• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PELATIHAN BERPIKIR POSITIF TERHADAP EFIKASI DIRI MAHASISWA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PELATIHAN BERPIKIR POSITIF TERHADAP EFIKASI DIRI MAHASISWA UIN SUNAN AMPEL SURABAYA."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Nurul Hidayati B07212068

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

INTISARI

Mahasiswa Fakultas yang baru berdiri dan di tengah persaingan global cenderung menyebabkan efikasi diri yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan berpikir positif terhadap efikasi diri mahasiswa. Subjek penelitian ini adalah 20 mahasiswa yang terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen 10 mahasiswa dan kelompok kontrol 10 mahasiswa. Karakteristik subjek penelitian diantaranya adalah: 1) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Sains dan Teknologi, 2) Memiliki skor efikasi diri akademik yang rendah sampai sedang di anatar populasi, dan 3) bersedia menjadi subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan dua kelompok group yang berbeda dengan desain pre-test dan post test. Kelompok eksperimen mendapat perlakuan berupa pelatihan berpikir positif yang di susun berdasarkan aspek-aspek berpikir positif, yaitupositive expectation, reality adaption, non-judgement talking,dan self affirmation. Pelatihan ini terdiri atas enam sesi dan diberikan salama satu hari. Alat ukur yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala efikasi diri akademik PSP Nurul (2014). Hasil uji statistika dengan menggunakan teknik analisis Mann Whitney U menunjukkan bahwa gain score antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menghasilkan nilai p = 0,001 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan skor efikasi diri akademik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sedangkan hasil analisis Wilcoxon Signed Rank menunjukkan bahwa skor

pre testdanpost testkelompok eksperimen mendapatkan nilai p = 0,005 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat efikasi diri akademik pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Tingkat efikasi diri akademik mahasiswa setelah mengikuti pelatihan berpikir positif lebih tinggi daripada tingkat efikasi diri akademik sebelum mengikuti pelatihan.

(8)

ABSTRACT

Students of faculty science and technology that new build and between globlalization may can makes the academic self efficacy low. This research aims to know the influencess of positive thinking training to make the self efficacy more high. The subject in this research consisted of 20 students which 10 students into experimental group and 10 students into the control group. The subjects characteristic research are : 1) students of UIN Sunan Ampel Surabaya especially students of faculty saintek 2) having low to medium up self efficacy score, 3) ready to be subject of the research. This research uses two different groups by pre-test and post-test design. Experimental group gets treatments of positive thinking which is arranged on the positive thinking aspects : reality adaption, positive expectation, non-judgement talking, and self effirmation. The treatment consist of six sessions and given for one day. The measurement tool which is use in the research is academic self efficacy scale by Nurul (2014). The test using statistical analysis techniques Mann Whitney U indicates that gain score between control and experimental group results value p=0,001 (p<0,05) so it can be concluded taht there is a difference score of academic self efficacy between experimental and control group. Whereas the experimental group gets value p= 0,005 (p<0,05), so it can be conclude that there is different of academic self efficacy of students efter getting positive thinking training indicates higher than before.

(9)
(10)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...79

B. Saran...79

DAFTAR PUSTAKA...81

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Perguruan tinggi merupakan satuan penyelenggara pendidikan yang

merupakan kelanjutan dari pendidikan menengah atas. Peserta didik perguruan

tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pengajar disebut dosen.

Berdasarkan kepemilikan perguruan tinggi dibagi menjadi dua yaitu perguruan

tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Di Indonesia, perguruan tinggi

dapat berbentuk akademi, institut, politeknik, sekolah tinggi dan universitas.

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang baru berganti status

dari Institut Agama Islam Negeri menjadi Universitas Islam Negeri pada tahun

2014 merupakan salah satu perguruan tinggi di Surabaya yang mempunyai

sembilan fakultas yaitu fakultas dakwah dan ilmu komunikasi, fakultas adab

dan humaniora, fakultas tarbiyah dan keguruan, fakultas ushuluddin, fakultas

syariah dan hukum, fakultas psikologi dan kesehatan, fakultas sains dan

teknologi, fakultas ekonomi bisnis islam, serta fakultas ilmu sosial dan ilmu

politik. Empat diantaranya merupakan fakultas yang baru yang diresmikan

saat Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel beralih menjadi Universitas

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yaitu fakultas sains dan teknologi,

fakultas psikologi dan kesehatan, fakultas ekonomi bisnis islam, serta fakultas

ilmu sosial dan ilmu politik. Diantara ke empat fakultas yang baru tersebut,

yang benar-benar murni jurusan dan program studi nya baru semua hanya

(12)

program studi yaitu matematika, biologi, teknik kelautan, arsitek, sistem

informasi dan teknik lingkungan. Data dari pegawai akademik Fakultas Sains

dan Teknologi untuk fakultas sains dan teknologi UIN Sunan Ampel Surabaya

(13 Oktober 2015) dengan memiliki mahasiswa 382 yang terdiri dari dua

angkatan 2014 dan angkatan 2015.

Mahasiswa sebagai agent of change juga harus mempunyai pikiran yang positif. Dengan berpikiran positif, akan membawa pada sikap dan perilaku

yang positif. Perubahan yang signifikan yaitu tentang perubahan yang

konstruktif dan penuh makna. Karena pada dasarnya mahasiswa adalah kaum

terpelajar yang mampu mencari alternatif dan solusi.

Pengembangan diri mahasiswa dalam pendidikan menjadi suatu alternatif

mempersiapkan mahasiswa menghadapi persaingan gobal yang menuntut

adanya penguasaan terhadap kemampuan tertentu. Dengan adanya Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA), menjadi banyak persaingan atau kompetisi yang

juga menuntut adanya soft skill dan hard skill. Penelitian Asiyah dkk (2015) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self esteem dan self efficacy terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya dalam menghadapi MEA. Sejalan dengan hal tersebut, pendidikan selalu

menyesuaikan dengan kemajuan peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan

serta teknologi, sehingga lulusannya mampu bersaing di kancah internasional.

Hal ini secara tidak langsung mengisyaratkan agar individu lebih

mengembangkan kemampuannya untuk tercapainya prestasi yang optimal.

(13)

bisa mencapai prestasi. Efikasi diri dapat diartikan sebagai keyakinan

seseorang bahwa dirinya mampu untuk melakukan tugas yang diberikan dan

menandakan level kemampuan dirinya ( Baron & Byrne, 2003).

Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswa Fakultas

Saintek. Subjek pertama mengatakan jika di jurusannya agak berbeda dengan

fakultas lain seperti belum akreditasi, fasilitas belum mencukupi, dan

laboratorium nya masih bergabung dengan kampus lain, ruangan terbatas.

Subjek kedua memberikan pendapatnya tentang fakultas saintek bahwa

fasilitas masih terbatas, laboratorium nya masih numpang, merasa dianak dua

kan, belum akreditasi, praktikumnya masih di ITS, diskusi tidak bisa dengan

kakak kelas karena masih angkatan pertama, dosen kesehatan juga mengajar di

saintek.

Subjek ketiga mengatakan bahwa akreditasi fakultas belum jelas,

laboratorium yang masih gabung dengan kampus lain yang ditempuh dengan

kendaraan sendiri. Hal tersebut membuatnya terkadang kurang percaya diri

dari timbul keraguan akan keyakinan dalam kemmapuannya untuk melakukan

tugas akademik.

Adanya kenyataan bahwa fakultas saintek dengan jurusan dan program

studi yang masih baru semua membuat akreditasi nya belum sehingga

mendapat nilai akreditasi C, fasilitas yang belum sepenuhnya lengkap seperti

ruang kuliah yang belum mencukupi, laboratorium yang belum semuanya ada,

serta belum mempunyai kakak kelas karena masih angkatan pertama membuat

(14)

karena itu diperlukan pola pikir yang positif dalam memandang dan

menghadapi lingkungan akademiknya.

Pola pikir yang positif diperlukan untuk memandang segala hal dari sudut

pandang yang positif. Pada masa-masa sulit, sangatlah penting memahami dan

menopang institusi-institusi positif, seperti berpikir positif. Seligman

menyatakan bahwa berpikir positif dan optimis dapat membawa individu

tersebut menuju kebahagiaan. Dengan adanya pola pikir yang positif tentu

akan membuat lebih mudah dalam menyesuaikan dengan lingkungannya dan

lebih mudah mengembangkan kemampuannya dalam mencapai prestasi.

Sehingga prestasinya tersebut akan meningkatkan efikasi dirinya.

Efikasi diri sangat penting bagi pelajar untuk mengontrol motivasi

mencapai harapan-harapan akademik. Penelitian Nugroho (2007) juga

menyimpulkan bahwa mahasiswa dengan efikasi diri yang tinggi memiliki

prestasi akademik yang tinggi. Efikasi diri akadenik jika disertai dengan

tujuan-tujuan yang spesifik dan pemahamn mengenai prestasi akademik, maka

akan menjadi penentu suksesnya akademik (Bandura, dalam Alwisol, 2004).

Pemahaman ini menggambarkan bahwa efikasi diri akademik dapat menjadi

suatu sumber daya yang sangat penting bagi pengembangan diri melalui

pilihan aktivitas mahasiswa (Schunk, dalam Santrock, 2008).

Dari hasil wawancara terhadap tiga mahasiswa menemukan beberapa

indikator yang melemahkan efikasi diri akademik, diantaranya keraguan

terhadap kemampuan untuk berhasil dalam kuliah, kemampuan mengerjakan

(15)

bahwa subjek merasa cemas terhadap kemampuan akademiknya dan

cita-citanya. Efikasi diri akademik berhubungan dengan cara berpikir individu

dalam menghadapi masalah dan arah berpikir individu dalam memandang

masalah secara optimis atau pesimis, karena akan menentukan cara

menghadapi kesulitan-kesulitan akademik dan individu dengan efikasi yang

tinggi akan bertahan dalam menghadapi kesulitan.

Salah satu upaya meningkatkan efikasi diri akdemik adalah melalui

pelatihan berpikir positif (Sdorow, 1990). Ellis (dalam Corey, 2007)

menambahkan seseorang mampu memodifikasi keyakinan-keyakinannya

dengan melatih kemampuan berpikirnya. Cara dan pola berpikir seseorang

mempengaruhi perilaku dan perasaan yang akan dimunculkan dalam situasi

spesifik (Hayes & Rogers, 2008).

Penelitian Loher (dalam Santrock, 2003) menunjukkan suasana hati

negatif memungkinkan untuk marah, merasa bersalah, dan memperbesar

kesalahan yang telah terjadi. Berpikir positif berkaitan dengan hidup positif

yang berorientasi pada keyakinan dan bermanfaat bagi kesehatan serta coping stres yang adaptif. Hal ini yang menjelaskan bahwa dengan berpikir positif, seseorang mampu bertahan pada situasi yang penuh stres (Brissette, dkk,

dalam Kivimaki, dkk, 2005, h. 413). Jadi, dengan berpikir positif akan

menjadikan mahasiswa untuk mampu menghadapi tantangan dan tugas

akademik dengan optimal.

Menurut Greenberger (2004) pemikiran atau interpretasi yang berbeda bisa

(16)

Begitu seseorang mengalami satu suasana hati tertentu, suasana hati tersebut

disertai dengan pemikiran-pemikiran lain yang mendukung dan memperkuat

suasana hati itu. Kalau seseorang berpikir negatif, otak akan terfokus pada

iformasi-informasi negatif saja atau pada informasi yang mendukung karena

dalam satu waktu akal manusia tidak bisa berkonsentrasi pada banyak

informasi positif yang lain. Aktivitas tersebut akan akan mempengaruhi

perasaan, sikap, dan perilaku. Perasaan cemas, takut, sedih, gelisah, dan

frustasi berasal dari pikiran negatif.

Mcleod dan Moore (2000) menyatakan bahwa terapi kognitif adalah

mengenai berpikir secara realistis yang kemudian disebut sebagai berpikir

positif atau dapat juga dikatakan bahwa berpikir positif adalah berpikir

realistis dimana berpikir realistis merupakan bentuk terapi kognitif. Beberapa

penelitian menemukan bahwa berpikir positif mampu merubah perilaku

individu seperti pada penelitian Lestari (1998) yang menemukan bahwa

pelatihan berpikir positif efektif untuk mengubah sikap yang pesimis menjadi

optimis serta efektif untuk menurunkan simtom depresi.

Penelitian Dwitantyanov (2010) menemukan bahwa berpikir positif

mambantu mahasiswa untuk mengarahkan motivasi, kemampuan kognisi, dan

mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengerjakan tugas, mencapai

tujuan, dan mengatasi tantangan akademik secara optimal. Dengan mengubah

cara berpikirnya menjadi positif, efikasi diri akademik dapat ditingkatkan,

karena berpikir positifmembuat oindividu cenderung berperasaan positif serta

(17)

Sinclair (Lestari, 1998) menyatakan bahwa orang-orng yang mempunyai

pikiran positif cenderung melihat hal yang positif secara lebih baik. Dengan

menggunakan pikiran positif, maka akan timbul keyakinan bahwa setiap

masalah akan ada jalan pemecahannya (Peale, 2009).

Berpikir negatif dapat mengundang datangnya penyakit. Ketika seseorang

berpikir negatif, maka berhati-hatilah dengan kondisi fisik anda. Sebab pikiran

negatif cenderung mengundang penyakit untuk datang dan berdiam diri dalam

tubuh seseorang. Tidak hanya pikiran, fisik pun dapat rusak karena prasangka

yang buruk pada orang lain, apalagi prasangka buruk kepada Tuhan.

Kebanyakan pasien yang terbaring di rumah sakit pada saat ini adalah

orang-orang yang mengidap ketidakstabilan emosi yang disebabkan rasa kawatir dan

cemas yang berlebih-lebihan bahkan yang paling berbahaya adalah bahwa

ketika seseorang merasa sakit, padahal secara fisik orang tersebut baik-baik

saja.

Berdasarkan paparan tersebut diatas nampak terdapat hubungan erat antara

efikasi diri dengan berpikir positif sehingga peneliti melihat pentingnya

pengembangan pelatihan berpikir positif untuk meningkatkan efikasi diri

mahasiswa.

B. RUMUSAN MASALAH

Atas dasar latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah

penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah ada pengaruh pelatihan berpikir

(18)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan

berpikir positif terhadap efikasi diri mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan kajian

terkait psikologi positif khususnya pada topik pola berpikir positif dan

efikasi diri akademik. Selain itu penelitian ini juga dapat menjadi bahan

referensi dan pertimbangan mengadakan penelitian selanjutnya yang

masih berhubungan dengan penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

Apabila hipotesis dalam penelitian ini diterima, maka bagi subjek

pelatihan, dapat membantu subjek untuk lebih berpikir positif sehingga

diharapkan dapat meningkatkan efikasi diri akademik mahasiswa.

E. KEASLIAN PENELITIAN

Topik penelitian tentang pengaruh pelatihan berpikir positif terhadap

efikasi diri mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya sepengetahuan peneliti

belum pernah diteliti, namun ada beberapa topik penelitian sebelumnya yang

(19)

ini adalah pengaruh pelatihan berpikir positif pada efikasi diri akademik

mahasiswa (studi eksperimental pada mahasiswa fakultas psikologi UNDIP

Semarang) (Dwitantyanov, dkk,2010) yang menemukan bahwa pelatihan

berpikir positif memiliki pengaruh dalam meningkatkan efikasi diri akademik

mahasiswa. Efikasi diri akademik kelompok eksperimen terbukti lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan signifikansi skor yang

ditunjukkan kurang dari taraf nyata (0,000 < 0,05). Penelitian ini

menggunakan randomized pretest-posttest control group design. Ada pula Penelitian dengan judul Hubungan antara berpikir positif dengan efikasi diri

akademik pada siswa madrasah aliyah aisyiyah palembang (Riska Ria, 2015)

yang menemukan bahwa ada hubungan antara berpikir positif dengan efikasi

diri pada siswa Madrasah Aliyah Aisyiyah Palembang dengan nilai p = 0,001

(p < 0,05), pengaruh pelatihan berpikir positif untuk menurunkan kecemasan

pada mahasiswa yang sedang menempuh skripsi (Sonya Rosma) yang

menunjukkan ada penurunan tingkat kecemasan mahasiswa setelah diberikan

pelatihan berpikir positif ditunjukkan dengan nilai p = 0,038 (p < 0,05). Hasil

analisis dengan menggunakan uji t-test kepada 10 subjek. Penelitian

berikutnya adalah pengaruh pelatihan berpikir positif terhadap asertivitas

remaja panti asuhan (Ertyastuti, dkk) yang menemukan bahwa pelatihan

berpikir positif efektif dalam meningkatkan asertivitas remaja panti asuhan

(20)

Penelitian berikutnya adalah efikasi diri dukungan sosial dan penyesuaian diri

dalam belajar yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

efikasi diri dan dukungan sosial dengan penyesuaian diri siswa dalam belajar

(Mahmudi dkk, 2014). Hasil analisis dengan p= 0,000 (p<0,01) menunjukkan

ada korelasi poitif antara dukungan sosial orangtua dengan penyesuaian diri

siswa dalam belajar.

Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan

subjek penelitian yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Subjek yang

digunakan dalam penelitian sebelumnya antara lain adalah mahasiswa

psikologi fakultas psikologi UNDIP Semarang (Dwitantyanov, dkk,2010),

mahasiswa yang sedang menempuh skripsi (Sonya Rosma), siswa madrasah

aliyah aisyiyah Palembang (Riska Ria, 2015 ), remaja panti asuhan di Panti

Asuhan Yatim Mardhatilah Sukoharjo (Ertyastuti, dkk), siswa kelas VII SMP

Negeri I Larangan ( Mahmudi, dkk, 2014). Sedangkan subjek penelitian ini

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Efikasi Diri

1. Pengertian Efikasi Diri

Efikasi diri dapat diartikan sebagai keyakinan manusia akan kemampuan

dirinya untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri

mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006).

Menurut Bandura dan Wood efikasi diri (self efficacy) sebagai :

belief in one’s capabilities to mobilize the motivation, cognitive

resources, and courses of action neede to meet given situational demand”.

Efikasi diri adalah kemampuan seseorang untuk menggerakkan motivasi,

sumber-sumber kognitif, dan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk

memenuhi tuntutan- tuntutan dari situasi yang dihadapi.

Defini dari efikasi diri terus berkembang, Bandura mengartikan efikasi diri

adalah keyakinan seorang individu mengenai kemampuannya dalam

mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk

mencapai hasil tertentu (Bandura, 1997). Efikasi diri mengacu pada

keyakinan sejauh mana individu memperkirakan kemmapuan dirinya dalam

melakukan tugas atau melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk

mencapai suatu hasil tertentu. Keyakinan akan seluruh kemampuan ini

meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif,

kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Efikasi

(22)

berkaitan. Efikasi diri yakni kemampuan untuk menyadari, menerima, dan

mempertanggung jawabkan semua potensi keterampilan atau keahlian secara

tepat. Menurut Bandura (dalam Ormrod, 2008) efikasi diri adalah penilaian

seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku

tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Efikasi diri adalah keyakinan

seseorang bahwa ia mampu melakukan tugas tertentu dengan baik. Efikasi

diri memiliki keefektifan yaitu individu mampu menilai dirinya memiliki

kekuatan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Tingginya efikasi diri

yang dipersepsikan akan memotivasi individu secara kognitif untuk bertindak

secara tepat dan terarah, terutama apabila tujuan yang hendak dicapai

merupakan tujuan yang jelas. Pikiran individu terhadap efikasi diri

menentukan seberapa besar usaha yang di curahkan dan seberapa lama

individu akan bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang

tidak menyenangkan. Efikasi diri selalu berhubungan dan berdampak pada

pemilihan perilaku, motivasi dan keteguhan individu dalam menghadapi

setiap persoalan.

Sementara Friedman dan Schustack mendefinisikan :

self-efficacy adalah ekspetansi-keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh individu mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertentu”

(dalam Woropinasti, 2010).

Self efficacy berhubungan dengan keyakinan pribadi mengenai

kompetensi dan kemampuan diri. Secara spesifik, hal tersebut merujuk pada

(23)

Individu dengan tingkat self efficacy yang tinggi yakin dalam kemampuan kinerja mereka.

Efikasi diri merupakan salah satu faktor personal yang enjadi peranatara

atau mediator dalm interaksi antara faktor perilaku dan faktor lingungan.

Efikasi diri dapat menjadi pennetu keberhasilan performasi dan pelaksanaan

pekerjaan. Efikasi diri juga mempengaruhi pola pikir, reaksi emosional dalam

membuat keputusan (Mujiadi, 2003).

Self efficacy adalah perasaan kita bahwa kita efektif dalam dunia. Dalam pekerjaan, orang yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan mereka

untuk memecahkan masalah, muncul sebagi pemimpin, sementara yang tidak

percaya terhadap kemampuan diri mereka menemukan diri mereka hilang

dalam orang banyak. Mereka secara tidak sengaja memperlihatkan kerahuan

mereka dan teman mereka mendengar, dan belajar untuk mencari nasehat dari

yang lainnya (Reivich & Shatte, 2002)

Menurut sebuah analisis mengenai self efficacy oleh Gist dan Mitchel, penelitian mengenai self efficacytelah mengarah pada beberapa temuan yang konsisten. Mereka menyatakan bahwa self efficacy berhubungan dengan kinerja pekerjaan, pilihan karir, pembelajaran dan pencapaian, dan

kemampuan beradaptasi dengan teknologi baru, dan mereka menyatakan

beberapa metode pelatihan dapat meningkatkan self efficacy pada peserta pelatihan. Suatu studi penelitian yang berskala besar menemukan bahwa

(24)

Bandura dan Locke, yang menemukan bahwa, ketika dikombinasikan dengan

penetapan tujuan, individu dengan self efficacy yang tinggi cenderung menunjukkan tingkat motivasi dan kinerja yang lebih tinggi.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri atauself efficacyadalah suatu keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan sesuatu dalam situasi tertentu yang ditunjukkan dengan mempunyai level atau

tingkatan yang lebih tinggi dalam menghadapi kesulitan, menilai kemampuan

berfungsi di berbagai aktivitas, dan mempunyai kekuatan untuk bertahan

dengan usahanya.

2. Aspek-Aspek Efikasi Diri

Beberapa dimensi berikut memiliki implikasi penting terhadap performa

individu. Dimensi- dimensi tersebut yaitu :

1. Level/ Magnitude

Level yaitu persepsi individu mengeai kemampuannya yang

menghasilkan tingkah laku yang akan diukur melalui tingkat tugas

yang menunjukkan variasi kesulitan tugas. Level merujuk pada

tingkat kesulitan tugas yang diyakini dapat ditangani oleh individu.

Keyakinan individu berimplikasi pada pemilihn tingkah laku

berdsarkan hambatan atau tingkat kesulitan suatu tugas atau

aktifitas. Individu terlebih dahulu akan mencoba tingkah laku yang

dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang

(25)

dapat dilihat dari tingkat hambatan atau kesulitan yang bervariasi

dari suatu tugas atau aktifitas tertentu.

2. Generality

Individu menilai kemampuan mereka berfungsi di berbagai

kegiatan tertentu. Aktivitas yang bervariasi menuntut individu yakin

atas kemampuannya dalam melaksanakan tugas atau aktivitas

tersebut, apakah individu merasa yakin atau tidak. Individu

mungkin yakin akan kemampuannya pada banyak bidang atau

hanya pada beberapa bidang tertentu, misalnya seorang mahasiswa

yakin akan kemampuannya pada mata kuliah statistik tetapi ia tidak

yakin akan kemampuannya pada mata kuliah Bahasa Inggris, atau

seseorang yang ingin melakukan diet, yakin akan kemampuannya

dapat menjalankan olahraga secara rutin, namun ia tidak yakin akan

kemampuannya mengurangi nafsu makan, itulah mengapa dietnya

tidak berhasil.

3. Strengthatau Kekuatan

Strength artinya kekuatan, yaitu orang yang mempunyai

keyakinan yang kuat, mereka akan bertahan dengan usaha mereka

meskipun ada banyak kesulitan dan hambatan.

Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level,

dimana makin tinggi taraf kesulitas tugas, makin lemah keyakinan

(26)

Individu yang memiliki bentuk efikasi diri yang tinggi memiliki sikap

optimis, suasan hati yang positif, dapat memperbaiki kemampuan untuk

memproses informasi secara lebih efisien, memiliki pemikiran bahwa

kegagalan bukanlah sesuatu yang merugikan namun justru memotivasi diri

untuk melakukan yang lebih baik. Individu yang efikasi dirinya rendah

memiliki sikap pesimis, suasana hati yang negatif sehingga meningkatkan

kemungkinan seseorang menjadi marah, mudah bersalah, dan memperbesar

kesalahan mereka (Bandura, dalam Santrock, 2005).

Jadi aspek efikasi diri selalu berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang

diberikan, yang berhubungan juga dengan tingkah laku individu dalam

berbagai bidang penguasaan tugas serta tigkat kemampuan atau kemantapan

yang ada dalam diri individu.

3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri

Menurut Bandura faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri adalah

(Alwisol 2010) :

a. Pencapaian prestasi

Apabila seseorang pernah mengalami keberhasilan dimasa lalu maka

dapat meningkatnya efikasi dirinya. Keberhasilan yang di dapatkan

akan meningkatkan efikasi diri yang dimiliki seseorang sedangkan

kegagalan akan menurunkan efikasi dirinya. Apabila keberhasilan

yang di dapatkan seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar

(27)

peningkatan efikasi diri. Akan tetapi, apabila keberhasilan itu di dapat

melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangan sendiri

maka hal itu akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi

diri.

b. Pengalaman orang lain

Individu yang orang lain berhasil dalam melakukan suatu aktivitas

dan memiliki kemampuan sebanding dapat meningkatkan efikasi

dirinya. Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki

kemiripan dengan individu dalam mengerjakan tugas yang sama.

Efiaksi tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi

pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan

dirinya sehingga melakukan modeling. Namun efikasi diri yang di

dapat tidak akan berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki

kemiripan atau berbeda dengan model.

c. Persuasi Verbal

Individu diarahkan dengan saran, nasihat, bimbingan sehingga dapat

meningkatkan keyakinan seseorang bahwa kemampuan-kemampuan

yang ia dimiliki dapat membantu untuk mencapai apa yang

diinginkan. Informasi tentang kemampuan yang di sampaikan secara

verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya dugunakan untuk

(28)

d. Kondisi emosional

Seseorang akan lebih mungkin mencapai keberhasilan jika tidak

terlalu sering mengalami keadaan yang menekan karena dapat

menurunkan prestasinya dan menurunkan keyakinan kemampuan

dirinya. Kecemasan dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika

melakukan tugas sering diartikan suatu kegagalan. Pada umumnya

seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi

yang tidak di warnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya

keluhan. Efikasi diri biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stres

dan kecemasan sebaliknya efikasi diri yang rendah ditandai oleh

tingkat stres dan kecemasan yang tinggi pula.

Jadi efikasi diri adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya akan

mampu melaksanakan tingkah laku yang dibutuhkan dalam

menyelesaikan suatau tugas yang di dasari kemampuannya dapat

dirasakan akan menuntun dirinya untuk berpikir mantap dan efektif.

Efikasi diri bersumber dari keingainan dalam diri seseorang dalam

suatu perilaku untu mencapai tujuan yang diinginkan. Apabila tidak

timbul dari dalam diri individu maka apa yang tidak diinginkan tidak

(29)

B. Pelatihan Berpikir Positif

1. Pengertian Pelatihan Berpikir Positif

Menurut Corey, pelatihan berpikir positif merupakan salah satu

pengembangan atas model kognitif transpersonal.

Elfiky menyebutkan bahwa proses berpikir berkaitan erat dengan

konsentrasi, perasaan, sikap, dan perilaku. Berpikir positif dapat

dideskripsikan sebagai suatu cara berpikir yang lebih menekankan pada

sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang

lain maupun situasi yang dihadapi (Elfiky, 2008). Pelatihan berpikir positif

dapat diidentifikasikan sebagai pelatihan yang menekankan suatu cara

berpikir, sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri sendiri,

orang lain maupun situasi yang dihadapi.

Ellis (dalam Corey, 1998) menyakini bahwa gangguan-gangguan

emosional bisa dihilangkan atau diperbaiki dengan menangani

perasaan-perasaan secara langsung. Teknik yang paling cepat, mendasar, paling

rapi, dan memiliki efek paling lama untuk membantu seseorang dalam

mengubah respon-respon emosionalnya yang disfungsional adalah dengan

mendorong individu agar mampu melihat dengan jelas apa yang dikatakan

oleh orang itu pada dirinya, keyakinan orang tersebut tentang

stimulus-stimulus yang mengenai diri individu dan mengajari bagaimana cara aktif

dan tegas membantah keyakinan irasional mereka sendiri. Manusia

memiliki kesanggupan untuk mengubah atau menghapus

(30)

2. Aspek Berpikir Positif

Berpikir positif memiliki empat aspek, yaitu positive expectation

(harapan positif), self affirmation (afirmasi diri), non judgement talking

(pernyataan yang tidak menilai), dan reality adaption (penyesuaian diri terhadap kenyataan).

1. AspekPositive Expectation(Harapan Positif)

Menurut Albrect (1992), positive expectation (harapna positif) adalah bila melakukan sesuatu lebih memusatkan perhatian pada kesuksesan,

optimis, pemecahan masalah, dan menjauhkan diri dari rasa takut akan

kegagalan serta selalu menggunakan kata-kata yang mengandung

harapan seperti “saya dapat melakukannya”. Seseorang yang memiliki

harapan, impian, atau cita-cita akan cenderung lebih positif, hal ini

terjadi karena dibalik impian pasti ada emosi yng mendasarinya.

2. AspekReality Adaption(penyesuaian diri terhadap kenyataan )

Aspek reality adaption (penyesuaian diri terhadap kenyataan ) adalah mengakui kenyataan dengan segera menyesuaikan diri. Menerima dan

mencoba menghadapinya (Albercht, 1992). Seseorang dapat menerima

berbagai kenyataan baik yang diinginkan ataupun tidak dan dengan

segera menyesuaikan diri terhadap kenyataan tersebut, akan cenderung

memiliki jiwa yang sehat dibandingkan dengan seseorang yang tidak

dapat menerima kenyataan dan cenderung menyalahkan diri sendiri.

Sebagaimana teori Alport (Schultz, 1991) yang menyatakan bahwa

(31)

dengan keinginan-keinginannya. Seseorang yang sehat adalah

seseorang yang menerima realitas apa adanya (Schultz, 1991).

3. AspekNon-judgmeent talking(pernyataan yang tidak menilai)

Aspek non-judgement talking (pernyataan yang tidak menilai)

merupakan suatu pernyataan lebih menggambarkan diri dari pada

penilaian keadaan, bersifat luwes, dan tidak fanatik dalam

berpendapat. Pernyataan ini dimaksud sebagai pengganto pada saat

seorang cenderung memberikan pernyataan yang negatif terhadap

suatu hal.

4. AspekSelf Affirmation(Afirmasi Diri)

Aspek berpikir positif yang terakhir adalah afirmasi diri, yaitu

memusatkan perhatian pada kekuatan diri sendiri secara levih positif

dengan dasar pemikiran bahwa setiap orang sama beartinya denga

orang lain (Alberct, 1992). Seseorang yang memiliki pikiran positif

akan yakin terhadap dirinya sendiri serta pada orang lain. Melalui

pikiran positif seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu hal

yang baru dan menggunakan kesempatan yang ada (Jim dorman dan

Jhon Maxwell dalam Asmani 2009).

3. Manfaat Berpikir positif

Penelitian terhadap efek berpikir positif mulai dkembangkan oleh

para pakar psikologi positif saat ini. Penelitian Herabadi (dalam

Dwitantyaov, 2010) juga membuktikan adanya hubungan kebiasaan

(32)

membuat individu mampu bertahan dalam situasi yang rawan distres

(Brissette dkk. dalam Kivimaki dkk, 2005). Selain itu, Fordyce (dalam

Seligman dkk, 2005) juga menemukan bahwa kondisi psikologis yang

positif dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan beragam masalah

dan tugas. Berpikir positif juga membantu seseorang dalam memberikan

sugesti positif pada diri saat menghadapi kegagalan, saat berperilaku

tertentu, dan membangkitkan motivasi ( Hill & Ritt, 2004).

C. Pengaruh Pelatihan Berpikir Positif Terhadap Efikasi Diri Akademik

Manusia dalam setiap aspek kehidupan tidak lepas dari proses berpikir dan

merasakan. Setiap kali berpikir, individu membentuk keyakinan dan prinsip

dalam dirinya. Kemudian keyakinan membentuk perasaan terhadap

keyakinan itu. Untuk itu, pendekatan berpikir positif juga mencakup level

emosional seseorang selain juga mencakup level kognitif seseorang. Dalam

berpikir individu mudah terperangkap dalam apa yang dilakukan sebelumnya,

misal ketika individu mengalami kegagalan sering membuat dirinya

terperangkap dalam pikiran-pikiran negatif. Pemikiran mahasiswa yang

negatif terhadap suatu masalah membuat dirinya cenderung membentuk

keyakinan bahwa dirinya tidak mampu dalam hal akademik. Pandangan

negatif telah membentuk keyakinan atas ketidakmmapuan yang dapat

menumbuhkan rasa rendah diri. Berpikir positif membantu mahasiswa

mampu untuk mengarahakan motivasi, kemampuan kognisi, dan mengambil

(33)

kognisi, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan

mengatasi tantangan akademik secara optimal. Dengan mengubah cara

berpikirnya menjadi lebih positif, efikasi diri akademik dapat ditingkatkan,

karena berpikir positif membuat individu cenderung berperasaan positif serta

memandang tujuan akademik dapat diraihnya jika mau mengerahkan dan

memotivasi dirinya untuk mencapai harapan akademiknya, sehingga efikasi

diri akademiknya menjadi tinggi.

D. Kerangka Teori

Efikasi diri adalah keyakinan seeorang dalam kemampuannya untuk

melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan

kejadian dalam lingkungannya. Pencapaian prestasi, pengalaman orang lian,

persuasi verbal dan kondisi emosional adalah faktor yang dapat

mempengaruhi efikasi diri.

Salah satu faktor yang dapat meningkatkan efikasi diri adalah persuasi

verbal. Individu diarahkan dengan nasihat, saran, bimbingan sehingga dapat

meningkatkan keyakinan seseorang bahawa kemampuan-kemampuan yang ia

miliki dapat membantu untuk mencapai apa yang diinginkan.

Bentuk persuasi verbal yang diberikan salah satunya adalah dengan

memberikan pelatihan berpikir positif. Dengan berpikir positif akan

membantu individu memberikan sugesti positif pada saat menghadapi

kegagalan, saat berperilaku tertentu dan dapat membangkitkan keyakinan.

(34)

meningkatkan kemampuan untuk dapat menyelesaikan beragam masalah dan

tugas.

Berdasarkan kerangka pikir tersebut, maka paradigma penenlitian

digambarkan seperti berikut :

Gambar paradigma penelitian

E. Hipotesis

Terdapat pengaruh pelatihan berpikir positif terhadap efikasi diri mahasiswa

UIN Sunan Ampel Surabaya X = Pelatihan Berpikir Positif

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional

1. Identifikasi Variabel

Variabel adalah atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi

antara orang yang satu dengan lainnya maupun antara objek satu dengan

objek lainnya (Hatch dalam Sugiyono, 2006). Penelitian ini menggunakan

dua variabel yang terdiri dari variabel bebas (independen) yaitu yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya

variabel terkait, dan variabel terikat (dependen) merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat (Sugiyono, 2006).

Variabel tergantung : Efikasi Diri

Variabel bebas : Pelatihan Berpikir Positif

2. Definisi Operasional

a. Efikasi Diri

Efikasi diri adalah suatu keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan

sesuatu dalam situasi tertentu yang ditunjukkan dengan mempunyai level atau

tingkatan yang lebih tinggi dalam menghadapi kesulitan, menilai kemampuan

berfungsi di berbagai aktivitas, dan mempunyai kekuatan untuk bertahan

(36)

b. Pelatihan Berpikir Positif

Pelatihan berpikir positif merupakan pelatihan yang menekankan pada

cara berpikir, sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri

sendiri, orang lain maupun situasi yang dihadapi.

B. Subjek Penelitian

1. Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Ampel Surabaya

yang memiliki skor efikasi diri akademik rendah sampai sedang.

2. Bersedia ikut pelatihan berpikir positif.

3. Belum pernah mengikuti pelatihan berpikir positif.

4. Jumlah subjek penelitian adalah 20 mahasiswa ( 10 sebagai kelompok

eksperimen dan 10 sebagai kelompok kontrol) (Latipun,1999).

Penelitian eksperimen berbeda dengan penelitian survei dalam penentuan

anggota sampel. Besar anggota sampel dalam eksperimen tidak ditentukan

oleh besarnya populasi sebagaimana pada penelitian survei, tetapi ditentukan

oleh kekuatan pengaruh perlakuan dari studi-studi sebelumnya.

C. Desain Eksperimen

Desain eksperimen yang digunakan peneliti adalah Nonrandomized

Pretest-Posttest Control Group Desaign (Marliani, 2013, h.202).

Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group Desaign merupakan desain eksperimen yang tidak dilakukan randomisasi tetapi dengan memiliki

(37)

penelitian ini tidak setara dalam hal proactive history. Static group atau

nonequivalent groupataupunnonrandomized group memiliki arti yang sama,

yaitu tidak dilakukan randomisasi untuk membentuk kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Oleh karena itu, desain penelitian ini juga termasuk

dalam penelitian eksperimen kuasi. Pada desain ini dilakukanpretestdanpost test. Dilakukannya pretest dan post test sebenarnya sebagi kontrol konstansi terhadap proactive history. Di sini, pretest dan post test merupakan tes yang

sama agar hasilnya dapat dibandingkan. Pretest menginformasikan

kemampuan awal (initial position) para subjek sebelum dilakukan penelitian. Dengan kata lain adalah proactive history subjek. Konstansi terjadi karena skor variabel terikat adalah skor hasil post tes dikurangi hasil pretest setiap subjek. Jadi skor yang diperoleh adalah peningkatan atau penurunan variabel

terikat akibat dilakukan penelitian. Skor ini jenis ini di sebut gain score. Desain ini memiliki keunggulan karena dapat mengetahui kemampuan awal

setiap subjek sebelum dilakukan penelitian, sehingga kesimpulan yang

diambil mengenai pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat lebih

meyakinkan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sampling purposif (purposive sampling) yaitu pemilihan sampel sesuai dengan yang dikehendaki.

Tabel 1 Desain Eksperimen

(KE) O1 X OE

(38)

Keterangan tabel :

KE : Kelompok Eksperimen

KK : Kelompok Kontrol

O1 : Subjek Penelitian

X : Perlakuan

OE : Subjek Eksperimen

OK : Subjek Kontrol

D. Prosedur Eksperimen

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel

dependent yaitu efikasi diri dan variabel independent yaitu berpikir positif.

Proses pengumpulan data dalam penelitian eksperimen ini, peneliti

menggunakan beberapa metode, yaitu skala efikasi diri mahasiswa.

Langkah-langkah persiapan dan pelaksanaan prosedur eksperimen diawali

dengan mempersiapkan skala efikasi diri untuk diuji cobakan dan

menggunakan modul pelatihan berpikir positif. Modul pelatihan berpikir

positif ini sebelumnya telah dikoreksi oleh proffesional judgement pada lembar manipulation check. Penelitian diawali screening untuk mendapatkan calon subjek penelitian. Data yang diperoleh dari screeningsekaligus berguna sebagai data skor pretest subjek yang terpilih. Setelah dilakukan pretest

peneliti memberikan skor pretest efikasi diri subjek untuk diketahui yang memiliki skor sedang dan rendah sebanyak 20 subjek untuk dijadikan sebagai

subjek penelitian. Setelah itu subjek diminta untuk mengisi lembar kesediaan

menjadi peserta pelatihan berpikir positif sebanyak 10 orang sebagi kelompok

eksperimen. Yang tidak bisa mengikuti pelatihan berpikir positif sebanyak 10

(39)

kelompok eksperimen yaitu pelatihan berpikir positif dengan mengacu pada

modul pelatihan berpikir positif yang telah disusun, sedangkan kelompok

kontrol tidak diberikan perlakuan. Pelatihan berpikir positif ini selama 120

menit dengan memperhatikan dari penelitian sebelumnya yaitu dari

Dwitantyanov, dkk (2010) mengenai pengaruh pelatihan berpikir positif pada

efikasi diri akademik mahasiswa fakultas Psikologi UNDIP Semarang dan

Sonya Rosma(tt)dengan judul Pengaruh Pelatihan Berpikir Positif untuk

menurunkan kecemasan pada mahasiswa yang sedang menempuh skripsi.

.Setelah perlakuan diberikan, kemudian terhadap kedua kelompok diberikan

posttest.

Efikasi Diri rendah dan sedang (diukur dari hasil pretest)

Diminta kesediaan mengikuti pelatihan

Tidak Bersedia Bersedia

Kelompok Eksperimen

Perlakuan Tanpa Perlakuan

Kelompok Kontrol

(40)

Gambar Skema desain penelitian

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur skala efikasi diri

akademik dan modul pelatihan berpikir positif.

1. Alat ukur /Instrumen yang digunakan

Untuk mengukur tingkat efikasi diri akademik menggunakan

skala. Skala yang digunakan adalah skala Likert. Skala adalah perangkat pertanyaan yang disusun untuk mengungkap atribut tertentu melalui

respon terhadap pertanyaan tersut. Metode skala digunakan karena data

yang ingin diungkap berupa konsep psikologis yang dapat di ungkap

secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang

diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem (Azwar, 2013). Dalam skala

Likert terdapat pernyataan-pernyataan yang terdiri atas dua macam. Yaitu pernyataan yangfavourable(mendukung pada objek sikap) dan pernyataan

yang unfavourable (tidak mendukung objek sikap). Dalam penyusunan

skala psikologi masalah pemberian atau penghitungan skor erat kaitannya

dengan masalah penskalaan. Dalam hal ini penskalaan merupakan proses

penentu letak stimulus atau letak respon tertentu pada suatu kontinum

psikologis (Azwar,1999).

(41)

Pada uji coba ini peneliti meletakkan titik skor terendah dalam

pilihan jawaban adalah angka 0 dan skor yang tertinggi adalah 4. Hal ini

dilakukan untuk menghindari skor negatif yang kurang lazim digunakan

dalam skala-skala psikologi. Bahkan biasanya, dilakukan pembulatan bagi

angka skor – angka skor tersebut dengan cara menghilangkan desimal

yang sama dari 0,50 dan membulatkan ke atas desimal yang sama dengan

atau lebih besar daripada 0,50. Dengan pilihan jawaban aitemnya adalah

STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, ATS = agak tidak setuju,

AS= agak setuju, S = setuju, SS = sangat setuju

Untuk menentukan skor terhadap subjek maka ditentukan norma

penskoran sebagai berikut :

Skala efikasi diri meggunakan empat aspek berdasarkan teori

Albert Bandura

(42)

Level yaitu persepsi individu mengeai kemampuannya yang menghasilkan tingkah laku yang akan diukur melalui tingkat tugas yang

menunjukkan variasi kesulitan tugas. Tingkatan kesulitas tugas tersebut

mengungkapkan dimensi kecerdikan, tenaga, akurasi, produktivitas, atau

regulasi diri yang diperlukan untuk menyebutkan beberapa dimensi

perilaku kinerja.

Individu yang memiliki tingkat yang tinggi memiliki keyakinan

bahwa ia mampu mengerjakan tugas-tugas yang sukar juga memiliki self efficacy yang tinggi. Sedangkan individu dengan self efficacy rendah memiliki tingkat yang rendah akan keyakinan bahwa dirinya hanya

mampu mengerjakan tugas-tugas yang mudah.

b. Generality

Individu menilai kemampuan mereka berfungsi di berbagai

kegiatan tertentu. Hal ini terkait pada aktivitas dan konteks situasi yang

mengungkapkan pola dan tingkatan umum dari keyakinan orang terhadap

keberhasilan mereka. Keyakinan diri yang paling mendasar adalah orang

yang berada disekitarnya dan mengatur hidup mereka.

c. Strengthatau Kekuatan

Strengthartinya kekuatan, yaitu orang yang mempunyai keyakinan

yang kuat, mereka akan bertahan dengan usaha mereka meskipun ada

banyak kesulitan dan hambatan. Individu tersebut tidak kalah oleh

(43)

Blueprint skalaself efficacyadalah sebagai berikut :

Tabel 3 Blueprint Skala Ujicoba Efikasi Diri

Dimensi Indikator Jenis Aitem Jumlah Bobot

F UF

Subjek Uji Coba skala self efficacy ini adalah sejumlah mahasiswa dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, yakni mulai dari

maahasiswa semester 1, 3, 5 dan 9 dengan jumlah subjek acak dari 2

universitas yang jumlah total 105 subjek. Jumlah aitem yang digunakan dalam

(44)

favourabel maupun unfavourabel terhadap reaksi kognitif, afektif maupun kognitif.

Model skala yang digunakan pada uji coba skala konsep diri ini

menggunakan skala likert dengan 5 (lima) pilihan jawaban,yaitu :

STS : yaitu sangat tidak setuju dengan pernyataan

TS : yaitu tidak setuju dengan pernyataan

ATS : yaitu agak tidak setuju dengan pernyataan

AS : yaitu agak setuju dengan pernyataan

S : yaitu setuju dengan pernyataan

SS : yaitu sangat setuju dengan pernyataan

Aitem pada laporan uji coba ini menggunakan bentuk pernyataan dengan

menggunakan kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti oleh responden,

mengacu pada dimensi dan indikator yang akan diungkap, dan pada aitem ini

tidak mengandungsocial desirability.

2. Reliabilitas dan Validitas

a. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan

sejauhmana suatu alat ukur memiliki kekonsistenan ketika dilakukan

pengukuran lebih dari sekali. Suatu alat ukur dinyatakan reliabel jika

digunakan untuk mengukur sesuatu beberapa akali, alat ukur itu

(45)

Pengukuran reliabilitas adalah dengan menggunakan Cronbach’s

Alpha dengan kaidah sebagai berikut :

0,000–0,200 : Sangat Tidak Reliabel

0,210–0,400 : Tidak Reliabel

0,410–0,600 : Cukup Reliabel

0,610–0,800 : Reliabel

0,810–1,000 : Sangat Reliabel

Hasil uji reliabilitas skala efikasi diri setelah dilakukan uji coba adalah:

Tabel 4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba

No Variabel Cronbach’s Alpha N oF Aitem

1 Efikasi Diri 0,884 39

Pengujian reliabilitas diatas menunjukkan koefisien Cronbach’s Alpha

dari skala efikasi diri adalah 0,884 dimana harga tersebut dapat dinyatakan

sanagt reliabel sesuai dengan kaidah uji estimasi reliabilitas yang telah

ditentukan.

Pengujian daya diskriminasi aitem atau uji daya beda juga dilakukan

untuk menentukan tingkat penerimaan aitem-aitem yang telah dibuat. Uji

daya beda ini menggunakan bantuan SPSS For Windows dalam mengolah

datanya.

Data yang telah didapatkan dalam bentuk kontinum yakni 0, 1, 2, 3, 4

ditransformasikan kepada data tabulasi awal atau data mentah yang masih

berbentuk STS, TS, ATS, AS, S, SS sesuai dengan hasil yang diperoleh

(46)

Data yang telah dikelola di SPSS For Windows menghasilkan output

yang akan diterima untuk mengetahui daya beda atau daya diskriminasi

aitem. Output yang diterima untuk mengetahui aitem tersebut diterima

atau tidak,berdasarkan hasil yang diperoleh di kolom Corrected Item-Total Correlation yang dibandingkan dengan batasan korelasi aitem total sebesar≥0.3.

Kaidah hargacorrected item-total correlationyakni;

a. Jika hasil aitem≥0.3, maka aitem tersebut memiliki daya beda

tinggi

b. Jika hasil aitem < 0.3, maka aitem tersebut memiliki daya beda

rendah.

Tabel Hasil Penghitungan Uji Daya Beda

Scale Mean if

aitem1 124.0952 377.029 .347 . .880

aitem2 124.5524 383.500 .201 . .881

aitem3 124.1524 382.169 .252 . .881

aitem4 125.0095 375.740 .345 . .880

aitem5 125.0762 378.975 .258 . .881

aitem6 124.0190 388.596 .014 . .884

aitem7 124.7143 370.745 .408 . .879

aitem8 123.9143 373.368 .533 . .878

aitem9 124.8000 380.258 .306 . .880

aitem10 124.9619 379.575 .239 . .881

aitem11 124.7619 380.068 .233 . .881

(47)

aitem14 124.8000 376.546 .342 . .880

aitem15 125.0476 386.719 .062 . .883

aitem16 124.2095 377.994 .332 . .880

aitem17 124.1619 372.137 .475 . .878

aitem18 124.2667 379.832 .307 . .880

aitem19 124.9238 390.225 -.025 . .884

aitem20 124.6000 376.088 .382 . .879

aitem21 124.5524 380.923 .231 . .881

aitem22 124.5143 373.675 .457 . .878

aitem23 124.5143 378.233 .336 . .880

aitem24 125.1429 379.277 .302 . .880

aitem25 124.4000 383.108 .177 . .882

aitem26 124.9619 368.364 .514 . .877

aitem27 123.9714 377.990 .302 . .880

aitem28 123.8000 374.258 .432 . .878

aitem29 124.8952 376.499 .313 . .880

aitem30 124.2190 371.653 .473 . .878

aitem31 124.5143 371.060 .455 . .878

aitem32 125.0095 377.202 .404 . .879

aitem33 124.9619 377.672 .301 . .880

aitem34 124.3810 378.450 .315 . .880

aitem35 124.6190 378.642 .287 . .880

aitem36 124.8095 375.829 .356 . .879

aitem37 124.1333 373.732 .472 . .878

aitem38 124.4190 379.938 .271 . .880

aitem39 122.8190 367.996 .351 . .880

aitem40 124.8190 377.073 .440 . .879

aitem41 125.3238 378.856 .303 . .880

aitem42 124.0000 372.135 .478 . .878

aitem43 125.1429 381.393 .254 . .881

aitem44 124.5429 373.827 .419 . .879

aitem45 124.5619 373.749 .442 . .878

(48)

aitem47 124.5810 379.592 .302 . .880

aitem48 124.9619 406.133 -.403 . .890

aitem49 124.4095 373.783 .440 . .878

aitem50 124.2571 371.981 .482 . .878

aitem51 124.1333 373.155 .417 . .879

aitem52 125.4190 384.957 .132 . .882

aitem53 124.8095 378.194 .285 . .880

aitem54 124.5333 369.847 .445 . .878

aitem55 124.5429 378.693 .355 . .880

aitem56 124.7714 377.409 .396 . .879

aitem57 124.1333 371.713 .455 . .878

aitem58 125.1619 382.041 .267 . .881

aitem59 124.7048 375.441 .345 . .880

aitem60 124.6286 379.870 .226 . .881

Dari hasil penghitungan dengan SPSS for Windows dan dari

kaidah harga corrected item-total correlationdi dapatkan 39 aitem yang memenuhi kaidah harga corrected item-total correlation yakni aitem nomer 1, 4, 7, 8, 9, 14, 16, 17, 18, 20, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32,

33, 34, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 47, 49, 50, 51, 54, 55, 56, 57, 59.

Sedangkan 21 aitem lainnya dinyatakan tidak memenuhi

kaidah hargacorrected item-total correlation, yakni nomor 2, 3, 5, 6, 10, 11, 12, 13, 15, 19, 21, 25, 35, 43, 46, 48, 52, 53, 54, 58, 60.

b. Validitas

Validitas adalah indeks yang menunjukkan kesahihan dari suatu

(49)

dengan tujuan dibuatnya, diperlukan suatu proses pengujian validitas

(Azwar, 2013).

Penilaian validitas masing-masing butir aitem pernyataan dapat

dilihat dari nilai corrected item total correlation masing-masing butir pernyataan aitem (Azwar. 2011). Suatu kesepakatan umum menyatakan

bahwa koefisien validitas dianggap memuaskan apabila melebihi 0,30

(Azwar, 2011).

Tabel 5 Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Efikasi Diri

(50)
(51)

aitem53 1.8571 .98477 105

terdapat 39 aitem yang memiliki validitas memuaskan yaitu : nomer 1, 4,

7, 8, 9, 14, 16, 17, 18, 20, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 36,

37, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 47, 49, 50, 51, 54, 55, 56, 57, 59.

Sedangkan 21 aitem lainnya dinyatakan tidak memenuhi

kaidah hargacorrected item-total correlation, yakni nomor 2, 3, 5, 6, 10, 11, 12, 13, 15, 19, 21, 25, 35, 43, 46, 48, 52, 53, 54, 58, 60.

Tabel 6Distribusi Aitem Skala Efikasi Diri Setelah dilakukan UjiCoba

Dimensi Indikator Jenis Aitem Jumlah Bobot

(52)

untuk menyelesaikan

Suatu eksperimen dianggap valid jika variabel perlakuan

benar-benar mempengaruhi perilaku yang diamati (variabel terikat) dan

akibat-akibat yang terjadi pada variabel terikat tersebut bukan karena variabel

lain. Eksperimen tersebut dikatakan valid jika hasil suatu eksperimental

tersebut dapat digeneralisasikan pada populasi lainnya yang berbeda

subjek, tempat dan ekologinya. Ada dua macam validitas yang harus

dipenuhi dalam sebuah penelitian, yaitu validitas internal dan validitas

eksternal. Validitas internal adalah kesahiha hasil penelitian eksperimental

yang menyimpulkan bahwa perubhan variabel terikat dipengaruhi oleh

variabel bebas. Validitas internal berkaitan dengan sejauhmana hubungan

sebab akibat antara variabel bebas dan variabel tergantung yang ditemukan

dalam penelitian. Semakin kuat hubungan sebab akibat antara variabel

bebas dan variabel tergantung maka semakin besar validitas internal suatu

penelitian. Validitas eksternal merujuk pada representasi atau

kemungkinan dilakukan generalisasi. Validitas eksternal berkaitan dengan

(53)

diterapkan pada subjek, situasi, dan waktu di luar situasi penelitian

(Seniati, 2008).

Seniati (2008) juga berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi validitas internal. Faktor-faktor yang berkaitan

dengan penelitian ini adalah :

1.Proactive history

Faktor perbedaan individual yang dibawa ke dalam penelitian, yang

merupakan faktor bawaan maupun sesuatu yang telah dipelajari

sebelumnya. Faktor ini dikendalikan dengan rentang umur subjek yang

sama, yaitu rentang 19 - 21 tahun.

2.Testing

Faktor testing terjadi apabila dalam melakukan penelitian, peneliti memberikan pre-test dan post-test kepada subjek untuk melihat perbedaan

sebelum dan sesudah pemberian perlakuan, seringkali tes yang diberikan

pada dua waktu yang berbeda tersebut merupakan tes yang sama. Dengan

kondisi ini, kemungkinan skor yang diperoleh subjek pada post-test akan berbeda. Pada penelitian ini, faktor testing dikendalikan dengan

menggunakan alat ukur berupa skala efikasi diri dengan tipe pertanyaan

yang sama.

3.Maturation

Maturation atau kematangan adalah perubahan biologis dan atau perubahan psikologis yang sistematis pada individu dalam suatu waktu

(54)

kelompok kontrol, yaitu menggunakan kelompok subjek lain yang tidak

diberikan perlakuan.

4.Interaction Effect

Beberapa pengaruh dari perlakuan yang diterima subjek

sebelumnya belum hilang benar. Hal ini biasa terjadi pada penelitian

dengan menggunakan within-subject. Pada penelitian ini, faktor

interaction effect dikendalikan dengan penggunaan between-subject,

dimana setiap subjek hanya mendapatkan satu kali perlakuan saja.

5.Instrumentation Effect

Efektivitas penggunaan alat ukur dalam penelitian dapat

mempengaruhi validitas internal penelitian. Instrumentasi yang tidak

akurat dan tidak memenuhi syarat, akan menghasilkan skor yang tidak

akurat dan tidak memenuhi syarat, akan menghasilkan skor yang tidak

akurat. Berhubungan dengan alat ukur yang digunakan dan

pengadministrasian tes yang mempengaruhi validitas internal. Hal itu

dikendalikan dengan berkonsultasi pada orang yang berkompeten di

bidang pelatihan dalam menyusun materi pelatihan (validitas isi), dan

sebelum pemberian perlakuan peneliti mengadakan simulasi kepada

co-trainer tentang metode dan teknik penyampaian materi yang

diseragamkan. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir kesalahan saat

perlakuan.

Validitas eksternal dalam penelitian ini menggunakan validitas

(55)

membatasi pengetahuan subjek mengenai perlakuan yang diberikan.

Validitas ekologis berkaitan dengan situasi atau kondisi lingkungan.

Kemampuan hasil penelitian untuk digeneralisasikan pada situasi atau

kondisi lingkungan yang berbeda disebut validitas ekologis. Validitas

ekologis suatu penelitian dapat menjadi tinggi apabila pengaruh dari

manipulasi variabel bebas tidak terikat dengan setting penelitan tersebut.

Dengan kata lain, hasil penelitian tersebut dapat diterapkan walaupun saat

situasi yang berbeda dengan situasi penelitian. Ada empat faktor yang

mempengaruhi validitas ekologis yaitu :

a.) Multiple-treatment interferance; faktor ini berkaitan dengan pengaruh perlakuan yang diberikan sebelumnya terhadap perlakuan lain yang

akan diberikan selanjutnya.

b.) Hawthorne effect; faktor ini terjadi ketika subjek menyadari bahwa ia sedang diteliti sehingga ia menampilkan tingakh laku tertentu. Dengan

demikian respons yang diberikan oleh objek bukan disebabkan oleh

manipulais variabel bebas. Hawthorne effect bisa dicegah dengan

single-blind procedure, yaitu membatasi pengetahuan subjek

mengenai perlakuan yang diberikan. Dengan kata lian, subjek

penelitian tidak mengetahui bahwa ia sedang diteliti.

c.) Experimenter effect, faktor yang berasal dari eksperimenter ini telah dijelaskan pada penjelasan mengenai validitas internal, sekalipun

(56)

atribut atau harapan dari experimenter. Dengan kata lain, generalisasi hanya dapat dilakukan pada situasi yang mirip dengan situasi saat

penelitian.

d.) Pretesting effect,faktor ini disebabkan oleh pemberian pretest. Seperti telah diketahui, pretest dapat menyebabkan perbedaan reaksi subjek,

misalnya terjadi defensif, lebih memperkuat opini atau prestasi, atau

bereaksi secara berlebihan untuk menyenangkan experimenter,

dibandingkan subjek tidak diberi preteset. Selain mempengaruhi

validitas internal, pemberian pretest juga mempengaruhi validitas

eksternal karena generalisasi hasil penelitian hanya terbatas populasi

yang diberikan pretest sebelumnya. Faktor ini dapat di cegah dengan

menggunakan alay ukur yang tidak membuat subjek menyadari

mengenai hal-hal yang di ukur atau menduga hal-hal yang

diteliti.(Marliani, 2013).

G. Analisis Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji hipotesis dengan

dua teknik yaitu Wilcoxon Range Test danMann Whitney U dengan SPSS 21.0. Teknik analisis Wilcoxon Range Test digunakan untuk menguji data dua sampel berhubungan. Dalam penelitian ini data yang diuji

menggunakan Wilcoxon Range Test adalah skor pretest kelompok

(57)

Uji Mann Whitney U merupakan teknik statistik nonparametrik yang digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan pada satu variabel

tergantung yang bersifat interval atau rasio yang disebabkan oleh 1

variabel bebas yang bersifat nomnal atau ordinal. Data berasal dari 2

kelompok yang berbeda. Data yang diuji dengan teknik Mann Whitney U

pada penelitian ini adalah gain score antara kelompok eksperimen dengan

kelompok kontrol. Suatu data dapat dianalisis dengan menggunakan

Wilcoxon Range Test dan Mann Whitney U jika data tidak memenuhi uji asumsi normalitas dan homogenitas atau disebabkan jumlah subjek

(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek

Fakultas Sains dan Teknologi memiliki enam program studi yaitu

matematika, biologi, arsitektur, teknik lingkungan, ilmu kelautan, dan sistem

informasi. Berdasarkan data dari bagian tata usaha Fakultas Sains dan

Teknologi terdapat 382 mahasiswa yang terdiri dari semester dua dan

semester empat. Peneliti memperoleh subjek survei 40 mahasiswa kemudian

hasil dari skala diolah untuk menentukan subjek yang akan diberikan

perlakuan yaitu subjek yang memiliki tingkat efikasi diri akademik rendah

sampai sedang. Setelah diketahui kemudian peneliti memberikan lembar

kesediaan untuk mengikuti pelatihan berpikir positif pada hari yang

ditentukan yaitu hari Sabtu, 30 April 2016. Setelah peneliti memberikan

lembar kesediaan menjadi subjek penelitian, tidak semua subjek bersedia

mengikuti pelatihan berpikir positif karena ada yang mengikuti kegiatan

wajib di jurusan, ada yang praktikum, ada yang pulang ke rumah mereka dan

ada yang ujian mata kuliah. Sehingga peneliti mengambil 10 subjek yang

bersedia mengikuti pelatihan berpikir positif sebagai kelompok eksperimen

dan 10 yang tidak bisa ikut pelatihan sebagai kelompok kontrol.

Karakteristik subjek adalah dari jurusan arsitek adalah 20 %, teknik

(59)

B. Proses Persiapan

1. Proses Perizinan

Perizinan dilakukan dengan menyampaikan izin kepada akademik fakultas

psikologi dan kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya dan kepala laboratorium

psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya.

2. Proses Persiapan

Manipulation check merupakan sebuah cara untuk memperoleh validitas isi sebuah modul pelatiahan. Manipulation check modul Pelatihan berpikir positif dilakukan pada tanggal 13 April 2016 di ruangan prodi Psikologi

Fakultas Psikologi dan Ilmu Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya.

Manipulation check dilakukan oleh proffesional judgement, dalam penelitian ini adalah ibu Soffy Balgies, M.Psi, Psikolog dan Bapak Lucky Abrory, M.Psi

serta trainer dalam penelitian ini yaitu bapak Nur Eko Kiswantoro, M.Psi,

Psikolog .

Manipulation check berisi pertanyaan-pertanyaan dari aspek berpikir positif yang di terjemahkan menjadi sesi pelatihan dan tujuan atau sasaran daru

pelatihan berpikir positif yang diperoleh dari aspek efikasi diri. Tujuan dari

manipulation checkadalah untuk melihat perlakuan yang akan diberikan dalam pelatihan berpikir positif memiliki keterkaitan untuk meningkatkan efikasi diri.

Pada sesi ini peneliti memberikan modul dan lembar check list lalu peneliti

(60)

proffesional judgementkemudian mendiskusikan isi, alur pikir, dan materi dari modul tiap sesi pelatihan sambil mengisi check list. Hasilmanipulation check

menunjukkan bahwa setiap materi pelatihan telah terpenuhi.

C. Pelaksanaan Penelitian

1. Jadwal Pelaksanaan Pelatihan

Sebelum pelatihan berpikir positif dilaksanakan peneliti menyusun

jadwal kegiatan pelatihan sebagai berikut :

Tabel 7. Jadwal Pelatihan Berpikir Positif

No Waktu Sesi Pelatihan

1 07.00-07.15 Registrasi dan pengondisian

peserta

2 07.15-07.30 Sesi 1 :

- Pembukaan, perkenalan

3 07.30-08.00 Sesi 2 :My Dreams Come

True

4 08.00-08.30 Sesi 3 :Life is never flat

5 08.30-09.00 Sesi 4 :Stop

Overgeneralization

6 09.00-09.30 Sesi 5 :Yes I can

7 09.30-10.00 Sesi 6 :

- Refleksi diri

- Skala post test

(61)

2. Tempat dan Waktu Pelatihan

Pelatihan berpikir positif dilaksanakan di Gedung Transit Lantai

dua UIN Sunan Ampel Surabaya pada hari Sabtu, 30 April 2016.

Ruang Transit dipilih dengan menyediakan fasilitas yang mendukung

jalannya pelatihan seperti LCD, ruang yang luas.

Waktu pelatihan diambil hari sabtu karena pada hari tersebut tidak

ada perkuliahan sehingga diharapkan distraksi pada sat pelaksanaan

pelatihan dapat dikendalikan. Selain hal tersebut pada hari sabtu

rata-rata mahasiswa memiliki waktu yang lebih luang dari hari biasanya

sehingga diharapkan dapat mengikut pelatihan sampai dengan selesai

dan menekan kemungkinan mortality atau peserta yang gugur dalam pelatihan.

3. Proses Pelaksanaan Pelatihan

Pelatihan pada tanggal 30 April 2016 dimulai jam 7.30 tepat sesuai

dengan jadwal pelatihan, yaitu pukul 07.30 WIB. Sebelum pelatihan

dimulai peneliti melakukanbuilding rapport terlebih dahulu. Pelatihan dimulai dengan memperkenalkan diri. Peserta memperkenalkan diri

satu persatu.

Materi pertama, my dreams become truetrainer membahas tentang pentingnya sebuah impian dan mengapa seorang sulit atau ragu

menuliskan tentang impiannya. Alasan seseorang sulit menetapkan

Gambar

Gambar paradigma penelitian
Tabel 1 Desain Eksperimen
Gambar Skema desain penelitian
Tabel 2 Skor Skala Likert
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada Gambar 4.18 merupakan rangkaian driver relay setelah dilakukan pengeboran maka akan tampak seperti pada Gambar 4.19 dan Gambar 4.20, dapat dilihat banyak lubang yang

Metode suku kata, yaitu metode membaca permulaan dengan cara membaca satu suku kata dan diteruskan dengan suku kata yang lain sehingga terangkai sebuah kata,

Bagian ini mencakup (i) kategori sumber-sumber utama emisi gas-gas rumah kaca (GRK)dan jenis emisi GRK dari masing-masing kegiatan terkait proses industri dan penggunaan produk

perairan Rawapening, dengan langkah-langkah sebagai berikut. 2) Pengukuran suhu air dilakukan secara langsung dengan thermometer, sedangkan pengukuran kualitas air

Bahan organik pupuk kandang sapi, ampas tebu, sekam padi, sekam bakar, dan jerami padi yang diaplikasikan dengan cara ditebar maupun dicampur dengan tanah memiliki

Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sistem pelaksanaan Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) adalah menjalankan layanan jasa keuangan dangan konsep prinsip- prinsip

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Daya Tarik Objek Wisata, Event-event dan Sarana Prasarana Terhadap Jumlah Pengunjung Wisata Pada Kabupaten Bangka Barat”, dengan