• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL PARAMETER SEISMOTEKTONIK WILAYAH JAWA BARAT DAN BANTEN BERDASARKAN B-VALUE PERIODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL PARAMETER SEISMOTEKTONIK WILAYAH JAWA BARAT DAN BANTEN BERDASARKAN B-VALUE PERIODE"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL PARAMETER SEISMOTEKTONIK WILAYAH JAWA BARAT DAN BANTEN BERDASARKAN B-VALUE PERIODE 1971-2021. SKRIPSI. YUDHATAMA PRANANDA NIP. 11170970000052. PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H / 2021 M.

(2) ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL PARAMETER SEISMOTEKTONIK WILAYAH JAWA BARAT DAN BANTEN BERDASARKAN B-VALUE PERIODE 1971-2021. SKRIPSI Diajukan sebagai syarat menyelesaikan jenjang Sarjana Strata Satu (S-1) guna mendapatkan gelar Sarjana Sains (S.Si). YUDHATAMA PRANANDA NIP. 11170970000052. PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H / 2021 M. ii.

(3) LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. ANALISIS DISTRIBUSI SPASIAL DAN TEMPORAL PARAMETER SEISMOTEKTONIK WILAYAH JAWA BARAT DAN BANTEN BERDASARKAN B-VALUE PERIODE 1971-2021. SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si). YUDHATAMA PRANANDA NIM 11170970000052. Menyetujui, Pembimbing I. Pembimbing II. Tati Zera, M.Si NIP. 19690608 200501 2 002. Dede Sunarya, S.Si, M.T NIP. 19880815 200911 1 001. Mengetahui, Ketua Program Studi Fisika. Tati Zera, M.Si NIP. 19690608 200501 2 002. iii.

(4) LEMBAR PENGESAHAN UJIAN. Skripsi yang berjudul Analisis Distribusi Spasial dan Temporal Parameter Seismotektonik Wilayah Jawa Barat dan Banten Berdasarkan B-Value Periode 1971-2021 yang telah disusun oleh Yudhatama Prananda dengan NIM 11170970000052 telah diujikan dan dinyatakan lulus dalam sidang munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 23 Agustus 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Program Studi Fisika. Jakarta, 23 Agustus 2021 Menyetujui, Penguji I. Penguji II. Dr. Sutrisno, Dipl.Seis NIP. 19590202 198203 1 005. Saipudin, M.Si NUP. 9920113254. Pembimbing I. Pembimbing II. Tati Zera, M.Si NIP. 19690608 200501 2 002. Dede Sunarya, S.Si, M.T NIP. 19880815 200911 1 001. Mengetahui, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ketua Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi. Nasrul Hakim, S.Si, M.T, Ph.D NIP. 19710608 200501 1 005. Tati Zera, M.Si NIP. 19690608 200501 2 002. iv.

(5) LEMBAR PERNYATAAN. Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Yudhatama Prananda NIM : 11170970000052 Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Distribusi Spasial dan Temporal Parameter Seismotektonik Wilayah Jawa Barat dan Banten Berdasarkan B-Value Periode 1971-2021 adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.. Jakarta, 23 Agustus 2021. Yudhatama Prananda 11150970000052. v.

(6) ABSTRAK Jawa Barat dan Banten adalah salah satu wilayah aktif gempa bumi, ini dikarenakan adanya zona subduksi dan beberapa sesar aktif yang mempengaruhi aktivitas tektonik wilayah tersebut. Salah satu upaya mitigasi bencana gempa bumi ialah menganalisis parameter seismotektonik yang ditunjukkan oleh a-value dan b-value dari persamaan Gutenberg-Richter dalam hubungan frekuensi-magnitudo gempa, dimana a-value menunjukkan aktivitas seismik dan b-value yang merupakan gradien dari persamaan ini menggambarkan tingkat kerapuhan batuan di wilayah penelitian. Analisis dilakukan secara spasial dan temporal dari data gempa katalog USGS dengan M≥4 di Wilayah Jawa Barat dan Banten dengan batas -5,794°LS – 8,037°LS dan 104,963°BT – -108,759°BT periode 1971-2021. Berdasarkan hasil estimasi metode maksimum likelihood pada software ZMAP v6 didapat b-value sebesar 1,37 dan a-value sebesar 9,56. Untuk distribusi spasialnya didapat b-value yang tinggi di wilayah selatan Jawa Barat sebesar 1,4-1,8 dengan a-value sebesar 9-11, nilai a-value dan b-value tinggi menunjukan tingkat aktivitas tektonik yang tinggi dengan tingkat kerapuhan batuan yang tinggi, sementara untuk b-value rendah terdapat di wilayah Jawa Barat bagian utara hingga laut Jawa dengan nilai 0,9-1,2 dengan a-value 6-8, b-value rendah memiliki potensi tinggi terjadinya gempa besar, karena wilayah dengan b-value rendah pada wilayah aktif gempa bumi menyimpan stress yang besar. Untuk distribusi temporal b-value menggambarkan adanya penurunan secara signifikan dalam rentang waktu tertentu sebelum terjadi gempa bumi besar, ini menunjukkan bahwa temporal b-value dapat dijadikan salah satu prekursor untuk gempa bumi besar. Kata kunci: Parameter Seismotektonik, Gutenberg-Richter, Maksimum likelihood,. vi.

(7) ABSTRACT West Java and Banten are one the active earthquake areas, this is due to the subduction zone and several active faults that affect the tectonic activity of the region. One of the earthquake disaster mitigation efforts is to analyze the seismotectonic parameters indicated by the a-value and b-value of the GutenbergRichter equation in the earthquake frequency-magnitude relationship, where the avalue indicates seismic activity and the b-value is the gradient of the equation. This describes the level of rock fragility in the study area. The analysis was carried out spatially and temporally from the USGS earthquake data catalog with M≥4 in the West Java and Banten Regions with a limit of -5.794°S – 8.037°S and 104.963°E – -108.759°E for the period 1971-2021. Based on the results of the estimation of the maximum likelihood method on the ZMAP v6 software, the b-value is 1.37 and the a-value is 9.56. For the spatial distribution, a high b-value is obtained in the southern region of West Java of 1.4-1.8 with an a-value of 9-11, a high a-value and b-value indicating a high level of tectonic activity with a rock fragility level. high, while for a low b-value found in the northern part of West Java to the Java Sea with a value of 0.9-1.2 with an a-value of 6-8, a low b-value has a high potential for large earthquakes, because areas with A low b-value in an earthquake-active region saves a large amount of stress. For the temporal distribution of b-values describing a significant decrease in a certain period before a major earthquake occurs, this indicates that the temporal b-value can be used as a precursor for large earthquakes. Keywords: a-value, b-value, Gutenberg-Richter, Maximum likelihood, stress. vii.

(8) KATA PENGANTAR. Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Distribusi Spasial dan Temporal Parameter Seismotektonik Wilayah Jawa Barat dan Banten Berdasarkan BValue Periode 1971-2021 dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat dan kerabatnya. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang penulis lakukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan jenjang Sarjana Strata Satu (S-1) untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Proses penelitian ini tentunya belum sempurna dan tidak luput dari berbagai kekurangan. Walau demikian penulis berharap skripsi ini bermanfaat dalam perkembangan penelitan-penelitian selanjutnya. Dalam proses dan penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara akademis maupun non akademis. Bersamaan dengan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua serta keluarga penulis yang senantiasa mendoakan, membantu, dan memberi dukungan penuh. 2. Ibu Tati Zera, M.Si selaku dosen pembimbing utama sekaligus Ketua Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu, membimbing, mengarahkan, dan mengkordinasi, serta senantiasa meluangkan waktunya untuk berdiskusi guna menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dede Sunarya, S.Si, M.T selaku dosen pembimbing lapangan dari Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah II yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmu, serta senantiasa meluangkan waktunya untuk berdisikusi guna menyelesaikan skripsi ini.. viii.

(9) 4. Ibu Elvan Yuniarti, M.Si selaku Wakil Ketua Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing dan mengkoordinasikan penyelesaian skripsi. 5. Kerabat penulis, Syafira Nuralifiani yang senantiasa menemani dan memberikan afirmasi positif sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 6. Teman kerja selama skripsi, seperti Muhammad Havidz dan Diky Zulfadli yang. senantiasa. memberikan. dukungan. dan. motivasi. hingga. terselesaikannya seluruh rangkaian skripsi ini. 7. Teman-teman seperjuangan seperti Ikhwan Sholeh dan Fisika 2017 yang telah banyak membantu dari awal perkuliahan, memberikan dukungan dan berbagi keluh kesah hingga penyelesaian skripsi ini. 8. Sahabat SMA penulis, Melet Club yang senantiasa memberikan dukungan satu sama lain dalam menyelesaikan studi masing-masing. 9. Semua pihak yang telah ikut berkontribusi terkait penyelesaian skripsi yang tidak dapat dituliskan namanya satu per satu, semoga amal baik tersebut memperoleh balasan pahala yang berlipat dari Allah SWT. Penulis berharap penelitian dan skripsi yang telah penulis laksanakan dapat berguna dan bermanfaat bagi yang membacanya serta dapat menjadi gagasan untuk mengembangkan penelitian terkait. Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari kata sempurna, dengan demikian penulis sangat mengharapkan diskusi kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dimasa. mendatang. melalui. alamat. surat. elektronik. penulis. [email protected] Jakarta, 23 Agustus 2021 Penulis,. Yudhatama Prananda NIM. 11170970000052. ix.

(10) x. DAFTAR ISI. ABSTRAK. vi. KATA PENGANTAR. viii. DAFTAR ISI. x. DAFTAR TABEL. xii. DAFTAR GAMBAR. xiii. BAB I. 1. 1.1. Latar Belakang. 1. 1.2. Identifikasi Masalah. 4. 1.3. Batasan Penelitian. 4. 1.4. Rumusan Masalah. 5. 1.5. Tujuan Penelitian. 6. 1.6. Manfaat Penelitian. 6. 1.7. Sistematika Penulisan. 7. BAB II 2.1. 9 Gempa Bumi. 9. 2.1.1. Proses Terjadinya Gempa Bumi. 11. 2.1.2. Skala Magnitudo Mw. 11. 2.2.. Tektonik Wilayah Jawa Barat dan Banten. 12. 2.3. Hubungan Frekuensi-Magnitudo. 16. 2.3.1. Arti Fisis Konstanta a. 16. 2.3.2. Arti Fisis Konstanta b. 16. 2.4. Declustering Reasenberg. 17. 2.5. Metode Maksimum Likelihood. 17. 2.6. Magnitude Of Completeness. 18. 2.7. Analisis variasi Spasial dan Temporal b-value. 19. BAB III. 22. 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian. 22. 3.2. Instrumen Penelitian. 22. 3.2.1. Perangkat Keras. 23 x.

(11) xi. 3.2.2. Perangkat Lunak. 23. 3.3. Diagram Alir. 24. 3.4. Cara Kerja Pengambilan Data. 25. 3.5. Prosedur Pengolahan Data. 26. 3.5.1. Konversi Skala Magnitudo Data Gempa. 26. 3.5.2. Proses Declustering Data Gempa. 27. 3.5.3. Pemetaan Sebaran Seismisitas. 28. 3.5.4. Estimasi b-value, a-value dan Nilai Mc. 28. 3.5.5. Proses mapping spasial b-value dan a-value. 28. 3.5.6. Proses Pembuatan Grafik b-value Terhadap Waktu. 28. BAB IV 4.1. 30 Pengumpulan dan Seleksi Data. 30. 4.1.1. Pengumpulan Data Gempa. 30. 4.1.2. Declustering Data Gempa. 30. 4.2. Analisis Jumlah Kumulatif dan Histogram Gempa Bumi. 31. 4.3. Analisis Pemetaan Sebaran Seismisitas. 33. 4.4. Distribusi Frekuensi-Magnitudo. 34. 4.5. Distribusi Spasial Parameter Seismotektonik. 36. 4.6. Distribusi Temporal B-value. 39. 4.7. Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu. 41. BAB V. 43. 5.1. Kesimpulan. 43. 5.2. Saran. 44. DAFTAR PUSTAKA. 45. LAMPIRAN. 50. xi.

(12) DAFTAR TABEL Tabel 1. Korelasi Konversi Skala Magnitudo Tabel 2. Tabel Parameter Declustering Reasenberg Tabel 3. Kejadian Gempa Besar ≥ 6,5 Mw Tabel 4. Perbandingan a-value dan b-value dari Berbagai Sumber. xii. 26 27 40 41.

(13) DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Tektonik Kepulauan Indonesia Gambar 2. Mekanisme Awal Deformasi Gambar 3. Jalur Gempa Bumi Dunia Gambar 4. Saturasi Magnitudo Gempa Gambar 5. Tektonik Pulau Jawa Gambar 6. Pola Struktur Sesar Regional Wilayah Jawa Barat dan Banten Gambar 7. Lokasi Penelitian Gambar 8. Diagram Alir Penelitian Gambar 9. Opsi Dasar Batas-Batas Penelitian (USGS) Gambar 10. Opsi Lanjutan Batas-Batas Penelitian (USGS) Gambar 11. Peta Kejadian Gempa Bumi Jawa Barat dan Banten Gambar 12. Hasil Declustering Data Gempa Gambar 13. Grafik Jumlah Kumulatif Gempa Tahun 1970-2021 Gambar 14a. Histogram Kedalaman Gambar 14b. Histogram Magnitudo Gambar 15. Peta Sebaran Seismisitas Wilayah Jawa Barat dan Banten Gambar 16. Grafik Distribusi Frekuensi-Magnitudo Gambar 17. Distribusi Spasial b-value Gambar 18. Distribusi Spasial a-value Gambar 19. Standar Deviasi b-value Gambar 20. Distribusi Temporal b-value. xiii. 2 9 10 12 13 15 22 24 25 25 30 31 32 33 33 34 35 36 38 39 40.

(14) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi sesungguhnya adalah salah satu bentuk peringatan atau ujian dari Allah SWT kepada seluruh umatnya, sebagaimana yang dijelaskan dalam AlQur’an Surah ke-7 yaitu Al-A’raf ayat 78:. ﴾٧٨ َ‫ٱلر ۡجفَةُ فَأَصۡ بَ ُحواْ فِي دَ ِار ِه ۡم َٰ َج ِث ِمين‬ َّ ‫﴿فَأ َ َخذَ ۡت ُه ُم‬ Artinya: “Lalu datanglah gempa menimpa mereka dan mereka pun mati bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah mereka”. (QS. Al-a’raf :78). [1] Ayat ini menjelaskan tentang kisah Nabi Shaleh as dan kaum Tsamud, dengan menunjukkan sebuah bukti yakni unta Allah sebagai sebuah bukti bahwasanya Shaleh adalah utusan Allah SWT, maka dengan adanya kabar itu diharapkan untuk tidak memperlakukan unta Allah itu semena-mena. Namun dari beberapa kaum Tsamud yang angkuh sangat mengabaikan perintah tersebut, mereka memotong unta Allah dan kemudian menantang kepada Nabi Shaleh untuk segera mendatangkan apa yang telah dijanjikan oleh Shaleh jikalau unta Allah tersebut diberlakukan semena-mena. Maka diberikanlah mereka goncangan atau gempa yang sangat besar sehingga mematikan mereka.[2] Meskipun begitu, perlu dilihat dari sisi keilmiahan dan kealamiahan bencana alam gempa bumi tersebut dengan pemahaman bahwa gempa bumi tak luput dari formula awal yang ditetapkan Allah SWT, bukan hanya sebuah peringatan, ujian ataupun cobaan saja.[3]. 1.

(15) 2. Gempa bumi merupakan bencana alam tentang peristiwa bergetar atau berguncangnya permukaan tanah dikarenakan pelepasan energi secara tiba-tiba akibat dari pecahnya masa batuan pada lapisan kerak bumi. Pelepasan energi tersebut diakibatkan oleh pergerakan lempeng-lempeng tektonik, yaitu lempeng yang bergerak saling mendekat, saling menjauh, dan saling melewati.[4]. Gambar 1. Peta Tektonik Kepulauan Indonesia [5]. Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana gempa bumi. Hal ini disebabkan karena posisi geologis Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng besar yaitu lempeng Pasifik, Indo-Australia, dan Eurasia yang dimana gaya interaksi antar-lempeng selalu menekan dan menggeser patahan-patahan yang tersebar di seluruh bagian Indonesia, baik di darat ataupun di dasar lautan. Selain itu adanya patahan aktif lokal maupun regional di wilayah Indonesia yang sering menimbulkan bencana gempa bumi. Tatanan tektonik tersebut menyebabkan.

(16) 3. Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai aktivitas seismik yang tinggi. [6] Khususnya untuk daerah Jawa Barat dan Banten yang merupakan kawasan rawan terjadinya gempa bumi. Ini dikarenakan daerah tersebut dilewati jalur cincin api dan adanya beberapa patahan aktif yang melewati daerah tersebut, daerah ini juga merupakan wilayah kepulauan Indonesia yang letaknya berada pada zona pertemuan antara lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara bertumbukan dengan lempeng Eurasia yang relatif diam yang menyebabkan daerah tersebut sangat berpotensi untuk terjadi gempa bumi di waktu yang akan datang.[7] Menurut data katalog gempa USGS [8], Jawa Barat tepatnya pada jarak 66 km barat daya Kota Banjar, mengalami gempa berkekuatan 7.0 Mw pada tanggal 2 September 2009. Dampaknya yaitu 65 orang dilaporkan tewas, menurut data BNPB pada Laporan Harian Pusdalops BNPB pada tanggal 5 September 2009, mengabarkan bahwa korban meninggal terbanyak yang ditemukan ada di Kabupaten Cianjur, yaitu 22 orang. Sementara itu sebanyak 445 orang mengalami luka-luka. Akibat bencana ini sebanyak 34.915 rumah rusak berat dan 65.137 rumah rusak ringan. Ribuan sarana umum lain, seperti masjid, sekolah, dan pondok pesantren jugan mengalami rusak berat.[9] Mengingat tingginya aktivitas seismik di Jawa Barat dan Banten, serta bahaya dari dampak negatif yang ditimbulkannya, pengetahuan tentang parameter seismotektonik sangat diperlukan guna upaya mitigasi untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana gempa bumi. Parameter seismotektonik yang menjadi fokus penelitian ialah a-value dan b-value yang dijelaskan oleh B..

(17) 4. Gutenberg dan C.F. Richter lewat hubungan frekuensi dan magnitudo yang menggambarkan tingkat aktivitas seismik dan tingkat kerapuhan batuan dari suatu wilayah.[10] B-value dapat dianalisis distribusinya dengan cara spasial dan temporal untuk mengetahui wilayah rawan gempa, potensi gempa dan parameter precursor gempa bumi, tentunya dengan menekankan pada hubungan kondisi struktur geologi aktif yang bersifat regional dan lokal di wilayah Jawa Barat dan Banten agar didapatkan hasil yang akurat dan saling berkorelasi. [11] 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang yang telah ditulis didapat beberapa identifikasi masalah penelitian, yaitu: 1. Adanya tingkat aktivitas seismik yang tinggi di wilayah Jawa Barat dan Banten 2. Pentingnya mengetahui daerah dengan tingkat kerapuhan batuan (b-value) yang tinggi untuk mengurangi dampak negatif dari bencana yang ditimbulkan 3. Belum banyak penelitian yang dibuat untuk menentukan dan menganalisis parameter seismotektonik b-value di wilayah Jawa Barat dan Banten 1.3 Batasan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah dari latar belakang yang telah ditulis dapat ditentukan batasan masalah yang akan dibuat, yakni :.

(18) 5. 1. Penelitian ini menggunakan data wilayah Jawa Barat dan Banten dengan batas titik koordinat 5,794°LS – 8,037°LS dan 104,963°BT – 108,759°BT pada rentang tahun 1971-2021 2. Penentuan batas magnitudo minimum gempa sebesar 4.0 M dan maksimumnya adalah 9.0 M 3. Penentuan kedalaman hiposenter gempa berkisar antara 0-500 km yang termasuk kedalam gempa dangkal, gempa menengah, dan gempa dalam 4. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode statistik Maximum Likelihood Estimation (MLE) dengan persamaan GutenbergRitcher dalam hubungan Magnitude Frequency Relation (MFR) dengan bantuan perangkat lunak Zmap v6, Sedangkan untuk pemetaan seismisitas wilayah Jawa Barat dan Banten menggunakan perangkat lunak GMT 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang ditemukan, dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana cara untuk menentukan b-value untuk wilayah Jawa Barat dan Banten periode tahun 1971-2021? 2. Bagaimana cara menganalisis distribusi spasial a-value dan b-value? 3. Bagaimana cara menganalisi distribusi temporal b-value? 4. Bagaimana aktivitas seismik di wilayah Jawa Barat dan Banten periode 1971-2021 serta pola distribusi gempanya?.

(19) 6. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji daerah rawan gempa bumi di wilayah Jawa Barat dan Banten dengan cara: 1. Mengestimasi a-value dan b-value wilayah Jawa Barat dan Banten dengan metode maksimum likelihood 2. Membuat pemodelan distribusi spasial parameter seismotektonik (a-value & b-value) serta menganalisis variasi nilainya 3. Membuat pemodelan distribusi temporal b-value serta menganalisis variasi nilainya 4. Membuat pemetaan seismisitas dan identifikasi pola distribusi gempa bumi wilayah Jawa Barat dan Banten 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi kepada masyarakat sebagai langkah awal dalam masalah mitigasi bencana gempa bumi di wilayah Jawa Barat dan Banten dan mengurangi dampak dari kerusakan akibat gempa bumi. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memahami parameter-parameter seismotektonik sebagai upaya mitigasi bencana gempa bumi 2. Memberikan informasi tentang aktivitas seismik di wilayah Jawa Barat dan Banten.

(20) 7. 3. Memberikan informasi tentang daerah dengan parameter aktivitas tektonik yang tinggi di wilayah Jawa Barat dan Banten 4. Dapat dijadikan sebagai referensi penelitian lebih lanjut tentang daerah rawan gempa bumi 1.7 Sistematika Penulisan BAB I: Pendahuluan Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II: Tinjauan Pustaka Pada bab ini menjelaskan mengenai gempa bumi termasuk proses terjadinya dan mitigasi bencana gempa bumi, lalu tentang tektonika lempeng secara umum dan kondisi tektonik wilayah Jawa Barat dan Banten, dan analisis statistika seismisitas yang terdiri dari hubungan frekuensi-magnitudo, declustering dengan metode Reasenberg, metode maksimum likelihood, magnitude of completeness, serta variasi spasial dan temporal b-value BAB III: Metode Penelitian Pada bab ini menjelaskan mengenai lokasi dan waktu penelitian, instrumen penelitian, teknik pengambilan data, teknik pengolahan data, dan diagram alir penelitian. BAB IV: Pembahasan Pada bab ini menjelaskan mengenai hasil pengolahan data, pembahasan, dan analisis hasil..

(21) 8. BAB V: Kesimpulan Merupakan kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya..

(22) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gempa Bumi Gempa bumi merupakan proses peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi yang tertimbun di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempa bumi ini dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan kesegala arah berupa gelombang gempa bumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi.[6] Proses pelepasan energi dan peregangan elastis batuan ini disebabkan oleh deformasi batuan, deformasi ini terjadi akibat tekanan (stress) atau tarikan (strain) yang menyebabkan batuan tersbut melampaui batas maksimumnya sehingga adanya pergeseran dan patahan secara tiba-tiba. Akumulasi energi nantinya dilepaskan ke dalam bentuk gelombang yang dikenal sebagai gempa bumi.[12]. Gambar 2. Mekanisme Awal Deformasi [13]. Gempa bumi merupakan bencana alam yang datang secara tiba-tiba dan mengakibatkan kepanikan luar biasa. Hal ini berbeda dengan bencana alam lain seperti letusan gunung berapi yang diawali dengan tanda atau gejala yang muncul sebelumnya. Akibatnya banyak korban berjatuhan dan bangunan yang hancur dikarenakan gempa bumi, bahkan tidak menutup kemungkinan adanya bencana 9.

(23) 10. alam lanjutan seperti tanah longsor ataupun tsunami. Gempa bumi umumnya terjadi pada lapisan terluar atau litosfer di daerah pertemuan lempeng atau batas-batas lempeng yang berupa zona subduksi, pengangkatan, pelipatan, dan daerah sekitar sesar yang membentuk jalur gempa bumi dunia.[14]. Gambar 3. Jalur Gempa Bumi Dunia [15]. Gempa bumi merupakan salah satu bencana yang terjadi di bawah permukaan kerak bumi sehingga dapat diklasifikasikan jenisnya berdasarkan kedalaman. Pertama yaitu gempa bumi dalam yang kedalamannya lebih dari 300 km di bawah permukaan, kedua adalah gempa menengah yang kedalamannya berada diantara sekitar 70-300 km, yang terakhir gempa bumi dangkal dengan kedalaman kurang dari 70 km, gempa ini relatif berbahaya karena dekatnya jarak pusat gempa ke permukaan. Bahaya gempa bumi dapat dilihat dari jenis-jenis gempa berdasarkan kekuatannya, yakni [14]: a) Gempa bumi sangat besar yang bermagnitudo lebih besar dari 8 SR. b) Gempa bumi besar yang memiliki magnitudo antara 7 hingga 8 SR..

(24) 11. c) Gempa bumi merusak yang memiliki magnitudo antara 5 hingga 7 SR. d) Gempa bumi sedang yang memiliki magnitudo antara 4 hingga 5 SR. e) Gempa bumi kecil yang memiliki magnitudo antara 3 hingga 4 SR. f) Gempa bumi mikro yang memiliki magnitudo antara 1 hingga 3 SR. g) Gempa bumi ultra mikro yang memiliki magnitudo lebih kecil dari 1 SR 2.1.1 Proses Terjadinya Gempa Bumi Proses kejadian gempa bumi bukanlah sesuatu yang instan atau langsung terjadi begitu saja, diperlukan syarat-syarat untuk terjadi gempa bumi diantaranya ada gerakan relatif lempeng tektonik, adanya pelepasan energi dan adanya tekanan atau stress. Pada saat terjadi gempa, dilepaskan sejumlah energi akibat patahan yang terjadi secara tiba-tiba, energi tersebut memancarkan gelombang seismik yang terbaca oleh seismograf. [15]. Gempa bumi utama atau mainshock biasanya diiring oleh beberapa macam guncangan atau getaran seperti, foreshock, aftershock. Foreshock merupakan gempa atau guncangan awal yang terjadi sebelum gempa bumi utama, biasanya terjadi dalam waktu dekat seperti hari, minggu, bahkan bulan, dan tidak ada tandatanda kapan berakhirnya gempa awal ini. Yang selanjutnya yakni aftershock, aftershock adalah gempa atau guncangan yang terjadi setelah gempa utama, biasanya disebut gempa susulan yang bisa terjadi sampai sebulan lamanyas.[16] 2.1.2 Skala Magnitudo Mw Parameter gempa bumi yang digunakan untuk menggambarkan kekuatan gempa adalah magnitudo. Skala magnitudo mempunyai banyak jenis, yakni ada.

(25) 12. local magnitude (ML), surface-wave magnitude (MS), body-wave magnitude (Mb), dan skala magnitudo yang digunakan pada penelitian ini yaitu moment magnitude (Mw). Moment magnitude (Mw) merupakan skala yang memperhitungkan akibat langsung dari terjadinya gempa bumi yaitu geometri dan konfigurasi patahan dengan menggunakan besaran energy released atau pelepasan energi.[4]. Gambar 4. Saturasi Magnitudo Gempa [19]. Pada dasarnya walaupun sudah jelas jarak episenter dengan tempat perekam gempa, tetapi suatu gempa yang diukur dari beberapa tempat kemungkinan hasil magnitudonya akan berbeda. Pada gempa besar pengukuran parameter getaran tanah akibat gempa juga cenderung kurang sensitif dibanding gempa kecil, Hal ini dikarenakan adanya earthquake magnitude saturation (Gambar 4) yang menggambarkan titik batas yang mana perhitungan gelombang magnitudo gempa menjadi kurang teliti.[4] 2.2. Tektonik Wilayah Jawa Barat dan Banten Aktivitas tektonik merupakan suatu rangkaian peristiwa geologi mulai dari pemecahan kontinen, penunjaman, tumbukan, pergeseran antar lempeng hingga.

(26) 13. seluruh proses keterikatannya. Pulau Jawa mempunyai daya tarik tersendiri karena termasuk salah satu wilayah yang paling aktif tingkat kegempaanya. Aktivitas ini dipengaruhi oleh tumbukan antar lempeng yang saling berinteraksi, yakni lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang menghasilkan suatu tatanan dan susunan geologi yang kompleks termasuk di wilayah Jawa Barat dan Banten.[17]. Gambar 5. Tektonik Pulau Jawa [18]. Akibatnya terdapat elemen-elemen tektonik utama di Pulau Jawa (Gambar 5). Terdapat sayatan melintang atau bentang alam pertemuan lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia dari selatan ke utara. Di bagian selatan Pulau Jawa terdapat palung (trench) yang terbentuk akibat zona subduksi pertemuan lempeng IndoAustralia yang menyusup atau menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Setelah itu ada zona Benioff yang saling berhubungan, zona ini mempunyai karakter menujam di bawah lempeng lain dimana semakin jauh dari zona subduksi, kedalamannya akan semakin bertambah, zona Benioff adalah zona untuk memperkirakan hiposentrum gempa dikarenakan kedalaman gempa merupakan indikasi dari keberadaan zona ini.[19].

(27) 14. Setelah itu ada juga busur luar non vulkanik terdiri atas batuan terisier yang terbentuk akibat adanya pergerakan dua lempeng yang terdeformasi secara intensif letaknya ada di bawah permukaan laut di selatan Pulau Jawa. Lalu ada cekungan busur luar yang letaknya di antara busur luar non volkanik dengan Pulau Jawa yang terdiri atas lapisan sedimen. Setelah itu ada busur magmatik dijumpai di daratan Pulau Jawa, membentang relatif dari barat-timur. Lalu ada cekungan busur belakang yang letaknya ada diantara Paparan Sunda dengan jalur magmatik. Paparan Sunda sendiri adalah inti benua yang terdiri atas batuan sedimen dan kristalin yang telah termalihkan.[20] Wilayah Jawa Barat dan Banten juga dilewati oleh beberapa jalur sesar regional yang mempengaruhi aktivitas tektonik di wilayah Jawa Barat dan Banten, diantaranya ada Sesar Baribis yang berarah barat-timur yang termasuk kedalam jenis sesar naik, sesar ini membentang mulai dari Purwakarta hingga Majalegka. Berdasarkan pengamatan, jalur Sesar Baribis meninggalkan jejak-jejak pensesaran berupa cermin sesar, breksi sesar dan lipatan seret. Selanjutnya ada Sesar Citanduy yang letaknya ada di sekitar barat daya gunung Ciremai didaerah Kuningan dan Majalengka, sesar ini berarah barat laut-tenggara dan berdasarkan sejarah gempa, jalur sesar ini termasuk ke dalam zona seismisitas tinggi. Sebagian peneliti mengatakan sesar ini adalah terusan dari Sesar Baribis.[17].

(28) 15. Gambar 6. Pola Struktur Sesar Regional Wilayah Jawa Barat dan Banten [21]. Selanjutnya sesar berarah barat daya-timur laut yakni Sesar Cimandiri dan Sesar Pelabuhanratu didaerah Sukabumi. Kedua sesar ini letaknya berdekatan dan sejajar. Sesar Cimandiri memiliki dua arah jalur sesar, barat-timur dan barat dayatimur laut. Sesar berarah barat-timur berada mulai dari teluk Pelabuhanratu hingga selatan kota Sukabumi sementara segmen berarah barat daya-timur laut dimulai dari Sukabumi menerus kearah timur laut. Sesar Cimandiri termasuk kedalam jenis sesar naik. Lalu ada juga Sesar Pelabuhanratu atau Sesar Citarik yang membentang dari teluk Pelabuhanratu menuju kearah Bogor hingga Bekasi. [20] Sesar selanjutnya adalah Sesar Lembang yang berarah barat-timur dan terletak di Bandung, Sesar Lembang terbentuk pada jaman kuarter pleistoisen dan termasuk kedalam jenis sesar normal [22]. Sesar selanjutnya terdapat di wilayah Puwakarta yakni Sesar Jatiluhur, dan ada sesar berarah barat-timur di wilayah selatan Jawa Barat dan Banten yakni Sesar Jampang dan Sesar Walat..

(29) 16. 2.3 Hubungan Frekuensi-Magnitudo Parameter seismik dan tektonik suatu daerah dapat dianalisis melalui hubungan frekuensi-magnitudo dengan persamaan yang dirumuskan oleh Gutenberg dan Ritcher gempa yang dinyatakan dalam bentuk [10]: 𝑙𝑜𝑔 𝑁(𝑀 ) = 𝑎 − 𝑏𝑀. (2.1). Dimana N(M) merupakan jumlah kumulatif gempa bumi, dengan M adalah skala magnitudo yang digunakan dalam penelitian, nilai-a. adalah parameter. seismik yang menggambarkan tingkat aktivitas seismik dan nilai-b merupakan parameter tektonik yang menggambarkan kondisi tektonik wilayah penelitian. [23] 2.3.1 Arti Fisis Konstanta a Nilai-a merupakan konstanta dari persamaan linier dengan hubungan frekuensi dan magnitudo dari Gutenberg-Richter. Nilai ini menunjukkan tingkat keaktifan seismik. Tingkat keaktifan seismik menyatakan banyaknya seismisitas di wilayah penelitian, besarnya tergantung dari luas daerah dan periode penelitian. Semakin besar a-value di suatu daerah artinya semakin tinggi aktivitas seismik didaerah tersebut, hal ini juga berlaku sebaliknya. [24] 2.3.2 Arti Fisis Konstanta b Nilai-b merupakan konstanta dari persamaan Gutenberg - Richter mengenai hubungan frekuensi dan magnitudo yaitu LogN = a – bM. Dilihat dari bentuk persamaannya, maka nilai b menunjukkan kemiringan atau gradien dari persamaan linier hubungan frekuensi dan magnitudo. Nilai ini erat sekali hubungannya dengan tektonik daerah suatu tempat yang nilainya tergantung dari sifat batuan setempat..

(30) 17. Nilai-b biasanya mendekati 1 dan menunjukkan tingkat kerapuhan batuan daerah tersebut.[25] 2.4 Declustering Reasenberg Pada dasarnya proses declustering adalah proses pemisahan gempa utama (mainshock) dengan gempa awal (foreshock) dan susulan (aftershock), sehingga didapatkan gempa yang bersifat independent. Dalam analisis parameter seismotektonik, data gempa yang digunakan adalah data gempa independent yang tidak bergantung dengan gempa yang lain. Untuk proses declustering dalam penelitian ini digunakan declustering reasenberg yang dirumuskan oleh Paul Reasenberg pada penelitiannya yang mengidentifikasi susulan dengan cara menghubungkan gempa ke cluster sesuai zona interaksi spasial di wilayah California tengah pada tahun 1969-1982 dengan M≥4 .[26] Dibawah ini adalah persamaan yang dirumuskan oleh Paul Reasenberg : 𝜏=. − ln(1 − 𝑝1) 𝑡 102(∆𝑀−1)/3. 2.2. Dengan nilai 𝜏 adalah parameter waktu untuk membuat cluster, nilai 𝑝 adalah kemungkinan dan ∆𝑀adalah selisih antara magnitudo terbesar dan terkecil. 2.5 Metode Maksimum Likelihood Metode. maksimum. likelihood. merupakan. metode. statistik. untuk. mengestimasi atau menemukan parameter-parameter yang memaksimumkan kemungkinan bersama dari sebuah data[27]. Metode ini merupakan suatu metode statistik yang sangat sesuai untuk memecahkan beberapa masalah tentang seismologi[28]. Metode ini digunakan untuk menaksir nilai-b yang ditribusi.

(31) 18. sampelnya sudah diketahui, namun metode ini mempunyai kelemahan untuk data yang ekstrim, artinya data menyimpang terlalu jauh dari sebuah rangkaian data.[7] Dijelaskana dalam penelitian sebelumnya bahwa b-value dan a-value dapat ditentukan dengan metode estimasi maksimum likelihood dengan persamaan yang dirumuskan oleh Aki dan Utsu[29], yakni : log 𝑒 𝑏= ̅ 𝑀 − 𝑀𝑚𝑖𝑛 ̅ Dimana : 𝑀. = Magnitudo rata-rata. 𝑀𝑚𝑖𝑛 = Magnitude minimum. Sementara a-value didapat dari persamaan : 𝑎 = log 𝑁 + log(𝑏 ln 10) + 𝑀𝑚𝑖𝑛 𝑏 2.6 Magnitude Of Completeness Dalam menganalisis b-value, diperlukan suatu data gempa yang lengkap, homogen dan konsisten. Ketiga aspek tersebut dapat ditentukan melalui estimasi nilai MC (Magnitude of Completeness). Secara matematis Dapat dikatakan nilai mc merupakan magnitudo terendah yang memenuhi persamaan linier GutenbergRichter sementara secara fisis nilai MC adalah magnitudo terendah dimana 100% data gempa yang terjadi pada suatu daerah dan periode tertentu telah terdeteksi dan tercatat sempurna oleh stasiun pencatat gempa [30]. Nilai MC yang terlalu tinggi disebabkan oleh pengambilan sampel atau data yang kurang, sementara nilai MC yang rendah menghasilkan estimasi parameter b-value dan a-value yang kurang akurat. Oleh karena itu nilai estimasi Mc sangat berpengaruh terhadap penentuan b-value..

(32) 19. Magnitude Of Completeness dapat diestimasi salah satunya dengan teknik Maximum Curvature (MAXC). Teknik ini merupakan cara yang mudah dan cepat, yakni dengan cara menghitung turunan pertama kurva hubungan frekuensi dan magnitudo untuk menentukan titik kelengkungan maksimumnya akan tetapi teknik ini mempunyai kelemahan untuk jumlah data gempa yang sangat banyak.[31] 2.7 Analisis variasi Spasial dan Temporal b-value Analisis tingkat kerapuhan batuan merupakan parameter seismotektonik yang berguna mengetahui daerah dengan tingkat kerapuhan batuan yang tinggi maupun rendah, tingkat kerapuhan batuan juga dapat digunakan sebagai salah satu aspek atau parameter untuk membuat peta rawan gempa.[32] Beberapa peneliti sebelumnya menjelaskan bahwa parameter seismotektonik termasuk b-value bervariasi secara signifikan di daerah aktif gempa khususnya di beberapa zona sesar dan zona subduksi serta pada jangka waktu tertentu, hal ini dikarenakan daerah aktif gempa memiliki potensi terjadinya gempa yang signifikan.[33] Variasi spasial b-value merupakan variasi b-value terhadap ruang yang menggambarkan akumulasi stress lokal, b-value terhadap ruang menggambarkan besar b-value di suatu wilayah. Variasi ini bergantung pada kondisi struktur batuan dan material daerah penelitian. Variasi spasial b-value dinotasikan sebagai b(s). Nilai b(s) dihitung berdasarkan jumlah gempa bumi per tiap grid dimana dapat dihitung standar deviasi b-value untuk mengetahui simpangan dari.

(33) 20. perhitungan b-value dengan formula yang dirumuskan oleh Shi dan Bolt [34], yakni :. 𝑛 2. 𝜎𝑏 = 2.30𝑏 √∑ 𝑖=1. Dimana : 𝜎𝑏 n. ̅ )2 (𝑀𝑖 − 𝑀 𝑛(𝑛 − 1). 2.13. = Standar Deviasi b-value = Jumlah Gempa bumi pada sampling perhitungan. Penelitian sebelumnya [33] tentang variasi spasial b-value dilakukan guna upaya mitigasi bencana gempa bumi dari zona subduksi megathrust di wilayah Papua yang juga memiliki aktivitas kegempaan yang tinggi, didapat hasil b-value berkisar antara 0.5 – 1.5 yang dilakukan dengan metode maksimum likelihood. Penelitian lainnya [24] juga dilakukan guna upaya mitigasi gempa bumi di Nusa Tenggara Barat dengan metode maksimum likelihood dari data katalog gempa USGS 1989-2020, didapat estimasi b-value dengan metode maksimum likelihood sebesar 0.844, dengan variasi spasialnya antara 0.6-1.5. Di daerah Jawa Barat dan Banten sendiri terdapat penelitian terhdahulu yang meneliti variasi spasial b-value khususnya di wilayah selatan [7], dengan metode yang sama didapati hasil variasi b-value sekitar 0.95-1.45. Penelitian lain [35] juga menjelaskan tentang b-value di Pulau Jawa, untuk daerah Jawa Barat dan Banten didapat variasi spasial b-value berkisar antara 0.75-1.18. Dari beberapa penelitian diatas, dapat dikatakan bahwa nilai-b tidak jauh dari 1..

(34) 21. Sementara variasi temporal b-value adalah variasi nilai-b terhadap waktu. Dalam penelitian-penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa b-value dapat dijadikan prekursor gempa dalam jangka waktu pendek, menengah dan panjang. Salah satu contohnya ialah penelitian yang dilakukan Sammonds pada tahun 1992 menunjukkan penurunan b-value sebelum terjadinya gempa besar [36]. Penelitian lain juga menjelaskan bahwa terjadi penurunan b-value secara signifikan sebelum terjadinya gempa besar di daerah Papua pada 7 dari 13 kejadian gempa besar [33]. Penelitian lainnya juga membuktikan adanya penurunan b-value secara signifikan pada 2 kejadian gempa bumi besar di wilaya Nusa Tenggara Barat. Oleh karena itu variasi temporal b-value dapat dijadikan prekursor untuk mengamati potensi terjadinya gempa-gempa besar. Variasi temporal b-value dinotasikan sebagai b(t)..

(35) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Tsunami Early Warning System, Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah II, yang beralamatkan Jl. H. Abdul Ghani No. 5, Kampung Utan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan pada bulan Maret 2021 sampai dengan bulan Juli 2021 Secara daring dan luring dikarenakan pandemic Covid-19.. Gambar 7. Lokasi Penelitian. 3.2 Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder yang merupakan data katalog gempa di United States Geological Survey (USGS) dengan mencari wilayah Jawa. 22.

(36) 23. Barat dan Banten, dengan posisi geografis wilayah penelitian secara astronomis terletak pada 5° 47' 38.4” LS - 8°2’13.2” LS 104° 57’ 46.8” BT - 108° 45’ 32.4”BT Data yang diperoleh berupa data longitude, latitude, kedalaman, magnitudo, skala magnitudo, dan waktu kejadian gempa serta lokasi gempa.. Dengan waktu periode selama 50 tahun (1971-2021) dan didapat data sebanyak 1.119 data gempa. Instrumen penelitian yang digunakan sebagai bantuan yaitu ada perangkat keras dan perangkat lunak. 3.2.1 Perangkat Keras Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. 1 unit laptop Acer Aspire E 14 Processor Intel Core i5-6200U 2.3GHz, RAM 4GB, Graphic Card NVIDIA GeForce 940MX 3.2.2 Perangkat Lunak Untuk proses pengolahan data diperlukan bantuan perangkat lunak yang diantaranya: a. Google Earth yang digunakan untuk menampilkan wilayah penelitian b. Notepad yang digunakan untuk mengolah data yang akan dimasukkan pada Zmap 6 dan GMT c. Matlab 2007 yang digunakan untuk menjalankan perangkat lunak Zmap 6 d. Zmap v6 yang digunakan untuk declustering data, estimasi dan pemodelan a-value, b-value dan standar deviasinya, serta nilai magnitude of completeness. e. GMT yang digunakan untuk pemetaan penyebaran gempa bumi wilayah Jawa Barat dan Banten.

(37) 24. f. Microsoft Excel 2016 yang digunakan untuk mengolah data gempa dan mengkonversikan skala magnitudo g. Microsoft Word 2016 yang digunakan untuk membuat dan menyusun draft skripsi 3.3 Diagram Alir. Gambar 8. Diagram Alir Penelitian.

(38) 25. 3.4 Cara Kerja Pengambilan Data Pengambilan data sekunder ini dilakukan secara daring dengan cara : 1. Menuju website resmi katalog gempabumi USGS dengan alamat : https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/ 2. Mengatur opsi dasar sesuai dengan batas penelitian, seperti batas magnitudo dan lama waktu yang di inginkan. Gambar 9. Opsi Dasar Batas-Batas Penelitian (USGS). 3. Mengatur opsi lanjutan, seperti batas regional geografis wilayah penelitian dengan koordinat desimal (utara, selatan, barat, dan timur), dan kedalaman. Gambar 10. Opsi Lanjutan Batas-Batas Penelitian (USGS).

(39) 26. 4. Selanjutnya checklist bagian earthquake untuk mendapatkan data gempa saja tanpa data lain (data erupsi vulkanik, noise akustik, ledakan, jatuhnya meteor, penambangan dan lain sebagainya) 5. Lalu mengunduh data yang sudah sesuai dengan batas-batas penelitian 3.5 Prosedur Pengolahan Data Berdasrkan diagram alir (Gambar 8) terdapat beberapa tahapan dalam pengolahan data untuk mendapatkan hasil akhir penelitian seperti konversi skala magnitudo data gempa, seleksi data gempa dengan cara declustering menggunakan formula Reasenberg dan mengestimasi a-value, b-value, dan nilai Mc hingga distribusi spasial dan temporalnya. 3.5.1 Konversi Skala Magnitudo Data Gempa Hasil dari katalog gempa bumi USGS yang telah diunduh didapati data gempa dengan skala yang beragam. Untuk menganalisis b-value diperlukan konversi skala magnitudo gempa untuk penyeragaman data dengan skala yang digunakan. Dalam penelitian ini skala yang digunakan ialah M w atau moment magnitude, ini karena skala tersebut tidak tersaturasi besarnya dan memperhitungkan konfigurasi patahan. Tabel 1. Korelasi Konversi Skala Magnitudo [37], [38].

(40) 27. Tabel diatas merupakan hubungan konversi skala magnitudo gempa yang dibuat berdasarkan penelitian-penelitan sebelumnya seperti penelitian Scordilis tahun 2006 [38] dan penelitian tim revisi peta gempa Indonesia tahun 2010 [37] dengan kesesuaian menggunakan analisis regersi. 3.5.2 Proses Declustering Data Gempa Proses declustering data gempa dilakukan di perangkat lunak ZMAP v6 dengan cara memasukan data input gempa yang telah sesuai dengan kolom ASCII dengan formula reasenberg yang parameternya sudah diatur dan sudah diuji oleh pusat pengujian RELM (Regional Earthquake Likelihood Method). Tabel 2. Tabel Parameter Declustering Reasenberg. [39]. Parameter (Tabel 2) adalah nilai input untuk declustering Reasenberg. Dimana τmin adalah nilai minimum look-ahead time untuk membuat cluster saat gempa bumi pertama belum diclusterkan, nilai τmax adalah nilai maksimum lookahead time untuk membuat cluster, 𝑝 adalah probabilitas menaksirkan peristiwa.

(41) 28. kluster berikutnya yang digunakan untuk menghitung 𝜏, 𝑥𝑘 adalah peningkatan besarnya cut-off yang lebih rendah selama clustering, 𝑥𝑚𝑒𝑓𝑓 adalah nilai cut-off magnitude efektif terendah untuk katalog, dan 𝑟𝑓𝑎𝑐𝑡 adalah nilai jari-jari retak yang mengelilingi setiap kejadian gempa yang dianggap sebagai cluster baru. 3.5.3 Pemetaan Sebaran Seismisitas Pemetaan sebaran seismisitas dilakukan pada perangkat lunak GMT dengan membuat input data gempa independent yang telah sesuai dengan tabel aturan GMT dan membuat script untuk mengatur ukuran gambar map, legenda dan arah mata anginnya. 3.5.4 Estimasi b-value, a-value dan Nilai Mc Estimasi ketiga nilai tersebut diperhitungkan menggunakan metode maksimum likelihood yang berkaitan dengan persamaan Gutenberg-Richter pada perangkat lunak ZMAP v6. Hasil yang didapat berupa grafik hubungan frekuensimagnitudo dengan nilai Mc sebagai batas bawah atau magnitudo terkecil yang memenuhi persamaan Gutenberg-Richter. 3.5.5 Proses mapping spasial b-value dan a-value Mapping dilakukan pada perangkat lunak ZMAP v6 dengan cara penentuan wilayah radius konstan 120 km dengan sistem grid dimana jarak tiap grid adalah 0,1° x 0,1° dan memasukan nilai jumlah minimal gempa di tiap gridnya yang akan dihitung sebesar 12 gempa dengan nilai fix Mc yang sudah didapat tadi. Mapping ini berguna untuk mengetahui distribusi spasial a-value dan b-value serta standar deviasinya. 3.5.6 Proses Pembuatan Grafik b-value Terhadap Waktu.

(42) 29. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya b-value turun signifikan sesaat sebelum terjadinya gempa bumi besar, ini artinya b-value dapat bervariasi terhadap waktu. Untuk menganailisis distribusi temporal b-value ialah menggunakan perangkat lunak ZMAP v6 dengan sliding time window yakni dengan sample window size 100, nilai overlap 10 dan jumlah minimal gempa bumi di tiap windows ialah 50. Artinya b-value dihitung untuk 100 windows size dan jumlah minimum gempanya ialah 50 per windows size dengan setiap 10 windows digeser untuk perhitungan gempa bumi berikutnya..

(43) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Seleksi Data 4.1.1 Pengumpulan Data Gempa Dari data yang diambil dari katalog gempa USGS untuk wilayah Jawa Barat dan Banten dalam rentang waktu pada bulan Maret 1971 s/d bulan Maret 2021 dengan batas wilayah 5,794°LS – 8,037°LS dan 104,963°BT – 108,759°BT, didapatkan data gempa sebanyak 1.119 kejadian gempa (Gambar 11).. Gambar 11. Peta Kejadian Gempa Bumi Jawa Barat dan Banten.. 4.1.2 Declustering Data Gempa Untuk mendapatkan a-value dan b-value diperlukan data gempa bumi utama yang tidak terikat gempa awal maupun susulan agar nilainya semakin akurat, oleh karena itu declustering data gempa dibutuhkan dalam penelitian ini. Declustering menggunakan metode Reasenberg terhadap data katalog gempa bumi untuk mengelompokkan gempa bumi utama dan menghilangkan data gempa bumi awalan. 30.

(44) 31. dan susulan. Setelah dilakukan declustering didapatkan 1100 kejadian gempa yang tersisa (Gambar 12). Artinya ada 19 gempa yang merupakan gempa awal maupun gempa susulan. Kejadian gempa yang terdecluster ditandai dengan tanda (+) berwarna ungu.. Gambar 12. Hasil Declustering Data Gempa. 4.2 Analisis Jumlah Kumulatif dan Histogram Gempa Bumi Berdasarkan hasil dari declustering data gempa, didapatkan grafik jumlah kumulatif gempa bumi dan histogramnya. Hasil dari penelitian ini menggambarkan peningkatan jumlah kumulatif gempa yang relatif steady, artinya terjadi peningkatan terus-menerus secara konstan (Gambar 13). Pada rentang tahun 19712000 terdapat kurang lebih sekitar 400 kejadian gempa dan tahun 2001-2021 terdapat kurang lebih 700 kejadian gempa. Bintang berwarna kuning menandakan kejadian gempa berkekuatan besar dengan Mw ≥ 6,5, yang artinya pada penelitian.

(45) 32. ini terdapat 6 gempa besar yang terjadi dengan magnitudo lebih besar sama dengan 6,5 Mw.. Gambar 13. Grafik Jumlah Kumulatif Gempa Tahun 1970-2021.. Pada Gambar 14a menunjukan histogram gempa berdasarkan kedalaman di wilayah Jawa Barat dan Banten yang didominasi oleh gempa dangkal dengan kedalaman 0 – 65 km dengan total 615 kejadian gempa, yang mana kejadian gempa terbanyak terdapat pada kedalaman 33 – 40 km dengan total sekitar 300 kejadian gempa dan pada kedalaman 41 – 47 km dengan kejadian gempa sekitar 100 gempa. Selanjutnya diikuti gempa menengah pada kedalaman 65 – 300 km dengan total 473 kejadian dan terakhir gempa dalam dengan kedalaman >300 km sebanyak 12 kejadian gempa. Selanjutnya Gambar 14b menunjukkan histogram gempa berdasarkan magnitudo, rentang gempa dimulai dari magnitudo terkecil yaitu 4,4 Mw hingga yang terbesar ialah 7,5 Mw. Kejadian gempa didominasi oleh gempa berkekuatan 4,4 – 5,5 Mw dengan total kurang lebih 1045 gempa yang mana 95% dari total.

(46) 33. keseluruhan gempa yang mana termasuk kedalam jenis gempa bumi sedang dan bahkan merusak. Kejadian gempa terbanyak terdapat pada magnitudo 4,9 Mw dengan total 232 kejadian gempa, diikuti gempa berkekuatan 4,8 Mw dengan total 117 kejadian gempa. Sementara gempa berkekuatan 5,6 – 7,5 Mw didapat hanya 55 kejadian gempa.. Gambar 14a. Histogram Kedalaman. Gambar 14b. Histogram Magnitudo. 4.3 Analisis Pemetaan Sebaran Seismisitas Untuk sebaran seismisitas wilayah Jawa Barat dan Banten Periode 1971 – 2021 didapat hasilnya (Gambar 17). Titik berwarna merah menandai gempa dangkal, titik berwarna kuning menunjukkan gempa menengah dan titik hijau adalah gempa dalam. Titik warna merah mendominasi daerah selatan Jawa Barat hingga kearah barat Banten khususnya daerah Selat Sunda yang mana pada umumnya gempa dangkal mempunyai sifat lebih merusak dibandingkan gempa menengah dan dalam. Selanjutnya gempa menengah banyak ditemukan di daerah selatan Pulau Jawa dari pesisir hingga kearah utara Pulau Jawa, sementara gempa dalam ditemukan sedikit di daerah utara Jawa Barat hingga ke daerah laut Jawa..

(47) 34. Dapat dilihat juga kejadian gempa terbesar dengan kekuatan 7,5 Mw berada di Jawa Barat bagian utara, tepatnya di Laut Jawa dan 7,0 M w berada di wilayah laut bagian selatan, tepatnya di sekitar 142 km barat daya Kabupaten Tasikmalaya. Selanjutnya pola distribusi sebaran seismisitas untuk wilayah Jawa Barat dan Banten banyak tersebar di bagian selatan, semakin ke arah selatan mengindikasikan gempa yang semakin dangkal, hal ini berkaitan dengan adanya pertemuan antara lempeng Indo-Australia yang menujam ke bawah lempeng Eurasia sehingga mengakibatkan zona subduksi yang melewati bagian selatan Pulau Jawa.. Gambar 15. Peta Sebaran Seismisitas Wilayah Jawa Barat dan Banten. 4.4 Distribusi Frekuensi-Magnitudo Penelitian distribusi frekuensi-magnitudo (FMD) menggambarkan sebaran hubungan magnitudo dengan jumlah kumulatif gempa bumi yang terjadi di wilayah.

(48) 35. penelitian. Dimana pada grafik (Gambar 16) didapatkan hasil dari penelitian FMD dengan metode estimasi maksimum likelihood dengan tektnik maximum curvature (MAXC), didapat b-value sebesar 1,37 dengan standar error 0,05, a-value sebesar 9,56 dan nilai magnitude of completeness sebesar 4,9. Hal ini menjelaskan bahwa nilai MC 4.9 Mw ialah magnitudo terkecil yang masih memenuhi linieritas terhadap relasi FMD [33].. Gambar 16. Grafik Distribusi Frekuensi-Magnitudo. Nilai Mc sendiri digunakan untuk penelitian b-value secara spasial b(s) untuk kemudian membuang katalog gempa dengan nilai yang lebih kecil dari nilai MC. B-value menggambarkan tingkat kerapuhan batuan atau parameter tektonik, sementara nilai-a menggambarkan aktivitas tektonik. Garis berwarna merah menunjukan kemiringan/slope, lambang △ adalah frekuensi data dari katalog gempa USGS, sementara lambang □ menunjukan frekuensi kumulatif..

(49) 36. 4.5 Distribusi Spasial Parameter Seismotektonik Setelah didapat hasil estimasi dari penelitian FMD, dilakukan penelitian sebaran spasial dari a-value dan b-value untuk mengetahui daerah-daerah dengan tingkat aktivitas tektonik dan tingkat kerapuhan batuan yang tinggi. Penelitian ini dilakukan dengan metode maksimum likelihood dan untuk penentuan wilayah dengan cara radius konstan 120 km dengan sistem grid dimana jarak tiap grid adalah 0,1° x 0,1° dan nilai fixed MC ialah 4,9 serta jumlah minimal gempa bumi 12 kejadian ditiap radiusnya.. Gambar 17. Distribusi Spasial b-value. Dapat dilihat (Gambar 17) merupakan distribusi spasial b-value wilayah Jawa Barat dan Banten. Didapat b-value pada rentang 0,9 – 1,9, rata-rata b-value diatas 1 menandakan wilayah penelitian ini yaitu Jawa Barat dan Banten termasuk dalam.

(50) 37. kategori wilayah rawan gempa. Terdapat b-value yang tinggi di bagian selatan wilayah Jawa Barat yakni sebesar 1,4 – 1,8, hal ini dikarenakan terdapatnya zona subduksi di bagian selatan Pulau Jawa yang mengakibatkan banyaknya aktivitas tektonik gempa di wilayah tersebut. Tingginya aktivitas tektonik gempa berbanding lurus dengan tingkat kerapuhan batuan, tingginya tingkat kerapuhan batuan ini menggambarkan daerah tersebut memiliki akumulasi stress yang rendah. B-value yang tinggi juga terdapat di daerah Sukabumi dan sekitarnya, serta daerah Tasikmalaya dengan b-value masing-masing sebesar 1,4 – 1,7, Hal ini dikarenakan wilayah Sukabumi diapit oleh dua sesar sekaligus yakni sesar Citarik atau Pelabuhanratu dan sesar Cimandiri sementara daerah Tasikmalaya berdekatan dengan sesar Citanduy. Sementara b-value yang rendah terdapat di wilayah Jawa Barat bagian utara hingga laut Jawa dengan nilai 0,9 – 1,2 dan wilayah Banten yakni dengan b-value pada rentang 1,1 – 1,4. Wilayah yang memiliki b-value rendah mengidentifikasikan bahwa wilayah tersebut memiliki akumulasi stress yang tinggi, sehingga memiliki potensi besar dari kemungkinan terjadinya gempa bumi besar. Hal ini dapat dibuktikan pada tiga kejadian gempa bumi besar yang terjadi, salah satunya gempa bumi berkekuatan 7,0 Mw di bagian utara Jawa Barat dan dua kejadian gempa bumi di wilayah Banten berkekuatan 6,8 Mw dan 6,5 Mw. Begitupun sebaliknya, jika didapatkan b-value tinggi maka akumulasi stress batuannya rendah sehingga banyak aktivitas tektonik di wilayah tersebut..

(51) 38. Gambar 18. Distribusi Spasial a-value. Sementara (Gambar 18) menunjukan hasil penelitian distribusi spasial a-value di wilayah Jawa Barat dan Banten. Terdapat korelasi antara distribusi spasial avalue dan b-value yang menunjukan keselarasan dengan penelitian sebelumnya, bahwa wilayah dengan a-value rendah juga memiliki b-value yang rendah, dan wilayah yang memiliki a-value tinggi juga memiliki b-value yang tinggi [29]. Didapat a-value berkisar pada rentang 6 – 11, terdapat a-value sebesar 9 – 11, hal ini dikarenakan terdapatnya zona subduksi di bagian selatan Pulau Jawa yang mengakibatkan banyaknya aktivitas tektonik gempa di wilayah tersebut. Selanjutnya didapatkan hasil perhitungan standar deviasi b-value pada rentang nilai 0 – 0,5 (Gambar 19). Tingginya nilai standar deviasi diakibatkan oleh data observasi yang kurang mencukupi, untuk menghindari hal tersebut maka.

(52) 39. diperlukan data yang memadai. Minimal data yang digunakan untuk memperoleh b-value sejumlah 12 data gempa untuk kemudian dapat dilakukan perhitungan menggunakan metode maksimum likelihood dalam satu gridnya [8].. Gambar 19. Standar Deviasi b-value. 4.6 Distribusi Temporal B-value Penelitian selanjutnya yaitu distribusi temporal b-value, b-value di wilayah Jawa Barat dan Banten pada periode 1971-2021 memiliki nilai yang bervariasi terhadap waktu. Didapatkan hasil berupa grafik dengan b-value di sumbu y terhadap periode waktu di sumbu x (Gambar 20) dengan enam kejadian gempa besar ≥6,5 Mw (Tabel 3)..

(53) 40. Gambar 20. Distribusi Temporal b-value Tabel 3. Kejadian Gempa Besar ≥ 6,5 Mw. Warna. Waktu. Magnitudo. 9/10/1985. 6,5 Mw. 21/12/1999. 6,5 Mw. 25/10/2000. 6,8 Mw. 8/8/2007. 7,5 Mw. 2/9/2009. 7,0 Mw. 15/12/2017. 6,5 Mw. Didapat distribusi temporal b-value beriksar antara 1,2 – 2,3 dimana b-value mengalami penurunan signifikan setiap sebelum kejadian gempa bumi besar ≥ 6,5 Mw. Penurunan b-value pada data secara jelas terlihat sebelum gempa bumi tahun 1985, 1999, 2000, 2007, 2009, dan 2017, hal ini merupakan salah satu indikasi terdapatnya potensi variasi b-value di wilayah gempa bumi yang akan menjadi precursor sebelum terjadinya gempa bumi berkekuatan besar. Penelitian sebelumnya menjelaskan adanya penurunan variasi b-value sebelum terjadi gempa bumi besar [24]. Penelitian terdahulu secara sistematis.

(54) 41. dilakukan untuk mendapatkan nilai uji potensi dari perubahan b-value, dimana nilai ini dapat menjadi precursor gempa bumi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa gempa bumi besar secara global didahului dengan kenaikan b-value pada jangka menengah, serta diikuti oleh turunnya b-value dalam jangka waktu minggu hingga bulan sebelum kejadian gempa bumi [40]. Dari hasil penelitian sebelumnya maka didapatkan keselarasan dengan hasil hipotesis penelitian ini bahwa b-value turun signifikan sebelum terjadinya gempa bumi berkekuatan besar. 4.7 Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu Hasil penelitian parameter seismotektonik untuk wilayah Jawa Barat dan Banten periode 1971-2021 dengan metode maksimum likelihood didapat b-value dan a-value masing-masing sebesar 1,37 dan 9,56. Sebagai perbandingan telah dilakukan kajian ulang atau review hasil penelitian terdahulu untuk metode estimasi maksimum likelihood dengan wilayah yang hampir sama (Tabel 4). Tabel 4. Parameter a-value dan b-value dari berbagai sumber.. No. Penelitian. a-value. b-value. Wilayah Penelitian. 1. Ilman Luthfi, 2018. 7,47. 1,1. Selatan Jawa Barat. 2. Tati Zera, 2014. 5,99-7,88. 0,63 – 1,19. Jawa bagian barat. 3. Linda, 2019. 5,46-7,45. 0,75-1.18. Jawa Barat dan Banten. Dari ketiga hasil penelitian tersebut didapat perbedaan b-value dan a-value tetapi tidak terlalu signifikan. Meskipun metode estimasi yang sama dan juga wilayah penelitian yang hampir sama, ada banyak faktor yang membuatnya berbeda, di mulai dari lokasi penelitian dengan luas wilayah yang berbeda, pengambilan katalog data gempa, penyesuaian konversi skala magnitudo yang.

(55) 42. berbeda, jumlah sampel kejadian gempa di tiap grid dan luas tiap grid yang berbeda, serta masih banyak yang lainnya..

(56) BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penelitian hubungan frekuensi-magnitudo dilakukan dengan persamaan Gutenberg-Ritcher didapat hasil dengan estimasi metode maksimum likelihood b-value sebesar 1,37 dengan standar error 0,05, a-value sebesar 9,56 dan nilai magnitude of completeness sebesar 4,9. 2. Berdasarkan hasil penelitian distribusi spasial parameter seismotektonik, avalue dan b-value, didapat rentang a-value 6 – 11 dan b-value 0,9 – 1,9. Nilai terbesar berada di daerah wilayah selatan Jawa Barat yakni sebesar 1,4 – 1,8, hal ini mengindikasikan tingginya aktivitas tektonik di wilayah tersebut karena zona subduksi di selatan Pulau Jawa, sementara b-value yang rendah terdapat di wilayah Jawa Barat bagian utara hingga laut Jawa dengan nilai 0,9 – 1,2, rendahnya b-value mengindikasikan wilayah tersebut memiliki akumulasi stress yang tinggi, sehingga memiliki potensi kemungkinan terjadinya gempa bumi besar. 3. Berdasarkan distribusi temporal, b-value beriksar antara 1,2-2,3 yang mana pada terlihat b-value mengalami penurunan signifikan setiap sebelum kejadian gempa bumi besar, contohnya pada 6 gempa bumi besar ≥6.5 Mw tahun 1985 (6.5 Mw), 1999 (6.5 Mw), 2000 (6.8 Mw), 2007 (7.5 Mw), 2009 (7.0 Mw), dan. 43.

(57) 44. 2017 (6.5 Mw). Penurunan b-value ini berkorelasi dengan peningkatan energi berupa stress di wilayah tersebut. 4. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan peta persebaran seismisitas wilayah Jawa Barat dan Banten. Aktivitas tektonik didominasi di wilayah selatan Jawa Barat hingga Selat Sunda. Pola distribusi gempa di wilayah ini untuk gempa dangkal didominasi di wilayah selatan, gempa menengah didominasi di wilayah pesisir selatan hingga utara dan gempa dalam sedikit ditemukan di Jawa Barat bagian utara, hal ini dikarenakan zona subduksi yang melewati selatan Pulau Jawa yang diakibatkan oleh pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia. 5.2 Saran Ada beberapa saran untuk penelitian selanjutnya antara lain: 1. Belum adanya parameter seismotektonik tentang perulangan gempa dan indek seismisitas untuk penelitian ini..

(58) 45. DAFTAR PUSTAKA. [1]. Departemen Agama RI, Al-Hikmah, Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Diponegoro, 2005.. [2]. M. Q. Shihab, Tafsir Al-Mishbah ; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qurán, Volume 5. Jakarta: Lentera Hati, 2002.. [3]. M. Gofar, “Gempa Bumi Dalam Perspektif Al-Qur’an,” UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.. [4]. W. Pawirodikromo, Seismologi Teknik & Rekayasa Kegempaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.. [5]. Y. Bock, “Crustal motion in Indonesia from Global Positioning System measurements,” J. Geophys. Res., vol. 108, no. B8, 2003, doi: 10.1029/2001jb000324.. [6]. Website BMKG Wilayah 3, “Tentang Gempa Bumi.” http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/tentang-gempa (accessed May 27, 2021).. [7]. I. L. Hilmi, S. Sutrisno, and D. Sunarya, “Analisis Seismisitas Berdasarkan Data Gempa Bumi Periode 1958-2018 Menggunakan b-Value Pada Daerah Selatan Jawa Barat dan Banten,” Al-Fiziya J. Mater. Sci. Geophys. Instrum. Theor. Phys., vol. 2, no. 1, pp. 10–16, 2019, doi: 10.15408/fiziya.v2i1.10482.. [8]. USGS, “Data Katalog Gempa.” https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/ (accessed Mar. 26, 2021).. [9]. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), “Laporan Harian Pusdalops BNPB,” 2009. [Online]. Available: https://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/336.pdf..

(59) 46. [10] B. Gutenberg and C. F. Richter, “Frequency of Earthquakes in California,” Nature, vol. 156, no. 3960, pp. 371–371, Sep. 1945. [11] A. Soehaimi, “Seismotektonik dan Potensi Kegempaan Wilayah Jawa,” Indones. J. Geosci., vol. 3, no. 4, pp. 227–240, 2008. [12] L. Don and F. Leet, Gempa Bumi : Penjelasan Ilmiah & Sederhana. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006. [13] N. Hidayat and E. W. Santoso, “Gempa Bumi Dan Mekanismenya,” vol. 2. pp. 50–52, 1997. [14] Sunarjo, M. T. Gunawan, and S. Pribadi, Gempabumi Edisi Populer. 2012. [15] R. Hidayanti, M. Arsyad, K. B. K. Fisika, B. Fmipa, and U. N. M. Makassar, “Analisis Jenis Patahan Gempa Menggunakan Metode Inversi Waveform ( Kasus Gempa Banten 2018 ),” Semin. Nas. Fis. 2018, pp. 1–6, 2018, [Online]. Available: https://ojs.unm.ac.id/semnasfisika/article/view/8718. [16] I. Sulaiman, Pendahuluan Seismologi IA. Jakarta: Balai Diklat Meteorologi dan Geofisika, 1989. [17] F. Hilmi and I. Haryanto, “Pola Struktur Regional Jawa Barat,” Bull. Sci. Contrib., vol. 6, pp. 57–66, 2008. [18] J. A. Katili, “Volcanism and Plate Tectonics in the Indonesia Island Arcs,” Tectonophysics, vol. 26, no. 3–4, pp. 165–188, 1975. [19] Y. Antomi, “Karakteristik Gempa Tektonik Sumatera,” 2010. [20] I. Haryanto, “Struktur Geologi Paleogen dan Neogen di Jawa Barat,” Bull. Sci. Contrib., vol. 4, pp. 88–95, 2006. [21] S. Febyani et al., “Analisis Kerentanan Gempa Pada Jalur Sesar Baribis Menggunakan Metode Microearthquake (MEQ),” Bull. Sci. Contrib. Geol., vol. 18, no. 3, pp. 205–212, 2020..

(60) 47. [22] R. Rasmid, “Aktivitas Sesar Lembang Di Utara Cekungan Bandung,” J. Meteorol. dan Geofis., vol. 15, no. 2, pp. 129–136, 2014, doi: 10.31172/jmg.v15i2.182. [23] T. Zera, “Menentukan Peluang Dan Periode Ulang Gempa Dengan Magnitude Tertentu Berdasarkan Model Gutenberg - Ritcher,” Spektra J. Fis. dan Apl., vol. 15, no. 1, pp. 44–48, 2014. [24] F. N. Ernandi, P. S. Fisika, J. Fisika, and U. N. Surabaya, “ANALISIS VARIASI a-VALUE DAN b-VALUE DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ZMAP V . 6 SEBAGAI INDIKATOR POTENSI GEMPA BUMI DI WILAYAH NUSA TENGGARA BARAT,” J. Inov. Fis. Indones., vol. 09, pp. 24–30, 2020. [25] R. Priadi and J. Arifin, “Penentuan Nilai B-Value Untuk Identifikasi Kerentanan Batuan Dengan Mempertimbangkan Nilai Slowness Pada Wilayah Pidie Jaya,” J. Fis. Unnes, vol. 7, 2017. [26] P. Reasenberg, “Second-Order Moment of Central California Seismicity, 1969-1982,” J. Geophys. Res., vol. 90, pp. 5479–5495, 1985. [27] S. Angnitha, “Maksimum Likelihood Berdasarkan Algoritma Newton Raphson , Fisher Scoring dan Expectation Maximization [Tesis],” Universitas Sumatra Utara, Medan, 2018. [28] I. I. Pertiwi, M. Arsyad, and P. Palloan, “Analisis Distribusi Spasial dan Temporal Seismotektonik Wilayah Sulawesi Bagian Selatan dan Barat Berdasarkan Nilai-b dengan Metode Maksimum Likelihood,” J. Sains Dan Pendidik. Fis. Univ. Negeri Makassar, vol. 8, no. 3, pp. 269–278, 2012. [29] S. Rohadi, H. Grandis, and M. A. Ratag, “Studi Variasi Spatial Seismisitas Zona Subduksi Jawa,” J. Meteorol. dan Geofis., vol. 8, no. 1, pp. 42–47, 2007, doi: 10.31172/jmg.v8i1.4. [30] A. Mignan and J. Woessner, “Estimating the Magnitude of Completeness for Earthquake Catalogs,” Community Online Resour. Stat. Seism. Anal.,.

(61) 48. 2012, doi: 10.5078/corssa-00180805. [31] S. Wiemer and M. Wyss, “Minimum magnitude of completeness in earthquake catalogs: Examples from Alaska, the Western United States, and Japan,” Bull. Seismol. Soc. Am., vol. 90, no. 4, pp. 859–869, 2000, doi: 10.1785/0119990114. [32] S. Rohadi, “Studi Seismotektonik Sebagai Indikator Potensi Gempabumi Di Wilayah Indonesia,” J. Meteorol. dan Geofis., vol. 10, no. 2, pp. 111– 120, 2015, doi: 10.31172/jmg.v10i2.40. [33] S. Rohadi, “Distribusi Spasial Dan Temporal Parameter Seismotektonik Sebagai Indikasi Tingkat Aktivitas Kegempaan Di Wilayah Papua,” J. Meteorol. dan Geofis., vol. 16, pp. 189–198, 2015. [34] Y. Shi and B. A. Bolt, “ The standard error of the magnitude-frequency b value ,” Bull. Seismol. Soc. Am., vol. 72, no. 5, pp. 1677–1687, 1982, doi: 10.1785/bssa0720051677. [35] L. Linda, N. Ihsan, and P. Palloan, “Analisis Distribusi Spasial Dan Temporal Seismotektonik Berdasarkan Nilai B-Value Dengan Menggunakan Metode Likelihood Di Pulau Jawa,” J. Sains dan Pendidik. Fis., vol. 15, no. 1, pp. 16–31, 2019, doi: 10.35580/jspf.v15i1.9403. [36] P. R. Sammonds, P. G. Meredith, and I. G. Main, “Role of pore fluids in the generation of seismic precursors to shear fracture,” Nature, vol. 359, no. 6392, pp. 228–230, 1992, doi: 10.1038/359228a0. [37] M. et al. Irsyam, “Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010,” 2010. [38] E. M. Scordilis, “Empirical global relations converting MS and mb to moment magnitude,” J. Seismol., vol. 10, no. 2, pp. 225–236, 2006, doi: 10.1007/s10950-006-9012-4. [39] T. Van Stiphout, J. Zhuang, and D. Marsan, “Theme V – Models and.

(62) 49. Techniques for Analyzing Seismicity (Seismicity Declustering),” Community Online Resour. Stat. Seism. Anal., no. February, pp. 1–25, 2012, doi: 10.5078/corssa-52382934. [40] G. M. Molchan, T. L. Kronrod, and A. K. Nekrasova, “Immediate foreshocks: time variation of the b-value,” Phys. Earth Planet. Inter., pp. 229–240, 1999..

(63) 50. LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Data Input Zmap v6 Longitude. Lattitude. Year. Month. Date. Magnitude. Depth. Hour. Minute. 106.587. -6.761. 1973. 11. 26. 5.2. 62. 8. 51. 105.608. -6.674. 1973. 7. 22. 5.6. 75. 8. 35. 106.965. -6.528. 1973. 2. 1. 4.9. 77. 11. 39. 107.262. -7.575. 1973. 1. 22. 5.2. 88. 3. 17. 105.407. -6.564. 1971. 5. 4. 6.4. 45. 2. 4. Lampiran 2. Contoh Data Input GMT dd/mm/yyyy. Time. Longitude. Lattitude. Magnitude. Depth. 11/26/1973. 8:51:12. 106.587. -6.761. 5.2. 62. 7/22/1973. 8:35:01. 105.608. -6.674. 5.6. 75. 2/1/1973. 11:39:59. 106.965. -6.528. 4.9. 77. 1/22/1973. 3:17:00. 107.262. -7.575. 5.2. 88. 5/4/1971. 2:04:32. 105.407. -6.564. 6.4. 45. Lampiran 3. Data Katalog Gempa USGS di Wilayah Jawa Barat Dan Banten Periode 1971-2021. Time. latitude. longitude. depth. mag. magType. 2021-03-10T04:07:30.097Z. -6.0075. 107.117. 310.5. 4.1. mb. 2021-02-27T20:39:46.461Z. -6.9244. 106.0952. 10. 4.3. mb. place 26 km NW of Rengasdengklok, Indonesia 50 km W of Pelabuhanratu, Indonesia. 2021-02-25T19:45:05.036Z. -6.2895. 105.8909. 76.31. 4.9. mb. 11 km NE of Labuan, Indonesia. 2021-02-21T14:56:33.710Z. -7.3715. 106.6916. 60.46. 4.5. mb. Java, Indonesia. 2021-02-16T07:24:40.126Z. -7.8021. 106.8584. 44.3. 4.4. mb. 2020-11-28T21:07:52.124Z. -7.3706. 106.605. 57.56. 4.5. mb. 92 km SW of Banjar, Indonesia 42 km S of Pelabuhanratu, Indonesia. 2020-11-14T15:32:32.014Z. -6.6942. 105.1651. 67.88. 4.6. mb. 2020-11-04T22:21:49.702Z. -7.3061. 106.1567. 39.99. 5.2. mb. 2020-11-01T14:34:11.015Z. -7.1501. 107.6332. 10. 4.3. mb. 2020-10-25T00:56:45.775Z. -7.9934. 107.9821. 43. 5.4. mww. 2020-10-21T23:50:21.837Z. -6.7441. 106.3321. 10. 4.5. mb. 2020-09-08T02:06:15.862Z. -7.4979. 106.6258. 53.14. 4.5. mb. Sunda Strait, Indonesia 56 km SW of Pelabuhanratu, Indonesia 12 km SSE of Banjaran, Indonesia 72 km SSW of Kawalu, Indonesia 36 km NW of Pelabuhanratu, Indonesia 57 km S of Pelabuhanratu, Indonesia. 2020-08-28T10:31:13.138Z. -6.4614. 105.864. 65.97. 4.2. mb. 9 km SSE of Labuan, Indonesia. 2020-08-23T21:05:36.372Z. -7.7972. 107.3366. 58.81. 4.1. mb. 67 km S of Banjar, Indonesia. 2020-08-16T15:12:35.976Z. -7.6793. 107.3531. 29.84. 4.2. mb. 2020-08-01T16:24:35.565Z. -6.1779. 108.1537. 10. 4.3. mb. 54 km S of Banjar, Indonesia 24 km NW of Indramayu, Indonesia. 2020-07-28T02:00:33.408Z. -7.5425. 107.0704. 50.22. 4.6. mb. 55 km SW of Banjar, Indonesia.

(64) 51. 2020-07-14T00:04:34.872Z. -6.5552. 106.3621. 106.19. 4.6. mb. 2020-07-10T04:55:56.615Z. -7.3423. 106.8384. 46.22. 4.4. mb. 2020-07-08T14:54:45.499Z. -5.9088. 105.8121. 170.98. 4.5. mb. 2020-07-07T04:44:13.602Z. -6.3146. 106.3418. 96.85. 5.1. mww. 2020-07-02T12:00:41.143Z. -7.6355. 106.5785. 32.35. 4. mb. 25 km SSE of Rangkasbitung, Indonesia 47 km SSW of Sukabumi, Indonesia 44 km WNW of Serang, Indonesia 11 km ENE of Rangkasbitung, Indonesia 71 km S of Pelabuhanratu, Indonesia. 2020-06-20T08:17:05.574Z. -6.239. 106.4925. 169.4. 4.4. mb. 1 km W of Cikupa, Indonesia. 2020-06-16T04:32:49.595Z. -7.0855. 105.7059. 35. 4.5. mb. 2020-05-24T07:11:43.210Z. -7.8402. 107.9778. 64.88. 4.8. mb. 2020-05-19T10:00:18.966Z. -7.8311. 107.9644. 61.62. 4.9. mb. 2020-05-12T10:06:24.533Z. -7.2105. 106.0961. 98.35. 4.3. mb. 79 km S of Labuan, Indonesia 56 km SSW of Singaparna, Indonesia 55 km SSW of Singaparna, Indonesia 56 km WSW of Pelabuhanratu, Indonesia. 2020-05-11T06:44:43.436Z. -7.001. 104.9956. 35. 4.5. mb. 2020-05-08T20:39:50.063Z. -7.6571. 106.312. 43.05. 4.4. mb. 115 km SW of Labuan, Indonesia 78 km SSW of Pelabuhanratu, Indonesia. 2020-05-01T10:43:32.137Z. -7.8725. 108.2608. 84.18. 4.3. mb. 54 km S of Kawalu, Indonesia. 2020-04-30T08:21:59.649Z. -7.0922. 106.9026. 59.57. 4.8. mb. 19 km S of Sukabumi, Indonesia. 2020-04-25T04:43:24.056Z. -5.973. 106.1768. 180. 4.3. mb. 15 km N of Serang, Indonesia. 2020-04-05T04:31:06.365Z. -6.3535. 104.9695. 58.05. 4.4. mb. 95 km W of Labuan, Indonesia. 2020-03-18T08:45:48.597Z. -7.5152. 107.6753. 117.12. 4.2. mb. 2020-03-16T03:56:41.714Z. -7.4774. 106.7727. 72.78. 4.5. mb. 2020-03-14T23:26:34.621Z. -6.8374. 105.653. 74.56. 4.4. mb. 44 km SE of Banjar, Indonesia 59 km SSE of Pelabuhanratu, Indonesia 54 km SSW of Labuan, Indonesia. 2020-03-10T10:18:04.505Z. -6.7852. 106.6813. 10. 5. mb. 2020-03-08T05:03:20.734Z. -6.4638. 106.3358. 104.96. 4. mb. 2020-02-21T00:57:18.236Z. -7.4707. 107.6526. 67.11. 4.6. mb. 2020-02-17T12:11:45.998Z. -7.3064. 105.9296. 47.04. 4.7. mb. 2020-02-10T05:22:56.635Z. -6.768. 105.2929. 52.32. 4.9. mb. 2020-02-05T10:49:35.011Z. -7.4507. 106.0456. 85.55. 4.2. mb. 2020-01-19T13:31:12.857Z. -7.0864. 107.682. 133.84. 4.5. mb. 2020-01-13T05:19:53.271Z. -7.1159. 106.1728. 63.35. 4.4. mb. 2020-01-10T22:06:32.716Z. -7.746. 108.0142. 62.77. 4.4. mb. 2020-01-08T22:05:33.881Z. -7.7621. 107.9297. 69.72. 4.6. mb. 9 km W of Paseh, Indonesia 44 km WSW of Pelabuhanratu, Indonesia 44 km SSW of Singaparna, Indonesia 49 km SSW of Singaparna, Indonesia. 2020-01-05T23:12:24.295Z. -8.0046. 107.4548. 38.11. 4.9. mww. 89 km S of Banjar, Indonesia. 2019-12-26T07:22:11.473Z. -7.7539. 106.8581. 61.54. 4.7. mb. 2019-12-16T12:52:33.978Z. -7.1634. 106.0015. 60.53. 4.8. mb. 88 km SW of Banjar, Indonesia 63 km WSW of Pelabuhanratu, Indonesia. 2019-12-15T03:36:28.111Z. -7.7109. 107.0228. 44.08. 4.3. mb. 72 km SW of Banjar, Indonesia. 2019-12-10T15:45:35.429Z. -7.8768. 108.5045. 65.57. 4.4. mb. 2019-11-14T19:10:52.289Z. -6.9394. 106.9316. 80.89. 4.2. mb. 53 km SW of Sidareja, Indonesia 2 km SSE of Sukabumi, Indonesia. 2019-11-09T01:19:44.806Z. -7.6339. 108.1636. 93.5. 4.5. mb. 2019-11-01T08:38:10.866Z. -7.7631. 108.062. 91.71. 4.8. mb. 11 km W of Cicurug, Indonesia 15 km SE of Rangkasbitung, Indonesia 39 km SE of Banjar, Indonesia 77 km WSW of Pelabuhanratu, Indonesia 73 km SW of Labuan, Indonesia 75 km SW of Pelabuhanratu, Indonesia. 28 km S of Kawalu, Indonesia 45 km SSW of Kawalu, Indonesia.

(65) 52. 2019-10-31T01:56:15.542Z. -7.8484. 108.4412. 87.49. 4.4. mb. 55 km SW of Sidareja, Indonesia 86 km WSW of Pelabuhanratu, Indonesia 42 km W of Pelabuhanratu, Indonesia 64 km WSW of Pelabuhanratu, Indonesia 99 km WSW of Labuan, Indonesia 6 km ESE of Pelabuhanratu, Indonesia 45 km W of Pelabuhanratu, Indonesia 160 km SSW of Labuan, Indonesia. 2019-09-27T18:04:58.450Z. -7.3428. 105.8531. 57.52. 4.5. mb. 2019-09-20T13:15:30.685Z. -7.0104. 106.1703. 72.17. 4.5. mb. 2019-08-17T05:18:28.404Z. -7.2625. 106.0319. 66.71. 4.3. mb. 2019-08-03T09:24:17.896Z. -6.7575. 105.0147. 71.36. 4.2. mb. 2019-08-02T17:22:04.730Z. -7.0053. 106.6077. 88.01. 4.4. mb. 2019-07-28T14:25:02.625Z. -6.9777. 106.1423. 58.47. 5.1. mb. 2019-07-28T13:32:46.317Z. -7.6811. 105.1944. 35. 4.3. mb. 2019-07-18T18:22:44.329Z. -7.5382. 108.1939. 95.07. 4.4. mb. 2019-06-23T19:58:24.100Z. -7.9122. 107.8476. 75.07. 4.4. mb. 2019-06-02T04:52:32.454Z. -7.3275. 107.6249. 72.6. 4.4. mb. 2019-05-12T22:45:53.359Z. -7.9389. 107.6706. 47.15. 4.5. mb. 2019-03-21T15:03:09.389Z. -7.6019. 108.0889. 107.7. 4.8. mb. 2019-03-19T05:04:42.278Z. -6.9207. 107.0391. 155.05. 4.5. mb. 2019-03-11T15:56:53.852Z. -5.9301. 105.3818. 142.13. 4.2. mb. 2019-03-04T05:23:00.770Z. -5.9744. 105.13. 47.58. 4.4. mb. 2019-02-28T00:54:28.590Z. -7.3773. 105.2049. 40.89. 4.7. mb. 2019-02-27T04:55:09.560Z. -5.8459. 106.0081. 104.31. 4.4. mb. 2019-02-13T23:41:54.620Z. -6.7647. 105.803. 66.89. 5. mb. 2019-01-08T09:54:47.990Z. -7.8778. 106.5655. 35. 5.2. mb. 2019-01-07T15:04:08.690Z. -7.9552. 107.7593. 66.25. 4.7. mb. 2018-12-07T13:49:20.650Z. -6.5702. 108.4176. 265.17. 4.2. mb. 2018-12-06T23:43:21.830Z. -6.7171. 106.0775. 85.35. 4.6. mb. 2018-12-01T22:36:12.050Z. -6.58. 105.1608. 47.51. 4.9. mb. 2018-11-15T15:16:51.010Z. -6.1458. 108.0385. 312.1. 4. mb. 2018-11-01T02:42:40.720Z. -6.3527. 105.0518. 39.73. 4.6. mb. 2018-10-25T05:48:43.580Z. -6.1805. 106.027. 173.66. 4.8. mb. 2018-10-24T21:45:23.580Z. -5.8478. 107.2038. 291.55. 4. mb. 86 km W of Labuan, Indonesia 15 km WSW of Serang, Indonesia 35 km NNW of Rengasdengklok, Indonesia. 2018-10-10T13:54:07.370Z. -7.2098. 105.1131. 46.56. 4.4. mb. 121 km SW of Labuan, Indonesia. 2018-10-07T19:17:00.790Z. -7.9314. 106.8438. 38.26. 4.5. mb. 104 km SW of Banjar, Indonesia. 2018-09-24T17:53:42.770Z. -6.1108. 107.0581. 254.37. 4.2. mb. 2018-09-08T23:58:25.010Z. -7.7387. 106.8208. 56.9. 4.2. mb. 2018-08-23T05:29:20.130Z. -7.8974. 107.971. 93.38. 4.1. mb. 2018-08-21T21:23:16.120Z. -6.8589. 108.7096. 231.99. 4.3. mb. 2018-08-21T02:54:01.550Z. -7.6689. 105.8974. 47.57. 4.5. mb. 15 km NNE of Bekasi, Indonesia 88 km SSE of Pelabuhanratu, Indonesia 62 km SSW of Singaparna, Indonesia 7 km E of Karangsembung, Indonesia 104 km SW of Pelabuhanratu, Indonesia. 17 km S of Kawalu, Indonesia 68 km SSW of Singaparna, Indonesia 25 km SE of Banjar, Indonesia 81 km SW of Singaparna, Indonesia 27 km SSW of Kawalu, Indonesia 12 km E of Sukabumi, Indonesia 56 km SSE of Bandar Lampung, Indonesia 62 km SSW of Bandar Lampung, Indonesia 130 km SSW of Labuan, Indonesia 33 km NNW of Serang, Indonesia 42 km S of Labuan, Indonesia 98 km S of Pelabuhanratu, Indonesia 77 km SSW of Singaparna, Indonesia 8 km N of Arjawinangun, Indonesia 43 km SSW of Rangkasbitung, Indonesia 77 km WSW of Labuan, Indonesia 29 km ENE of Pamanukan, Indonesia.

Gambar

Tabel 1. Korelasi Konversi Skala Magnitudo   26  Tabel 2. Tabel Parameter Declustering Reasenberg  27
Gambar 1. Peta Tektonik Kepulauan Indonesia [5]
Gambar 2. Mekanisme Awal Deformasi [13]
Gambar 3. Jalur Gempa Bumi Dunia [15]
+7

Referensi

Dokumen terkait