Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata
Satu (S1) Psikologi (S.Psi)
Nurul Hidayati B07212068
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
INTISARI
Mahasiswa Fakultas yang baru berdiri dan di tengah persaingan global cenderung menyebabkan efikasi diri yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan berpikir positif terhadap efikasi diri mahasiswa. Subjek penelitian ini adalah 20 mahasiswa yang terbagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen 10 mahasiswa dan kelompok kontrol 10 mahasiswa. Karakteristik subjek penelitian diantaranya adalah: 1) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Sains dan Teknologi, 2) Memiliki skor efikasi diri akademik yang rendah sampai sedang di anatar populasi, dan 3) bersedia menjadi subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan dua kelompok group yang berbeda dengan desain pre-test dan post test. Kelompok eksperimen mendapat perlakuan berupa pelatihan berpikir positif yang di susun berdasarkan aspek-aspek berpikir positif, yaitupositive expectation, reality adaption, non-judgement talking,dan self affirmation. Pelatihan ini terdiri atas enam sesi dan diberikan salama satu hari. Alat ukur yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala efikasi diri akademik PSP Nurul (2014). Hasil uji statistika dengan menggunakan teknik analisis Mann Whitney U menunjukkan bahwa gain score antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menghasilkan nilai p = 0,001 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan skor efikasi diri akademik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sedangkan hasil analisis Wilcoxon Signed Rank menunjukkan bahwa skor
pre testdanpost testkelompok eksperimen mendapatkan nilai p = 0,005 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat efikasi diri akademik pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Tingkat efikasi diri akademik mahasiswa setelah mengikuti pelatihan berpikir positif lebih tinggi daripada tingkat efikasi diri akademik sebelum mengikuti pelatihan.
ABSTRACT
Students of faculty science and technology that new build and between globlalization may can makes the academic self efficacy low. This research aims to know the influencess of positive thinking training to make the self efficacy more high. The subject in this research consisted of 20 students which 10 students into experimental group and 10 students into the control group. The subjects characteristic research are : 1) students of UIN Sunan Ampel Surabaya especially students of faculty saintek 2) having low to medium up self efficacy score, 3) ready to be subject of the research. This research uses two different groups by pre-test and post-test design. Experimental group gets treatments of positive thinking which is arranged on the positive thinking aspects : reality adaption, positive expectation, non-judgement talking, and self effirmation. The treatment consist of six sessions and given for one day. The measurement tool which is use in the research is academic self efficacy scale by Nurul (2014). The test using statistical analysis techniques Mann Whitney U indicates that gain score between control and experimental group results value p=0,001 (p<0,05) so it can be concluded taht there is a difference score of academic self efficacy between experimental and control group. Whereas the experimental group gets value p= 0,005 (p<0,05), so it can be conclude that there is different of academic self efficacy of students efter getting positive thinking training indicates higher than before.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...79
B. Saran...79
DAFTAR PUSTAKA...81
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Perguruan tinggi merupakan satuan penyelenggara pendidikan yang
merupakan kelanjutan dari pendidikan menengah atas. Peserta didik perguruan
tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pengajar disebut dosen.
Berdasarkan kepemilikan perguruan tinggi dibagi menjadi dua yaitu perguruan
tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Di Indonesia, perguruan tinggi
dapat berbentuk akademi, institut, politeknik, sekolah tinggi dan universitas.
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang baru berganti status
dari Institut Agama Islam Negeri menjadi Universitas Islam Negeri pada tahun
2014 merupakan salah satu perguruan tinggi di Surabaya yang mempunyai
sembilan fakultas yaitu fakultas dakwah dan ilmu komunikasi, fakultas adab
dan humaniora, fakultas tarbiyah dan keguruan, fakultas ushuluddin, fakultas
syariah dan hukum, fakultas psikologi dan kesehatan, fakultas sains dan
teknologi, fakultas ekonomi bisnis islam, serta fakultas ilmu sosial dan ilmu
politik. Empat diantaranya merupakan fakultas yang baru yang diresmikan
saat Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel beralih menjadi Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yaitu fakultas sains dan teknologi,
fakultas psikologi dan kesehatan, fakultas ekonomi bisnis islam, serta fakultas
ilmu sosial dan ilmu politik. Diantara ke empat fakultas yang baru tersebut,
yang benar-benar murni jurusan dan program studi nya baru semua hanya
program studi yaitu matematika, biologi, teknik kelautan, arsitek, sistem
informasi dan teknik lingkungan. Data dari pegawai akademik Fakultas Sains
dan Teknologi untuk fakultas sains dan teknologi UIN Sunan Ampel Surabaya
(13 Oktober 2015) dengan memiliki mahasiswa 382 yang terdiri dari dua
angkatan 2014 dan angkatan 2015.
Mahasiswa sebagai agent of change juga harus mempunyai pikiran yang positif. Dengan berpikiran positif, akan membawa pada sikap dan perilaku
yang positif. Perubahan yang signifikan yaitu tentang perubahan yang
konstruktif dan penuh makna. Karena pada dasarnya mahasiswa adalah kaum
terpelajar yang mampu mencari alternatif dan solusi.
Pengembangan diri mahasiswa dalam pendidikan menjadi suatu alternatif
mempersiapkan mahasiswa menghadapi persaingan gobal yang menuntut
adanya penguasaan terhadap kemampuan tertentu. Dengan adanya Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA), menjadi banyak persaingan atau kompetisi yang
juga menuntut adanya soft skill dan hard skill. Penelitian Asiyah dkk (2015) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self esteem dan self efficacy terhadap kematangan karir mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya dalam menghadapi MEA. Sejalan dengan hal tersebut, pendidikan selalu
menyesuaikan dengan kemajuan peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan
serta teknologi, sehingga lulusannya mampu bersaing di kancah internasional.
Hal ini secara tidak langsung mengisyaratkan agar individu lebih
mengembangkan kemampuannya untuk tercapainya prestasi yang optimal.
bisa mencapai prestasi. Efikasi diri dapat diartikan sebagai keyakinan
seseorang bahwa dirinya mampu untuk melakukan tugas yang diberikan dan
menandakan level kemampuan dirinya ( Baron & Byrne, 2003).
Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa mahasiswa Fakultas
Saintek. Subjek pertama mengatakan jika di jurusannya agak berbeda dengan
fakultas lain seperti belum akreditasi, fasilitas belum mencukupi, dan
laboratorium nya masih bergabung dengan kampus lain, ruangan terbatas.
Subjek kedua memberikan pendapatnya tentang fakultas saintek bahwa
fasilitas masih terbatas, laboratorium nya masih numpang, merasa dianak dua
kan, belum akreditasi, praktikumnya masih di ITS, diskusi tidak bisa dengan
kakak kelas karena masih angkatan pertama, dosen kesehatan juga mengajar di
saintek.
Subjek ketiga mengatakan bahwa akreditasi fakultas belum jelas,
laboratorium yang masih gabung dengan kampus lain yang ditempuh dengan
kendaraan sendiri. Hal tersebut membuatnya terkadang kurang percaya diri
dari timbul keraguan akan keyakinan dalam kemmapuannya untuk melakukan
tugas akademik.
Adanya kenyataan bahwa fakultas saintek dengan jurusan dan program
studi yang masih baru semua membuat akreditasi nya belum sehingga
mendapat nilai akreditasi C, fasilitas yang belum sepenuhnya lengkap seperti
ruang kuliah yang belum mencukupi, laboratorium yang belum semuanya ada,
serta belum mempunyai kakak kelas karena masih angkatan pertama membuat
karena itu diperlukan pola pikir yang positif dalam memandang dan
menghadapi lingkungan akademiknya.
Pola pikir yang positif diperlukan untuk memandang segala hal dari sudut
pandang yang positif. Pada masa-masa sulit, sangatlah penting memahami dan
menopang institusi-institusi positif, seperti berpikir positif. Seligman
menyatakan bahwa berpikir positif dan optimis dapat membawa individu
tersebut menuju kebahagiaan. Dengan adanya pola pikir yang positif tentu
akan membuat lebih mudah dalam menyesuaikan dengan lingkungannya dan
lebih mudah mengembangkan kemampuannya dalam mencapai prestasi.
Sehingga prestasinya tersebut akan meningkatkan efikasi dirinya.
Efikasi diri sangat penting bagi pelajar untuk mengontrol motivasi
mencapai harapan-harapan akademik. Penelitian Nugroho (2007) juga
menyimpulkan bahwa mahasiswa dengan efikasi diri yang tinggi memiliki
prestasi akademik yang tinggi. Efikasi diri akadenik jika disertai dengan
tujuan-tujuan yang spesifik dan pemahamn mengenai prestasi akademik, maka
akan menjadi penentu suksesnya akademik (Bandura, dalam Alwisol, 2004).
Pemahaman ini menggambarkan bahwa efikasi diri akademik dapat menjadi
suatu sumber daya yang sangat penting bagi pengembangan diri melalui
pilihan aktivitas mahasiswa (Schunk, dalam Santrock, 2008).
Dari hasil wawancara terhadap tiga mahasiswa menemukan beberapa
indikator yang melemahkan efikasi diri akademik, diantaranya keraguan
terhadap kemampuan untuk berhasil dalam kuliah, kemampuan mengerjakan
bahwa subjek merasa cemas terhadap kemampuan akademiknya dan
cita-citanya. Efikasi diri akademik berhubungan dengan cara berpikir individu
dalam menghadapi masalah dan arah berpikir individu dalam memandang
masalah secara optimis atau pesimis, karena akan menentukan cara
menghadapi kesulitan-kesulitan akademik dan individu dengan efikasi yang
tinggi akan bertahan dalam menghadapi kesulitan.
Salah satu upaya meningkatkan efikasi diri akdemik adalah melalui
pelatihan berpikir positif (Sdorow, 1990). Ellis (dalam Corey, 2007)
menambahkan seseorang mampu memodifikasi keyakinan-keyakinannya
dengan melatih kemampuan berpikirnya. Cara dan pola berpikir seseorang
mempengaruhi perilaku dan perasaan yang akan dimunculkan dalam situasi
spesifik (Hayes & Rogers, 2008).
Penelitian Loher (dalam Santrock, 2003) menunjukkan suasana hati
negatif memungkinkan untuk marah, merasa bersalah, dan memperbesar
kesalahan yang telah terjadi. Berpikir positif berkaitan dengan hidup positif
yang berorientasi pada keyakinan dan bermanfaat bagi kesehatan serta coping stres yang adaptif. Hal ini yang menjelaskan bahwa dengan berpikir positif, seseorang mampu bertahan pada situasi yang penuh stres (Brissette, dkk,
dalam Kivimaki, dkk, 2005, h. 413). Jadi, dengan berpikir positif akan
menjadikan mahasiswa untuk mampu menghadapi tantangan dan tugas
akademik dengan optimal.
Menurut Greenberger (2004) pemikiran atau interpretasi yang berbeda bisa
Begitu seseorang mengalami satu suasana hati tertentu, suasana hati tersebut
disertai dengan pemikiran-pemikiran lain yang mendukung dan memperkuat
suasana hati itu. Kalau seseorang berpikir negatif, otak akan terfokus pada
iformasi-informasi negatif saja atau pada informasi yang mendukung karena
dalam satu waktu akal manusia tidak bisa berkonsentrasi pada banyak
informasi positif yang lain. Aktivitas tersebut akan akan mempengaruhi
perasaan, sikap, dan perilaku. Perasaan cemas, takut, sedih, gelisah, dan
frustasi berasal dari pikiran negatif.
Mcleod dan Moore (2000) menyatakan bahwa terapi kognitif adalah
mengenai berpikir secara realistis yang kemudian disebut sebagai berpikir
positif atau dapat juga dikatakan bahwa berpikir positif adalah berpikir
realistis dimana berpikir realistis merupakan bentuk terapi kognitif. Beberapa
penelitian menemukan bahwa berpikir positif mampu merubah perilaku
individu seperti pada penelitian Lestari (1998) yang menemukan bahwa
pelatihan berpikir positif efektif untuk mengubah sikap yang pesimis menjadi
optimis serta efektif untuk menurunkan simtom depresi.
Penelitian Dwitantyanov (2010) menemukan bahwa berpikir positif
mambantu mahasiswa untuk mengarahkan motivasi, kemampuan kognisi, dan
mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengerjakan tugas, mencapai
tujuan, dan mengatasi tantangan akademik secara optimal. Dengan mengubah
cara berpikirnya menjadi positif, efikasi diri akademik dapat ditingkatkan,
karena berpikir positifmembuat oindividu cenderung berperasaan positif serta
Sinclair (Lestari, 1998) menyatakan bahwa orang-orng yang mempunyai
pikiran positif cenderung melihat hal yang positif secara lebih baik. Dengan
menggunakan pikiran positif, maka akan timbul keyakinan bahwa setiap
masalah akan ada jalan pemecahannya (Peale, 2009).
Berpikir negatif dapat mengundang datangnya penyakit. Ketika seseorang
berpikir negatif, maka berhati-hatilah dengan kondisi fisik anda. Sebab pikiran
negatif cenderung mengundang penyakit untuk datang dan berdiam diri dalam
tubuh seseorang. Tidak hanya pikiran, fisik pun dapat rusak karena prasangka
yang buruk pada orang lain, apalagi prasangka buruk kepada Tuhan.
Kebanyakan pasien yang terbaring di rumah sakit pada saat ini adalah
orang-orang yang mengidap ketidakstabilan emosi yang disebabkan rasa kawatir dan
cemas yang berlebih-lebihan bahkan yang paling berbahaya adalah bahwa
ketika seseorang merasa sakit, padahal secara fisik orang tersebut baik-baik
saja.
Berdasarkan paparan tersebut diatas nampak terdapat hubungan erat antara
efikasi diri dengan berpikir positif sehingga peneliti melihat pentingnya
pengembangan pelatihan berpikir positif untuk meningkatkan efikasi diri
mahasiswa.
B. RUMUSAN MASALAH
Atas dasar latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah ada pengaruh pelatihan berpikir
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan
berpikir positif terhadap efikasi diri mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan kajian
terkait psikologi positif khususnya pada topik pola berpikir positif dan
efikasi diri akademik. Selain itu penelitian ini juga dapat menjadi bahan
referensi dan pertimbangan mengadakan penelitian selanjutnya yang
masih berhubungan dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
Apabila hipotesis dalam penelitian ini diterima, maka bagi subjek
pelatihan, dapat membantu subjek untuk lebih berpikir positif sehingga
diharapkan dapat meningkatkan efikasi diri akademik mahasiswa.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Topik penelitian tentang pengaruh pelatihan berpikir positif terhadap
efikasi diri mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya sepengetahuan peneliti
belum pernah diteliti, namun ada beberapa topik penelitian sebelumnya yang
ini adalah pengaruh pelatihan berpikir positif pada efikasi diri akademik
mahasiswa (studi eksperimental pada mahasiswa fakultas psikologi UNDIP
Semarang) (Dwitantyanov, dkk,2010) yang menemukan bahwa pelatihan
berpikir positif memiliki pengaruh dalam meningkatkan efikasi diri akademik
mahasiswa. Efikasi diri akademik kelompok eksperimen terbukti lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan signifikansi skor yang
ditunjukkan kurang dari taraf nyata (0,000 < 0,05). Penelitian ini
menggunakan randomized pretest-posttest control group design. Ada pula Penelitian dengan judul Hubungan antara berpikir positif dengan efikasi diri
akademik pada siswa madrasah aliyah aisyiyah palembang (Riska Ria, 2015)
yang menemukan bahwa ada hubungan antara berpikir positif dengan efikasi
diri pada siswa Madrasah Aliyah Aisyiyah Palembang dengan nilai p = 0,001
(p < 0,05), pengaruh pelatihan berpikir positif untuk menurunkan kecemasan
pada mahasiswa yang sedang menempuh skripsi (Sonya Rosma) yang
menunjukkan ada penurunan tingkat kecemasan mahasiswa setelah diberikan
pelatihan berpikir positif ditunjukkan dengan nilai p = 0,038 (p < 0,05). Hasil
analisis dengan menggunakan uji t-test kepada 10 subjek. Penelitian
berikutnya adalah pengaruh pelatihan berpikir positif terhadap asertivitas
remaja panti asuhan (Ertyastuti, dkk) yang menemukan bahwa pelatihan
berpikir positif efektif dalam meningkatkan asertivitas remaja panti asuhan
Penelitian berikutnya adalah efikasi diri dukungan sosial dan penyesuaian diri
dalam belajar yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
efikasi diri dan dukungan sosial dengan penyesuaian diri siswa dalam belajar
(Mahmudi dkk, 2014). Hasil analisis dengan p= 0,000 (p<0,01) menunjukkan
ada korelasi poitif antara dukungan sosial orangtua dengan penyesuaian diri
siswa dalam belajar.
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan
subjek penelitian yang digunakan pada penelitian sebelumnya. Subjek yang
digunakan dalam penelitian sebelumnya antara lain adalah mahasiswa
psikologi fakultas psikologi UNDIP Semarang (Dwitantyanov, dkk,2010),
mahasiswa yang sedang menempuh skripsi (Sonya Rosma), siswa madrasah
aliyah aisyiyah Palembang (Riska Ria, 2015 ), remaja panti asuhan di Panti
Asuhan Yatim Mardhatilah Sukoharjo (Ertyastuti, dkk), siswa kelas VII SMP
Negeri I Larangan ( Mahmudi, dkk, 2014). Sedangkan subjek penelitian ini
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Efikasi Diri
1. Pengertian Efikasi Diri
Efikasi diri dapat diartikan sebagai keyakinan manusia akan kemampuan
dirinya untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri
mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006).
Menurut Bandura dan Wood efikasi diri (self efficacy) sebagai :
“belief in one’s capabilities to mobilize the motivation, cognitive
resources, and courses of action neede to meet given situational demand”.
Efikasi diri adalah kemampuan seseorang untuk menggerakkan motivasi,
sumber-sumber kognitif, dan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk
memenuhi tuntutan- tuntutan dari situasi yang dihadapi.
Defini dari efikasi diri terus berkembang, Bandura mengartikan efikasi diri
adalah keyakinan seorang individu mengenai kemampuannya dalam
mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk
mencapai hasil tertentu (Bandura, 1997). Efikasi diri mengacu pada
keyakinan sejauh mana individu memperkirakan kemmapuan dirinya dalam
melakukan tugas atau melakukan suatu tugas yang diperlukan untuk
mencapai suatu hasil tertentu. Keyakinan akan seluruh kemampuan ini
meliputi kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, kapasitas kognitif,
kecerdasan dan kapasitas bertindak pada situasi yang penuh tekanan. Efikasi
berkaitan. Efikasi diri yakni kemampuan untuk menyadari, menerima, dan
mempertanggung jawabkan semua potensi keterampilan atau keahlian secara
tepat. Menurut Bandura (dalam Ormrod, 2008) efikasi diri adalah penilaian
seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku
tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Efikasi diri adalah keyakinan
seseorang bahwa ia mampu melakukan tugas tertentu dengan baik. Efikasi
diri memiliki keefektifan yaitu individu mampu menilai dirinya memiliki
kekuatan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Tingginya efikasi diri
yang dipersepsikan akan memotivasi individu secara kognitif untuk bertindak
secara tepat dan terarah, terutama apabila tujuan yang hendak dicapai
merupakan tujuan yang jelas. Pikiran individu terhadap efikasi diri
menentukan seberapa besar usaha yang di curahkan dan seberapa lama
individu akan bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang
tidak menyenangkan. Efikasi diri selalu berhubungan dan berdampak pada
pemilihan perilaku, motivasi dan keteguhan individu dalam menghadapi
setiap persoalan.
Sementara Friedman dan Schustack mendefinisikan :
“self-efficacy adalah ekspetansi-keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh individu mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertentu”
(dalam Woropinasti, 2010).
Self efficacy berhubungan dengan keyakinan pribadi mengenai
kompetensi dan kemampuan diri. Secara spesifik, hal tersebut merujuk pada
Individu dengan tingkat self efficacy yang tinggi yakin dalam kemampuan kinerja mereka.
Efikasi diri merupakan salah satu faktor personal yang enjadi peranatara
atau mediator dalm interaksi antara faktor perilaku dan faktor lingungan.
Efikasi diri dapat menjadi pennetu keberhasilan performasi dan pelaksanaan
pekerjaan. Efikasi diri juga mempengaruhi pola pikir, reaksi emosional dalam
membuat keputusan (Mujiadi, 2003).
Self efficacy adalah perasaan kita bahwa kita efektif dalam dunia. Dalam pekerjaan, orang yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan mereka
untuk memecahkan masalah, muncul sebagi pemimpin, sementara yang tidak
percaya terhadap kemampuan diri mereka menemukan diri mereka hilang
dalam orang banyak. Mereka secara tidak sengaja memperlihatkan kerahuan
mereka dan teman mereka mendengar, dan belajar untuk mencari nasehat dari
yang lainnya (Reivich & Shatte, 2002)
Menurut sebuah analisis mengenai self efficacy oleh Gist dan Mitchel, penelitian mengenai self efficacytelah mengarah pada beberapa temuan yang konsisten. Mereka menyatakan bahwa self efficacy berhubungan dengan kinerja pekerjaan, pilihan karir, pembelajaran dan pencapaian, dan
kemampuan beradaptasi dengan teknologi baru, dan mereka menyatakan
beberapa metode pelatihan dapat meningkatkan self efficacy pada peserta pelatihan. Suatu studi penelitian yang berskala besar menemukan bahwa
Bandura dan Locke, yang menemukan bahwa, ketika dikombinasikan dengan
penetapan tujuan, individu dengan self efficacy yang tinggi cenderung menunjukkan tingkat motivasi dan kinerja yang lebih tinggi.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri atauself efficacyadalah suatu keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan sesuatu dalam situasi tertentu yang ditunjukkan dengan mempunyai level atau
tingkatan yang lebih tinggi dalam menghadapi kesulitan, menilai kemampuan
berfungsi di berbagai aktivitas, dan mempunyai kekuatan untuk bertahan
dengan usahanya.
2. Aspek-Aspek Efikasi Diri
Beberapa dimensi berikut memiliki implikasi penting terhadap performa
individu. Dimensi- dimensi tersebut yaitu :
1. Level/ Magnitude
Level yaitu persepsi individu mengeai kemampuannya yang
menghasilkan tingkah laku yang akan diukur melalui tingkat tugas
yang menunjukkan variasi kesulitan tugas. Level merujuk pada
tingkat kesulitan tugas yang diyakini dapat ditangani oleh individu.
Keyakinan individu berimplikasi pada pemilihn tingkah laku
berdsarkan hambatan atau tingkat kesulitan suatu tugas atau
aktifitas. Individu terlebih dahulu akan mencoba tingkah laku yang
dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang
dapat dilihat dari tingkat hambatan atau kesulitan yang bervariasi
dari suatu tugas atau aktifitas tertentu.
2. Generality
Individu menilai kemampuan mereka berfungsi di berbagai
kegiatan tertentu. Aktivitas yang bervariasi menuntut individu yakin
atas kemampuannya dalam melaksanakan tugas atau aktivitas
tersebut, apakah individu merasa yakin atau tidak. Individu
mungkin yakin akan kemampuannya pada banyak bidang atau
hanya pada beberapa bidang tertentu, misalnya seorang mahasiswa
yakin akan kemampuannya pada mata kuliah statistik tetapi ia tidak
yakin akan kemampuannya pada mata kuliah Bahasa Inggris, atau
seseorang yang ingin melakukan diet, yakin akan kemampuannya
dapat menjalankan olahraga secara rutin, namun ia tidak yakin akan
kemampuannya mengurangi nafsu makan, itulah mengapa dietnya
tidak berhasil.
3. Strengthatau Kekuatan
Strength artinya kekuatan, yaitu orang yang mempunyai
keyakinan yang kuat, mereka akan bertahan dengan usaha mereka
meskipun ada banyak kesulitan dan hambatan.
Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level,
dimana makin tinggi taraf kesulitas tugas, makin lemah keyakinan
Individu yang memiliki bentuk efikasi diri yang tinggi memiliki sikap
optimis, suasan hati yang positif, dapat memperbaiki kemampuan untuk
memproses informasi secara lebih efisien, memiliki pemikiran bahwa
kegagalan bukanlah sesuatu yang merugikan namun justru memotivasi diri
untuk melakukan yang lebih baik. Individu yang efikasi dirinya rendah
memiliki sikap pesimis, suasana hati yang negatif sehingga meningkatkan
kemungkinan seseorang menjadi marah, mudah bersalah, dan memperbesar
kesalahan mereka (Bandura, dalam Santrock, 2005).
Jadi aspek efikasi diri selalu berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang
diberikan, yang berhubungan juga dengan tingkah laku individu dalam
berbagai bidang penguasaan tugas serta tigkat kemampuan atau kemantapan
yang ada dalam diri individu.
3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri
Menurut Bandura faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri adalah
(Alwisol 2010) :
a. Pencapaian prestasi
Apabila seseorang pernah mengalami keberhasilan dimasa lalu maka
dapat meningkatnya efikasi dirinya. Keberhasilan yang di dapatkan
akan meningkatkan efikasi diri yang dimiliki seseorang sedangkan
kegagalan akan menurunkan efikasi dirinya. Apabila keberhasilan
yang di dapatkan seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar
peningkatan efikasi diri. Akan tetapi, apabila keberhasilan itu di dapat
melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangan sendiri
maka hal itu akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi
diri.
b. Pengalaman orang lain
Individu yang orang lain berhasil dalam melakukan suatu aktivitas
dan memiliki kemampuan sebanding dapat meningkatkan efikasi
dirinya. Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki
kemiripan dengan individu dalam mengerjakan tugas yang sama.
Efiaksi tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi
pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan
dirinya sehingga melakukan modeling. Namun efikasi diri yang di
dapat tidak akan berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki
kemiripan atau berbeda dengan model.
c. Persuasi Verbal
Individu diarahkan dengan saran, nasihat, bimbingan sehingga dapat
meningkatkan keyakinan seseorang bahwa kemampuan-kemampuan
yang ia dimiliki dapat membantu untuk mencapai apa yang
diinginkan. Informasi tentang kemampuan yang di sampaikan secara
verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya dugunakan untuk
d. Kondisi emosional
Seseorang akan lebih mungkin mencapai keberhasilan jika tidak
terlalu sering mengalami keadaan yang menekan karena dapat
menurunkan prestasinya dan menurunkan keyakinan kemampuan
dirinya. Kecemasan dan stres yang terjadi dalam diri seseorang ketika
melakukan tugas sering diartikan suatu kegagalan. Pada umumnya
seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi
yang tidak di warnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya
keluhan. Efikasi diri biasanya ditandai oleh rendahnya tingkat stres
dan kecemasan sebaliknya efikasi diri yang rendah ditandai oleh
tingkat stres dan kecemasan yang tinggi pula.
Jadi efikasi diri adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya akan
mampu melaksanakan tingkah laku yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan suatau tugas yang di dasari kemampuannya dapat
dirasakan akan menuntun dirinya untuk berpikir mantap dan efektif.
Efikasi diri bersumber dari keingainan dalam diri seseorang dalam
suatu perilaku untu mencapai tujuan yang diinginkan. Apabila tidak
timbul dari dalam diri individu maka apa yang tidak diinginkan tidak
B. Pelatihan Berpikir Positif
1. Pengertian Pelatihan Berpikir Positif
Menurut Corey, pelatihan berpikir positif merupakan salah satu
pengembangan atas model kognitif transpersonal.
Elfiky menyebutkan bahwa proses berpikir berkaitan erat dengan
konsentrasi, perasaan, sikap, dan perilaku. Berpikir positif dapat
dideskripsikan sebagai suatu cara berpikir yang lebih menekankan pada
sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun situasi yang dihadapi (Elfiky, 2008). Pelatihan berpikir positif
dapat diidentifikasikan sebagai pelatihan yang menekankan suatu cara
berpikir, sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun situasi yang dihadapi.
Ellis (dalam Corey, 1998) menyakini bahwa gangguan-gangguan
emosional bisa dihilangkan atau diperbaiki dengan menangani
perasaan-perasaan secara langsung. Teknik yang paling cepat, mendasar, paling
rapi, dan memiliki efek paling lama untuk membantu seseorang dalam
mengubah respon-respon emosionalnya yang disfungsional adalah dengan
mendorong individu agar mampu melihat dengan jelas apa yang dikatakan
oleh orang itu pada dirinya, keyakinan orang tersebut tentang
stimulus-stimulus yang mengenai diri individu dan mengajari bagaimana cara aktif
dan tegas membantah keyakinan irasional mereka sendiri. Manusia
memiliki kesanggupan untuk mengubah atau menghapus
2. Aspek Berpikir Positif
Berpikir positif memiliki empat aspek, yaitu positive expectation
(harapan positif), self affirmation (afirmasi diri), non judgement talking
(pernyataan yang tidak menilai), dan reality adaption (penyesuaian diri terhadap kenyataan).
1. AspekPositive Expectation(Harapan Positif)
Menurut Albrect (1992), positive expectation (harapna positif) adalah bila melakukan sesuatu lebih memusatkan perhatian pada kesuksesan,
optimis, pemecahan masalah, dan menjauhkan diri dari rasa takut akan
kegagalan serta selalu menggunakan kata-kata yang mengandung
harapan seperti “saya dapat melakukannya”. Seseorang yang memiliki
harapan, impian, atau cita-cita akan cenderung lebih positif, hal ini
terjadi karena dibalik impian pasti ada emosi yng mendasarinya.
2. AspekReality Adaption(penyesuaian diri terhadap kenyataan )
Aspek reality adaption (penyesuaian diri terhadap kenyataan ) adalah mengakui kenyataan dengan segera menyesuaikan diri. Menerima dan
mencoba menghadapinya (Albercht, 1992). Seseorang dapat menerima
berbagai kenyataan baik yang diinginkan ataupun tidak dan dengan
segera menyesuaikan diri terhadap kenyataan tersebut, akan cenderung
memiliki jiwa yang sehat dibandingkan dengan seseorang yang tidak
dapat menerima kenyataan dan cenderung menyalahkan diri sendiri.
Sebagaimana teori Alport (Schultz, 1991) yang menyatakan bahwa
dengan keinginan-keinginannya. Seseorang yang sehat adalah
seseorang yang menerima realitas apa adanya (Schultz, 1991).
3. AspekNon-judgmeent talking(pernyataan yang tidak menilai)
Aspek non-judgement talking (pernyataan yang tidak menilai)
merupakan suatu pernyataan lebih menggambarkan diri dari pada
penilaian keadaan, bersifat luwes, dan tidak fanatik dalam
berpendapat. Pernyataan ini dimaksud sebagai pengganto pada saat
seorang cenderung memberikan pernyataan yang negatif terhadap
suatu hal.
4. AspekSelf Affirmation(Afirmasi Diri)
Aspek berpikir positif yang terakhir adalah afirmasi diri, yaitu
memusatkan perhatian pada kekuatan diri sendiri secara levih positif
dengan dasar pemikiran bahwa setiap orang sama beartinya denga
orang lain (Alberct, 1992). Seseorang yang memiliki pikiran positif
akan yakin terhadap dirinya sendiri serta pada orang lain. Melalui
pikiran positif seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu hal
yang baru dan menggunakan kesempatan yang ada (Jim dorman dan
Jhon Maxwell dalam Asmani 2009).
3. Manfaat Berpikir positif
Penelitian terhadap efek berpikir positif mulai dkembangkan oleh
para pakar psikologi positif saat ini. Penelitian Herabadi (dalam
Dwitantyaov, 2010) juga membuktikan adanya hubungan kebiasaan
membuat individu mampu bertahan dalam situasi yang rawan distres
(Brissette dkk. dalam Kivimaki dkk, 2005). Selain itu, Fordyce (dalam
Seligman dkk, 2005) juga menemukan bahwa kondisi psikologis yang
positif dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan beragam masalah
dan tugas. Berpikir positif juga membantu seseorang dalam memberikan
sugesti positif pada diri saat menghadapi kegagalan, saat berperilaku
tertentu, dan membangkitkan motivasi ( Hill & Ritt, 2004).
C. Pengaruh Pelatihan Berpikir Positif Terhadap Efikasi Diri Akademik
Manusia dalam setiap aspek kehidupan tidak lepas dari proses berpikir dan
merasakan. Setiap kali berpikir, individu membentuk keyakinan dan prinsip
dalam dirinya. Kemudian keyakinan membentuk perasaan terhadap
keyakinan itu. Untuk itu, pendekatan berpikir positif juga mencakup level
emosional seseorang selain juga mencakup level kognitif seseorang. Dalam
berpikir individu mudah terperangkap dalam apa yang dilakukan sebelumnya,
misal ketika individu mengalami kegagalan sering membuat dirinya
terperangkap dalam pikiran-pikiran negatif. Pemikiran mahasiswa yang
negatif terhadap suatu masalah membuat dirinya cenderung membentuk
keyakinan bahwa dirinya tidak mampu dalam hal akademik. Pandangan
negatif telah membentuk keyakinan atas ketidakmmapuan yang dapat
menumbuhkan rasa rendah diri. Berpikir positif membantu mahasiswa
mampu untuk mengarahakan motivasi, kemampuan kognisi, dan mengambil
kognisi, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
mengatasi tantangan akademik secara optimal. Dengan mengubah cara
berpikirnya menjadi lebih positif, efikasi diri akademik dapat ditingkatkan,
karena berpikir positif membuat individu cenderung berperasaan positif serta
memandang tujuan akademik dapat diraihnya jika mau mengerahkan dan
memotivasi dirinya untuk mencapai harapan akademiknya, sehingga efikasi
diri akademiknya menjadi tinggi.
D. Kerangka Teori
Efikasi diri adalah keyakinan seeorang dalam kemampuannya untuk
melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu sendiri dan
kejadian dalam lingkungannya. Pencapaian prestasi, pengalaman orang lian,
persuasi verbal dan kondisi emosional adalah faktor yang dapat
mempengaruhi efikasi diri.
Salah satu faktor yang dapat meningkatkan efikasi diri adalah persuasi
verbal. Individu diarahkan dengan nasihat, saran, bimbingan sehingga dapat
meningkatkan keyakinan seseorang bahawa kemampuan-kemampuan yang ia
miliki dapat membantu untuk mencapai apa yang diinginkan.
Bentuk persuasi verbal yang diberikan salah satunya adalah dengan
memberikan pelatihan berpikir positif. Dengan berpikir positif akan
membantu individu memberikan sugesti positif pada saat menghadapi
kegagalan, saat berperilaku tertentu dan dapat membangkitkan keyakinan.
meningkatkan kemampuan untuk dapat menyelesaikan beragam masalah dan
tugas.
Berdasarkan kerangka pikir tersebut, maka paradigma penenlitian
digambarkan seperti berikut :
Gambar paradigma penelitian
E. Hipotesis
Terdapat pengaruh pelatihan berpikir positif terhadap efikasi diri mahasiswa
UIN Sunan Ampel Surabaya X = Pelatihan Berpikir Positif
BAB III
METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional
1. Identifikasi Variabel
Variabel adalah atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi
antara orang yang satu dengan lainnya maupun antara objek satu dengan
objek lainnya (Hatch dalam Sugiyono, 2006). Penelitian ini menggunakan
dua variabel yang terdiri dari variabel bebas (independen) yaitu yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel terkait, dan variabel terikat (dependen) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat (Sugiyono, 2006).
Variabel tergantung : Efikasi Diri
Variabel bebas : Pelatihan Berpikir Positif
2. Definisi Operasional
a. Efikasi Diri
Efikasi diri adalah suatu keyakinan individu bahwa ia mampu melakukan
sesuatu dalam situasi tertentu yang ditunjukkan dengan mempunyai level atau
tingkatan yang lebih tinggi dalam menghadapi kesulitan, menilai kemampuan
berfungsi di berbagai aktivitas, dan mempunyai kekuatan untuk bertahan
b. Pelatihan Berpikir Positif
Pelatihan berpikir positif merupakan pelatihan yang menekankan pada
cara berpikir, sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun situasi yang dihadapi.
B. Subjek Penelitian
1. Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Ampel Surabaya
yang memiliki skor efikasi diri akademik rendah sampai sedang.
2. Bersedia ikut pelatihan berpikir positif.
3. Belum pernah mengikuti pelatihan berpikir positif.
4. Jumlah subjek penelitian adalah 20 mahasiswa ( 10 sebagai kelompok
eksperimen dan 10 sebagai kelompok kontrol) (Latipun,1999).
Penelitian eksperimen berbeda dengan penelitian survei dalam penentuan
anggota sampel. Besar anggota sampel dalam eksperimen tidak ditentukan
oleh besarnya populasi sebagaimana pada penelitian survei, tetapi ditentukan
oleh kekuatan pengaruh perlakuan dari studi-studi sebelumnya.
C. Desain Eksperimen
Desain eksperimen yang digunakan peneliti adalah Nonrandomized
Pretest-Posttest Control Group Desaign (Marliani, 2013, h.202).
Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group Desaign merupakan desain eksperimen yang tidak dilakukan randomisasi tetapi dengan memiliki
penelitian ini tidak setara dalam hal proactive history. Static group atau
nonequivalent groupataupunnonrandomized group memiliki arti yang sama,
yaitu tidak dilakukan randomisasi untuk membentuk kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Oleh karena itu, desain penelitian ini juga termasuk
dalam penelitian eksperimen kuasi. Pada desain ini dilakukanpretestdanpost test. Dilakukannya pretest dan post test sebenarnya sebagi kontrol konstansi terhadap proactive history. Di sini, pretest dan post test merupakan tes yang
sama agar hasilnya dapat dibandingkan. Pretest menginformasikan
kemampuan awal (initial position) para subjek sebelum dilakukan penelitian. Dengan kata lain adalah proactive history subjek. Konstansi terjadi karena skor variabel terikat adalah skor hasil post tes dikurangi hasil pretest setiap subjek. Jadi skor yang diperoleh adalah peningkatan atau penurunan variabel
terikat akibat dilakukan penelitian. Skor ini jenis ini di sebut gain score. Desain ini memiliki keunggulan karena dapat mengetahui kemampuan awal
setiap subjek sebelum dilakukan penelitian, sehingga kesimpulan yang
diambil mengenai pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat lebih
meyakinkan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sampling purposif (purposive sampling) yaitu pemilihan sampel sesuai dengan yang dikehendaki.
Tabel 1 Desain Eksperimen
(KE) O1 X OE
Keterangan tabel :
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
O1 : Subjek Penelitian
X : Perlakuan
OE : Subjek Eksperimen
OK : Subjek Kontrol
D. Prosedur Eksperimen
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel
dependent yaitu efikasi diri dan variabel independent yaitu berpikir positif.
Proses pengumpulan data dalam penelitian eksperimen ini, peneliti
menggunakan beberapa metode, yaitu skala efikasi diri mahasiswa.
Langkah-langkah persiapan dan pelaksanaan prosedur eksperimen diawali
dengan mempersiapkan skala efikasi diri untuk diuji cobakan dan
menggunakan modul pelatihan berpikir positif. Modul pelatihan berpikir
positif ini sebelumnya telah dikoreksi oleh proffesional judgement pada lembar manipulation check. Penelitian diawali screening untuk mendapatkan calon subjek penelitian. Data yang diperoleh dari screeningsekaligus berguna sebagai data skor pretest subjek yang terpilih. Setelah dilakukan pretest
peneliti memberikan skor pretest efikasi diri subjek untuk diketahui yang memiliki skor sedang dan rendah sebanyak 20 subjek untuk dijadikan sebagai
subjek penelitian. Setelah itu subjek diminta untuk mengisi lembar kesediaan
menjadi peserta pelatihan berpikir positif sebanyak 10 orang sebagi kelompok
eksperimen. Yang tidak bisa mengikuti pelatihan berpikir positif sebanyak 10
kelompok eksperimen yaitu pelatihan berpikir positif dengan mengacu pada
modul pelatihan berpikir positif yang telah disusun, sedangkan kelompok
kontrol tidak diberikan perlakuan. Pelatihan berpikir positif ini selama 120
menit dengan memperhatikan dari penelitian sebelumnya yaitu dari
Dwitantyanov, dkk (2010) mengenai pengaruh pelatihan berpikir positif pada
efikasi diri akademik mahasiswa fakultas Psikologi UNDIP Semarang dan
Sonya Rosma(tt)dengan judul Pengaruh Pelatihan Berpikir Positif untuk
menurunkan kecemasan pada mahasiswa yang sedang menempuh skripsi.
.Setelah perlakuan diberikan, kemudian terhadap kedua kelompok diberikan
posttest.
Efikasi Diri rendah dan sedang (diukur dari hasil pretest)
Diminta kesediaan mengikuti pelatihan
Tidak Bersedia Bersedia
Kelompok Eksperimen
Perlakuan Tanpa Perlakuan
Kelompok Kontrol
Gambar Skema desain penelitian
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur skala efikasi diri
akademik dan modul pelatihan berpikir positif.
1. Alat ukur /Instrumen yang digunakan
Untuk mengukur tingkat efikasi diri akademik menggunakan
skala. Skala yang digunakan adalah skala Likert. Skala adalah perangkat pertanyaan yang disusun untuk mengungkap atribut tertentu melalui
respon terhadap pertanyaan tersut. Metode skala digunakan karena data
yang ingin diungkap berupa konsep psikologis yang dapat di ungkap
secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang
diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem (Azwar, 2013). Dalam skala
Likert terdapat pernyataan-pernyataan yang terdiri atas dua macam. Yaitu pernyataan yangfavourable(mendukung pada objek sikap) dan pernyataan
yang unfavourable (tidak mendukung objek sikap). Dalam penyusunan
skala psikologi masalah pemberian atau penghitungan skor erat kaitannya
dengan masalah penskalaan. Dalam hal ini penskalaan merupakan proses
penentu letak stimulus atau letak respon tertentu pada suatu kontinum
psikologis (Azwar,1999).
Pada uji coba ini peneliti meletakkan titik skor terendah dalam
pilihan jawaban adalah angka 0 dan skor yang tertinggi adalah 4. Hal ini
dilakukan untuk menghindari skor negatif yang kurang lazim digunakan
dalam skala-skala psikologi. Bahkan biasanya, dilakukan pembulatan bagi
angka skor – angka skor tersebut dengan cara menghilangkan desimal
yang sama dari 0,50 dan membulatkan ke atas desimal yang sama dengan
atau lebih besar daripada 0,50. Dengan pilihan jawaban aitemnya adalah
STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, ATS = agak tidak setuju,
AS= agak setuju, S = setuju, SS = sangat setuju
Untuk menentukan skor terhadap subjek maka ditentukan norma
penskoran sebagai berikut :
Skala efikasi diri meggunakan empat aspek berdasarkan teori
Albert Bandura
Level yaitu persepsi individu mengeai kemampuannya yang menghasilkan tingkah laku yang akan diukur melalui tingkat tugas yang
menunjukkan variasi kesulitan tugas. Tingkatan kesulitas tugas tersebut
mengungkapkan dimensi kecerdikan, tenaga, akurasi, produktivitas, atau
regulasi diri yang diperlukan untuk menyebutkan beberapa dimensi
perilaku kinerja.
Individu yang memiliki tingkat yang tinggi memiliki keyakinan
bahwa ia mampu mengerjakan tugas-tugas yang sukar juga memiliki self efficacy yang tinggi. Sedangkan individu dengan self efficacy rendah memiliki tingkat yang rendah akan keyakinan bahwa dirinya hanya
mampu mengerjakan tugas-tugas yang mudah.
b. Generality
Individu menilai kemampuan mereka berfungsi di berbagai
kegiatan tertentu. Hal ini terkait pada aktivitas dan konteks situasi yang
mengungkapkan pola dan tingkatan umum dari keyakinan orang terhadap
keberhasilan mereka. Keyakinan diri yang paling mendasar adalah orang
yang berada disekitarnya dan mengatur hidup mereka.
c. Strengthatau Kekuatan
Strengthartinya kekuatan, yaitu orang yang mempunyai keyakinan
yang kuat, mereka akan bertahan dengan usaha mereka meskipun ada
banyak kesulitan dan hambatan. Individu tersebut tidak kalah oleh
Blueprint skalaself efficacyadalah sebagai berikut :
Tabel 3 Blueprint Skala Ujicoba Efikasi Diri
Dimensi Indikator Jenis Aitem Jumlah Bobot
F UF
Subjek Uji Coba skala self efficacy ini adalah sejumlah mahasiswa dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, yakni mulai dari
maahasiswa semester 1, 3, 5 dan 9 dengan jumlah subjek acak dari 2
universitas yang jumlah total 105 subjek. Jumlah aitem yang digunakan dalam
favourabel maupun unfavourabel terhadap reaksi kognitif, afektif maupun kognitif.
Model skala yang digunakan pada uji coba skala konsep diri ini
menggunakan skala likert dengan 5 (lima) pilihan jawaban,yaitu :
STS : yaitu sangat tidak setuju dengan pernyataan
TS : yaitu tidak setuju dengan pernyataan
ATS : yaitu agak tidak setuju dengan pernyataan
AS : yaitu agak setuju dengan pernyataan
S : yaitu setuju dengan pernyataan
SS : yaitu sangat setuju dengan pernyataan
Aitem pada laporan uji coba ini menggunakan bentuk pernyataan dengan
menggunakan kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti oleh responden,
mengacu pada dimensi dan indikator yang akan diungkap, dan pada aitem ini
tidak mengandungsocial desirability.
2. Reliabilitas dan Validitas
a. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan
sejauhmana suatu alat ukur memiliki kekonsistenan ketika dilakukan
pengukuran lebih dari sekali. Suatu alat ukur dinyatakan reliabel jika
digunakan untuk mengukur sesuatu beberapa akali, alat ukur itu
Pengukuran reliabilitas adalah dengan menggunakan Cronbach’s
Alpha dengan kaidah sebagai berikut :
0,000–0,200 : Sangat Tidak Reliabel
0,210–0,400 : Tidak Reliabel
0,410–0,600 : Cukup Reliabel
0,610–0,800 : Reliabel
0,810–1,000 : Sangat Reliabel
Hasil uji reliabilitas skala efikasi diri setelah dilakukan uji coba adalah:
Tabel 4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Uji Coba
No Variabel Cronbach’s Alpha N oF Aitem
1 Efikasi Diri 0,884 39
Pengujian reliabilitas diatas menunjukkan koefisien Cronbach’s Alpha
dari skala efikasi diri adalah 0,884 dimana harga tersebut dapat dinyatakan
sanagt reliabel sesuai dengan kaidah uji estimasi reliabilitas yang telah
ditentukan.
Pengujian daya diskriminasi aitem atau uji daya beda juga dilakukan
untuk menentukan tingkat penerimaan aitem-aitem yang telah dibuat. Uji
daya beda ini menggunakan bantuan SPSS For Windows dalam mengolah
datanya.
Data yang telah didapatkan dalam bentuk kontinum yakni 0, 1, 2, 3, 4
ditransformasikan kepada data tabulasi awal atau data mentah yang masih
berbentuk STS, TS, ATS, AS, S, SS sesuai dengan hasil yang diperoleh
Data yang telah dikelola di SPSS For Windows menghasilkan output
yang akan diterima untuk mengetahui daya beda atau daya diskriminasi
aitem. Output yang diterima untuk mengetahui aitem tersebut diterima
atau tidak,berdasarkan hasil yang diperoleh di kolom Corrected Item-Total Correlation yang dibandingkan dengan batasan korelasi aitem total sebesar≥0.3.
Kaidah hargacorrected item-total correlationyakni;
a. Jika hasil aitem≥0.3, maka aitem tersebut memiliki daya beda
tinggi
b. Jika hasil aitem < 0.3, maka aitem tersebut memiliki daya beda
rendah.
Tabel Hasil Penghitungan Uji Daya Beda
Scale Mean if
aitem1 124.0952 377.029 .347 . .880
aitem2 124.5524 383.500 .201 . .881
aitem3 124.1524 382.169 .252 . .881
aitem4 125.0095 375.740 .345 . .880
aitem5 125.0762 378.975 .258 . .881
aitem6 124.0190 388.596 .014 . .884
aitem7 124.7143 370.745 .408 . .879
aitem8 123.9143 373.368 .533 . .878
aitem9 124.8000 380.258 .306 . .880
aitem10 124.9619 379.575 .239 . .881
aitem11 124.7619 380.068 .233 . .881
aitem14 124.8000 376.546 .342 . .880
aitem15 125.0476 386.719 .062 . .883
aitem16 124.2095 377.994 .332 . .880
aitem17 124.1619 372.137 .475 . .878
aitem18 124.2667 379.832 .307 . .880
aitem19 124.9238 390.225 -.025 . .884
aitem20 124.6000 376.088 .382 . .879
aitem21 124.5524 380.923 .231 . .881
aitem22 124.5143 373.675 .457 . .878
aitem23 124.5143 378.233 .336 . .880
aitem24 125.1429 379.277 .302 . .880
aitem25 124.4000 383.108 .177 . .882
aitem26 124.9619 368.364 .514 . .877
aitem27 123.9714 377.990 .302 . .880
aitem28 123.8000 374.258 .432 . .878
aitem29 124.8952 376.499 .313 . .880
aitem30 124.2190 371.653 .473 . .878
aitem31 124.5143 371.060 .455 . .878
aitem32 125.0095 377.202 .404 . .879
aitem33 124.9619 377.672 .301 . .880
aitem34 124.3810 378.450 .315 . .880
aitem35 124.6190 378.642 .287 . .880
aitem36 124.8095 375.829 .356 . .879
aitem37 124.1333 373.732 .472 . .878
aitem38 124.4190 379.938 .271 . .880
aitem39 122.8190 367.996 .351 . .880
aitem40 124.8190 377.073 .440 . .879
aitem41 125.3238 378.856 .303 . .880
aitem42 124.0000 372.135 .478 . .878
aitem43 125.1429 381.393 .254 . .881
aitem44 124.5429 373.827 .419 . .879
aitem45 124.5619 373.749 .442 . .878
aitem47 124.5810 379.592 .302 . .880
aitem48 124.9619 406.133 -.403 . .890
aitem49 124.4095 373.783 .440 . .878
aitem50 124.2571 371.981 .482 . .878
aitem51 124.1333 373.155 .417 . .879
aitem52 125.4190 384.957 .132 . .882
aitem53 124.8095 378.194 .285 . .880
aitem54 124.5333 369.847 .445 . .878
aitem55 124.5429 378.693 .355 . .880
aitem56 124.7714 377.409 .396 . .879
aitem57 124.1333 371.713 .455 . .878
aitem58 125.1619 382.041 .267 . .881
aitem59 124.7048 375.441 .345 . .880
aitem60 124.6286 379.870 .226 . .881
Dari hasil penghitungan dengan SPSS for Windows dan dari
kaidah harga corrected item-total correlationdi dapatkan 39 aitem yang memenuhi kaidah harga corrected item-total correlation yakni aitem nomer 1, 4, 7, 8, 9, 14, 16, 17, 18, 20, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32,
33, 34, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 47, 49, 50, 51, 54, 55, 56, 57, 59.
Sedangkan 21 aitem lainnya dinyatakan tidak memenuhi
kaidah hargacorrected item-total correlation, yakni nomor 2, 3, 5, 6, 10, 11, 12, 13, 15, 19, 21, 25, 35, 43, 46, 48, 52, 53, 54, 58, 60.
b. Validitas
Validitas adalah indeks yang menunjukkan kesahihan dari suatu
dengan tujuan dibuatnya, diperlukan suatu proses pengujian validitas
(Azwar, 2013).
Penilaian validitas masing-masing butir aitem pernyataan dapat
dilihat dari nilai corrected item total correlation masing-masing butir pernyataan aitem (Azwar. 2011). Suatu kesepakatan umum menyatakan
bahwa koefisien validitas dianggap memuaskan apabila melebihi 0,30
(Azwar, 2011).
Tabel 5 Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Efikasi Diri
aitem53 1.8571 .98477 105
terdapat 39 aitem yang memiliki validitas memuaskan yaitu : nomer 1, 4,
7, 8, 9, 14, 16, 17, 18, 20, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 36,
37, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 47, 49, 50, 51, 54, 55, 56, 57, 59.
Sedangkan 21 aitem lainnya dinyatakan tidak memenuhi
kaidah hargacorrected item-total correlation, yakni nomor 2, 3, 5, 6, 10, 11, 12, 13, 15, 19, 21, 25, 35, 43, 46, 48, 52, 53, 54, 58, 60.
Tabel 6Distribusi Aitem Skala Efikasi Diri Setelah dilakukan UjiCoba
Dimensi Indikator Jenis Aitem Jumlah Bobot
untuk menyelesaikan
Suatu eksperimen dianggap valid jika variabel perlakuan
benar-benar mempengaruhi perilaku yang diamati (variabel terikat) dan
akibat-akibat yang terjadi pada variabel terikat tersebut bukan karena variabel
lain. Eksperimen tersebut dikatakan valid jika hasil suatu eksperimental
tersebut dapat digeneralisasikan pada populasi lainnya yang berbeda
subjek, tempat dan ekologinya. Ada dua macam validitas yang harus
dipenuhi dalam sebuah penelitian, yaitu validitas internal dan validitas
eksternal. Validitas internal adalah kesahiha hasil penelitian eksperimental
yang menyimpulkan bahwa perubhan variabel terikat dipengaruhi oleh
variabel bebas. Validitas internal berkaitan dengan sejauhmana hubungan
sebab akibat antara variabel bebas dan variabel tergantung yang ditemukan
dalam penelitian. Semakin kuat hubungan sebab akibat antara variabel
bebas dan variabel tergantung maka semakin besar validitas internal suatu
penelitian. Validitas eksternal merujuk pada representasi atau
kemungkinan dilakukan generalisasi. Validitas eksternal berkaitan dengan
diterapkan pada subjek, situasi, dan waktu di luar situasi penelitian
(Seniati, 2008).
Seniati (2008) juga berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi validitas internal. Faktor-faktor yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah :
1.Proactive history
Faktor perbedaan individual yang dibawa ke dalam penelitian, yang
merupakan faktor bawaan maupun sesuatu yang telah dipelajari
sebelumnya. Faktor ini dikendalikan dengan rentang umur subjek yang
sama, yaitu rentang 19 - 21 tahun.
2.Testing
Faktor testing terjadi apabila dalam melakukan penelitian, peneliti memberikan pre-test dan post-test kepada subjek untuk melihat perbedaan
sebelum dan sesudah pemberian perlakuan, seringkali tes yang diberikan
pada dua waktu yang berbeda tersebut merupakan tes yang sama. Dengan
kondisi ini, kemungkinan skor yang diperoleh subjek pada post-test akan berbeda. Pada penelitian ini, faktor testing dikendalikan dengan
menggunakan alat ukur berupa skala efikasi diri dengan tipe pertanyaan
yang sama.
3.Maturation
Maturation atau kematangan adalah perubahan biologis dan atau perubahan psikologis yang sistematis pada individu dalam suatu waktu
kelompok kontrol, yaitu menggunakan kelompok subjek lain yang tidak
diberikan perlakuan.
4.Interaction Effect
Beberapa pengaruh dari perlakuan yang diterima subjek
sebelumnya belum hilang benar. Hal ini biasa terjadi pada penelitian
dengan menggunakan within-subject. Pada penelitian ini, faktor
interaction effect dikendalikan dengan penggunaan between-subject,
dimana setiap subjek hanya mendapatkan satu kali perlakuan saja.
5.Instrumentation Effect
Efektivitas penggunaan alat ukur dalam penelitian dapat
mempengaruhi validitas internal penelitian. Instrumentasi yang tidak
akurat dan tidak memenuhi syarat, akan menghasilkan skor yang tidak
akurat dan tidak memenuhi syarat, akan menghasilkan skor yang tidak
akurat. Berhubungan dengan alat ukur yang digunakan dan
pengadministrasian tes yang mempengaruhi validitas internal. Hal itu
dikendalikan dengan berkonsultasi pada orang yang berkompeten di
bidang pelatihan dalam menyusun materi pelatihan (validitas isi), dan
sebelum pemberian perlakuan peneliti mengadakan simulasi kepada
co-trainer tentang metode dan teknik penyampaian materi yang
diseragamkan. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir kesalahan saat
perlakuan.
Validitas eksternal dalam penelitian ini menggunakan validitas
membatasi pengetahuan subjek mengenai perlakuan yang diberikan.
Validitas ekologis berkaitan dengan situasi atau kondisi lingkungan.
Kemampuan hasil penelitian untuk digeneralisasikan pada situasi atau
kondisi lingkungan yang berbeda disebut validitas ekologis. Validitas
ekologis suatu penelitian dapat menjadi tinggi apabila pengaruh dari
manipulasi variabel bebas tidak terikat dengan setting penelitan tersebut.
Dengan kata lain, hasil penelitian tersebut dapat diterapkan walaupun saat
situasi yang berbeda dengan situasi penelitian. Ada empat faktor yang
mempengaruhi validitas ekologis yaitu :
a.) Multiple-treatment interferance; faktor ini berkaitan dengan pengaruh perlakuan yang diberikan sebelumnya terhadap perlakuan lain yang
akan diberikan selanjutnya.
b.) Hawthorne effect; faktor ini terjadi ketika subjek menyadari bahwa ia sedang diteliti sehingga ia menampilkan tingakh laku tertentu. Dengan
demikian respons yang diberikan oleh objek bukan disebabkan oleh
manipulais variabel bebas. Hawthorne effect bisa dicegah dengan
single-blind procedure, yaitu membatasi pengetahuan subjek
mengenai perlakuan yang diberikan. Dengan kata lian, subjek
penelitian tidak mengetahui bahwa ia sedang diteliti.
c.) Experimenter effect, faktor yang berasal dari eksperimenter ini telah dijelaskan pada penjelasan mengenai validitas internal, sekalipun
atribut atau harapan dari experimenter. Dengan kata lain, generalisasi hanya dapat dilakukan pada situasi yang mirip dengan situasi saat
penelitian.
d.) Pretesting effect,faktor ini disebabkan oleh pemberian pretest. Seperti telah diketahui, pretest dapat menyebabkan perbedaan reaksi subjek,
misalnya terjadi defensif, lebih memperkuat opini atau prestasi, atau
bereaksi secara berlebihan untuk menyenangkan experimenter,
dibandingkan subjek tidak diberi preteset. Selain mempengaruhi
validitas internal, pemberian pretest juga mempengaruhi validitas
eksternal karena generalisasi hasil penelitian hanya terbatas populasi
yang diberikan pretest sebelumnya. Faktor ini dapat di cegah dengan
menggunakan alay ukur yang tidak membuat subjek menyadari
mengenai hal-hal yang di ukur atau menduga hal-hal yang
diteliti.(Marliani, 2013).
G. Analisis Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji hipotesis dengan
dua teknik yaitu Wilcoxon Range Test danMann Whitney U dengan SPSS 21.0. Teknik analisis Wilcoxon Range Test digunakan untuk menguji data dua sampel berhubungan. Dalam penelitian ini data yang diuji
menggunakan Wilcoxon Range Test adalah skor pretest kelompok
Uji Mann Whitney U merupakan teknik statistik nonparametrik yang digunakan untuk menguji ada tidaknya perbedaan pada satu variabel
tergantung yang bersifat interval atau rasio yang disebabkan oleh 1
variabel bebas yang bersifat nomnal atau ordinal. Data berasal dari 2
kelompok yang berbeda. Data yang diuji dengan teknik Mann Whitney U
pada penelitian ini adalah gain score antara kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol. Suatu data dapat dianalisis dengan menggunakan
Wilcoxon Range Test dan Mann Whitney U jika data tidak memenuhi uji asumsi normalitas dan homogenitas atau disebabkan jumlah subjek
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek
Fakultas Sains dan Teknologi memiliki enam program studi yaitu
matematika, biologi, arsitektur, teknik lingkungan, ilmu kelautan, dan sistem
informasi. Berdasarkan data dari bagian tata usaha Fakultas Sains dan
Teknologi terdapat 382 mahasiswa yang terdiri dari semester dua dan
semester empat. Peneliti memperoleh subjek survei 40 mahasiswa kemudian
hasil dari skala diolah untuk menentukan subjek yang akan diberikan
perlakuan yaitu subjek yang memiliki tingkat efikasi diri akademik rendah
sampai sedang. Setelah diketahui kemudian peneliti memberikan lembar
kesediaan untuk mengikuti pelatihan berpikir positif pada hari yang
ditentukan yaitu hari Sabtu, 30 April 2016. Setelah peneliti memberikan
lembar kesediaan menjadi subjek penelitian, tidak semua subjek bersedia
mengikuti pelatihan berpikir positif karena ada yang mengikuti kegiatan
wajib di jurusan, ada yang praktikum, ada yang pulang ke rumah mereka dan
ada yang ujian mata kuliah. Sehingga peneliti mengambil 10 subjek yang
bersedia mengikuti pelatihan berpikir positif sebagai kelompok eksperimen
dan 10 yang tidak bisa ikut pelatihan sebagai kelompok kontrol.
Karakteristik subjek adalah dari jurusan arsitek adalah 20 %, teknik
B. Proses Persiapan
1. Proses Perizinan
Perizinan dilakukan dengan menyampaikan izin kepada akademik fakultas
psikologi dan kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya dan kepala laboratorium
psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Proses Persiapan
Manipulation check merupakan sebuah cara untuk memperoleh validitas isi sebuah modul pelatiahan. Manipulation check modul Pelatihan berpikir positif dilakukan pada tanggal 13 April 2016 di ruangan prodi Psikologi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya.
Manipulation check dilakukan oleh proffesional judgement, dalam penelitian ini adalah ibu Soffy Balgies, M.Psi, Psikolog dan Bapak Lucky Abrory, M.Psi
serta trainer dalam penelitian ini yaitu bapak Nur Eko Kiswantoro, M.Psi,
Psikolog .
Manipulation check berisi pertanyaan-pertanyaan dari aspek berpikir positif yang di terjemahkan menjadi sesi pelatihan dan tujuan atau sasaran daru
pelatihan berpikir positif yang diperoleh dari aspek efikasi diri. Tujuan dari
manipulation checkadalah untuk melihat perlakuan yang akan diberikan dalam pelatihan berpikir positif memiliki keterkaitan untuk meningkatkan efikasi diri.
Pada sesi ini peneliti memberikan modul dan lembar check list lalu peneliti
proffesional judgementkemudian mendiskusikan isi, alur pikir, dan materi dari modul tiap sesi pelatihan sambil mengisi check list. Hasilmanipulation check
menunjukkan bahwa setiap materi pelatihan telah terpenuhi.
C. Pelaksanaan Penelitian
1. Jadwal Pelaksanaan Pelatihan
Sebelum pelatihan berpikir positif dilaksanakan peneliti menyusun
jadwal kegiatan pelatihan sebagai berikut :
Tabel 7. Jadwal Pelatihan Berpikir Positif
No Waktu Sesi Pelatihan
1 07.00-07.15 Registrasi dan pengondisian
peserta
2 07.15-07.30 Sesi 1 :
- Pembukaan, perkenalan
3 07.30-08.00 Sesi 2 :My Dreams Come
True
4 08.00-08.30 Sesi 3 :Life is never flat
5 08.30-09.00 Sesi 4 :Stop
Overgeneralization
6 09.00-09.30 Sesi 5 :Yes I can
7 09.30-10.00 Sesi 6 :
- Refleksi diri
- Skala post test
2. Tempat dan Waktu Pelatihan
Pelatihan berpikir positif dilaksanakan di Gedung Transit Lantai
dua UIN Sunan Ampel Surabaya pada hari Sabtu, 30 April 2016.
Ruang Transit dipilih dengan menyediakan fasilitas yang mendukung
jalannya pelatihan seperti LCD, ruang yang luas.
Waktu pelatihan diambil hari sabtu karena pada hari tersebut tidak
ada perkuliahan sehingga diharapkan distraksi pada sat pelaksanaan
pelatihan dapat dikendalikan. Selain hal tersebut pada hari sabtu
rata-rata mahasiswa memiliki waktu yang lebih luang dari hari biasanya
sehingga diharapkan dapat mengikut pelatihan sampai dengan selesai
dan menekan kemungkinan mortality atau peserta yang gugur dalam pelatihan.
3. Proses Pelaksanaan Pelatihan
Pelatihan pada tanggal 30 April 2016 dimulai jam 7.30 tepat sesuai
dengan jadwal pelatihan, yaitu pukul 07.30 WIB. Sebelum pelatihan
dimulai peneliti melakukanbuilding rapport terlebih dahulu. Pelatihan dimulai dengan memperkenalkan diri. Peserta memperkenalkan diri
satu persatu.
Materi pertama, my dreams become truetrainer membahas tentang pentingnya sebuah impian dan mengapa seorang sulit atau ragu
menuliskan tentang impiannya. Alasan seseorang sulit menetapkan