• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : Rommy Andhika Laksono ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Oleh : Rommy Andhika Laksono ABSTRAK"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 1

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kubis Bunga (Brassica oleracea L. var. Botrytis subvar. Cauliflora DC.) Kultivar

Orient F1 Akibat Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi.

Oleh :

Rommy Andhika Laksono ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan dan hasil kubis bunga kultivar Orient F1 akibat jenis mulsa dan dosis bokashi yang berbeda, serta mencari dosis optimal bokashi pada tiap jenis mulsa yang dapat memberikan hasil maksimal.

Percobaan dilakukan di Telagadesa (KIIC) Desa Sirnabaya Kecamatan Telukjambe Timur Kabupaten Karawang dengan ketinggian tempat sekitar 50 m dari permukaan laut. Percobaan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2014.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design). Terdapat 12 perlakuan yang masing-masing diulang tiga kali. Petak utama adalah jenis mulsa (M) yang terdiri dari tiga taraf, yaitu : tanpa mulsa (m0), mulsa jerami (m1), mulsa plastik hitam perak (MPHP) (m2). Sedangkan anak petak adalah dosis bokashi (B) yang terdiri dari empat taraf, yaitu : tanpa bokashi (b0), 5 t ha-1 bokashi (b1), 10 t ha-1 bokashi (b2), 15 t ha-1 bokashi (b3).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi jenis mulsa dan dosis bokashi pada tinggi tanaman 14 HST, 21 HST, 28 HST, 35 HST, jumlah daun 14 HST, 21 HST, 28 HST, 35 HST, diameter batang 21 HST, 28 HST, 35 HST, diameter bunga, bobot kotor bunga per tanaman, bobot bersih bunga per tanaman, bobot kotor bunga per petak, dan bobot bersih bunga per petak tanaman kubis bunga kultivar Orient F1. Hasil tertinggi dicapai oleh mulsa jerami dengan dosis optimum 10,4 t ha-1 bokashi memberikan hasil maksimal 14,4 t ha-1 kubis bunga.

Kata Kunci : Kubis Bunga, Mulsa, Bokashi.

(2)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 2 ABSTRACT

This study aims to assess the growth and yield of cauliflower cultivar Orient F1 Caused by Type of Mulch and Dose Bokashi, and to find the optimal dose of bokashi on each type of mulch that can deliver maximum results.

The experiments were conducted in the Telagadesa (KIIC) Sirnabaya village, District East Telukjambe of Karawang regency with a height of approximately 50 m above sea level. The experiment was conducted at the March to May 2014.

Experimental method used was Split Plot Design with twelve treatments repeated three times. As the main plot was mulch type (M) consisted of three levels, no mulch (m0), straw mulch (m1), plastic black silver mulch (m2). While as the subplot was a dosage bokashi (B) consisted of four levels, 0 t ha-1 bokashi (b0), 5 t ha-1 bokashi (b1), 10 t ha-1 bokashi(b2), and 15 t ha-1 bokashi (b3).

The results showed that there was an interaction the mulch type and dose of bokashi on plant height 14, 21, 28, 35 days after planting, leaf number 14, 21, 28, 35 days after planting, the diameter of the rod 21, 28, 35 days after planting, curd diameter, gross weight curd per plant, net weight curd per plant, gross weight curd per plot, and net weight curd per plot cauliflower plants Orient F1 cultivar. The highest results achieved by straw mulch with optimum dose 10,4 t ha-1 bokashi give maximum yield of 14,4 t ha-1 cauliflower.

Keywords: Cauliflower, Mulch, Bokashi.

PENDAHULUAN

Kubis bunga (Brassica oleracea L. var. Botrytis subvar. Cauliflora DC.) atau masyarakat mengenal dengan sebutan kembang kol, bloemkool atau clauliflower merupakan salah satu anggota dari tanaman kubis-kubisan (cruciferae). Bagian yang dikonsumsi dari sayuran ini adalah masa bunganya atau disebut curd. Massa bunga kubis bunga umumnya berwarna putih bersih atau kekuning-kuningan.

Kubis bunga atau kembang kol semula dikenal sebagai tanaman subtropis.

Produksinya di Indonesia terbatas di dataran tinggi (daerah pegunungan) saja. Akan tetapi akhir-akhir ini berkat kemajuan teknologi di bidang pertanian telah ditemukan kultivar kubis bunga yang dapat dikembangkan di daerah dataran menengah hingga rendah diantaranya F1-Orient, F1-Liberty, dan PM 126 F1.

Kubis Bunga mempunyai nilai gizi yang cukup baik bagi kesehatan tubuh manusia.

Hasil penelitian dari 100 gram kubis bunga mengandung energi sebesar 25 kilokalori,

(3)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 3 protein 2,4 gram, karbohidrat 4,9 gram, lemak 0,2 gram, kalsium 22 miligram, fosfor 72 miligram, dan zat besi 1 miligram. Selain itu di dalam kubis bunga juga terkandung vitamin A sebanyak 90 IU, vitamin B1 0,11 miligram dan vitamin C 96 miligram (Kementrian Kesehatan, 2012).

Meskipun hampir sebagian besar masyarakat menyukai kubis bunga namun konsumennya masih terbatas hanya kalangan masyarakat berduit di kota-kota besar saja.

Keterbatasan ini disebabkan oleh produksi kubis bunga di dalam negeri jumlahnya terbatas, dengan harga satu kilogram mencapai Rp.10.000 - Rp.15.000 kubis bunga sulit terjangkau oleh masyarakat kecil. Namun prospek pengembangan kubis bunga cukup menjanjikan. Daya tarik komoditas ini selain dapat dikembangkan di daerah tropis juga memiliki nilai ekonomis dan sosial yang tinggi. Selain itu kubis bunga juga telah masuk kedalam enam besar komoditi sayuran segar yang diekspor Indonesia yakni bawang merah, tomat, kentang, cabai, kubis, dan kubis bunga. Dalam beberapa tahun terakhir permintaan terhadap komoditas sayuran ini sermakin meningkat baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ini terlihat dari data impor kubis bunga yang semakin meningkat sampai dengan tahun 2012 yang mencapai 934 ton per tahun sedangkan nilai ekspor yang cenderung semakin menurun pada tiga tahun terakhir. Dari kenyataan tersebut, peluang pasar kubis bunga semakin luas dan menjanjikan (Kementrian Pertanian, 2013).

Tabel 1. Volume Produksi, Impor, dan Ekspor Total Kubis Bunga Tahun 2010- 2012.

No Tahun Volume (ton)

Produksi Impor Ekspor

1 2010 101.205 285 71

2 2011 113.491 269 46

3 2012 135.824 934 5

Sumber : Dirjen Hortikultura 2013

Peningkatan produksi kubis bunga mempunyai arti penting dalam menunjang peningkatan gizi sumber daya manusia yang sekaligus berguna bagi usaha meningkatkan pendapatan petani. Luas panen, produktivitas, dan produksi kubis bunga cenderung mengalami fluktuasi dari tahun 2007 sampai tahun 2012. Data terakhir menunjukan tahun 2012 luas panen kubis bunga 11.776 ha dengan produksi 135.824 ton

(4)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 4 serta produktivitas hanya 11,53 t ha-1, padahal potensi kultivar unggul kubis bunga di indonesia rata-rata memiliki produktivitas 15 t ha-1 - 20 t ha-1 (Kementrian Pertanian, 2013).

Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kubis Bunga Indonesia Tahun 2007-2012

No Tahun Luas Panen (ha) Produktivitas (t ha-1)

Produksi (ton)

1 2007 9.259 13,37 124.252

2 2008 8.898 12,31 109.497

3 2009 8.088 11,87 96.038

4 2010 8.728 11,60 101.205

5 2011 9.441 12,02 113.491

6 2012 11.776 11,53 135.824

Sumber : Dirjen Hortikultura 2013

Di Indonesia pertanaman kubis bunga pengembanganya masih terbatas, keterbatasan ini disebabkan karena kubis bunga rata-rata tumbuh optimal pada daerah dataran tinggi atau pegunungan, kubis bunga merupakan produk hortikultur sehingga mudah rusak (perishable), serta kurangnya informasi dan pengetahuan petani tentang budidaya kubis bunga, ini menyebabkan produksi kubis bunga di Indonesia kurang optimal. Bila dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, rata-rata produktivitas kubis bunga di Indonesia per hektarnya masih rendah 8 t ha-1 - 10 t ha-1 sedangkan, Thailand, dan Vietnam rata-rata produktivitasnya telah mencapai 15 t ha-1 - 20 t ha-1 (Wahyu, 2013).

Peluang peningkatan produksi dan produktivitas kubis bunga di Indonesia masih sangat terbuka lebar baik melalui perluasan areal tanam dan peningkatan teknologi pertaniannya. Salah satu teknologinya telah dikembangkan kultivar unggul kubis bunga yang dapat beradaptasi pada daerah dataran rendah dan lingkungan yang panas.

Kabupaten Karawang merupakan salah satu wilayah yang potensial untuk pengembangan tanaman kubis bunga dataran rendah. Wilayah Karawang merupakan dataran rendah yang dibedakan menjadi dua yakni lahan kering (tegalan, kebun, ladang, padang rumput, dll), serta lahan sawah (sawah teknis, setengah teknis, dan tadah hujan).

Dua tahun belakangan ini petani Karawang mulai mencoba mengembangkan pertanian

(5)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 5 kubis bunga dataran rendah pada lahan-lahan kering atau dijadikan sebagai rotasi tanaman setelah padi sawah. Namun pengembangannya masih terbatas dan bersekala

kecil, sehingga produktivitasnya masih jauh dari harapan, rata-rata produktivitasnya 5 t ha-1 - 8 t ha-1 sedangkan potensi hasil kultivar unggul kubis bunga dataran rendah

mencapai 15 t ha-1 - 20 t ha-1. Selain itu, tanah di Karawang rata-rata memiliki nilai C-Organik 1% - 2% sehingga masuk dalam kategori rendah dan suhu lingkungan rata-rata 310C - 340C sehingga laju transpirasi dan evavorasi sangat tinggi. Dukungan sumberdaya alam di Karawang memungkinkan untuk pengembangan pertanian kubis bunga dataran rendah, karena terdapat luas lahan kering 77.798 ha dan lahan sawah 97.529 (Distanhutbunak Kabupaten Karawang, 2012). Namun demikian, hal tersebut perlu perjuangan yang keras, salah satunya memberikan informasi dan teknologi tepat guna kepada petani dalam mengembangkan pertanian kubis bunga di Karawang.

Dalam usaha meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman kubis bunga di Karawang ada beberapa teknologi yang dapat digunakan di samping penggunaan benih dan kultivar unggul, yaitu teknologi manipulasi lingkungan dengan penggunaan mulsa.

Mulsa yang digunakan bisa berasal dari bahan alami seperti tanaman, limbah hasil panen, daun-daunan, batang tanaman, dan jerami padi. Sedangkan bahan sintetis yang dapat digunakan seperti plastik polietilen, hanya saja bahan sintesis harganya lebih mahal dibandingkan mulsa bahan alami.

Menurut Cahyono (2003), mulsa yang baik untuk budidaya kubis bunga adalah mulsa plastik hitam perak. Mulsa plastik ini mempunyai dua permukaan yang berbeda.

Permukaan yang berwarna perak berfungsi memantulkan sinar ultraviolet sinar matahari sehingga merubah iklim mikro di sekitar tanaman. Sedangkan yang berwarna hitam yang menghadap ke permukaan tanah berfungsi untuk menekan pertumbuhan gulma dan cendawan dalam tanah.

Menurut Ashari (1995), pemberian mulsa jerami pada pertanaman kubis bunga memiliki berbagai keuntungan. Mulsa jerami membuat tanah tetap lembab sehingga akar tanaman kubis bunga dapat melakukan aktivitas secara normal dan optimal, menekan pertumbuhan gulma di sekitar pertanaman, dan menghalangi percikan air dari tanah yang mungkin membawa patogen. Tanah yang tetap lembab juga akan

(6)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 6 memudahkan penyerapan unsur hara. Selain itu, pembusukan mulsa jerami akan menambah kesuburan tanah.

Teknologi berikutnya adalah penggunaan pupuk organik, pemberian pupuk organik merupakan salah satu komponen penting dalam usaha meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kubis bunga. Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan unsur hara yang bervariasi. Menurut Munawar (2005), penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk anorganik, karena pupuk organik tersebut dapat mengikat air dan hara di dalam tanah, meningkatkan aktivitas mikroorganisme, mempertinggi kadar humus dan memperbaiki struktur tanah.

Higa dan James (1997) mengatakan bahwa dalam usaha menunjang sistem pertanian yang berkelanjutan atau sistem pertanian yang peduli lingkungan maka dilakukan dengan pemanfaatan mikroorganisme untuk meningkatkan pertumbuhan produksi tanaman. Salah satunya dengan memberikan bahan organik yang terfermentasi (bokashi).

Bokashi adalah sejenis pupuk organik (kompos) yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4). Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional. EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam, pupuk kandang atau serbuk gergaji. Namun bahan yang paling baik digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak karena mengandung zat gizi yang sangat baik untuk mikroorganisme (Susmawati, 2013).

Menurut Wididana dan Muntoyah (1999), bokashi mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan produk sejenis, keunggulan tersebut antara lain kandungan unsur haranya sangat tinggi, kandungan mikroorganisme menguntungkan sangat tinggi dan karena pembuatannya melalui proses fermentasi maka kandungan zat hara dan senyawa- senyawa organik yang dikandungnya dengan cepat dapat diserap oleh tanaman. Selain

(7)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 7 itu proses pembuatannya juga relatif cepat yaitu hanya membutuhkan waktu antara 4-7 hari sedangkan pembuatan kompos memerlukan waktu antara 3 - 4 minggu.

Berdasarkan keunggulan jenis mulsa dan aplikasi bokashi di atas maka diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi kubis bunga di dataran rendah Kabupaten Karawang karena dengan penggunaan mulsa dapat menekan tingkat kehilangan air tanah saat musim kemarau dan kelebihan air tanah saat musim penghujan serta menekan pertumbuhan gulma, sedangkan pemberian bokashi dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, dengan demikian pemberian jenis mulsa dan bokashi secara bersamaan diharapkan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kubis bunga yang akan meningkatkan hasil produksi kubis bunga.

METODE

Percobaan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2014.

Percobaan dilakukan di Telagadesa KIIC ( Kawasan International Industry City) Desa Sirnabaya Kecamatan Telukjambe Timur Kabupaten Karawang dengan ketinggian tempat sekitar 50 meter dari permukaan laut. Tipe curah hujan tempat percobaan adalah tipe D (sedang) menurut klasifikasi tipe curah hujan Schmidt dan Fergusson (1951).

Data curah hujan selama 10 tahun terakhir pada Lampiran 2. Jenis tanah menurut peta jenis tanah Dinas Pertanian Kehutanan Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Karawang (2012) adalah jenis tanah latosol.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design). Petak utama adalah jenis mulsa (M) yang terdiri dari 3 taraf yaitu : tanpa mulsa (m0), mulsa jerami (m1), mulsa plastik hitam perak (MPHP) (m2). Sedangkan anak petak adalah dosis bokashi (B) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : tanpa bohashi (b0), 5 t ha-1 bokashi (b1), 10 t ha-1 bokashi (b2), 15 t ha-1 bokashi (b3). Masing-masing perlakuan diulang tiga kali.

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar perlakuan, maka data hasil dari setiap pengamatan dianalisis secara statistik menggunakan Uji F pada taraf 5%. Apabila hasil analisis ragam terdapat keragaman (Fhit > F tab) maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%. Untuk mencari

(8)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 8 dosis optimum bokashi pada setiap jenis mulsa yang dapat memberikan hasil maksimal pada tanaman kubis bunga, digunakan analisis regresi kuadratik.

Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan penunjang dan pengamatan utama. Pengamatan penunjang meliputi analisis tanah dan bokashi sebelum percobaan, keadaan lingkungan (suhu, kelembaban udara dan curah hujan) selama percobaan, serta gejala serangan hama dan penyakit yang menyerang selama percobaan. Data ini diperlukan sebagai pendukung dalam menganalisis data utama. Untuk data penunjang tidak dilakukan analisis statistik. Sedangkan pengamatan utama meliputi tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), diameter batang (mm), diameter bunga (cm), bobot bunga kotor per tanaman (kg), bobot bunga bersih per tanaman (kg), bobot bunga kotor per petak (kg), bobot bunga bersih per petak (kg).

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Penunjang.

Analisis Tanah Sebelum Percobaan

Hasil analisis tanah sebelum percobaan dari Laboratorium Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian UNPAD 2013, menunjukkan bahwa tanah yang digunakan bertekstur liat dengan pH H2O sebesar 6,04 (agak masam). Sifat fisik tanah mempunyai kandungan liat 57 %, debu 31 %, dan pasir 12 %. Kandungan unsur hara tanah ditunjukkan dengan nitrogen total sebesar 0,28 % (sedang), fosfor 25,31 mg (10-2 g) (sedang), kalium 29,11 mg (10-2 g) (sedang), C-organik 1,96 % (rendah), C/N rasio 9,64 (rendah), dan KTK 11,34 cmol kg-1 (rendah).

Analisis Bokashi Sebelum Percobaan

Hasil analisis sifat kimia bokashi dari Laboratorium Kimia Agro, Lembang Bandung 2014, menunjukkan bahwa bokashi yang digunakan mengandung C-Organik 25,78 %, pH 7,5, C/N rasio 20, Kadar Air 21,16%, dan Hara makro (N 1,28%, P2O5

1,58%, K2O 1,40%).

(9)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 9 Keadaan Cuaca Selama Percobaan

Suhu harian selama percobaan berlangsung berkisar antara 28 0C – 42 0C dengan rata-rata suhu 33,45 0C, sedangkan kelembaban relatif udara antara 48 % - 85 % dengan rata-rata kelembaban 65,88 %. Menurut data UPTD PJT II Kecamatan Telukjambe Timur (2014) selama percobaan (Maret - Mei 2014) jumlah curah hujan harian sebesar 484 mm, dengan rata-rata hujan per hari 8,07 mm.

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Selama percobaan dilaksanakan tidak ditemukan adanya serangan penyakit. Hama yang menyerang selama percobaan adalah Belalang Hijau (Atractomorpha crenulata) dan Ulat Grayak (Spodoptera litura L). Pengendalian dilakukan secara kimiawi menggunakan insektisida kontak yang berbahan aktif Deltamethrin 25 g L-1 dengan dosis 0,5 ml L-1 air. Fungisida sistemik yang berbahan aktif Trifloksistrobin 25% dan Tebukonazol 50% juga diberikan dengan dosis 0,4 g L-1 air, untuk mencegah serangan penyakit tanaman. Jenis gulma yang tumbuh selama percobaan adalah rumput teki (Cyperus rotundus), jukut kakawatan (Cynodon dactilon), dan krokot (Portulaca oleraceae L). Pengendalian gulma dilakukan secara mekanik yaitu dengan cara penyiangan gulma, menggunakan alat kored.

Pengamatan Utama.

Tinggi Tanaman

Hasil analisis ragam dan uji lanjut BNT taraf 5% menunjukan adanya pengaruh interaksi yang nyata akibat pemberian jenis mulsa dan dosis bokashi terhadap tinggi tanaman umur 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST (Tabel 3).

(10)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 10 Tabel 3. Pengaruh Interaksi Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi Terhadap Tinggi Tanaman

Kubis Bunga Kultivar Orient F1 Umur 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST.

HST Bokashi b0 b1 b2 b3

Mulsa (0 t ha-1) (5 t ha-1) (10 t ha-1) (15 t ha-1)

14

m0 9,55 a 10,67 a 10,89 a 13,00 a

(Tanpa Mulsa) A AB AB B

m1 10,11 a 10,89 a 15,00 b 11,22 b

(Mulsa Jerami) A A B A

m2 11,11 b 13,45 b 17,56 c 14,78 c

(MPHP) A AB C B

CV (%) 12,5

21

m0 11,00 a 11,67 a 12,11 a 14,22 b

(Tanpa Mulsa) A AB AB B

m1 11,33 a 12,33 b 16,33 b 12,89 a

(Mulsa Jerami) A A B A

m2 12,44 b 14,78 c 19,89 c 16,22 c

(MPHP) A AB C B

CV (%) 12,1

28

m0 12,33 a 13,33 a 16,67 a 17,56 b

(Tanpa Mulsa) A A B B

m1 12,67 a 14,22 b 19,33 b 15,44 a

(Mulsa Jerami) A A B A

m2 14,56 b 17,67 c 25,44 c 19,00 c

(MPHP) A B C B

CV (%) 11,0

35

m0 15,00 a 17,44 a 18,67 a 19,56 a

(Tanpa Mulsa) A A AB B

m1 15,11 a 17,33 a 23,67 b 20,11 a

(Mulsa Jerami) A AB C BC

m2 18,11 b 20,33 b 30,56 c 25,67 b

(MPHP) A A C B

CV (%) 11,1

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama (huruf kecil arah vertical dan huruf besar arah horizontal) menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji BNT.

(11)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 11 Pada taraf tanpa mulsa, pemberian bokashi dengan dosis yang semakin meningkat hingga 15 t ha-1, akan meningkatkan tinggi tanaman 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST. Akan tetapi pada penggunaan mulsa jerami padi dan MPHP pemberian bokashi yang meningkat hingga 10 t ha-1 menunjukan peningkatan tinggi tanaman dan jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan tinggi tanaman (Tabel 3).

Penggunaan mulsa jerami padi dapat meningkatkan tinggi tanaman kubis bunga 14 HST pada tiap taraf dosis bokashi, kecuali pada taraf tanpa bokashi dan 5 t ha -1 bokashi. Sedangkan pada 21 HST dan 28 HST dapat meningkatkan tinggi tanaman kubis bunga pada tiap taraf dosis bokashi, kecuali pada taraf tanpa bokashi. Dan pada 35 HST peningkatan tinggi tanaman kubis bunga hanya terjadi pada taraf dosis bokashi 10 t ha-1 (Tabel 3).

Tanaman kubis bunga 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST memiliki tinggi tanaman lebih tinggi pada penggunaan MPHP disertai dengan dan tanpa pemberian bokashi dibandingkan dengan penggunaan mulsa jerami padi. Tinggi tanaman 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST tertinggi diperoleh pada penggunaan MPHP disertai dengan aplikasi bokashi 10 t ha-1 (Tabel 3).

Jumlah Daun

Hasil analisis ragam dan uji lanjut BNT taraf 5% menunjukan adanya pengaruh interaksi yang nyata akibat pemberian jenis mulsa dan dosis bokashi terhadap jumlah daun umur 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST (Tabel 4).

(12)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 12 Tabel 4. Pengaruh Interaksi Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi Terhadap Jumlah Daun Kubis Bunga Kultivar Orient F1 Umur 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST.

HST Bokashi b0 b1 b2 b3

Mulsa (0 t ha-1) (5 t ha-1) (10 t ha-1) (15 t ha-1)

14

m0 5,89 ab 5,33 a 6,56 a 6,22 a

(Tanpa Mulsa) A A A A

m1 6,11 b 6,11 b 6,89 b 6,33 a

(Mulsa Jerami) A A A A

m2 5,78 a 6,44 c 9,89 c 9,22 b

(MPHP) A A B B

CV (%) 13,2

21

m0 6,67 a 6,33 a 7,22 a 6,89 a

(Tanpa Mulsa) A A A A

m1 6,89 ab 7,44 b 8,00 b 7,56 b

(Mulsa Jerami) A A A A

m2 7,22 b 7,67 b 12,44 c 10,22 c

(MPHP) A A C B

CV (%) 11,9

28

m0 7,56 a 7,56 a 9,11 a 8,33 a

(Tanpa Mulsa) A A A A

m1 8,22 b 9,33 b 9,56 b 8,78 b

(Mulsa Jerami) A A A A

m2 8,67 c 10,56 c 15,00 c 13,11 c

(MPHP) A A B B

CV (%) 12,1

35

m0 10,78 a 11,33 a 13,44 a 12,44 a

(Tanpa Mulsa) A AB B AB

m1 14,44 c 15,11 c 15,67 b 13,33 b

(Mulsa Jerami) A A A A

m2 13,44 b 14,11 b 19,33 c 17,56 c

(MPHP) A A B B

CV (%) 9,9

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama (huruf kecil arah vertical dan huruf besar arah horizontal) menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji BNT.

(13)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 13 Pada taraf tanpa mulsa dan mulsa jerami padi, pemberian bokashi dengan dosis yang semakin meningkat hingga 15 t ha-1, tidak meningkatkan jumlah daun 14 HST, 21 HST, dan 28 HST. Sedangkan pada taraf tanpa mulsa 35 HST pemberian bokashi dengan dosis yang semakin meningkat hingga 10 t ha-1 dapat meningkatkan jumlah daun tanaman kubis bunga, akan tetapi jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan jumlah daun. Sedangkan pada taraf mulsa jerami 35 HST pemberian bokashi dengan dosis yang semakin meningkat hingga 15 t ha-1 tidak meningkatkan jumlah daun tanaman kubis bunga. Pada taraf MPHP 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST pemberian bokashi 10 t ha-1 menunjukan peningkatan jumlah daun dan jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan jumlah daun (Tabel 4).

Tanaman kubis bunga 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST memiliki jumlah daun tertinggi pada penggunaan MPHP disertai pemberian 10 t ha-1 dan 15 t ha-1 bokashi dibandingkan dengan penggunaan mulsa jerami. Jumlah daun 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST tertinggi diperoleh pada penggunaan MPHP disertai dengan aplikasi bokashi 10 t ha-1 (Tabel 4).

Diameter Batang

Hasil analisis ragam dan uji lanjut BNT taraf 5% menunjukan adanya pengaruh interaksi yang nyata akibat pemberian jenis mulsa dan dosis bokashi terhadap diameter batang umur 21 HST, 28 HST, dan 35 HST, kecuali pada 14 HST (Tabel 5 dan 6).

(14)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 14 Tabel 5. Pengaruh Mandiri Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi Terhadap Diameter Batang

Kubis Bunga Kultivar Orient F1 Umur 14 HST.

Perlakuan Rata-rata Diameter Batang Umur 14 HST

Petak Utama

(Jenis Mulsa)

m0 (Tanpa Mulsa) 2,44 a

m1 (Mulsa Jerami) 3,19 b

m2 (MPHP) 3,72 b

Anak Petak

(Dosis Bokashi)

b0 ( 0 ton/ha) 2,70 a

b1 (5 ton/ha) 3,04 ab

b2 (10 ton/ha) 3,52 b

b3 (15 ton/ha) 3,22 ab

CV (%) 20,1

Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji BNT.

Pengaruh mandiri taraf jenis mulsa menunjukan bahwa taraf tanpa mulsa tidak meningkatkan diameter batang. Akan tetapi, pada penggunaan mulsa jerami padi dan MPHP dapat meningkatkan diameter batang tanaman kubis bunga. Diameter batang 14 HST tertinggi diperoleh pada penggunaan mulsa MPHP (Tabel 5).

Pengaruh mandiri taraf dosis bokashi dapat meningkatkan diameter batang kubis bunga 14 HST pada tiap taraf dosis bokashi, kecuali pada taraf tanpa bokashi. Diameter batang 14 HST tertinggi diperoleh pada pemberian bokashi 10 t ha-1 (Tabel 5).

(15)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 15 Tabel 6. Pengaruh Interaksi Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi Terhadap Diameter Batang

Kubis Bunga Kultivar Orient F1 Umur 21 HST, 28 HST, 35 HST.

HST Bokashi b0 b1 b2 b3

Mulsa (0 t ha-1) (5 t ha-1) (10 t ha-1) (15 t ha-1)

21

m0 3,00 a 3,22 a 3,44 a 3,33 a

(Tanpa Mulsa) A A A A

m1 3,89 c 4,00 b 4,11 b 3,67 b

(Mulsa Jerami) A A A A

m2 3,56 b 4,11 b 5,56 c 5,00 c

(MPHP) A A B B

CV (%) 12,2

28

m0 3,56 a 3,67 a 4,22 a 4,00 a

(Tanpa Mulsa) A A A A

m1 4,56 b 4,78 b 6,00 b 4,56 b

(Mulsa Jerami) A AB B A

m2 3,78 a 5,67 c 7,78 c 6,33 c

(MPHP) A B C B

CV (%) 16,6

35

m0 5,56 a 6,44 a 6,45 a 5,78 a

(Tanpa Mulsa) A A A A

m1 6,11 b 7,67 c 9,56 b 6,78 b

(Mulsa Jerami) A B B A

m2 5,67 ab 7,11 b 10,56 c 10,00 c

(MPHP) A A B B

CV (%) 16,3

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama (huruf kecil arah vertical dan huruf besar arah horizontal) menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji BNT.

Pada taraf tanpa mulsa pemberian bokashi dengan dosis yang semakin meningkat hingga 15 t ha-1 tidak meningkatkan diameter batang 21 HST, 28 HST, dan 35 HST.

Sedangkan, pada penggunaan mulsa jerami jika disertai dengan aplikasi bokashi hingga 10 t ha-1 dapat meningkatkan diameter batang 28 HST serta 35 HST dan jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan diameter batang. Pada taraf MPHP pemberian bokashi dengan dosis yang semakin meningkat hingga 10 t ha-1 dapat meningkatkan diameter batang 21 HST, 28 HST, dan 35 HST dan jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan diameter batang (Tabel 6).

(16)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 16 Tanaman kubis bunga 21 HST, 28 HST, dan 35 HST memiliki diameter batang lebih tinggi pada penggunaan MPHP disertai pemberian bokashi dibandingkan dengan penggunaan mulsa jerami padi. Diameter batang 21 HST, 28 HST, dan 35 HST tertinggi diperoleh pada penggunaan MPHP disertai dengan aplikasi bokashi 10 t ha-1 (Tabel 6).

Diameter Bunga

Hasil analisis ragam dan uji lanjut BNT taraf signifikansi 5% menunjukkan adanya pengaruh interksi yang nyata akibat pemberian jenis mulsa dan dosis bokashi terhadap diameter bunga (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh Interaksi Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi Terhadap Diameter Bunga Kubis Bunga Kultivar Orient F1.

Bokashi b0 b1 b2 b3

Mulsa (0 t ha-1) (5 t ha-1) (10 t ha-1) (15 t ha-1)

m0 6,00 a 7,47 b 9,50 a 8,27 c

(Tanpa Mulsa) A AB C BC

m1 6,93 b 7,00 a 13,33 b 6,77 a

(Mulsa Jerami) A A B A

m2 8,00 c 9,00 c 9,33 a 7,67 b

(MPHP) A A A A

CV (%) 14,1

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama (huruf kecil arah vertical dan huruf besar arah horizontal) menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji BNT.

Pada taraf tanpa mulsa dan mulsa jerami padi, pemberian bokashi dengan dosis yang semakin meningkat hingga 10 t ha-1 dapat meningkatkan diameter bunga dan jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan diameter bunga. Akan tetapi, pada penggunaan MPHP pemberian bokashi dengan dosis yang semakin meningkat hingga 15 t ha-1 tidak meningkatkan diameter bunga (Tabel 7).

Penggunaan mulsa jerami dapat meningkatkan diameter bunga kubis pada tiap taraf dosis bokashi, kecuali pada taraf 5 t ha-1 dan 15 t ha-1 bokashi. Tanaman kubis bunga memiliki diameter bunga lebih tinggi pada penggunaan MPHP disertai dengan dan tanpa pemberian bokashi, kecuali pada taraf dosis 10 t ha-1 bokashi dibandingkan

(17)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 17 dengan penggunaan mulsa jerami padi. Diameter bunga tertinggi diperoleh pada penggunaan mulsa jerami disertai dengan aplikasi bokashi 10 t ha-1 (Tabel 7).

Bobot Kotor Bunga Per Tanaman

Hasil analisis ragam uji lanjut BNT taraf signifikansi 5% menunjukkan adanya pengaruh interksi yang nyata akibat pemberian jenis mulsa dan dosis bokashi terhadap bobot kotor bunga per tanaman (Tabel 8).

Tabel 8. Pengaruh Interaksi Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi Terhadap Bobot Kotor Bunga Per Tanaman Kubis Bunga Kultivar Orient F1.

Bokashi b0 b1 b2 b3

Mulsa (0 t ha-1) (5 t ha-1) (10 t ha-1) (15 t ha-1)

m0 0,11 a 0,12 a 0,19 b 0,15 a

(Tanpa Mulsa) A A B AB

m1 0,14 b 0,14 b 0,32 c 0,15 a

(Mulsa Jerami) A A B A

m2 0,16 c 0,17 c 0,18 a 0,15 a

(MPHP) A A A A

CV (%) 16,7

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama (huruf kecil arah vertical dan huruf besar arah horizontal) menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji BNT.

Pada taraf tanpa mulsa dan mulsa jerami padi, pemberian bokashi dengan dengan dosis yang semakin meningkat hingga 10 t ha-1 dapat meningkatkan bobot kotor bunga per tanaman dan jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan bobot kotor bunga per tanaman. Akan tetapi, pada penggunaan MPHP pemberian bokashi dengan dengan dosis yang semakin meningkat hingga 15 t ha-1 tidak meningkatkan bobot kotor bunga per tanaman (Tabel 8).

Penggunaan mulsa jerami dapat meningkatkan bobot kotor bunga per tanaman kubis bunga pada tiap taraf dosis bokashi, kecuali pada taraf 15 t ha-1 bokashi.

Tanaman kubis bunga memiliki bobot kotor per tanman lebih tinggi pada penggunaan MPHP disertai dengan 5 t ha-1 bokashi dan tanpa pemberian bokashi dibandingkan dengan penggunaan mulsa jerami padi. Bobot kotor per tanaman tertinggi diperoleh pada penggunaan mulsa jerami disertai aplikasi bokashi 10 t ha-1 bokashi (Tabel 8).

(18)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 18 Bobot Bersih Bunga Per Tanaman

Hasil analisis ragam dan uji lanjut BNT taraf signifikansi 5% menunjukkan adanya pengaruh interksi yang nyata akibat pemberian jenis mulsa dan dosis bokashi terhadap bobot bersih bunga per tanaman (Tabel 9).

Tabel 9. Pengaruh Interaksi Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi Terhadap Bobot Bersih Bunga Per Tanaman Kubis Kultivar Orient F1.

Bokashi b0 b1 b2 b3

Mulsa (0 t ha-1) (5 t ha-1) (10 t ha-1) (15 t ha-1)

m0 0,08 a 0,10 a 0,16 a 0,13 a

(Tanpa Mulsa) A A B AB

m1 0,12 b 0,12 b 0,30 b 0,12 a

(Mulsa Jerami) A A B A

m2 0,13 c 0,15 c 0,16 a 0,12 a

(MPHP) A A A A

CV (%) 18,6

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama (huruf kecil arah vertical dan huruf besar arah horizontal) menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji BNT.

Pada taraf tanpa mulsa dan mulsa jerami padi, pemberian bokashi dengan dengan dosis yang semakin meningkat hingga 10 t ha-1 dapat meningkatkan bobot bersih bunga per tanaman dan jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan bobot bersih bunga per tanaman. Akan tetapi, pada penggunaan MPHP pemberian bokashi dengan dengan dosis yang semakin meningkat hingga 15 t ha-1 tidak meningkatkan bobot kotor bunga per tanaman (Tabel 9).

Penggunaan mulsa jerami dapat meningkatkan bobot bersih bunga per tanaman kubis bunga pada tiap taraf dosis bokashi, kecuali pada taraf 15 t ha-1 bokashi.

Tanaman kubis bunga memiliki bobot bersih per tanman lebih tinggi pada penggunaan MPHP disertai dengan 5 t ha-1 bokashi dan tanpa pemberian bokashi dibandingkan dengan penggunaan mulsa jerami padi. Bobot bersih per tanaman tertinggi diperoleh pada penggunaan mulsa jerami disertai aplikasi bokashi 10 t ha-1 bokashi (Tabel 9).

(19)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 19 Bobot Kotor Bunga Per Petak

Hasil analisis ragam dan uji lanjut BNT taraf signifikansi 5% menunjukkan adanya pengaruh interksi yang nyata akibat pemberian jenis mulsa dan dosis bokashi terhadap bobot kotor bunga per petak (Tabel 10).

Tabel 10. Pengaruh Interaksi Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi Terhadap Bobot Kotor Bunga Per Petak Kubis Bunga Kultivar Orient F1.

Bokashi b0 b1 b2 b3

Mulsa (0 t ha-1) (5 t ha-1) (10 t ha-1) (15 t ha-1)

m0 2,57 a 2,77 a 3,87 a 3,07 a

(Tanpa Mulsa) A A B AB

m1 2,90 b 3,43 b 7,17 c 4,60 c

(Mulsa Jerami) A A C B

m2 2,93 b 4,17 c 5,10 b 3,70 b

(MPHP) A BC C AB

CV (%) 14,4

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama (huruf kecil arah vertical dan huruf besar arah horizontal) menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji BNT.

Pada taraf tanpa mulsa, pemberian bokashi dengan dengan dosis yang semakin meningkat hingga 5 t ha-1 tidak meningkatkan bobot kotor bunga per petak, kecuali pada taraf bokashi 10 t ha-1 dan jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan bobot kotor bunga per petak. Pada penggunaan mulsa jerami padi dan MPHP jika disertai aplikasi bokashi hingga dosis 10 t ha-1 yang dapat meningkatkan bobot kotor bunga per petak dan jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan bobot kotor bunga per petak (Tabel 10).

Penggunaan mulsa jerami dapat meningkatkan bobot kotor bunga per petak kubis bunga pada tiap taraf dosis bokashi, kecuali pada taraf 15 t ha-1 bokashi. Tanaman kubis bunga memiliki bobot kotor per petak lebih tinggi pada penggunaan MPHP disertai dengan 5 t ha-1 bokashi dan tanpa pemberian bokashi dibandingkan dengan penggunaan mulsa jerami padi. Bobot kotor per petak tertinggi diperoleh pada penggunaan mulsa jerami disertai aplikasi bokashi 10 t ha-1 bokashi (Tabel 10).

(20)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 20 Hasil analisis uji regresi kuadratik pada setiap jenis mulsa untuk mendapatkan dosis optimum bokashi pada bobot kotor bunga per petak, dapat dilihat dibawah ini (Gambar 1).

Tanpa Mulsa (m0) Jerami Padi (m1) MPHP (m2) Gambar 1.

Hasil analisis uji regresi kuadratik tanpa mulsa (m0) menunjukan nilai persamaan Y = 2,4267 + 0,202x - 0,01x2 dengan R2 = 0,6, maka dari itu dapat diketahui dosis optimal 10,1 t ha-1 bokashi, dapat menghasilkan bobot kotor bunga per petak maksimal sebesar 3,45 kg (Gambar 1).

Hasil analisis uji regresi kuadratik mulsa jerami (m1) menunjukan nilai persamaan Y = 2,425 + 0,6417x - 0,031x2 dengan R2 = 0,5828, maka dari itu dapat diketahui dosis optimal 10,4 t ha-1 bokashi, dapat menghasilkan bobot kotor bunga per petak maksimal sebesar 5,75 kg (Gambar 1).

Hasil analisis uji regresi kuadratik MPHP (m2) menunjukan nilai persamaan Y = 2,8317 + 0,4597x - 0,0263x2 dengan R2 = 0,9161, maka dari itu dapat diketahui dosis optimal 8,74 t ha-1 bokashi, dapat menghasilkan bobot kotor bunga per petak maksimal sebesar 4,84 kg (Gambar 1).

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

0 5 10 15 20

Bokashi (t ha-1) Bobot kotor bunga per petak (kg)

(21)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 21 Bobot Bersih Bunga Per Petak

Hasil analisis ragam dan uji lanjut BNT taraf signifikansi 5% menunjukkan adanya pengaruh interksi yang nyata akibat pemberian jenis mulsa dan dosis bokashi terhadap bobot bersih bunga per petak (Tabel 11).

Tabel 11. Pengaruh Interaksi Jenis Mulsa Dan Dosis Bokashi Terhadap Bobot Bersih Bunga Per Petak Kubis Bunga Kultivar Orient F1.

Bokashi b0 b1 b2 b3

Mulsa (0 t ha-1) (5 t ha-1) (10 t ha-1) (15 t ha-1)

m0 2,20 a 2,47 a 3,40 a 2,80 a

(Tanpa Mulsa) A A B AB

m1 2,60 ab 3,07 b 6,77 c 4,17 c

(Mulsa Jerami) A A C B

m2 2,67 b 3,93 c 4,83 b 3,20 b

(MPHP) A BC C AB

CV (%) 15,4

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama (huruf kecil arah vertical dan huruf besar arah horizontal) menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji BNT.

Pada taraf tanpa mulsa, pemberian bokashi dengan dengan dosis yang semakin meningkat hingga 5 t ha-1 tidak meningkatkan bobot bersih bunga per petak, kecuali pada taraf bokashi 10 t ha- dan jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan bobot bersih bunga per petak. Pada penggunaan mulsa jerami padi dan MPHP jika disertai aplikasi bokashi hingga dosis 10 t ha-1 yang dapat meningkatkan bobot bersih bunga per petak dan jika pemberian bokashi ditambahkan lagi menjadi 15 t ha-1 terjadi penurunan bobot bersih bunga per petak (Tabel 11).

Penggunaan mulsa jerami dapat meningkatkan bobot bersih bunga per petak kubis bunga pada tiap taraf dosis bokashi, kecuali pada taraf 15 t ha-1 bokashi. Tanaman kubis bunga memiliki bobot bersih per petak lebih tinggi pada penggunaan MPHP disertai dengan 5 t ha-1 bokashi dan tanpa pemberian bokashi dibandingkan dengan penggunaan mulsa jerami padi. Bobot bersih per tanaman tertinggi diperoleh pada penggunaan mulsa jerami disertai aplikasi bokashi 10 t ha-1 bokashi (Tabel 11).

(22)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 22 Hasil analisis uji regresi kuadratik pada setiap jenis mulsa untuk mendapatkan dosis optimum bokashi pada bobot bersih bunga per petak, dapat dilihat di bawah ini (Gambar 2).

Tanpa Mulsa (m0) Jerami Padi (m1) MPHP (m2) Gambar 2.

Hasil analisis uji regresi kuadratik tanpa mulsa (m0) menunjukan nilai persamaan Y = 2,09 + 0,1847x - 0,0087x2 dengan R2 = 0,6988, maka dari itu dapat diketahui dosis optimal 10,6 t ha-1 bokashi dapat menghasilkan bobot bersih bunga per petak maksimal sebesar 3,1 kg (Gambar 2).

Hasil analisis uji regresi kuadratik mulsa jerami (m1) menunjukan nilai persamaan Y = 2,1233 + 0,628x - 0,0307x2 dengan R2 = 0,564, maka dari itu dapat diketahui dosis optimal 10,23 t ha-1 bokashi dapat menghasilkan bobot bersih bunga per petak maksimal sebesar 5,33 kg (Gambar 2).

Hasil analisis uji regresi kuadratik MPHP (m2) menunjukan nilai persamaan Y = 2,5583 + 0,485x - 0,029x2 dengan R2 = 0,9114, maka dari itu dapat diketahui dosis optimal 8,36 t ha-1 bokashi, dapat menghasilkan bobot bersih bunga per petak maksimal sebesar 4,59 kg (Gambar 2).

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

0 5 10 15 20

Bobot bersih bunga per petak (kg)

Bokashi (t ha-1)

(23)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 23 Pembahasan

Pengaruh Keadaan Lingkungan terhadap Pertumbuhan Dan hasil Tanaman Kubis Bunga Kultivar Orient F1 Akibat Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi

Melihat pengaruh lingkungan dalam percobaan ini dapat ditunjukan dengan komponen hasil yang diperoleh, salah satunya bobot bersih bunga per tanaman dan diameter bunga yang tidak sesuai dengan deskripsi tanaman kubis bunga kultivar Orient F1. Bobot bersih bunga per tanaman yang diperoleh dari percobaan ini hanya mencapai 0,30 kg dengan diameter bunga sebesar 13,33 cm sedangkan pada deskripsi bobot bunga per tanaman mencapai 0,60 kg dengan diameter bunga mencapai 18 cm. Hal tersebut diduga karena kondisi suhu rata-rata harian selama percobaan sangat tinggi yang mencapai 33,45 0C tidak sesuai dengan suhu ideal yang diperlukan oleh kubis bunga Kultivar Orient F1 berkisar 250C – 300C sehingga proses metabolisme tanaman kurang optimal, jika proses metabolisme tidak optimal maka akan mengganggu proses pembungaan, menyebabkan hasil tanaman tidak sesuai dengan deskripsi. Menurut Pracaya (2011) Kubis bunga dataran rendah memerlukan suhu 250C - 300C selama siklus hidupnya. Apabila tidak terpenuhi maka akan terganggu pertumbuhan vegetatif dan waktu pembungaannya. Melihat dari itu, erat kaitanya antara waktu berbunga dan besaran komponen hasil yang akan dicapai. Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa pada suhu tinggi, stomata akan menutup dan menghambat masuknya CO2 ke dalam daun sehingga efisiensi fotosintesis menjadi terhambat karena hilangnya sebagian CO2 dengan meningkatnya suhu. Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan hasil tanaman yang baik dipengaruhi faktor lingkungan dan faktor genetik tanaman itu sendiri. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tanaman diantaranya ketersediaan air, unsur hara, iklim serta adanya hama dan penyakit.

Pertumbuhan Dan hasil Tanaman Kubis Bunga Kultivar Orient F1 Akibat Jenis Mulsa

Fungsi mulsa secara langsung adalah untuk menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air dalam kurun waktu yang lama, menjaga kestabilan suhu tanah serta melindungi tanah dari terpaan sinar matahari (Umboh, 2002). Dari hasil

(24)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 24 percobaan ini terlihat bahwa akibat pemberian jenis mulsa memberikan pengaruh yang nyata pada fase vegetatif dan generatif tanaman kubis bunga kultivar Orient F1.

Pada fase vegetatif akibat pemberian jenis mulsa memberikan pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman dan jumlah daun umur 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST, sedangkan pada diameter batang mulai memberikan pengaruh yang nyata pada umur 21 HST, 28 HST dan 35 HST. Jenis mulsa MPHP (m2) menunjukan pertumbuhan tertinggi pada tinggi tanaman dan jumlah daun umur 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST serta diameter batang umur 28 HST dan 35 HST, diikuti dengan perlakuan mulsa jerami (m1), sedangkan pertumbuhan terendah ditunjukan oleh perlakuan tanpa mulsa (m0) . Hal ini terjadi karena mulsa MPHP lebih efektif mengendalikan gulma di petak percobaan, sehingga menghindarkan dari persaingan faktor tumbuh tanaman antara tanaman pokok dengan gulma. Selain itu mulsa MPHP lebih efektif dalam mengurangi penguapan air atau tranpirasi dan juga mampu memantulkan sinar matahari, sehingga ketersediaan air dan kelembaban tanah lebih optimal. Senada dengan itu, Zona Bawah (2011) menyatakan pada mulsa plastik hitam perak, efek warna perak pada permukaan menyebabkan cahaya matahari yang dipantulkan cukup besar, sehingga cahaya yang tersedia cukup besar untuk fotosintesis. Warna hitam pada bagian dalam menyebabkan cahaya matahari yang diteruskan sedikit, sehingga suhu tanah rendah dan penguapan air berkurang sehingga menguntungkan tanaman. Selain itu Rukmana (1994) mengemukakan bahwa keuntungan dari mulsa plastik hitam perak diantaranya warna hitam dari mulsa menimbulkan kesan gelap sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma, sedangkan warna perak dari mulsa dapat mengurangi hama apids, trips, dan tungau.

Sedangkan pada fase generatif akibat pemberian jenis mulsa memberikan pengaruh yang nyata pada diameter bunga, bobot kotor bunga per tanaman, bobot bersih bunga per tanaman, bobot kotor bunga per petak, bobot bersih bunga per petak. Jenis mulsa jerami (m1) menunjukan hasil tertinggi pada diameter bunga, bobot kotor bunga per tanaman, bobot bersih bunga per tanaman, bobot kotor bunga per petak, bobot bersih bunga per petak, diikuti dengan perlakuan mulsa MPHP (m2), sedangkan produksi terendah ditunjukan oleh perlakuan tanpa mulsa (m0). Hal ini terjadi karena penggunaan mulsa jerami sangat sesuai dengan kondisi daerah tempat percobaan yang

(25)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 25 memiliki suhu rata-rata 33,45 0C, suhu tersebut cukup tinggi, kurang sesuai dengan suhu ideal yang diperlukan kubis bunga kultivar Orient F1 yaitu 250C - 300C oleh karna itu penggunaan mulsa jerami yang bersifat organik dan memiliki pori-pori mampu menjaga aerasi serta kosistensi mengeluarkan suhu panas dalam tanah sehingga keadaan tanah lebih hangat ketika suhu lingkungan tinggi dan tetap hangat ketika suhu lingkungan rendah, keadaan tersebut akan membuat akar tanaman lebih optimal dalam menyerap unsur hara saat fase generatif. Menurut Rosniawaty dan Hamdani (2004) suhu tanah maksimum di bawah mulsa jerami pada kedalaman 5 cm 10 0C lebih rendah dari pada tanpa mulsa, sedangkan suhu minimum 2 0C lebih tinggi. Selain itu, dengan lebih stabilnya suhu tanah dan kelembaban tanah akibat pemberian mulsa jerami maka aktivitas mikroorganisme dalam tanah akan lebih optimal dalam melakukan dekomposisi bahan organik sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh akar tanaman. Menurut Susilawati (2000) suhu tanah yang lebih tinggi dari 60 0C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup, sehingga akan menganggu proses dekomposisi di dalam tanah.

Pertumbuhan Dan hasil Tanaman Kubis Bunga Kultivar Orient F1 Akibat Dosis Bokashi

Hasil percobaan secara keseluruhan menunjukan bahwa pemberian bokashi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap komponen pertumbuhan dan komponen hasil tanaman kubis bunga kultivar Orient F1. Perlakuan dosis bokashi 10 t ha-1 (b2) memberikan pertumbuhan dan hasil tertinggi tanaman kubis bunga kultivar Orient F1. Hal ini menunjukan bahwa dosis bokashi 10 t ha-1 sangat optimum pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman kubis bunga kultivar Orient F1. Melihat hasil uji tanah sebelum percobaan, tanah yang digunakan memiliki kandungan C-organik yang rendah (1,96 %) karena itu, pemberian bokashi dengan takaran yang tepat dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, sehingga akan meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah. Pupuk organik dalam pertumbuhan tanaman dapat secara langsung atau sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah (Samekto, 2006).

(26)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 26 Pemberian bokashi dengan takaran yang tepat akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, karena dengan adanya bokashi maka ketersediaan makanan bagi mikroorganisme di dalam tanah terus terjaga untuk melakukan proses dekomposisi bahan organik, sehingga menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah yang dapat diserap oleh akar tanaman. Selain itu, peningkatan aktivitas mikroorganisme akibat pemberian bokashi akan mengurangi pemadatan tanah, memperbesar serta menambah pori-pori tanah. Hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar serta kemampuan akar tanaman dalam menyerap unsur hara. Perkembangan sistem perakaran yang baik sangat menentukan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman yang pada akhirnya menentukan hasil tanaman. Buckman dan Brady (1982) mengemukakan bahwa kandungan organik tanah yang optimal akan mengakibatkan kondisi tanah untuk penetrasi akar dapat diperbaiki, infiltrasi air dan aerasi tanah menjadi lebih baik. Kondisi demikian akan mempengaruhi ketersediaan unsur hara dalam tanah. Semakin baik kondisi fisik tanah maka semakin baik pula ketersediaan unsur hara bagi tanaman.

Interaksi Akibat Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi terhadap Pertumbuhan Dan hasil Tanaman Kubis Bunga Kultivar Orient F1.

Pemberian jenis mulsa dan dosis bokashi secara umum mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kubis bunga kultivar Orient F1. Hal ini terlihat dari hasil uji statistik yang menunjukan adanya interaksi yang nyata akibat pemberian jenis mulsa dan dosis bokashi terhadap komponen pertumbuhan dan komponen hasil. Pada komponen pertumbuhan, interaksi terjadi pada tinggi tanaman dan jumlah daun umur 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST, sedangkan diameter batang mulai terjadi interaksi pada umur 21 HST, 28 HST, dan 35 HST, hasil tertinggi dicapai oleh perlakuan jenis mulsa MPHP dengan dosis bokashi 10 t ha-1 (m2b2). Pada komponen hasil, interaksi terjadi pada diameter bunga, bobot bunga kotor per tanaman, bobot bunga bersih per tanaman, bobot bunga kotor per petak, dan bobot bunga bersih per petak, hasil tertinggi dicapai oleh perlakuan jenis mulsa jerami dengan dosis bokashi 10 t ha-1 (m1b2).

(27)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 27 Dari hasil percobaan terlihat bahwa penggunaan MPHP dan mulsa jerami yang diaplikasikan bersama dengan 10 t ha-1 bokashi, memberikan hasil terbaik terhadap komponen pertumbuhan dan hasil dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa.

Interaksi terjadi diduga karena pemberian mulsa mengakibatkan terjaganya kelembaban tanah, kestabilan suhu tanah serta menekan pertumbuhan gulma. Dengan kata lain, mulsa tidak secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, melainkan berpengaruh terhadap perbaikan iklim mikro disekitar pertanaman. Dengan keadaan iklim mikro yang baik, maka pemberian takaran bokashi yang optimum dapat lebih meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah sehingga dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang berakibat meningkatnya ketersediaan unsur hara dan air bagi tanaman kubis bunga. Menurut Marsono dan Linga (2003) bokashi dapat menyuburkan tanah melalui pengaruhnya terhadap sifat fisika, kimia dan biologi tanah.

Secara fisik bokashi dapat menggemburkan tanah sehingga ruang gerak akar akan bertambah luas, secara kimia bokashi dapat menaikkan pH tanah, sehingga ketersediaan unsur hara menjadi semakin mudah bagi perakaran tanaman. Secara biologis bokashi dapat meningkatkan populasi mikroorganisme fermentasi dan sintetik sehingga pertumbuhan penyakit dan serangan hama dapat ditekan.

Hasil terbaik diperoleh pada perlakuan mulsa jerami dengan taraf 10 t ha-1 bokashi dibandingkan dengan perlakuan MPHP dengan taraf 10 t ha-1 bokashi. Hal ini diduga karena mulsa jerami memiliki efek menstabilkan suhu tanah lebih baik dari pada MPHP, karena mulsa jerami yang bersifat organik. Doring et al. (2006) menyatakan bahwa mulsa jerami mempunyai daya pantul lebih tinggi dibandingkan dengan mulsa plastik. Menurut Mahmood et al. (2002) mulsa jerami atau mulsa yang berasal dari sisa tanaman lainnya mempunyai konduktivitas panas rendah sehingga panas yang sampai ke permukaan tanah akan lebih sedikit dibandingkan dengan tanpa mulsa atau mulsa dengan konduktivitas panas yang tinggi seperti plastik. Jadi jenis mulsa yang berbeda memberikan pengaruh berbeda pula pada pengaturan suhu, kelembaban, kandungan air tanah, penekanan gulma dan organisme pengganggu.

Disamping itu, mulsa jerami yang melapuk secara alamiah akan menambah bahan makanan bagi mikroorganisme di dalam tanah, sehingga proses dekomposisi akan tetap terjaga dan meningkatkan jumlah unsur hara yang dapat diserap oleh akar tanaman.

(28)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 28 Setyamidjaya (1986) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh hara yang terdapat pada tanah, apabila unsur hara yang dapat diserap tanaman tersedia cukup, maka proses perkembangan tanaman akan normal, sedangkan apabila unsur hara yang diserap tanaman sedikit menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Jadi semakin baik kondisi fisik dan kimia tanah akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Terdapat pengaruh interaksi jenis mulsa dan dosis bokashi terhadap tinggi tanaman 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST, jumlah daun 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST, diameter batang 21 HST, 28 HST, dan 35 HST, diameter bunga, bobot kotor bunga per tanaman, bobot bersih bunga per tanaman, bobot kotor bunga per petak, bobot bersih bunga per petak tanaman kubis bunga kultivar Orient F1

2. Pada taraf tanpa mulsa dosis optimal bokashi adalah 10,1 t ha-1 dengan hasil maksimal sebesar 3,45 kg kubis bunga. Pada taraf mulsa jerami padi dosis optimal bokashi adalah 10,4 t ha-1 dengan hasil maksimal sebesar 5,75 kg kubis bunga. Pada taraf MPHP dosis optimal bokashi adalah 8,74 t ha-1 dengan hasil maksimal sebesar 4,84 kg kubis bunga.

Saran

1. Untuk memperoleh hasil kubis bunga kultivar Orient F1 yang maksimal pada tiap jenis mulsa dapat menggunakan dosis optimal bokashi sebagai berikut: Pada taraf tanpa mulsa dengan 10,1 t ha-1 bokashi, dapat menghasilkan 8,63 t ha-1 kubis bunga. Pada taraf jenis mulsa jerami padi dengan 10,4 t ha-1 bokashi, dapat menghasilkan 14,4 t ha-1 kubis bunga. Pada taraf MPHP dengan 8,74 t ha-1 bokashi, dapat menghasilkan 12,1 t ha -1 kubis bunga.

(29)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 29 2. Untuk dapat dijadikan rotasi tanaman padi, perlu adanya penelitian sejenis seperti lahan sawah teknis khususnya di Kabupatan Karawang, serta untuk mengetahui keadaan suhu tanah tiap petak percobaan, perlu adanya pengamatan iklim mikro tiap petak percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta.

Buckman dan Nyle.C. Brady., 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.

Cahyono, B. 2003. Teknik Budidaya Kubis Bunga dan Analisis Usaha Tani. Kanisius.

Yogyakarta.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Karawang, 2011: http://www.

karawangkab.go.id/html/ Luas tanam, luas panen, produksi kubis bunga Kabupaten Karawang tahun 2007-2012. (diakses tanggal 3 Maret 2013) Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Karawang, 2013. Jenis Tanah di Kabupaten

Karawang.: http://www. karawangkab.go.id/html/ (diakses tanggal 8 juli 2013)

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2013. Luas panen, produktivitas, dan produksi kubis bunga Indonesia tahun 2007-2012. Jakarta. Kementrian Pertanian.

http://www.hortikultura.kementan.go.id/index.php.option=com_content&task

=view&id=129&Itemid=164.[27/05/2013].

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2013. Volume produksi, impor, dan ekspor total kubis bunga. Jakarta. Kementrian Pertanian.

http://www.hortikultura.kementan.go.id/index.php?option=com_content&tas k=view&id=129&Itemid=164.[21/05/2013].

Doring, T dkk. 2006. Aspect of straw mulching inorganic potatoes-I, effects on

microclimate, Phytophtora infestans, and Rhizoctonia solani. Nachrichtenbl.

Deut. Pflanzenschutzd. 58 (3):73-78.

Higa, T. dan F.D. James, 1997. Effective Microorganism (EM4). Dimensi Baru. Kyusei Nature Farming Societies, Vol. 02/Th 1993.Jakarta

Kementerian Kesehatan. 2012. Kandungan Gizi Kubis Bunga. Jawa Barat.

http://www.florabiz.net/news/kemkes-kandungan-gizi-kubis-bunga-.html.

(Diakses 17 Januari 2013)

(30)

Rommy Andhika Laksono, SP., MP. Page 30 Kementerian Pertanian. 2013. Peningkatan Produksi Kubis Bunga Dataran Rendah.

Jawa Barat. http://www.florabiz.net/news/ Peningkatan -Produksi Kubis - Bunga -Dataran -Rendah.html. (Diakses 3 Mei 2013)

Mahmood, M., K. Farroq, A. Hussain, R. Sher. 2002. Effect of mulching on growth and yield of potato crop. Asian J. of Plant Sci. 1(2):122-133.

Marsono dan P, Linga. 2003. Petunjuk Pengunan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Munawar. 2005. Kesuburan Tanaman dan Nutrisi Tanaman. IPB Press, Bogor.

Pracaya, 2011. Kol alias Kubis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rosniawaty, S., J.S. Hamdani. 2004. Pengaruh asal umbi bibit dan ketebalan mulsa jerami terhadap pertumbuhan dan hasil kentang (Solanum tuberosum L) di dataran medium. Kultivasi 2(3): 45-51.

Rukmana, R. 1994. Budidaya Kubis Bunga dan Brokoli. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Salisbury, F. B dan C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Terjemahanoleh Diah R. Lukman dan Sumaryono, 1995. Penerbit ITB, Bandung

Setyamidjaya, Djoehana. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta; CV Simplex 1986.

Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Susilawati, Rini. 2000. Penggunaan Media Kompos Fermentasi (Bokashi) dan

Pemberian Effective Microorganism - 4 (EM-4) Pada Tanah Podzolik Merah Kuning Terhadap Pertumbuhan Semai Acacia mangium Wild, sebuah skripsi.

Dalam IPB Repository diunduh 12 Juni 2013.

Umboh, H.A. 2002. Petunjuk Penggunaan Mulsa. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wahyu. 2013. Bibit Unggul Bunga Kol Dataran Rendah. http://bibit-unggul-online.

blogspot.com/2013/01/bibit-unggul-bunga-kol-pm-126-f1.html., diakses 04/05/2013.

Wididana, G.N. dan Muntoyah.1999.Membangun Desa Membangun Bangsa. Jakarta:

Institut Pengembangan Sumber Daya Alam.

Zona Bawah. 2011. Kesesuaian Musa dengan Bahan Tanaman. zonabawah.

blogspot.com/2011/04/kesesuaian-bahan-mulsa-dengan-tanaman.html., diakses 14/06/2013.

Gambar

Tabel  2.  Luas  Panen,  Produktivitas,  dan  Produksi  Kubis  Bunga  Indonesia  Tahun  2007-2012
Tabel 7. Pengaruh Interaksi Jenis Mulsa dan Dosis Bokashi Terhadap Diameter Bunga  Kubis Bunga Kultivar Orient F1
Tabel  8.  Pengaruh  Interaksi  Jenis  Mulsa  dan  Dosis  Bokashi  Terhadap  Bobot  Kotor  Bunga Per Tanaman Kubis Bunga  Kultivar Orient F1
Tabel  9.  Pengaruh  Interaksi  Jenis  Mulsa  dan  Dosis  Bokashi  Terhadap  Bobot  Bersih  Bunga Per Tanaman Kubis Kultivar Orient F1
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh manajemen modal kerja yang meliputi teori kebijakan investasi agresif, teori kebijakan pembiayaan agresif, teori

Sedangkan hasil uji parsial menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara peranan bank sampah terhadap kesejahteraan masyarakat tempatan, ini diketahui dari

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi hormon gonadotropin pada medium maturasi in vitro tidak meningkatkan angka maturasi oosit dan perkembangan embrio 4

Adapun keadaan gedung MI AL-HIKMAH Polaman Mijen Semarang pada saat ini sudah lumayan baik, karena dengan bantuan pemerintah akhirnya gedung dapat direhab

Dari tulisan ini saya hanya bisa mengatakan tentang beberapa hal bahwa, pertama, dalam konteks sistem pendidikan sekolah sangat mungkin dibangun dan diciptakan

Ditengah minimnya alokasi anggaran untuk pendidikan dan pelatihan dalam APBD Provinsi Sumsel terutama pada tahun 2016 dan tahun 2017 yang mengalami beberapa

Dua individu pada jenis kelamin berbeda yang berasal dari lokasi yang sama memiliki perilaku xenophobia yang lebih tinggi dibandingkan pasangan jenis kelamin yang

Dimana dari faktor resiko yang paling dominan dan signifikan untuk terjadinya penyakit pada pen- derita dengan Demam Tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu adalah