• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbup Nomor 29 Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbup Nomor 29 Tahun 2013"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

B U P A T I B I M A

PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 29 TAHUN 2013

TENTANG

PEDOMAN PENEMPATAN, PEMBERHENTIAN, PENGEMBANGAN KARIER, DAN DISIPLIN TENAGA HONORER DAERAH

LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BIMA,

Menimbang : a. bahwa sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan tertib pemerintah yang baik dan dalam rangka menindaklanjuti perkembangan situasi dan keadaan di lapangan khususnya dikalangan Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima, dipandang perlu untuk dibuatkan pedoman mengenai Penempatan, Pemberhentian, Pengembangan Karier, dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Penempatan, Pemberhentian, Pengembangan Karier, dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah- Daerah Tingkat II dan Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Nomor 122 Tahun 1958, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1655); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Nomor 169 tahun 1999, tambahan Lembaran Negara Nomor 3839 Tahun 1999);

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Nomor 53 tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara 4389);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Nomor 125 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Nomor 54 Tahun 2005 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2952);

(2)

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menenah Daerah Kabupaten Bima Tahun 2006-2010;

11 .

Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Daerah Kabupaten Bima; 12

.

Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 3 Tahun 2008 jo. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pembentukan Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PENEMPATAN, PEMBERHENTIAN, PENGEMBANGAN KARIER, DAN DISIPLIN TENAGA HONORER DAERAH LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bima;

2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;

4. Kepala Daerah adalah Bupati Bima;

5. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah adalah Bupati Bima;

6. Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai berdasarkan peraturan perundang-undangan atau kewenangan yang diberikan oleh pejabat Pembina Kepegawaian;

7. Pejabat yang berwenang memberikan cuti adalah Kepala SKPD;

8. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah satuan kerja perangkat daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Bima;

(3)

yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau organisasi;

10. Badan Kepegawaian Daerah yang selanjutnya disingkat BKD adalah SKPD Pemerintah Kabupaten Bima yang membidangi masalah kepegawaian;

11. Inspektorat adalah Inspektorat Kabupaten Bima;

12. Tenaga Honorer Daerah adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah berupa Honorer Daerah, Honor Kontrak Daerah atau Pejabat berwenang baik guru maupun non guru yang gajinya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

13. Penempatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memutuskan tepat atau tidaknya Tenaga Honorer Daerah ditempatkan pada suatu organisasi/Unit Kerja sesuai dengan minat dan kemampuannya, sehingga sumber daya manusia yang ada menjadi produktif;

14. Pemindahan adalah penempatan/penugasan Tenaga Honorer Daerah pada instansi/unit kerja yang satu kepada unit kerja lainnya dalam rangka pelaksanaan tugas lingkup Pemerintah Kabupaten Bima;

15. Pemberhentian adalah berubahnya status Kepegawaian Tenaga Honorer Daerah menjadi bukan Tenaga Honorer Daerah berdasarkan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian;

16. Pengembangan karier adalah tindakan menuju pada perubahan karier Tenaga Honorer Daerah;

17. Disiplin adalah hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban, larangan dan sanksi bagi Tenaga Honorer Daerah;

18. Hukuman Disiplin adalah tindakan yang diambil oleh pejabat yang berwenang kepada Tenaga Honorer Daerah karena melanggar peraturan perundang-undangan;

19. Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diijinkan dalam jangka waktu tertentu.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2

(1) Peraturan ini dibuat dengan maksud untuk memberikan kepastian hukum dalam Penempatan, Pemberhentian, Pengembangan Karier, dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima.

(2) Peraturan sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan sebagai pedoman dalam Penempatan, Pemberhentian, Pengembangan Karier, dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima oleh Pejabat yang berwenang.

BAB III PENEMPATAN

Pasal 3

(1) Tenaga Honorer Daerah ditempatkan di SKPD lingkup Pemerintah Kabupaten Bima atau di luar Perangkat Daerah Kabupaten Bima yang bersifat dipekerjakan atau diperbantukan.

(2) Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB IV

(4)

Pasal 4 Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan : a. Dengan hormat.

b. Tidak dengan hormat.

Pasal 5

(1) Setiap Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan dengan hormat, apabila : a. atas permintaan sendiri;

b. tidak sehat jasmani dan rohani;

c. diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil; d. meninggal dunia;

e. karena kebutuhan organisasi; f. mencapai batas usia pensiun.

(2) Diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan uang pesangon sebesar 3 (tiga) bulan gaji kecuali pemberhentian karena diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil;

(3) Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 6

Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan tidak dengan hormat apabila melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 32 peraturan ini.

Bagian Kesatu

Pemberhentian atas Permintaan Sendiri Pasal 7

Pemberhentian Tenaga Honorer Daerah atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dilakukan dengan mengajukan permintaan tertulis kepada Bupati, mengetahui Kepala SKPD disertai dengan alasan-alasan yang jelas.

Bagian Kedua

Pemberhentian karena Tidak Sehat Jasmani dan Rohani Pasal 8

(1) Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan dengan hormat karena tidak sehat jasmani dan rohani.

(2) Tidak sehat jasmani dan rohani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keadaan dimana Tenaga Honorer Daerah tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter pemerintah dan diusulkan oleh Kepala SKPD.

Bagian Ketiga

Pemberhentian karena diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil

(5)

(1)Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

(2)Diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan uang pesangon.

Bagian Keempat

Pemberhentian karena Meninggal Dunia Pasal 10

(1) Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia.

(2) Usulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala SKPD secara tertulis melalui BKD Kabupaten Bima dengan melampirkan laporan/keterangan kematian Tenaga Honorer Daerah dimaksud.

Bagian Kelima

Pemberhentian karena Kebutuhan Organisasi Pasal 11

(1) Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena adanya penyederhanaan organisasi atau kebutuhan organisasi.

(2) Diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Keenam

Pemberhentian karena Mencapai Batas Usia Pensiun Pasal 12

(1)Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena mencapai batas usia pension (BUP).

(2)Batas usia pensiun (BUP) bagi Tenaga Honorer Daerah adalah diatur sebagai berikut :

a. Tenaga teknis administrasi 56 tahun.

b. Tenaga kesehatan 56 tahun, kecuali Dokter 60 tahun. c. Tenaga guru 60 tahun.

(3)Batas usia pensiun (BUP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatas “dapat” berubah apabila ada perubahan peraturan perundang-undangan yang lebih atas yang disesuaikan dengan pengaturan usia pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil.

BAB V

PENGEMBANGAN KARIER Pasal 13

Tenaga Honorer Daerah dapat dikembangkan kariernya berupa :

a. diberikan ijin/rekomendasi untuk mengikuti pendidikan formal pada berbagai jenjang strata dalam wilayah Kabupaten/Kota Bima melalui jalur ijin belajar; b. diikutsertakan dalam diklat teknis dan fungsional lainnya sesuai bidang tugas

(6)
(7)

BAB VI

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN Pasal 14

(1) Tenaga Honorer Daerah dapat diikutsertakan dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan tujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu keahlian, kemampuan dan keterampilan dengan penugasan oleh pejabat yang berwenang.

(2) Jenis Pendidikan dan Pelatihan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan berdasarkan analisis kebutuhan organisasi.

BAB VII

GAJI, KEWAJIBAN DAN LARANGAN SERTA HAK TENAGA HONORER DAERAH

Pasal 15

Gaji Tenaga Honorer Daerah dibayarkan pada setiap bulan yang bersumber dari APBD Kabupaten Bima.

Pasal 16

Dalam menjalankan tugasnya Tenaga Honorer Daerah mempunyai kewajiban : 1. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah;

2. mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;

4. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah dan martabat Tenaga Honorer Daerah;

5. mengutamakan kepentingan negara dari pada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan;

6. memegang rahasia pekerjaan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan;

7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara;

8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau pemerintah terutama dibidang keamanan, keuangan dan materiil;

9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja; 10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;

11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya;

12. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat;

13. mentaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;

Pasal 17

Dalam menjalankan tugasnya Tenaga Honorer Daerah dilarang: 1. menyalahgunakan wewenang;

2. menjadi perantara untuk mandapakan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewennangan orang lain;

(8)

4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;

5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;

6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;

7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun yang berhubungan dengan pekerjaannya;

8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan pekerjaannya;

9. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga

a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye:

b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut pegawai;

c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan pegawai lain; dan/atau d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;

12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara: a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau

merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap

pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan atau pemberian barang kepada pegawai lainnya dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat;

13. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto copi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundng-undangan; dan 14. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,

dengan cara:

a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

b. menggunakan fasilitas negara dalam kegiatan kampanye;

c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap

pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada pegawai lainnya dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Pasal 18

(1) Setiap Tenaga Honorer Daerah yang tertimpa musibah atau kecelakaan dalam menjalankan tugas dinasnya dan/atau menjalankan kewajibannya berhak memperoleh biaya perawatan yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah;

(9)

tugas kedinasannya berhak memperoleh uang duka tewas atau wafat yang nilainya sebesar 4 (empat) kali gaji yang diterima ahli warisnya;

(3) Pengajuan biaya perawatan dan uang duka tewas atau wafat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diusulkan oleh Kepala SKPD kepada Bupati cq. Kabag Keuangan.

BAB VIII CUTI Pasal 19

(1) Setiap Tenaga Honorer Daerah berhak untuk mendapatkan cuti. (2) Pejabat yang memberikan cuti adalah Kepala SKPD.

Pasal 20 Jenis cuti terdiri dari :

a. Cuti Tahunan; b. Cuti Sakit; c. Cuti Bersalin;

d. Cuti Karena Alasan Penting; e. Cuti di luar Tanggungan Negara.

Bagian Kesatu Cuti Tahunan

Pasal 21

(1) Cuti tahunan dapat diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang telah bekerja sekurang-kurangnya satu tahun secara terus menerus;

(2) Lamanya cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 12 (dua belas) hari kerja diberikan sebanyak 1 (satu) kali setahun atau dapat diambil bersamaan dalam 2 (dua) tahun apabila pada tahun sebelumnya cuti tahunan tidak diambil;

(3) Lama cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas ) hari kerja jika cuti dijalankan di tempat yang sulit perhubungannya.

(4) Untuk mendapatkan Cuti Tahunan Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung.

(5) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh Pejabat yang berwenang memberikan cuti.

(6) Cuti tahunan ini tidak berlaku bagi Tenaga Honorer Daerah yang berstatus guru.

Bagian Kedua Cuti Sakit

Pasal 22

(1) Cuti sakit dapat diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang sakit lebih dari 3 (tiga) hari dengan ketentuan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan sakit dari dokter;

(2) Lamanya cuti sakit disesuaikan dengan besar kecilnya penyakit yang diderita oleh Tenaga Honorer Daerah dimaksud untuk paling lama 6 (enam) bulan;

(10)

diperpanjang cutinya paling lama 6 (enam) bulan lagi;

(4) Tenaga Honorer Daerah yang diyakini tidak dapat menjalankan tugasnya seperti sedia kala karena kondisi kesehatannya tidak membaik setelah diberikan cuti dan penambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), oleh Kepala SKPD dapat direkomendasikan untuk diberhentikan dengan hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah.

(5) Kondisi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuktikan dengan keterangan dari dokter.

(6) Cuti sakit diberikan secara tertulis oleh Pejabat yang berwenang memberikan cuti.

Pasal 23

Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Tenaga Honorer Daerah berhak untuk mendapatkan gaji secara penuh.

Bagian Ketiga Cuti Bersalin

Pasal 24

(1) Cuti bersalin diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang melahirkan anak pertama, kedua dan ketiga, kecuali untuk persalinan anak keempat dan seterusnya Tenaga Honorer Daerah diberikan cuti diluar tanggungan Negara; (2) Lamanya cuti bersalin adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan

sesudah persalinan.

(3) Cuti bersalin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diambil dalam satu waktu bersamaan.

(4) Apabila cuti 1 (satu) bulan sebelum melahirkan tidak diambil, maka gugurlah haknya akan 1 (satu) bulan dimaksud.

(5) Untuk mendapatkan Cuti Bersalin Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung.

(6) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh Pejabat yang berwenang memberikan cuti.

Pasal 25

Selama menjalankan cuti bersalin Tenaga Honorer Daerah berhak menerima penghasilan/gaji secara penuh.

Bagian Keempat

Cuti karena Alasan Penting Pasal 26

Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting adalah cuti karena:

a. ibu, bapak, isteri/suami, anak, adik, kakak, mertua atau menantu sakit keras atau meninggal dunia;

b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a meninggal dunia menurut ketentuan hukum yang berlaku Tenaga Honorer Daerah yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu;

c. melangsungkan perkawinan pertama;

d. menunaikan ibadah haji dan/atau alasan penting lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.

(11)

(1) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh Pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan.

(2) Untuk mendapatkan Cuti karena alasan penting, Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung.

(3) Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh Pejabat yang berwenang memberikan cuti.

Bagian Kelima

Cuti di Luar Tanggungan Negara Pasal 28

(1) Cuti di luar tanggungan Negara diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah yang telah bekerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun secara terus menerus karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak.

(2) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan bagi Tenaga Honorer Daerah yang mengikuti suami atau isteri yang bekerja sebagai duta besar untuk negara asing.

(3) Lamanya cuti di luar tanggungan negara dapat diberikan untuk paling lama 4 (empat) tahun, kecuali bagi Tenaga Honorer Daerah yang melahirkan anak keempat dan seterusnya paling lama 3 (tiga) bulan.

(4) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan negara, Tenaga Honorer Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat yang berwenang memberikan cuti dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari atasan langsung.

(5) Cuti di luar tanggungan negara hanya dapat diberikan dengan surat keputusan Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah mendapat persetujuan dari Bupati.

Pasal 29

Tenaga Honorer Daerah yang mengambil cuti di luar tanggungan negara tidak diberikan hak-hak kepegawaian, termasuk gaji selama menjalani cuti dimaksud.

BAB IX

JENIS PELANGGARAN DAN HUKUMAN DISIPLIN Bagian Kesatu

Pelanggaran Disiplin Ringan Pasal 30

(1) Setiap Tenaga Honorer Daerah dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin ringan apabila :

a. tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selam 5 (lima) hari kerja.

b. tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6-10 (enam s/d sepuluh) hari kerja.

(12)

(2) Terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi hukuman disiplin ringan berupa :

a. Pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran lisan.

b. Pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dijatuhi hukuman disiplin berupa teguran tertulis.

c. Pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dijatuhi hukuman disiplin berupa pernyataan tidak puas secara tertulis.

Bagian Kedua

Pelanggaran Disiplin Sedang Pasal 31

(1) Setiap Tenaga Honorer Daerah dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin sedang apabila tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) hari kerja atau lebih.

(2) Pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan absensi kehadiran dan hasil monitoring dan evaluasi dari Kepala SKPD.

(3) Terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi hukuman disiplin berupa penahanan gaji selama 1 (satu) bulan.

(4) Penahanan gaji tenaga honorer daerah dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(5) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud ayat (4) ditetapkan berdasarkan rekomendasi dari Kepala SKPD.

(6) Setelah masa hukuman selesai, pembayaran gaji Tenaga Honorer Daerah akan dikembalikan seperti semula, dan sejumlah gaji yang ditahan dimaksud dikembalikanke kas daerah oleh Bendahara Gaji masing-masing SKPD atas sepengetahuan Kepala SKPD.

Bagian Ketiga

Pelanggaran Disiplin Berat Pasal 32

(1) Setiap Tenaga Honorer Daerah dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin berat apabila :

a. tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh enam) hari kerja atau lebih secara kumulatif, dibuktikan dengan absensi kehadiran atau hasil monitoring dan evaluasi dari Inspektorat dan BKD. b. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan karena melakukan

tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal 5 (lima) tahun penjara yang merupakan putusan/petikan putusan Ketua Pengadilan Negeri.

c. hidup bersama dengan wanita yang bukan isterinya atau pria lain yang bukan suaminya di luar nikah dan bukan sebagai pasangan suami isteri yang sah.

d. menjadi isteri kedua, ketiga, dan keempat dari Pegawai Negeri Sipil atau bukan Pegawai Negeri Sipil tanpa alasan yang jelas.

(13)

isteri dan atasan, kecuali adanya ijin tertulis dari isteri pertama.

f. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa atau aparat desa secara definitif. g. merangkap sebagai wartawan dari salah satu atau lebih media, baik

wartawan lokal maupun luar.

h. melakukan penyelewengan terhadap pancasila, UUD 1945 dan kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah.

i. menjadi anggota atau pengurus partai politik dan/atau mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau mencalonkan diri sebagai calon Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota atau jabatan politik yang lebih tinggi.

(2) Terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi hukuman disiplin berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah.

BAB X

TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN Bagian Kesatu

Teguran Lisan, Teguran Tertulis,

dan Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis Pasal 33

(1) Teguran lisan diberikan melalui :

a. Kepala SKPD memberitahukan kepada Tenaga Honorer Daerah tentang pelanggaran disiplin yang telah dilakukan;

b. Pemberitahuan tersebut dinyatakan secara tegas sebagai hukuman disiplin.

(2) Teguran tertulis ditetapkan dengan keputusan Kepala SKPD dan didalamnya disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan.

(3) Pernyataan tidak puas secara tertulis ditetapkan dengan keputusan Kepala SKPD dan didalamnya disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan.

(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) dilaporkan secara tertulis oleh Kepala SKPD kepada BKD.

Bagian Kedua

Pemberhentian Tidak dengan Hormat Pasal 34

(1) Bagi Tenaga Honorer Daerah yang diberhentikan Tidak dengan Hormat ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan didalamnya disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan.

(2) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi dari Inspektorat dan BKD.

(3) Tenaga Honorer Daerah yang diberhentikan Tidak Dengan Hormat tidak diberikan uang pesangon.

BAB XI

(14)

(1) Peraturan ini disamping berlaku untuk Tenaga Honorer Daerah, juga berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap (PTT) Daerah dan juga Pegawai Honor Kontrak Daerah;

(2) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 36

Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Bupati Bima Nomor 5 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengangkatan, Penempatan, Pemberhentian dan Pengaturan Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima dan peraturan lain yang bertentangan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 37

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Bima.

Ditetapkan di : Bima

Pada tanggal : 14 Nopember 2013

BUPATI BIMA,

H. FERRY ZULKARNAIN

BERITA DAERAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2013 NOMOR 29 Diundangkan di : Bima

Pada tanggal : 14 Nopember 2013

Plt. Sekretaris Daerah Kabupaten Bima,

Referensi

Dokumen terkait

Untuk penertiban dan kepastian hukum bagi bangunan yang telah berdiri tetapi tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan maka dilakukan pemutihan retribusi dengan ketentuan sebagai

juga menjadi alasan tidak dioptimalkannya peran dari Satpol PP Kota Pekanbaru didalam menjalankan tugasnya sebagau petugas pelaksana Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002

Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugasnya memberikan Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum yang menjadi tanggung

(1) Setiap Tenaga Honorer/Kontrak Daerah dinyatakan telah melakukan pelanggaran disiplin sedang apabila tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas)

a. Presidium Sidang tiga wajib menggantikan posisi Presidium dua apabila Presidium dua tidak mampu menjalankan tugasnya, tanpa melupakan kewajiban sebagai Presidium tiga. Presidium

Tenaga Kesehatan dan/atau petugas pelayanan Puskesmas Apung, Tim Yankes Pulau-Pulau Kecil dan Tim Yankes Daerah Terpencil dalam melaksanakan tugasnya ditetapkan

Perpanjangan IMTA adalah izin yang diberikan oleh Bupati melalui Dinas atau Pejabat yang ditunjuk kepada Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing sesuai dengan

Khusus bagi Dokter yang telah selesai menjalani masa bakti sebagai pegawai tidak tetap, dan pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005, telah menjadi tenaga