• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Buah salak merupakan buah yang memiliki peluang pasar yang sangat tinggi.Selain mangga, rambutan dan manggis, buah salak adalah salah satu komoditas buah-buahan asli Indonesia yang berpotensi menjadi primadona komoditas ekspor buah asal Indonesia.Rasanya yang khas membuat buah salak sangat disukai baik dari kalangan lokal hingga mancanegara (Anonim, 2011). Selain dapat dikonsumsi secara langsung sebagai buah segar, salak juga dapat diolah menjadi produk lainnya yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Produk olahan tersebut yaitu keripik salak, manisan, buah kering, minuman ringan dan buah kaleng (Anonim, 1995).

Data Badan Pusat Statistik (2014) menunjukkan bahwa pada awalnya produksi salak dari tahun ke tahun cenderung stagnan namun pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 44.3 persen menjadi 1.08 juta ton dibandingkan tahun 2010. Tercatat mulaidari tahun 2007 sampai 2012 produksi salak berturut-turut yaitu 805879, 862465, 829014, 749876, 1082125, dan 1035407 ton (Badan Pusat Statistik, 2014). Selain produksinya yang meningkat, salak pondoh asal Indonesia juga telah menembus pasar Internasional ke beberapa negara, yaitu China, Singapura, Malaysia, Arab Saudi, dan Qatar. Menurut Ardyan (2012), untuk kegiatan ekspor salak, Badan Pusat Statistik mencatat selama 2007 hingga September tahun 2012, ekspor salak mencapai 949.5 ton, atau senilai USD 1.04 juta. Pencapaian tersebut meningkat 37.7 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Khusus ke China, selama 2012 nilai ekspor salak mencapai USD 720.000, atau 72 persen dari nilai ekspor salak keseluruhan kemudian disusul Malaysia (11 persen), Singapura (10 persen), dan Negara-negara Timur Tengah.

Proses produksi dan ekspor salak yang dilakukan juga tak lepas dari adanya beberapa kendala, salah satunya yaitu adanya serangan lalat buah hama yang pada akhirnya mengganggu dan menghalangi ekspor salak nasional ke beberapa negara karena adanya persyaratan karantina yang ditetapkan oleh negara pengimport terkait pemasukan media pembawa yang berpotensi membawa lalat buah. Hal ini menyangkut persyaratan standar kesehatan ISPM (International Standard

(2)

Phitosanitary Measures) yang harus dipatuhi oleh setiap negara yang mengikuti perjanjian WTO (World Trade Organization). Setiap komoditas harus memiliki sertifikat kesehatan yang menyatakan bahwa komoditas tersebut bebas dari adanya OPT (jika dipersyaratkan). Sertifikat kesehatan ini berfungsi sebagai jaminan bagi konsumen atau negara pengimpor bahwa produk pertanian telah bebas dari cemaran biologi (Untung, 2007). Kendala tersebut dialami Negara Indonesia pada ekspor buah salak ke Negara China pada bulan Mei tahun 2013, yaitu terjadinya penolakan disertai pemberian surat NNC (Notification Non Complient) untuk komoditas salak asal Indonesia dikarenakan adanya infestasi lalat buah yang diduga sebagai Bactrocera papayae dan B.carambolae (Rini, 2014). Akibat dari adanya penolakan tersebut nilai ekspor salak nasional mengalami penurunan dari 1037,813 ton menjadi 1025,058 ton pada tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, 2013). Sedangkan untuk ekspor salak yang melalui pengawasan Balai Karantina Pertanian Kelas II Yogyakarta, tidak terjadi penurunan namun nilainya tidak berbeda nyata dengan tahun 2012, padahal pada tahun-tahun sebelumnya ekspor salak Indonesia yang melalui Balai Karantina Yogyakarta selalu mengalami tren meningkat secara signifikan (BKP Kelas II Yogyakarta, 2014).

Dalam dunia perdagangan Internasional, lalat buah (Diptera: Tephritidae) tidak hanya menjadi penghalang produksi untuk buah-buahan dan sayuran segar, tapi juga menjadi penghalang ekspor yang sangat tangguh membatasi perdagangan di seluruh dunia (Clarke et al., 2005). Kerugian yang diakibatkan oleh lalat buah pernah dialami oleh Negara Australia, bahkan tercatat di Australia, kerugian yang diakibatkan adanya serangan lalat buah diperkirakan mencapai 100 juta dolar AS atau 500 triliun rupiah per tahunnya apabila lalat buah tidak dikendalikan (FAO, 1986 cit. Siwi et al., 2006), sedangkan pada komoditas salak di Indonesia dari seluruh sentra pertanaman salak yang ada, Kabupaten Wonosobo merupakan daerah penghasil salak yang telah dilaporkan bahwa adanya serangan lalat buah telah menurunan hasil produksi salak dari tahun 2009-2011, berturut-turut yaitu 409.032; 407.024; 307.391 Kw (Anonim, 2012).

Mengingat pentingnya keberadaan serangan lalat buah pada komoditas ekspor salak, maka pengetahuan tentang lalat buah yang menyerang buah salak secara menyeluruh sangat diperlukan. Hal ini menyangkut pengendaliannya karena adanya

(3)

kesalahan dalam mengidentifikasi OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) dapat mengakibatkan kekeliruan dalam pengambilan keputusan pengendaliannya (Suputa et al., 2006). Selain itu, identifikasi spesies OPT tertentu juga sangat penting bagi suatu negara dalam proses perdagangan dunia karena adanya spesies yang belum dimiliki oleh negara lain tapi dimiliki oleh negara pengekspor akan menyebabkan adanya pembatasan dan penolakan ekspor, sehingga mengetahui nama spesies yang mungkin terbawa oleh media pembawa dalam proses ekspor-impor secara benar dan valid sangat penting untuk dilakukan. Pada proses pembatasan perdagangan dunia, suatu negara diperlukan mempunyai pest-list yang terdapat dalam negaranya untuk digunakan dalam proses persyaratan fitosanitari yang dikenakan berupa hasil Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan (AROPT). Dalam menyusun AROPT diperlukan informasi penting terkait dengan status komoditas yang akan diimpor dan data keberadaan suatu OPT di negara asalnya (BKP, 2012).

Namun sejauh ini lalat buah yang menyerang buah salak belum diketahui kejelasan nama spesiesnya secara pasti, sehingga diperlukan adanya identifikasi. Ada dua hal dasar yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi hama tanaman yaitu menggunakan karakter tubuh seperti morfologi, anatomi, perilaku dan fisiologi serta dapat pula melakukan identifikasi secara molekuler (Putra, 2011). Proses identifikasi pun menghadapi kendala tersendiri, diketahui bahwa lalat buah memiliki keragaman spesies yang sangat tinggi. Adanya keanekaragaman jenis tumbuhan buah dan sayur yang tinggi akan diikuti oleh keragaman lalat buah yang tinggi pula (Suputa, 2010). Hingga kini tercatat 5000 spesies lalat buah Family Tephritidae, dan 350 diantaranya berpotensi sebagai hama tanaman yang dapat merugikan secara ekonomi (Drew & Romig, 2013, Jiang et al., 2014). Beberapa spesies yang paling merugikan tergabung dalam kelompok Bactrocera dorsalis kompleks yang kini keseluruhan mencapai 90 spesies (Drew & Romig, 2013), termasuk diantaranya yaitu Bactrocera carambolae dan B. dorsalisi.e.B papayae, B. invadens, dan B. philippinensis.Spesies yang tergabung dalam kelompok Bactrocera dorsalis kompleks memiliki persebaran yang hampir merata di beberapa negara di dunia dan memiliki kisaran inang yang luas (polyphagous) serta memiliki kesamaan morfologi yang tinggi (Clarke et al., 2005).Identifikasi menggunakan karakter morfologi serangga terkadang sulit untuk dilakukan apalagi untuk spesies serangga yang

(4)

memiliki kedekatan yang tinggi seperti pada lalat buah yang tergabung ke dalam kelompok Bactrocera dorsalis kompleks.Selain itu, adanya lalat buah yang memiliki bentuk yang relatif kecil dan adanya polimorfisme yang terjadi akan dapat menyulitkan proses identifikasi (Chua et al., 2010). Polimorfisme merupakan bentuk dari adanya variasi individu yang terjadi dalam suatu populasi.Hal tersebut dapat dikarenakan adanya pengaruh dari faktor genetik dan faktor lingkungan.Dalam hal ini, Karakter molekuler merupakan solusi terbaik untuk identifikasi suatu organisme jika identifikasi secara morfologi sulit untuk dilakukan.Saat ini identifikasi secara molekuler sudah sangat banyak dilakukan. Penggunaan DNA mitokondria pada daerah gen COI (Cytocrome Oxidase I) merupakan yang paling sering digunakan untuk identifikasi lalat buah secara molekuler karena kemampuannya dalam membedakan sampai pada tingkat spesies (Jenkins et al., 2012).

Kendala lain yang dihadapi terkait ekspor salak yang dilakukan yaitu adanya infestasi lalat buah pada komoditas salak yang menyebabkan adanya penolakan oleh negara pengimpor. Hal tersebut sebenarnya dapat diatasi jika diketahui tingkat kematangan salak yang bebas dari infestasi lalat buah. Dengan mengetahui hal tersebut maka pengaturan masa panen dapat dilakukan guna mencegah adanya infestasi lalat buah pada komoditas salak yang akan diekspor. Namun sampai saat ini,para petani salak masih belum mengetahui tingkat kematangan buah salak yang aman dari serangan lalat buah. Pada beberapa tempat, ekspor salak dilakukan pada salak dengan tingkat kematangan yang relatif rendah yaitu sekitar 60-70%, di beberapa tempat lainnya, ekspor salakdilakukan pada salak dengan tingkat kematangan yang bervariasi, sampai pada tingkat kematangan 90%. Adanya ekspor salak dengan kisaran tingkat kematangan tersebut diketahui bahwa ekspor salak Indonesia pernah mengalami penolakan karena adanya lalat buah yang menyerang buah salak (Rini, 2014) dan sampai saat ini informasi mengenai berapa tingkat kematangan buah salak yang sudah dapat diekspor tapi terbebas dari adanya infestasi lalat buah belum tersedia, sehingga perlu dilakukan pengujian preferensi oviposisi lalat buah pada buah salak dengan tingkat kematangan yang berbeda. Hasilnya akan digunakan sebagai dasar untuk mengatasi atau mencegah adanya infestasi lalat buah pada buah salak dengan pengaturan masa panen pada saat tertentu sehingga lalat buah yang akan diekspor dapat terhindar dari adanya infestasi lalat buah.

(5)

2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui spesies lalat buah yang menyerang buah salak dan mengetahui tingkat kematangan buah salak yang tidak disukai oleh lalat buah betina untuk meletakkan telur.

3. Kegunaan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai proses identifikasi lalat buah secara morfologi dan molekuler, dapat memberikan konfirmasi nama spesies lalat buah yang menyerang buah salak, sebagai dasar untuk menentukan tingkat kematangan buah salak yang aman untuk diekspor, dan sebagai dasar pengendalian lalat buah hama salak.

                               

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan batu bata kini telah tersebar termasuk Indonesia, salah satunya adalah kota Pekanbaru yang memiliki beberapa industri batu bata, misalnya di RW 22 Kelurahan

Pembingkaian berita debat kandidat presiden dan wakil presiden 2019 yang ditayangkan selama periode 17 Januari sampai dengan 13 April 2019 menempatkan program debat KPU sebagai

Bahkan bila kita amati masih banyak lagi film-filam yang dikonsumsi oleh pemirsa (mad’u) seperti film Rahasia Illahi, Demi Masa, Insyaf, Taubat, dan masih banyak lagi film yang

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta.. Ini merupakan satu hal yang menarik, bahwa struktur visual relief dapat diamati, diteliti dan dikaitkan seperti struktur visual yang

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor produk ikan tuna dalam kaleng.  Terdapat berbagai  jenis  ikan  tuna  di  perairan  Indonesia  yang  dapat 

Community Building ini yaitu member atau anggota perorangan/pribadi, perpustakaan binaan sebagai keanggotaan atas nama perpustakaan, Admin yang dipegang oleh

 GBP/USD. Bias bearish dalam jangka pendek namun diperlukan break ke bawah area 1.6050 untuk memicu momentum bearish lanjutan menuju area 1.5990. Resisten terdekat ada di sekitar

Suatu permasalahan yang terjadi dalam sebuah keluarga juga dapat memicu seorang anak untuk mencari perhatian lain yang mana perhatian lingkungan yang kurang didapatkan,