• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN USAHA GULA OEI TIONG HAM CONCERN DI JAWA 1900-1942.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERKEMBANGAN USAHA GULA OEI TIONG HAM CONCERN DI JAWA 1900-1942."

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN USAHA GULA OEI TIONG HAM CONCERN DI JAWA 1900-1942

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh:

Aris Dwi Rahdiyanto 09407141017

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

ũKeberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi

dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa harus

kehilangan semangatŪ

*Winston Churchil*

Kesuksesan merupakan cermin dari kesungguhan

kita dalam melangkah ke depan

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk kedua orang tuaku,

Bapak Tukiyo dan Ibu Suparmi

(7)

vii

PERKEMBANGAN USAHA GULA OEI TIONG HAM CONCERN DI JAWA 1900-1942

Oleh: Aris Dwi Rahdiyanto 09407141017

Abstrak

Keberadaan orang Cina di Jawa, memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat pribumi terutama dalam bidang perekonomian. Akhir abad XIX sampai awal abad XX kedatangan orang Cina di Jawa cukup banyak yang pada umumnya bekerja dalam sektor perdagangan. Salah satu orang Cina di Jawa yang sukses ialah Oei Tiong Ham, berawal dari ayahnya berjualan keliling, sampai akhirnya membentuk persekutuan dagang Kian Gwan yang menjadi awal berdirinya Oei Tiong Ham Concern. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui perkembangan Oei Tiong Ham Concern dalam bisnis gula di Jawa serta dampaknya bagi masyarakat sekitarnya.

Penelitian ini menggunakan metode sejarah kritis, yaitu proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman-rekaman dan peninggalan sejarah pada masa lampau. Pertama, heuristik yang merupakan proses pengumpulan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan topik penelitian. Kedua, kritik sumber-sumber, merupakan tahap pengkajian terhadap otentisitas dan kredibilitas sumber-sumber yang diperoleh yaitu dari segi fisik dan isi sumber. Ketiga, interpretasi merupakan proses mencari keterkaitan antara fakta-fakta yang telah diperoleh sehingga lebih bermakna. Keempat, historiografi atau penulisan yaitu penyampaian sintesis dalam bentuk karya sejarah.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan Oei Tiong Ham, merupakan bentuk keberhasilan pengusaha Cina di Indonesia. Kian Gwan merupakan cikal bakal dari perusahaan Oei Tiong Ham yang didirikan oleh Oei Tjie Sien tahun 1863. Kegiatan Kian Gwan pada awalnya hanya berdagang barang-barang hasil bumi. Kesuksesan Oei Tiong Ham berwirausaha melebihi orang Eropa, yang berhasil mengembangkan usaha pabrik gula yang tersebar di Pulau Jawa. Sebelum mempunyai industri gula, Oei Tiong Ham melakukan kegiatan perdagangan candu dan menghasilkan keuntungan yang cukup banyak, sebagai modal untuk mengembangkan Kian Gwan pada produksi gula. Setelah sukses pada industri gula, selanjutnya mengembangkan bisnis yang lain, seperti bank, industri tapioka, perkapalan, properti, dan perdagangan hasil-hasil bumi. Dampak dari industri gula Oei Tiong Ham menyerap banyak tenaga kerja pribumi, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak. Munculnya kapitalisme swasta seperti perusahaan Oei Tiong Ham, menunjukkan adanya diferensiasi sosial antara kaum pemilik modal dengan petani miskin (kaum buruh).

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur, hormat dan kemuliaan bagi Tuhan atas segala berkat yang diberikan selama ini. Penulisan skripsi berjudul “Perkembangan Usaha Gula Oei Tiong Ham Concern Di Jawa 1900-1942” tidak terlepas dari bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya sampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian dan juga ilmu yang telah diajarkan melalui beberapa perkuliahan.

2. Bapak M. Nur Rokhman, M. Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah yang telah memberikan izin melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak HY. Agus Murdiyastomo, M. Hum. selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran, serta motivasi sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Ririn Darini, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik yang telah mendampingi, memberi dorongan, dan arahan yang diberikan selama kuliah untuk segera menyelesaikan studi.

(9)

ix

6. Staf Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Perpustakaan St. Ignatius College, Unit Perpustakaan Pusat UNY, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM, Perpustakaan Pusat UGM, Perpustakaan & Labolatorium Pendidikan Sejarah UNY, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Jakarta, Perpustakaan Nasional, Badan Arsip Semarang, terimakasih atas sarana dan pelayanan yang diberikan selama pencarian sumber-sumber yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini.

7. Kedua orangtua, bapak Tukiyo serta ibu Suparmi yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan baik moral maupun material, lebih utama yaitu doa dari Bapak/Ibu untuk anaknya.

8. Kakak saya Ika Wahyuningsih yang selama ini memberikan semangat hingga penulisan skripsi ini bisa selesai. Semoga kita bisa menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa, terutama memberikan kebahagiaan kepada kedua orangtua yang telah membesarkan kita.

9. Seluruh mahasiswa ilmu sejarah angkatan 2009, terimakasih atas semangat yang diberikan, terutama Benny, Yoga, Giarti, Rudi, Giarto, Ali, Oyex, dkk. terimakasih atas pertemanan selama ini, khusus kepada Annisa Tri Wahyuni, yang selalu menjadi penyemangat, serta setia menemani mencari sumber penulisan skripsi ini.

(10)

x

11.Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas semangat, dukungan dan doa yang diberikan.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka saya mengharap segala kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun. Saya mohon maaf atas segala kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Yogyakarta, 15 Januari 2014 Penulis

(11)

xi

F. Historiografi yang Relevan ... 13

G.Metode dan Pendekatan Penelitian ... 16

(12)

xii

A.Kondisi Sosial Ekonomi Semarang Awal Abad XX ... 25

B.Kedatangan Oei Tjie Sien di Semarang 1858... 34

C.Peraturan Pemerintah Kolonial Terhadap Orang Cina ... 40

BAB III : PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA OEI TIONG HAM CONCERN ... 49

A.Masa Kepemimpinan Oei Tiong Ham (1900-1924) ... 49

B.Perkembangan Oei Tiong Ham Concern ... 55

1. Bidang Usaha Oei Tiong Ham ... 55

2. Perkembangan Usaha Gula Oei Tiong Ham di Jawa ... 60

C.OTHC pasca Kepemimpinan Oei Tiong Ham ... 66

D.Penurunan Produksi Gula ... 68

BAB IV : DAMPAK INDUSTRI GULA OEI TIONG HAM CONCERN BAGI MASYARAKAT ... 72

A.Dampak Sosial Ekonomi ... 72

1. Munculnya Sistem Ekonomi Uang ... 72

2. Terjadinya Mobilitas Kaum Buruh ... 74

3. Gejolak Kaum Buruh di Perusahaan Gula ... 79

4. Berkembangnya Kegiatan Perekonomian di Semarang ... 83

B.Dampak dalam Bidang Politik... 88

BAB V : KESIMPULAN ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(13)

xiii

DAFTAR ISTILAH

Besluit Surat keputusan Pemerintah

Cultuurstelsel Tanam paksa

De Locomotief Surat kabar masa Hindia Belanda

Erfpacht Hak sewa turun temurun untuk menggunakan suatu

benda yang tidak bergerak atau tanah milik orang lain dengan kewajiban membayar sewa tanah setiap tahunnya

Fabriekant Pemilik pabrik

Hak Boe Tjong Hwe Sekolah Cina yang didirikan oleh Tiong Hoa Hwe Koan (perhimpunan orang Cina) tahun 1916 yang berlokasi di Semarang.

Hokkie Suatu keberuntungan

Hong-shui Petunjuk keharmonisan antara air dan angin bagi orang Cina

Jung Perahu kecil

Maatschappij Perusahaan

Maleise Jaman kemunduran atau depresi ekonomi

Mindering Orang Cina yang bekerja meminjamkan uang atau

tukang kredit

Namlooze Venotschaap Perseroan Perbatas

Pachter Pemungut pajak candu

Peki Pakaian perempuan kebangsaan Cina

Pikol 60 kilogram

(14)

xiv

Tukang Renten Orang yang mencari penghasilan dengan

membungakan uang

Singkeh Orang Cina asli

Suiker Gula

Taucang Kucir rambut panjang khas orang Cina jaman

dahulu

Tiong Hoa Hwe Koan Perhimpunan orang Cina yang berdiri tahun 1900 di Jakarta bergerak dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah Cina.

Trechter Sistem perdagangan barang yang melalui orang

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Hlm.

Presentase Jumlah Orang Cina di Jawa 1906-1910 ... 27

Penduduk Cina di Jawa 1930 ... 29

Jumlah Ekspor Gula OTHC Tahun 1911-1915 ... 64

Hasil Produksi Gula OTHC Tahun 1931 ... 65

Tabel Upah Buruh Tahun 1900, 1921 dan 1931 ... 74

Firma-Firma Cina Terbesar di Semarang Tahun 1940 ... 84

Ekspor Hasil Bumi di Semarang Tahun 1924 ... 85

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Hlm.

Foto Mayor Oei Tiong Ham ... 98

Kantor Pusat Oei Tiong Ham Concern Semarang ... 99

Pabrik Gula Rejoagung Madiun ... 100

Pabrik Gula Krebet Malang ... 101

Pabrik Gula Pakis Pati ... 102

Pabrik Gula Ponen Jombang ... 103

Besluit 1 November 1906 No. 3... 104

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Orang Cina sudah lama datang di Indonesia. Awal mula datangnya orang-orang Cina ke Indonesia dapat ditelusuri sejak masa Dinasti Han (206 SM- 220 M). Tiongkok membuka perdagangan dengan negara-negara yang ada di kawasan Asia Tenggara, dan menurut catatan sudah ada orang Cina yang datang ke Pulau Jawa.1 Sampai awal abad XX kebanyakan orang-orang Cina di Jawa berasal dari Fukien di Cina Selatan. Para pendatang Cina tersebut pada umumnya terdiri dari pedagang, pengrajin atau tukang, penambang, dan sebagian kecil sebagai petani.

Migrasi etnis Cina terjadi secara besar-besaran setelah terjadinya Perang Candu (1839-1842), dan pemberontakan Taiping (1851-1865), yang mengakibatkan hancurnya perekonomian di Cina Selatan. Hal itu menyebabkan banyak orang Cina terpaksa meninggalkan kampung halamannya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik.2 Orang Cina yang datang di Indonesia pada umumnya bekerja dalam bidang perdagangan.

Setelah berakhirnya masa tanam paksa di Hindia Belanda tahun 1830-1870, maka dimulailah satu era baru yang dikenal dengan masa liberalisme. Jaman ini adalah digantikannya fungsi pemerintahan Hindia Belanda di bidang

1 Ririn Darini, “Nasionalisme Etnis Tionghoa di Indonesia, 1900-1945”,

MOZAIK, (Vol. 3, No. 1, 2008), hlm. 81.

2

Irsyam dan Tri wahyuning M., Golongan Etnis Cina sebagai Pedagang

(18)

2

perekonomian oleh modal-modal swasta.3 Peranan orang Cina sebagai pemodal swasta di Hindia Belanda sangat besar. Pemerintah Hindia Belanda memberikan keleluasaan kepada orang-orang Cina untuk berwirausaha, sehingga banyak yang mendirikan usaha-usaha. Perusahaan Cina banyak memberikan pemasok hasil-hasil komoditi bagi pemerintah Belanda, dan memainkan peran di pasaran Eropa.

Undang-undang Agraria 1870 membuka pulau Jawa bagi investasi swasta asing dengan jaminan kebebasan dan keamanan. Tetapi masalah kepemilikan tanah, hanya golongan pribumi yang bisa mempunyai tanah. Pihak swasta asing hanya bisa menyewa dari pemerintah atau pribumi dengan jangka waktu yang lama, yaitu mencapai 75 tahun.4 Masuknya pengusaha asing, menjadikan perdagangan di Jawa semakin ramai. Wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi daerah produksi gula terbesar di dunia pada waktu itu. Kota pelabuhan Semarang juga mengalami peningkatan kegiatan bisnis perdagangan, terutama gula.

Di Semarang terdapat suatu pola perdagangan yang disebut dengan

trechter, artinya untuk aktifitas perdagangan ekspor impor harus melalui orang

Cina sebagai perantara. Semua barang impor yang berasal dari Eropa tidak dapat diperoleh secara langsung oleh pembeli, tetapi melalui perantara. Sedangkan untuk perdagangan ekspor, barang-barang tersebut juga harus dibeli melalui orang

3

Ibid, hlm. 10.

4

(19)

3

Cina sebagai makelar, kemudian disalurkan pada firma-firma Eropa yang membutuhkan.

Untuk mempercepat pelayanan dalam kegiatan perdagangan, maka diperlukan banyak tenaga kerja yang siap pakai. Dalam bidang ketenagakerjaan, banyak kuli-kuli yang datang dari luar kota Semarang, seperti daerah Cirebon dan Juwana dengan menggunakan gerbong kereta atau trem. Jam kerja yang padat, untuk menghemat waktu dan biaya, sehingga Nederlandsch Indische Spoorweg

Mij (NIS) membangun pondok-pondok kuli dekat pelabuhan. Pembangunan

pondok-pondok kuli tersebut dilakukan dengan tujuan apabila dibutuhkan tenaga kerja sewaktu-waktu, maka kuli tersebut dapat segera dihubungi. Pada waktu itu, alat-alat perhubungan dinilai sangat vital, karena selain untuk mengangkut penumpang juga mengangkut barang perdagangan atau hasil perkebunan.

Munculnya perusahaan-perusahaan swasta mendorong perkembangan suatu daerah, dengan peluang-peluang ekonomi yang dimunculkan. Adanya perusahaan dan perdagangan gula memberi dampak sosial dan ekonomi, yang memungkinkan dalam memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Perkembangan perusahaan swasta juga menciptakan tumbuhnya aktivitas ekonomi yang terkait dengan keperluan industri maupun pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

(20)

4

bank-bank swasta. Kemajuan dalam perdagangan ini juga dipengaruhi oleh sifat-sifat dasar orang Cina yang lebih mementingkan bidang perdagangan dibanding perhatiannya pada bidang lain. Orang Cina juga dikenal sebagai suatu golongan yang ekonominya sangat teliti, cermat, dan tekun, sehingga setiap sen yang diperoleh akan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Semarang merupakan tempat yang tepat untuk mengembangkan bisnis perdagangan. Awal abad XX, Semarang merupakan pelabuhan besar yang menjadi pusat perdagangan di Jawa Tengah. Berbeda dengan Batavia yang daerah pedalamannya, seperti Priangan masih tertutup bagi orang Cina atau pedagang lainnya, karena Belanda masih berniat meneruskan tanam paksanya. Hubungan baik antara pejabat Belanda dan orang Cina telah dijalin sejak dulu, ketika orang Cina datang di Jawa. Orang Cina peranakan kaya membangun rumah dan bangunan dengan gaya Eropa, meskipun tidak membuatnya sama persis dengan gedung-gedung pemerintah Kolonial.

Oei Tiong Ham, merupakan usahawan kapitalis besar, sampai usahanya bisa sejajar dengan kapitalis Belanda. Keberhasilannya dalam industri gula, sehingga dijuluki sebagai “Raja Gula dari Jawa”. Kebangkitan Oei Tiong Ham dalam dunia bisnis amat cepat hingga melampaui usaha ayahnya (Oei Tjie Sien).5 Oei Tiong Ham sangat terkenal di kalangan penduduk kota Semarang pada tahun-tahun 1900an.

5 Onghokham, Kapitalisme Cina di Hindia Belanda, dalam Yoshihara Kunio, “Oei Tiong Ham Concern: The First Business Empire of Southeast Asia”,

terj. A. Dahana, Konglomerat Oei Tiong Ham: Kerajaan Bisnis pertama di Asia

(21)

5

Konglomerat Oei Tiong Ham merupakan anak tertua dari Oei Tjie Sien, seorang pedagang Cina yang datang ke Indonesia, tepatnya di Semarang pada tahun 1858. Pada awalnya dia tinggal sebagai pedagang kecil di daerah Pekojan Semarang. Berkat keuletannya dia bisa menjadi pedagang yang kaya, kemudian pada 1863 mendirikan perusahaan yang disebut kongsi (persekutuan dagang antar keluarga) diberi nama “Kian Gwan” yang berarti “sumber dari segala kesejahteraan”.6

Setelah Kian Gwan berdiri ia memperluas usahanya, seperti mengusahakan pegadaian, melakukan ekspor gambir dan menyan ke Cina.7 Pada 1893 nama Kian Gwan diubah menjadi N.V. Handel Maatschappij Kian Gwan yang berpusat di Semarang.

Pada 1886, dalam usia 20 tahun, Oei Tiong Ham telah memasuki masyarakat elit Tionghoa Semarang, dengan pengangkatan dirinya menjadi Letnan Tionghoa. Setelah diangkat sebagai letnan, dia selalu berpakaian rapi, dengan pakaian jas barat warna putih. Oei Tiong Ham merupakan orang Cina pertama yang mendapat ijin memotong taucang (kucir), dan ijin memakai pakaian barat serta bertempat tinggal di kawasan orang-orang Eropa.8 Kesuksesan Oei Tiong Ham hingga meluaskan komoditi bisnisnya, dan memperbanyak jumlah kantor di luar daerah Semarang.

6 Hartono Kasmadi dan Wiyono, Sejarah Sosial Kota Semarang:

1900-1950, (Jakarta: DEBDIKBUD, 1985), hlm. 83.

7

Ibid.

8

(22)

6

Oei Tiong Ham seorang pengusaha gula terbesar di Hindia Belanda pada 1900an, dan termasuk orang yang berorientasi kepada pemerintahan Kolonial, demi kelangsungan bisnisnya. Sejak akhir abad XIX, sudah terlibat dalam kegiatan produksi gula, yang pada puncaknya berhasil menguasai lima buah pabrik gula. Kelima pabrik gula tersebut adalah Pakis, Redjoagung, Krebet, Tanggulangin, dan Ponen. Pabrik-pabrik gula kemudian diganti mesin-mesin tradisionalnya dengan mesin modern yang didatangkan dari Eropa.9

Pola usaha Oei Tiong Ham berbeda dengan orang-orang Cina lainnya. Usahanya menggabungkan metode bisnis Cina dengan ketrampilan teknik Barat (Belanda). Pabrik gula yang dimilikinya merupakan pabrik gula pertama yang menggunakan elektrivikasi. Oei Tiong Ham juga mempekerjakan teknisi-teknisi Belanda, serta tenaga-tenaga orang Cina yang dididik secara Barat.10 Orang Cina juga banyak yang dikirim ke Eropa untuk belajar teknologi barat, setelah kembali ke Indonesia kemudian dipekerjakan pada perusahaan gulanya.

Oei Tiong Ham berhasil menjadi konglomerat di Asia Tenggara pada 1900an. Oei Tiong Ham meninggal tahun 1924, kemudian pimpinan perusahaan digantikan oleh anaknya. Berawal dari produksi gula, sampai sukses dan mengembangkan usaha-usaha ke dalam bisnis lainnya. Kesuksesan perusahaan Oei Tiong Ham setelah dilanjutkan oleh anaknya masih tetap bertahan dengan baik, hingga Perang Dunia II perusahaan tersebut mulai mengalami penurunan.

9Ibid, hlm. 258.

10Lembaga Studi Realino (ed.), Penguasa Ekonomi dan Siasat Pengusaha

(23)

7

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kebijakan Pemerintah Kolonial dan awal berdirinya Kian Gwan di Semarang?

2. Bagaimana perkembangan perusahaan Oei Tiong Ham, dalam melakukan usaha di bidang industri gula?

3. Bagaimana dampak adanya industri gula Oei Tiong Ham Concern bagi masyarakat sekitar?

C. Tujuan Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Penelitian merupakan suatu kajian yang dilakukan guna menemukan dan mencari fakta suatu pengetahuan dengan menerapkan metode-metode ilmiah. Penelitian ini tujuannya, antara lain:

1. Tujuan Umum

a. Menerapkan metodologi sejarah dan menyajikan dalam bentuk historiografi.

b. Mengembangkan teknik penelitian sejarah yang diperoleh selama kegiatan perkuliahan.

(24)

8

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kebijakan pemerintah Kolonial dan awal berdirinya Kian Gwan di Semarang.

b. Memberikan penjelasan tentang perkembangan perusahaan Oei Tiong Ham Concern dalam bisnis gula.

c. Mengetahui dampak sosial ekonomi Oei Tiong Ham Concern terhadap masyarakat sekitar.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pembaca

a. Pembaca diharapkan memperoleh pengetahuan sejarah tentang perusahaan Oei Tiong Ham Concern dalam menjalankan bisnis gulanya.

b. Memperoleh wawasan mengenai kebijakan pemerintah Kolonial terhadap etnis Cina di Jawa pada awal abad XX.

c. Memperoleh gambaran yang obyektif mengenai perusahaan Oei Tiong Ham serta dampaknya bagi masyarakat sekitar.

2. Bagi Penulis

a. Media untuk mengukur kemampuan penulis dalam merekonstruksi peristiwa sejarah dan menyajikannya dalam bentuk tulisan ilmiah. b. Menambah wawasan sejarah mengenai perkembangan bisnis gula Oei

(25)

9

E. Kajian Teori

Sejarah tidak dapat dipisahkan dari ilmu-ilmu sosial lainnya. Keduanya mempunyai hubungan timbal balik dan saling melengkapi. Penyajian suatu rekonstruksi peristiwa sejarah sangat memerlukan sumber sebagai modal dasar penulisan. Penulisan juga tidak bisa lepas dari kondisi dan situasi pada jaman itu. Setiap peristiwa sejarah mengandung berbagai macam aspek, seperti aspek sosial, politik, dan aspek-aspek lainnya yang melingkupnya. Demikian juga dalam mengkaji peranan perusahaan, aspek-aspek penulisan tersebut juga ikut mempengaruhinya. Hal itu dimaksudkan agar gambaran yang dihasilkan menjadi menyeluruh sehingga dapat dihindari kesepihakan.11

Pendapat Frans Hüsken yang menerangkan mengenai diferensiasi sosial menjadi tolok ukur penulis dalam melihat aspek-aspek sosial ekonomi pada wilayah industri gula. Pada wilayah industri gula di Jawa berkembang sistem kapitalisme pertanian, yang di pegang oleh pengusaha-pengusaha swasta yang telah menanamkan modalnya di Jawa. Ada pun ciri-ciri pokok dari kapitalisme pertanian berkaitan dengan besarnya produksi barang untuk kebutuhan pasar, tumbuhnya kelas-kelas pemilik tanah, keuntungan yang diperoleh pemodal swasta, serta munculnya kelas yang tidak mempunyai tanah yang bekerja sebagai buruh berdasarkan upah kerja.12

11 Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi

Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982), hlm. 87.

12 Frans Hüsken, Masyarakat Desa Dalam Perubahan Zaman: Sejarah

(26)

10

Munculnya kapitalisme swasta seperti perusahaan Oei Tiong Ham, menunjukkan bahwa terdapat diferensiasi sosial antara kaum pemilik modal dengan petani miskin (kaum buruh). Pada industri gula Oei Tiong Ham Concern terjadi produksi barang dengan skala besar guna memenuhi kebutuhan pasar. Tenaga kerja buruh perusahaan gula juga kebanyakan berasal dari masyarakat yang tidak mempunyai tanah, sehingga mereka bekerja dengan berdasarkan sistem upah.

Diferensiasi sosial juga terjadi sebagai akibat terpecahnya masyarakat pedesaan menjadi kelas petani kaya dan petani yang miskin atau sama sekali tidak mempunyai tanah. Diferensiasi yang menuju kepemilikan tanah sudah dijumpai sejak akhir abad XVIII dalam desa yang masih berada dalam tahap awal kolonialisme. Struktur masyarakat terdiri dari tiga golongan13, yaitu:

a. Lapisan atas, terdiri dari para pejabat desa yang karena jabatannya mendapat tanah yang luas (tanah bengkok) dan berhak mendapatkan tenaga kerja cuma-Cuma dari penduduk desa.

b. Golongan petani bebas (sikep), yang berhak mendapat pembagian tanah desa, tetapi diharuskan kerja wajib

c. Golongan yang tidak mempunyai tanah (numpang/bujang) yang hidupnya tergantung dan terikat pada sikep.

Masa pemerintahan Kolonial telah membebani penduduk pedesaan dengan bemacam-macam upeti, pembayaran pajak, dan kerja rodi, hal ini merubah

13Ibid., hlm. 45.

(27)

11

struktur masyarakat pemilikan tanah dalam pengertian hak perorangan atas tanah semakin berkurang dan hak desa atas persawahan semakin besar. Golongan sikep (yang berhak atas pembagian tanah desa) semakin banyak karena mendapat tambahan anggota dari golongan numpang yang tidak mempunyai tanah.

Abad XX terjadi pertumbuhan ekonomi yang cepat antara tahun 1900-1930, sebagian kaum elite pedesaan yang terdiri dari pejabat pemerintahan desa dengan bantuan pemerintah dapat mengangkat dirinya menjadi sekelompok kapitalis desa. Diferensiasi sosial dan ekonomi dalam masyarakat Jawa terus berlanjut dan semakin jelas sesudah tahun 1900. Kelompok elite petani kaya tetap menjadi pemegang penguasaan tanah. Terjadinya kemunduran ekonomi tahun 1930 mereka tidak tampak menonjol karena tanah miliknya tidak lagi mendatangkan penghasilan yang menguntungkan.

Pemilikan tanah menjadikan faktor yang membedakan kehidupan sosial antara petani kaya dan petani miskin. Petani yang kaya mempunyai tanah disewakan kepada petani lain yang tidak mempunyai tanah atau kepada pengusaha swasta. Petani yang tidak mempunyai tanah kebanyakan hanya bisa menjadi pekerja buruh pada petani kaya atau di perkebunan gula. Berkembangnya kapitalisme di Jawa semakin banyak pengusaha-pengusaha perkebunan menyewa tanah dari petani.

(28)

12

menanamkan modalnya di Hindia Belanda terutama di bidang perkebunan yang sedang menjadi primadona di pasar Eropa. Mereka memprotes peranan pemerintah yang sangat dominan dalam mengatur perekonomian di tanah jajahan terutama di Hindia Belanda.14

Pengusaha asing dapat dengan mudah melakukan sewa tanah untuk mendirikan perkebunan tebu dan pabrik gula dikarenakan adanya UU Agraria 1870. Undang-Undang Agraria 1870 itu terdapat hak erpacht yang memberikan kebebasan kepada pengusaha asing untuk menyewa tanah selama jangka waktu yang lama yaitu 75 tahun. Keadaan geografis dan demografis di Jawa Tengah yang sangat menguntungkan itu menjadi daya tarik pengusaha swasta untuk menyewa tanah dan mendirikan perkebunan tebu. Para pengusaha swasta asing dapat dengan mudah merekrut tenaga kerja dengan upah yang relatif murah.

Kebijakan ekonomi pemerintah kolonial sangat berpengaruh pada perubahan struktur ekonomi dan sosial masyarakat peranakan Cina. Meskipun para pejabat Belanda menganggap orang Cina sebagai pesaing bagi kegiatan ekonominya, tetapi mereka pun sadar bahwa orang Cina diperlukan untuk mempertahankan struktur pajak kolonial dan memberi nilai tambah pada perdagangan Belanda. Orang Cina mengangkut barang-barang yang diimpor dari Negeri Belanda dan Negara Eropa lainnya ke daerah pedalaman dan sebaliknya membawa produk-produk pedalaman ke kota dan pelabuhan Kolonial. Bagian dari

(29)

13

pajak kolonial yang penting tergantung pada penyerahan tugas pemungutan pajak dan pemberian hak-hak monopoli kepada orang-orang Cina kaya.15

Salah satu pengusaha Cina yang berkembang di Jawa tengah adalah Oei Tiong Ham, dengan kongsinya Kian Gwan. Kian Gwan mampu memiliki beberapa pabrik gula dan sebuah pabrik tapioka, kemudian mendirikan cabang-cabang di kota besar lainnya. Oei Tiong Ham juga terkenal sebagai pedagang candu. Ia telah mengadakan perubahan-perubahan di dalam manajemen bisnisnya dengan jalan memasukkan ke dalam pimpinan perusahaannya orang-orang lain yang bukan keluarganya. Orang-orang Belanda juga banyak yang dipekerjakan dalam menangani mesin-mesin modern.16

F. Historiografi yang Relevan

Tugas sejarawan adalah mengungkap peristiwa sejarah.17 Historiografi adalah usaha dari sejarawan untuk merekonstruksi sebanyak-banyaknya peristiwa masa lampau. Peristiwa pasa masa lampau memiliki batasan-batasan antara kejadian yang benar-benar terjadi dan imajinasi penulis. Sejarawan akan mengungkap kebenaran suatu peristiwa masa lampau, agar mendapatkan suatu fakta sejarah dan dituangkan dalam bentuk tulisan. Tulisan sejarah akan lebih jelas apabila menggunakan historiografi yang relevan dalam tahapan

15 Onghokham “Kapitalisme Cina di Hindia Belanda”, dalam Yoshihara Kunio, op cit, hlm. 91.

16Hartono Kasmadi dan Wiyono, op. cit, hlm. 84.

(30)

14

penulisannya. Historiografi yang relevan yaitu berisi kajian-kajian historis yang pernah dilakukan sebelumnya. Bagian ini juga menjelaskan hal yang membedakan dengan penelitian yang akan dilakukan. Historiografi ini dapat berupa hasil penelitian dalam bentuk buku-buku sejarah, artikel, skripsi, tesis, disertasi, dan karya-karya sejarah yang lain.

Buku karangan Yoshihara Kunio yang berjudul Konglomerat Oei Tiong

Ham Kerajaan Bisnis Pertama di Asia Tenggara yang diterbitkan oleh Pustaka

Utama Grafiti, memiliki keterkaitan dengan penulisan skripsi ini. Buku tersebut berisi kumpulan tulisan dan dilengkapi hasil wawancara dengan dua orang ahli waris Oei Tiong Ham. Yosihara mengungkap banyak mengenai kehidupan Oei Tiong Ham, sehingga buku ini cukup memberikan informasi bagi penulisan skripsi ini. Kehidupan Oei Tiong Ham, dari ayah sampai anaknya yang menjadi pengganti sebagai pemegang kekuasaan perusahan. Buku ini kurang fokus terhadap pembahasan Oei Tiong Ham Concern, masih membahas secara keseluruhan bisnis yang dijalankan selain gula. Sebagian besar isi dari buku ini membahas biografi kehidupan Oei Tiong Ham. Sedangakan pokok pembahasan yang dikaji dalam skripsi ini ialah Oei Tiong Ham Concern, dalam industri dan perdagangan gula.

Skripsi Siti Anita Haryono, Prodi Ilmu Sejarah UNY 2007, dengan judul “Etnis Cina dan Peranannya dalam Perekonomian di Semarang Tahun

(31)

15

abad XX. Perbedaan antara skripsi Siti Anita Haryono dengan skripsi ini adalah Siti Anita menjelaskan secara keseluruhan mengenai perekonomian etnis Cina di Semarang, perannya dalam perdagangan, sedangkan skripsi ini membahas perusahaan gula orang Cina (Oei Tiong Ham). Skripsi Siti Anita menjelaskan juga komoditi-komoditi yang diperdagangkan orang-orang Cina di Semarang pada abad XX. Skripsi Siti Anita Haryono ini memberikan informasi tentang kehidupan ekonomi orang-orang Cina di Jawa, khususnya daerah Semarang.

Skripsi Agus Pramudiono, jurusan sejarah UNNES 2007, dengan judul “Peranan Oei Tiong Ham Concern Bagi Perkembangan Pendidikan Masyarakat

(32)

16

G. Metode dan Pendekatan Penelitian 1. Metode Penelitian

Dalam penulisan ini, menggunakan metode penelitian, yang pada umumnya digunakan ahli sejarah dalam penyusunan historiografi. Metode penelitian yang dimaksud adalah mengumpulkan, mengkaji, dan menganalisis sumber-sumber yang tersedia. Sejarah mempunyai metode tersendiri dalam mengungkap peristiwa masa lampau agar menghasilkan karya sejarah yang kritis, ilmiah, dan obyektif. Metode sejarah merupakan suatu proses untuk menguji dan mengkaji kebenaran rekaman sejarah dan peninggalan-peninggalan masa lampau dengan menganalisa secara kritis terhadap data yang ada sehingga menjadi penyajian dan cerita yang dapat dipercaya.18

Setelah penulis menentukan topik yang akan menjadi kajian dalam penulisan sejarah, selanjutnya melakukan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian sejarah meliputi empat tahapan, yaitu: pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verivikasi), penafsiran (interpretasi), dan penulisan sejarah (historiografi).19

a. Heuristik

Heuristik merupakan tahap menemukan dan mengumpulkan sumber sejarah sebanyak-banyaknya. Sumber sejarah merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang terjadi pada

18 Helius Syamsuddin dan Ismaun, Metodologi Sejarah, (Jakarta: Depdikbud, 1996), hlm. 61.

19 Nugroho Notosusanto, Norma-Norma Dasar Penelitian dan Penulisan

(33)

17

masa lampau.20 Tanpa sumber sejarah tidak bisa dalam merekonstruksi menjadi sebuah karya sejarah. Pengumpulan sumber, penulis melakukan pencarian data yang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Jakarta. Penelusuran pustaka yang berupa buku-buku, yaitu di Perpustakaan UPT UNY, Perpustakaan lab. sejarah UNY, Perpustakaan Kolese Ignatius Yogyakarta, Perpusda Yogyakarta, Perpustakaan FIB UGM, Perpustakaan Daerah Semarang, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan sumber-sumber lain yang bisa dipertanggungjawabkan.

Sumber sejarah dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1) Sumber Primer

Sumber primer merupakan kesaksian dari seorang pelaku atau saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan alat indera lain, atau dengan alat mekanis.21 Sumber primer harus sejaman dengan peristiwa yang bersangkutan. Sumber primer dapat berbentuk catatan rapat, arsip pemerintah maupun pribadi, atau bisa juga dengan wawancara langsung dengan pelaku atau saksi sejarah.

Sebagai sumber primer penulis menemukan beberapa sumber yaitu:

Koleksi ANRI Besluit 29 November 1901 no. 62. Koleksi ANRI Besluit 19 Februari 1907 no. 13.

20

Helius Syamsuddin dan Ismaun, loc.cit.

21 Louis Gottschalk, “Understanding History : A Primer of Historycal Methods”, terj. Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI Press,

(34)

18

Koleksi ANRI Besluit 1 November 1906 no. 3. 2) Sumber Sekunder

Sumber sekunder menurut Louis Gottschalk merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan pelaku atau saksi pandangan mata. Sumber sekunder adalah sumber yang kedua, atau mengutip dari orang pertama. Sumber sekunder dapat berupa buku, jurnal, majalah, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya. Beberapa buku yang digunakan penulis sebagai sumber sekunder, antara lain:

Benny G. Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, Jakarta: ELSAKA, 2002.

Hartono Kasmadi dan Wiyono, Sejarah Sosial Kota Semarang:

1900-1950, Jakarta: DEBDIKBUD, 1985.

Irsyam dan Tri wahyuning M., Golongan Etnis Cina sebagai

Pedagang Perantara di Indonesia (1870-1930), Jakarta:

PIDSN, 1985.

Kunio, Yoshihara, Oei Tiong Ham Concern: The First Business

Empire of Southeast Asia, terj. A. Dahana, Konglomerat Oei Tiong Ham: Kerajaan Bisnis pertama di Asia Tenggara, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1991.

Liem Tjwan Ling, Raja Gula Oei Tiong Ham, Surabaya: Liem Tjwan Ling, 1979.

b. Kritik Sumber

(35)

19

semua penampilan luarnya. Kritik intern guna memperoleh kredibilitas, yaitu dengan penilaian terhadap isi sumber sejarah tersebut atau keterpercayaan sumber.22 Keterkaitan antara kedua sumber tersebut kemudian dijadikan fakta sejarah yang digunakan sejarawan sebagai langkah penulisan sejarah.

Melalui kritik sumber bahwa keadaan arsip asli terbitan pada jaman Hindia Belanda, tahun 1900an. Kertas yang digunakan sesuai dengan tahun terbit. Tulisan dan bahasa menggunakan bahasa Belanda sesuai dengan jamannya. Tampilan arsip sekarang sudah banyak yang rapuh, menandakan bahwa arsip benar-benar terbitan jaman Hindia Belanda. Isi dari sumber-sumber yang ditemukan telah dibandingkan dengan sumber-sumber yang lain, ada suatu kecocokan di antara sumber tersebut.

c. Interpretasi

Interpretasi dapat diartikan sebagai penafsiran. Interpretasi juga berarti mengerti, metode khusus yang diajukan guna mendekati sejarah.23 Tahap ini terbagi dalam dua langkah, yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan sedangkan sistesis berarti menyatukan. Interpretasi guna menentukan fakta dari sumber yang diperoleh dan dikumpulkan, kemudian dihubungkan satu dengan yang lainnya menjadi satu kesatuan yang bisa untuk memperjelas maksud dari penulisan. Interpretasi juga merupakan penafsiran. Tanpa penafsiran atau interpretasi penulisan sejarah tidak akan terwujud, karena sejarawan melakukan analisis terhadap data sejarah. Sejarawan yang

22 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1995), hlm. 101.

(36)

20

jujur akan mencantumkan data dan keterangan dari mana asal data tersebut di peroleh. Orang lain juga dapat melihat kembali dan menafsirkannya ulang. Itulah sebabnya subyektivitas sejarah diakui, tetapi sebisa mungkin untuk dihindari.

d. Historiografi

Historiografi yaitu penyampaian sintesis yang diperoleh melalui penelitian. Setelah melakukan analisis data akan menghasilkan sintesis hasil penelitian yang diwujudkan dalam bentuk karya tulis sejarah. Tahap ini merupakan tahap terakhir bagi penulis untuk menyajikan fakta ke dalam bentuk tulisan sejarah. Penulisan ini akan mengungkap perusahaan Oei Tiong Ham Concern terutama dalam melakukan bisnis gulanya.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian menjadi penting bagi disiplin ilmu sejarah. Setelah keluarnya buku dari Sartono Kartodirdjo “Pemberontakan Petani Banten”, pendekatan penelitian merupakan hal yang wajib dalam penulisan

sejarah. Pendekatan multidimensional sangat berguna untuk menjadikan penulisan sejarah lebih menarik. Pendekatan ini untuk memperjelas penulisan, bisa mengungkap secara menyeluruh dan kebenaran suatu peristiwa bisa dimengerti oleh pembaca. Menghadapi gejala historis yang serba kompleks, setiap penggambaran atau deskripsi menuntut adanya pendekatan yang memungkinkan penyaringan data yang diperlukan.24 Dalam skripsi ini

(37)

21

digunakan beberapa pendekatan, yaitu: pendekatan sosiologi, pendekatan politik, dan pendekatan sosial ekonomi.

Pendekatan sosiologi adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan mengkaitkan pandangan sejarah dan kehidupan sosial masyarakat. Selo Soemardjan, dalam teori perubahan sosial menyatakan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosial di dalamnya, termasuk nilai, sikap, pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.25 Berdirinya pabrik gula tentunya akan membawa perubahan sosial dalam masyarakat pedesaan, dan pendekatan ini digunakan oleh penulis untuk mengkaji perubahan sosial masyarakat yang tinggal di daerah sekitar perusahaan gula.

Pendekatan politik dapat dilakukan dengan melihat konsep yang ada dalam teori politik. Pendekatan politik merupakan segala usaha, tindakan, atau kegiatan manusia dalam kaitannya dengan kekuasaan dalam suatu negara yang bertujuan untuk mempengaruhi, mengubah, atau mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat yang menyangkut kelompok, termasuk parpol dan kegiatan perseorangan.26 Teori politik mengandung beberapa pembahasan antara lain masyarakat, kelas sosial, negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan kewajiban, perubahan sosial, modernisasi, dan lain sebagainya. Kajian politik ini menggunakan teori Van Leur yang memakai istilah “kapitalisme politik”

25 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 1983), hlm. 18.

(38)

22

untuk menunjukkan perdagangan yang terdapat di Asia pada zaman dahulu, karena perdagangan tersebut lazimnya berada dalam tangan para penguasa, yang mempergunakan kekuasaan mereka untuk memperoleh keuntungan.27 Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kekuasaan sangat menentukan posisi dalam kepemimpinan suatu wilayah. Belanda berkuasa di Indonesia mempunyai tujuan atau mempunyai kepentingan di dalamnya. Hal ini berhubungan dengan politik Belanda di Indonesia, supaya kedudukan mereka tetap menjadi penguasa. Pendekatan politik membantu dalam menjelaskan mengenai kekuasaan pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia, khususnya terhadap bangsa Tionghoa. Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji kebijakan politik ekonomi masa Pemerintahan Kolonial Belanda terhadap golongan Tionghoa di Jawa.

Pendekatan Sosial Ekonomi merupakan suatu peninjauan yang berkaitan dengan sejarah ekonomi. Pendekatan Ekonomi memberikan lukisan dari kejadian dan keadaan ekonomi serta menggambarkan ekonomi masyarakat dalam perkembangannya dari dahulu hingga sekarang. Melihat teori R.E. Elson yang membandingkan distrik gula terjadi kesibukan yang luar biasa di kalangan petani, sehingga terjadi penurunan produksi tanaman padi. Pada perusahaan gula Oei Tiong Ham terjadi kesibukan produksi gula dapat dilihat dari banyaknya mobilitas yang terjadi pada pabrik gulanya. Di kalangan petani dan buruh banyak yang menjadi tenaga kerja, dan lahan pertanian banyak yang disewakan pada pabrik gula Oei Tiong Ham.

(39)

23

Pendekatan ekonomi akan membantu memudahkan dalam mengkaji perkembangan kapitalisme, yaitu bisnis Oei Tiong Ham dalam indutri gula dan perdagangannya. Kegiatan bisnis Oei Tiong Ham meliputi proses industri gula dan pemasarannya di Jawa, luar Jawa, dan sampai luar negeri. Proses industri dan perdagangan erat kaitannya dengan ekonomi, sehingga teori ekonomi bisa digunakan untuk membantu penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan memahami ini skripsi ini, maka penulis memberikan ulasan singkat terhadap materi yang akan dibahas selanjutnya. Secara garis besar isi dari skripsi ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan pembahasan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Historiografi yang Relevan, Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Pendahuluan merupakan landasan pertama bagi penulis untuk melakukan penulisan lebih lanjut sehingga menjadikan karya tulis ini sebagai skripsi.

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL DAN AWAL BERDIRINYA PERUSAHAAN OEI TIONG HAM DI SEMARANG

(40)

24

hubungannya dengan orang pribumi, serta kehidupan politiknya dengan orang Kolonial Belanda. Sejak munculnya liberalisme terjadi kebebasan pengusaha asing menanamkan modal di Hindia Belanda, termasuk orang-orang Cina banyak yang datang guna menanam modal.

BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI GULA OEI TIONG HAM CONCERN Bab III menguraikan perkembangan Oei Tiong Ham Concern hingga menjadi perusahaan yang mendunia. Perusahaan ini awalnya didirikan oleh Oei Tjie Sien ayah Oei Tiong Ham yang bernama “Kian Gwan”. Berkat kegigihan dan

keuletan Oei Tjie Sien Kian Gwan berkembang maju, hingga diambil alih oleh anaknya dan namanya diubah menjadi “Oei Tiong Ham Concern”, sampai

menjadi kerajaan bisnis pertama di Asia Tenggara. Perkembangannya dalam melakukan bisnis gula sampai bisa mencapai sukses.

BAB IV DAMPAK INDUSTRI GULA OEI TIONG HAM CONCERN BAGI MASYARAKAT

Pada bab IV menjelaskan dampak dari perusahaan gula yang dijalankan oleh Oei Tiong Ham. Perusahaan Oei Tiong Ham Concern setelah mengalami kemajuan, terutama dalam bisnis gula, mengembangkan bisnis yang lain, seperti perkapalan, perbankan,dan pabrik tapioka. Pabrik gula Oei Tiong Ham, sangat maju, sehingga mempunyai dampak yang cukup luas bagi masyarakat sekitarnya. BAB V KESIMPULAN

(41)
(42)

25 BAB II

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL DAN AWAL BERDIRINYA PERUSAHAAN OEI TIONG HAM DI SEMARANG

A. Kondisi Sosial Ekonomi Semarang Awal Abad XX

Semarang merupakan salah satu kota yang ramai dengan perkembangan kegiatan perekonomian. Pelabuhan Semarang sebagai pelabuhan yang penting dalam kegiatan perdagangan di pantai utara Pulau Jawa. Secara geografis kota Semarang terletak pada 110045’-110030’ Bujur Timur dan 60 45’- 60 30’ Lintang Selatan. Luas wilayah kota Semarang adalah 391 km2, yang terbagi dalam tiga distrik, yaitu Semarang, Pedurungan, dan Singen Lor (Genuk). Secara fisik Semarang sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa, sebelah timur oleh kali Randugunting, sebelah selatan oleh perbukitan yang berhubungan dengan daerah pegunungan Jawa Tengah, dan sebelah barat oleh kali Semarang.1

Kota Semarang terbagi dalam dua wilayah, yaitu wilayah bagian bawah dan bagian atas. Wilayah bagian bawah merupakan pusat kota yang berbatasan dengan laut Jawa. Daerah dataran rendah sepanjang pantai mempunyai ketinggian 0,75 m - 3,5 m di atas permukaan laut. Ketinggian tanah dilihat dari permukaan laut terdapat tiga macam ketinggian yaitu, 0,75 m di daerah pantai, 2,75 m m di daerah pusat keramaian kota, dan 3,49 m di daerah tengah kota (Simpang Lima). Kantor pusat pemerintahan, kantor-kantor dagang, tempat rekreasi dan kegiatan kota Semarang hampir seluruhnya berpusat di wilayah bagian bawah.

(43)

26

Daerah atas kota Semarang merupakan wilayah perbukitan yang berbatasan dengan pegunungan Jawa Tengah. Daerah bukit merupakan tempat yang tenang dan sejuk, sehingga cocok digunakan sebagai tempat pemukiman. Ketinggiannya kurang lebih 140 m di atas permukaan laut, sehingga terhindar dari banjir dan mempunyai pemandangan yang indah. Apabila melihat ke arah utara terdapat pemandangan laut Jawa yang biru.

Semarang merupakan kota klasik karena pemerintah Hindia Belanda membangun gedung-gedung dengan gaya klasik. Bangunan ini dapat dilihat di Kota Lama yakni dengan adanya bangunan gereja yang bergaya klasik, yang biasa disebut dengan gereja Blenduk karena bentuknya yang bundar. Di Kota Lama bisa ditemui gedung-gedung mewah, villa yang indah, dan toko-toko modern. Orang-orang Cina juga banyak yang bertempat tinggal di wilayah tersebut.2

Orang Cina di Semarang berjumlah cukup banyak jika dibandingkan dengan kota-kota di Jawa selain Jakarta. Tahun 1910 Semarang terdapat 13.636 orang Cina dari seluruh penduduk kota Semarang yang berjumlah 96.000, atau 14% dari seluruh penduduk.3 Orang Cina lebih mendominasi dibanding dengan kelompok etnis yang lain. Presentase keberadaan orang Cina di Jawa dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

2Siti Anita Haryono, “Etnis Cina dan Peranannya dalam Perekonomian di

Semarang Tahun 1906-1930”, Skripsi, (FIS UNY, 2007), hlm. 26.

3 Hartono Kasmadi dan Wiyono, Sejarah Sosial Kota Semarang:

(44)

27

Tabel I

Presentase Jumlah Orang Cina di Jawa 1906-1910

Kota Jumlah orang Cina (dalam %)

Jakarta 20,31%

Semarang 14,11%

Bandung 7,80%

Yogyakarta 6,61%

Surakarta 5,51%

Surabaya 2,02%

Sumber: Hartono Kasmadi dan Wiyono, Sejarah Sosial Kota Semarang

(1900-1950), Jakarta :Debdikbud, 1984. hlm. 40.

Jakarta merupakan kota yang paling padat terdapat orang Cina, kemudian Semarang menempati urutan kedua. Orang Cina lebih banyak tinggal di Jakarta karena merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda. Kota Semarang juga banyak dihuni oleh kaum Cina, karena lokasinya yang strategis. Sebagai daerah perdagangan, menjadikan Semarang sebagai tempat mencari kehidupan yang lebih sejahtera bagi masyarakat pribumi maupun orang Timur Asing.4

Migrasi yang mendorong adanya permukiman orang Cina di Indonesia dimulai sejak adanya perdagangan oleh pedagang-pedagang Cina dari bagian tenggara daratan Tiongkok. Pertumbuhan penduduk Cina di Indonesia selanjutnya sangat erat hubungannya dengan peranannya dalam bidang ekonomi. Mereka menekankan sistem nilai yang mementingkan kerajinan, kehematan,

4

Dwi Ratna Nurhajarini, “Sejarah Kota Semarang: Pembangunan Infrastruktur dan Perkembangan Kota pada Tahun 1900an-1960an”, Patrawidya,

(45)

28

mengandalkan pada diri sendiri, semangat berusaha dan ketrampilan, serta dengan prinsip-prinsip organisasi sosial yang mudah sekali disesuaikan dan digunakan.5 Hal tersebut yang menyebabkan keberhasilan mereka dalam bidang perekonomian di suatu negara yang kaya akan sumber daya alamnya, seperti di Indonesia.

Jumlah orang Cina yang bermukim di Nusantara, khususnya di Jawa, kebanyakan berasal dari Fukien dan Kwantung. Setiap pendatang Cina, selalu membawa kultur atau kebudayaan setempat yang khas dari kampung halamannya.6 Budaya yang membedakan antara kedua suku tersebut adalah segi bahasa. Bahasa yang digunakan ada tiga macam, yaitu bahasa Hokkian, Hakka, dan Kanton. Orang Fukien yang pertama bermukim di Indonesia dalam jumlah yang besar, dan merupakan golongan imigran terbesar sampai abad ke-19. Cina dari Fukien sebagian besar berbahasa Hokkian, yang mereka juga disebut orang atau suku Hokkian. Sifat kuat dalam hal berdagang yang dimiliki kebudayaan Hokkian selama beberapa abad itu masih nampak jelas di Indonesia. Orang-orang Hokkian dan keturunannya yang sudah berasimilasi merupakan golongan bahasa Cina terbesar di Indonesia Timur sebagai keseluruhan, di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan di Pantai barat Sumatera.

Jumlah penduduk Jawa meningkat pesat seiring dengan stabilnya keamanan. Imigran-imigran dari Cina banyak yang berdatangan di tanah Jawa.7

5 Mely G. Tan, Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1981), hlm. 2.

6Ibid., hlm. 6.

(46)

29

Menurut hasil sensus pada 1930, seperti dinyatakan dalam tabel, data orang Tionghoa di Hindia Belanda adalah:

Tabel II

Penduduk Cina di Jawa 1930

Suku Laki-laki Perempuan

Hokkian 309.253 245.728

Hakka 124.905 75.831

Teo Chew 63.423 24.389

Kwongfu 97.740 38.390

Lain-lain 123.941 64.468

Jumlah 724.499 465.515

Sumber: Volkstelling 1930, deel VII, Chineezen en andere Vreemde Oosterlingen

in Nederlands Indie terbitan Departement van Economische zaken,

Batavia 1935, hlm. 88.

Dari data di atas dapat diketahui bahwa suku Hokkian yang berasal dari propinsi Fukien telah mendominasi komunitas Cina di Indonesia. Daerah asal mereka adalah Hokkian Selatan yang merupakan suatu daerah yang penting dalam perdagangan luat negeri Tiongkok. Para imigran Hokkian ini sebagian besar merupakan kaum pedagang yang tangguh dan berhasil. Akhirnya banyak orang Cina yang berbaur dan berasimilasi dengan orang pribumi yang melahirkan golongan orang Cina peranakan. Mereka telah tinggal lama di Indonesia sehingga melahirkan keturunan-keturunan campuran dengan orang pribumi yang disebut peranakan.

(47)

30

jahit, binatu, membuka rumah makan, dan lain sebagainya. Orang-orang Hokkian menjadi nelayan atau menjadi saudagar pelelangan ikan dan hasil bumi. Mereka juga banyak yang menjadi mindering, atau pedagang minyak ke desa-desa. Orang Hakka menjadi kuli-kuli perkebunan dan pertambangan dan kelak berkembang menjadi pengecer kelontong samapi ke desa-desa pedalaman. Orang-orang Cina lainnya ada yang menjadi tukang bengkel, tukang gigi, serta pedagang.8 Tidak sedikit juga orang Cina yang memiliki toko atau mereka menjadi penadah dari hasil-hasil bumi. Mereka menyediakan berbagai macam barang untuk para petani kredit dengan jaminan hasil-hasil panen nanti.

Biasanya Cina mindering hanya meminjamkan sejumlah kecil uang kepada banyak pelanggannya, yang terdiri dari para pedagang kecil, pedagang penjaja, isteri petani yang berjualan di pasar atau di pinggir jalan. Buruknya jenis pinjaman seperti itu adalah tingginya suku bunga. Hal ini disebabkan oleh:

1. kadang-kadang ada keperluan yang sangat mendesak;

2. kecenderungan untuk mengabaikan tanggungjawab dan kebutuhan-kebutuhan mendatang;

3. secara lebih umum, masyarakat kurang berpengetahuan soal keuangan.9

Munculnya mindering di pedesaan Jawa erat kaitannya dengan pedagang-pedagang keliling Cina yang menurut alat bunyi yang digunakan disebut

8Ibid., hlm. 212.

9 Anne Booth, William J. O’Malley, dan Anna Weidemann, Sejarah

(48)

31

Klontong. Pedagang klontong biasanya menjajakan barang ke desa-desa untuk menawarkan barang dagangannya kepada penduduk. Pedagang klontong juga melakukan pemberian kredit atau pun pinjaman uang secara kontan. Cina mindering pertama kali bergerak di bidang perdagangan dan setelah mendapat keuntungan mereka masuk dalam minderingan uang.10

Mindering yang berupa barang disebut mindering barang. Objek transaksi ini meliputi barang-barang peralatan rumah tangga, seperti: piring, gelas, panci, yang semuanya itu dijual secara kredit. Berlangsungnya transaksi tidak melalui prosedur yang rumit karena pembeli langsung bertemu dengan tukang mindering tanpa adanya saksi atau pun surat perjanjian. Tukang mindering sendiri memiliki daftar pembeli untuk setiap daerah kerjanya. Mindering barang resikonya lebih rendah daripada mindering uang. Hal ini dikerenakan mindering barang akan menerima uang secara langsung, kekurangan dibayar secara angsuran. Mindering barang memungkinkan orang Cina lebih banyak berinteraksi secara umum karena dilakukan dengan menawarkan barang secara langsung.11

Orang Cina mindering terdiri dari penjual barang secara kredit dan pemberi pinjaman uang kontan. Pinjaman uang akan segera diberikan kepada peminjam dan mereka juga segera untuk mengembalikan. Cina mindering datang

10 Ida Yulianti, “Mindering di Pedesaan Jawa pada Awal Abad ke

-20 (1901-1930)”, Lembaran Sejarah, (Vol. 2 No. 1, 1999), hlm. 5.

(49)

32

sendiri kepada peminjam, dan pembayaran juga diambil sendiri oleh pihak mindering. Orang Cina mindering juga disebut dengan tukang renten12.

Pemerintah Hindia Belanda telah menguasai Pulau Jawa, baik dalam bidang politik, militer maupun ekonomi. Rakyat Indonesia tidak melakukan perlawanan sejak berakhirnya Perang Jawa. Pemerintah Kolonial dengan leluasa menguasai dan mengkonsentrasikan perhatiannya untuk mengeksploitasi kekayaan yang ada di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Sejak tanam paksa mulailah dibangun perkebunan-perkebunan yang cukup mendatangkan keuntungan, dan menjadi primadona pasaran ekspor di Eropa, diantaranya gula, kopi, dan indigo.

Munculnya golongan-golongan kapitalis yang telah mempunyai modal cukup dan mereka pada umumnya menguasai perdagangan serta bergerak sebagai pengusaha. Keberadaan orang Cina di Jawa sebagai kapitalis yang sukses semakin banyak setelah pemerintah Kolonial memberikan keleluasaan untuk bergerak dalam bidang perekonomian. Orang-orang Cina yang datang di Indonesia terutama di Jawa yaitu terdorong oleh faktor ekonomi. Mereka ingin mencari kehidupan yang lebih baik dengan cara pergi merantau meninggalkan tanah leluhurnya. Daratan tanah Jawa menurut orang-orang Cina sangat menguntungkan sekali untuk melakukan pekerjaan sebagai pedagang dan pengusaha.

Mengenai pekerjaan orang Cina sangat beragam. Mereka kebanyakan berprofesi sebagai pedagang, tukang kayu, pandai besi, dan lain sebagainya, di

(50)

33

samping menguasai perdagangan eceran di Pulau Jawa.13 Orang-orang Cina merupakan pedagang perantara antara wilayah desa dan kota. Dari desa mereka membawa beras, gula, indigo, kain, kelapa, tembakau dan kacang kedelai. Selain itu mereka juga memperdagangkan untuk kalangan pribumi di desa-desa, menjajakan barang seperti gambir, garam, minyak goreng, dan lain sebagainya.

Dari abad ke-17 sampai abad ke-20, yaitu pada waktu orang-orang Belanda maju pesat dengan eksploitasi ekonomi Hindia Belanda yang semakin sistematis itu, orang Cina semakin banyak memperoleh peranan yang orang Belanda sendiri tidak mampu melaksanakannya. Orang Cina diperkenankan untuk mengikuti selera mereka terhadap pekerjaan sebagai usahawan dan membina jaringan perdagangan dan finansial yang menyeluruh, yang membentang dari pelabuhan-pelabuhan besar dan pasar-pasar desa. Orang-orang Cina makin banyak dipekerjakan sebagai mandor atau pegawai kantor di dalam perusahaan-perusahaan orang Eropa. Inilah sebabnya pengunduran diri orang-orang Belanda dari bisnis, dan menempatkan orang Cina pada posisi untuk menguasai atau mengawasi bagian besar ekonomi yang bukan pertanian di Jawa (Indonesia).14

Semarang merupakan kota pelabuhan terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya, serta memperlihatkan ciri-ciri sebagai kota pusat perdagangan. Posisi komersial Semarang terutama disebabkan fungsinya sebagai pusat ekspor produk pertanian dan impor barang dari luar kota, pada awal tahun 1900 posisi gula menduduki tempat teratas dibanding produk-produk lain. Naiknya permintaan

13 Siti Anita Haryono, op. cit., hlm. 55.

(51)

34

akan kebutuhan gula ini disebabkan akibat depresi ekonomi yang melanda dunia pada 20 tahun terakhir abad 19, sehingga mengakibatkan peningkatan produksi pangan khususnya padi yang tidak seimbang dengan peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan kesejahteraan penduduk Semarang, terutama dikarenakan adanya pelabuhan yang cukup potensial.15

Semarang pada kurun waktu antara tahun 1900an, lebih banyak mencerminkan wujudnya sebagai kota pelabuhan dan perdaganan. Kondisi Semarang pada waktu itu banyak diwarnai dengan kegiatan bongkar pasang barang dagangan. Banyak terdapat kapal angkutan barang dan kapal-kapal yang disewakan, serta perahu-perahu kecil yang berhubungan dengan perdagangan.

Sistem transportasi di kota Semarang waktu itu di bagi menjadi 2 yaitu sistem transportasi pelayaran internasional dan antar pulau, serta jaringan perkeretaapian menuju ketiga arah, jaringan timur menghubungkan Semarang- Juwana, jaringan barat menghubungkan Semarang-Cirebon, dan Semarang-Solo. Sedangkan pembukaannya diresmikan pada tahun 1873 yang merupakan tonggak sejarah yang penting.16

B. Kedatangan Oei Tjie Sien di Semarang 1858

Gagalnya revolusi Taiping (1851-1864), menyebabkan tentara pemberontak banyak yang melarikan diri keluar dari Cina. Revolusi Taiping melawan rezim Manchu yang mendirikan dinasti Ching. Salah satu tentara pemberontak yang melarikan diri adalah Oei Tjie Sien. Oei Tjie Sien menjabat

15Ibid., hlm. 78.

(52)

35

sebagai komandan urusan logistik, yaitu bertugas mengurus makanan dan pakaian tentara. Situasi yang tidak aman, dengan tergesa-gesa pergi dari Tiongkok dan terpaksa meninggalkan istri dan seorang anaknya. Oei Tjie Sien sebelum meninggalkan Cina telah mempunyai istri dan seorang anak.17

Oei Tjie Sien merupakan pendatang dari Tiongkok. Pada 1858 dengan menumpang sebuah jung (perahu kecil), ia meninggalkan daerah asalnya dan menetap di Semarang.18 Oei Tjie Sien berasal dari Propinsi Fukien dan termasuk suku Hokkian. Oei Tjie Sien lahir pada tanggal 23 Juni 1835, di desa Li-lim-sia, distrik Toang-An, Kabupaten Tjoan Tjioe, Propinsi Fukien. Ayahnya bernama Oei Tjing Poe dan ibunya bernama Tjan Moay Nio. Ia anak terakhir dari enam bersaudara. Saudara-saudaranya bernama Oei King Tjien, Oei King Taw, Oei Wie Sian, Oei Sien Tjo, dan Oei Ing Soen.19

Oei Tjie Sien tiba di Semarang juga bersama dua saudaranya, yaitu Oei Sien Tjo dan Oei Tjo Pie, yang juga terlibat dalam pemberontakan Taiping. Setelah tiba di Semarang, Oei Sien Tjo menetap di Parakan (Karesidenan Kedu), sedangkan Oei Tjo Pie pergi ke Surakarta. Setelah kedua saudaranya tersebut meninggalkan Semarang, mereka tidak pernah ada kabar lagi.20 Hanya Oei Tjie

17 Oei Hui Lan, Kenang-Kenangan” , dalam Yoshihara Kunio, “Oei Tiong Ham Concern: The First Business Empire of Southeast Asia”, terj. A. Dahana, Konglomerat Oei Tiong Ham: Kerajaan Bisnis pertama di Asia Tenggara,

(Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1991), hlm. 34.

18Liem Tjwan Ling, Raja Gula Oei Tiong Ham, (Surabaya: Liem Tjwan Ling, 1979), hlm. 8.

19

Yoshihara Kunio, op. cit, hlm. 31.

(53)

36

Sien yang berkembang dan menciptakan sejarah, dengan usahanya mendirikan kongsi Kian Gwan di Semarang.

Oei Tjie Sien seorang Cina singkeh, sebagai orang pendatang belum mempunyai keluarga yang besar. Berbeda dengan Cina peranakan, yang sudah mempunyai keluarga besar di Hindia Belanda. Sebelum mempunyai rumah sendiri, Oei Tjie Sien menyewa sebuah rumah sederhana yang juga dimiliki oleh orang Cina. Ia menikahi seorang peranakan Cina bernama Tjan Bien Nio, yang merupakan anak dari pemilik rumah yang di tempatinya.

Oei Tjie Sien setiba di Semarang melakukan usaha berdagang piring, mangkuk porselen, dan beras. Barang-barang dagangannya di jual keliling ke rumah-rumah dengan cara memikulnya. Dalam bukunya Yoshihara Kunio, keadaan tersebut digambarkan sebagai berikut:

dengan simpanannya yang sedikit ia membeli piring dan mangkuk porselen murahan dan menjajakannya dari rumah ke rumah dalam keranjang yang dipikul dengan bambu. Ia berjual beli dan melakukan tawar-menawar dengan amat ulet dan cerdik untuk setiap mata uang tembaga. Kemudian keuntungan yang amat kecil ia tanamkan kembali dengan membeli lebih banyak piring dan mangkuk serta beras dalam bungkusan-bungkusan kecil. Lambat laun, dengan susah payah, Oei Tjie Sien berhasil menabung.21

Setelah banyak mengumpulkan uang dari hasil berdagang piring, mangkuk, dan beras, ia mendirikan sebuah warung makan. Usaha sebelumnya tidak berhenti begitu saja, ia menyewa pekerja untuk membantu berdagang.

Usaha perdagangan yang dilakukan Oei Tjie Sien semakin maju. Selain bisa menyewa orang untuk membantu berdagang, barang-barang dagangannya juga bertambah banyak, dengan menjual menyan dan gambir. Kekayaannya yang

(54)

37

semakin banyak terkumpul, dia berkeinginan mendirikan sebuah persekutuan dagang. Usaha keras yang dilakukan oleh Oei Tjie Sien, sehingga berhasil mendirikan perusahaan dagang dengan nama Kian Gwan.

Pada 1 Maret 1863 Oei Tjie Sien berhasil mendirikan perusahaan dagang Kian Gwan. Awal memulai usahanya dibantu oleh temannya, Ang Tai Lion, yang merupakan teman bekerja Oei Tjie Sien dalam kegiatan perdagangan. Kian Gwan adalah persekutuan dagang, yang merupakan suatu bentuk usaha dagang yang

umum dikalangan orang Cina. Arti dari Kian Gwan tersebut yaitu “Sumber dari

Segala Kesejahteraan”.22

Kian Gwan pada waktu itu sudah cukup maju, jika dibandingkan dengan sekarang setara dengan Perseroan Terbatas.

Awal berdirinya Kian Gwan berusaha melakukan jual beli barang-barang hasil bumi di Hindia Belanda, tetapi yang paling diutamakan adalah perdagangan gula. Kian Gwan mulai berdirinya masih menghadapi adanya Tanam Paksa, yang pada waktu itu peraturan-peraturan mengenai agraria masih bergantung pada pemerintah Hindia Belanda dan penjualan juga masih dimonopoli oleh pemerintah. Segala kegiatan yang dilakukan oleh Kian Gwan selama masa Tanam Paksa masih sangat terbatas.

Setelah diterbitkannya Undang-Undang Agraria 1870 telah membuka Pulau Jawa bagi investasi asing swasta dengan jaminan kebebasan dan keamanan berwirausaha. Hanya orang-orang pribumi yang diperbolehkan memiliki tanah pertanian, tetapi orang-orang asing bisa menyewa dari pemerintah untuk 75 tahun lamanya. Orang-orang Tionghoa yang termasuk golongan timur asing tidak

(55)

38

diperbolehkan memiliki tanah pertanian, sehingga mereka harus menggalang kerja sama dengan orang-orang pribumi agar menyewakan tanahnya kepada pihak pengusaha. Munculnya perusahaan swasta di sektor perkebunan menjadikan semakin banyak kemajuan di Hindia Belanda. Berbagai komoditi hasil perkebunan di Hindia Belanda memainkan peranan besar di pasar Eropa, terbukti dengan meningkatnya ekspor swasta samapi 10 kali lebih besar daripada ekspor pemerintah pada 1885.23 Pembukaan Terusan Suez pada 19 November 1869 juga menjadikan kesempatan untuk wilayah Hindia Belanda semakin dekat dengan perdagangan dunia. Hal itu membuka kesempatan lebih luas pada kegiatan Kian Gwan untuk memajukan kegiatan perdagangannya hingga mancanegara.

Pada 1863 ketika hendak mendirikan Firma Kian Gwan, Oei Tjie Sien sudah memiliki kekayaan 3.000.000 gulden Hindia Belanda pada waktu itu. Leluhur Oei Tjie Sien di Tiongkok asalnya memang sudah kaya-raya.24 Kian Gwan dibawah pimpinan Oei Tjie Sien berkembang dengan pesat, dengan barang dagangannya yaitu menyan, gambir, dan beras. Meluasnya perdagangan gambir yang dilakukan Kian Gwan , hingga nama jalan tempat berdirinya gudang barang dagangannya disebut Gang Gambiran. Selain itu juga mengekspor gula dan tembakau ke Thailand dan Vietnam. Kian Gwan juga melakukan kegiatan impor dari Cina berupa ikan kering, kain, rempah-rempah jamu, dan bahan-bahan makanan.

(56)

39

Oei Tjie Sien berkeinginan untuk membeli tanah di Simongan, yang terdapat Klenteng Sam Po Kong. Tanah tersebut dimiliki oleh Yohanes seorang Yahudi, yang selalu memungut biaya kepada orang-orang Tionghoa ketika akan berkunjung ke klenteng tersebut. Setiap pengunjung yang datang dipungut biaya 50 sen, sebagai uang pajak. Jika pengunjung tidak membayar uang kepada orang Yahudi itu, maka tidak diperbolehkan untuk masuk ke klenteng gedung batu tersebut.25 Tindakan tersebut menimbulkan ketidaksenangan Oei Tjie Sien terhadap pemilik tanah Simongan.

Usahanya yang cukup maju dan telah memiliki uang yang cukup, kemudian Oei Tjie Sien berhasil membeli tanah di Simongan. Tanah Simongan setelah menjadi milik Oei Tjie Sien, maka bebaslah orang-orang Tionghoa untuk berkunjung ke klenteng Sam Po Kong, tanpa dikenai uang pajak. Keinginan Oei Tjie Sien untuk memiliki tanah Simongan tersebut akhirnya terkabul. Ia kemudian menempati gedung yang semula di tempati oleh orang Yahudi.

Oei Tjie Sien meninggal dunia pada 1900, karena sakit jantung. Tempat penguburannya di daerah Penggiling. Makamnya telah dipersiapkan sebelumnya pada 1880, setelah mendapat ijin untuk tinggal di daerah Simongan. Tahun 1900 Oei Tiong Ham selanjutnya menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pimpinan perusahaan, yang pada waktu itu usianya 34 tahun (1866-1900).

Pandangan Oei Tjie Sien dalam dunia perdagangan cukup tajam, ia juga dapat melihat gelagat terhadap anaknya. Tepat dalam memilih diantara anak-anaknya yang dapat diandalkan untuk memimpin perusahaannya sampai

(57)

40

temurun. Pilihan itu jatuh kepada Oei Tiong Ham, sedangkan anak-anaknya yang lain diberi tanah-tanah yang tidak memerlukan kecerdasan dagang. Suatu keputusan yang tepat dan kebijakan Oei Tjie Sien sebagai seorang ayah.26 Terbukti dengan terpilihnya Oei Tiong Ham sebagai penerus pimpinan perusahaan, perkembangan Kian Gwan sukses menjadi perusahaan yang mendunia.

C. Peraturan Pemerintah Kolonial Terhadap Orang Cina

Selaras dengan perkembangan wilayah Hindia Belanda, akhir abad XIX di Eropa sedang semarak tuntutan akan liberalisme di segala bidang. Tuntutan liberalisme ini sebagai hasil dari perkembangan kapitalisme yang sedang menuju puncaknya, sebagai kelanjutan dari revolusi industri. Kapitalisme ini bukan hanya membawa banyak kemajuan di sektor industri tetapi juga menimbulkan kelas-kelas baru di dalam masyarakat. Jika di masyarakat feodal sebelumnya hanya ada kelas pemilik tanah dan kaum petani, maka di masyarakat kapitalis timbul kelas-kelas baru antara lain kelas-kelas borjuasi pemilik modal, kelas-kelas borjuasi kecil atau menengah yang pada umumnya menjadi golongan intelektual yang kritis dan kelas buruh.27

Kedudukan Cina perantauan di Indonesia sudah sejak lama dimanfaatkan oleh orang Eropa sebagai bagian terpenting dalam rantai distribusi, perdagangan eceran maupun sebagai pembeli hasil pertanian untuk dijual kembali kepada

26

Ibid, hlm. 10.

Gambar

Tabel I Presentase Jumlah Orang Cina di Jawa 1906-1910
Tabel III Jumlah Ekspor Gula OTHC Tahun 1911-1915
Tabel IV Hasil Produksi Gula OTHC Tahun 1931
Tabel Upah Buruh Tahun 1900, 1921 dan 1931
+5

Referensi

Dokumen terkait