37 BAB V
PENUTUP
Secara umum musik tradisional Rote menggunakan pola ritmik dan melodik yang relatif sederhana namun dimainkan berulang-ulang dengan menggunakan improvisasi bebas yang tetap mempertahankan tanda sukat semula. Secara visual notasi pola ritmik dan melodik yang digunakan terlihat hampir sama antara musik tarian yang satu dengan yang lain. Tetapi secara auditif, para praktisi musik dan penari tradisional Rote memahami betul perbedaan antara satu musik dengan musik lainnya. Hal yang mengagumkan dari musisi Rote adalah walaupun hampir keseluruhan musik tradisional Rote tersebut tidak tertulis, namun mereka mampu mengingat dan memainkan begitu banyak ragam jenis yang ada secara akurat.
Penelitian ini sendiri walaupun relatif masih bersifat embrional, namun diharapkan dapat mendorong para peneliti lainnya untuk melanjutkan penelitian secara lebih ekstensif sehingga menghasilkan dokumentasi gong kayu Rote yang lebih lengkap. Hanya melalui pendokumentasian karya-karya ini sajalah generasi Rote mendatang dan para musisi di luar Rote dapat mempelajari karya-karya anak bangsa ini tanpa harus khawatir akan kepunahannya.
Siagian menuturkan, “Musik Indonesia justru unik oleh karena prinsip perkembangan lisan yang lebih luas (bahkan emosional atau penuh dengan rasa)
38
(pengutamaan pendekatan rasional)”.1 Memahami dan menguasai musik tradisional suku Rote tidak cukup jika hanya melalui rekaman-rekaman tertulis atau meniru melalui rekaman-rekaman audio visual yang ada. Seseorang harus terlibat secara langsung dalam kegiatan ini untuk memahami suasana dan berbagai perasaan yang terdapat dalam permainan musik Rote. Pemahaman tentang hal-hal yang tidak tampak melalui indera-indera dalam tubuh manusia inilah yang menentukan perkembangan seseorang dalam mempelajari musik tradisional Rote.
Untuk lebih mendalami hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan dan kesenian Rote, seseorang perlu juga mempelajari berbagai hal terkait kebudayaan dan kesenian Rote dari narasumber yang benar-benar memahaminya. Berbagai hal tersebut antara lain, penghormatan terhadap orang tua, keluarga-keluarga yang lain, hubungan kekerabatan, tingkah laku, sistem kepercayaan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang berlaku dalam kebudayaan Rote.2
Tiga unsur utama dalam kesenian Rote, yaitu tarian, sastra, dan musik merupakan suatu kesatuan. Kesatuan ini bersifat sakral. Orang yang dengan sengaja melakukan tindakan tidak jujur dalam tiga unsur ini ketika dilaksanakan dalam suatu upacara adat akan mendapat sangsi berat. Meskipun saat ini kesakralan kesenian ini secara perlahan terkikis oleh
1Rizaldi Siagian, “Dalam Keanekaragaman Musik Indonesia Menduduki Posisi Khas”,
Kompas, 16 Januari 1993.
2Berdasarkan Hargreaves, David J. dan North, Adrian C., ed., “The Social Psychology of Music”,
39
perkembangan jaman, namun kesakralan kesenian ini tetap layak untuk dipertahankan.
Memang tidak mudah melakukan penelitian ini. Berbagai kendala dihadapi selama proses pelitian ini, seperti sulitnya menemukan narasumber yang kompeten dalam kesenian Rote, secara khusus instrumen gong kayu rote. Selain itu penulis juga menemukan adanya kesulitan memahami istilah-istilah dalam kesenian Rote yang tidak mudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Dalam beberapa hal komunikasi dengan narasumber seringkali terhambat karena keterbatas narasumber dalam memahami beberapa istilah teknis dalam musik Barat yang menjadi latarbelakang penulis.