• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KH. MUHAMMAD SHOLEH DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN AT TANWIR TALUN SUMBERREJO-BOJONEGORO PADA TAHUN 1954-1992.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN KH. MUHAMMAD SHOLEH DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN AT TANWIR TALUN SUMBERREJO-BOJONEGORO PADA TAHUN 1954-1992."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KH. MUHAMMAD SHOLEH DALAM

MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN AT-TANWIR

TALUN SUMBERREJO-BOJONEGORO

PADA TAHUN 1954-1992

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Sarjana Humaniora (S.Hum)

Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh: Muhamad Huda NIM: A5.22.12.121

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

(2)
(3)
(4)
(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Muhamad Huda

NIM : A52212121

Fakultas/Jurusan : Adab dan Humaniora/Sejarah dan Kebudayaan Islam

E-mail address : aduhmuhamad@gmail.com

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :

Sekripsi Tesis Desertasi Lain-lain

(Skripsi) yang berjudul :

PERAN KH. MUHAMMAD SHOLEH DALAM MENGEMBANGKAN

PONDOK PESANTREN AT-TANWIR TALUN

SUMBERREJO-BOJONEGORO PADA TAHUN 1954-1992

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media

lain secara fulltext untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Peran KH. Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo-Bojonegoro pada Tahun 1954-1992”. Adapun fokus penelitian skripsi ini adalah (1) Bagaimana biografi KH. Muhammad Sholeh? (2) Bagaimana profil Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo-Bojonegoro? (3) Bagaimana peran KH. Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo-Bojonegoro pada tahun 1954-1992?

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah yang meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Untuk dapat memperoleh hasil yang baik pada skripsi ini peneliti melakukan penelusuran berupa dokumen, arsip, serta beberapa literature buku terbitan Pondok Pesantren Attanwir, wawancara dengan keluarga, tokoh masyarakat desa Talun, santri Alumni Pondok Pesantren Attanwir serta melakukan penelusuran baik buku, skripsi, maupun jurnal yang relevan dengan Pondok Pesantren. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis deskriptif. Adapun Teori yang digunakan dalam skripsi ini diantaranya adalah teori kepemimpinan Max weber yang meliputi: Otoritas karismatik, Otoritas tradisonal, Otoritas legal-rasional. Dari teori tersebut maka KH. Muhammad Sholeh masuk dalam klasifikasi otoritas karismatik serta otoritas legal-rasional.

(7)

ABSTRACT

This thesis entitled "The Role of KH. Muhammad Sholeh in developing At-Tanwir Islamic boarding school Talun Sumberrejo-Bojonegoro Year 1954-1992". The focus of this thesis research is (1) How biography KH. Muhammad Sholeh? (2) What is the profile At-Tanwir Islamic boarding school Talun Sumberrejo-Bojonegoro? (3) How is the role of KH. Muhammad Sholeh in developing At-Tanwir Islamic boarding school Talun Sumberrejo-Bojonegoro in 1954-1992?

In this study the authors use the method of historical research that includes heuristics, criticism, interpretation, and historiography. In order to obtain good results in this paper the researchers conducted a search in the form of documents, archives, as well as some literature books published Attanwir Islamic boarding school, interviews with family, village community leaders Talun, students allumnus Attanwir Islamic boarding school and searches both books, thesis, and journals relevant to Islamic boarding school. The approach used in this research is descriptive historical approach. The theory used in this thesis include Max Weber's theory of leadership which include: Authority charismatic, traditional authorities, legal-rational authority. The theory of the KH. Muhammad Sholeh was classified as a charismatic authority and legal-rational authority.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan/manfaat Penelitian ... 7

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 8

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Metode Penelitian ... 13

H. Sistematika Bahasan ... 17

BAB II : BIOGRAFI KH. MUHAMMAD SHOLEH A. Latar Belakang Keluarga ... 19

B. Karir Pendidikan ... 24

C. Karir Organisasi ... 27

D. Karya-karyanya ... 28

(9)

B. Sejarah Berdirinya Pondok pesantren At-Tanwir ... 35

C. Peran dan Misi Pondok Pesantren At-Tanwir ... 37

D. Tujuan Pondok Pesantren At-Tanwir... 39

E. Panca Bakti Pondok Pesantren At-Tanwir ... 40

F. Motto Pondok Pesantren At-Tanwir ... 40

G. Jiwa Pondok Pesantren At-Tanwir... 41

H. Janji Pondok Pesantren At-Tanwir ... 41

BAB IV : PERAN KH. MUHAMMAD SHOLEH DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN ATTANWIR PADA TAHUN 1954-1992 A. Peran KH. Muhammad Sholeh dalam Mengembangkan Pondok ... 42

1. Tahap Perintisan pondok ... 45

2. Tahap Pembangunan Gedung dan Pengembangan Sarana Prasarana ... 47

B. Peran KH. Muhammad Sholeh dalam Pengembangan Model Pembelajaran ... 53

1. Model Tradisionsl ... 54

2. Model Modern ... 56

C. Peran KH. Muhammad Sholeh dalam Pendidikan Agama Masyarakat ... 63

1. Pembentukan Majlis Ta‟lim ... 65

2. Kegiatan Pengajian Jum‟at ... 66

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah Indonesia tidak terlepas dari peran ulama dan kaum muslimin. Melalui dakwah yang dilakukan oleh para ulama, Islam menjadi agama yang banyak dianut rakyat Indonesia. Ulama pun menjadi komponen yang turut membentuk dan mewarmai kehidupan masyarakat Indonesia. Seseorang disebut ulama apabila ia mendalami ilmu agama secara mantap, serta mengamalkannya dalam seluruh segi kehidupan.

Dalam lintasan sejarah Indonesia, ulama menempati posisi penting dalam pembinaan moral masyarakat, bahkan pada masa penjajahan, ulama menjadi pemimpin dan konseptor perlawanan terhadap imperialis, dengan kata lain, kemerdekaan Indonesia tidak akan terwujud tanpa perjuangan ulama dan umat Islam. Pasca kemerdekaan Indonesia, baik pada masa orde lama maupun orde baru ulama tidak lagi memimpin gerilya dengan memanggul senjata melainkan mulai berfikir bagaimana cara membina moral masyarakat, mengembangkan pendidikan bagi umat Islam serta menjembatani antara umat Islam dengan pemerintah.1

Di berbagai daerah di Indonesia, penggunaan istilah Kiai berbeda dengan istilah ulama, yang membedakan diantara keduanya adalah peran dan pengaruhnya dalam masyarakat. Ulama adalah istilah yang lebih

1

(11)

2

umum untuk orang muslim yang berpengetahuan agama tinggi dan sangat berpengaruh di dalam masyarakat. Sedangkan istilah Kiai sering kali dikaitkan dengan Pondok Pesantren.

Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang berfungsi untuk mendalami ilmu pengetahuan agama Islam, sarana dakwah dan sering kali digunakan sebagai sarana pengembangan masyarakat. Para peserta didik yang belajar di Pondok Pesantren disebut dengan santri yang pada umumnya mereka menetap di Pesantren. Dibawah kepemimpinan seorang Kiai, para santri menerima pendidikan agama. Sistem pendidikan di pesantren pada umumnya sama seperti sistem pendidikan di langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.2

Gelar Kiai diberikan oleh masyarakat kepada seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan mendalam tentang agama Islam dan memiliki Pondok Pesantren, serta mengkaji kitab-kitab kuning kepada santri yang belajar di Pondok Pesantren.3 Sedangkan Menurut Hirokoshi, Kiai adalah figur yang berperan sebagai penyaring informasi dalam memacu perubahan di dalam Pondok Pesantren dan masyarakat sekitarnya.4

Kiai juga memiliki berbagai macam peran, termasuk sebagai ulama, pendidik dan pengasuh, penghubung dalam masyarakat, pemimpin

2

Zuhairini, et al, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 212.

3

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren studi tentang Pandangan hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982), 18.

4

(12)

3

dan pengelola pesantren. Peran yang begitu kompleks tersebut menuntut Kiai untuk bisa memposisikan diri dalam berbagai situasi yang dijalani. Dengan demikian, dibutuhkan sosok Kiai yang mempunyai kemampuan, dedikasi, dan komitmen yang tinggi untuk bisa menjalankan peran tersebut. Terlepas dari itu semua, Kiai juga sebagai penentu berkembangnya pondok pesantren di kalangan masyarakat luas. Kedalaman ilmu, kharismatik, wibawa dan ketrampilan Kiai dalam memberikan ilmu agama kepada santrinya menjadi salah satu faktor penunjang tetap berkembangnya pondok pesantren itu.

Figur Kiai dalam masyarakat sangatlah besar karena seorang Kiai dinilai memiliki kemampuan lebih di atas orang pada umumnya. Berdasarkan nilai-nilai agama, para pemuka agama atau yang dikenal dengan sebutan Kiai dan Ulama memiliki kewibawaan sosial yang tinggi di kalangan masyarakat pedesaan.5 Sebagai seorang yang memiliki pengetahuan agama yang tinggi, maka seorang Kiai senantiasa taat dan patuh pada ajaran agama yang tercermin dalam sikap perjuangan dan perjalanan hidupnya.

Posisi Kiai tidak hanya sebagai sosok yang diagungkan oleh para santri, tetapi juga sangat berpengaruh bagi masyarakat sekitarnya. Dalam membangun kepercayaan masyarakat, Kiai memulai dengan kegiatan dakwah kecil-kecilan hingga pengajian kitab-kitab kuning yang

5

(13)

4

melibatkan santri dan masyarakat pada umumnya serta lembaga pesantren dalam pengembangan keilmuannya.

Muhammad Sholeh, salah satu Kiai yang berasal dari Desa Talun Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro adalah sosok Kiai yang memiliki kapasitas tersebut. Kiai yang akrab dipanggil Mbah Yai Sholeh ini lahir pada tanggal 20 Februari 1902 M.6 Kiai yang memiliki karisma tinggi ini merupakan pendiri Pondok Pesantren Attanwir Talun, Sumberrejo, Bojonegoro. Keberadaanya sebagai sosok yang sederhana, pandai dalam ilmu agama dan memiliki karisma yang tinggi serta memiliki kepribadian luhur untuk mengabdikan dirinya dalam pembelajaran di pondok pesantren telah sukses membawa Pondok Pesantren Attanwir menjadi Pondok besar dan terkenal di Bojonegoro.7

K.H. Muhammad Sholeh adalah satu-satunya tokoh agama yang ada di desa Talun kecamatan Sumberrejo kabupaten Bojonegoro. Berkat kerja keras dan cita-cita luhur beliau untuk memberikan sinar kebenaran bagi masyarakat Talun yang pada saat itu masih lemah pengetahuan tentang agama Islam, akhirnya beliau berhasil mendirikan Pondok Pesantren Attanwir. Keberadaan Pondok Pesantren Attanwir ini banyak sekali memberikan kontribusi besar bagi masyarakat khususnya masyarakat Desa Talun sendiri dan bagi masyarakat luas pada umumnya. Adanya Pondok Pesantren ini mampu memberikan cahaya kebenaran bagi masyarakat Talun yang sebelumnya masih menganut aliran abangan.

6

Suroya Hijal Abidah, et al, Sosok dan Kiprah KH. Muhammad Sholeh dalam Dunia Pendidikan

(Bojonegoro: Pustaka As-Syifa‟, 2012), 9.

7

(14)

5

Pada awal pendirian pondok, sebagian masyarakat yang masih belum diberikan hidayah oleh Allah SWT sangat menentang keras keinginan KH. Muhammad Sholeh tersebut. Mereka berusaha menghalang-halangi dan menghasut masyarakat lainnya. Bahkan mantan Kepala Desa Talun sendiri yang merupakan orang abangan selalu mendatangi rumah KH. Muhammad Sholeh dan mengajak berdebat soal agama. Akan tetapi setiap kali mengajak berdebat, dia tak pernah sekalipun menang. Akhirnya, berkat hidayah serta ma‟unah dari Allah SWT mantan Kepala Desa tersebut sadar dan meninggalkan kepercayaan lamanya dan menyatakan masuk Islam. Sejak saat itu, banyak sekali orang-orang khususnya warga Desa Talun yang belajar mengaji di Pondok Pesantren Attanwir yang telah dibangun oleh KH. Muhammad Sholeh.8

Dalam perkembangannya pondok tersebut mengalami perubahan dan kemajuan yang pesat. Sejumlah santripun berdatangan dari berbagai daerah lain seperti Tuban, Gresik, Lamongan, Surabaya dan daerah yang lain. Dengan mengemban nama Attanwir yang berarti “Bercahaya” telah benar-benar mampu memberikan sinar kebenaran untuk menuntun masyarakat khususnya masyarakat Talun ke jalan yang benar.

Diantara kelebihan KH. Muhammad Sholeh dari yang lain adalah keterampilannya atau kepiawaiannya dalam menulis kitab. Kitab-kitab keagamaan seperti Al-Risalatu al-Shafiyah fi al-Masail al-Fiqhiyah, Risalatu Khulqi al-Kirom Wa Shifa’i al-‘Ajsami, Naylu al-Surur fi ba’di

8

(15)

6

Fado’il al-Shuhur, Fathu al-Jalil fi Fadoili al-Dhikri Wa al-Tahlil, dan

lain sebagainya telah berhasil beliau tulis. Inilah kelebihan yang dimiliki oleh beliau dibanding kiai-kiai lain yang hidup sezaman dan sekitarnya.

Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas maka penulis membutuhkan batasan masalah untuk mempermudah pembahasan. Batasan masalah yang ditentukan dalam penelitian ini adalah tahun 1954-1992. Tahun 1954 merupakan awal pengembangan pondok pesantren At-Tanwir yang dilakukan oleh KH. Muhammad Sholeh, ditandai dengan dibukanya pendidikan formal yaitu Madrasah Ibtida‟iyah. Sedangkan

penulis mengakhiri penelitian ini sampai tahun 1992 karena pada tahun tersebut KH. Muhammad Sholeh wafat.

Dari latar belakang masalah tersebut, penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang Peran Kiai Haji Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo-Bojonegoro pada tahun 1954-1992.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana biografi KH. Muhammad Sholeh?

(16)

7

3. Bagaimana peran KH. Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo-Bojonegoro pada tahun 1954-1992?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan karya penelitian yang tidak lepas dari fokusnya, dan untuk mengukur sejauh mana kesuksesan sebuah karya penelitian dilakukan, maka perlu menuliskan beberapa tujuan, diantaranya: 1. Untuk mengetahui secara biografi KH. Muhammad Sholeh dari lahir hingga wafat serta karya-karya yang pernah ditulis beliau selama hidupnya.

2. Untuk mengetahui profil Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo-Bojonegoro Pada Tahun 1954-1992.

3. Untuk mengetahui bagaimana peran dan usaha-usaha KH. Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo-Bojonegoro Pada Tahun 1954-1992.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, diantaranya sebagai berikut:

1. Secara Akademik (Praktis)

a. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya di bidang kesejarahan.

(17)

8

2. Secara Ilmiah (Teoritis)

a. Bagi penulis, penyusunan penelitian ini digunakan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar S-1 pada jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

b. Untuk memperkaya kajian sejarah di Indonesia khususnya yang terkait dengan Peran KH. Muhammad Sholeh dalam Mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo- Bojonegoro Pada Tahun 1954-1992.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan historis deskriptif. Penelitian sejarah tidak hanya sekedar mengungkap kronologis kisah semata, tetapi merupakan suatu pengetahuan tentang bagaimana peristiwa masa lampau terjadi.9 Dengan pendekatan historis deskriptif maka penulis dapat menjelaskan sejarah kehidupan KH. Muhammad Sholeh, karya-karyanya serta peranannya dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo Bojonegoro Pada Tahun 1954-1992.

Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis juga menggunakan bantuan dari beberap teori. Teori sering juga dinamakan kerangka referensi atau skema pemikiran, pengertian lebih luasnya adalah teori merupakan suatu perangkat kaidah yang memandu sejarawan dalam

9

(18)

9

melakukan penelitiannya, menyusuan data dan juga dalam mengevaluasi penemuannya.10

Teori yang digunakan dalam skripsi ini diantaranya adalah teori kepemimpinan. Pemimpin di identifikasikan sebagai seorang yang secara formal diberi status tertentu melalui pemilihan, pengangkatan, keturunan atau cara-cara lain, sedangkan Kepemimpinan mengacu pada perilaku yang ditunjukkan, sesuatu yang lebih individu dalam kelompok yang membantu kelompok mencapai tujuan.11

Kepemimpinan dibedakan antara kepemimpinan sebagai kedudukan dan kepemimpinan sebagai proses sosial. Sebagai kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks hak dan kewajiban yang dapat dimiliki suatu badan. Sedangkan kepemimpinan sebagai proses sosial adalah suatu proses kepemimpinan, meliputi segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang/suatu badan yang menyebabkan gerak dari masyarakat.12

Kepemimpinan terbagi menjadi dua ruang lingkup, pertama yang bersifat resmi (Formal Leadership) yaitu kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jabatan dan Kedua, tidak resmi (Informal Leadership) yaitu kepemimpinan karena pengakuan dari masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinannya. Keduanya mempunyai perbedaan yang mencolok, yakni kepemimpinan yang resmi di dalam pelaksanaannya selalu berada di atas landasan-landasan atau

10

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 7.

11

Onong Uchjana Efendi, Kepemimpinan dan Komunikasi (Bandung: CV Masdar Maju, 1992), 2.

12

(19)

10

peraturan resmi, seperti dekan, ataupun rektor sehingga dengan demikian daya cakupnya agak terbatas pula. Sedangkan kepemimpinan tidak resmi, mempunyai ruang lingkup tanpa batas-batas resmi, oleh karena kepemimpinan tersebut didasarkan atas pengakuan dan kepercayaan masyarakat.13

Teori-teori tentang kepemimpinan antara lain:

1. Teori genetik yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan dari keturunan, tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang hebat dan ditakdirkan menjadi pemimpin dalam situasi dan kondisi apapun.

2. Teori sosial yang menyatakan setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan, pendidikan dan pembentukan serta didorong oleh kemajuan sendiri dan tidak lahir begitu saja atau takdir tuhan yang semestinya.

3. Teori ekologis/sintesis menyatakan seseorang akan sukses menjadi pemimpin apabila sejak lahir telah memiliki bakat kepemimpinan dan dikembangkan melalui pengalaman dan cita-cita, usaha pendidikan yang sesuai dengan tuntutan lingkungan/ekologisnya.14

Melihat dari teori yang telah dijelaskan diatas maka KH. Muhammad Sholeh termasuk dalam teori sosial dan teori ekologis/sintesis karena beliau menjadi pemimpin itu melalui usaha penyiapan dan pendidikan dan pembentukan serta di dorong oleh kemajuan sendiri dan

13

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Perss, 1982), 265.

14

(20)

11

melalui pengalaman dan cita-cita yang sesuai dengan tuntutan lingkungan masyarakat Talun ketika itu.

Dalam pendapat yang lain, Max Weber mengklasifikasikan kepemimpinan menjadi 3 jenis:

1. Otoritas karismatik yakni berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi

2. Otoritas tradisonal yakni dimiliki berdasarkan pewarisan

3. Otoritas legal-rasional yakni yang dimiliki berdasarkan jabatan serta keamampuan.15

Dari klasifikasi yang dikemukakan oleh Max Weber, maka KH. Muhammad Sholeh masuk dalam klasifikasi otoritas karismatik. Karena KH. Muhammad Sholeh memiliki wibawa yang sangat tinggi di mata masyarakat dan para muridnya serta otoritas legal-rasional karena KH. Muhammad Sholeh menjadi Pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren At-Tanwir berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.

F. Penelitian Terdahulu

Peneliti telah melacak beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya, sebagai bahan pertimbangan untuk menemukan urgensitas penelitian dalam skripsi ini. Beberapa karya penelitian tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

1. “Implementasi Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal Berbasis Agama untuk Mencapai Standar Kompetensi Kelulusan (Studi di Madrasah

15

(21)

12

Tsanawiyah-Aliyah At-Tanwir Talun Sumberrejo Bojonegoro)” dalam bentuk Skripsi yang ditulis oleh Umi Hanifah di fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang tahun 2009. Pada penelitian ini membahas tentang sejauh manakah pengaruh kurikulum muatan lokal berbasis agama yang diterapkan di Madrasah Tsanawiyah-Aliyah Talun Sumberrejo Bojonegoro dalam mencapai standar kompetensi kelulusan bagi para siswanya.16

2. Sosok dan Kiprah KH. Muhammad Sholeh dalam Dunia Pendidikan, dalam bentuk buku yang diterbitkan Pustaka As-syifa‟ oleh Pondok Pesantren At-Tanwir tahun 2012. Pada buku ini fokus pembahasannya hanya di pusatkan pada biografi KH. Muhammad Sholeh, dalam keseharian beliau serta kiprahnya dalam dunia pendidikan, yang dikemas dalam bentuk tanya jawab.

3. Perjuangan KH. Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok

Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo Bojonegoro Tahun 1933-1992,

dalam bentuk Jurnal yang ditulis di jurusan Pendidikan Sejarah fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Sruabaya tahun 2015. Pada jurnal ini titik fokus pembahasannya ditekankan pada perjuangan KH. Muhammad Soleh pada kurun waktu tersebut dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo Bojonegoro.

16

(22)

13

Demikianlah beberapa karya penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai peran kiai di suatu pesantren dan dalam berda‟wah di Masyarakat. Dari beberapa penelitian tersebut, dapatlah ditarik benang merah mengenai perbedaannya dengan penelitian yang akan penulis lakukan dalam skripsi ini. Meskipun ada beberapa karya penelitian fokus pada hal yang sama dengan penelitian ini, mengenai pondok pesantren dan tokohnya namun masalah objek dan titik fokusnya serta waktu atau masa nya sangat berbeda karena dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada dua hal yaitu peran Kiai dalam mendirikan sebuah lembaga pendidikan pesantren serta mengembangkannya pada tahun 1954-1992.

G. Metode Penelitian

(23)

14

Lebih jauh mengenai metode sejarah ada langkah-langkah yang harus ditempuh peneliti, yang menurut Dudung Abdurrahman,17 langkah-langkah tersebut terdiri dari 4 tahap yaitu: Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historigrafi.

1. Heuristik (Pengumpulan Data)

Heuristik yaitu suatu proses yang dilakukan peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber, data-data, atau jejak sejarah.18 Adapun pada penelitian ini pengumpulan data atau sumber-sumber yang dilakukan oleh peneliti berupa sumber primer (dokumen atau surat kabar sejaman) ataupun sumber sekunder (buku-buku yang terkait dengan pondok pesantren).

Peneliti melakukan penggalian data dengan observasi langsung ke Pondok Pesantren Attanwir Talun, melakukan telaah beberapa arsip dan dokumen pondok yang terkait dengan judul penelitian tentang perkembangan Pondok Pesantren Attanwir. Selain itu, peneliti juga menggunakan metode wawancara untuk mendapatkan informasi dari informan yang berkompeten dalam menjelaskan Peran KH. Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok Pesantren Attanwir pada Tahun 1954-1992.

Peneliti mengambil narasumber utama yaitu dari anggota keluarga KH. Muhammad Sholeh beserta kerabat dekat beliau serta masyarakat/ santri alumni Pondok Pesantren Attanwir.

17

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: PT. LOGOS WACANA ILMU, 1999), 45.

18

(24)

15

2. Verifikasi (Kritik Sumber)

Setelah sumber-sumber diperoleh, peneliti kemudian melakukan kritik sumber yaitu suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber-sumber tersebut kredibel atau tidak, dan apakah sumber tersebut autentik atau tidak.19 Kritik sumber meliputi kritik intern dan kritik ekstern.

a. Kritik ekstern, yaitu kegiatan sejarawan untuk melihat apakah sumber yang didapatkan autentik atau tidak.

b. Kritik intern, yaitu menyangkut tentang isi, dokumen atau manuskrip yang diperoleh penulis cukup kredibel atau tidak.

Peneliti mencoba menguji beberapa keabsahan dari wawancara dengan beberapa informan baik dari anggota keluarga KH. Muhammad Sholeh, para santri alumni maupun keterangan dari warga Talun yang tahu betul tentang Peran KH. Muhammad Sholeh. Peneliti juga mengkritisi beberapa sumber perimer (Buku terbitan Pondok Pesantren Attanwir, dokumentasi dan arsip) dengan informasi yang telah didapat dari wawancara dengan keluarga, para alumni Pesantren dan masyarakat Talun. Peneliti juga mengkritisi beberapa sumber sekunder (Buku-buku dan penelitian sebelumnya tentang Pondok), kemudian membandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya guna mencari persamaan dan kesinambungan fakta, sehingga sumber-sumber yang diperoleh saling melengkapi.

19

(25)

16

3. Interpretasi (Penafsiran)

Langkah Interpretasi atau penafsiran data adalah suatu upaya sejarawan untuk melihat kembali tentang sumber-sumber yang didapatkan, apakah sumber-sumber tersebut saling berhubungan antara yang satu dan yang lain.

Pada tahapan ini, Peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang telah diperoleh kemudian disusun kembali sehingga mendapatkan sebuah fakta sejarah. Namun, fakta-fakta yang diperoleh perlu diseleksi terlebih dahulu karena tidak semua fakta yang diperoleh dapat merekonstruksi peristiwa sejarah itu sendiri. Interpretasi akan melahirkan sebuah penafsiran baru tentang objek penelitian sesuai tema yang dibahas yaitu Peran KH. Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok Pesantren Attanwir pada Tahun 1954-1992. 4. Historiografi

Langkah terakhir historiografi yaitu menyusun atau merekonstruksi fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis.20 Pada tahap ini merupakan tahap akhir dari proses penyusunan penulisan yaitu penyusunan cerita sejarah prinsip kronologi (urutan-urutan waktu) dengan hubungan sebab akibat.21 Sehingga ditemukan fakta-fakta sejarah sesuai dengan judul yang

20

Ibid., 17.

21

(26)

17

dibahas dan kemudian diwujudkan dalam bentuk karya sejarah yang berjudul: Peran KH. Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo-Bojonegoro pada Tahun 1954-1992.

H. Sitematika Pembahasan

Untuk dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan mempermudah serta keteraturan dalam penulisan skripsi ini, penulis merancang membagi materinya menjadi sub-sub bab yang telah terperinci, adapun sistematika penulisan secara lengkap adalah sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan Pendahuluan yang berisi tentang garis-garis besar penelitian skripsi, termasuk didalamnya mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab ini merupakan gambaran umum tentang seluruh rangkaian penulisan skripsi sebagai dasar pijakan bagi pembahasan di bab-bab berikutnya.

Bab kedua, merupakan Biografi intelektual KH. Muhammad Sholeh meliputi pembahasan tentang Sejarah Hidup, Karir Pendidikan, Karir Organisasi, dan Karya-karya Tulis Beliau. Sebagai gambaran atau pengenalan awal dalam penelitian ini.

(27)

18

pesantren At-Tanwir Talun Sumberrejo-Bojonegoro, yang terdiri dari Letak Geografis, Sejarah berdirinya pondok pesantren At-Tanwir, peran dan misi pondok pesantren Tanwir, Tujuan Pondok Pesantren At-Tanwir, Panca Bakti pondok pesantren At-At-Tanwir, Motto pondok pesantren At-Tanwir, Jiwa pondok pesantren At-Tanwir, dan Janji pondok pesantren At-Tanwir.

Bab keempat, merupakan penjelasan tentang peranan KH. Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir pada tahun 1954-1992, yang akan dibahas meliputi usaha-usaha KH. Muhammad Sholeh dalam mengembangkan Pondok Pesantren At-Tanwir pada masa itu, baik dalam tahap perintisan pondok, tahap pembangunan gedung serta pengembangan sarana pra sarana, peran beliau dalam mengembangkan model pembelajaran dari model pembelajaran tradisional menjadi model pembelajaran modern, serta peran KH. Muhamad Sholeh dalam pendidikan agama masyarakat yang meliputi pembentukan Majlis Ta‟lim dan kegiatan pengajian jum‟at.

(28)

BAB II

BIOGRAFI KH. MUHAMMAD SHOLEH

A. Latar Belakang Keluarga

Pada umumnya, seorang Kiai itu merupakan keturunan dari keluarga Kiai baik itu keturunan dekat maupun keturunan jauh. Dari unsur keturunan itu, manusia dapat mencapai derajat yang lebih tinggi dan menjadi ulama yang besar. Akan tetapi tidak semua anggapan tersebut benar, karena seseorang yang bukan dari keturunan kiai pun bisa menjadi Kiai asal memiliki ilmu pengetahuan agama Islam yang tinggi. Begitulah yang terjadi pada sosok KH. Muhammad Sholeh, yang merupakan salah satu Kiai besar yang bukan berasal dari keluarga Kiai dan bahkan tidak memiliki keturunan Kiai.

KH. Muhammad Sholeh adalah kiai sekaligus ulama dari desa Talun, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro. Pendiri dan pengasuh pondok pesantren ini dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang alim, tawadhu‟ dan bersahaja. Kepribadian yang tercermin dari dirinya inilah yang membuat beliau menjadi sosok ulama‟ yang dita‟zimi

oleh setiap orang yang pernah bertemu dengannya.22

Muhammad Sholeh adalah putra kedua dari sembilan bersaudara yang lahir dari pasangan suami istri syarqowi bin syuro dan kuning. Beliau lahir pada 20 pebruari 1902 M. Kesembilan bersaudara tersebut adalah Ya‟qub, Muhammad Sholeh, Siti Khatimah, Syamsuri, Khusnan,

22

(29)

20

Thohiroh, Muslih, Ummi Kultsum, dan Mukri.23 Dari kesembilan anak tersebut, KH. Muhammad Sholehlah yang paling menonjol diantara saudara yang lainnya. Beliau diberi nama Sholeh, dengan nama itu diharapkan semoga akhirnya menjadi orang shaleh, berbakti pada orang tua, berguna bagi masyarakat dan agama.24

Sejak usia 10 tahun, Muhammad Sholeh dan Syamsuri diminta oleh pamannya yang bernama haji Idris, haji Idris adalah adik dari Syarqowi, karena waktu itu haji Idris dan Mursiah istrinya tidak mempunyai anak, maka Muhammad Sholeh dan Syamsuri diasuh sekaligus dijadikan sebagai anak angkatnya.25 Sejak saat itu pula Muhammad Sholeh mulai belajar membaca al-Qur‟an.26

Menginjak usia 12 tahun tepatnya pada tahun 1914 Muhammad Sholeh belajar kepada kiai Umar, yang waktu itu menjabat sebagai naib di Sumberrejo. Pada tahun berikutnya 1915 Muhammad Sholeh meneruskan belajarnya dengan mondok di Kendal Dander, di pondok pesantren yang di asuh oleh kiai Basyir dan kiai Abu Dzarrin, selama kurang lebih delapan bulan.27

Pada tahun 1916, Muhammad Sholeh pindah ke Madrasatul „Ulum di Bojonegoro selama kurang lebih empat tahun, di kawasan Masjid Besar yang juga diasuh oleh kiai Basyir Kendal yang waktu itu harus pindah ke

23

Abidah, et al, Sosok dan Kiprah KH. Muhammad Sholeh dalam Dunia Pendidikan, 9.

24

Sahal Sholeh, Sejarah Singkat Pondok Pesantren At-Tanwir (Bojonegoro: Pondok Pesantren At-Tanwir, 2003), 11.

25

Abidah, et al, Sosok dan Kiprah KH. Muhammad Sholeh dalam Dunia Pendidikan, 9.

26

Sholeh, Sejarah Singkat Pondok Pesantren At-Tanwir, 11.

27

(30)

21

Bojonegoro karena di angkat menjadi penghulu hakim oleh pemerintah. Di Madrasatul „Ulum tersebut Muhammad Sholeh belajar ilmu fiqih dengan

mengkaji kitab-kitab seperti: sullam taufiq, fathul qorib, dan fathul mu‟in, serta ilmu nahwu dengan mengkaji kitab-kitab seperti: al-Jurumiyah hingga Alfiyah dan tidak ketinggalan pula ilmu shorof dan lain-lainnya. Selama belajar disana beliau setiap hari pulang pergi dengan naik kereta. 28 Selain itu Muhammad Sholeh juga sempat belajar pada kiai Kholil Bangkalan Madura.29

Selanjutnya pada tahun 1921, Muhammad Sholeh melanjutkan belajarnya dengan mondok di Maskumambang Dukuh Gresik, di pesantren yang diasuh oleh kiai haji Faqih bin kiai haji Abdul Jabar. Pada tahun 1923, saat berusia 21 tahun beliau menunaikan ibadah haji yang pertama dan berencana mondok di Makkah selama dua tahun. Namun, baru delapan bulan disana ternyata ada hambatan. Kota Makkah yang sewaktu itu dipimpin oleh Syarif Husain, mendapat serangan dari raja Saud. Akhirnya Muhammad Sholeh pun kembali ke Jawa, dan meneruskan mondok di Maskumambang Gresik. Pada pertengahan tahun 1924, beliau diambil menantu oleh kiai haji Faqih, untuk dinikahkan dengan keponakannya sendiri, Rohimah binti kiai haji Ali. Setelah menikah, pada tahun 1927 Muhammad Sholeh dan istrinya pulang ke Talun. Dari

28

Ibid., 10.

29

(31)

22

pernikahan tersebut beliau dikaruniai dua orang anak, yaitu Sahal Soleh dan Anisah.30

Meski sudah dipersiapkan tempat untuk mengajar tapi sepulang dari pondok pada tahun 1927 haji Muhammad Sholeh tidak langsung mengajar sebab beliau diserahi oleh haji Idris (ayah angkat beliau) untuk membantu mengatur dan mengurusi rumah tangga haji Idris. Karena waktu itu haji Idris mengalami musibah sakit mata sampai tidak bisa melihat (buta). Waktu itu haji Muhammad Sholeh belum berpengalaman dalam mengurusi rumah tangga, juga belum punya pekerjaan sekaligus harus memikul beban tanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.31

Pada tahun1933 setelah kehidupan rumah tangga dan kehidupan keluarga tertata, maka haji Muhammad Sholeh dengan penuh percaya diri disertai ikhtiar sepenuh hati dan sekuat tenaga serta permohonan pertolongan Allah SWT, mulai memikirkan dan merintis kegiatan mengajar anak-anak dan bertempat di mushalla. Mulai dari baca al-qur‟an, tulis menulis arab, cara beribadah yang memenuhi syarat dan rukun, dan sebagainya yang dilaksanakan setiap hari setelah shalat ashar hingga ba‟da shalat isya‟. Kegiatan ini beliau lakukan seorang diri dengan penuh

keuletan, ketlatenan, kesabaran dan keikhlasan. Selain aktif mengajar, sehari-hari beliau juga berdagang dengan membeli tanah dan mendirikan toko disebelah barat sungai Talun. Di toko tersebut haji Muhammad

30

Abidah, et al, Sosok dan Kiprah KH. Muhammad Sholeh dalam Dunia Pendidikan, 10.

31

(32)

23

Sholeh menjual palawija, tikar, serta barang-barang kebutuhan masyarakat yang beliau beli dari pasar sumberrejo. Jadi setiap pagi beliau berjualan, sementara siang dan malam harinya mengajar di pesantren.32

Kiai haji Muhammad Sholeh dalam kesehariannya termasuk orang yang tidak banyak bicara, ramah, suka menolong keilmuannya tinggi dan di hormati orang. Beliau mempunyai prinsip harus berbuat baik pada orang lain dan tidak mau mempunyai musuh. “Nek pengen diapik’i wong yo kudu ngapik’i wong” (kalau ingin orang lain berbuat baik pada kita,

kita juga harus berbuat baik pada orang lain). Itulah salah satu dari prinsip yang beliau pegang dan diantara pesan beliau pada santri-santrinya.33 Kiai haji Muhammad Sholeh juga rutin dalam mengimami sholat fardhu lima waktu setiap harinya. Bahkan sampai usia senja pun beliau masih tetap aktif. Kiai haji Muhammad Sholeh juga tidak pernah ikut thariqat. Karena bagi beliau mengajar itu sudah termasuk thariqat.34 Beliau juga tidak suka membedakan antara kepentingan dunia dan kepentingan akhirat, tidak melarang orang punya jabatan, yang terpenting bisa diarahkan kepada kepentingan akhirat.

Pada tanggal 20 Januari 1934, istri kiai haji Muhammad Sholeh, nyai Rohimah meninggal dunia di Talun dan dimakamkan di dusun Sidayu Gresik. Saat itu anak keduanya, Anisah, baru berusia 16 bulan. Beberapa tahun setelah ditinggal wafat istrinya, kiai haji Muhammad Sholeh menikah lagi dengan Mukhlisoh (janda kiai haji Mahbub), ibu dari haji

32

Ibid., 14.

33

Fuad Sahal, Wawancara, Bojonegoro, 21 April 2016.

34

(33)

24

Badawi, Jombang. Pada tahun 1976 kiai haji Muhammad Sholeh menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya disertai nyai Mukhlisoh. Namun pernikahan kedua ini belum sampai dikaruniai anak karena nyai Mukhlisoh terkena sakit dan akhirnya wafat pada 18 Pebruari 1992, tak lama kemudian pada tanggal 26 Juni 1992, kiai haji Muhammad Sholeh juga menyusul wafat.35 Beliau dimakamkan bersebelahan dengan dengan istrinya Nyai Mukhlisoh. Suasana duka, sedih dan tangis menyelimuti kediaman beliau dan seluruh keluarga besar pondok pesantren At-Tanwir serta masyarakat talun pada umumnya. Sosok yang dikagumi kini telah pergi untuk selama-lamanya. Meskipun demikian, KH. Muhammad Sholeh akan senantiasa ada didalam hati para santri dan menjadi panutan para santri yang pernah belajar dengan beliau. Segala tingkah laku yang beliau cerminkan dalam kehidupan sehari-hari patut dijadikan inspirasi bagi setiap orang yang pernah mengenalnya. KH. Muhammad Sholeh adalah sosok suri tauladan yang baik dan menginspirasi baik keluarga besarnya, santri At-Tanwir, dan terlebih lagi bagi masyarakat desa Talun itu sendiri.

B. Karir Pendidikan

Pendidikan adalah faktor dominan sebagai pembentuk pribadi seseorang. Dengan pendidikan yang baik maka akan tumbuh pribadi yang baik pula. Pendidikan yang telah dilalui oleh seseorang akan mempengaruhi kepribadian orang tersebut. Seorang anak kecil akan

35

(34)

25

memulai pembelajaran dari orang tuanya dulu baru setelah menginjak masa kanak-kanak dan remaja mereka belajar banyak hal baik dari orang tua, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan belajar pula dengan seorang guru.

Seperti disebutkan diatas dalam bidang pendidikan kiai haji Muhammad Sholeh sejak kecil (umur 10 tahun) sudah mulai di ajari oleh ayah angkatnya haji Idris belajar membaca al-Quran serta ilmu agama terutama bagaimana Islam mengatur kehidupan sehari-hari manusia. Hal ini tentu berkaitan dengan ajaran kemanusiaan, moral, dan budipekerti.

Menginjak usia remaja tepatnya pada tahun 1914 kiai haji Muhammad Sholeh semakin menunjukkan minat dan bakat serta ketertarikannya terhadap ilmu agama. Kehausan beliau tentang ilmu agama membuat beliau belajar kepada kiai Umar, yang waktu itu menjabat sebagai naib di Sumberrejo.

Dirasa sudah cukup belajar dengan kiai Umar, pada tahun berikutnya tepatnya tahun 1915 beliau meneruskan belajarnya dengan mondok di Kendal Dander, di pondok pesantren yang waktu itu di asuh oleh kiai Basyir dan kiai Abu Dzarrin. Beliau mondok di pesantren tersebut selama kurang lebih delapan bulan.36

Pada tahun 1916, Muhammad Sholeh pindah ke Madrasatul „Ulum di Bojonegoro selama kurang lebih empat tahun, di kawasan Masjid Besar yang juga diasuh oleh kiai Basyir Kendal yang waktu itu harus pindah ke

36

(35)

26

Bojonegoro karena di angkat menjadi penghulu hakim oleh pemerintah. Di Madrasatul „Ulum tersebut Muhammad Sholeh belajar ilmu fiqih dengan

mengkaji kitab-kitab seperti: sullam taufiq, fathul qorib, dan fathul mu‟in, serta ilmu nahwu dengan mengkaji kitab-kitab seperti: al-Jurumiyah hingga Alfiyah dan tidak ketinggalan pula ilmu shorof dan lain-lainnya. Selama belajar disana beliau setiap hari pulang pergi dengan naik kereta. Selain itu menurut keterangan dari keluarga kiai haji Muhammad Sholeh juga sempat belajar pada kiai Kholil Bangkalan Madura.

Selanjutnya pada tahun 1921, kiai haji Muhammad Sholeh melanjutkan belajarnya dengan mondok di Maskumambang Dukuh Gresik, di pesantren yang diasuh oleh kiai haji Faqih bin kiai haji Abdul Jabar. Beliau juga pernah belajar di Makkah, Namun kiai haji Muhammad Sholeh belajar disana hanya sekitar 8 bulan, karena situasi di Makkah sudah tidak kondusif akhirnya beliau pulang ke tanah air dan kembali mondok di Maskumambang Gresik.

Setelah dirasa cukup belajar dari beberapa guru di pondok tersebut. Serta setelah kehidupan rumah tangganya tertata. Tepatnya pada tahun 1933 kiai haji Muhammad Sholeh mulai mengamalkan ilmunya dengan mengajar anak-anak di Mushalla. Pada tahun itupula dikenang sampai saat ini sebagai tahun berdirinya Pondok Pesantren At-Tanwir.37

Setelah berhasil mendirikan pondok pesantren At-Tanwir kiai haji Muhammad Sholeh tidak berhenti belajar. Beliau aktif mengikuti beberapa

37

(36)

27

perkembangan informasi seperti siaran radio dari luar negeri, seperti: ABC Australia, BBC London, VOA amerika untuk mendapatkan beberapa informasi.38

Selain itu kiai haji Muhammad Sholeh juga terus mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan sampai akhir hayatnya. Setiap harinya beliau terus tekun belajar dengan banyak membaca kitab-kitab karangan ulama besar ternama sebelum beliau. Kemudian dari hasil membaca tersebut beliau rangkum menjadi sebuah risalah atau kitab-kitab yang bisa kita baca dan ambil manfaatnya sampai saat ini.

C. Karir Organisasi

Dalam hal berorganisasi ada beberapa kegiatan organisasi yang pernah kiai haji Muhammad Sholeh ikuti diantaranya:

Pada masa Indonesia masih di kuasai Jepang, pada tahun 1943, kiai haji Muhammad Sholeh mengikuti Musyawarah Besar Alim Ulama‟ se

-jawa di Jakarta.

Pada tahun 1946, setelah Indonesia merdeka (zaman Revolusi), kiai haji Muhammad Sholeh terpilih menjadi Camat (Asisten Wedono) Sumberrejo yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui perwakilan partai politik yang ada di setiap desa dalam wilayah kecamatan yang bersangkutan. Pada masa itu wilayah kecamatan Sumberrejo terdapat tiga partai politik besar yaitu: Parta Nasional Indonesia (PNI), Partai Majlis

38

(37)

28

Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Dalam pencalonan camat Sumberrejo waktu itu muncul dua calon yaitu: kiai haji Muhammad Sholeh dari Partai Masyumi dan Soejito dari PKI. Dari hasil pemilihan ternyata kiai haji Muhammad Sholeh memperoleh suara terbanyak, meraih kemenangan mengalahkan calon dari PKI. Dengan demikian, maka kiai haji Muhammad Sholeh diangkat menjadi camat Sumberrejo pada tahun 1946. Namun jabatan tersebut hanya beliau pegang selama dua tahun. Beliau mengajukan permohonan berhenti sebagai camat dan permohonan beliau dikabulkan, dengan alasan sangat berat meninggalkan tanggung jawab sebagai guru agama di pesantren.39

Maka pada tahun 1948 diberhentikan dengan hormat dan mendapat tanda penghargaan. Beliau juga pernah menjadi anggota Mukhtasyar Nahdlatul Ulama‟ Cabang Bojonegoro, sebagai bendahara Partai Masyumi

anak Cabang Sumberrejo.

D. Karya-Karyanya

KH. Muhammad Sholeh dikenal sebagai pribadi yang aktif. Di sela-sela aktifitas keseharian beliau yang begitu padat, beliau selalu menyempatkan diri pada waktu luangnya untuk membaca. Buku yang beliau baca kebanyakan adalah kitab-kitab yang telah ditulis oleh ulama sebelumnya. Beliau melakukan kegiatan membaca buku atau kitab-kitab di

39

(38)

29

malam hari, setelah memberikan tausiyah dan belajar al-Qur‟an dengan para santri. Kegemaran membaca inilah yang akhirnya mengantarkan beliau menjadi penulis. Dari ilmu-ilmu yang beliau peroleh dari belajar, membaca kitab, beliau menulis dan mengarang. Hingga akhirnya menjadi risalah atau kitab-kitab yang bisa kita baca dan kita pelajari hingga saat ini. Kitab/risalah yang beliau karang pada saat itu, menjadi acuan dalam pembelajaran di Pondok Pesantren At-Tanwir. Kitab-kitab tersebut setiap malam dikaji oleh para santri dengan didampingi pengasuh pondok pesantren At-Tanwir yang sekarang yaitu KH. Fuad Sahal yang merupakan cucu KH. Muhammad Sholeh.

Diantara kitab-kitab yang telah beliau susun adalah: Risalatu Zadi al-Muta’allimi, Risalatu Hujjati al-Mu’minin fi Tawassuli, Risalatu

al-Shafiyah fi al-Masail al-Fiqhiyah, Risalatu al-Solawat ‘ala Sayyidi al

-Shadad, Risalatu Shu’aybi al-Iman, Risalatu Nazomi Jauwhari al-adab,

Risalatu Khulqi al-Kirom Wa Shifa’i al-‘Ajsami, Risalatu al-Tadhkiroti,

Fathu al-Jalil fi Fadoil al-Dhikri Wa al-Tahlil, Naylu al-Surur fi ba’di

Fado’ili al-Shuhur, Risalatu Mudhakaroti Khutbati al-‘Idi. Dan masih

banyak lagi tulisan beliau yang belum terpublikasikan.40

Karena keterbatasan peneliti, dari beberapa karya tulis kiai haji Muhammad Sholeh tersebut peneliti hanya akan menjelaskan beberapa karya tulis beliau yang dapat diperoleh dan dipahami oleh peneliti, diantaranya:

40

(39)

30

1. Al-Risalatu al-Shafiyah fi al-Masa’il al-Fiqhiyah

Suatu kitab yang selesai beliau susun pada tahun 1396 Hijriah (1975 Masehi). Kitab ini merupakan kumpulan dari pertanyaan masyarakat kala itu kepada beliau kemudian pertanyaan-pertanyaan tersebut beliau tulis serta jawab, dan dari tulisan dan jawabannya tersebut kemudian dikumpulkan menjadi satu hingga menjadi kitab ini.

Dalam kitab ini dibahas tentang masalah-masalah syari‟at atau fiqh yang terjadi di masyarakat pada waktu itu. Diantaranya tentang bagaimana hukum sholat jum‟at orang yang tidak berkewajiban sholat jum‟at, boleh tidak menyolati jenazah dikuburannya, bagaimana

hukum menyolati orang yang mati karena bunuh diri, dan lain sebagainya. Dalam menjawab masalah-masalah tersebut beliau selalu mencantumkan hadist serta kitab yang beliau jadikan acuan.

2. Risalatu Khulqi al-Kirom Wa Shifa’i al-‘Ajsami

Suatu kitab yang selesai beliau susun pada tahun 1406 Hijriah (1985 Masehi). Dalam kitab ini beliau menjelaskan tentang sebagian dari beberapa budi pekerti luhur yang pada masa-masa ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat umum. Beliau mengambil dari beberapa kitab karangan para ulama‟ sebelum beliau serta hadist-hadist yang pernah beliau baca dan pelajari.

(40)

31

cara ruqyah syar‟iyah serta dalil hukum yang membolehkan dan

mengharamkan melakukannya.

3. Naylu al-Surur fi Ba’di Fado’ili al-Shuhur

Suatu kitab yang selesai beliau susun pada tahun 1409 Hijriah (1988 Masehi). Dalam kitab ini beliau menerangkan tentang fadiylah-fadiylah/faedah-faedah bulan-bulan tertentu seperti bulan Muharram, bulan Rajab, bulan Sha‟ban, bulan Ramadhan, bulan Shawal, dan

bulan Dhilhijjah serta amalan-amalan yang baik atau sunnah dilakukan pada bulan-bulan tersebut.

Dalam menyusun kitab ini beliau mengambil dari beberapa kitab karangan para ulama‟ sebelum beliau serta hadist-hadist yang pernah

beliau baca dan pelajari. Kemudian beliau mencatumkan kitab serta hadis-hadist tersebut dalam karya ini.

4. Fathu al-Jalil fi Fadoili al-Dhikri Wa al-Tahlil

(41)

BAB III

PROFIL PONDOK PESANTREN AT-TANWIR

A. Letak Geografis Pondok Pesantren At-Tanwir

Bojonegoro merupakan salah satu nama Kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang terletak di paling ujung barat. Kabupaten bojonegoro mempunyai luas wilayah 230.706 Ha, dengan jumlah penduduk kurang lebih 1.176.386 jiwa. Bojonegoro merupakan bagian dari wilayah propinsi Jawa Timur dengan jarak kurang lebih 110 km dari ibukota propinsi Jawa Timur. Kabupaten ini terletak pada posisi antara 609‟ sampai dengan 7037‟ Lintang Selatan dan 111025‟ sampai dengan 112009‟ Bujur Timur.

Topografi kabupaten Bojonegoro menunjukkan bahwa disepanjang daerah aliran sungai bengawan solo merupakan daerah dataran rendah, sedangkan di bagian selatan merupakan dataran tinggi di sepanjang kawasan Gunung Pandan, Kramat dan Gajah.41

Secara administratif, kabupaten Bojonegoro dibagi menjadi 28 Kecamatan dengan 419 Desa dan 11 Kelurahan. Batas-batas wilayah kabupaten Bojonegoro adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Tuban 2. Sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Lamongan

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang

41

(42)

33

4. Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Ngawi dan kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Secara geografis, wilayah Bojonegoro bagian Utara merupakan daerah aliran bengawan Solo yang cukup subur dengan pertanian yang ekstensif. Kawasan pertanian umumnya ditanami padi saat musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau ditanami tembakau. Bagian selatan adalah pegunungan kapur, bagian dari rangkaian pegunungan Kendeng. Bagian Barat Laut (berbatasan dengan Jawa Tengah) adalah bagian dari rangkaian pegunungan Kapur utara.

Sumberrejo adalah sebuah kecamatan di kabupaten Bojonegoro yang terletak di sebelah timur kota Bojonegoro. Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan yang paling ramai setelah kota Bojonegoro yang berada di jalur utama Bojonegoro-Surabaya. Sumberrejo merupakan pusat niaga atau aktifitas ekonomi perdagangan untuk Bojonegoro wilayah timur, di sini terdapat pasar tradisional yang cukup memadai terdiri dari dua lantai tepat disebelah jalan raya dan perempatan menuju kecamatan Kedung Adem dan kecamatan Kanor.42 Di Sumberrejo perdagangan dikuasai oleh masyarakat lokal. Sumberrejo juga merupakan pusat perekonomian bagi beberapa wilayah kecamatan lain di Bojonegoro, seperti kecamatan Balen, kecamatan Kanor dan kecamatan Kedung Adem. Selain itu di sumberrejo juga terdapat beberapa fasilitas umum seperti

42

(43)

34

stasiun Sumberrejo yang masuk DAOP 8 Surabaya, terdapat banyak bank dan rumah sakit, kantor pos, pegadaian, Swalayan, minimarket, koperasi dan berbagai lembaga pendidikan dari yang mulai tingkat dasar sampai tingkat menengah seperti SMP, SMA, MTS, MA, SMK, dan lain sebagainya.

Di kecamatan Sumberrejo inilah terdapat pondok pesantren terkenal yang usianya mencapai 82 tahun dan hingga kini masih tetap eksis dan masih berkembang dengan pesat di Bojonegoro.43 Pondok pesantren At-Tanwir terletak di desa Talun, kecamatan Sumberrejo, kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, tepatnya 2 km dari kantor kecamatan dan 18 km dari kota kabupaten Bojonegoro. Desa Talun ini terbelah menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh jalan raya dan rel kereta api jurusan Surabaya-bojonegoro-Jakarta. Bila ditinjau dari segi ekonomi masyarakat, desa Talun ini hampir sebagian besar warganya ber mata-pencaharian sebagai petani, meskipun ada juga yang berprofesi sebagai guru, pedagang, maupun wiraswasta.

Dari segi letak geografis pondok pesantren At-Tanwir sangat strategis, dapat diangkau dengan mudah menggunakan kendaraan umum karena tak jauh dari jalan raya. Kompleks pondok pesantren At-Tanwir ini dibatasi oleh beberapa desa yaitu sebelah utara berbatasan dengan desa Samberan, sebelah timur berbatasan dengan desa Jati gedhe, sebelah

43

(44)

35

selatan berbatasan dengan desa Bogangin dan di sebelah barat berbatasan dengan desa Sumber.

Lokasi pondok pesantren At-Tanwir yang berada di pedesaan memberikan keuntungan bagi santri yang belajar disana agar mereka dapat belajar dengan tekun dan tenang karena jauh dari pusat kota yang biasanya sudah banyak yang tercemar oleh beraneka ragam budaya yang menyimpang dan berbau kebarat-baratan.44 Selain itu, dengan biaya yang relatif murah para santri yang ada di pedesaan yang pada umumnya orang tuanya berprofesi sebagai petani bisa membiayai sekolah putra-putrinya di pendidikan formal sekaligus keagamaan baik di tingkat Tsanawiyah maupun Aliyah.

B. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren At-Tanwir

Pondok Pesantren At-Tanwir yang terletak di desa Talun, kecamatan Sumberrejo, kabupaten Bojonegoro ini mulai dirintis pada tahun 1933 oleh KH. Muhammad Sholeh.45 Pondok ini adalah salah satu pondok pesantren tertua di Bojonegoro yang usianya mencapai 82 tahun dan masih tetap eksis dan berkembang hingga saat ini. Pondok ini telah mengalami beberapa perkembangan yang signifikan baik dalam sistem pembelajaran maupun dalam sarana dan prasarana yang memadai.

Keberadaan pondok pesantren ini dulunya sebagai sarana dakwah bagi masyarakat desa Talun, karena kondisi masyarakat tersebut sangat memprihatinkan. Mereka banyak yang berjudi, mabuk-mabukan, dan

44

Sholeh, Sejarah Singkat Pondok Pesantren At-Tanwir, 10.

45

(45)

36

bahkan seringkali mengadakan acara-acara yang mengundang maksiat. Melihat keadaan/kondisi masyarakat desa Talun yang sudah banyak menyimpang dari ajaran agama Islam tersebut, tergeraklah hati KH. Muhammad Sholeh untuk merubah perilaku masyarakat desa Talun agar sesuai dengan syariat agama Islam yang benar.

Sebelum menjadi bangunan pondok besar seperti saat ini, bangunan tersebut dulunya merupakan sebuah mushola yang telah dipersiapkan oleh orang kaya dari desa Talun sendiri yang bernama H. Idris yang tak lain adalah paman dari KH. Muhammad Sholeh. Haji Idris telah mempersiapkan pembangunan mushola itu untuk KH. Muhammad Sholeh yang telah diangkat menjadi Putranya agar bisa mengamalkan ilmu yang telah dipelajarinya selama belajar/mondok di pondok pesantren Maskumambang, Gresik.46

Pada tahun 1933, KH. Muhammad Sholeh mulai melakukan pembelajaran di mushola yang telah dipersiapkan oleh ayah angkatnya tersebut. Beliau memulai dari mengajar membaca al-Qur‟an, tulis menulis huruf Arab, tata cara beribadah yang benar dan lain sebagainya. Pembelajaran dilakukan setiap hari setelah waktu sholat Ashar hingga menjelang waktu sholat Isya‟. Kegiatan ini beliau lakukan seorang diri

dengan penuh ketelatenan, keuletan, kesabaran serta keikhlasan.

Setelah beberapa bulan lamanya, santri yang datang untuk mengaji kepada beliau semakin bertambah banyak. Pada mulanya hanya sekitar 10

46

(46)

37

anak kemudian bertambah mencapai 40 anak baik yang datang dari desa Talun maupun dari desa sekitarnya.

Semakin lama, antusiasme masyarakat untuk belajar agama Islam semakin meningkat, sehingga mushola yang ditempati untuk kegiatan belajar mengajar dan sholat berjamaah tidak mampu menampung jumlah santri yang semakin lama semakin bertambah. Untuk mengatasi hal tersebut, mantan kepala desa Talun yang dulunya sangat membenci KH. Muhammad Sholeh ikut membantu dengan membeli sebuah rumah dari kayu jati dengan ukuran lebih besar yang ia wakafkan untuk membangun sebuah mushola yang lebih besar untuk dapat menampung seluruh santri.

Seiring berjalannya waktu, jumlah santripun semakin bertambah banyak, tidak hanya santri putra saja, tapi santri putri juga. Selain itu, ada pula santri yang berasal dari luar daerah yang mengharuskan mereka untuk menginap sehingga muncullah keinginan untuk membangun rumah yang diperuntukkan untuk para santri yang datang dari jauh. Semakin banyaknya tuntutan masyarakat serta banyaknya umat yang telah sadar untuk belajar mengaji dan menjalankan syari‟at Islam dengan baik, maka

tercetuslah ide untuk mendirikan pondok pesantren.

C. Peran dan Misi Pondok Pesantren At-Tanwir

(47)

38

1. Pondok pesantren At-Tanwir berperan sebagai lembaga pendidikan sekaligus lembaga dakwah bil lisan dan bil khal

2. Pondok pesantren At-Tanwir berpandangan jauh kedepan untuk mengantisipasi perkembangan zaman sehingga dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat

3. Melayani kebutuhan umat manusia dalam berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibarengi dengan upaya meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

4. Sebagai tumpuhan kebutuhan umat manusia untuk memberikan perimbangan dalam membangun manusia seutuhnya yang memiliki kemampuan dalam menghadapi kemajuan zaman

5. Memberikan pelayanan pendidikan formal baik tingkat dasar hingga perguruan tinggi untuk mendalami ilmu yang telah dimiliki

6. Mengantisipasi berbagai pengaruh buruk yang ada di masyarakat yang dapat merusak aqidah Islamiyah

7. Menyampaikan dakwah dengan cara bil hikmah wal mauidhotil khasanah kepada segenap lapisan masyarakat

8. Mencetak lulusan pesantren untuk menjadi insan yang berguna bagi agama dan masyarakat dimanapun berada

9. Mewujudkan identitas para santri untuk menjadi mukmin yang istiqomah dalam mengamalkan syari‟at Islam

(48)

39

11.Mampu berperan dengan baik di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat dan berbangsa

12.Memberikan modal keimanan yang mantap sebagai landasan kiprahnya untuk meraih “fiddunya Khasanah wa fil Akhiroti Khasanah”

13.Mengutamakan kemandirian dalam kiprahnya dan tidak mementingkan kepentingan satu golongan/kelompok

14.Sebagai lembaga pendidikan Islami “Ahlussunnah wal Jama’ah”.47

D. Tujuan Pondok Pesanren At-Tanwir

Pada umumnya tujuan pondok pesanren secara luas yaitu untuk membina kepribadian para santri agar menjadi seorang muslim yang beriman, mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta menanamkan rasa keagamaan pada semua segi kehidupannya, serta menjadikan santri sebagai manusia yang berguna bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara.

Setiap pondok pesantren memiliki tujuan yang berbeda-beda tergantung dari kebijakan yang dibuat oleh seorang kiai yang menaungi pondok pesantren tersebut. Biasanya tujuan pondok pesantren disesuaikan dengan falsafah dan karakter pendirinya. Pada intinya semua pondok pesantren mengemban misi yang sama yakni dalam rangka mengembangkan dakwah Islam.

47

(49)

40

Adapun tujuan berdirinya pondok pesantren At-Tanwir adalah sebagai berikut:

1. Membina para santri untuk memiliki budi pekerti yang luhur, ber akhlaqul karimah dan berpengetahuan luas

2. Memberikan pendekatan keagamaan yang mendalam sebagai modal keimanan untuk meraih kebahagiaan di dunia maupun di akhirat

3. Mengembangkan sikap toleransi demi terwujudnya ukhuwah Islamiyah di lingkungan pesantren dan sekitarnya

4. Mencetak lulusan pesantren yang kompetitif, berwawasa luas, berdedikasi tinggi dan mampu bersaing secara global dengan bekal ilmu dan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa.

E. Panca Bakti Pondok Pesantren At-Tanwir

1. Berbakti kepada Allah SWT 2. Berbakti kepada Agama 3. Berbakti kepada Orang Tua 4. Berbakti Nusa dan Bangsa

5. Berbakti kepada Pembina pondok At-Tanwir.48

F. Motto Pondok Pesantren At-Tanwir

1. Berbudi pekerti tinggi 2. Berbadan sehat 3. Berpengetahuan luas 4. Berpikiran bebas.

48

(50)

41

G. Jiwa Pondok Pesantren At-Tanwir

1. Keikhlasan 2. Kesederhanaan 3. Kegotong-royongan 4. Ukhuwah Islamiyah 5. Berdikari.

H. Janji Santriwan dan Santriwati At-Tanwir

1. Dapat dipercaya

2. Sanggup menjalankan perintah tanpa membantah 3. Sanggup mencari ilmu dimana saja berada

4. Sanggup mengamalkan ilmunya dimana saja berada 5. Sanggup menerima pelajaran dengan tulus dan ikhlas 6. Sanggup belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh 7. Sanggup mengembangkan ilmunya dimana saja berada 8. Sanggup berbudi pekerti luhur

9. Sanggup menjadi perekat umat

10.Sanggup menjaga nama baik pondok pesantren At-Tanwir dimana saja berada.49

49

(51)

BAB IV

PERAN KH. MUHAMMAD SHOLEH DALAM

MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN AT-TANWIR PADA

TAHUN 1954-1992

A. Peran KH. Muhammad Sholeh dalam Mengembangkan Pondok

Pesantren At-Tanwir

Sejarah perkembangan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran pesantren dan kiai di dalamnya. sebagai lembaga pendidikan pertama yang ada di Indonesia, tentunya pesantren memiliki peran yang sangat besar dalam penyebaran agama Islam. Sejak jaman Walisongo, pesantren telah digunakan sebagai sarana pendidikan dan penyebaran agama Islam di pulau Jawa.

Proses pendidikan di pesantren dari masa ke masa senantiasa memperlihatkan peningkatan yang signifikan sesuai dengan kondisi serta perkembangan lingkungan sekitarnya.50 Bermula dari pendidikan yang dilakukan di lingkungan rumah tangga dan anak-anak sekitarnya kemudian meningkat ke surau atau mushola dan masjid. Seiring dengan berjalannya waktu proses pendidikan lebih ditingkatkan lagi dengan membangun sebuah asrama sebagai tempat tinggal untuk santri yang menginap hingga timbullah istilah pondok. Pada masa sekarangpun, pondok pesantren semakin berkembang menjadi seperti halnya sekolah umum meskipun

50

(52)

43

masih mempertahankan ciri khasnya sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional.

Dalam sistem pesantren, paling tidak ada tiga unsur yang saling terkait, pertama Kiai, unsur utama yang olehnya pesantren dibangun. Kiai adalah sosok yang memberi landasan sistem dalam pesantren. kedua adalah santri, yaitu murid yang belajar keilmuan agama di pesantren. Santri adalah sumber daya manusia yang mendukung kelangsungan pesantren agar tetap hidup dan juga sebagai penopang pengaruh kiai dalam masyarakat. Ketiga adalah pondok, yaitu asrama yang disediakan oleh kiai untuk mengakomodasi para santrinya.51

Perkembangan pesantren yang cukup pesat tersebut juga tak lepas dari peran para pendirinya yaitu kiai. Kiai sebagai seorang yang memiliki ilmu agama tinggi dapat dengan mudah untuk mempelopori pendirian, perkembangan dan kepengurusan sebuah pesantren. keberhasilan sebuah pesantren banyak bergantung pada keahlian, kemampuan, kedalaman ilmu, karisma, wibawa serta ketrampilan kiai dalam mengelola pesantren yang dibangunnya tersebut.52

Kepemimpinan kiai dalam pondok pesantren memberikan warna tersendiri bagi kelangsungan hidup pesantren. Kiai merupakan figur sentral karena seluruh penyelenggaraan pesantren berpusat padanya. Kiai

51

Endang Turmudzi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan (Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara, 2004), 35.

52

(53)

44

juga merupakan sumber utama yang berkaitan dengan kepemimpinan, ilmu pengetahuan, dan misi pesantren.53

Di dalam pondok pesantren, kiai memiliki berbagai macam peran, termasuk sebagai ulama, pendidik dan pengasuh, penghubung dalam masyarakat, pemimpin dan pengelola pesantren. Peran yang begitu kompleks tersebut menuntut kiai untuk bisa memposisikan diri dalam berbagai situasi yang dijalani. Dengan demikian dibutuhkan sosok kiai yang mempunyai kemampuan, dedikasi, dan komitmen yang tinggi untuk bisa menjalankan peran-peran tersebut.

Sosok KH. Muhammad Sholeh diakui sebagai orang yang mempunyai andil besar dalam mengembangkan pondok pesantren At-Tanwir. Beliau bisa dikatakan sebagai tonggak awal lahirnya pondok pesantren tersebut serta tokoh ulama yang berpengaruh di desa Talun kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro. KH. Muhammad Sholeh adalah satu-satunya ulama yang ada di desa Talun yang memiliki peran serta kontribusi yang besar dalam masyarakat. Usaha dan perjuangannya untuk mengembangkan pondok pesantren At-Tanwir tidaklah mudah, banyak rintangan dan tantangan yang harus beliau lalui.

Tantangan yang paling berat datang dari mantan kepala desa Talun sendiri yang merupakan orang abangan. Melihat perkembangan pesantren yang semakin ramai santrinya, sang kepala desa tersebut berusaha untuk menghasut para santri dan selalu mendatangi rumah KH. Muhammad

53

(54)

45

Sholeh untuk mengajak berdebat tentang agama. Kedatangan kepala desa tersebut selalu disambut baik oleh KH. Muhammad Sholeh hingga akhirnya ia sadar dan meninggalkan kepercayaan lamanya dan memeluk agama Islam. Sejak saat itu, dia selalu meminta bimbingan kepada KH. Muhammad Sholeh dan mengikuti segala kegiatan mengaji di pondok.

1. Tahap Perintisan Pondok

Sosok KH. Muhammad Sholeh diakui sebagai orang yang mempunyai andil besar dalam mendirikan dan mengembangkan pondok pesantren At-Tanwir. Beliau bisa dikatakan sebagai tonggak awal lahirnya pondok pesantren tersebut serta tokoh ulama yang berpengaruh di desa Talun kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro. Beliau adalah satu-satunya ulama yang ada di desa Talun yang berperan besar dalam merintis serta mengembangkan pondok pesantren At-Tanwir hingga menjadi lembaga pendidikan yang sangat populer di kalangan masyarakat.

(55)

46

hanya bisa menampung 40 orang jamaah. Tanah tersebut wakaf dari H. Idris pada tahun 1925.54

Pada tahun 1933 setelah KH. Muhammad Sholeh pulang dari belajar di pondok pesantren Maskumambang Gresik asuhan KH. Faqih bin KH. Abdul Jabbar, maka mushola tersebut mulai digunakan oleh beliau untuk mengajar ngaji anak-anak yang berada di sekitarnya yang jumlahnya 10 anak dan di asuh sendiri oleh KH. Muhammad Sholeh. Kegiatan tersebut dilakukannya setiap hari dimulai dari setelah sholat Ashar hingga waktu Isya'. Setelah berjalan beberapa bulan jumlah anak yang belajar semakin banyak mencapai 40 orang santri yang terdiri dari anak kecil dan dewasa baik putra maupun putri.

Kegiatan belajar mengajar di mushola tersebut pada awalnya ditangani sendiri oleh KH. Muhammad Sholeh dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan ketelatenan. Dengan menggunakan metode pembelajaran sorogan dan wetonan, jumlah santri yang belajar dari hari kehari menjadi semakin banyak, tidak hanya santri putra saja tetapi juga santri putri. Melihat keadaan tersebut tidak mungkin pembelajaran bisa ditangani sendiri oleh beliau. Maka KH. Muhammad Sholeh pun berusaha menambah tenaga pendidik untuk mengajar para santri. Dua tenaga pendidik yang terpilih adalah ustadz

54

Referensi

Dokumen terkait

Rein Hiemstra

Berdasarkan data tabel di atas dapat disimpukan bahwa telah terjadi perubahan positif atau dampak positif terhadap kompetensi keterampilan siswa sebagai berikut: a)

Kandungan Asas Kandungan Tambahan Kandungan Pelengkap ASPEK TATABAHASA 5.1 Memahami dan menggunakan golongan kata mengikut konteks. 5.1.1 Memahami dan menggunakan kata

Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, narasumber yaitu Bu Reni, Bu Wiwin, dan Bu Ari menyatakan bahwa salah satu konflik yang terjadi dalam keluarga adalah karena

Adapun karya sastra yang dikaji oleh peneliti berupa novel yang berjudul Al-hubb fii zamani nafti karya Nawal El-Saadawi yang diterbitkan pada tahun 1993 di Kairo dan

Berdasarkan temuan tersebut maka hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi (2014) bahwa terdapat subjek yang telah menggunakan 2

dengan Menginputkan kriteria- kriteria yang ada seperti kriteria umur, keturunan hipertensi, gejala sakit kepala, merokok, meminum alkohol dan kemudian akan

diisolasi dari kedelai toleran naungan memiliki tingkat kesamaan nukleotida yang cukup tinggi (sekitar 80%) begitu juga dengan sekuen asam amino (sekitar 95%)