokal guna meraih dukungan dari seluruh Argentina. ”Saya tak pernah melihat serangan yang begitu hebat kepada pemerintahan dalam periode yang pendek, penuh penghinaan,” ujar Fernandez.

Pidato Fernandez di depan 20.000 pendukungnya ini menandai perseteruan sengit pemerintah dan petani. Penegasan ini sehari setelah pemerintahan Fernandez menawarkan konsesi yang menguntungkan kepada sedikitnya 62.000 petani kecil, termasuk subsidi transportasi, kredit bagi petani susu, dan keringanan pajak bagi petani kedelai berskala kecil.

Kelompok petani mengatakan, mereka belum segera mengeluarkan pernyataan menanggapi Fernandez. Mereka baru membuat pernyataan pada Rabu waktu setempat, tanggal akan diputuskan apakah akan terus mogok.

(19)

Kompas Kamis, 03 April 2008

(20)

Kompas Kamis, 03 April 2008

Ke t a ha na n

Pa nga n

H a r ga Be r a s Tinggi Ja di Bom W a k t u

Kamis, 3 April 2008 | 01:47 WIB

Jakarta, Kompas - Tingginya harga beras pada musim panen raya kali ini akan menjadi bom waktu bagi stabilitas sosial, ekonomi, dan politik bangsa. Karena itu, pemerintah harus menyiapkan langkah antisipasi.

Demikian rangkuman pendapat yang disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Rudi Wibowo, pengamat masalah pertanian dari Universitas Gadjah Mada M Maksum, dan guru besar Fakultas Pertanian Universitas Satya Wacana Sony Heru Priyanto, Rabu (2/4) di Jember, Yogyakarta, dan Salatiga.

”Prioritas yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah membuka luas kesempatan kerja dan meningkatkan daya beli masyarakat,” kata Rudi.

Selama ini pemerintah salah mengambil kebijakan guna mencari solusi terhadap ancaman kenaikan harga pangan dengan memberikan berbagai subsidi.

Maksum mengatakan, tingginya harga beras saat ini amat dipengaruhi kenaikan harga beras dunia. ”Ini sebuah konsekuensi logis dari open market,” katanya.

Masalah serius negara ini karena gagal memberantas kemiskinan sehingga daya beli masyarakat sangat rendah. ”Kita telah terjebak dengan prinsip yang dibangun negara, yakni romantisisme beras murah. Pemerintah memberantas kemiskinan dengan memurah-murahkan harga beras,” kata Maksum.

”Orientasi negara soal pangan selama ini salah arah, bukan meningkatkan daya beli orang miskin, tapi memaksa harga pangan murah agar terjangkau,” katanya.

Menurut Rudi, peningkatan daya beli bisa dilakukan dengan menggenjot pembangunan infrastruktur publik di pedesaan dengan melibatkan sebanyak mungkin orang untuk bekerja. Cara ini akan efektif mendongkrak pendapatan masyarakat dari pada memberikan subsidi.

Dengan harga beras kualitas medium di tingkat grosir yang saat ini Rp 4.300 per kg, harga di tingkat konsumen bisa mencapai Rp 4.600 per kg.

Mengacu asumsi bahwa disparitas harga beras saat panen raya dan musim paceklik Rp 1.300-Rp 1.600 per kg, harga beras pada musim paceklik 2008/2009 di tingkat konsumen bisa di atas Rp 6.000.

Sementara itu, Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi mengatakan, pemerintah terus mengkaji kemungkinan naiknya harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras. ”Belum ada keputusan final,” katanya.

Zonasi perdagangan

Sony Heru Priyanto mengatakan, Indonesia mulai mengalami kegagalan pasar beras yang ditandai dengan tingginya disparitas harga antara gabah dan beras maupun asimetri informasi antara petani dan pedagang.

(21)

Kompas Kamis, 03 April 2008

Selisih harga yang bisa berkali lipat ini, kata Sony, bukan disebabkan biaya produksi, tetapi didominasi oleh biaya distribusi. Beras dari Jawa Tengah bisa berpindah beberapa kali ke Jawa Timur, bahkan hingga Kalimantan. Begitu pula beras dari Jatim bisa berpindah lokasi beberapa kali. Ini membuat biaya transportasi menjadi lebih tinggi, ditambah lagi setiap kali transaksi ada pertambahan harga karena setiap pedagang ambil untung.

”Ini tidak efisien karena perputaran beras bisa sampai tiga kali. Bulog bisa memainkan peranan dengan membuat zonasi perdagangan di sentra-sentra pertanian. Beras dari satu sentra didistribusikan ke wilayah yang minus beras yang berada di dekatnya,” kata Sony.

Dinikmati pedagang

Harga beras yang cukup tinggi pada musim panen raya saat ini lebih banyak dinikmati pedagang grosir. Sebaliknya, harga gabah di tingkat petani justru melemah, seperti lazim terjadi ketika memasuki musim panen raya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, harga rata-rata semua kualitas gabah di tingkat petani turun. Harga gabah kering giling (GKG) pada Maret 2008 turun sebesar 6,28 persen dibandingkan Februari 2008. Harga rata-rata GKG di tingkat petani sebesar Rp 2.624 per kg, sedangkan di tingkat penggilingan sebesar Rp 2.713 per kg.

Untuk kualitas gabah kering panen (GKP) pada Maret 2008, penurunan harga terjadi sebesar 15,31 persen dibandingkan harga Februari 2007.

Harga rata-rata GKP di tingkat petani sebesar Rp 2.149 per kg, sementara harga GKP di tingkat penggilingan Rp 2.202 per kg. Harga rata-rata kualitas GKG dan GKP selama Maret lalu ini masih di atas harga pembelian pemerintah sebesar Rp 2.575 per kg untuk GKG dan Rp 2.035 per kg untuk GKP di penggilingan.

(22)

Kompas Kamis, 03 April 2008

Pe t a n i Sim p a n Ga b a h

D i Ja w a Ba r a t H a r ga Ga ba h Sa a t Pa ne n Ra y a Re la t if Te t a p

Kamis, 3 April 2008 | 01:19 WIB

Jantho, Kompas - Harga jual gabah kering panen yang semakin turun membuat petani enggan melepas gabah ke pasaran. Harga jual saat ini tidak cukup untuk modal musim tanam yang akan datang. Petani di Nanggroe Aceh Darussalam memilih menyimpan hasil panen dan menunggu hingga harga jual gabah membaik.

Beberapa petani yang ditemui di Desa Lampuja, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, NAD, sepanjang pekan ini menyatakan memilih menyimpan hasil panen karena harga jual saat ini menurun drastis.

Har (40), petani di Lampuja, mengungkapkan, saat ini harga jual gabah di pasaran Rp 2.400- Rp 2.500 per kilogram (kg). ”Padahal, di awal panen Maret lalu, harga Rp 3.400-Rp 3.600 per kg. Jadi, lebih baik disimpan. Kalau butuh, baru dijual,” katanya.

Muhammad (60), warga Kemukiman Tungkop, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, menyatakan hal yang sama. Harga saat ini tidak cukup untuk modal musim tanam yang akan datang.

Kepala Badan Urusan Logistik Divisi Regional Nanggroe Aceh Darussalam Nasrun Rahmani menyatakan tidak akan membeli gabah petani di atas harga pembelian pemerintah yang Rp 2.000 per kg.

Harga beras tetap

Di sentra produksi padi Kabupaten Karawang, Jawa Barat, harga beras relatif tetap saat panen raya. Harga beras kualitas medium Rp 4.200-Rp 4.300 per kg dan kualitas super Rp 4.500 per kg.

Ali Fahrozi (40), pedagang beras di Jalan Stasiun Cikampek, Kecamatan Cikampek, Rabu (2/4), mengatakan, kadar air serta kadar hampa gabah hasil panen musim ini relatif tinggi sehingga sebagian pedagang menunda pembelian. Rendemen gabah hasil panen petani musim ini anjlok dari 60-63 persen menjadi 50-52 persen dengan kadar air 15,5 persen.

Kondisi itu menyebabkan pengadaan beras Bulog seret. Dari 19.000 ton target pengadaan beras Perum Bulog Subdivre Karawang pada Maret 2008, yang terealisasi baru 7.500 ton.

Tingginya kadar air membuat ongkos produksi meningkat. Para bandar atau pemilik penggilingan terpaksa menggunakan alat pengering. Apabila biaya pengeringan menggunakan sinar matahari Rp 30-Rp 50 per kg gabah, dengan mesin ongkosnya Rp 150 per kg gabah.

Harga gabah kering panen di Kabupaten Indramayu juga tetap Rp 2.300-Rp 2.400 per kg. ”Harga belum anjlok, tetapi untuk yang kadar air di atas 20 persen, harganya Rp 160.000 per kuintal,” kata Bilal (35), petani di Desa Tulungagung, Kecamatan Kertasemaya.

(23)

Kompas Kamis, 03 April 2008

Menurut Kepala Bulog Subdivre Indramayu Surasno, penyerapan beras dari petani saat ini 9.096 ton atau 15,1 persen dari target penyerapan Subdivre Indramayu sebanyak 60.000 ton.

Meskipun demikian, petani dan pedagang di Kabupaten Bandung khawatir harga gabah akan anjlok saat panen raya. Sebaliknya, harga bahan pokok lain melonjak.

Anwar, petani di Soreang, Kabupaten Bandung, khawatir harga gabah kering panen turun di bawah Rp 2.000 per kg saat panen raya. Harga bisa makin anjlok bila kadar air gabah tinggi akibat banjir atau proses pengeringan terkendala cuaca.

Oleh karena itu, banyak petani memilih waktu penanaman berbeda agar panen tidak bersamaan. ”Akan tetapi, hal itu bukan tanpa risiko. Penanaman tidak serempak rentan diserang hama,” ujar Anwar.

(24)

Suara Pembaruan Kamis, 03 April 2008

Pe t a n i Sa n g a t D ir u g ik a n

Bulog: H a r ga Be r a s Tida k Ak a n M e la m bung

[JAKARTA] Ketua Wahana Masyarakat Tani Indonesia (Wamti) Agusdin Pulungan menilai kondisi saat ini sangat tidak menguntungkan petani. Pada saat margin keuntungan usaha tani padi makin menipis bahkan tidak sedikit harus merugi, petani pun dipaksa harus memahami kondisi masyarakat kota (urban) yang daya belinya menurun.

Padahal tingginya harga beras hanya dinikmati para pedagang dan tengkulak. "Keinginan petani untuk menaikkam HPP gabah, terpasung mahalnya harga beras dengan dalih beratnya beban rakyat," ujar Agusdin kepada SP., di Jakarta, Kamis (3/4).

Padahal petani yang umumnya miskin juga tak kalah menderita akibat naiknya harga kebutuhan tanpa dibarengi naiknya pendapatan petani.

Menurut Agusdin, semua biang keladinya adalah struktur pasar gabah atau beras yang menguntungkan tengkulak. Petani dikondisikan agar terjerat hutang modal, sehingga gabah mereka terpaksa dijual ke tengkulak. Akibatnya, para tengkulak dan pedagang begitu leluasa mengontrol harga beras.

Di sisi lain, pemerintah tidak punya kemauan kuat untuk mengubah struktur harga tersebut. Sebut saja masalah permodalan usaha tani termasuk kalangan perbankan yang enggan membantu petani. Sementara Bulog juga cenderung lamban menyerap beras petani secara langsung. "Akibat struktur beras terlalu dikendalikan pedagang, maka harga beras tinggi sulit dihindari," ujarnya.

Sementara itu, Dirut Perum Bulog, Mustafa Abubakar tidak sependapat jika harga beras akan melambung tidak terkendali saat musim paceklik nanti. Menurut Mustafa, cadangan beras pemerintah tahun ini jauh lebih baik dibanding tahun kemarin.

"Dengan target penyerapan beras petani tahun ini sebesar 2,43 juta ton ditambah stok tahun lalu masih ada 1 juta ton, maka cadangan beras pemerintah tahun ini cukup aman, ujar Abubakar..

Cadangan itulah yang akan digunakan untuk mengendalikan harga beras di musim paceklik nanti. Tahun lalu dengan stok yang lebih sedikit pemerintah cukup berhasil mendorong stabilitas harga beras, tegasnya.

Paradoks

Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ), Syamsul Hilataha mengatakan, anjloknya harga gabah sebesar 10-25 persen pada saat panen raya, tidak bertransmisi ke harga beras yang tetap bertahan pada harga tinggi. Ini menunjukkan paradoks harga beras kembali terjadi.

Ditambahkan, ada dua hal penyebab paradoks tersebut. Pertama, karena tingginya arus perdagangan antarpulau, khususnya ke daerah-daerah yang bukan sentra produksi beras. Jumlah beras yang diperdagangkan antarpulau mencapai 9 persen atau sekitar 4.500 ton dari jumlah pasokan sebesar 52.500 ton per bulan.

(25)

Suara Pembaruan Kamis, 03 April 2008

(26)

Jurnal Nasional Jumat, 04 April 2008

H a la m a n M uk a Fok us H a r i I ni | Ja k a r t a | Jum 'a t , 0 4 Apr 2 0 0 8

Re for m a Ag r a r ia u n t u k Pe r a n g i Ke m isk in a n

by : Jan Prince Permata

Pemerintah akan menjalankan program reforma agraria dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat” sebagai upaya memerangi kemiskinan. Program yang antara lain berisi penditribusian tanah untuk rakyat miskin ini, kini menunggu peraturan pemerintah tentang pemanfaatan tanah-tanah telantar sebagai landasan hukumnya.

"Peraturan pemerintah tersebut sedang dibahas bersama Menteri Sekretaris Negara, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Badan Pertanahan Nasional," kata Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto kepada Jurnal Nasional.

Sardan Marbun, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, Nepotisme menyatakan, pemerintah secara konsisten terus menjalankan berbagai program pro-rakyat.

“Untuk mengatasi kemiskinan dan pengangguran, perlu solusi dan kerja keras. Bukan mencari-cari kesalahan karena (kemiskinan) itu masalah yang berlanjut dari 1998. Dan sekarang harus menghadapi kondisi ekonomi global yang kurang baik dan kenaikan harga minyak dunia,” kata Sardan di Jakarta, Rabu (2/4). Karena itu, dia mengimbau semua pihak bersatu dan bekerja sama menuntaskan kemiskinan.

Menurut Sardan, upaya pemerintah mengatasi kemiskinan sudah menunjukkan hasil. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2007 menyebutkan jumlah penduduk miskin di Indonesia 37,17 juta jiwa atau 16,58 persen total penduduk. Angka ini menurun 2,13 juta orang dari angka tahun 2006 yaitu 39,30 juta orang atau 17,75 persen dari penduduk.

Selama periode Maret 2006-Maret 2007, penduduk miskin di perdesaan berkurang 1,20 juta orang, sementara di perkotaan berkurang 0,93 juta orang. Penurunan penduduk miskin di perdesaan lebih besar daripada di perkotaan karena naiknya nilai tukar petani sebesar 9 persen dalam periode itu.

Pemerintah melaksanakan berbagai program pengurangan kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dinaikkan anggarannya dari Rp52 triliun pada 2007 menjadi Rp80 triliun tahun 2008.

Pembangunan infrastruktur sumber daya air, transportasi, pos dan telematika, energi dan tenaga listrik, serta perumahan dan permukiman juga ditingkatkan. Tahun 2005 anggaran infrastruktur Rp19,68 triliun, naik menjadi Rp34,32 triliun (2006), lalu Rp44,13 triliun (2007), dan Rp60,48 triliun (2008).

Pemerintah menjalankan Program Bantuan Langsung Tunai Bersyarat untuk memutus rantai kemiskinan bagi 500 ribu rumah tangga miskin di tujuh provinsi, 51 kabupaten dan 348 kecamatan. Program beras untuk rakyat miskin dilakukan bersama bantuan kesehatan gratis bagi 51 juta peserta.

(27)

Kompas Jumat, 04 April 2008

H a r ga da n Ke t e r se dia a n Be r a s di Cir e bon St a bil

Ba ny a k Pe t a ni M e nga la m i Ga ga l Pa ne n

Jumat, 4 April 2008 | 10:31 WIB

Cirebon, Kompas - Harga dan ketersediaan beras di wilayah Cirebon pada April ini diprediksi stabil meskipun ada hajatan politik, yaitu pemilihan gubernur Jawa Barat. Pada pertengahan April nanti penyerapan gabah ditargetkan paling besar karena merupakan puncak panen raya. Harga gabah dan beras pun diperkirakan tidak akan naik atau turun tajam dibandingkan dengan saat ini.

Di wilayah Cirebon, Perum Bulog Subdivisi Regional (Subdivre) Cirebon hingga Kamis (3/4) menyerap hingga 7.000 ton dari total 64.000 ton yang direncanakan tahun ini. Jumlah tersebut diperkirakan cukup untuk kebutuhan di wilayah tersebut hingga empat bulan ke depan.

Slamet Subagio, Kepala Bulog Subdivre Cirebon, mengatakan, penyerapan beras atau gabah dialokasikan pada beras untuk rakyat miskin, kebutuhan pangan TNI, dan kemungkinan operasi pasar jika kondisi pangan dianggap darurat akibat kelangkaan atau harga beras tak terjangkau warga. Akan tetapi, menurut dia, operasi pasar kemungkinan baru terjadi ketika masuk musim kemarau atau sekitar bulan Juni-Juli.

Dari hasil pantauan, harga beras di pasar tradisional, seperti Dukupuntang dan Pasar Pagi, masih Rp 3.900-Rp 4.000 per kilogram (kg). Harga beras IR 64 mencapai Rp 4.200-Rp 4.300 per kg, sedangkan beras kualitas atas seperti rojolele Rp 4.500 per kg dan pandan wangi mencapai Rp 5.000 per kg. Harga beras tersebut sama dengan harga pada pekan sebelumnya. Adapun harga gabah kering giling kini mencapai Rp 2.550-Rp 3.000 per kg.

"Sampai saat ini panen masih terus berlangsung, penggilingan padi pun masih menyerap gabah. Jadi, ketersediaan pangan masih mencukupi setidaknya sampai dua bulan terakhir," ungkap Darjo, pemilik penggilingan padi di Dukupuntang, Kabupaten Cirebon.

Sementara itu, Kepala Bulog Subdivre Indramayu Surasno menjelaskan, stok beras yang sudah ditempatkan di gudang-gudang beras Bulog wilayah Indramayu dan siap distribusikan sebanyak 13.360 ton. Jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indramayu selama lima bulan.

Jumlah beras yang telah terserap dari hasil panen petani di Indramayu hingga kemarin telah mencapai 10.084 ton atau 16 persen dari target penyerapan tahun ini sebanyak 60.000 ton setara beras. "Persediaan beras yang ada di gudang sekarang cukup untuk memenuhi kebutuhan selama lima bulan, dari bulan April sampai Agustus, dan pengadaannya masih terus dilakukan," ujar Surasno. Gagal panen

Menurut Surasno, meski panen raya berlangsung bulan ini, harga beras dipastikan tidak akan turun. Yang terjadi malah harganya akan naik. Sebab, banyak petani gagal panen serta terpengaruh harga beras dunia.

Meskipun harga jual gabah kering panen yang diterima petani di Indramayu belum menguntungkan, harganya masih wajar, yaitu Rp 2.100-Rp 2.300 per kg. Rendahnya keuntungan petani disebabkan panen terganggu hama kresek, ulat, dan tikus. Katnawi (53), petani di Desa Pilangsari, Kecamatan Jatibarang, Indramayu, mengaku, harga jual gabah di desanya Rp 2.200 per kg, sedangkan yang masih basah dihargai Rp 1.700 per kg.

(28)

Kompas Jumat, 04 April 2008

Pe t a ni Pe r ce pa t Ta na m

I nfor m a si H PP Ta k M e r a t a , Pe t a ni Jua l Ga ba h Le bih M ur a h

Jumat, 4 April 2008 | 00:41 WIB

Purwakarta, Kompas - Petani di sejumlah desa di Kecamatan Purwakarta dan Pasawahan, Kabupaten Purwakarta, mempercepat masa tanam kedua untuk menghindari risiko kekeringan saat kemarau nanti. Adapun di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, kelompok petani telanjur menjual gabah ke tengkulak.

Mereka langsung menebar benih dan mengolah lahan lagi meski panen baru usai. Wawan Sukarwan (45), petani di Kelurahan Nagri Tengah, Purwakarta, Kamis (3/4), mengatakan, petani khawatir situasinya seperti tahun lalu. Tanaman mengering karena hujan tak turun lagi sejak padi berusia 30 hari dan tidak ada air di saluran irigasi. Idealnya, sawah dibiarkan (bera) selama 1-2 bulan untuk memulihkan kondisi tanah serta memutus siklus hama.

Kini, petani mulai menebar benih serta mengolah lahan, dan memanfaatkan debit air irigasi yang masih normal ketika hujan sering turun seperti sekarang.

Wanti (65), petani lainnya di Kelurahan Nagri Kidul, Purwakarta, menambahkan, musim kemarau tahun 2007 datang lebih cepat dibandingkan dengan yang diperkirakan petani. Akibatnya, tanaman padi mengering dan mati karena tidak diairi pada usia 30-45 hari.

Belum merata

Di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, kelompok tani mengatakan, informasi mengenai penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) oleh Pemerintah Kabupaten Bantul belum merata. Sunardi, Ketua Kelompok Bakti Tani Desa Srigading Sanden, Bantul, mengaku sudah menjual gabahnya Rp 1.800 per kg kepada tengkulak. Sunardi berharap dinas pertanian dan kehutanan memberi informasi detail tentang mekanisme pembelian gabah.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul Edy Suharyanto menjelaskan, petani yang ingin menjual gabah silakan menghubungi Dinas Pertanian dan Kehutanan Bantul.

”Petugas kami akan terjun ke lapangan untuk menunggui panen mereka. Jadi, pembelian yang kami lakukan berdasarkan permintaan petani,” kata Edy.

Sementara itu, sebagian besar petani Kabupaten Blitar, Jawa Timur, memilih tak menjual seluruh hasil panennya untuk mengantisipasi paceklik. Sumarji, petani Desa Ponggok, Blitar, mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan di luar beras, mereka kerja sebagai buruh atau tukang ojek. Kepala Perum Bulog Subdivre Cianjur Alwi Umri, Kamis (3/4), mengatakan, hingga 31 Maret, pihaknya telah menyerap beras petani 4.300 ton, dari rencana pembelian tahun 2008 sebesar 34.000 ton.

(29)

Kompas Jumat, 04 April 2008

I r ig a si Kom e r in g D it in g k a t k a n

Su r p lu s D it a r g e t 4 0 .0 0 0 Ton Ga b a h

Jumat, 4 April 2008 | 01:15 WIB

Palembang, Kompas - Gubernur Sumatera Selatan Syahrial Oesman akan meningkatkan kapasitas irigasi kawasan Komering untuk wilayah Sumatera Selatan agar bisa mengairi lahan sawah seluas 45.000 hektar. Peningkatan kapasitas irigasi akan melalui lebih dari tiga tahap pembangunan untuk meningkatkan surplus beras.

Gubernur Sumsel mengutarakan hal tersebut di sela-sela kunjungan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto di Palembang, Kamis (3/4) siang.

Menurut Syahrial, irigasi di Komering sampai sekarang masih merupakan saluran irigasi terbesar di Indonesia karena memiliki kapasitas pengairan hingga 120.000 hektar.

Dari total kapasitas pengairan tersebut, Provinsi Lampung mendapatkan pengairan hingga berkapasitas 45.000 hektar lahan sawah, sedangkan Provinsi Sumsel baru mendapatkan pengairan setara 30.000 hektar lahan sawah hingga tahun 2008.

”Ini berarti masih banyak potensi serta kapasitas air untuk pengairan yang bisa dimaksimalkan untuk lahan sawah di Provinsi Sumsel. Diperkirakan, potensi untuk Sumsel masih setara 40.000 hektar,” kata Syahrial.

Berdasarkan dukungan dari Direktorat Sumber Daya Air Jakarta, tahun ini masih akan ditambah lagi proyek untuk penguatan kapasitas pengairan irigasi Komering, salah satunya untuk lahan sawah seluas 10.000 hektar dan 15.000 hektar. Proyek- proyek tersebut akan dibagi menjadi beberapa fase atau tahap pembangunan.

”Nantinya, lahan sawah di Sumatera Selatan yang akan terairi oleh irigasi Komering ini mencapai seluas 45.000 hektar. Dengan demikian, target sebagai lumbung pangan bisa dipertahankan,” kata Syahrial.

Dia menambahkan, ada beberapa fase dan tahap yang direncanakan untuk menambah kapasitas saluran irigasi Komering. Saat ini, pembangunan berada di tahap I fase II.

Saat ini, pemerintah sudah merencanakan pembangunan tahap II fase II, tahap III fase II, dan seterusnya, sampai mencapai tahap pembangunan sesuai kapasitas pengairan seluas 45.000 hektar lahan sawah.

Surplus beras

Menurut Syahrial, proyek pembangunan untuk peningkatan irigasi Komering ini bertujuan mempertahankan Provinsi Sumatera Selatan sebagai lumbung pangan bagi daerah. Dengan proyek peningkatan saluran irigasi di atas, Syahrial memperkirakan produksi beras di Provinsi Sumatera Selatan bisa mencapai surplus 40.000 ton gabah.

(30)

Suara Pembaruan Jumat, 04 April 2008

Ja n g a n Tu n d a Ke n a ik a n H PP Ga b a h

[SP/M Kiblat Said]

Buruh tani di Desa Panciro, Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel), Jumat (4/4) memanen padi yang sudah kering. Harga gabah di desa itu beragam antara Rp 1.700 sampai Rp 1.800 per kg.

[JAKARTA] Harga pembelian pemerintah (HPP) gabah yang berlaku saat ini, dinilai sulit dipertahankan, karena tidak selaras lagi dengan kenaikan biaya produksi maupun kenaikan pengeluaran rumah tangga petani. Apalagi faktanya, petani kebanyakan menjual gabah di bawah HPP, seperti gabah kering panen (GKP) dijual rata-rata Rp 1.700-1.800/kg, di bawah HPP Rp 2.000/kg.

Selain itu, berdasarkan perhitungan HPP gabah kering giling (GKG) Rp 2.500/kg, petani hanya untung 30 persen dari biaya produksi, yang kini mencapai rata-rata Rp 6 juta/hektare.

Karena itu, berbagai kalangan meminta agar pemerintah tidak menunda-nunda kenaikan harga gabah, mengingat panen raya sudah berlangsung.

"Jika HPP dinaikkan setelah panen raya berlalu, kebijakan tersebut hanya akan menjadi kebijakan 'kesiangan' karena petani sudah menjual gabahnya ke tengkulak. Kenaikan ini seharusnya juga dinikmati petani, bukan hanya pedagang," kata Ketua Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia (MAI), Iskandar Andi Nuhung kepada SP, Jumat (4/4).

Ketua Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia, Agusdin Pulungan menilai, HPP GKP yang saat ini ditetapkan Rp 2.000/kg, tidak sesuai biaya produksi, hingga perlu dinaikkan menjadi Rp 2.600/kg. "Petani kita rata-rata hanya memiliki lahan di bawah satu hektare. Bahkan, kalau di Jawa rata-rata 0,25-0,3 hektare. Mereka akan rugi jika hasil panen mereka tidak dihargai lebih," katanya. Menurut dia, kenaikan biaya usaha tani, seperti pupuk, tenaga kerja, obat-obatan, sewa lahan, maupun biaya hidup rumah tangga petani saat ini, membutuhkan penyesuaian HPP.

Ketua Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sulsel, H Abdul Rahman Tayang mengatakan, masalah rendahnya HPP gabah sudah berulang kali disampaikan kepada pemerintah. Seharusnya, sudah ada perlakuan khusus untuk mengamankan produksi petani setiap memasuki masa panen raya.

(31)

Suara Pembaruan Jumat, 04 April 2008

Namun, Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengusulkan agar kenaikan HPP gabah diterapkan sebelum datangnya musim paceklik untuk mencegah harga beras melambung tinggi. "Waktu yang tepat sebaiknya sebelum bulan Juli 2008, dengan alasan saat itu belum memasuki musim kemarau dan musim panen sudah lewat," katanya saat dihubungi SP di Jakarta, Jumat.

Menurut menteri, kenaikan ini juga untuk mengantisipasi stabilitas harga gabah setelah panen raya pada Maret dan April ini. Meski pemerintah belum menghitung besaran kenaikan HPP, Anton berharap petani dapat menikmati keuntungan 100 persen dari kenaikan harga nanti.

Namun, Dirut Perum Bulog, Musthafa Abubakar tidak sependapat jika harga beras akan melambung tidak terkendali saat musim paceklik nanti. Menurut Musthafa, cadangan beras pemerintah tahun ini jauh lebih baik dibanding tahun kemarin.

Dengan target penyerapan beras petani tahun ini sebesar 2,43 juta ton ditambah stok tahun lalu masih ada 1 juta ton, maka cadangan beras pemerintah tahun ini cukup aman, ujar Abubakar. Cadangan itulah yang akan digunakan untuk mengendalikan harga beras di musim paceklik nanti.

(32)

Kompas Sabtu, 05 April 2008

KEH I D UPAN PETAN I

H a sil Pa ne n H e nda k D ij ua l k e M a na ?

Masa panen adalah masa yang paling dinanti oleh setiap petani, tak terkecuali Darus (52), petani di Desa Pudak, Kecamatan Kumpeh Ulu, yang merupakan salah satu sentra padi di Kabupaten Muaro Jambi. Apalagi, sawah garapannya seluas 2.900 meter persegi menghasilkan 24 karung gabah yang beratnya mencapai 1 ton lebih.

Walaupun hasil panennya terbilang lumayan untuk ukuran sawah tadah hujan, Darus tidak cukup gembira dengan hasil tersebut. Pasalnya, hingga hampir setengah bulan setelah panen gabah milik Darus tidak laku dijual.

Masalah ini juga menimpa hampir seluruh petani di Desa Pudak. Sawah mulai dipanen, tetapi petani bingung menunggu pembeli.

”Petani di sini sudah menanam padi selama puluhan tahun, tetapi sejak dulu tidak ada pembeli besar atau tengkulak yang membeli gabah kami. Paling-paling dijual ke warung yang kemampuan belinya juga cuma sedikit,” ujar Darus, Rabu (2/4).

Gabah hasil panen kebanyakan disimpan sendiri oleh petani. Selain untuk dimakan sendiri, sering kali beras juga digunakan untuk sumbangan bagi tetangga atau kerabat yang sedang merayakan hajatan.

Pada masa panen pertama tahun ini harga beras di pasaran masih cenderung stabil. Untuk kualitas sedang, harganya Rp 5.500-Rp 6.000 per kilogram. Namun, harga beras yang baik ini tidak sepenuhnya dinikmati petani di Jambi. Petani terpaksa menjual berasnya dengan harga lebih rendah dari pasaran demi mendapatkan uang.

”Beras kami jual Rp 20.000 per gantang (sekitar 4 kilogram). Padahal kalau dibandingkan dengan beras-beras yang bermerek, rasa beras hasil panen kami lebih enak. Namun, karena tidak ada mereknya, beras kami dijual eceran atau untuk oplosan beras,” tutur Darus.

Belum lagi kendala-kendala lain yang kerap menghantui petani, seperti hama dan cuaca. Intensitas hujan yang tidak menentu membuat petani di Desa Pudak terpaksa melakukan panen lebih awal.

Tutur (45), petani lain, terpaksa memanen padi walaupun bulir-bulir padinya belum masak benar. ”Beberapa waktu lalu sawah di sekitar kami sempat terendam sebagian. Kami waswas kalau nanti hujan deras turun lagi sehingga terpaksa kami panen sekarang,” ujar dia.

Menggantungkan penghasilan sepenuhnya pada sawah jelas tidak mungkin bagi petani. Menyimpan beras belumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi harga-harga kebutuhan pokok terus meroket akhir-akhir ini.

Darus mengatakan, menjadi petani sebenarnya bukanlah pekerjaan satu-satunya. Menggarap sawah tidak bisa dijadikan patokan untuk menghasilkan uang secara memadai. Oleh karena itu, Darus masih harus mencari tambahan uang dengan bekerja menjadi buruh kasar.

(33)

Kompas Sabtu, 05 April 2008

Pa nga n

Pe t a n i Sia p Be r u t a n g k a r e n a Ga g a l Pa n e n

Sabtu, 5 April 2008 | 01:52 WIB

Cirebon, Kompas - Petani di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jabar, mengaku siap-siap berutang untuk musim tanam bulan April dan Mei ini karena keterbatasan modal yang dimiliki. Penjualan hasil panen lalu tidak menutupi kebutuhan modal tanam sebab padi terkena serangan hama.

Wawan (26), petani di Desa Jatianom, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon, mengatakan, hasil panen di lahan milik keluarganya turun 40 persen, dari 4 ton per hektar menjadi 2,5 ton per hektar, akibat hama kresek. ”Paling tidak, harus berutang Rp 6 juta-Rp 8 juta,” kata Wawan, Jumat (4/4).

Hal yang sama dikatakan Tasmun (45), petani di Leuwigede, Kecamatan Widasari, Indramayu. Adapun Katnawi (53), petani di Desa Pilangsari, Kecamatan Jatibarang, Indramayu, tidak menjual sisa hasil panen untuk modal produksi, yaitu membeli pupuk dan upah buruh.

Di Sukabumi, sebagian petani pemilik lahan tadah hujan ragu-ragu menanam padi. Jika musim kemarau telah dekat, mereka akan menanam kedelai yang lebih tahan cuaca kering.

Sementara itu, di musim panen raya ini Bulog dipelbagai daerah menyatakan siap dan tidak mengalami hambatan menyerap beras petani, di antaranya Bulog Sumsel, Jambi, Banyumas, dan Kabupaten Purbalingga, Jateng.

Sebaliknya, di Lampung dan Kabupaten Karawang, Jabar, penyerapan gabah oleh Bulog seret karena petani lebih senang jual ke pedagang. Di Magelang, Jateng, gabah dan beras menumpuk di sejumlah penggilingan padi. Petani menunggu harga beras naik.

(34)

Kompas Sabtu, 05 April 2008

PERKEBUNAN

Pe t a ni Ubi Ka y u D a pa t Kr e dit Rp 1 1 M ilia r

Sabtu, 5 April 2008 | 02:12 WIB

Bandar Lampung, Kompas - Bank Mandiri Lampung bekerja sama dengan PT Budi Acid Jaya Tbk menyalurkan kredit sebesar Rp 11 miliar kepada 1.200 petani. Kredit tersebut untuk meningkatkan budidaya tanaman ubi kayu, sekaligus menggerakkan perekonomian rakyat.

Direktur Mikro dan Retail Banking Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin pada acara penandatanganan perjanjian kredit antara Bank Mandiri dan perwakilan 27 kelompok tani binaan PT Budi Acid Jaya Tbk, Jumat (4/4), mengatakan, penyaluran kredit itu merupakan bagian dari kesanggupan Bank Mandiri menyalurkan kredit usaha tani secara nasional melalui program Kredit Ketahanan Pangan (KKP) 2008.

Pada 2008 Bank Mandiri menargetkan mampu menyalurkan KKP sebesar Rp 400 miliar. Sampai dengan Maret 2008 Bank Mandiri sudah menyalurkan KKP sebesar Rp 250 miliar. Sekitar Rp 200 miliar di antaranya disalurkan ke petani tebu dan Rp 50 miliar direncanakan disalurkan kepada petani ubi kayu.

Bank Mandiri menargetkan kredit Rp 50 miliar tersebut akan bisa disalurkan pada 2008 untuk membiayai 5.400 petani ubi kayu di Lampung.

”Penyaluran kredit Rp 11 miliar ini merupakan penyaluran tahap pertama. Setiap petani mendapat kredit sebesar Rp 10 juta,” kata Budi G Sadikin.

Sesuai dengan perjanjian, PT Budi Acid Jaya Tbk, salah satu perusahaan produsen tepung tapioka terbesar di Lampung, akan menjadi inti dalam kemitraan ubi kayu tersebut.

PT Budi Acid Jaya Tbk pula yang akan menjamin pembelian hasil panen ubi kayu petani dengan harga tertinggi, Rp 400 per kilogram. Penjaminan pasar dan kredit itu memudahkan petani mengembalikan kredit bank dalam waktu 9-12 bulan.

(35)

Suara Pembaruan Sabtu, 05 April 2008

Pe t a ni Te bu Sa y a ngk a n Sik a p Pe m e r int a h

[JAKARTA]Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Abdul Wachid menyayangkan sikap pemerintah yang tidak mau mendengarkan aspirasi petani. Sikap ngotot pemerintah mengijinkan impor gula rafinasi dalam jumlah besar tanpa mekanisme kontrol yang jelas dan ketat terhadap distribusinya sangat membahayakan industri tebu rakyat.

Dihubungi SP, Jumat (4/4) di Jakarta, dia mengkhawatirkan dibiarkannya penetrasi gula rafinasi ke pasar umum akan menghancurkan industri tebu rakyat. Padahal saat ini sedikitnya ada 10 juta orang yang hidupnya bergantung pada kelangsungan industri gula berbasis tebu rakyat.

"Kalau peredaran gula rafinasi tidak dikontrol secara ketat bisa mengancam tebu rakyat. Ini akan menjadi masalah sosial dan ekonomi baru, mau bekerja apa mereka nanti kalau industri tebu rakyat hancur," katanya.

Karena itu, dia mendesak agar peran industri gula rafinasi dikembalikan ke fungsi semula. Dibangunnya industri gula rafinasi tidak lain ditujukan untuk memenuhi kebutuhan gula bagi industri makanan dan minuman bukan pasar umum, katanya. Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan gula rafinasi malah dijual ke pasar umum yang selama ini menjadi pasar gula putih yang berbasis tebu rakyat.

Pantauan SP di Jakarta dan Bogor menunjukkan, gula rafinasi juga dijual di sejumlah minimarket. Beberapa minimarket menjualnya sebagai bagian dari paket promosi dimana setiap konsumen yang berbelanja minimal Rp 50.000 dan kelipatannya ditawarkan membeli gula rafinasi sebanyak 0,5 kilogram hanya dengan harga Rp 1.000.

Merembesnya gula rafinasi ke pasar umum semestinya disadari pemerintah sejak awal. Menurut hitungan Wachid, kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman sebenarnya hanya 900.000 tiap tahun. Tetapi, produksinya tahun ini ditargetkan 1,7 juta ton. Kelebihan produksi gula rafinasi sekitar 800.000 ton itulah yang dijual ke pasar umum.

(36)

Suara Pembaruan Sabtu, 05 April 2008

Pu p u k Be r su b sid i Ke m b a li La n g k a d i Su m u t

[MEDAN] Pupuk bersubsidi mulai sulit ditemukan masyarakat petani di sebagian kawasan di Simalungun, Siantar, Tanah Karo, dan Tapanuli Selatan, Sumatera Utara (Sumut). Daerah lain diduga mengalami kelangkaan sama, kelangkaan sering terjadi di saat petani sudah melaksanakan proses tanaman seperti padi, dua sampai tiga pekan sebelumnya.

"Setelah tiga pekan proses tanaman padi, kita petani sering memberikan pupuk ke tanaman agar menghasilkan padi lebih baik, sesuai yang diharapkan. Bila tidak dirangsang, tak akan menghasilkan. Hasil panen pun tidak sesuai yang kita inginkan," ujar Baringin Simarmata (50), petani asal Simalungun, Sumatera Utara (Sumut), Sabtu (5/4) pagi.

Menurutnya, harga pupuk di kampung halamannya tidak terjangkau akibat kelangkaan tersebut.

Kalaupun ada, harga pupuk jenis urea lebih dari Rp 120.000 untuk satu karung ukuran 50 Kilogram (kg). Sementara harga standar di tingkat eceran sekitar Rp 90.000.

Baringin mengungkapkan hal tersebut saat akan membeli pupuk di Pasar Sambu Medan. Dia datang membeli pupuk karena pupuk urea subsidi pemerintah yang seharusnya disalurkan kepada petani di Simalungun, sangat sulit mereka dapatkan. Kelangkaan ini sudah berjalan selama sepekan belakangan.

(37)

Suara Pembaruan Sabtu, 05 April 2008

Ribua n H a Pa di d i Ja m b i Pu so

[JAMBI] Sekitar 1.923 hektare (ha) tanaman padi siap panen di Provinsi Jambi puso akibat banjir yang melanda daerah itu dua pekan ini. Sedangkan tanaman padi yang mengalami rusak mencapai 3.830 ha. Guna mengatasi kerugian akibat banjir tersebut, pemerintah setempat menyiapkan bibit padi sekitar 42.000 ton.

Hal tersebut dikatakan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hor- tikultura Provinsi Jambi, H Erman Rahim, di Jambi, Jumat (4/4).

Luas areal pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang terendam banjir di tujuh kabupaten di provinsi itu sejak dua pekan lalu mencapai 50.565 ha. Tanaman pangan yang rusak akibat banjir tersebut mencapai 4.941 ha. Sedangkan buah-buahan yang terancam rusak, akibat banjir sekitar 46.530 ha. Tanaman jeruk yang terendam banjir sekitar 42.490 ha, manggis 3.960 ha dan tanaman buah lain, seperti durian, duku sekitar 100 ha.

Erman mengatakan, pihaknya sudah mengimbau jajaran dinas pertanian di kabupaten yang dilanda banjir mengajukan permintaan benih padi. Pengangkutan benih padi dari provinsi ke kabupaten perlu segera dilakukan guna mempercepat penanaman.

Secara terpisah, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi, H Soewarno Soerinta mengatakan, pemerintah kabupaten diminta bersikap proaktif menanggulangi dampak banjir terhadap pertanian tanaman pangan. Hal ini penting guna mencegah anjloknya produksi padi dan komoditas pangan lain di daerah itu.

(38)

Jurnal Nasional Minggu, 06 April 2008

Halaman Muka jakarta | Minggu, 06 Apr 2008

Ce r m a t i Pe ny e lundupa n Be r a s

by : Dionisius Bambang Arinto

Pemerintah mencermati penyeludupan beras ke luar negeri oleh para spekulan menyusul meroketnya harga beras di pasar internasional menembus US$ 1000 per ton. Sebelumnya, pemerintah menegaskan tidak mengekspor beras karena ingin mengamankan stok pangan dalam negeri.

“Ada indikasi penyelundupan beras ke luar negeri yang harus diantisipasi. Kita terus mencermati itu dan semua pihak juga harus demikian,” kata Joko Said Damarjati, Direktur Jenderal Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian, dihubungi Jurnal Nasional, Sabtu (5/4).

Menurut Joko, terus meningkatnya harga beras di tingkat dunia itu menunjukkan masing-masing negara ingin membangun ketahanan pangan yang sangat kuat dengan cara tidak melakukan ekspor. “Vietnam yang memiliki stok 5 juta ton saja tidak ingin ekspor, apalagi kita yang hanya 2-3 juta ton. Kita juga perlu mengamankan ketahanan pangan dalam negeri,” ucapnya.

Merespon keinginan petani agar Bulog menaikkan harga gabah dan beras dari petani, Joko mengatakan, pemerintah tengah menganalisis harga pembelian pemerintah (HPP) yang wajar. Namun berapa kisaran harganya, dia belum mau menyebut. “Pemerintah ingin, petani secara langsung dapat menikmati hasil jerih payah mereka,” ujarnya.

Yang dilakukan pemerintah saat ini, lanjut Joko, memprioritaskan penanganan mutu pasca panen bagi petani. Terutama mengantisipasi panen pada April 2008 ini. Caranya, memfasilitasi teknologi dan pembagian terpal bagi para petani. Sasarannya, agar mutu hasil panen tetap terjaga karena diharapkan mereka bisa menyimpan dan menjemur dengan aman.

Wakil Rektor II Institut Pertanian Bogor, Hermanto Siregar berpendapat, yang harus dilakukan pemerintah adalah meningkatkan basis produksi. Termasuk memperluas areal pertanian di luar Jawa, bantuan teknologi dan subsidi pupuk bagi para petani. Selain itu, pemerintah jangan hanya memberikan benih hibrida kepada para petani.

“Pemerintah harus komprehensif. Selain perluasan areal pertanian di luar Jawa, pemerintah melalui Bulog perlu mematok tingkat harga pembelian (gabah dan beras) yang wajar. Bulog jangan selalu bilang, kadar air gabah petani masih tinggi sehingga harga rendah, tetapi berikan bantuan teknologi agar kadar air itu bisa ditekan,” katanya.

Menanggapi terus melambungnya harga beras di tingkat dunia, Hermanto juga mengatakan, hal itu sebagai akibat tindakan tiap negara mengamankan stok pangan masing-masing. Sebab, rasio tot

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, selanjutnya peneliti mengemukakan saran agar pembelajaran IPA, khususnya pada materi sumber daya alam di kelas ada

Seperti pada kasus penelantaran pasien diatas, akibat dari adanya perbuatan lalai dari Bidan mengakibatkan hilangnya hak untuk hidup seseorang, selain itu, perbuatan bidan

Mengikut Yesus, berarti kita harus rela melepaskan semua ikatan masa lalu, menanggalkan beban-beban agar langkah kita menjadi lebih ringan dan lebih cepat dalam

Kalpiko Batik terdiri dari motif fauna, motif flora, motif mega mendung, motif parang, motif kawung, motif watu tumpuk, motif percikan air, motif cecek, motif wajikan, motif

[r]

Surat Permohonan Perubahan alamat e-mail, diketik di atas kertas berkop Surat Perusahaan, ditandatangani direktur, dicap dan bermaterai Rp.6.000,-.. Selain Direktur, pembawa Surat

Lima Puluh Empat Juta Tujuh Ratus Empat Rupiah). t diketahui

Dengan kata lain, dakwah bilhal merupakan metode pemberbedayan masyarakat, yaitu dakwah dengan memberdayakan aset yang dimiliki suatu komunitas atau kelompok