• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN TAX AMNESTY DALAM UPAYA PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA S K R I P S I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGATURAN TAX AMNESTY DALAM UPAYA PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA S K R I P S I"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

PENGATURAN TAX AMNESTY DALAM UPAYA PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

RAKA AULIA RAMBE NIM: 130200477

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

PENGATURAN TAX AMNESTY TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat–Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

RAKA AULIA RAMBE NIM: 130200477

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof.Dr. Bismar Nasution SH., MH NIP. 195603291986011001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr. Bismar Nasution, SH.,MHDr. Mahmul Siregar,SH.,M.H

NIP. 195603291986011001 NIP.197302202002121001

(3)

ABSTRAK

PENGATURAN PENGAMPUNAN PAJAK (Tax Amnesty) DALAM UPAYA PEMBANGUNAN EKONOMI DI DI INDONESIA

Raka Aulia Rambe* Bismar Nasution**

Mahmul Siregar***

Pertumbuhan ekonomi nasional selama beberapa tahun terakhir cenderung mengalami perlambatan yang berdampak pada turunnya penerimaan pajak dan juga ketersediaan likuiditas dalam negeri. Hal ini disebabkan harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang belum dilaporkan oleh pemilik harta dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang bersifat menelaah hukum tertulis yang berkaitan dengan pengaturan pengampunan pajak (Tax Amnesty)dalam upaya pembangunan ekonomi di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang berkaitan erat dengan pembahasan skripsi ini.

Pengampunan pajak merupakan sarana bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak guna membiayai pembangunan nasional. Untuk dapat mewujudkannya, Pemerintah membentuk Undang-Undang (UU) Pengampunan pajak dalam rangka agar para Wajib Pajak (WP) mengalihkan harta mereka ke dalam negeri. Undang - Undang Pengampunan pajak ini diharapkan dapat merealisasi program yang telah direncanakan oleh Pemerintah. Dengan adanya sistem Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) akan menjadi sarana bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak guna menghadapi keadaan perekonomian dunia yang semakin tidak stabil . Tujuannya adalah untuk meningkatkan likuiditas domestik , memperbaiki nilai tukar Rupiah, suku bunga, investasi serta data yang lebih valid.Pengampunan pajak (Tax Amnesty) diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang bayar, disamping meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan, didukung semakin akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan Wajib Pajak. Dengan kata lain kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan subyek pajak maupun obyek pajak.

Kunci: Pajak, Pengampunan Pajak, Wajib Pajak, Pembangunan Ekonomi ____________________________

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(4)

KATA PENGANTAR

Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGATURAN

PENGAMPUNAN PAJAK (TAX AMNESTY) DALAM UPAYA

PEMBANGUNAN EKONOMI DI DI INDONESIA” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya skripsi ini Penulis berharap bahwa nilai-nilai dari skripsi ini dapat memperkaya perkembangan hukum di Indonesia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu Penulis siap menerima kritikan dan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini. Selesainya skripsi ini juga tidak terlepad dari pihak-pihak yang memberikan semangat dan dorongan bagi Penulis untuk dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu Penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Alhamdulillah , Puji dan Syukur atas Rahmat dan Karunia yang telah deberikan kepada Allah SWT yang telah memberi penulis kesehatan, kesabaran dan jalan untuk menyelesaikan tugas akhir atau skripsi ini.

2. Kedua Orang Tua penulis Zakaria Rambe(Ayah) dan Ratna Delima (Ibu) yang tidak ada hentinya mengingatkan dan mendukung saya serta mendoakan saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Saudara laki-laki saya M. Gibran Rambe terimakasih atas doa yang diberikan kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.H, sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Prof.Dr. Budiman Ginting, S.H.M.H sebagai Dekan, Bapak Dr.OK.Saidin, S.H.M.H sebagai Wakil Dekan I, Ibu Puspa Melati

(5)

Hasibuan, S.H.M.H sebagai Wakil Dekan II, Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H.M.H sebagai Wakil Dekan III sebagai Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H.,M.H sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai selesai.

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H.,M.H sebagai Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini hingga selesai.

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H.M.H Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini hingga selesai.

8. Seluruh dosen-dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendidik dan mengajar Penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Pemimpin, Pejabat dan Staf Biro Rektorat Universitas Sumatera Utara atas kerjasama dan partisipasinya dalam memberikan data serta bimbingan untuk penyusunan skripsi ini.

10. Sahabat terbaik Penulis yang telah memberikan kenangan dari awal perkuliahan pertama masuk perkuliahan hingga akhir kuliah saya dan membantu penulis dalam menghadapi kendala dalam menyelesaikan penulisan skripsi Evi Veronika, Adrina, Jani, Beby, Rika, Faisal, Anggara terima kasih atas dukungannya selama ini.

(6)

11. Sahabat-sahabat terbaik Penulis yang telah memberikan saya semangat dalam menjalankan skripsi, membantu dan mendukung saya dalam keadaan senang maupun susah, Harist, Maher, Acha, Audi, Christ Bibir, Daniel S, Atus, Fadli, Kevin, Bogor, Bung Rendy, M.Iqbal, Coklat, Nando, Michael, Ecen, Jimmy, Daniel An, Dimas, Albet, terima kasih atas tempat yang telah kita bangun bersama ABP.

12. Teman-teman, junior serta senior dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah menjadi bagian dari masa kuliah Penulis selama ini, Jokes, Tino, Theo, Eka, Obet, Wira, Rudy, Ilham, Ucil. Dan selekelompok junior 016.

13. Teman-teman, senior dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah menjadi bagian dari masa kuliah Penulis selama ini Ogan, Wiliam Ajad, Lana, Ridwan dan seluruh anak KKN.

14. Kak Yuna dari Departemen Ekonomi yang selalu memberikan arahan dan masukan kepada Penulis kapanpun Penulis membutuhkannya.

Akhrinya, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Semoga ilmu yang telah Penulis peroleh selama ini dapat bermakna dan berguna bagi Penulis dan orang lain.

Medan, September 2017 Penulis

RAKA AULIA RAMBE 130200477

(7)

DAFTAR ISI Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Keaslian Penulis ... 8

F. Tinjauan Pustaka ... 10

G. Metode Penulisa ... 15

H. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II PERKEMBANGAN DAN PENGATURAN PERPAJAKAN DI INDONESIA... 20

A. Sejarah Pepajakan Di Indonesia ... 20

B. Ruang Lingkup Perpajakan Di Indonesia ... 27

C. Sistem Perpajakan Di Indonesia ... 34

D. Pengaturan Perpajakan Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ... 37

BAB III PENGIMPLIMENTASIAN TAX AMNESTY DALAM UPAYA PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA ... 46

A. Peran Tax Amnesty Untuk Pembangunan Ekonomi ... 46

B. Hubungan Tax Amnesty Dengan Pembangunan Nasional ... 51

C. Lingkup Pemberian Fasilitas Penghapusan Sanksi Administrasi ... 53

D. Pelaksanaan Tax Amnesty Di Indonesia ... 58

(8)

E. Hambatan / Kendala Pelaksaan Pengampunan Pajak (Tax

Amnesty)Di Indonesia ... 67

BAB IV DAMPAK TAX AMNESTY TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL ... 70

A. Dampak Positif Dan Negatif ... 70

B. Tindakan Pemerintah Dalam Menanggulangi Dampak Dari Tax Amnesty... 78

BAB V PENUTUP ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang berlangsung secara berkesinambungan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil dan spiritual. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, di perlukan anggaran pembangunan yang cukup besar, salah satu usaha untuk mewujudkan peningkatan anggaran pembangunan tersebut adalah dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri, yaitu pajak. Secara ekonomi pemungutan pajak merupakan penerimaan Negara yang digunakan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.1

1Mulyo Agung, Perpajakan Indonesia seri PPN dan PPnBM Teori Aplikasi Eedisi Ketiga, (Jakarta; Salemba, 2011) hal 7

Taraf kehidupan tersebut akan meningkat apabila disertai dengan anggaran yang selalu meningkat pula.

Sehubungan dengan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pajak berasal dari rakyat, memperoleh persetujuan wakil rakyat, dan digunakan untuk kepentingan kemakmuran rakyat.Pajak merupakan faktor terpenting bagi keuangan negara dalam menjamin kelangsungan pembangunan nasional tanpa tergantung kepada sumber daya alam dan bantuan asing. Hal ini mengandung makna bahwa sistem pajak yang efektif akan mampu menggerakkan roda pembangunan untuk dapat keluar dari ketergantungan terhadap bantuan luar dan sumber daya alam. Untuk meningkatkan tarif pajak tersebut salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menerapkan program pengampunan pajak (Tax Amnesty).

(10)

Indonesia sebelumnya pernah menerapkan Program pengampunan pajak(Tax Amnesty) pada tahun 1984 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 tahun l984. Namun pelaksanaannya tidak efektif karena WP kurang merespon dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh.

Disamping itu peranan sektor pajak dalam sistem APBN masih berfungsi sebagai pelengkap saja sehingga pemerintah tidak mengupayakan lebih lanjut. Program pengampunan pajak (Tax Amnesty) muncul karena adanya (tax evasion) penyelundupan pajak yang berkaitan pula dengan kegiatan underground economy/shadow economy. Underground economy merupakan kegiatan ekonomi yang tidak menjadi bagian dari Produk Domestik Bruto.2

Penyelundupan pajak mengakibatkan beban pajak yang harus dipikul oleh para WP yang jujur membayar pajak menjadi lebih berat, dan hal ini mengakibatkan ketidakadilan yang tinggi. Peningkatan kegiatan ekonomi bawah tanah (underground economy) yang dibarengi dengan penyelundupan pajak (tax evasion) sangat merugikan negara karena berarti hilangnya penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk membiayai program pendidikan, kesehatan dan program-program pengentasan kemiskinan lainnya. Oleh karena itu timbul pemikiran untuk mengenakan kembali pajak yang belum dibayar dari kegiatan ekonomi bawah tanah tersebut melalui program khusus yakni pengampunan pajak (Tax Amnesty)3

2Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 19, Nomor 1, Juli 2016 (Di akses pada tanggal 18 Juli Tahum 2017)

3Silitonga, Erwin, Mewujudkan Kemudahan Perolehan Akses Data/ Informasi Keuangan Guna Lebih Meningkatkan Kinerja Operasional Direktorat Jenderal Pajak Dalam Rangka Penegakan Hukum, (unpublished), SPATI-LAN, Angkatan VII, Februari, 2005,hal 6

Underground economy merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan ekonomi sebagian besar negara. Underground economy yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi baik secara legal maupun illegal yangterlewat dari perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) yang juga dikenal dengan nama lain unofficially economy atau black economy .

(11)

Pengampunan pajak (Tax Amnesty) merupakan program Pemerintah yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka mendukung pembangunan nasional. Program ini telah memiliki landasan hukum yaitu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang diundangkan pada 1 Juli 2016. Oleh karena itu Wajib Pajak, yang selanjutnya akan disebut sebagai WP, tidak perlu ragu-ragu untuk ikut serta dalam Program Amnesti Pajak karena Undang-undang tersebut memberikan payung hukum yang jelas. Pengampunan pajak (Tax Amnesty) adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan. Program ini dapat diikuti oleh seluruh WP, baik WP Orang Pribadi, WP Badan, WP UMKM dan yang belum menjadi WP sampai dengan 31 Maret 2017.

Untuk mencapai target penerimaan Negara dan sector perpajakan dibutuhkan upaya – upaya yang nyata. Serta mengimplementasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah. Direktorat Jendral Pajak dapat mengambil langkah – langkah dalam rangka reformasi perpajakan yang berkelanjutan meliputi beberapa bidang antara lain adalah system pelayanan dana administrasi, pengawasan WP, pengawasan internal, sumber daya manusia, system informasi dan teknologi dan lainnya. Upaya – upaya tersebut juga dapat berupa intesifikasi perpajakan.

Intensifikasi perpajakan dapat berupa peningkatan jumlah WP maupun peningkatan penerimaan pejak itu sendiri. Upaya eksentifikasi dapat berupa perluasan objek pajak yang selama ini belum tergarap. Untuk mengejar

(12)

penerimaan pajak, perlu didukung situasi social, ekonomi politik yang stabil, sehingga masyarakat juga bisa dengan sukarela membayar pajaknya.

Melalui Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) diharapkan pendapatan Negara akan meningkat dan para WP yang bersedia memindahkan asetnya dari luar negeri akan diberikan tarif tebusan sebesar 2% sampai 5% . Adapun WP mendeklarasikan assetnya di luar negeri tanpa memindahkan aset akan dikenai tarif 4% hingga 10%.

Tujuan Program pengampunan pajak(Tax Amnesty) dalam jangka pendek adalah meningkatkan tax revenue dari pemasukan uang tebusan yang berasal dari permohonan pengampunan pajak yang disetujui oleh otoritas unit pengampunan pajak. Unit pelaksanaan program ini harus dipisah dari Direktorat Jenderal Pajak dan unit ini bersifat professional serta dilakukan pengawasan. Dampak positif lain adalah repatriasi modal dari luar negeri (capital flight in flow),mengingat banyak dana-dana milik pengusaha/ pejabat/ mantan pejabat Indonesia yang diparkir di luar negeri. Repatriasi adalah menanamkan harta yang diungkap dalam Program pengampunan pajak (Tax Amnesty) ke dalam instrumen investasi yang telah ditentukan. Harta yang direpatriasi wajib diinvestasikan ke dalam negeri selama 3 tahun sejak dialihkan dalam bentuk:

1. Surat berharga Negara Republik Indonesia;

2. Obligasi Badan Usaha Milik Negara;

3. Obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh Pemerintah;

4. Investasi keuangan pada Bank Persepsi;

5. Obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;

(13)

6. Investasi infrastruktur melalui kerja sama Pemerintah dengan badan usaha;

7. Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh Pemerintah;

dan/atau

8. bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Undang – Undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang – Undang No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (UUKUP) terutama dalam pasal 37A , yang disahkan pada tanggal 17 juli 2007, terdapat apa yang disebut dengan sunset policy. Dimana kebijakan ini merupakan versi mini dari program pengampunan pajak yang banyak diminta kalangan pengusaha. Meskipun belum mampu memuaskan semua pihak tetapi kebijakan yang bernama sunset policy ini telah menimbulkan kelegaan bagi banyak pihak. Sunset policy hanya memberikan atau pengurangan sanksi administrasi. Sedangkan utang pokok WPnya tetap harus dilunasi. Kebijakan sunset policy telah dilakukan pada tahun 2008 dan pemberian fasilitas sunset policy ini dibatasi selama satu tahun sejak Undang-undang ini diberlakukan.4

Dalam sunset policy tarif pajak penghasilan yang dikenakan mengikuti ketentuan yang berlaku umum. Berbeda dengan pengampunan pajak (Tax Amnesty)yang umumnya menggunakan tarif khusus yang lebih rendah. Sunset policy juga tidak memberikan pembebasan terhadap pidana umum yang dilakukan WP.5

4 https://pengampunanpajak.com/tag/kebijakan-sunset-policy-tahun-2008/ ( Diakses Pada tanggal 14 Oktober 2017 )

5Ibid.

(14)

Pengampunan pajak (Tax Amnesty) diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang bayar, disamping meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan, didukung semakin akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan WP. Dengan kata lain kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan subyek pajak maupun obyek pajak. Subyek pajak dapat berupa penambahan jumlah WP. Indonesia pernah menerapan pengampunan pajak (Tax Amnesty) pada 1984. Namun pelaksanaannya tidak efektif karena WP kurang merespon dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh.

Dalam hal ini repatriasi dapat dipergunakan untuk investasi yang dapat menyerap tenaga kerja dan menambah produksi barang dan jasa yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu dengan repatriasi aset diharapkan terjadi peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, dan suku bunga yang kompetitif.

Namun demikian, hal yang harus diantisipasi adalah dampak negatif yaitu menurunnya tingkat kepatuhan Pembayar Pajak. Guna mengantisipasi dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif maka diperlukan langkah-langkah antisipasi. Antisipasi yang perlu dilakukan adalah antisipasi jangka pendek dan jangka panjang. Antisipasi jangka pendek adalah penyusunan landasan hukum berupa undang-undang dan dilakukan sosialisasi, penyederhanaan peraturan perpajakan, syarat penyelesaian kewajiban dan otoritas pelaksana, reformasi administrasi dan sistern informasi perpajakan, penentuan jenis pajak yang diampuni hanya untuk PPh Orang Pribadi dan PPh Badan, penetapan objek pajak yang diampuni hanya untuk sanksi perpajakan, denda, dan bunga. Sementara

(15)

antisipasi dalam jangka panjang adalah pegawasan dan penerapan good governance dan peningkatan law enforcement terhadap Pembayar Pajak tidak patuh.6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul Pengaturan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)Dalam Upaya Pembangunan Ekonomi di Indonesia.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai hal-hal berikut :

1. Bagaimana pengaturan tax amnesty dalam undang-undang nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax amnesty) ?

2. Bagaimana pengimplemetasian pengampunan pajak (tax amsnesty) dalam mewujudkan pembangunan ekonomi di indonesia?

3. Bagaimana dampak pengampunan pajak (tax amnesty) terhadap pembangunan nasional?

C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

6 Subiyantoro, Heru dan Riphat, Singgih, Kebijakan Fiskal, Pemikiran Konsep dan Implementasi, ( Jakarta ; Kompas, 2004 ) hal. 121.

(16)

a. Untuk mengetahui secara jelas dan menyeluruh mengenai pengaturan pengampunan pajak (Tax Amnesty)berdasarkan undang-undang nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak;

b. Untuk menjelaskan implementasi dari pengampunan pajak (Tax Amnesty) kepada WP secara umum sejak diberlakukannya UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty);

c. Untuk mengetahui dampak dari kebijakan pengampunan pajak (Tax Amnesty)dalam upaya pembangunan ekonomi di Indonesia.

D. Manfaat penulisan a. Secara teoritis

1. Untuk menambah pemahaman masyarakat mengenai apa yang dimaksud dengan pengampunan pajak (Tax Amnesty); dan

2. Sebagai referensi atau bahan kajian yang baru dalam menelusuri khazanah ilmu hukum pajak.

b. Secara praktis

1. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap kepada pihak terkait yang ingin mendalami mengenai apa yang dimaksud dengan pengampunan pajak (Tax Amnesty) dan manfaatnya terutama dalam pembangunan ekonomi di Indonesia;

2. bermanfaat bagi para akademisi yang mencari bahan referensi yang membahas tentang pengampunan pajak (Tax Amnesty) bagi WPdalam upaya pembangunan ekonomi di Indonesia .

E. Keaslian Penulisan

(17)

Mengenai keaslian penulisan skripsi dengan judul “Pengaturan Tax Amnesty Dalam Upaya Pembangunan Ekonomi Di Indonesia”, Penulis

sebelumnya telah melakukan pemeriksaan pada perpustakaan digital Universitas Sumatera Utara. Setelah ditelusuri , dapat dipastikan bahwa sebelumnya belum ada dibuat karya ilmiah dengan judul yang serupa oleh para wisudawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun sewaktu ditelusuri, ditemukan sebuah judul karya ilmiah yang memiliki keterkaitan dengan karya ilmiah yang dibuat oleh Penulis, akan tetapi secara keseluruhan memiliki permasalahan dan substansi serta pembahasan yang berbeda dengan skripsi ini. Adapun karya ilmiah yang ditelusuri dalam digital library USU yang memiliki kemiripan tersebut adalah:

Nama : Paula

NIM : 130200295

Judul :Analisi Yuridis Kebijakan Tax Amnesty Terhadap Wajib pajak yang Bergerak di Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016

Walaupun terdapat kemiripan dengan judul di atas, namun terdapat perbedaan signifikan mengenai substansi pembahasan . Penelitian yang dilakukan dengan judul “Pengaturan Tax Amnesty Dalam Upaya Pembangunan Ekonomi Di Indonesia” secara khusus membahas mengenai Peraturan secara menyeluruhTax Amnesty terhadap Pembangungan Ekonomi di Indonesia, sedangkan skripsi di atas membahas mengenai kebijakan Tax Amnesty terhadap wajib pajak pada usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

(18)

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan pada perpustakaan digital Universitas Sumatera Utara , maka dengan ini penulis menyatakan bahwasannya skripsi ini merupakan karya asli buatan dan temuan sendiri dengan mengumpulkan referensi yang terdapat dalam buku-buku, serta informasi yang terdapat dalam media cetak dan media online yang hasilnya berupa jurnal dan makalah tanpa meniru karya milik orang lain sehingga data yang terkumpul dapat dibuktikan keabsahannya. Apabila suatu hari ternyata terdapat bahwa ada judul yang sama telah dibuat sebelum hari dimana penulis lulus dalam pengujian skripsi. Maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya, yang kemungkinan besar terjadi karena terdapat kelalaian penulis sebelum menyiapkan penulisan skripsi ini.

F. Tinjauan Pustaka 1. Pajak

Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”7

7 Soeparman Soemahamidjaja ,Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong,(Universitas Padjajaran, Bandung 1964), hal.7 .

Lebih lanjut, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

(19)

berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.8

a. Rochmat Soemitro : Ada beberapa pengertian pajak menurut para ahli diantaranya sebagai berikut: “ Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan

“surplusnya” digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment .”

Ada beberapa pengertian pajak menurut para ahli adalah sebagai berikut;

9

b. Soeparman Soemahamidjaja : “ Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”10

c. Smeets dalam buku De Economische Betekenis der Belastingen mengatakan bahwa :“ Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.11

2. Pengampunan Pajak

Dalam perkembangan perpajakan dewasa ini, muncul kembali istilah (Tax Amnesty)Pengampunan Pajak . Berdasarkan Pasal 1 angka 1 dari Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan pajak, dirumuskan bahwa :

8 PJA. Adriani dalam Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak ,(Bandung: PT Eresco,1991), hal.2 .

9 Rochmat Soemitro, Pajak dan Pembangunan , Cetakan Kedua ( Bandung: PT. Eresco Bandung,1974), hal.8 .

10 Soeparman Soemahamidjaja , Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong,(Bandung:

Universitas Padjajaran, 1964), hal.7 .

11Ibid., hal.4.

(20)

“Pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi admnistrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”

Pengampunan pajak mulai berlaku di Indonesia sejak tanggal 1 Juli 2016 dimana menurut Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo sendiri (Tax Amnesty) Pengampunan Pajak merupakan kemewahan yang diberikan negara kepada warga negaranya. Diberlakukannya pengampunan pajak ini dikarenakan dilema pemerintah atas anggaran negara yang nyaris mengalami defisit.

Pengampunan pajak dianggap menjadi jalan yang berat yang mesti ditempuh dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.12

Pengampunan pajak dikatakan sebagai kemewahan dikarenakan fasilitas- fasilitas yang diberikan pemerintah kepada warga negaranya. Namun, pengampunan pajak ini tidaklah akan terulang kembali dan hanya berlaku sekali ini saja. Fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh pemerintah antara lain sebagai berikut:13

a) Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak.

Kemudian tidak dikenakan sanksi adminstrasi, dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Sanksi pidana perpajakan dimaksud diperuntukkan kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sampai dengan akhir tahun pajak terakhir;

12Hukum Online,Jenis Fasilitas Pengampunan

Pajak,http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt5jenis-fasilitas-pengampunan-pajak(Diakses pada tanggal 20 Juli 2017).

13Ibid .

(21)

b) Penghapusan sanksi admnistrasi perpajakan berupa bunga atau denda.

Kemudian kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak dan tahun pajak hingga akhir tahun pajak terakhir;

c) Tidak dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Bebas dari penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak sampai dengan akhir tahun pajak terakhir;

d) Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Penghentian itu dilakukan ketika WP sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Tentunya hingga akhir tahun pajak terakhir yang sebelumnya telah ditangguhkan hingga diterbitkannya surat keterangan dari menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama menteri yang berkaitan dengan kewajiban PPh dan PPn maupun PPn BM; dan

e) Penghentian penyidikan, yakni penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan di bidang tindak pidana perpajakan. Penghentian dilakukan oleh pejabat di lingkungan Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak yang melaksanakan tugas dan fungsi penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan di bidang perpajakan.

Berdasarkan fasilitas-fasilitas yang telah disebutkan di atas, dapat dilihat bahwa pengampunan pajak benar-benar merupakan kemewahan yang diberikan

(22)

negara kepada warganya. Akan tetapi, seperti yang telah disinggung sebelumnya, pengampunan pajak ini hanya berlaku selama 9 bulan saja, yakni dari tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Maret 2017. Mengutip dari pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bahwa terdapat alasan khusus mengapa pengampunan pajak menetapkan waktu yang relatif singkat yaitu, 9 bulan adalah agar tidak ada gugatan pajak yang dilakukan selama tax amnesty. Pasalnya, apabila pengampunan pajak (Tax Amnesty) dilakukan lebih dari satu tahun, maka akan memperbesar kemungkinan adanya gugatan pajak yang dilakukan.14

Ditambah lagi apabila pengampunan pajak ini berlaku lebih dari setahun misalnya akan rawan terkena gugatan dan dengan adanya pembatasan waktu diharapkan tidak ada gugatan yang dilakukan dalam hal perpajakan. Waktu pelaksanaan sudah ideal dan apabila dilaksanakan lebih lama ditakutkan bahwa pengampunan pajak ini tidak akan efektif lagi sebagaimana dikutip dari pernyataan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA). 15

3. Pembangunan Ekonomi Nasional

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan pendapatan total atau juga pendapatan perkapita dengan melakukan perhitungan bertambahnya penduduk dan juga diiringi dengan fundamental yang ada. Pembangunan ekonomi itu juga harus berdasarkan dengan struktur ekonomi yang ada dan pendapatannya disama ratakan oleh penduduk di suatu negara.16

14Hukum Online, Alasan Pelaksanaan Tax Amnesty Hanya Berlangsung 9 Bulan, http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt57767247e96c0/alasan-pelaksanaan-tax-amnesty-hanya- berlangsung-9-bulan (Diakses pada tanggal 22 Juli 2017)

15 Ibid

16http://www.materisma.com/2014/09/tujuan-pembangunan-nasional-dan-ekonomi.html tujuan pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi (Di akses tanggal 22 Juli 2017)

(23)

Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.17

a. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat pertambahan Produk Domestic Bruto tidak lebih besar dari tingkat pertambahan penduduk

Pembangunan ekonomi nasional telah dikatakan berhasil apabila ;

b. Peningkatan Produk Domestik Bruto dibarengi dengan perombakan struktur ekonomi tradisional ke modernisasi.

c. Pembangunan ekonomi untuk menyatakan perkembangan ekonomi pada Negara yang bersangkutan.

Tujuan pembangunan ekonomi bagi masyarakat adalah untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. Tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk menaikkan pendapatan nasional riil juga untuk meningkatkan produktivitas18

G. Metode Penulisan .

17ibid

18Roro Aditya Novi konsep-konsep dasar ekonomi

pembangunanhttp://roroadityanovi.blogspot.co.id/2010/05/konsep-kosep-dasar-ekonomi- pembangunan.html(Di akses tanggal 22 Juli 2017)

(24)

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten dengan mengadakan analisa dan konstruksi.

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat di pertanggung jawabkan secata ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain:

1. Jenis dan sifat penelitian

Skripsi ini disusun menggunakan tipe penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka.19

Penelitian hukum ini didasarkan fakta yuridis yang berlaku di dalam masyarakat, relevan bagi kehidupan hukum dan berdasarkan pengetahuan dari sumber data sekunder yang sebelumnya telah diteliti oleh penulis lainnya.

Penelitian normatif ditinjau dari sudut tujuan penelitian hukum sendiri mencakupi:

Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif terhadap Pengaturan Tax Amnestydalam upaya pembangunan ekonomi di indonesa.

20

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum, b. Penelitian terhadap sistematika hukum, c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, d. Penelitian sejarah hukum,

19Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2003), hal. 13-14.

20Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1984), hal. 51.

(25)

e. Penelitian perbandingan hukum.

Penulis dalam menulis skripsi ini menggunakan inventarisasi hukum positif yang meliputi peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pengampunan pajak (tax amnesty). Pengumpulan data diambil secara studi kepustakaan yang terdiri dari data-data primer dan sekunder kemudian ditelusuri dan diuraikan secara sistematis, faktual dan akurat.21

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan atau penggunaan data secara studi kepustakaan (library research) melalui perundang- undangan, buku-buku ilmiah, artikel, situs internet, media massa, bahan seminar, skripsi, kamus, serta data-data lain yang berkaitan dengan skripsi ini yang meliputi :

2. Sumber data

22

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari Undang-Undang No. 11 Tahun 1954 Tentang Tax Amnesty dan Abolisi, Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan pajak, Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya, Peraturan Menteri Keuangan RI No. 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak;

21Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Ed. Pertama, Cetakan Kedua (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), hal. 36.

22Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hal 24.

(26)

b. bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan beberapa sumber dari internet ;

c. bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, koran, dan majalah.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data studi ke pustakaan (library reaserch) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan – bahan hukum yang berupa peraturan perundang - undangan secara literature yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian.

4.Analisis data

Data yang berhasil di kumpulkan, data sekunder, kemudian di olah dan dianalisis dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan perisriwa hukumnya melakukan pemilihan terhadap bahan - bahan hukum relevan tersebut diatas agar sesuai dengan masing – masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengelola dan menginterprestasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan sara, yang dalam hal ini adalahkesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang di tuangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

(27)

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah ruang lingkup yang dibahas didalamnya, maka penulis terlebih dahulu akan membuat gambaran isi dari materi yang dibahas.

Gambaran ini dimaksudkan untuk mengetahui secara garis besar penulisan skripsi ini agar lebih terarah dan terkonsentrasi serta tersusun secara sistematis yang dapat memberikan gambaran secara singkat namun menyeluruh mengenai isi pembahasannya.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

Bab I adalah bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II merupakan perkembangan dan pengaturan perpajakan di Indonesia dalam Undang-Undang Nmor 11 Tahun 2016 Tentang pengampunan pajak (tax amnesty). Dalam bab ini berisikan mengenai sejarah perpajakan di Indonesia, ruang lingkup perpajakan di Indonesia , system perpajakan di Indonesia dan pengaturan perpajakan dalam Undang – Undang Nomor 11 tahun 2016.

Bab III menguraikan implementasi Tax Amnesty dalam upaya pembangunan ekonomi di indonesia. Dalam bab ini berisikan mengenai peran Tax Amnesty untuk pembangunan ekonomi, hubungan Tax Amnesty dengan pembangunan nasional, lingkup pemberian fasilitas penghapusan sanksi administrasi, dan pelaksaan pengampuan pajak (Tax Amnesty) di Indonesia, dan hambatan / kendala pelaksaan pengampunan pajak (Tax Amnesty).

(28)

Bab IV menguraikan mengenai dampak Tax Amnesty terhadap pembangunan nasional. Dalam bab ini menjelaskan mengenai dampak positif dan negative pemberlakuan Tax Amnesty dan tindakan pemerintah dalam menanggulangi dampak dari Tax Amnesty.

Bab V merupakan bab penutup yang dibagi dengan bagian kesimpulan dan saran. Bab terakhir ini berisi kesimpulan dan saran penulis mengenai Pengaturan Tax Amnesty dalam upaya pembangunan ekonomi di Indonesia. Diharapkan atas pembuatan kesimpulan dan saran ini, kelak akan berguna bagi penelitian yang mirip dan bersangkutan.

(29)

BAB II

PERKEMBANGAN DAN PENGATURAN PERPAJAKAN DI INDONESIA

A. Sejarah Perpajakan di Indonesia

Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma- cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa.

Saat itu, rakyat memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa, dan lain- lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.

Dalam perkembangannya, sifat upeti yang diberikan oleh rakyat tidak lagi hanya untuk kepentingan raja saja, tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri. Artinya pemberian kepada rakyat atau penguasa digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, pembangun saluran air, membangun sarana sosial lainnya, serta kepentingan umum lainnya.

Perkembangan dalam masyarakat mengubah sifat upeti (pemberian) yang semula dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, yang kemudian dibuat suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Untuk memenuhi unsur keadilan inilah

(30)

maka rakyat diikutsertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat sendiri.21

Selain pembiayaan social kemanusiaan negara melakukan fungsinya untuk melayani kebutuhan masyarakat, tidak untuk kepentingan pribadi. Maka kepentingan umum didahulukan atas kepentingan pribadi serta golongan. Dengan luasnya medan tanggung jawab negara maka negara membutuhkan dukungan finansial dari rakyat, maka negara membuat ketentuan yang akan dijadikan pijakan untuk mengimbangi ketimpanganketimpangan sosial di bidang pajak.

Tegasnya negara mempunyai beban sosial kemanusiaan dan untuk memenuhinya negara membuat ketentuan untuk mewajibkan warga negara atas dasar kedaulatan menanggung pembiayaan itu sesuai dengan kemampuan.

Sejarah perpajakan nasional dalam perkembangannya mengalami berbagai hal menarik, baik itu berupa tantangan maupun sebagai solusi bagi permasalahan yang dihadapi sektor ini, yang lahir dari keanekaragaman karakteristik yang dimiliki setiap daerah di Indonesia. Sebagai hakekatnya pajak mendapat tempat istimewa di mata pemerintah sebagai penyelenggara Negara.

Pajak telah berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Salah satu pembiayaan negara yang penting dalam hal ini adalah pembangunan sosial kemanusiaan,

22

21 https://tsaniataxindonesia.wordpress.com/sejarah-pajak-di-indonesia (di akses pada tanggal 23 Juli 2017).

22 Edi Slamet – Syarifuddin Jurdi, Politik Perpajakan, Membangun Demokrasi Negara, Jakarta ;UI Press 2005), hal.1

(31)

Pada awalnya tatacara pemungutan pajak berlangsung berdasarkan mekanisme Official Assesment System. Tax Reform yang dilakukan Pemerintah pada Tahun 1983 membawa perubahan yang sangat mendasar dalam sistem perpajakan nasional, yaitu perubahan sistem pemungutan pajak dari official assesment menjadi self assesment. Official assesment adalah sistem pemungutan pajak yang meletakkan tanggung jawab pelaksanaan perpajakan pada pemerintah melalui petugas pajak (Fiskus), dan WP (Wajib Pajak) hanya bersikap pasif (menunggu) datangnya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Self assesment adalah sistem pemungutan pajak yang melakukan tanggung jawab atas pelaksanaan kewajiban perpajakan pada diri WP. WP diberi kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri pajak yang terutang.23

Self assesment system ini pada dasarnya menuntut kemandirian sikap dari WP untuk bertindak dengan kesadaran dan inisiatif sendiri, mulai dari mendaftarkan diri sebagai WP, melakukan penghitungan besarnya utang pajak yang menjadi tanggungannya untuk dilunasi ke kas negara, melakukan penyetoran pajak dan menetapkan besarnya utang pajak yang harus dilunasinya ke kas Negara, hingga melakukan proses pelaporan pajak.24

Menurut Devano dan Rahayu25

23 Syumar, 2004, Hukum Pajak dan Perpajakan Indonesia, (Yogyakarta; Universitas Atmajaya, 2004) hal. 13

24http://financecontroller.blogspot.co.id/2010/06/sejarah-pajak-di-indonesia.html (Diakses 23 Juli2017)

25 Sony Devano – Siti Kurnia Rahayu, 2006, Perpajakan, Konsep Teori dan Isu, (Jakarta;Kencana, 2006), hal.8

: “Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang, menyetor pajak hasil

(32)

penghitungan ke Bank, Kantor Biro Pos atau Kantor Pajak, melapor penyetoran tersebut ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian Surata Pemberitahuan (SPT) dengan baik dan benar.”

Pada zaman kolonial Belanda di Indonesia ternyata telah diberlakukan cukup banyak undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:

1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga (stbl.1908 No.13) 2. Aturan Bea Meterai (stbl.1921 No.498)

3. Ordonansi Bea Balik Nama (stbl.1924 No.291) 4. Ordonansi Pajak Kekayaan (stbl1932 No.405)

5. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor (stbl.1932 No.718) 6. Ordonansi Pajak Upah (stbl.1934 No. 611)

7. Ordonansi Pajak Potong (stbl.1934 No.671) 8. Ordonansi Pajak Pendapatan (stbl.1934 No.17)

9. Undang-undang Pajak Radio (UU No.12 Tahun 1947)

10. Undang-undang Pajak Pembangunan I (UU No.14 Tahun 1947) 11. Undang-undang Pajak Peredaran (UU No.12 Tahun 1952)

Kemudian diundangkan lagi beberapa undang-undang, antara lain:

1. UU Pajak Penjualan Tahun 1951 yang diubah dengan UU No. 2 Tahun 1968;

2. UU No. 21 Tahun 1959 tentang Pajak Dividen yang diubah dengan Undang- undang No. 10 Tahun 1967 tentang Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti;

(33)

3. UU No. 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa;

4. UU No. 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing;

5. UU No. 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd, PKK, dan PPs atau Tata Cara MPS-MPO.26

Terlalu banyaknya undang-undang yang dikeluarkan mengakibatkan masyarakat mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, beberapa undang-undang di atas ternyata dalam perkembangannya tidak memenuhi rasa keadilan, dan masih memuat unsur-unsur kolonial. Maka pada tahun 1983, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat melakukan reformasi undang-undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang- undang yang ada dan mengundangkan 5 (lima) paket undang-undang perpajakan yang sifatnya lebih mudah dipelajari dan dipraktikkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam hal pemungutan pajak dan unsur keadilan menjadi lebih diutamakan, bahkan sistem perpajakan yang semula official assessment diubah menjadi self assessment. Kelima undang-undang tersebut adalah:

1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP);

2. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh);

3. UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM;

4. UU No. 12 Tahun1985 tentang PBB (masih menggunakan official assessment);

26Sri Widayant, https://www.academia.edu/11352024/Sejarah_Pajak (Diakses tanggal 23 Juli 2017)

(34)

5. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).

Pada tahun 1994, empat dari kelima undang-undang di atas kemudian mengalami perubahan dengan mengubah beberapa pasal yang dipandang perlu dengan undang-undang, yaitu:

1. UU No.6 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994;

2. UU No. 7 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 10 Tahun 1994;

3. UU No. 8 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994;

4. UU No. 12 Tahun 1985 diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994;

Kemudian pada tahun 1997 pemerintah membuat beberapa undang- undang yang berkaitan dengan masalah perpajakan untuk mendukung undang- undang yang sudah ada, yaitu:

1. UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian dan Sengketa Pajak;

2. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;

3. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;

4. UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;

5. UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Adanya perkembangan ekonomi dan masyarakat yang terus menerus dan untuk memberikan rasa keadilan dan pelayanan kepada WP, maka pada tahun 2000 pemerintah kembali mengubah undang-undang perpajakan, yaitu:

1. UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP;

(35)

2. UU No. 17 Tahun 2000 tentang PPh;

3. UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM;

4. UU No. 19 Tahun 2000 tentang PPSP;

5. UU No. 21 Tahun 2000 tentang BPHTB;

6. UU No. 34 Tahun 2000 tentang PDRD; serta

7. Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai.

Kemudian pada tahun 2002, dengan menimbang bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung maka dibentuklah suatu Pengadilan Pajak dengan UU No.

14 Tahun 2002 sebagai pengganti UU No. 17 Tahun 1997.

Perubahan terakhir undang-undang perpajakan baru-baru ini dilakukan pada tahun 2007 dan 2008 yang menghasilkan UU KUP No. 28 Tahun 2007 yang berlaku mulai tahun 2008 dan UU PPh No. 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai tahun 2009. Namun, dilatarbelakangi adanya sunset policybeberapa waktu lalu, maka UU KUP diperbaharui lagi dengan adanya UU No. 16 Tahun 2009 sebagai penetapan Perpu No. 5 Tahun 2008 yang hanya mengubah satu bunyi ketentuan Pasal 37A ayat (1) UU KUP No. 28 Tahun 2007.UU PPN/PPNBM No. 42 tahun 2009 yg berlaku I April 2010.27

27Imanuel Efa Yabes Hulu https://www.slideshare.net/yabezzkerockan/sejarah-pajak, (Diakses tanggal 23 Juli 2017)

(36)

B. Ruang Lingkup Perpajakan di Indonesia

Berdasarkan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diatur dalam Undang- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana merupakan Perubahan Ketiga atas Undang Nomor 28 Tahun 2007, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.30

Wajib pajak sebagaimana dirumuskan di atas adalah orang atau badan yang sekaligus memenuhi syarat-syarat subjektif dan syarat-syarat objektif.

Berdasarkan Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan yaitu Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983, subjek pajak adalah ;31

a. 1) Orang pribadi.

2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

b. Badan, yang mempunyai berbagai bentuk yang sifatnya berbeda satu sama lain, terdiri dari;

1) Perseroan Terbatas (PT), Naamlose Vennotschap (NV).

2) Perseroan Komanditer.

3) Badan Usaha Milik Negara (BUMN, dapat berupa Perjan,Persero dan Perum).

30 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 1 Angka 2.

31 Republik Indonesia Undang-Undang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Bab I Pasal 2 Ayat 1 dan 5.

(37)

4) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

5) Persekutuan (Maatsschap).

6) Perseroan atau perkumpulan lainnya (Vennotschap atau organisasi lainnya), baik berbadan hukum ataupun tidak.

7) Firma atau kongsi.

8) Perkumpulan Koperasi.

9) Yayasan atau lembaga.

c. Badan usaha tetap , merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12(dua belas) bulan, dan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:

1) Tempat kedudukan manajemen.

2) Cabang perusahaan.

3) Kantor perwakilan.

4) Gedung kantor.

5) Pabrik.

6) Bengkel.

7) Gudang.

8) Ruang untuk promosi dan penjualan.

9) Pertambangan dan penggalian sumber alam.

10) Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi.

11) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan.

(38)

12) Proyek konstruksi, instalasi,atau proyek perakitan.

13) Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60(enam puluh) hari dalam jangka waktu 12(dua belas) bulan.

14) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.

15) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.

16) Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Selain pembagian di atas, subjek pajak juga dapat dibagi berdasarkan kedudukannya, yaitu :32

a. subjek pajak dalam negeri, adalah

1) orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

2) badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

32Republik Indonesia Undang-Undang Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Bab I Pasal 2 Ayat 2,3 dan 4.

(39)

a) pembentukannya berdasarkan ketentuan perundang-undangan;

b) pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

c) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan

d) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

3) warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak.

b. subjek pajak luar negeri adalah:

1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, oang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui badan usaha tetap di Indonesia; dan

2) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, oang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia ;

(40)

Sedangkan yang dimaksud dengan objek pajak (tatbestand) adalah sasaran pengenaan pajak berdasarkan keadaan , peristiwa dan perbuatan yang menurut ketentuan undang-undang memenuhi syarat bagi dikenakannya pajak. Sasaran dari pengenaan pajak adalah subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dimana penghasilan mereka itu melebihi Penghasilan Tak Kena Pajak (PTKP).

Adapun yang dimaksud dengan ruang lingkup perpajakan adalah batasan yang memudahkan dilaksanakannya penelitian agar lebih efektif dan efisien untuk memisahkan aspek tertentu sebuah objek atau Negara.33

1. Hukum Pajak Materil

Dalam hal yang dimaksud adalah batasan-batasan siapa siapa saja subjek – subjek pajak dan apa saja objek – objek yang dikenakan pajak.yang mana ruang lingkup pajak itu sendiri menjadi terbagi dua.

Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai WP. Hukum pajak dibedakan menjadi dua, yakni:

Hukum pajak materil yakni memuat norma-norma yang menerangkan tentang keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif pajak), segala sesuatu yang timbul dan hapusnya utang pajak, serta hubungan hukum antara pemerintah dan WP.34

33Taripar Doly, http://www.nusahati.com/2009/09/sekilas-tentang-perpajak-internasional/

2009, (Di akses tanggal 23 Juli 2017)

34Broto, R. Santoso, Pengantar Ilmu Hukum Pajak (Bandung :PT Eresco, 1993), hal 43.

(41)

2. Hukum Pajak Formil

Hukum pajak formil yakni memuat tentang bentuk/cara untuk mewujudkan hukum material menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak material). Hukum ini memuat:

a) Tata cara penyelenggaraan (presedur) penetapan suatu utang pajak,

b) Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para WP mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.

c) Kewajiban WP menyelenggarakan pembukuan/pencatatan dan hak-hak WP misalnya mengajukan keberatan/banding. Contoh: Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan.35

Di Indonesia terdapat daerah yang memiliki kewenangan mengatur mengatur rumah tangganya sendiri, yaitu daerah provinsi dan kabupaten/kota, maka dalam hal pemungutan pajak yang dilakukan oleh daerah tersebut, berlaku juga ketentuan hukum yang sama dengan pemungutan pajak pusat. Setiap jenis pajak yang di pungut oleh pemerintah provinsi / kabupaten/kota harus dilandasi dengan pengaturan daerah memiliki kekuatan yang sama dengan Undang-Undang, dalam hal penetapan suatu peraturan daerah termasuk dalam halpemunutan pajak derah.36

35Ibid.,hal. 46.

36Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Elementer, (Jakarta; Graha Ilmu, 2010), hal.87

(42)

Dalam sosialisasi terkait Pengampunan Pajak alias pengampunan pajak (Tax Amnesty), Direktorat Jenderal Pajak telah mensosialisasikan tagline

“ungkap, tebus, lega”. Tagline tersebut memiliki makna atas upaya pemerintah meningkatkan penerimaan negara khususnya dari pajak37

Tebus dimaksudkan dengan pembayaran sejumlah uang ke kas negara untuk mendapatkan Pengampunan Pajak atau (Tax Amnesty) berupa pelepasan hak negara untuk menagih pajak yang seharusnya terutang dari pengungkapan kekayaan yang dilakukan oleh WP kepada Direktorat Jenderal Pajak. Uang tebusan atas pengempunan pajak (Tax Amnesty) dihitung dengan cara mengalikan tarif utang tebusan dengan nilai harga bersih yang telah diungkapkan oleh WP.

.

Dalam situs resmi Direktorat Jenderal Pajak, disebutkan bahwa ungkap merupakan sebuah pernyataan dari Wajib Pajak (WP) untuk bersedia melaporkan seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/ atau di luar negeri, dan yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh terakhir. Belum dilaporkannya kekayaan tersebut bisa dikarenakan kelalaian atau keadaan di luar kekuasaan yang dialami WP.

Sehingga, kolom harta dan utang dalam SPT Tahunan PPh belum diisi dengan benar, lengkap dan jelas.

38

37Novita Sari & SitI Khairani, Prospek Tax Amnesty dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak dari Sudut Pandang Konsultan Pajak (Studi Kasus pada Konsultan Pajak di Palembang)(Di akses pada tanggal 23 Juli 2017)

38Nufransa Wira Sakti, S.Kom.,& Asrul Hidayat, Tax Amnesty itu mudah, (Jakarta: visi media, 2016), hal.12.

(43)

Lega yaitu sebuah perasaan yang nantinya akan menaungi WP manakala mereka telah memanfaatkan Pengampunan Pajak. Dengan diterimanya Pengampunan Pajak, maka WP akan mendapatkan penghapusan atas pajak yang seharusnya terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana di bidang perpajakan untuk kewajiban perpajakan sebelum 31 Desember 2015.

C. Sistem Perpajakan Di Indonesia

System perpajakan adalah carayang digunakan oleh pemerintah untuk memungut atau menarik pajak dari rakyat dalam rangka membiayai pembangunan dan pengeluaran pemerintah lainnya. Ciri dari corak sistem perpajakan di Indonesia berdasarkan undang-undang yang berlaku adalah sebagai berikut;

a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran masyarakat umtuk pembiayaan Negara dan pembangunan nasional.

b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak berbeda pada anggota masyarakat WP sendiri.

c. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (self assessment).39

Berkaitan dengan cara pemerintah dalam pemungutan pajak, maka di dalam sistem perpajakan di Indonesia dikenal beberapa asas yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir terhadap cara pemungutan pajak. Menurut Sudikno Mertokusumo, dikatakan bahwa Asas hukum atau prinsip hukum adalah bukan merupakan peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang

39 https://www.academia.edu/13063510/Sistem_Perpajakan ( Diakses pada tanggal 16 Oktober 2017 )

(44)

umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat dalam dan di belakang dari setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan hukum konkret tersebut.40Adapun yang menjadi asas-asas dalam system perpajakan berkaitan dengan cara memungut pajak di Indonesia adalah sebagai berikut:41

1) Asas domisili (asas tempat tinggal)

Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal WP dalam suatu negara. Negara di mana WP bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap WP tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan tanpa melihat kebangsaan atau kewarganegaraan WP tersebut.

2) Asas sumber

Dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan atau penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini, negara yang menjadi sumber pendapatan atau penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memerhatikan domisili dan kewarganegaraan WP.

40 Rochmat Soemitro dan Kania Sugiarti ,Asas dan Dasar Perpajakan, ( Jakarta;Refika Aditama, 2004 ), hal. 3.

41Dwi martini system perpajakan di Indonesia

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&ved=0ahUKEwiSw- 268snWAhUBE7wKHeE9DXYQFghUMAY&url=http%3A%2F%2Fstaff.ui.ac.id%2Fsystem%2F files%2Fusers%2Fmartani%2Fmaterial%2Fpertemuan1pajakindonesia.ppt&usg=AFQjCNG8pTU Qu7pljPWa7dNtzZc2JYeviw hal 16 (Diakses pada tanggal 24 juli 2017)

(45)

3) Asas kebangsaan

Dalam asas ini, pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari WP, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan tersebut maupun di negara mana tempat tinggal (domisili) dari WP yang bersangkutan.

Adapun asas yang di anut di Indonesia adalah ketiga asa tersebut yang di dasarkan pada UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang- Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara.

Menurut Mardiasmo, sistem sistem Pemungutan Pajak dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, With Holding System.

1) Official Assessment System Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Fiskus, WP bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus.

2) Self Assessment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada WP untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak

(46)

terutang ada pada WP sendiri. WP aktif mulai dari, menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3) With Holding System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan Fiskus atau bukan WP yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh WP.42

D. Pengaturan Perpajakan Dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)

Pengertian Tax Amnesty

Secara etimologis, istilah pengampunan pajak berasal dari kata “Tax Amnesty”, suatu konsep yang telah diterapkan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Kanada, Swedia, Belanda, Norwegia, Belgia, Perancis, Swiss, Finlandia, Portugal, Rusia, Irlandia, Italia, Malaysia, Pakistan, Srilanka, India, Filipina, Selandia Baru, Australia, Chili, Kolombia, Costa Rica, Ekuador, Indonesia, Bolivia, Venezuela, Puerto Rico, Honduras, Meksiko, Panama, Brasil, Argentina.43

Kata amnesty (amnesti) berasal dari Yunani “amnestia” yang dapat diartikan, melupakan atau suatu tindakan melupakan.44

42 https://www.academia.edu/13063510/Sistem_Perpajakan ( Diakses Pada tanggal 17 Oktober 2017 )

43 James Alm, Tax Policy Analysis: The Introduction of a Russian Tax Amnesty, (Georgia State University, International Studies Program, Working Paper, Oktober 1998), hal. 1.

44 Webster New Twentieth Century Dictionary, ed. kedua, dikutip dari Ifdhal Kasim.”Menghadapi Masa Lalu: Mengapa Amnesti?”, dalam Majalah Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), No 2 tahun 1 Agustus 2000, Jakarta), hal. 2.

Secara historis amnesty merupakan peninggalan dari zaman atau masa kerajaan, dimana seorang raja yang sangat berkuasa mempunyai kekuasaan untuk menghukum dan termasuk

Referensi

Dokumen terkait

Chapman (1984) mengatakan bahwa Avecinnia spp merupakan jenis pionir di bagian depan yang menghadap ke laut dan dapat mentoleransi salinitas hingga 35 ppt, hal tersebut juga

Kebijakan umum pada hakekatnya merupakan resume dari semua arah kebijakan pembangunan yang dipilih, sementara program merupakan penjabaran dari arah kebijakan

B - S Pos tinjau adalah suatu tempat dari mana kita dapat meninjau dan mengawasi suatu daerah dan pada umumnya diduduki oleh sekelompok prajurit yang terdiri dari 2 atau lebih,

Memperhatikan beberapa contoh permasalahan dalam Teknik Sipil seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa metode numerik merupakan cara untuk menyelesaikan

Dari pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan USG transcutaneus pada enam ekor kambing kacang didapatkan hasil sebanyak dua ekor kambing kacang didiagnosis

Pada ujian OSOCA, berdasarkan 6 daftar pertanyaan yang diberikan peneliti kepada 216 orang mahasiswa, dari 6 pertanyaan didapatkan hasil bahwa faktor-faktor penyebab kecemasan

Syarikat Hindia Timur Inggeris (SHTI) diberikan kuasa oleh kerajaan British untuk menjalankan perdagangan antarabangsa dan meluaskan tanah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat respon berahi dan persentase kebuntingan pada kambing PE setelah di lakukan inseminasi buatan dan diinduksi