• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI MAHASISWA MENGONSUMSI KOSMETIK BERLABEL HALAL GIASITIFANA POPPY PARAMITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI MAHASISWA MENGONSUMSI KOSMETIK BERLABEL HALAL GIASITIFANA POPPY PARAMITA"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR–FAKTOR YANG MEMENGARUHI MAHASISWA MENGONSUMSI KOSMETIK BERLABEL HALAL

GIASITIFANA POPPY PARAMITA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mahasiswa Mengonsumsi Kosmetik Berlabel Halal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016 Giasitifana Poppy Paramita NIM H54120083

(4)
(5)

ABSTRAK

GIASITIFANA POPPY PATAMITA. Faktor–Faktor yang Memengaruhi Mahasiswa Mengonsumsi Kosmetik Berlabel Halal. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan KHALIFAH MUHAMAD ALI.

Produk kosmetik yang beredar di Indonesia sebesar 56% dari total produk yang berjumlah 54 202 jenis. Kosmetik merupakan produk yang unik karena selain memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar wanita akan kecantikan, seringkali menjadi sarana bagi konsumen untuk memperjelas identitas diri di mata masyarakat. Mayoritas beragama Islam, sebagai penduduk Indonesia membutuhkan kosmetik berlabel halal. LPPOM MUI mengungkapkan bahan yang merupakan titik kritis kehalalan kosmetik, diantaranya, kolagen, elastin, ekstrak placenta, lemak dan turunannya, serta cairan amnion. Bahan tersebut ditemukan pada jenis produk kosmetik seperti lipstick, pelembab, sabun, lotion, dan krim pemutih. Penelitian ini menjelaskan pengetahuan mahasiswa terhadap kosmetik berlabel halal serta faktor yang memengaruhi mahasiswa mengonsumsi kosmetik berlabel halal. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 100 orang mahasiswa perempuan yang beragama Islam di IPB. Sampel dipilih menggunakan metode non-probability sampling. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi pengetahuan mahasiswa terhadap kosmetik berlabel halal. Metode analisis regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor yang memengaruhi mahasiswa mengonsumsi kosmetik berlabel halal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan mahasiswa terhadap komposisi kosmetik berlabel halal masih kurang, serta faktor yang memengaruhinya adalah pengetahuan produk kosmetik halal, keterjangkauan harga, kepedulian informasi, dan kepatuhan terhadap label halal.

Kata kunci: analisis regresi logistik, kosmetik halal, konsumsi kosmetik halal, label halal

(6)

ABSTRACT

GIASITIFANA POPPY PARAMITA. Factors That Affecting Student to Consume Halal Label Cosmetics. Supervised by SRI MULATSIH and KHALIFAH MUHAMAD ALI.

Cosmetic products distribution is 56% of the total 54 202 products in Indonesia. Cosmetics is unique product because in addition to having the ability to meet the basic needs of female beauty, often as a means for consumers to clarify their indentity in society. Muslim majority, Indonesia’s population in need of halal cosmetics. LPPOM MUI disclose material that is a critical point of halal cosmetics include collagen, elastin, placenta extract, fats and derivatives, as well as amniotic fluid. The material was found on the type of cosmetics products such us lipstick, moisturizers, soaps, lotions, and creams bleach. This study describes the student’s the student’s knowledge of the halal cosmetics and factors that affect student to consume halal cosmetics. Samples that being used were as many as 100 students moslem women in IPB. The sample was selected using non-probability sampling method. Descriptive analysis was used to identify the student’s knowledge of the halal cosmetics. Logistic regression analysis is used to analyze the factors that affect students to consume halal cosmetics product. The result showed that the student’s knowledge of the halal cosmetics as well as factors that the influence it is halal cosmetics product knowledge on the composition labeled halal cosmetics is still lacking, and the factors that affect students to consume halal cosmetics product is knowledge, an affordable price, care information, and compliance with the halal label.

Keywords: logistic regression analysis, halal cosmetics, consume halal cosmetics, label halal.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MAHASISWA MENGONSUMSI KOSMETIK BERLABEL HALAL

GIASITIFANA POPPY PARAMITA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “Faktor- Faktor yang Memengaruhi Mahasiswa Mengonsumsi Kosmetik Berlabel Halal”.

Shalawat serta salam selalu ercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi tauladan bagi umatnya. Tujuan dari penulisan ini adalah menganalisis pengetahuan mahasiswa terhadap kosmetik berlabel halal dan mengidentifikasi faktor apasaja yang memengaruhi mahasiswa mengonsumsi kosmetik berlabel halal.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua, yaitu Ibu Syamsuarti ata kasih sayang, dukungan, dan doa yang senantiasa diberikan. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr Ir Sri Mulatsih, MSc Agr dan Bapak Khalifah Muhamad Ali, SHut MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu, dan motivasi dengan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dr Ir Wiwiek Rindayati, MSi selaku dosen penguji utama dan Bapak Salahuddin El Ayyubi, Lc MA selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan banyak saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuannya kepada penulis.

4. Teman-teman satu bimbingan Asti Nur Latifah, Siti Rifa’atul Adawiyah, dan Adli Dzil Ikram.

5. Teman-teman Ajeng, Anggi, Arini, Dwiki, Lisna, Harshelly, Riezky, dan Riska yang selalu memberi dukungan dan semangat dalam penulisan skripi 6. Teman-teman seperjuangan prodi Ekonomi Syariah 49 IPB yang telah

memberikan masukan dan membantu dalam penulisan skripsi.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2016 Giasitifana Poppy Paramita

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Halal dan Produk Halal 6

Sertifikasi dan Labelisasi Halal 7

Produk Kosmetika Halal 8

Bahan Kosmetika 9

Penelitian Terdahulu 10

Kerangka Pemikiran 10

METODE 12

Lokasi dan Waktu Penelitian 12

Jenis dan Sumber Data 12

Metode Pengumpulan Data 12

Metode Pengambilan Sampel 12

Metode Pengolahan dan Analisis Data 13

Analisis Deskriptif 13

Analisis Regresi Logistik 13

Definisi Operasional 14

Skala Likert 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Karakteristik Responden 16

Distribusi Reponden dalam Konsumsi Kosmetik 18

Pengetahuan Mahasiswa terhadap Kosmetik Berlabel Halal 22

(14)

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mahasiswa yang Mengonsumsi Kosmetik

Berlabel Halal 124

SIMPULAN DAN SARAN 266

Simpulan 266

Saran 266

DAFTAR PUSTAKA 277

LAMPIRAN 30

RIWAYAT HIDUP 39

(15)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah persetujuan nomor izin edar kosmetik tahun 2012-2015 3

2 Karakteristik responden 17

3 Distribusi responden berdasarkan usia dalam mengonsumsi kosmetik 18 4 Distribusi responden berdasarkan jurusan atau mayor dalam mengonsumsi

kosmetik 19

5 Distribusi responden berdasarkan pemasukan perbulan dalam

mengonsumsi kosmetik 19

6 Distribusi responden berdasarkan lama penggunaan dalam mengonsumsi

kosmetik 20

7 Distribusi responden berdasarkan pengajian rutin dalam mengonsumsi

kosmetik 20

8 Distribusi responden berdasarkan waktu pemakaian dalam mengonsumsi

kosmetik 21

9 Faktor-faktor yang memengaruhi mahasiswa mengonsumsi kosmetik

berlabel halal 25

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan populasi penduduk muslim di dunia 1

2 Pasar halal dunia 2

3 Jenis produk yang beredar di Indonesia tahun 2016 3

4 Kerangka pemikiran 11

5 Pengetahuan mahasswa terhadap keberadaan kosmetik berlabel halal 21 6 Pengetahuan mahasiswa terhadap komposisi yang membuat kosmetik

menjadi tidak halal 22

7 Mencari informasi sebelum mengonsumsi kosmetik berlabel halal 23 8 Sumber informasi yang digunakan untuk mencari tahun kosmetik berlabel

halal 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian 30

2 Hasil olahan analisis regresi logistik 35

3 Daftar kosmetik berlabel halal di Indoneia tahun 2016 37

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Populasi muslim di dunia diperkirakan akan mencapai 2.2 miliar tahun 2030.

Tahun 2010 penduduk muslim dunia telah mencapai 1.6 miliar dan tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 1.9 miliar (the Future of the Global Muslim Population 2011). Secara global, populasi muslim diperkirakan tumbuh sekitar dua kali tingkat populasi non muslim selama dua dekade berikutnya. Tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 1.5% untuk umat muslim, sedangkan 0.7% untuk non muslim. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Sumber : The Future of the Global Muslim Population (2011).

Gambar 1 Perkembangan Populasi Penduduk Muslim di Dunia

Indonesia merupakan negara yang dengan jumlah penduduk muslim terbanyak, yaitu 205 miliar (Fleishman-Hillard Majlis 2012). Jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.6 juta jiwa (BPS 2010), dengan jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam sebesar 87.18%. Mayoritas penduduk beragama Islam menjadikan Indonesia memiliki potensi nilai pangsa pasar halal yang besar dibandingkan dengan negara-negara lain (Annafianti 2015). Produk halal dibutuhkan karena produk yang halal lebih terjamin keamanan, lebih terpercaya, serta terhindar dari kandungan zat yang haram dan berbahaya. Hukum Islam sangat jelas dalam hal konsumsi, yakni barang yang dikonsumsi harus bebas dari hal-hal yang tergolong haram atau tidak halal (Sandi et al 2011). Umat Islam berkewajiban mengonsumsi produk halal, seperti yang terkandung dalam AlQuran pada surat Al- Baqarah ayat 168, sebagai berikut:

ْيَّشلا ِتا َوُطُخ ْاوُعِبَّتَت َلا َو ًابِ يَط ًلاَلاَح ِض ْرَلأا يِف اَّمِم ْاوُلُك ُساَّنلا اَهُّيَأ ا ََ

ُهَّنِإ ِناَط نيِبُّم ٌّوُدَع ْمُكَل

“Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah

1,1 1,3 1,6 1,9 2,2

4,2

4,8

5,3

5,8 6,1

0 2 4 6 8 10

1990 2000 2010 2020 2030

Billion

Tahun

non-Muslims Muslims

(18)

2

syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”

Halal dalam Bahasa Arab yang artinya diperbolehkan atau sesuai hukum Islam. Kehalalan produk tidak terlepas dari kata thoyyib. Halal mengacu pada hukum boleh atau tidaknya suatu produk dikonsumsi, dan thoyyib lebih menekankan pada aspek kualitas produk seperti kandungan gizi, kebersihan produk, keamanan produk, kesehatan, keterjangkauan harga, serta manfaat lainnya (Endah 2014). Produk halal tidak hanya yang masuk ke dalam perut, tetapi segala sesuatu yang digunakan melalui bagian luar tubuh seperti kulit, sehingga produk halal tidak boleh terkandung bahan dan zat haram serta terbebas dari najis. Memproduksi produk halal merupakan tanggung jawab produsen kepada konsumen muslim.

Produk yang diproduksi dan beredar harus mempunyai sertifikat halal dan label halal yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), sebagai bukti bahwa produk tersebut telah halal. Adapun bentuk label halal tersebut berupa logo halal yang tercantum pada kemasan produk. Label halal pada produk pangan adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena mempermudah konsumen untuk mengetahui produk tersebut telah halal dan dapat dilihat dari logo halal yang tercantum pada kemasan produk (Rambe dan Afifuddin 2012).

Sumber : Fleishman-Hillard Majlis (2012).

Gambar 2 Pasar halal dunia

Muslim ingin mematuhi hukum Syariah dengan mengonsumsi yang halal.

Produk halal yang dikonsumsi seperti makanan, obat-obatan dan vitamin (farmasi), dan termasuk kosmetik. Pasar halal global dinilai sekitar US $ 2.3 triliun dan salah satu konsumen global yang cepat berkembang. Pasar makanan merupakan pangsa pasar paling besar didunia, tetapi kosmetik telah mencapai 11% dalam pasar halal dunia. Hal tersebut dikarenakan masih banyak produk kosmetik yang beredar didunia dan produsen kosmetik tersebut tidak hanya produsen muslim.

Kosmetik telah beredar di Indonesia, termasuk kosmetik halal. Sebelum kosmetik mendapatkan sertifikat halal dan label halal, produk kosmetik tersebut telah mendapat izin edar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Semua

Farmasi 26%

Kosmetik 11%

Lainnya 2%

Makanan 61%

(19)

3 jenis produk termasuk kosmetik yang beredar harus melawati tahap evaluasi pre market, dalam rangka pemberian persetuan izin edar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pengawasan pre market melakukan evaluasi terhadap kemasan, manfaat, mutu kosmetik, dan pemberian nomor izin edar. Banyaknya kosmetik yang beredar dapat dilihat dari jumlah persetujuan nomor izin edar kosmetik. Persetujuan nomor izin edar tersebut meningkat dari tahun 2012 hingga 2015 (BPOM 2016). Data tersebut dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah persetujuan nomor izin edar kosmetik tahun 2012-2015

Produk 2012 2013 2014 2015

Kosmetik 19 780 28 661 36 642 38 720

Sumber : Laporan tahunan BPOM (2016).

Produk kosmetik banyak beredar di Indonesia dibandingkan jenis produk makanan dan minuman. Berdasarkan data dari BPOM hingga periode bulan Agustus tahun 2016 total jenis produk yang beredar adalah 54 202 jenis. Berikut adalah jenis produk yang telah mendapat izin edar dari BPOM. Jenis produk yang beredar dikategorikan dalam lima jenis produk diantaranya produk suplemen makanan, obat, obat tradisional, makanan dan minuman serta kosmetik. Kosmetik merupakan jenis produk terbanyak yang mendapat izin edar dari BPOM dengan presentase 56%. Makanan dan minuman mendapat izin edar sebesar 39%, obat dan obat tradisional masing-masing sebesar 2% dan untuk izin edar untuk suplemen makanan sebesar 1%. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Sumber : BPOM (2016).

Gambar 3 Jenis produk yang beredar di Indonesia tahun 2016

Kosmetik dapat digunakan pada tubuh manusia untuk membersihkan, mempercantik, atau mengubah penampilan tanpa memengaruhi tubuh. Seiring dengan perkembangan zaman, kosmetik seolah menjadi kebutuhan primer bagi sebagian kaum wanita. Kosmetik merupakan produk yang unik karena selain memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar wanita terhadap kecantikan, juga menjadi sarana bagi konsumen untuk memperjelas identitas diri di

Kosmetika 56%

Makanan dan Minuman

39%

Obat 2%

Obat Tradisional 2%

Suplemen Makanan

1%

(20)

4

mata masyarakat (Fabricant dan Gould 1993). Hal tersebut menjelaskan bahwa kosmetik dibutuhkan oleh semua manusia. Kosmetik sesungguhnya memiliki risiko pemakaian yang perlu diperhatikan, mengingat kandungan bahan-bahan kimia tidak selalu memberi efek yang sama untuk setiap konsumen (Ferrinadewi 2005). Oleh sebab itu sebagai konsumen lebih memperhatikan kandungan pada kosmetik sebelum memilih untuk digunakan.

Konsumen muslim membutuhkan kosmetik yang berlabel halal, tetapi belum semua jenis kosmetik yang telah berlabel halal. Adanya kandungan bahan atau zat pada kosmetik yang menjadikan kosmetik tidak halal. LPPOM MUI mengungkapkan bahwa bahan-bahan yang memiliki titik kritis kehalalan dalam kosmetik seperti kolagen, elastin, ekstrak placenta, lemak dan turunannya, serta cairan amnion. Bahan tersebut dapat ditemukan pada produk kosmetik untuk wajah seperti lipstick, pelembab, dan krim pemutih. Komposisi tersebut diharamkan jika berasal dari hewan yang diharamkan (seperti babi dan turunannya) dan organ manusia yang bertentangan dengan Syariat Islam. Konsumen muslim yang menggunakan kosmetik harus lebih berhati-hati, memperhatikan kehalalan, dan kandungan suatu produk kosmetik, karena tidak semua orang dapat mengetahui kehalalan suatu produk secara pasti (Kusnandar et al 2015). Mahasiswa merupakan salah satu pengguna kosmetik.

Perumusan Masalah

Muslim diwajibkan untuk mengonsumsi produk halal. Produk halal tidak hanya yang masuk ke dalam tubuh manusia tetapi segala sesuatu yang dikonsumsi dan gunakan pada bagian luar tubuh manusia (kulit). Salah satunya adalah kosmetik. Produk kosmetik di Indonesia terus meningkat, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah persetujuan nomor izin edar kosmetik yang dikeluarkan oleh BPOM (2016) meningkat dari tahun 2012 hingga 2015 (Tabel 1). Kosmetik lebih banyak dibutuhkan oleh wanita, karena manfaat yang dimiliki kosmetik. Bagi konsumen muslim membutuhkan kosmetik yang berlabel halal. Adanya sertifikat halal dan label halal pada kosmetik menjamin keamanan dan manfaat kosmetik yang digunakan konsumen, serta aman dari kandungan zat berbahaya dan haram.

Sertifikasi halal dimulai pada tahun 1994 dan dimulai dari produk pangan.

Produk kosmetik sendiri mulai mendapatkan sertifikasi sejak tahun 2012, yaitu terdapat 26 produk kosmetik yang sudah berlabel halal dari 5 perusahaan. Tahun 2016 terdapat 4 961 produk kosmetik yang sudah berlabel halal dari 87 perusahaan, sedangkan produk kosmetik yang mendapat izin edar oleh BPOM adalah sebanyak 30 265 produk. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa tidak semua produk kosmetik sudah berlabel halal, sedangkan sebagai konsumen muslim membutuhkan kosmetik berlabel halal. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa produk kosmetik yang masih dalam proses sertifikasi halal, tetapi masih ada perusahaan yang tidak melakukan hal tersebut termasuk, perusahaan besar.

Mahasiswa merupakan salah satu konsumen kosmetik. Jumlah mahasiswa lebih banyak dibandingkan dosen atau karyawan yang bekerja di universitas.

Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun ajaran 2015/2016 memiliki jumlah mahasiswa sebanyak 16 080 jiwa, diantaranya terdapat mahasiswa muslim sebanyak 4 672 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 6 848 jiwa berjenis kelamin perempuan. Mayoritas mahasiswa IPB adalah perempuan, sehingga produsen dapat melihat bahwa pangsa

(21)

5 pasar untuk mahasiswa lebih besar. Mahasiswa muslim membutuhkan produk kosmetik yang halal, sedangkan kosmetik yang beredar tidak semua yang berlabel halal. Kurangnya kosmetik berlabel halal yang beredar membuat mahasiswa menggunakan kosmetik yang tidak berlabel halal, sedangkan bagi mahasiswa kosmetik merupakan salah satu kebutuhan. Tidak semua mahasiswa mengetahui secara pasti mengenai kehalalan kosmetik tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1. bagaimana pengetahuan mahasiswa terhadap kosmetik berlabel halal?

2. faktor-faktor apa saja yang memengaruhi mahasiswa mengonsumsi kosmetik berlabel halal?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini, antara lain:

1. mengidentifikasi pengetahuan mahasiswa terhadap kosmetik berlabel halal.

2. menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi mahasiswa mengonsumsi kosmetik berlabel halal.

Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat dari penyelenggaraan program sertifikasi halal. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam menyusun kebijakan terkait regulasi pangan, obat-obatan, dan kosmetik, serta sertifikasi halal MUI.

2. bagi masyarakat, terutama muslim agar lebih teliti dalam mengonsumsi produk kosmetik, dan memperhatikan kehalalan, serta kandungan dalam produk kosmetik.

3. bagi produsen kosmetik, agar lebih memperhatikan bahan-bahan yang digunakan dan kehalalan produk kosmetik dalam memproduksi. Adanya sertifikasi halal dan labelisasi halal pada setiap jenis produk dapat membantu produsen dalam dalam memasarkan produk.

bagi penulis, agar menjadi sarana dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh, meningkatkan kemampuan penulis dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis dan menemukan solusinya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengetahuan mahasiswa terhadap kosmetik berlabel halal dan mengidentifikasi faktor yang memengaruhi mahasiswa mengonsumsi kosmetik berlabel halal. Ruang lingkup penelitian ini mencakup mahasiswa program sarjana IPB tahun ajaran 2015/2016. Responden tersebut berjenis kelamin perempuan, beragama Islam, dan menggunakan kosmetik.

(22)

6

Kosmetik yang digunakan adalah jenis kosmetik untuk wajah seperti lip-stick, krim pemutih, dan pelembab.

TINJAUAN PUSTAKA

Halal dan Produk Halal

Halal berasal dari bahasa Arab yang berarti “melepaskan” dan “tidak terikat”.

Pengertian halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal, produk halal adalah produk yang tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Menurut UU RI Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), produk adalah barang atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

Menurut Ernawati (2015) produk yang halal adalah produk yang diolah serta bahan bakunya memenuhi kriteria dalam syariat Islam dan tidak mengandung unsur yang diharamkan baik dalam bahan tambahan, bahan baku, atau bahan penolong lainnya. Produk halal diantaranya makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, serta produk lainnya yang dapat dikonsumsi atau dimanfaatkan oleh manusia sebagai konsumen. Produk Halal adalah produk yang telah dinyatakan sesuai dengan syariat Islam (UU RI Nomor 33 Tahun 2014). Produk halal yang menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah produk yang memenuhi syariat Islam diantaranya:

1. Tidak mangandung babi dan bahan yang berasal dari babi.

2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti: bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah kotor-kotoran, dan lain sebagainya.

3. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam.

4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan, dan transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur dalam syariat Islam.

5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.

Berdasarkan UU RI Nomor 33 Tahun 2014 tentang JPH, bahan yang digunakan dalam Proses Produk Halal (PPH) terdiri atas bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong. Bahan-bahan tersebut berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, atau bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetika. Allah SWT memerintahkan umatnya untuk mengonsumsi yang halal dan menginggalkan yang haram, seperti yang terkandung dalam Al-Qur’an pada Surat Al-Baqarah ayat 173, sebagai berikut:

َغ َّرُطْضا ِنَمَف ۖ ِ َّاللَّ ِرْيَغِل ِهِب َّلِهُأ اَم َو ِري ِزْن ِخْلا َمْحَل َو َمَّدلا َو َةَتْيَمْلا ُمُكْيَلَع َم َّرَح اَمَّن ِإ ٍ اَع َلا َو ٍاَب َرْي

وُفَغ َ َّاللَّ َّنِإ ۚ ِهْيَلَع َمْثِإ َلاَف مي ِح َر ر

(23)

7 Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Sertifikasi dan Labelisasi Halal

Produk yang beredar belum semua terjamin kehalalannya, sehingga dibutuhkannya sertifikat halal dan label halal pada produk. Sertifikat halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh Badan Pengelolaan Jaminan Produk Halal (BPJPH) berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan MUI. Menurut LPPOM MUI sertifikat halal adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai syariat Islam. Bagi perusahaan yang ingin memperoleh sertifikat halal LPPOM MUI baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah Potong Hewan (RPH), dan restoran atau katering atau dapur, harus melakukan pendaftaran sertifikasi halal dan memenuhi persyaratan sertifikasi halal. Berikut adalah tahapan yang dilewati perusahaan yang akan mendaftarkan proses sertifikasi halal:

1. Memahami persyaratan sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan Sistem Jaminan Halal (SJH). Adapun persyaratan tersebut tercantum dalam HAS 23000.

2. Menerapkan SJH. Adanya penerapan SJH sebelum mendaftarkan sertifikasi halal produk, antara lain: penetapan kebijakan halal, penetapan tim manajeman halal, pembuatan manual SJH, pelaksanaan pelatihan, penyiapan prosedur terkait SJH, pelaksanaan internal audit, dan kaji ulang manajemen.

3. Menyiapkan dokumen sertifikasi halal. Dokumen tersebut diantaranya: daftar produk, daftar bahan, daftar dokumen bahan, daftar penyembelihan (khusus RPH), matrik produk, manual SJH, diagram alir proses, daftar alamat fasilitas produksi, bukti sosialisasi kebijakan halal, bukti pelatihan internal dan bukti audit internal.

4. Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data). Pendaftaran dilakukan secara online di Cerol melalui website www.e-lppommui.org.

5. Melakukan monitoring pre audit dan pembayaran akad sertifikasi. Monitoring pre audit dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil pre audit. Pembayaran akad dilakukan dengan mengunduh akad di Cerol, menandatangai akad, kemudian melakukan pembayaran di Cerol yang setujui oleh bendahara LPPOM MUI.

6. Pelaksanaan audit. Pelaksanaan audit dilakukan disemua fasilitas yang berkaitan dengan produk yang disertifikasi.

7. Melakukan monitoring pasca audit. Monitoring dilakukan setiap hari untuk mengetahui adanya ketidaksesuaian pada hasil audit dan jika ada agar dilakukan perbaikan.

8. Memperoleh sertifikat halal. Perusahaan dapat mengunduh sertifikat halal dalam bentuk softcopy di Cerol. Sertifikat asli dapat diambil di kantor LPPOM MUI Jakarta atau dapat dikirim ke alamat perusahaan. Sertifikat halal tersebut berlaku selama dua tahun.

(24)

8

Labelisasi halal secara prinsip adalah label yang menginformasikan kepada konsumen bahwa produk tersebut benar-benar halal dan nutrisi yang terdapat pada produk tidak mengandung unsur yang diharamkan secara syariah, sehingga produk tersebut boleh dikonsumsi (Astogini et al 2011). Label Halal menurut UU RI Nomor 33 Tahun 2014 adalah tanda kehalalan suatu produk. Produk yang tidak mencantumkan label halal pada kemasannya berarti belum mendapat persetujuan dari lembaga yang berwenang untuk diklasifikasikan dalam daftar produk halal atau dianggap masih diragukan kehalalalnnya.

Sertifikat halal merupakan syarat untuk mendapatkan izin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. Labelisasi halal di Indonesia dilakukan oleh LPPOM MUI. LPPOM MUI mengeluarkan sertifikat halal dan label halal sesuai dengan persyaratan dan prosedur yang diikuti produsen. Berbagai langkah dan kebijakan dari LPPOM MUI dibidang sertifikasi halal berguna untuk terus meningkatkan pelayanan masyarakat dalam memperoleh produk halal. Menurut Miru (2007) label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku, bahan tambahan komposisi, informasi gizi, tanggal kadaluarsa, isi produk, dan keterangan legalitas.

Produk Kosmetika Halal

Pengertian kosmetik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1175/MenKes/Per/VIII/2010 adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, memperbaiki bau badan, serta melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Kosmetika berasal dari Bahasa Inggris “cosmetics” yang artinya alat kecantikan wanita. Kosmetik digunakan untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit menurut BPOM Departemen Kesehatan dalam LPPOM MUI Bali. Menurut Hussin et al (2013) halal dalam kosmetik mencakup aspek manufaktur proses, penyimpanan, pengemasan, dan pengiriman yang harus memenuhi persyaratan syariat Islam. Hal ini berarti bahan yang digunakan harus berbahan halal dan suci serta diproduksi pada fasilitas produksi yang terbebas dari bahan haram dan najis. Bahan yang diperbolehkan adalah yang berasal dari tanaman, sepanjang dalam proses pembuatannya tidak mengunakan bahan aditif atau bahan penolong berupa berbahan haram.

Konsumen muslim dapat menggunakan kosmetik apapun jika tidak mengandung unsur yang dilarang dalam Islam. Unsur tersebut adalah pertama, menggunakan kosmetik untuk menarik lawan jenis yang bukan mahramnya. Hal tersebut mengungkapkan konsumen menggunakan kosmetik untuk dapat dilihat oleh lawan jenis atau memakai secara berlebihan agar disukai lawan jenis. Kedua, kosmetik yang berasal dari bahan yang mudharat (tidak diperbolehkan). Bahan tersebut seperti bahan atau zat yang digunakan lebih dari ketentuan pemakaian, bahan-bahan berasal dari babi, anjing, atau hewan yang dilarang agama, dan zat yang membahayakan. Ketiga, kosmetik yang merubah secara permanen, seperti pemutih wajah yang terdapat pada krim pemutih dan kosmetik yang dapat merubah

(25)

9 bentuk wajah. Keempat, kosmetik yang digunakan secara berlebih-lebihan seperti menggunakan wewangian terlalu banyak bagi muslimah dan menggunakan perias wajah berlebihan hanya untuk keluar rumah.

Lip-stick digunakan salah satu make up bibir yang anatomis dan fisiologisnya agak berbeda dari kulit bagian badan lainnya (Tranggono dan Latifah 2007). Krim wajah berguna untuk menghilangkan sel-sel kuit mati serta menghilangkan flek- flek hitam pada wajah. Efek samping positif yang dihasilkan oleh jenis kosmetik ini adalah untuk memutihkan kulit wajah. Pelembab digunakan terutama pada kulit kering atau kulit normal yang cenderung kering terutama saat konsumen yang menggunakan kosmetik dan telah lama berada di dalam lingkungan yang dapat mengeringkan kulit. (Tranggono dan Latifah 2007).

Bahan Kosmetika

Kosmetika merupakan salah satu kebutuhan sehari-hari bagi manusia, baik bagi perempuan ataupun laki-laki, mulai dari anak-anak hingga lanjut usia.

Berbagai jenis kosmetik digunakan untuk membersihkan atau mempercantik diri.

Kosmetik yang digunakan harus aman dan melindungi penggunanya. Menurut LPPOM MUI Bali (2011) ada beberapa titik kritis kehalalan pada produk kosmetik yang terdiri dari bahan kimia dan bahan yang diharamkan pada produk kosmetika.

Menurut Fatwa MUI No.2/MunasVI/MUI/2000, penggunaan kosmetik yang mengandung atau berasal dari bagian tubuh manusia, hukumnya haram.

Bahan atau produk kosmetik yang berasal dari hewan yang diharamkan (hewan buas, babi dan turunannya) sudah pasti haram. LPPOM MUI mengungkapkan bahan-bahan yang merupakan titik kritis kehalalan dalam kosmetik, sebagai berikut :

a. Gliserin merupakan lemak dan turunannya yang berguna untuk melembabkan, melembutkan, serta menghaluskan kulit. Bahan tersebut digunakan sebagai bahan pembuat lipstick, sabun, krim pemutih, pelembab, lotion, serta sabun mandi.

b. Kolagen dan elastin merupakan protein jaringan ikat yang liat dan bening kekuning-kuningan, jika terkena panas menjadi kental seperti lem. Bahan ini berguna untuk menjaga kelenturan kulit dan mencegah keriput. Bahan tersebut digunakan sebagai bahan pembuat pelembab dan lotion.

c. Placenta adalah organ berbentuk vascular yang berkembang di dalam uterus selama kehamilan. Placenta berguna untuk menghilangkan kerutan, mencegah penuaan, melembutkan, serta menyegarkan kulit. Bahan ini digunakan pada jenis produk kosmetik seperti lotion dan krim pemutih.

Placenta yang terdapat pada kosmetik berlabel halal adalah berasal dari hewan sapi atau yang tidak diharamkan agama.

d. Cairan Amnion merupakan air ketuban. Cairan amnion berguna untuk melembabkan, melembutkan, serta menghaluskan kulit. Bahan ini dapat ditemukan pada jenis produk pelembab, lotion rambut, shampoo, dan perawatan kulit kepala.

(26)

10

Penelitian Terdahulu

Penelitian Ramadhani (2015) yang berjudul Pengaruh Label Halal terhadap Brand Switching Produk Kosmetik dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Konsumen Mengonsumsi Kosmetik Berlabel Halal menggunakan analisis deskriptif, analisis regresi logistik, dan brand switching pattern matrix. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa responden beragama Islam tidak loyal terhadap kosmetik berlabel halal dibandingkan responden beragama selain Islam dan mutu merupakan faktor yang memengaruhi responden mengkonsumsi kosmetik berlabel halal.

Penelitian Sukmawati (2006) yang berjudul Analisis Pengaruh Label Halal terhadap Brand Switching (Kasus Produk Kosmetik Wardah) menggunakan analisis khi-kuadrat dan brand switching pattern matrix dengan alat pengolah data SPSS versi 12.0 dan Microsoft Excel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pemahaman dan kepedulian konsumen terhadap produk kosmetik berlabel halal masih rendah serta kurangnya pangsa pasar Wardah membuat responden beralih ke produk lain dan kecocokan produk merupakan faktor terpenting dalam perpindahan produk.

Penelitian Ernawati (2015) yang berjudul Pengaruh Label Halal dan Tingkat Harga terhadap Keputusan Menggunakan Produk Kosmetik dengan studi kasus mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda dengan mencari sejumlah variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel label halal lebih berpengaruh terhadap keputusan mahasiswi UIN menggunakan kosmetik dibanding variabel tingkat harga.

Penelitian Utami (2013) yang berjudul Pengaruh Label Halal terhadap Keputusan Membeli melakukan penelitian dengan survei pada pembeli produk kosmetik Wardah di outlet Wardah Griya Muslim An-nisa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearon dan uji regresi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya label halal pada produk kosmetik pengaruh terhadap keputusan membeli pada konsumen, hal ini dibuktikan dengan pengaruh label halal terhadap kualitas, mutu, serta merek pada produk kosmetik yang membuat para konsumen ini membeli produk kosmetik.

Kerangka Pemikiran

Produk kosmetik sangat populer dimasyarakat, sehingga banyak yang menjadi konsumen kosmetik. Hal tersebut dibuktikan pada Gambar 1, yang menyatakan bahwa jenis produk kosmetik lebih banyak beredar dibandingkan jenis makanan dan minuman (BPOM 2016). Kosmetik tidak hanya digunakan oleh wanita dan orang dewasa, tetapi laki-laki, dan anak-anak hingga lanjut usia masih menggunakan kosmetik. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis produk kosmetik yang dikemas berbeda, sesuai jenis kelamin, dan manfaat yang berbeda terkandung pada kosmetik tersebut. Konsumen beragama Islam membutuhkan produk halal, karena mengonsumsi maupun menggunakan produk halal merupakan kewajiban umat muslim.

Menurut Patton (2009) permintaan terhadap produk kosmetik halal terus meningkat. Hal tersebut tidak hanya didorong oleh data bahwa penduduk Indonesia

(27)

11 adalah penduduk mayoritas konsumen muslim, tetapi minat mereka pada produk yang berkualitas tinggi, halal, dan produk yang aman juga tinggi. Konsumen muslim membutuhkan keterangan bahwa produk tersebut halal untuk dikonsumsi.

Keterangan halal pada produk berbentuk label halal yang disertifikasi oleh LPPOM MUI yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan (Depkes) dan Departemen Agama (Depag). Produk kosmetik tidak dimakan atau masuk ke dalam tubuh, tetapi digunakan pada bagian luar tubuh sehingga kosmetik dikaitkan dengan masalah suci dan najis (Sukmawati 2006). Kosmetik yang halal bebas dari bahan yang najis dan tidak suci seperti hewan yang diharamkan (babi, kolagen) dan bagian manusia (placenta). Adapun produk kosmetik untuk wajah yang berindikasi mengandung bahan haram tersebut, diantaranya lipstick, pelembab, dan krim prmutih. Konsumen muslim sebagai pengguna kosmetik harus mengetahui hal tersebut agar terhindar dari kosmetik tidak halal.

Gambar 4 Kerangka pemikiran Faktor-Faktor yang Memengaruhi Mahasiswa

Mengonsumsi Kosmetik Berlabel Halal : - Pengetahuan kosmetik berlabel halal

- Pengetahuan produk kosmetik halal - Keterjangkauan Harga

- Promosi

- Kepedulian informasi - Mutu

- Bentuk

- Citra merek produk - Kecocokan

- Daya tahan produk - Kepatuhan

Analisis Regresi Logistik Pilihan Mahasiswa Kosmetik

Berlabel Halal

Produk Kosmetik

Kosmetik Tidak Berlabel Halal

Pengetahuan terhadap Kosmetik Berlabel Halal

(28)

12

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa belum ada penelitian sebelumnya serta adanya mahasiswa IPB yang menggunakan kosmetik berlabel halal. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus hingga September 2016 dengan melaukan survei langsung di lapangan.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui metode survei dan melakukan wawancara langsung dengan mahasiswa yang menggunakan kosmetik. Data sekunder digunakan sebagai pendukung dari data primer. Data sekunder didapat melalui buku, jurnal, skripsi, dan internet terkait penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang didapat peneliti melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Wawancara langsung kepada mahasiswa aktif IPB yang menjadi responden dengan menggunakan kuesioner.

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik non-probability sampling dengan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan- pertimbangan tertentu dalam pengambilan samplenya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Riduwan dan Akdon 2005). Pertimbangan tersebut adalah responden yang merupakan mahasiswa strata satu IPB yang beragama Islam dan merupakan pengguna kosmetik. Penentuan jumlah responden menggunakan rumus Slovin (Riduwan dan Akdon 2005) dengan nilai kritis sebesar 10%.

𝑛 = 𝑁

1+𝑁.𝑒2...(1) Keterangan :

n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi

e : Nilai kritis yang digunakan yaitu 10%

Menurut Direktorat Administrasi Pendidikan (2016) jumlah mahasiswa program sarjana IPB tahun ajaran 2015/2016 adalah 16 080 mahasiswa. Populasi

(29)

13 yang dijadikan responden adalah mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan dan beragama Islam yaitu berjumlah 6 848 orang.

𝑛 = 𝑁

1 + 𝑁. 𝑒2

= 6848

1 + 6848 (0,1)2

= 6848

69.48= 98.56 ≈ 99

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan analisis regresi logistik. Untuk pengolahan data menggunakan software Microsoft Office Excel dan software SPSS Versi 16 untuk analisis regresi logistik. Data yang diperoleh merupakan data kualitatif dan kuantitatif. Sebelum diolah dan dianalisa, dilakukan beberapa prosedur dan penggolongan beberapa jawaban.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi identitas dan karakteristik konsumen serta menganalisis pengetahuan mahasiswa terhadap kosmetik berlabel halal. Analisis deskriptif ditampilkan dalam bentuk tabel untuk menjelaskan karakteristik konsumen dan dalam bentuk grafik untuk menjelaskan pengetahuan mahasiswa terhadap kosmetik berlabel halal.

Analisis Regresi Logistik

Analisis regresi logistik merupakan suatu teknik untuk menerangkan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon (Firdaus et al 2011). Model ini digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi mahasiswa mengonsumsi kosmetik berlabel halal. Menurut Firdaus dan Afendi (2008) pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui tranformasi dari regresi linear ke logit. Formulasi transformasi logit :

𝐿𝑜𝑔𝑖𝑡 (𝑃𝑖) = 𝑙𝑜𝑔𝑒( 𝑃𝑖

1−𝑃𝑖)...(2) Pi merupakan peluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk orang ke-i dan 𝑙𝑜𝑔𝑒 adalah logaritma dengan basis bilangan e (Firdaus dan Afendi 2008). Nilai odds rasio yang terdapat dalam analisis regresi adalah rasio peluang terjadinya pilihan 1 yaitu mahasiswa yang menggunakan kosmetik berlabel halal terhadap peluang terjadinya pilihan 0 yaitu mahasiswa yang tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Nilai odds semakin besar menandakan bahwa peluang konsumen melakukan perpindahan merek kosmetik semakin besar.

Persamaan regresi logistik untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi mahasiswa mengonsumsi kosmetik berlabel halal sebagai berikut:

(30)

14

𝐿𝑖 = 𝑙𝑛 ( 𝑃𝑖

1−𝑃𝑖) = 𝛽0+ 𝛽1𝑋1+ 𝛽2𝑋2+ 𝛽3𝑋3+ 𝛽4𝑋4+ 𝛽5𝑋5+ 𝛽6𝑋6+ 𝛽7𝑋7+ 𝛽8𝑋8+ 𝛽9𝑋9+ 𝛽10𝑋10+ 𝛽11𝑋11

Keterangan:

Li : Peluang respon (Peluang mengonsumsi kosmetik berlabel halal) Pi : Mahasiswa menggunakan kosmetik berlabel halal (nilai= 1) 1-Pi : Mahasiswa tidak menggunakan kosmetik berlabel halal (nilai=0) β0 : Intersep

βi : Parameter peubah X

X1 : Pengetahuan kosmetik berlabel halal (rata-rata skor) (5=iya, 3=ragu-ragu, 1=tidak)

X2 : Pengetahuan produk kosmetik halal (rata-rata skor)

(5=sangat setuju, 4=setuju, 3=ragu-ragu/netral, 2=tidak setuju, 1=sangat tidak setuju)

X3 : Keterjangkauan harga (rata-rata skor)

(5=sangat setuju, 4=setuju, 3=ragu-ragu/netral, 2=tidak setuju, 1=sangat tidak setuju)

X4 : Promosi (rata-rata skor)

(5=sangat setuju, 4=setuju, 3=ragu-ragu/netral, 2=tidak setuju, 1=sangat tidak setuju)

X5 : Kepedulian informasi (rata-rata skor)

(5=sangat setuju, 4=setuju, 3=ragu-ragu/netral, 2=tidak setuju, 1=sangat tidak setuju)

X6 : Mutu (rata-rata skor)

(5=sangat setuju, 4=setuju, 3=ragu-ragu/netral, 2=tidak setuju, 1=sangat tidak setuju

X7 : Bentuk (rata-rata skor)

(5=sangat setuju, 4=setuju, 3=ragu-ragu/netral, 2=tidak setuju, 1=sangat tidak setuju

X8 : Citra merek (rata-rata skor)

(5=sangat setuju, 4=setuju, 3=ragu-ragu/netral, 2=tidak setuju, 1=sangat tidak setuju

X9 : Kecocokan produk (rata-rata skor)

(5=sangat setuju, 4=setuju, 3=ragu-ragu/netral, 2=tidak setuju, 1=sangat tidak setuju

X10 : Daya tahan (rata-rata skor)

(5=sangat setuju, 4=setuju, 3=ragu-ragu/netral, 2=tidak setuju, 1=sangat tidak setuju

X11 : Kepatuhan (rata-rata skor)

(5=sangat setuju, 4=setuju, 3=ragu-ragu/netral, 2=tidak setuju, 1=sangat tidak setuju)

Definisi Operasional

Penentuan besarnya nilai mengonsumsi kosmetik berlabel halal adalah bernilai 1 dan besar nilai responden yang tidak mengonsumsi kosmetik berlabel halal adalah bernilai 0. Pada analisis faktor-faktor yang memengaruhi mahasiswa mengonsumsi kosmetik berlabel halal memerlukan beberapa variabel yang dimasukkan kedalam model. Variabel-variabel tersebut diantaranya:

(31)

15 1. Pengetahuan kosmetik berlabel halal adalah pengetahuan konsumen terhadap kosmetik yang berlabel halal secara umum. Indikatornya adalah pengetahuan terhadap keberadaan kosmetik berlabel halal, pengetahuan mengenai komposisi, serta tingkat keingintahuan konsumen sebelum mengonsumsi kosmetik. Penilaian diambil dari rata-rata skor pada pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan nilai skor rata-rata 1 hingga 5.

2. Pengetahuan produk kosmetik halal adalah pengetahuan atau pemahaman konsumen mengenai produk kosmetik halal yang digunakannya. Penilaian diambil dari rata-rata skor pada pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan nilai skor rata-rata 1 hingga 5.

3. Harga adalah biaya yang ditetapkan produsen pada produk kosmetik berlabel halal untuk dipasarkan. Penilaian diambil dari rata-rata skor pada pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan nilai skor rata-rata 1 hingga 5.

4. Promosi adalah kegiatan promo atau salah satu strategi pemasaran yang digunakan produsen dalam memasarkan produk, seperti pemberian bonus, discount, atau hadiah kepada konsumen. Penilaian diambil dari rata-rata skor pada pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan nilai skor rata-rata 1 hingga 5.

5. Kepedulian informasi dilihat dari informasi yang didapat konsumen mengenai kosmetik berlabel halal, seperti kemasan, bahan-bahan, serta logo yang tercantum pada bagian luar produk kosmetik berlabel halal. Penilaian diambil dari rata-rata skor pada pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan nilai skor rata-rata 1 hingga 5.

6. Mutu atau kualitas merupakan efek samping dari kosmetik berlabel halal, dapat berupa efek positif ataupun negatif yang didapat konsumen setelah menggunakannya. Penilaian diambil dari rata-rata skor pada pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan nilai skor rata-rata 1 hingga 5.

7. Bentuk pada kosmetik berlabel halal digunakan produsen dalam bentuk yang unik, menarik, serta dapat dijadikan sebagai ciri khas pada kosmetik berlabel halal. Penilaian diambil dari rata-rata skor pada pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan nilai skor rata-rata 1 hingga 5.

8. Citra merek kosmetik berlabel halal digunakan produsen untuk membantu dan mempermudah pemasaran kosmetik berlabel halal kepada konsumen.

Penilaian diambil dari rata-rata skor pada pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan nilai skor rata-rata 1 hingga 5.

9. Kecocokan produk kosmetik berlabel halal yang didapat oleh konsumen, manfaat yang diterima oleh konsumen setelah mengonsumsi produk tersebut.

Penilaian diambil dari rata-rata skor pada pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan nilai skor rata-rata 1 hingga 5.

10. Daya tahan kosmetik dapat dilihat dari ketahanan produk kosmetik tersebut terhadap wajah setelah digunakan atau tanggal expired yang tercantum pada kosmetik. Penilaian diambil dari rata-rata skor pada pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan nilai skor rata-rata 1 hingga 5.

11. Kepatuhan adalah kepedulian konsumen terhadap kehalalan atau label halal yang tercantum pada kosmetik. Hal ini terdapat pada diri konsumen dalam menghadapi kehalalan pada kosmetik. Penilaian diambil dari rata-rata skor pada pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan nilai skor rata-rata 1 hingga 5.

(32)

16

Skala Likert

Pengukuran variabel yang telah dicantumkan dalam kuesioner diberi skor menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang fenomenal sosial (Darmawan 2013). Informasi yang didapat dari skala likert merupakan skala pengukuran ordinal sehingga peneliti hanya dapat membagi responden kedalam ranking atas dasar persepsinya. Bobot yang diberikan bernilai 1 hingga 5, yaitu sangat setuju (5), setuju (4), kurang setuju/netral (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1) (Riduwan dan Akdon 2008).

Skala Likert digunakan pada penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang memengaruhi mahasiswa mengonsumsi produk kosmetik berlabel halal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini berjumlah 100 mahasiswa yang menggunakan kosmetik dan memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik responden yang dibahas pada penelitian ini meliputi usia, jurusan atau mayor, pemasukan (perbulan), lama penggunaan kosmetik, pengajian rutin yang diikuti responden perminggu serta waktu yang digunakan responden mengonsumsi kosmetik.

Karakteristik responden berdasarkan kosmetik yang digunakan. Mayoritas responden telah menggunakan kosmetik berlabel halal. Hal tersebut dapat dilihat pada data, bahwa responden yang telah menggunakan kosmetik berlabel halal adalah sebesar 65%. Responden yang tidak menggunakan kosmetik berlabel halal adalah sebesar 35%.

Karakteristik responden berdasarkan usia, yaitu pada rentang usia 19 hingga 22 tahun. Jumlah responden yang berusia 19 tahun adalah 11% dan responden yang berusia 20 tahun adalah 25%. Responden dengan jumlah terbanyak menggunakan kosmetik adalah pada usia 21 tahun dengan presentase 44%. Sisanya responden yang berusia 22 tahun adalah 20%.

Berdasarkan wawancara terdapat responden dengan jurusan atau mayor yang berbeda-beda, sehingga karakteristik responden dikategorikan dalam dua kategori yaitu ekonomi syariah dan non ekonomi syariah. Mahasiswa yang menggunakan kosmetik dengan jurusan atau mayor ekonomi syariah adalah 20%. Mahasiswa lainnya yang menggunakan kosmetik dengan jurusan atau mayor non ekonomi syariah adalah sebesar 80%.

Karakteristik responden berdasarkan pemasukan perbulan berada pada rentang Rp 400 000 hingga Rp 8 000 000. Data menunjukkan bahwa responden dengan jumlah terbanyak menggunakan kosmetik adalah 39% dengan pemasukan kurang dari sama dengan Rp 800 000 perbulan. Responden dengan jumlah terkecil menggunakan kosmetik adalah 13% dengan pemasukan lebih dari Rp 1 000 000 hingga Rp 1 200 000 perbulan. Pemasukan responden yang lebih dari Rp 800 000 hingga Rp 1 000 000 perbulan adalah 28% dan pemasukan responden yang lebih dari Rp 1 200 000 perbulan adalah 20%. Pemasukan yang diterima responden

(33)

17 berasal dari beasiswa, hasil usaha sendiri, ataupun uang saku dari orang tua. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik responden

Karakterisktik responden Klasifikasi Presentase

(%)

Pengguna produk kosmetik Berlabel halal 65

Tidak berlabel halal 35

Usia 19 tahun 11

20 tahun 25

21 tahun 44

22 tahun 20

Jurusan atau mayor ekonomi syariah 20

non ekonomi syariah 80

Pemasukan (perbulan) ≤ Rp 800 000 39

> Rp800 000 – Rp 1 000 000 28

> Rp1 000 000 – Rp 1 200 000 13

> Rp 1 200 000 20

Lama penggunaan kosmetik ≤ 2 tahun 25

> 2 – 4 tahun 34

> 4 – 6 tahun 32

> 6 tahun 9

Pengajian rutin setiap minggu

Mengikuti 27

Tidak mengikuti 73

Waktu pemakaian kosmetik Jarang 11

Selalu 66

Sering 23

Sumber : Data primer 2016 (diolah).

Selanjutnya karakteristik responden berdasarkan Tabel 2 adalah berdasarkan lama penggunaan kosmetik yaitu pada rentang waktu 6 bulan hingga 10 tahun. Data menunjukkan bahwa responden dengan jumlah terbanyak dalam menggunakan kosmetik adalah 34%, responden tersebut telah menggunakan kosmetik lebih dari 2 hingga 4 tahun. Responden dengan jumlah terkecil dalam menggunakan kosmetik adalah 9%, responden tersebut telah menggunakan kosmetik lebih dari 6 tahun.

Responden yang telah menggunakan kosmetik kurang dari sama dengan 2 tahun adalah 25%. Responden yang telah menggunakan kosmetik lebih dari 4 hingga 6 tahun adalah 32%. Berdasarkan data menunjukkan bahwa responden telah mengunakan kosmetik sejak menduduki bangku Sekolah Menengah Atas (SMA).

Karakteristik responden berdasarkan tingkat keimanan yang dilihat dari rutinitas mengikuti pengajian setiap minggunya. Jumlah responden yang mengikuti pengajian rutin setiap minggu adalah 27%. Pengajian tersebut dilakukan setiap minggu di kampus atau di lingkungan kosan atau di rumah. Jumlah responden sebesar 73% lainnya tidak mengikuti pengajian rutin. Responden tersebut tidak melakukan atau mengikuti pengajian selama duduk dibangku diperkuliahan.

Karakteristik responden berikutnya dilihat berdasarkan waktu pemakaian yang dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu jarang, selalu, dan sering menggunakan kosmetik. Responden yang menggunakan kosmetik dengan kategori

(34)

18

jarang adalah 11%. Responden tersebut menggunakan kosmetik hanya pada saat tertentu. Responden yang menggunakan kosmetik dengan kategori selalu sebesar 66%. Selalu berarti menggunakan secara teratur dan rutin, seperti menggunakan kosmetik setiap hari, setiap pagi dan malam, setiap pagi, atau setiap malam.

Menggunakan kosmetik dalam kategori sering adalah pemakaian yang dilakukan terus menerus tanpa memerhatikan waktu ataupun jangka waktu tertentu, seperti pemakaian kosmetik setelah mandi atau setiap keluar rumah. Responden yang menggunakan kosmetik dalam kategori sering sebesar 23%.

Distribusi Responden dalam Konsumsi Kosmetik

Berdasarkan Tabel 2, beberapa karakteristik responden yang menggunakan kosmetik secara umum. Berikut adalah distribusi responden dalam mengonsumsi kosmetik berdasarkan karakteristik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang berusia 19 tahun adalah 11%, diantaranya sebesar 6% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan 5% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Jumlah responden yang berusia 20 tahun adalah 25%, diantaranya sebesar 17% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan sebesar 8% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Respoden dengan jumlah terbesar adalah pada usia 21 tahun dengan presentase 44%, diantaranya sebesar 31% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan sebesar 13% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Jumlah responden yang berusia 22 tahun adalah 20%, diantaranya sebesar 11% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan sisanya sebesar 9% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal.

Berdasarkan data pada Tabel 3, jumlah responden terbesar menggunakan kosmetik berlabel halal adalah pada usia 21 tahun dengan presentase responden 31%. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan usia dalam mengonsumsi kosmetik Usia

Total (%) 19 tahun 20 tahun 21 tahun 22 tahun

Tidak menggunakan

kosmetik berlabel halal (%) 5 8 13 9 35

Menggunakan kosmetik

berlabel halal (%) 6 17 31 11 65

Total (%) 11 25 44 20 100

Sumber : Data primer 2016 (diolah).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden berasal dari beberapa jurusan atau mayor yang berbeda. Jurusan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu jurusan ekomomi syariah dan non ekonomi syariah. Data menunjukkan bahwa responden sebesar 80% berasal dari jurusan atau mayor non ekonomi syariah, diantaranya sebesar 50% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan sebesar 30% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Jumlah responden dengan jurusan atau mayor ekonomi syariah adalah sebesar 20%, diantaranya sebesar 15%

(35)

19 telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan sisanya sebesar 5% tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Jurusan atau mayor responden tidak berpengaruh terhadap penggunaan kosmetik berlabel halal, hal tersebut dibuktikan bahwa terdapat responden dengan jurusan atau mayor ekonomi syariah yang tidak menggunakan kosmetik berlabel halal sebesar 5%. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan jurusan dalam mengonsumsi kosmetik Jurusan atau mayor Total non ekonomi syariah ekonomi syariah (%)

Tidak menggunakan

kosmetik berlabel halal (%) 30 5 35

Menggunakan kosmetik

berlabel halal (%) 50 15 65

Total (%) 80 20 100

Sumber : Data primer 2016 (diolah).

Tabel 5 Distribusi responden berdasarkan besar pemasukan perbulan dalam mengonsumsi kosmetik

Besar pemasukan (Rp)

Total

≤ 800 000 > 800 000 – (%) 1 000 000

> 1 000 000

– 1 200 000 > 1200 000 Tidak menggunakan

kosmetik berlabel halal (%) 15 6 3 11 35

Menggunakan kosmetik

berlabel halal (%) 24 22 10 9 65

Total (%) 39 28 13 20 100

Sumber: Data primer 2016 (diolah).

Berdasarkan Tabel 5, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden dengan pemasukan kurang dari sama dengan Rp 800 000 perbulan adalah 39%, diantaranya sebesar 24% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan 15% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Jumlah responden dengan pemasukan lebih dari Rp 800 000 hingga Rp 1 000 000 perbulan adalah 28%, diantaranya sebesar 22% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan 6%

lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Jumlah responden dengan pemasukan lebih dari Rp 1 000 000 hingga Rp 1 200 000 perbulan adalah 13%, diantaranya sebesar 10% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan 3%

lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Jumlah responden dengan pemasukan lebih dari Rp 1 200 000 perbulan adalah 20%, diantaranya sebesar 11%

telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan sisanya 9% tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Responden dengan jumlah terbanyak menggunakan kosmetik berlabel halal sebesar 24% dengan pemasukan responden kurang dari

(36)

20

sama dengan Rp 800 000 perbulan. Hal tersebut dikarenakan kosmetik berlabel halal yang beredar memiliki harga yang terjangkau, sehingga responden yang memiliki pemasukan tergolong rendah dapat menggunakan kosmetik berlabel halal.

Tabel 6 Distribusi responden lama penggunaan kosmetik dalam mengonsumsi kosmetik

Lama penggunaan kosmetik

Total

≤ 2 tahun > 2 tahun (%) – 4 tahun

> 4 tahun

– 6 tahun > 6 tahun Tidak menggunakan

kosmetik berlabel halal (%) 9 9 14 3 35

Menggunakan kosmetik

berlabel halal (%) 16 25 18 6 65

Total (%) 25 34 32 9 100

Sumber: Data primer 2016 (diolah).

Berdasarkan Tabel 6 hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang menggunakan kosmetik kurang dari sama dengan 2 tahun adalah 25%, diantaranya 16% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan 9% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Responden dengan jumlah terbanyak menggunakan kosmetik adalah 34%, dengan lama penggunaan kosmetik lebih dari 2 hingga 4 tahun. Jumlah responden tersebut diantaranya sebesar 25% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan 9% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Lama penggunaan kosmetik yang lebih dari 4 hingga 6 tahun adalah 32%, diantaranya sebesar 18% responden telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan 14% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Responden yang menggunakan kosmetik lebih dari 6 tahun adalah 9%, diantaranya sebesar 6% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan sisanya sebesar 3% tidak menggunakan kosmetik berlabel halal.

Tabel 7 Distribusi responden berdasarkan pengajian rutin dalam mengonsumsi kosmetik

Pengajian rutin setiap minggu

Total (%) Mengikuti Tidak mengikuti

Tidak menggunakan kosmetik

berlabel halal (%) 25 10 35

Menggunakan kosmetik

berlabel halal (%) 48 17 65

Total (%) 73 27 100

Sumber : Data primer 2016 (diolah).

Berdasarkan Tabel 7 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang tidak mengikuti pengajian rutin adalah 73%, diantaranya sebesar

(37)

21 48% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan 25% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Jumlah responden yang mengikuti pengajian rutin setiap minggu adalah 27%, diantaranya sebesar 17% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan sisanya sebesar 10% tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Pengajian yang diikuti dapat bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai agama. Memiliki pengetahuan mengenai agama tidak menjadi acuan responden dalam menggunakan kosmetik. Hal tersebut dibuktikan dari data bahwa responden yang mengikuti pengajian rutin tetapi tidak menggunakan kosmetik berlabel halal yaitu sebesar 25%. Berdasarkan hasil wawancara responden menggunakan kosmetik dengan berbagai alasan, diantaranya menutupi jerawat, untuk merawat diri (wajah), mempercantik diri, memperindah kulit, dan menggunakan kosmetik merupakan salah satu kebutuhan bagi responden.

Tabel 8 Distribusi responden berdasarkan waktu pemakaian dalam mengonsumsi kosmetik

Waktu pemakaian

Total (%) Jarang Selalu Sering

Tidak menggunakan

kosmetik berlabel halal (%) 3 21 11 35

Menggunakan kosmetik

berlabel halal (%) 8 45 12 65

Total 11 66 23 100

Sumber : Data primer 2016 (diolah).

Berdasarkan Tabel 8 hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang menggunakan kosmetik dengan kategori jarang adalah 11%, diantaranya sebesar 8% telah menggunakan kosmetik dan 3% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Responden dengan jumlah terbanyak adalah responden yang menggunakan kosmetik dalam kategori selalu, yaitu sebesar 66%.

Responden tersebut diantaranya sebesar 45% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan 21% lainnya tidak menggunakan kosmetik berlabel halal. Jumlah responden dengan kategori sering terdapat sebesar 23%, diantaranya 12% telah menggunakan kosmetik berlabel halal dan sisanya sebesar 11% tidak menggunakan kosmetik berlabel halal.

Pengetahuan Mahasiswa terhadap Kosmetik Berlabel Halal

Pengetahuan mahasiswa terhadap kosmetik berlabel halal diukur berdasarkan empat indikator. Empat indikator tersebut adalah pengetahuan mahasiswa terhadap keberadaan kosmetik berlabel halal, pengetahuan mengenai komposisi yang membuat kosmetik menjadi tidak halal, mencari informasi sebelum menggunakan kosmetik berlabel halal, serta sumber informasi yang digunakan terhadap kosmetik berlabel halal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kosmetik berlabel halal diukur berdasarkan pengetahuan mahasiswa terhadap keberadaan kosmetik

(38)

22

berlabel halal. Jumlah responden yang mengetahui keberadaan kosmetik berlabel halal adalah 91%. Menurut Rahim et al (2015) pengetahuan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kesadaran dan persepsi konsumen dalam menggunakan kosmetik berlabel halal. Jumlah responden yang tidak mengetahui adalah 5%, artinya responden tersebut tidak mengetahui adanya kosmetik berlabel halal yang beredar. Sama halnya dengan responden yang ragu akan hal tersebut, yaitu sebesar 4%. Responden tersebut ragu akan adanya kosmetik berlabel halal yang beredar.

Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Pengetahuan mahasiswa terhadap keberadaan kosmetik berlabel halal

Gambar 6 Pengetahuan mahasiswa terhadap komposisi yang membuat kosmetik menjadi tidak halal

Berdasarkan Gambar 6 hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kosmetik berlabel halal dapat dilihat berdasarkan pengetahuan mahasiswa terhadap komposisi yang membuat kosmetik menjadi tidak halal. Jumlah responden yang

91

5 4

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Iya Ragu-ragu Tidak

Persentase

32 31 37

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Iya Ragu-ragu Tidak

Persentase

(39)

23 mengetahui adalah 32%, responden tersebut mengetahui bahwa gliserin, placenta, serta minyak babi dan turunannya dapat membuat kosmetik menjadi tidak halal atau diragukan kehalalannya. Responden yang mengetahui komposisi tersebut karena adanya informasi yang didapat mengenai bahayanya kandungan bahan tersebut pada kosmetik serta bahan tersebut merupakan bahan yang diharamkan untuk dikonsumsi. Jumlah responden yang ragu adalah 31% dan jumlah responden tidak mengetahui adalah 37%. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Sukmawati (2006) yang menyatakan bahwa pengetahuan terhadap kosmetik berlabel halal masih kurang, dikarenakan sedikitnya konsumen yang mengetahui bahwa placenta merupakan bahan haram yang digunakan dan membuat kosmetik menjadi tidak halal atau diragukan kehalalannya.

Gambar 7 Mencari informasi sebelum mengonsumsi kosmetik berlabel halal Berdasarkan Gambar 7, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kosmetik berlabel halal dapat dilihat berdasarkan responden yang mencari tahu lebih lanjut informasi mengenai kosmetik berlabel halal sebelum mengonsumsi.

Jumlah responden yang melakukan pencarian informasi adalah 27%, hal tersebut dibuktikan responden dengan mencari tahu lebih lanjut mengenai kandungan, manfaat, kecocokan pada kulit, serta efek samping dari kosmetik berlabel halal sebelum mengonsumsinya. Responden menggunakan internet, buku, atau referensi dari teman sebelum menggunakan kosmetik berlabel halal. Jumlah responden yang ragu untuk melakukan pencarian informasi adalah 19% dan jumlah responden yang tidak melakukan pencarian informasi adalah 54%. Hal tersebut dibuktikan bahwa responden mengonsumsi kosmetik berlabel halal dengan hanya mengikuti saran teman atau rekomenasi dokter tanpa mencari tahu lebih lanjut mengenai kosmetik tersebut, seperti melalui internet ataupun buku.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa sumber yang digunakan untuk mencari informasi mengenai kosmetik berlabel halal, diantaranya media cetak, media informasi, serta sumber langsung dari orang. Beberapa responden menjawab lebih dari satu sumber yang digunakan untuk mencari informasi mengenai kosmetik berlabel halal. Sumber terbanyak yang dipilih responden adalah sumber melalui media elektronik, yakni sebesar 84%. Media

27

19

54

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Iya Ragu-ragu Tidak

Persentase

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut. Kedua bahasa ini dijalankan pada NVIDIA GPU & AMD GPU, sehingga menghasilkan 3

Sasaran kegiatan ini adalah memberikan pengetahuan awal tentang teknologi pemrograman android dan jaringan komputer khususnya kepada para siswa-siswi SMK TKJ

atau men- download - nya di: http://www.youtube.com/majlisuzzikr. Video yang diunggah merupakan hasil dokumentasi dari kajian rutin kitab yang telah diadakan. Meskipun,

Namun demikian, dalam perspektif Abdul Gani Abdullah, suatu perkawinan baru dapat dikatakan perbuatan hukum apabila memenuhi unsur tata cara agama dan tata cara pencatatan nikah

Keenam klon yang diuji memberi respon bervariasi sesuai ketahanan masing-masing klon berdasarkan luas bercak, denganluas bercak yang tertinggi terdapat pada

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi kesehatan karang melalui persen tutupan karang hidup, sebaran dan kelimpahan penyakit dan hubungan antara persen

Melalui seluruh mode pencarian yang berbeda, juga dimungkinkan untuk memindai satelit seperti ASTRA 28,2 BT dengan saluran acaknya hanya untuk saluran yang bebas bisa

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis