• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPORT ANALISIS ENVIRONMENT MEDIA PENYIARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPORT ANALISIS ENVIRONMENT MEDIA PENYIARAN"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

MARKET & NON-MARKET ENVIRONMENT

MEDIA PENYIARAN DI INDONESIA

Oleh:

Imelda Sitinjak, SE, MSM

(Dosen Tetap Fakultas Ekonomi)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

MEDAN

(2)

i

KATA PENGANTAR

Terpujilah Tuhan atas segala berkat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, penulis menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas HKBP Nommensen.

2. Dekan Fakultas Ekonomi Univesitas HKBP Nommensen.

3. Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen.

4. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Universitas HKBP Nommensen.

5. Pengurus Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen.

6. Staf Pengajar dan pegawai Universitas HKBP Nommensen khususnya Fakultas Ekonomi

7. Keluargaku tercinta.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan rendah hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan karya ilmiah selanjutnya sehingga karya ilmiah dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Medan, Agustus 2015

(3)

ii

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... . ii

BAB I: PENDAHULUAN... . 1

BAB II: PEMBAHASAN ... . 5

2.1. AnalisisMarket Environment... 6

2.2. AnalisisNon-Market Environment... 9

2.3. AnalisisMarket&Non-Market Environment .... 18

BAB III: KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

3.1. Kesimpulan ... 25

3.2. Saran ... 26

(4)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, industri media di ambang transformasi bersejarah. Secara

historis, media memiliki fungsi yang sangat kuat dalam masyarakat. Banyak

perusahaan media pada awal didirikan memiliki misi untuk mengembangkan

masyarakat, mempromosikan demokrasi, dan budaya nasional. Tetapi akhi-akhir

ini, industri media telah dikelola sebagai bisnis yang hanya mewakili kepentingan

pemilik dan kepentingan yang diwakilinya. Intervensi pemilik dalam industri

media semakin kuat, dengan memasukkan kepentingan pemilik atau perusahaan

dalam produksi konten. Pemilik media cenderung menjadikan isi media sebagai

komoditi, dan menjadikan warga hanya sebagai konsumen.

Lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang

mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan ekonomi,

memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai

media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial. Dalam

ilmu komunikasi, terdapat sebuah teori bernama hypodhermic needle theory yang

menyatakan bahwa segala hal yang diangkat media massa cenderung ditelan

mentah-mentah oleh para pemirsanya. Siaran yang dipancarkan dan diterima

secara bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam

pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak, maka penyelenggara

penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila,

(5)

manusia dalam menyampaikan dan memperoleh informasi dapat dilaksanakan

secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang.

Sejak 1990-an, fungsi sosial dari media telah bergerak menuju

aktivitas-aktivitas dan minat-minat yang didorong oleh pasar (market-driven interests &

activities). Industri media telah menjalankan bisnisnya sama seperti bisnis

perdagangan barang dan jasa lainnya. Pada akhirnya industri media tidak dapat

mempertahankan fungsinya secara murni ditengah persaingan dan perkembangan

teknologi. Kepentingan bisnis sering sekali mengalahkan kepentingan masyarakat.

Seperti industri lainnya, industri media juga harus menciptakan

konsep-konsep bisnis yang memenuhi kebutuhan pasar dan pelanggan. Manajemen atau

cara mengelola bisnis di industri media harus berorientasi pada lingkungan bisnis.

Sementara lingkungan bisnis selalu mengalami perubahan dan perkembangan.

Bagi sebuah bisnis menghadapi perubahan selalu menakutkan dan membutuhkan

keberanian besar. Oleh karena itu, industri media perlu melakukan analisis

lingkungan bisnisnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, media adalah alat (sarana)

komunikasi. Kata media berasal dari kata latin, merupakan bentuk jamak dari kata

“medium”. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti "perantara" atau

"pengantar", yaitu perantara sumber pesan(a source)dengan penerima pesan(a receiver). Jadi industri media merupakan bisnis-bisnis yang menyampaikan pesan dari komunikator kepada masyarakat luas. Industri media bertujuan untuk

mengumpulkan informasi, membangun identitas, menciptakan kebersamaan, dan

untuk hiburan (Wilenius, & Malmelin, 2009). Grossberg, Wartella, & Whitney

(6)

3

sistem kekuasaan, dan sistem nilai. Dengan demikian, industri media memiliki

fungsi sosial, dan fungsi kemasyarakatan yang mendukung pengembangan umat

manusia.

Secara umum media terbagi atas media cetak, media elektronik

(broadcast), media luar griya (out-of-home), dan media interaktif. Medium adalah

contoh spesifik jenis dari masing-masing media. Contohnya koran, majalah dan

tabloid adalah medium dari media cetak, radio dan televisi adalah medium dari

media elektronik. Vehicle adalah publikasi khusus dari masing-masing medium.

Contohnya adalah nama stasiun radio atau saluran televisi (TV channel). Selain

itu, media juga dibagi dua jenis yaitu media massa konvensional (majalah, buku,

koran, radio, film, dan televisi), dan media non konvensional (TV cable, satelit,

komputer, TV interaktif, internet dan komunikasi digital).

Analisis lingkungan industri media ini difokuskan pada analisis media

penyiaran (broadcast) yang terdiri dari televisi dan radio di Indonesia. Media

penyiaran yang disupplai oleh spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya

alam terbatas dan kekayaan nasional yang dilindungi oleh negara sehingga disebut

barang publik. Setiap warga negara berhak dan bebas memperoleh informasi

melalui media penyiaran baik televisi atau radio sehingga merupakan hak asasi

manusia. Fungsi penting media penyiaran adalah mempromosikan nilai-nilai

masyarakat, melindungi pluralisme media, mempunyai peran sosial dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menetapkan standar bagi industri media

(Njegovan, & Sidanin, 2014). Oleh karena itu, media penyiaran bertanggung

jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan,

(7)

Penyelenggara penyiaran atau lembaga penyiaran di Indonesia baik

lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran

komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan dalam melaksanakan tugas,

fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan

yang berlaku yaitu UU No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Sedangkan perilaku

penyiarannya diawasi dan ditetapkan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan

Standar Program Siaran (SPS) tahun 2012 oleh lembaga negara independen

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga kuasi negara atau dalam

istilah lain juga biasa dikenal denganauxilarry state institution. Dalam sistem

perizinan diatur berbagai aspek persyaratan, yakni mulai persyaratan perangkat

teknis (rencana dasar teknik penyiaran dan persyaratan teknis perangkat

penyiaran, termasuk jaringan penyiaran), substansi/format siaran (content),

permodalan (ownership), serta proses dan tahapan pemberian, perpanjangan atau

pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.

Jasa penyiaran di Indonesia terdiri dari jasa penyiaran radio dan televisi.

Munculnya stasiun-stasiun televisi dan radio baru di seluruh pelosok Indonesia,

harus disusun standar baku yang mampu mendorong lembaga penyiaran untuk

memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang

beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan

kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,

demokratis, adil, dan sejahtera. Di tengah perkembangan media internet yang

cukup pesat, arah komunikasi massa pun mulai berubah yaitu masyarakat dapat

memilih informasi yang mereka butuhkan dan mengirimkan umpan balik kepada

(8)

5

BAB II

PEMBAHASAN

Sebuah industri didefinisikan sebagai sebuah grup yang terdiri dari

perusahaan-perusahaan yang menawarkan produk atau jasa sejenis atau produk

subsititusi satu dengan yang lain yang dapat memuaskan kebutuhan dasar

konsumen (Jones, & Hill, 2010:40). Setiap industri tersebut memiliki lingkungan

bisnis yang terdiri dari komponenmarketdannonmarket(Baron, 2010:2).

Lingkungan market meliputi interaksi antara perusahaan-perusahaan

dengan pemasok-pemasok dan konsumennya yang dipengaruhi oleh pasar dan

kontrak. Dengan beroperasi di lingkungan market secara efektif dapat mencapai

kinerja yang superior. Sedangkan lingkungan nonmarket meliputi interaksi antara

perusahaan dengan individu, kelompok-kelompok yang berkepentingan,

pemerintah, dan masyarakat umum yang tidak dihubungan dengan pasar tetapi

dengan institusi pemerintah dan swasta.

Kedua lingkungan ini, selain mempunyai hubungan timbal balik dengan

perusahaan itu sendiri, tetapi juga mempunyai hubungan timbal balik antar kedua

lingkungan ini yaitu bahwa lingkungan market dipengaruhi isu-isu penting yang

berkembang di lingkungan nonmarket, sementara lingkungan nonmarket

membentuk peluang bisnis di pasarnya. Untuk mengelola dampak lingkungan

market dan nonmarket, manajemen bertanggung jawab memformulasikan dan

mengimplementasikan strategi nonmarket sebaik strategi market. Analisis

(9)

untuk lingkungan nonmarket digunakan analisis Four I’s, seperti yang dijelaskan

berikut ini.

2.1. AnalisisMarket Environment

Menurut perspektif organisasi industrial (industrial organization – I/O) menyatakan bahwa kinerja organisasi akan sangat ditentukan kekuatan-kekuatan

industri yang disimpulkan Michael Porter sebagai Lima Kekuatan Porter (Porter’s Five Forces) sebagai hakikat persaingan di industri media penyiaran yaitu yang terdiri dari: (David, 2009:145)

1. Daya tawar pemasok (bargaining power of suppliers).

Daya tawar pemasok meningkat ketika jumlah industri yang dipasok

besar, hanya terdapat sedikit bahan mentah pengganti yang bagus, dan biaya

peralihan ke bahan mentah lain sangat tinggi. Di industri media penyiaran,

pemasok (supplier) terdiri dari penyedia network atau jaringan dan penyedia program (Horwitz, 1989). Daya tawar pemasok di industri ini termasuk

rendah karena jumlah industri yang dipasok kecil atau masih sedikit jumlah

‘para pemain’ industri media penyiaran di Indonesia apalagi biasanya

pebisnis di industri ini menjalankan strategi integrasi ke belakang

(mempunyaiproduction housesendiri).

2. Daya tawar konsumen (bargaining power of buyers)

Daya tawar konsumen disebut tinggi apabila konsumen berbelanja atau

membeli dalam jumlah yang besar, produk yang dibeli adalah standar atau

tidak terdiferensiasi, konsumen dengan mudah dan murah beralih ke pesaing,

(10)

7

menghadapi permintaan yang menurun, konsumen memegang informasi

tentang produk, harga, dan biaya, konsumen memegang kendali mengenai

apa dan kapan mereka bisa membeli produk.

Di industri media penyiaran, terdapat dua macam konsumen yaitu

konsumen pemirsa (audience) dan konsumen pengiklan (advertiser). Konsumen pemirsa adalah konsumen yang menikmati program hiburan atau

informasi secara cuma – cuma, sedangkan konsumen pengiklan adalah

konsumen yang membayarkan sejumlah uang kepada media untuk dapat

menayangkan iklannya berupa iklan niaga atau iklan layanan masyarakat.

Daya tawar konsumen industri media penyiaran di Indonesia tergolong

rendah karena konsumen pemirsa tidak atau jarang sekali menentukan

informasi atau program apa yang hendak dikonsumsi sementara konsumen

pengiklan juga dibatasi oleh undang-undang penyiaran.

3. Potensi atau ancaman masuknya pesaing baru (threat of new entrants)

Hambatan masuknya pesaing baru dapat mencakup kebutuhan untuk

mencapai skala ekonomi secara cepat, kebutuhan untuk menguasai teknologi

dan trik-trik praktis, kurangnya pengalaman, loyalitas konsumen yang kuat,

preferensi merek yang kuat, persyaratan modal yang besar, kurangnya akses

ke bahan mentah, kepemilikan paten, kebijakan regulatif pemerintah, lokasi

yang kurang menguntungkan, serangan balik dari perusahaan yang diam-diam

berkubu, dan potensi penyaringan pasar. Potensi atau ancaman masuknya

pesaing baru industri media penyiaran di Indonesia tergolong rendahkarena

frekwensi dan perizinan hanya dikuasai oleh beberapa konglomerasi akibat

(11)

4. Potensi atau ancaman pengembangan produk substitusi (threat of substitutes) Potensi atau ancaman produk substitusi akan meningkat ketika harga

relatif produk pengganti tersebut turun, dan biaya peralihan konsumen juga

menurun. Potensi atau ancaman pengembangan produk substitusi media

penyiaran di Indonesia cenderung rendah karena semakin tingginya

kebebasan pers untuk menyiarkan berbagai informasi, dan media penyiaran

mengikuti perkembangan teknologi untuk mendukung perubahan perilaku

konsumen seperti penyiaran melalui internet.

5. Persaingan antar perusahaan saingan (rivalry among competitors)

Intensitas persaingan antar perusahaan saingan cenderung meningkat

ketika jumlah pesaing bertambah, pesaing lebih setara dalam ukuran dan

kapabilitas, permintaan akan produk industri ini menurun, potongan harga

menjadi lazim, konsumen dapat beralih merek dengan mudah, hambatan

untuk meninggalkan pasar tinggi, biaya tetap tinggi, produk bisa rusak atau

musnah, permintaan konsumen tumbuh lambat atau turun, produk yang dijual

adalah komoditas, pesaingnya beragam dalam hal strategi, asal usul, budaya,

dan merger & akuisisi menjadi lazim dalam industri.

Tingkat persaingan antar perusahaan saingan (rivalry among competitors) di Indonesia termasuk tinggi karena adanya kelaziman untuk akuisisi dalam industri penyiaran, dan para pemain yang eksis masih setara

dalam ukuran dan kapabilitasnya yaitu perusahaan-perusahaan besar

(12)

9

Life cycle Industri

Siklus hidup industri media penyiaran saat ini berada pada posisi antara

bertumbuh (growth) sampai dewasa (maturity). Pada siklus ini, intensitas persaingan sangat tinggi untuk memperoleh perhatian pemirsa dan pengiklan.

Pemain yang tidak sanggup bersaing nantinya akan mengalami penurunan bahkan

mati. Jika ingin mempertahankan keunggulan daya saingnya harus terus

melakukan inovasi dan kreativitas di semua bidang.

2.2. AnalisisNon-Market Environment

Di dalam lingkungan nonmarket terdapat karakteristik empat I (the four I’s) yaitu (Baron, 2010:5): Issues (masalah-masalah yang sedang berkembang),

Interests (kepentingan-kepentingan), Institutions (lembaga-lembaga), dan

Information (informasi-informasi). Untuk proses analisis isu-isu nonmarket di suatu industri dilakukan melalui tahap screening, yaitu dilakukan pendataan isu-isu (Issues) yang sedang berkembang di industri tersebut dan penyaringan isu-isu yang bertentangan dengan hukum, kebijakan perusahaan, dan prinsip etika.

Kemudian tahap analysis mempertimbangkan selain tiga I lainnya: Interests

(kepentingan-kepentingan), Institutions (lembaga-lembaga), dan Information

(informasi-informasi). Akhirnya tahap choice, yang mengevaluasi klaim etika dengan pilihan-pilihan yang walaupun mengutamakan kepentingan-kepentingan

perusahaan dan para stakeholder tetapi tetap memperhatikan moral, prinsip-prinsip, hak-hak dan keadilan. Kemudian pilihan-pilihan tersebut diformulasikan

(13)

Berikut analisis lingkunganNon-Marketindustri media penyiaran dengan karakteristik4I’s:

I. TahapScreening

Berikut pendataan isu-isu (issues) yang sedang berkembang di industri

media penyiaran dan penyaringan isu-isu yang bertentangan dengan hukum,

kebijakan perusahaan, dan prinsip etika.

a. Isu kepemilikan, konsentrasi kepemilikan media penyiaran

(http://mediarights.or.id/tag/media-policy).

b. Isu perizinan (www.kpi.co.id)

c. Isu penyuapan diduga terjadi terhadap pejabat negara dalam proses akuisisi

media (http://www.bisnis.com/articles)

d. Isu isi atau konten siaran (http://www.bisnis.com/articles).

e. Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, skorsing bernuansa union busting (anti berserikat) dan ketidaklayakan upah jurnalis dan pekerja media lainnya

(http://bandung.detik.com/read/2010/05/01/111242/1349080/486/aji-bandung-tolak-phk-massal-pekerja-media)

II. Tahap Analisis

Pada tahap analisis ini menyangkut Interests (kepentingan-kepentingan),

Institutions (lembaga-lembaga), dan Information (informasi-informasi) untuk setiap isu-isu di atas antara lain:

1. Interests

Secara umum terdapat pihak-pihak yang berkepentingan pada industri

(14)

11

a. Organized interests

• Perusahaan-perusahaan yang ingin beriklan

• Advertising Agency

• Production House

• Aliansi Jurnalistik Independen (AJI)

• Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)

• Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI)

• Asosiasi Radio Siaran Swasta Lokal Indonesia (ARSSLI)

CIPG (Centre for Innovation Policy & Governance) • Asosiasi penyiaran lainnya

• LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

b. Unorganized interests

• Ikatan-ikatan fans club radio dan televisi

• Masyarakat umum

2. Institutions

Terdapat institusi atau lembaga-lembaga yang menaungi industri media

penyiaran.

• Pemerintah

• Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan(Bapepam-LK)

• Komisi Penyiaran Indonesia Pusat

• KPI Daerah

(15)

3. Information

a. Analisis mengenai isu kepemilikan pada industri media penyiaran

(http://mediarights.or.id/tag/media-policy).

Kondisi yang terjadi saat ini, satu perusahaan media penyiaran memiliki

lebih dari satu lembaga penyiaran yang beroperasi secara nasional. Dengan

kata lain, terjadi joint operations dalam industri media penyiaran di Indonesia. Oleh karena itu, kepemilikan hanya dikuasai oleh segelintir

konglomerat (oligopoli).

Undang-undang penyiaran yang saat ini berlaku di Indonesia adalah UU

Penyiaran No.32 Tahun 2002 Pasal 5 huruf g yang berbunyi bahwa penyiaran

diarahkan untuk mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung

persaingan yang sehat di bidang penyiaran. Hal ini mengacu ke

Undang-Undang No.5 Tahun 1999 pasal 1 Nomor 2 Tentang Larangan Praktek

Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan UU Perseroan Terbatas

No.40 Tahun 2007. Larangan praktek monopoli yang dimaksud dalam UU

tersebut adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku

usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas

barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak

sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)

memang mengatur sharing kepemilikan tetapi dianggap tidak relevan diberlakukan pada industri media penyiaran. Aturan yang lemah

menyebabkan Bapepam-LK gagal mengatur industri media dalam aspek

(16)

13

merger. Dengan demikian, terdapat kerancuan antara Undang-undang

Bapepam-LK dengan Undang-undang penyiaran. Oleh karena itu, perbedaan

interpretasi dari para pelaku bisnis media penyiaran mengenai anggapan

pelanggaran terhadap ketiga UU tersebut.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sendiri telah mengeluarkan legal

opinion (opini hukum) mengenai akuisisi. Akuisisi di industri media

penyiaran melanggar UU Penyiaran No.41 Tahun 2002 tentang Praktek

Monopoli, dan PP No 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga

Penyiaran Swasta. Industri media penyiaran memanfaatkan sumber daya

publik berupa frekuensi yang bersifat terbatas dan barang publik sehingga

pembatasan kepemilikan lembaga penyiaran harus diperjelas dan diawasi

lebih ketat lagi.

Pihak-pihak yang berkepentingan (interests) dalam isu ini adalah pelaku bisnis media penyiaran,CIPG (Centre for Innovation Policy & Governance), dan LSM. Pelaku bisnis media penyiaran berkepentingan dalam menentukan

strategi korporasinya. CIPG (Centre for Innovation Policy & Governance) berkepentingan dalam mengawasi pelaksanaan UU, dan mengusulkan revisi

UU kepada institusi-institusi (institutions) seperti Pemerintah melalui Bapepam-LK, Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, KPI Daerah, dan Komisi I

dan XI DPR yang berkepentingan dalam membuat, mengawasi, dan merevisi

(17)

b. Analisis mengenai isu perijinan pada industri media penyiaran

(www.kpi.co.id).

Dalam UU Penyiaran telah mengatur kewenangan KPI dan pemerintah

dalam hal perizinan penyiaran. Pemerintah berwenang dalam penentuan

alokasi frekuensi, sedangkan KPI berwenang dalam izin penyelenggaraan

penyiaran. Fenomena yang terjadi adalah hadirnya TV nasional yang

bersiaran pada sejumlah lembaga penyiaran swasta lokal padahal sebagian

besar masih belum menyelesaikan proses perizinannya. Pemerintah, KPI

Pusat dan KPI Daerah harus bekerja sama bukan saja dalam hal pemberian

izin terlebih dalam pengawasannya. Isu ini termasuk pelanggaran UU

Penyiaran 32/2002 pasal 33 mengenai perizinan.

Pihak-pihak yang berkepentingan (interests) dalam isu ini adalah para pelaku bisnis penyiaran yang tergabung dalam Asosiasi Televisi Swasta

Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Asosiasi

Radio Siaran Swasta Lokal Indonesia (ARSSLI), dan CIPG (Centre for Innovation Policy & Governance). Para pelaku bisnis berkepentingan dalam hal ketenangan menjalankan bisnisnya. CIPG (Centre for Innovation Policy & Governance) berkepentingan dalam mengawasi pelaksanaan UU. Sementara institusi (lembaga) yang bertanggung jawab (institutions) untuk isu ini adalah Pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, KPI Daerah,

(18)

15

c. Analisis isu penyuapan diduga terjadi terhadap pejabat negara dalam proses

akuisisi media (http://www.bisnis.com/articles).

UU penyiaran telah memberi ruang bagi keragaman kepemilikan

(diversity of ownership). Itu artinya,UU Pasar Modal harus mengacu kepada UU Penyiaran yang mengatur industri penyiaran di Tanah Air. Tetapi pada

kenyataannya media penyiaran di Indonesia dimiliki hanya oleh segelintir

orang. Ada dugaan bahwa terjadi isu penyuapan terhadap pejabat negara

dalam proses akuisisi media khususnya dalam hal pemberian izin penyiaran.

Komisi XI DPR menegur Bapepam-LK karena aturan yang lemah sehingga

memungkinkan peluang penyuapan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

juga diminta mengawasi proses akuisisi pada industri media penyiaran

Indonesia.

Pihak-pihak yang berkepentingan (interests) dalam isu ini adalah KPK,

CIPG (Centre for Innovation Policy & Governance), dan LSM. Ketiga pihak ini berkepentingan dalam mengawasi pelaksanaan UU. Sementara institusi

(lembaga) yang bertanggung jawab (institutions) untuk isu ini adalah Pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, KPI Daerah, Bapepam-LK,

dan Komisi I dan XI DPR.

d. Analisis mengenai isu isi atau konten siaran pada industri media penyiaran

(http://www.bisnis.com/articles).

Selain keragaman kepemilikan (diversity of ownership), UU penyiaran juga memberi ruang bagi keragaman konten (diversity of content). Pemilik sekaligus politikus pada industri media penyiaran di Indonesia

(19)

cenderung memihak atau menentang pihak-pihak tertentu. Adanya

kepentingan politik yang saat ini terjadi dapat membahayakan hak warga

terhadap informasi karena media telah menjadi suatu mekanisme yang

digunakan oleh pebisnis dan politisi untuk menyampaikan kepentingan

mereka.

KPI mensinyalir banyak pelanggaran menyangkut isi atau konten siaran

yang dilakukan oleh stasiun televisi dan radio-radio baik nasional maupun

lokal. KPI mengeluarkan teguran-teguran baik lisan ataupun tulisan melalui

surat ataupun ditulis di website KPI. Pelanggaran-pelanggaran tersebut

antara lain kekerasaan fisik dan verbal, menyiarkan program bermuatan

kekerasaan, porno dan mistik pada jam tayang anak menonton televisi dan

melecehkan SARA. Beberapa acara yang masih sering menjadi perdebatan

misalnya acara yang menunjukkan budaya tertentu yang bagi budaya lain

merupakan sesuatu yang ‘vulgar’. Isi atau konten siaran telah diatur dalam

UU penyiaran No. 32 tahun 2002 pasal 36 dan P3 & SPS. P3 Bab XXI Pasal

31 mewajibkan Lembaga penyiaran menyiarkan program siaran lokal dalam

sistem stasiun jaringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku sedangkan informasi yang menentang isu ini yaitu Bab XXI Pasal 52

dimana program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi

minimal 10% (sepuluh per seratus) dari total durasi siaran berjaringan per

hari. TV Lokal tersebut untuk mengubah format siarannya yang sebagian

besarnya didominasi oleh program yang berasal dari TV nasional. Hal ini

berpotensi melakukan pelanggaran terhadap UU Nomor 32 tahun 2002

(20)

17

Pihak-pihak yang berkepentingan (interests) dalam isu ini adalah Aliansi Jurnalistik Independen (AJI), dan masyarakat umum. Aliansi Jurnalistik

Independen (AJI) berkepentingan dalam meliput atau memenuhi isi atau

konten siaran. Sementara masyarakat umum menerima isi atau konten siaran

yang tidak layak. Institusi (lembaga) yang bertanggung jawab (institutions) untuk isu ini adalah Pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, KPI

Daerah, dan Komisi I dan XI DPR.

e. Analisis mengenai isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, skorsing

bernuansa union busting (anti berserikat) dan ketidaklayakan upah jurnalis

dan pekerja media lainnya

(http://bandung.detik.com/read/2010/05/01/111242/1349080/486/aji-bandung-tolak-phk-massal-pekerja-media).

Masalah PHK massal banyak terjadi paska akuisisi seperti kelompok

Kompas dan Gramedia, Suara Pembaruan dan kelompok media grup Lippo,

dan stasiun TV lainnya. Akibatnya timbul konflik ketenagakerjaan,

ketidakjelasan kerja hingga ke masalah kesejahteraan. Dengan mengurangi

jumlah tenaga kerja (PHK massal) karena dampak akuisisi, menghindari

tuntutan para pekerja sehingga memberlakukan skorsing bernuansa union busting (anti berserikat), dan peningkatan laba dengan memberikan upah yang tidak layak, berarti isu ini melanggar pemberian hak asasi manusia dan

P3 Bab II pasal 4e.

Pihak-pihak yang berkepentingan (interests) dalam isu ini adalah Aliansi Jurnalistik Independen (AJI), Serikat pekerja, dan masyarakat umum. Aliansi

(21)

berkepentingan karena kemungkinan kehilangan peluang pekerjaan, dan

kehidupan layak. Serikat pekerja berkepentingan melindungi anggotanya dari

tindakan semena-mena. Sementara masyarakat umum sebagai penyalur

tenaga kerja berkepentingan memperoleh hak asasi untuk diperlakukan layak.

Institusi (lembaga) yang bertanggung jawab (institutions) untuk isu ini adalah para pelaku bisnis, Pemerintah, Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, KPI

Daerah, dan Komisi I dan XI DPR.

2.3. AnalisisMarket&Non-Market Environment

Isu-isu yang terjadi di lingkungan Non-Market dapat mempengaruhi lingkungan Market sebuah industri. Oleh karena itu, analisis lingkungan sebaiknya dilanjutkan dengan analisis gabungan lingkungan Market & Non-Market. Dengan demikian, dilakukan analisis PESTEL (Political & Legal, Economic, Social, Technological) dengan melihat peluang (opportunities), dan/ atau ancaman (threat) apa yang terdapat dalam setiap keadaan di lingkungan Non-Marketyang bermanfaat atau mempengaruhi lingkunganMarket.

a. Politik dan Hukum (Political & Legal)

Hampir sebagian besar pemilik media-media penyiaran di Indonesia

terlibat atau tergabung dalam sebuah partai politik sehingga dalam

menjalankan bisnisnya berbau politik. Salah satunya dalam hal isu akuisisi

media dan perizinan penyiaran. Beberapa media penyiaran khususnya di lokal

belum mengantongi izin penyiaran tetapi sudah beroperasi atau memiliki

(22)

19

siaran atau konten yang cenderung memihak atau menentang pihak tertentu,

dan mementingkan kepentingan politik pemiliknya.

Industri penyiaran di Indonesia memiliki UU Penyiaran sendiri dan

secara mikro telah memberi ruang kepada keragaman kepemilikan (diversity of ownership) dan keragaman konten (diversity of content). Itu artinya, UU Pasar Modal harus mengacu kepada UU Penyiaran yang mengatur industri

penyiaran di Tanah Air. Tetapi walaupun demikian, Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan (Bapapem-LK) bertanggung jawab dalam hal

pengawasannya. Dalam UU Penyiaran juga telah mengatur kewenangan KPI

dan pemerintah dalam hal perizinan penyiaran. Pemerintah berwenang dalam

penentuan alokasi frekuensi, sedangkan KPI berwenang dalam izin

penyelenggaraan penyiaran.

Sebagai pelaku bisnis di industri penyiaran ini harus memberikan

kesempatan kepemilikan saham kepada publik sehingga saham tidak dikuasai

oleh beberapa orang saja dan ini sesuai dengan UU penyiaran No.32 tahun

2002, pasal 17 ayat 3. Sedangkan untuk menghadapi praktek monopoli di

industri media yang mengakibatkan informasi yang diberikan ada unsur

kepentingan kelompok, dan politik, maka perlu untuk reedukasipara jurnalis yang selama ini tersesat pada logika sebagaiemployment dengan mendorong mereka meneguhkan komitmen sebagai jurnalis untuk kebaikan publik.

Kondisi politik dan hukum yang terjadi pada industri penyiaran tersebut

diduga dikarenakan terdapat penyuapan terhadap pejabat negara, lemahnya

pengawasan Bapapem-LK dan KPI, dan kebijakan media nasional yang

(23)

industri penyiaran ini mempengaruhi lingkungan Market-nya yaitu memberikan peluang (opportunities) bagi bisnis. Adapun peluang bagi pemain-pemain yang eksis yaitu peluang memperoleh pendapatan yang tinggi

karena rendahnya ancaman masuk pemain baru, atau media penyiaran hanya

dikuasai beberapa pemain sehingga setiap pemain memiliki ‘kue iklan’ yang

besar.

b. Ekonomi (Economic)

Secara keseluruhan, makroekonomi adalah stabil. Pada tahun 2010,

konsumsi domestik berada pada porsi yang besar yaitu 56.7% dari GDP. Hal

ini mendorong perusahaan untuk meningkatkan promosi melalui iklan-iklan

di media cetak maupun elektronik. Efeknya merupakan peluang bagi bisnis

yaitu peningkatan pendapatan dari iklan pada industri penyiaran. Sedangkan

akuisisi TV Lokal oleh TV nasional memberi efek ekonomi atau pendapatan

lokal berpindah ke perusahaan-perusahaan nasional.

c. Sosial (Social)

Industri penyiaran beroperasi pada ranah publik sehingga secara otomatis

seluruh aktivitasnya bertanggung jawab terhadap publik atau sosial.

Asumsi-asumsi mengenai tanggung jawab sosial pada industri penyiaran adalah

pertama, tergantung pada transparansi yang reliabilitasnya tetap terjaga.

Kedua, membutuhkan kemampuan sukses yang berkelanjutan di masa datang.

Transparansi operasi industri penyiaran mengandung kebenaran dan

ketepatan, dan sebagai agen sosial harus tanggap akan pendengar atau

penonton dengan menunjukkan tanggung jawab sosialnya setiap saat dalam

(24)

21

Asumsi yang kedua adalah tanggung jawab CEO untuk keberlangsungan

bisnis jangka panjang. Keberlangsungan bisnis mengacu pada persaingan di

pasarnya dengan konsisten pada konsep bisnis yang sudah ada atau

berkomitmen untuk pandangan jangka panjang dan inovasi. Secara ekonomi,

persaingan di industri media bukan hanya dengan perusahan-perusahaan

media saja tetapi juga dengan penggunaan waktu oleh pemirsa yang memberi

mereka pengalaman yang berbeda atau bernilai.

Sedangkan isu industri penyiaran yang berhubungan dengan sosial adalah

mengenai isi atau konten siaran. Industri penyiaran juga bertanggung jawab

terhadap lingkungannya dengan mengembangkan lokal atau daerah menjadi

lebih baik, dan misi sosial misalnya mengadakan diskusi interaksi budaya.

Semua tanggung jawab itu dilandasi oleh kepercayaan konsumen atau

pemirsa dan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga penyiaran wajib

memperhatikan etika profesi yang dimiliki oleh profesi tertentu yang

ditampilkan dalam isi siaran agar tidak merugikan dan menimbulkan dampak

negatif di masyarakat.

Selain itu masalah, PHK massal banyak terjadi paska akuisisi seperti

kelompok Kompas dan Gramedia, Suara Pembaruan dan kelompok media

grup Lippo, dan stasiun TV lainnya. Hal ini menjadi ancaman (threat) bagi bisnis karena dapat menimbulkan konflik ketenagakerjaan, tuntutan para

pekerja, dan penurunan laba karena kekacauan manajemen.

Hal lain yang berhubungan dengan sosial adalah TV Lokal dengan

format siaran yang sebagian besarnya didominasi oleh program yang berasal

(25)

dapat memperluas jangkauan iklannya sampai ke daerah dengan

menggunakan hanya beberapa media. Selain itu, konsumen (pemirsa) juga

masih menyukai siaran nasional yang lebih menarik. Dengan demikian,

peluang bagi bisnis yaitu dengan meningkatnya pendapatan dari pengiklan

dengan pengeluaran yang efisien karena siaran yang memusat.

d. Teknologi (Technological)

Industri internet berkembang pesat, seharusnya hal yang sama terjadi

dalam industri penyiaran. Hadirnya Video on Demand (VoD) pada media televisi Indonesia merupakan jawaban bagi pemirsa sehingga mereka bukan

lagi komunikan pasif, tetapi mereka dapat memilih informasi yang

benar-benar dibutuhkan. Bagi pelaku bisnis TV serta production house (PH) lokal, VoD merupakan momentum yang tepat untuk memulai bisnis mereka

di daerah. Perusahaan penyedia akses broadband kabel untuk internet dan

siaran TV berbayar mungkin bisa menjadi 'jalur alternatif' bagi harapan

mereka. Nantinya konten-konten lokal pun bisa terus bertumbuh melalui

TV-TV komunitas via TV-TV kabel.

Dan bagi media radio, secara logis akan ditentukan penggunaan

teknologi DAB (Digitalisasi Audio Broadcasting) yang dikembangkan sebagai penyeimbang teknologi DVB-T sebagaimana sudah

diimplemantasikan di lebih dari 40 negara, khususnya negara-negara eropa.

Teknologi DAB bila dikebangkan menggunakan teknologi digital multi media broadcasting (DMB) yaitu dengan menambahkan DMD multimedia prosesor, akan mampu menyiarkan konten gambar bergerak sebagaimana

(26)

23

Dampak dari peralihan sistem kelembagaan penyiaran ini akan

menimbulkan dua dampak, yakni pertama lembaga penyiaran eksisting akan

menimbulkan persoalan aset dan kedua sisi positifnya karena akan terjadi

efisiensi biaya. Migrasi dari satu sisi bila dilihat maka cenderung hanya

merespon kecanggihan teknologi dan kebutuhan kanal investor. Dalam rilis

pemerintah rencananya pemerintah akan melakukan migrasi dari analog ke

digital (cut off) terakhir pada tahun 2017.

Bagi industri penyiaran, teknologi sangat penting karena dalam

membangun bisnis ini diperlukan kemampuan teknis. Sistem teknologi

informasi (TI) yang telah dikembangkan seperti sistembroadcast/BMS, aplikasinya dimanfaatkan oleh lembaga penyiaran khususnya untuk

kebutuhan laporan, tetapi saat ini belum bisa dimanfaatkan oleh pihak

eksternal, seperti agensi iklan dan tidak menutup kemungkinan ke depannya

pihak eksternal juga bisa memanfaatkannya. Selain itu, sistem TI juga telah

berkembang baik sistem back office, mencakup sistementerprise resource planning/ERP danIT support, dan sistembroadcast/BMS, mencakuptechnical on-air/TOA. Kaye dan Johnson (2003) menyimpulkan bahwa walaupun teknologi berkembang di industri media tetapi suatu media

tidak akan menggantikan media lainnya karena perbedaan struktur dan

fungsinya. Oleh karena itu, perkembangan teknologi bagi industri penyiaran

(27)

Ini semua tentu butuh kerjasama berbagai pihak terkait mulai dari

Pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat sendiri. Jika itu semua berjalan

lancar penantian tumbuhnya konten lokal TV via kabel bukan menjadi impian

lagi. Tentu pihak pemerintah diharapkan menetapkan KPI sebagai regulator

penyiaran untuk dapat menggagas peraturan baru, atau setidaknya merevisi

peraturan lama yang membuat 'kue iklan' industri TV kita terpusat di Jakarta

(28)

25

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis Market dan Non-Market Environment pada media

penyiaran di Indonesia, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Dari hasil analisis Market dengan menggunakan Lima Kekuatan Porter

(Porter’s Five Forces) dapat disimpulkan bahwa daya tawar pemasok pada

media penyiaran Indonesia termasuk rendah, daya tawar konsumen tergolong

rendah, potensi atau ancaman masuknya pesaing baru tergolong rendah,

potensi atau ancaman pengembangan produk substitusi cenderung rendah,

tingkat persaingan antar perusahaan saingan (rivalry among competitors)

termasuk tinggi.

b. Dari hasil analisis Non-Market dengan menggunakan karakteristik empat I

(the four I’s) yang dibagi dalam dua tahap (screening & analysis) dapat

disimpulkan bahwa dalam industri atau media penyiaran terdapat isu-isu

penting antara lain isu kepemilikan atau adanya konsentrasi kepemilikan

media penyiaran akibat akuisisi; isu perizinan yaitu adanya media yang

beroperasi tanpa mengantongi izin atau memiliki akses frekuensi; isu

penyuapan diduga terjadi terhadap pejabat negara dalam proses akuisisi

media dan perizinan; isu isi atau konten siaran yang tidak sesuai peraturan

KPI; isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, skorsing bernuansaunion

busting (anti berserikat), dan ketidaklayakan upah jurnalis dan pekerja media

(29)

c. Dari hasil analisis Market dan Non-Market dengan menggunakan analisis

PESTEL (Political & Legal, Economic, Social, Technological) dan melihat

peluang (opportunities), dan/ atau ancaman (threat) dapat disimpulkan bahwa

kondisi yang terdapat di lingkungan media penyiaran khususnya

perkembangan teknologi dapat menjadi peluang (opportunities), dan/ atau

ancaman (threat) bagi pemain-pemain yang telah eksis di bisnis tersebut.

3.2. Saran

Berdasarkan analisis Market dan Non-Market Environment pada media

penyiaran di Indonesia, penulis menyarankan sebagai berikut:

a. Dalam menghadapi tingkat persaingan antar perusahaan saingan (rivalry

among competitors) yang termasuk tinggi, para pelaku bisnis perlu

meningkatkan keunggulan daya saingnya terutama dibidang teknologi.

Sementara untuk pemain baru yang ingin masuk ke industri ini membutuhkan

modal yang besar dan keunggulan teknologi yang tinggi juga.

b. Para pelaku bisnis untuk peduli, tidak melanggar aturan, dan memperbaharui

informasi (information) mengenai isu-isu (issues) yang terkait dengan media

penyiaran terutama dari pihak-pihak yang berkepentingan (interest) maupun

institusi-institusi terkait (institutions).

c. Para pelaku bisnis diharapkan memiliki kemampuan memanfaatkan

peluang-peluang (opportunities), dan menghindari atau meminimalkan ancaman

(30)

27

DAFTAR PUSTAKA

Baron, D.P. 2010.Business and Its Environment, 6th Ed. Pearson Prentice Hall.

David, F.R. 2009. Manajemen Strategis-Konsep, Ed. 12, Buku 1, Jakarta:

Salemba Empat.

Grossberg, L., Wartella, E. & Whitney, D.C. (1998).Media Making. Mass Media in a Popular Culture, Sage, Thousand Oaks, CA.

Horwitz, R. B. 1989. The irony of regulatory reform: The deregulation of

American telecommunications. New York: Oxford University Press.

http://bandung.detik.com/read/2010/05/01/111242/1349080/486/aji-bandung-tolak-phk-massal-pekerja-media. Diunduh tanggal 29 Mei 2012.

http://inet.detik.com/read/2010/10/06/114148/1456810/398/menanti-tumbuhnya-konten-lokal-via-tv-kabel. Diunduh tanggal 29 Mei 2012.

http://swa.co.id/technology/. Reportase: Moh. Husni Mubarak. Diunduh tanggal 29 Mei 2012.

http://www.gatra.com/nasional-cp/1-nasional/11001-kpi-tak-berniat-bunuh-industri-penyiaran.Diunduh tanggal 29 Mei 2012.

http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/2748.htm#political. January 20, 2012. Bureau of East Asian and Pacific.

Jones, G.R, & Hill, C.W.L. 2010. Theory of Strategic Management-with Cases, 9th Ed. South Western: Cengange Learning.

Kaye, B.K., & Johnson, T.J. 2003. From Here to Obscurity?: Media Substitution

Theory and Traditional Media in an On-line World. Journal Of The

American Society For Information Science And Technology, 54(3):260–273

Njegovan, B.R, & Sidanin, I. 2014. Public Broadcasting Crisis as Management Crisis: A Case Study of Radio Television of Vojvodina.JEEMS, 19(3), 348-367.

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran.

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Wilenius, M. & Malmelin, N. 2009. Towards Sustainably Managed Media Organizations: Reflections On The Future Of Responsible Business In

Media Industri. Business Strategy Series. Emerald Group Publishing

Referensi

Dokumen terkait