• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 3. Analisis Data. telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juni Ada pun responden dari penelitian ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 3. Analisis Data. telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juni Ada pun responden dari penelitian ini"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

23

Bab 3

Analisis Data

Pada bab 3 ini, penulis akan menganalisis data berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013. Ada pun responden dari penelitian ini merupakan mahasiswa-mahasiswa semester dua jurusan Sastra Jepang BINUS University. Penelitian dilakukan untuk mengetahui keefektifan penggunaan metode shadowing dalam mempelajari menyimak Bahasa Jepang.

Analisis data pada bab ini akan dibagi menjadi tiga sub-bab, yang terdiri atas analisis hasil belajar masing-masing responden selama tiga kali pertemuan penelitian, analisis pre test dan post test grup responden yang diberi perlakuan berbeda, dan juga analisis hubungan metode shadowing dengan teori yang digunakan penulis.

Dalam penelitian ini, penulis mengadakan tiga kali pertemuan di luar pre test dan

post test berisikan materi pembelajaran yang diikuti latihan untuk mengumpulkan data

hasil pembelajaran para responden. Pada pertemuan pertama, para responden diberikan

pre test. Pada pertemuan kedua sampai keempat, para responden diberikan materi

pembelajaran shadowing berupa audio percakapan natural orang Jepang (namachuukei)

sebanyak satu adegan yang diambil dari buku “Kiite Oboeru Hanashikata: Nihongo

Namachuukei” dengan mempertimbangkan waktu yang tidak terlalu banyak agar proses

pembelajaran menjadi lebih efektif. Kemudian, penulis mengadakan treatment tes kecil

mengenai audio yang baru saja diputarkan. Terakhir, pada pertemuan kelima para

responden diberikan post test. Pre test dan post test memakan waktu sekitar 30 menit,

dan pembelajaran memakan waktu 1 SKS atau sekitar 50 menit.

(2)

24

Kemudian, soal-soal pre test dan post test yang penulis berikan kepada responden berasal dari soal-soal menyimak pada ujian JLPT (Japanese Language Proficiency Test) atau disebut juga Nihongo Nouryoku Shiken level 4 tahun 2005. Soal ini terbagi menjadi dua bagian. Soal bagian pertama ditujukan untuk melihat kemampuan responden dalam mengisi soal isian dan mencocokkannya dengan pilihan gambar yang ada. Soal pada bagian pertama ini sesuai dengan tujuan pembelajaran menurut taksonomi Bloom, yaitu ingatan dan penerapan. Soal bagian kedua ditujukan untuk melihat kemampuan responden dalam memilah informasi dari suatu percakapan, dan memilih mana yang tepat sesuai dengan konteks. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran menurut taksonomi Bloom yaitu pemahaman.

3.1 Analisis Statistik Grup Responden

Secara keseluruhan, penulis melakukan penelitian terhadap empat puluh orang responden yang dibagi menjadi dua grup. Grup pertama berjumlah dua puluh orang yang diberikan perlakuan menggunakan metode shadowing. Grup kedua dengan jumlah yang sama yakni dua puluh orang, tidak diberikan perlakuan shadowing. Berikut akan dijabarkan analisis dari kedua grup tersebut.

3.1.1 Analisis Grup Kelas Eksperimen

Responden Nilai Pre Test Nilai Post Test

Responden 1 84 92

Responden 2 76 84

(3)

25

Responden 3 64 76

Responden 4 92 100

Responden 5 76 80

Responden 6 76 80

Responden 7 32 56

Responden 8 44 48

Responden 9 80 80

Responden 10 56 88

Responden 11 92 100

Responden 12 68 84

Responden 13 60 76

Responden 14 76 96

Responden 15 80 92

Responden 16 72 92

Responden 17 92 100

Responden 18 88 92

(4)

26

Responden 19 84 88

Responden 20 72 80

Tabel di atas menjelaskan perubahan nilai yang dicapai oleh kelas eksperimen setelah melakukan proses pembelajaran menggunakan metode shadowing. Berikut penulis tampilkan grafik dari tabel di atas agar terlihat jelas perkembangan dari responden.

Gambar 3.1.1.1 Hasil Pre Test dan Post Test Responden Dengan Metode Shadowing

Grafik di atas menunjukkan hasil pre test dan post test dari kelas eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan metode shadowing. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa responden yang mengalami peningkatan paling besar adalah responden nomor 10 dengan tingkat peningkatan sebanyak 32 poin yakni dari nilai 56 menjadi 88.

Sedangkan responden yang mengalami peningkatan terkecil adalah responden nomor 5,

(5)

27

6, 8, 18, dan 19 dengan tingkat kenaikan hanya sebesar 4 poin. Ada satu orang responden yang nilainya tidak mengalami peningkatan maupun penurunan dari pre test ke post test, yaitu responden nomor 9.

Kemudian, penulis juga melakukan uji statistik deskriptif untuk mengetahui nilai rata-rata dua puluh responden tersebut. Hasil analisis dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 3.1.1.1 Statistik Deskripsi Responden Dengan Metode Shadowing

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Nilai Pre Test kelas Eksperimen 20 32 92 73.20 15.847 Nilai Post Test Kelas Eksperimen 20 48 100 84.20 13.516

Valid N (listwise) 20

Sumber: hasil analisis data penelitian Mei-Juni 2013 dengan SPSS

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata responden pada pre test adalah sebesar 73,20 dan nilai rata-rata mereka pada post test adalah 84,20. Dari nilai rata-rata ini terlihat bahwa nilai responden setelah melakukan proses pembelajaran dengan shadowing mengalami kenaikan sebesar 11 poin.

Untuk mendukung akurasi dari penelitian ini, penulis juga melakukan uji peringkat bertanda Wilcoxon. Pada uji ini terdapat dua hipotesis yaitu:

1. Hipotesis nol (H

0

): tidak ada perbedaan hasil pre test dan post test dari

responden setelah belajar dengan menggunakan metode shadowing.

(6)

28

2. Hipotesis alternatif (H

1

): ada perbedaan hasil pre test dan post test, di mana hasil post test para responden lebih besar daripada hasil pre test-nya setelah belajar dengan metode shadowing.

Uji ini menggunakan tingkat signifikansi 0,05 di mana H

0

akan diterima bila α >

0,05. Sebaliknya, jika α ≤ 0.05 maka H

0

ditolak dan H

1

akan diterima. Daerah penerimaan dan penolakan hipotesis digambarkan pada grafik berikut ini.

Gambar 3.1.1.2 Grafik Pengambilan Hipotesis

Tolak H0 Terima H0

0 0,05 0,1

Sumber : Santoso, 2006: 358

Penulis juga melakukan uji peringkat bertanda Wilcoxon melalui program SPSS yang kemudian menghasilkan tabel-tabel sebagai berikut.

Tabel 3.1.1.2 Ranking Responden Dengan Metode Shadowing

N Mean Rank Sum of Ranks Nilai Post Test Kelas

Eksperimen - Nilai Pre Test kelas Eksperimen

Negative Ranks 0

a

.00 .00

Positive Ranks 19

b

10.00 190.00

Ties 1

c

Total 20

(7)

29

a. Nilai Post test Kelas Eksperimen < Nilai Pre Test kelas Eksperimen

b. Nilai Post test Kelas Eksperimen > Nilai Pre Test kelas Eksperimen c. Nilai Post test Kelas Eksperimen = Nilai Pre Test kelas Eksperimen

Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian Mei – Juni 2013 dengan SPSS

Dari hasil tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat sembilan belas responden yang hasil post test-nya lebih besar dari nilai pre test-nya (Positive Ranks), satu responden yang nilai pre test dan post test-nya tidak mengalami perubahan (Ties), dan nol responden yang mengalami penurunan nilai dari pre test ke post test (Negative Ranks).

Tabel 3.1.1.3 Tingkat Signifikansi Responden Dengan Metode Shadowing

Nilai Post Test Kelas Eksperimen - Nilai Pre Test kelas Eksperimen

Z -3.846

a

Asymp. Sig. (1-tailed) .000

Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian Mei – Juni 2013 dengan SPSS

Pada tabel uji peringkat bertanda Wilcoxon yang kedua, diperoleh tingkat

signifikansi (α) sebesar 0,000. Dikarenakan 0,000 < 0,05 , maka sesuai dengan aturan

hipotesis yang telah ditetapkan, maka H

0

ditolak dan H

1

diterima. Dari hasil uji ini

diperoleh hasil post test responden kelas eksperimen ini lebih besar dari pre test-nya. Hal

ini membuktikan bahwa metode shadowing dapat meningkatkan hasil pembelajaran

menyimak.

(8)

30

Gambar 3.1.1.3 Grafik Pengambilan Hipotesis Responden dengan Metode

Shadowing

Tolak H

0

Terima H

0

0 0,05 0,1 α = 0,000 Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian Mei – Juni 2013 dengan SPSS

Menurut Karasawa (2010: 209), shadowing bukanlah mekanisme pengulangan

kata-kata seperti halnya burung beo, akan tetapi lebih pada sebuah kegiatan yang sangat

kuat nilai kognitifnya karena pembelajar harus mengikuti perkataan si pembicara,

mengucapkannya lagi dengan jelas, dan dalam waktu bersamaan pembelajar juga harus

mendengar materi. Berdasarkan definisi ini, shadowing membuat pembelajar berinisiatif

mencari pengalaman belajarnya sendiri secara aktif, yang membuat inti dari metode ini

adalah pembelajar, bukan pengajar, sehingga shadowing termasuk ke dalam konsep

Student-Centered Learning. Menurut Froyd (2009: 3), ada satu faktor kenapa konsep

Student-Centered Learning kebanyakan berhasil diterapkan, adalah karena konsep ini

menyenangkan. Pembelajar diberi kebebasan mengembangkan sendiri cara belajar

mereka, sehingga motivasi datang dari diri mereka sendiri.

(9)

31

3.1.2 Analisis Grup Kelas Non Eksperimen

Responden Nilai Pre Test Nilai Post Test

Responden 1

60

68

Responden 2 80 64

Responden 3 88 76

Responden 4 72 72

Responden 5 72 60

Responden 6 76 72

Responden 7 76 80

Responden 8 44 56

Responden 9 76 80

Responden 10 64 60

Responden 11 92 92

Responden 12 64 80

Responden 13 68 76

Responden 14 44 64

(10)

32

Responden 15 84 84

Responden 16 84 84

Responden 17 76 64

Responden 18 52 88

Responden 19 84 76

Responden 20 80 96

Tabel di atas menjelaskan perubahan nilai yang dicapai oleh kelas non- eksperimen (kelas kontrol) setelah melakukan proses pembelajaran menggunakan metode shadowing. Berikut penulis tampilkan grafik dari tabel di atas agar terlihat jelas perkembangan dari responden.

Gambar 3.1.2.1 Hasil Pre Test dan Post Test Responden tanpa Metode

Shadowing

(11)

33

Grafik di atas menunjukkan hasil pre test dan post test dari kelas non eksperimen yang tidak diajarkan dengan metode shadowing. Dapat dilihat responden yang mengalami peningkatan terbesar adalah responden nomor 18 dengan kenaikan sebesar 36 poin yakni dari nilai 52 menjadi 88. Responden yang mengalami kenaikan paling kecil adalah responden nomor 7 dan 9, dengan kenaikan sebesar 4 poin. Responden yang tidak mengalami perubahan nilai adalah responden nomor 4, 11, 15, dan 16. Sebaliknya, dari 20 orang responden tersebut terdapat tujuh orang yang mengalami penurunan nilai.

Penurunan nilai terbesar dialami oleh responden nomor 2 yaitu sebanyak 16 poin, dan penurunan terkecil dialami oleh responden nomor 6 dan 10, yaitu sebanyak 4 poin.

Kemudian, penulis juga melakukan analisis statistik deskriptif untuk mengetahui nilai rata-rata dua puluh responden tersebut. Hasil analisis dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 3.1.2.1 Statistik Deskripsi Responden Tanpa Metode Shadowing

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Nilai Pre Test Kelas Non

Eksperimen

20 44 92 71.80 13.640

Nilai Post Test Kelas Non Eksperimen

20 56 96 74.60 11.185

Valid N (listwise) 20

Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian Mei - Juni 2013 dengan SPSS

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata responden pada pre

test adalah sebesar 71,80 dan nilai rata-rata mereka pada post test adalah 74.60. Dari

(12)

34

nilai rata-rata ini terlihat bahwa nilai responden setelah melakukan proses pembelajaran dengan shadowing mengalami kenaikan sebesar 2,8 poin.

Untuk mendukung akurasi dari penelitian ini, penulis juga melakukan uji peringkat bertanda Wilcoxon. Pada uji ini terdapat dua hipotesis yaitu:

1. Hipotesis nol (H

0

): tidak ada perbedaan hasil pre test dan post test dari responden setelah belajar dengan menggunakan metode shadowing.

2. Hipotesis alternatif (H

1

): ada perbedaan hasil pre test dan post test, yakni hasil post test para responden lebih besar daripada hasil pre test-nya setelah belajar dengan metode shadowing.

Uji ini menggunakan tingkat signifikansi 0,05 maka H

0

akan diterima bila α >

0,05. Sebaliknya, jika α ≤ 0.05 maka H

0

ditolak dan H

1

akan diterima. Daerah penerimaan dan penolakan hipotesis digambarkan pada grafik berikut ini.

Gambar 3.1.2.2 Grafik Pengambilan Hipotesis Tolak H

0

Terima H

0

0 0,05 0,1

Sumber : Santoso (2006:358)

Penulis juga melakukan uji peringkat bertanda Wilcoxon melalui program SPSS

yang kemudian menghasilkan tabel-tabel sebagai berikut.

(13)

35

Tabel 3.1.2.2 Ranking Responden Tanpa Metode Shadowing

N Mean Rank Sum of Ranks Nilai Post Test Kelas Non

Eksperimen - Nilai Pre Test Kelas Non Eksperimen

Negative Ranks 7

a

7.50 52.50

Positive Ranks 9

b

9.28 83.50

Ties 4

c

Total 20

a. Nilai Pre Test Kelas Non Eksperimen < Nilai Pre Test Kelas Non Eksperimen b. Nilai Pre Test Kelas Non Eksperimen > Nilai Pre Test Kelas Non Eksperimen c. Nilai Pre Test Kelas Non Eksperimen = Nilai Pre Test Kelas Non Eksperimen Sumber : Hasil Analisis Data Penelitian Mei - Juni 2013 dengan SPSS

Dari hasil tabel di atas, dapat dilihat bahwa terdapat tujuh responden yang hasil post test-nya lebih besar dari nilai pre test-nya (Positive Ranks), sembilan responden yang mengalami penurunan nilai dari pre test ke post test (Negative Ranks), serta empat responden yang nilai pre test dan post test-nya tidak mengalami perubahan (Ties).

Tabel 3.1.2.3 Tingkat Signifikansi Responden Tanpa Metode Shadowing

Nilai Post Test Kelas Non Eksperimen - Nilai Pre Test Kelas

Non Eksperimen

Z -.805

a

Asymp. Sig. (1-tailed) .421

Sumber : Hasil Analisis Data Penelitian Mei – J uni 2013 dengan SPSS

Pada tabel kedua hasil uji peringkat bertanda Wilcoxon, diperoleh

tingkat signifikansi (α) sebesar 0,421. Karena 0,421 > 0,05 maka sesuai dengan

(14)

36

aturan hipotesis yang telah ditetapkan maka H

1

ditolak dan H

0

diterima. Dari hasil uji ini dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara pre test dan post test responden.

Memang dapat dilihat juga bahwa terjadi sedikit peningkatan dari rata-rata nilai responden, namun pada data ranking responden juga ditemukan adanya responden yang mengalami penurunan nilai, yaitu belajar tanpa menerapkan metode shadowing. Selain itu, pada uji peringkat bertanda Wilcoxon ini juga terdapat data empiris bahwa tidak ada perubahan signifikan pada nilai kelas non eksperimen. Hal ini membuktikan bahwa proses pembelajaran menyimak tanpa menggunakan metode shadowing kurang efektif dalam meningkatkan kemampuan pembelajar pada kelas non eksperimen.

Gambar 3.1.2.3 Grafik Pengambilan Hipotesis Responden tanpa Metode Shadowing

Tolak H

0

Terima H

0

0 0,05 0,1 α =0,421

Sumber : Hasil Analisis Data Penelitian Mei - Juni 2013 dengan SPSS

Dari hasil pre test dan post test kelas eksperimen dan non eksperimen yang telah

dianalisis oleh penulis, dapat dilihat bahwa kenaikan nilai pada kelas eksperimen terlihat

lebih signifikan dibanding kelas non eksperimen. Terlihat bahwa di kelas eksperimen,

(15)

37

tidak ada responden yang mengalami penurunan nilai, dan 95% responden mengalami kenaikan nilai setelah diajar dengan metode shadowing. Sebaliknya, di kelas non eksperimen terdapat 35% responden yang mengalami penurunan nilai. Hal tersebut membuktikan bahwa pembelajaran menyimak yang menggunakan metode shadowing dapat meningkatkan hasil belajar dibanding metode konvensional.

3.2 Analisis Hubungan Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Dengan Menggunakan Metode Shadowing

Sebuah strategi juga diperlukan dalam kegiatan belajar-mengajar, dan juga dalam

pembelajaran bahasa asing, khususnya pada Bahasa Jepang yang didukung dengan

metode pembelajaran yang tepat untuk diterapkan oleh pembelajar bahasa asing itu

sendiri. Menurut Sanjaya (2006: 103), istilah “pembelajaran” sendiri juga mengacu

kepada proses mengatur sebuah lingkungan agar siswa mau belajar. Pada prakteknya,

pengajar memiliki peran untuk membuat siswa belajar, sedangkan pembelajar sendiri

memiliki peran lebih besar, karena diri sendirilah yang bertanggungjawab meningkatkan

kemampuannya sendiri. Karena itulah, terdapat istilah “mengajar-belajar” yaitu kedua

komponen yaitu pengajar dan pembelajar, menjadi penting. Berdasarkan hal tersebut,

penulis akan menganalisis metode pembelajaran menyimak dengan menggunakan

metode shadowing yang telah penulis terapkan dalam kelas penelitian, dihubungkan

dengan strategi pembelajaran yang ditinjau dari sudut pandang pembelajar, yaitu

responden.

(16)

38

3.2.1 Analisis Hubungan Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Kognitif Menyimak Dengan Metode Shadowing Ditinjau Dari Sudut Pandang Responden

Djiwandono (2002: 149) mengatakan bahwa pendekatan kognitif melihat belajar sebagai sesuatu yang aktif. Pembelajar berinisiatif mencari pengalaman untuk belajar, mencari informasi untuk menyelesaikan masalah, mengatur kembali, dan mengorganisasi apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai pencapaian yang baru.

Bransford dalam Djiwandono (2002: 150) mengatakan bahwa di dalam teori kognitif, yang penting adalah bagaimana orang belajar, mengerti, dan mengingat informasi. Jadi, pembelajar tidak hanya pasif dalam kegiatan belajar mengajar, tetapi ikut aktif dan berperan serta dalam proses kegiatan belajar mengajar, dan dengan melihat hal tersebut, mereka bisa mengidentifikasikan sesuatu.

Dalam sub bab ini, penulis akan menganalisis hubungan antara strategi pengajaran dan pembelajaran kognitif pada menyimak dengan metode shadowing.

Menurut Oxford (1995: 43 ), strategi kognitif meliputi melakukan latihan, menerima dan

mengirim pesan, melakukan analisis dan menarik kesimpulan, serta membuat struktur

input dan output. Berdasarkan itu, maka penulis akan memaparkan tabel mengenai

kegiatan yang dilakukan responden ketika kelas eksperimen yang menggunakan metode

shadowing, dan menganalisis kegiatan kognitif apa yang dilakukan oleh responden.

(17)

39

Tabel 3.2.1 Strategi Kognitif yang Telah Dilakukan Responden Pada Kelas

Penelitian

Strategi Hal – Hal yang Dilakukan Ya Tidak

Berlatih Mengulang

Berlatih secara formal dengan sistem bunyi dan penulisan

Mengenali dan menggunakan formula dan pola

Rekombinasi

Berlatih secara wajar

Menerima dan mengirim pesan

Menangkap gagasan dengan cepat

Menggunakan sumber sumber untuk menerima dan mengirim pesan

Menganalisis dan menarik

kesimpulan

Menalar secara deduktif

Menganalisis ekspresi

Membuat analisis perbandingan

Menerjemahkan

Mentransfer

Menciptakan struktur input dan output

Mencatat

Merangkum

Membuat highlight (penegasan)

(18)

40

Dari tabel di atas dapat dilihat aktivitas kognitif apa saja yang responden lakukan dalam kelas penelitian yang diadakan oleh penulis. Dalam tabel tersebut, strategi pertama dalam kegiatan kognitif adalah berlatih. Dalam tiap pertemuannya, penulis selalu mengadakan latihan di akhir pertemuan berupa rekombinasi antara penerapan shadowing dengan metode latihan lainnya, seperti mengisi bagian rumpang yang kosong dari soal, dan role play. Pada setiap pertemuan, penulis dan responden juga selalu mengadakan latihan mengulang terhadap materi shadowing tersebut agar tercipta pemahaman yang lebih baik. Ada pun latihan pengulangan yang penulis lakukan adalah dengan melakukan shadowing sampai beberapa kali, hingga mayoritas responden merasa mengerti dengan topik yang penulis berikan.

Menurut Djiwandono (2002: 149), pendekatan kognitif melihat belajar sebagai sesuatu yang aktif untuk mencapai pencapaian yang baru. Untuk memenuhi strategi tersebut, maka penulis merancang latihan yang membuat pembelajar merasa terangsang untuk belajar memahami topik dari audio yang penulis putarkan. Pada pertemuan pertama, penulis memakai sistem latihan berupa mengisi rumpang kosong dari sebuah naskah dialog. Setelah responden melakukan shadowing dengan dialog yang sama, mereka diharapkan dapat mengulang kembali dengan memori naskah yang baru saja mereka pelajari (shadow), dan diharapkan dapat mengisi rumpang kosong tersebut.

Strategi kognitif kedua adalah menerima dan mengirim pesan.Strategi ini telah

dijalankan dengan baik oleh responden. Responden merespon kelas penelitian ini dengan

mengirimkan pesan kepada penulis berupa hasil latihan yang penulis berikan. Artinya,

responden telah menerima materi ajar yang diberikan oleh penulis dan memahaminya,

(19)

41

sehingga mereka mampu mengirimkan kembali pesan kepada penulis. Poin kedua dalam strategi kognitif ini juga tercermin pada latihan role play yang penulis adakan.

Responden menerima pesan dari penulis berupa materi ajar, dan mereka dapat memberikan respon cukup baik pada materi tersebut, dengan membuat role play dengan gaya mereka sendiri yang diadakan di akhir kegiatan. Dari hasil role play terlihat bahwa responden berhasil menangkap gagasan dari materi ajar dan dapat mengirimkan kembali pesan yang disampaikan pada materi tersebut.

Strategi kognitif yang ketiga adalah menganalisis materi yang diberikan. Karena

poin penting dalam memahami dialog menyimak adalah pemahaman terhadap situasi

keseluruhan, maka responden menalar topik tersebut secara deduktif, yaitu menerka

topik secara garis besarnya. Alternatif dari penalaran tersebut adalah, responden

menganalisis ekspresi dari tokoh dalam dialog untuk menerka situasi seperti apa yang

sedang terjadi. Contohnya, pada pertemuan ketiga, penulis memutarkan audio yaitu

tokoh-tokoh dalam audio tersebut sedang bergosip tentang tokoh lainnya. Lalu penulis

bertanya tentang situasi percakapan tersebut, responden menjawab dengan caranya

masing-masing, namun intinya adalah mereka memahami isi audio tersebut yakni

sedang membicarakan orang lain. Ketika penulis bertanya mengapa mereka dapat

mengetahui hal itu, responden menjawab bahwa mereka menerka ekspresi dari suara

percakapan seperti menjaga volume suara agar tidak terlalu keras, yang kemudian

disimpulkan oleh responden sebagai bentuk percakapan saat bergosip. Sehingga dalam

kegiatan menganalisis, responden juga melakukan kegiatan terjemahan agar topik

menjadi lebih mudah dimengerti.

(20)

42

Strategi terakhir dalam pembelajaran dengan strategi kognitif adalah menciptakan struktur masukan dan keluaran (input dan output). Di dalam proses penciptaan struktur ini, terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu mencatat, merangkum, dan membuat penegasan. Dalam penelitian penulis, responden telah melakukan ketiga hal tersebut. Yang disebut masukan adalah, masukan materi yang penulis berikan kepada responden. Dari masukan tersebut, responden mencatat, namun lebih kepada kata-kata atau kalimat yang mereka rasa sulit dan tidak mengerti artinya.

Merangkum juga dilakukan oleh responden, seperti pada pertemuan ketiga yakni penulis mengadakan latihan untuk membuat sakubun atau karangan tentang topik keseluruhan dari audio yang diputarkan, secara tidak sadar responden telah melakukan kegiatan merangkum. Keluaran dari responden berupa jawaban dan hasil dari latihan tiap pertemuan, dan juga hasil dari pre test dan juga post test. Penegasan atau highlight yang dilakukan oleh responden terdapat pada latihan di akhir tiap pertemuan, yang merupakan latihan untuk melihat sejauh mana pemahaman responden terhadap topik dari audio yang baru diputarkan.

Dari analisis di atas, dapat dilihat bahwa responden telah mempraktekkan seluruh langkah yang terdapat dalam strategi kognitif dalam proses pembelajaran menyimak menggunakan metode shadowing.

3.2.2 Analisis Hasil Angket Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Menyimak Menggunakan Metode Shadowing

Pada sub-bab ini penulis akan menganalisis hasil dari angket yang disebarkan

kepada responden dari kelas eksperimen. Hasil dari angket ini digunakan sebagai

(21)

43

pendukung data hasil uji validitas efektivitas shadowing dilihat dari sudut pandang responden.

Dari sepuluh pertanyaan yang penulis ajukan di dalam angket, terdapat lima pertanyaan yang menjadi acuan terhadap metode shadowing. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut, dengan pilihan jawaban seluruhnya adalah “sangat setuju – setuju – kurang setuju – tidak setuju – tidak tahu”.

1. Belajar menyimak menggunakan cara seperti pada kelas penelitian ini menyenangkan.

2. Pada saat mengerjakan soal menyimak di luar kelas penelitian ini, secara sadar / tidak sadar anda melakukan shadowing terhadap soal tersebut.

3. Anda akan merekomendasikan pembelajaran menyimak menggunakan metode shadowing ini kepada orang lain.

4. Shadowing, sebagai metode pembelajaran dalam aspek menyimak suatu bahasa, membantu Anda untuk lebih mudah memahami topik dari suatu percakapan seperti di dalam kelas penelitian ini.

5. Suasana belajar yang diciptakan selama kelas penelitian ini menyenangkan dan rileks.

Berdasarkan acuan di atas, maka berikut ini hasil angket yang berkaitan dengan

pertanyaan nomor 1 sampai dengan 5 dari angket tersebut.

(22)

44

Gambar 3.2.2.1 Grafik Pertanyaan Angket Nomor 1

Belajar Listening Menggunakan Cara Seperti Pada Kelas Penelitian Ini Menyenangkan

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Sangat Setuju

Setuju Kurang Setuju

Tidak Setuju

Tidak Tahu

Responden

Sumber: Hasil Analisis Angket Data Penelitian Mei – J uni 2013

Pada pertanyaan di atas, 70% responden menjawab setuju bahwa belajar

menyimak menggunakan shadowing terasa menyenangkan. 25% menjawab sangat

setuju, dan 5% menjawab kurang setuju. Dapat kita simpulkan bahwa hampir seluruh

responden setuju terhadap shadowing sebagai metode belajar yang menyenangkan.

(23)

45

Berikutnya adalah grafik berkaitan dengan hasil angket pertanyaan nomor 2.

Gambar 3.2.2.2 Grafik Pertanyaan Angket Nomor 2

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

Pada Saat Mengerjakan Soal Listening di Luar Kelas Penelitian Ini, Secara Sadar / Tidak Sadar Anda Melakukan Shadowing Terhadap

Soal Tersebut

Responden

Sumber: Hasil Analisis Angket Data Penelitian Mei – J uni 2013

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa sebanyak separuh responden (50%) merasa setuju bahwa mereka secara sadar atau tidak sadar melakukan shadowing ketika mengerjakan soal menyimak di luar kelas penelitian penulis. 20% responden menjawab sangat setuju, 15% menjawab kurang setuju, 5% menjawab tidak setuju, dan 10%

menjawab tidak tahu. Dari perbandingan yang ada, dapat dikatakan bahwa 70%

responden melakukan shadowing ketika menghadapi soal menyimak di luar kelas

penelitian penulis.

(24)

46

Berikutnya adalah grafik berkaitan dengan hasil angket pertanyaan nomor 3.

Gambar 3.2.2.3 Grafik Pertanyaan Angket Nomor 3

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Sangat Setuju

Setuju Kurang Setuju

Tidak Setuju

Tidak Tahu

Anda Akan Merekomendasikan Pembelajaran Listening Menggunakan Metode Shadowing Ini Kepada Orang Lain

Responden

Sumber: Hasil Analisis Angket Data Penelitian Mei – J uni 2013

Dari data di atas, terdapat 70% responden yang menjawab setuju bahwa mereka

akan merekomendasikan metode shadowing ini kepada orang lain. Ada juga yang

menjawab sangat setuju, sebanyak 20%. Responden yang menjawab kurang setuju ada

5%, dan yang menjawab tidak tahu ada 5%. Dari hasil ini dapat terlihat adanya reaksi

positif dari responden terhadap metode shadowing ini sehingga mereka bersedia untuk

merekomendasikan metode ini kepada orang lain.

(25)

47

Berikutnya adalah grafik berkaitan dengan hasil angket pertanyaan nomor 4.

Grafik 3.2.2.4 Grafik Pertanyaan Angket Nomor 4

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Sangat Setuju

Setuju Kurang Setuju

Tidak Setuju

Tidak Tahu

Shadowing Membantu Anda Untuk Lebih Mudah Memahami Topik Dari Suatu Percakapan Seperti di Dalam Kelas Penelitian Ini

Responden

Sumber: Hasil Analisis Angket Data Penelitian Mei – J uni 2013

Terhadap pertanyaan ini, 70% responden merasa setuju bahwa metode

shadowing membantu mereka untuk lebih mudah memahami topik dari suatu

percakapan (dalam kasus penulis yaitu Bahasa Jepang). 20% responden bahkan

menjawab sangat setuju. Tidak ada responden yang menjawab kurang setuju dan tidak

setuju, dan 10% menjawab tidak tahu. Dari hasil ini terlihat bahwa metode shadowing

membantu responden dalam memahami suatu dialog, yang nantinya akan berguna ketika

mereka mengerjakan soal-soal menyimak.

(26)

48

Berikutnya adalah grafik berkaitan dengan hasil angket pertanyaan nomor 5.

Grafik 3.2.2.5 Grafik Pertanyaan Angket Nomor 5

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Sangat Setuju

Setuju Kurang Setuju

Tidak Setuju

Tidak Tahu

Suasana Belajar yang Diciptakan Selama Kelas Penelitian Ini Menyenangkan dan Rileks

Responden 3-D Column 2

Sumber: Hasil Analisis Angket Data Penelitian Mei – J uni 2013

Dari grafik di atas, terlihat bahwa total seluruh responden merasa suasana belajar yang diciptakan dengan menerapkan metode shadowing ini menyenangkan. 60%

responden menjawab setuju dan sisanya menjawab sangat setuju. Dengan ini dapat diartikan bahwa responden merasa termotivasi dalam melakukan shadowing sehingga kegiatan tersebut menjadi menyenangkan bagi mereka.

Analisis akan jawaban dari angket mengenai beberapa hal yang mengacu kepada

tanggapan responden terhadap metode shadowing dalam kelas yang diadakan penulis,

adalah sebagai berikut:

(27)

49

1. Responden merasa belajar menyimak dengan metode shadowing terasa

menyenangkan.

2. Karena menyenangkan, responden menjadi secara sadar atau tidak sadar, mempraktekkan metode shadowing ketika mendengar audio Bahasa Jepang di luar kelas penelitian ini.

3. Kemudian, responden merasa senang untuk merekomendasikan metode shadowing sebagai metode belajar menyimak, kepada orang lain.

4. Metode shadowing dirasa efektif sehingga membantu responden untuk lebih memahami topik dalam suatu percakapan Bahasa Jepang.

Metode shadowing termasuk ke dalam konsep Student-Centered Learning (SCL).

Konsep SCL meletakkan poros pembelajaran di tangan pembelajar. Dengan kata lain, pembelajar menentukan sendiri laju pembelajaran dan proses perkembangan mereka.

Menurut Collins dan O’Brien dalam Froyd (2009: 1), implementasi SCL yang benar

akan meningkatkan motivasi belajar, ingatan yang lebih baik, pengertian yang lebih

dalam, dan sikap positif akan subjek yang diajarkan. Melalui analisis pada hasil angket

di atas dihubungkan dengan konsep SCL, maka dapat dilihat bahwa metode shadowing

sudah sesuai dengan konsep SCL. Responden merasa senang dan bisa memahami materi

pembelajaran lebih baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka termotivasi dan

menaruh sikap positif pada metode shadowing, yang merupakan indikator suksesnya

implementasi konsep SCL pada metode ini.

Gambar

Gambar 3.1.1.1 Hasil Pre Test dan Post Test Responden Dengan Metode  Shadowing
Tabel 3.1.1.1 Statistik Deskripsi Responden Dengan Metode Shadowing
Gambar 3.1.1.2 Grafik Pengambilan  Hipotesis
Gambar 3.1.2.1 Hasil Pre Test dan Post Test Responden tanpa Metode  Shadowing
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tapi kenyataannya, beberapa makanan yang memiliki IG yang rendah atau kandungan karbohidrat yang sangat kecil ternyata dapat menyebabkan suatu respons insulin yang tinggi

Fenomena berikutnya yang dapat diungkap adalah terkait hubungan antara biaya kepindahan dalam memoderasi pengaruh pemasaran relasional pada niat untuk loyal. Studi

Dapat menjadi sumber ilmu tambahan untuk berbagai pihak misalnya Aparatur penegak hukum seperti Polisi, Hakim, dan Jaksa yang mengawal jalannya penyelesaian kasus-kasus

Pengertian di atas, dapat memberi pemahaman bahwa an-Nubuwwah adalah sebuah gelar atau anugerah yang tidak dapat dicari, yang diberikan oleh Allah kepada

Responden terdiri dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), Akademisi dan praktisi yang berkecimpung dalam dunia wakaf produktif. Hasil penelitian ini menunjukan bawa permasalahan

Demikian halnya dengan dimensi pemberian Kepercayaan, aksesibilitas dan pendelegasian kewenangan kepada aparat pemerintah desa sebagai bagian dari kebijakan

Berdasarkan uraian status dan permasalahan penegasan batas darat Indonesia dan Papua New Guinea, permasalahan teknis batas darat Indonesia dan Papua New Guinea dapat

Rekening Khusus, selanjutnya disebut Reksus adalah rekening yang dibuka oleh Menteri Keuangan pada Bank Indonesia atau Bank, yang menampung sementara dana pinjaman dalam