• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP PENELITIAN, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP PENELITIAN, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

11 2.1 Kajian pustaka

Penelitian yang membahas mengenai strategi pengembangan obyek atau atraksi wisata di suatu daerah tujuan wisata telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Beberapa peneliti tersebut telah mampu memberikan suatu gambaran terhadap prospek pengembangan produk wisata yang dimiliki oleh masing-masing obyek yang dijadikan lokasi penelitian.

Demartoto (2008 : 43) dalam tesis yang berjudul ”Strategi Pengembangan Obyek Wisata Pedesaan Oleh Pelaku Wisata Di Kabupaten Boyolali” secara umum membahas profil dan pengembangan obyek wisata pedesaan di Kabupaten Boyolali, potensi dan langkah-langkah untuk mengembangkan potensi alam atau budaya sebagai daya tarik pariwisata pedesaan dan strategi untuk memberdayakan dan mengembangkan potensi pariwisata yang terdapat di kawasan pedesaan antara lain meningkatkan dan mengembangkan jenis produk pariwisata pedesaan, memperbaiki dan meningkatkan aksesibilitas, meningkatkan promosi dan pemasaran produk pariwisata, meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak terkait, membentuk dan membina kelompok sadar wisata, memberikan penyuluhan, pengarahan dan penjelasan tentang pentingnya pariwisata bagi pengembangan perekonomian daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kajian lain yang melihat aspek dan menyentuh langsung tentang pengembangan atraksi wisata yaitu, penelitian yang dilakukan oleh Ariana (2010).

(2)

Penelitian tersebut berjudul ’’Strategi Pengembangan Hutan Bambu Sebagai Atraksi Ekowisata Di Desa Penglipuran Kabupaten Bangli’’. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi wisatawan jarang berkunjung ke hutan bambu sebagai atraksi wisata dan strategi pengembangan hutan bambu sebagai atraksi ekowisata.

Kesamaan penelitian ini terhadap penelitian terdahulu hanya terletak pada kesamaan penelitian yang sama-sama meneliti tentang obyek atau atraksi wisata secara garis besar dan umum. Sementara perbedaanya adalah, bahwa penelitian ini terfokus pada pengkajian profil atraksi wisata bersepeda Down Hill, pengembangan atraksi wisata dan strategi pengembangan atraksi wisata bersepeda Down Hill di Banjar Titigalar Desa Bangli Kecamatan Baturiti.

Potensi sumber daya alam dan daya tarik obyek di sekitar atraksi wisata bersepeda cukup luas yang dikelilingi hutan tropis yang masih asri serta agrowisatanya berkembang, menjadikan kawasan ini mempunyai panorama alam yang menarik, yang mampu menjadikan kawasan bersepeda Down Hill sebagai kawasan atraksi wisata berbasis lingkungan. Pada lokasi yang mempunyai ketinggian tertentu dapat melepaskan lelah untuk menikmati pemandangan hutan tropis dan merasakan kealamian lingkungannya. Di beberapa lokasi sekitar kawasan atraksi terdapat area perkemahan yang dibangun di antara hutan dan ladang penduduk, sehingga dapat menambah potensi yang tidak hanya indah tapi unik dan beda.

(3)

2.2 Konsep penelitian

Konsep penelitian ini bertitik tolak dari asumsi bahwa pariwisata alternatif merupakan salah satu cara terbaik atau pilihan lain dalam pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Tabanan. Melalui pengembangan pariwisata alternatif, diharapkan masyarakat setempat dapat lebih berperan serta di dalamnya, kelestarian lingkungan alam dan budaya lebih terpelihara, manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat setempat dan dampak yang ditimbulkannya tidak menjadi sama dengan dampak yang ditimbulkan oleh pariwisata konvensional. Oleh karenanya, konsep yang dipakai dalam pengembangan atraksi wisata sebagai salah satu bentuk wisata alternatif, lebih mengacu pada konsep-konsep sebagai berikut:

2.2.1 Konsep strategi

Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Suatu strategi dapat digunakan untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Menurut Marpaung (2000:52) strategi adalah suatu proses penentuan nilai pilihan dan pembuatan keputusan dalam pemanfatan sumber daya yang menimbulkan suatu komitmen bagi organisasi yang bersangkutan kepada tindakan-tindakan yang mengarah ke masa depan.

Chander dalam Rangkuti (2001:3) mengatakan bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Menurut Poerwadarminto (2002:45) Pengembangan adalah suatu proses atau cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik, sempurna, dan berguna. Selanjutnya

(4)

menurut Badudu dan Zain (1994:24) pengembangan adalah hal cara atau hasil kerja mengembangkan. Jadi pengembangan dalam hal ini dapat diartikan membuat menjadi ada dari yang belum ada, dari yang sudah ada menjadi lebih baik dan dari yang sudah baik menjadi lebih baik, dan seterusnya.

Berdasarkan definisi tersebut, strategi pengembangan adalah suatu usaha terencana yang disusun secara sistematis, dilakukan untuk mengembangkan segala potensi yang telah ada dalam usaha meningkatkan dan memperbaiki kondisi obyek atau atraksi wisata sehingga keberadaanya tetap diminati wisatawan yang nantinya dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

2.2.2 Konsep pariwisata

Menurut Spillane (1994:63-72) bahwa di setiap obyek wisata sebetulnya ada berbagai unsur yang saling tergantung. Ini semua diperlukan agar wisatawan dapat menikmati suatu pengalaman yang memuaskan, yaitu liburan mereka. Lima unsur yang harus dimiliki oleh suatu obyek wisata yaitu:

1) Attractions

Merupakan pusat dari industri pariwisata. Menurut pengertiannya attractions mampu menarik wisatawan yang ingin mengunjunginya. Motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat tujuan adalah untuk memenuhi atau memuaskan beberapa kebutuhan atau permintaan. Biasanya mereka tertarik pada suatu lokasi karena ciri-ciri khas tertentu. Ciri-ciri khas yang menarik wisatawan adalah: keindahan alam, iklim dan cuaca, kebudayaan, sejarah, ethinicity-sifat kesukuan dan accessibility-kemampuan atau kemudahan berjalan atau ke tempat tertentu.

(5)

2) Facility

Fasilitas cenderung berorientasi pada attractions di suatu lokasi karena fasilitas harus dekat dengan pasarnya. Fasilitas cenderung mendukung bukan mendorong pertumbuhan dan cenderung berkembang pada saat yang sama atau sesudah attractions berkembang. Suatu attractions juga dapat merupakan fasilitas. Jumlah dan jenis fasilitas tergantung kebutuhan wisatawan. Seperti fasilitas harus cocok dengan kualitas dan harga penginapan, makanan, dan minuman yang juga cocok dengan kemampuan membayar dari wisatawan yang mengunjungi tempat tersebut.

3) Infrastructure

Attractions dan fasilitas tidak tercapai dengan mudah kalau belum ada infrastruktur dasar. Infrastruktur termasuk semua konstruksi di bawah dan di atas tanah dan suatu wilayah atau daerah. Infrastruktur penting dalam pariwisata adalah:

(1) Sistem pengairan/air

Kualitas air yang cukup sangat esensial atau sangat diperlukan. Seperti penginapan membutuhkan 350 sampai 400 galon air per kamar per hari. (2) Sumber listrik dan energi

Suatu pertimbangan yang penting adalah penawar tenaga energi yang tersedia pada jam pemakaian yang paling tinggi atau jam puncak (peak hours). Ini diperlukan supaya pelayanan yang ditawarkan terus menerus.

(6)

(3) Jaringan komunikasi

Walaupun banyak wisatawan ingin melarikan diri dari situasi biasa yang penuh dengan ketegangan, sebagian masih membutuhkan jasa-jasa telepon atau telegram yang tersedia.

(4) Sistem pembuangan kotoran/pembuangan air

Kebutuhan air untuk pembuangan kotoran memerlukan kira-kira 90% dari permintaan akan air. Jaringan saluran harus didesain berdasarkan permintaan puncak atau permintaan maksimal.

(5) Jasa-jasa kesehatan

Jasa kesehatan yang tersedia akan tergantung pada jumlah tamu yang diharapkan, umumnya jenis kegiatan yang dilakukan atau faktor-faktor geografis lokal.

(6) Jalan-jalan/Jalan raya

Ada beberapa cara membuat jalan raya lebih menarik bagi wisatawan adalah menyediakan pemandangan yang luas dari alam semesta, membuat jalan yang naik turun untuk variasi pemandangan, mengembangkan tempat dengan pemandangan yang indah, membuat jalan raya dengan dua arah yang terpisah tetapi sesuai dengan keadaan tanah, dan memilih pohon yang tidak terlalu lebat supaya masih ada pemandangan yang indah.

4) Transportation

Ada beberapa usul mengenai pengangkutan dan fasilitas yang dapat menjadi semacam pedoman termasuk:

(7)

(1) Informasi lengkap tentang fasilitas, lokasi terminal, dan pelayanan pengangkutan lokal di tempat tujuan harus tersedia untuk semua penumpang sebelum berangkat dari daerah asal.

(2) Sistem keamanan harus disediakan di terminal untuk mencegah kriminalitas.

(3) Suatu sistem standar atau seragam untuk tanda-tanda lalu lintas dan simbol-simbol harus dikembangkan dan dipasang di semua bandara udara.

(4) Sistem informasi harus menyediakan data tentang informasi pelayanan pengangkutan lain yang dapat dihubungi di terminal termasuk jadwal dan tarif.

(5) Informasi terbaru dan sedang berlaku, baik jadwal keberangkatan atau kedatangan harus tersedia di papan pengumuman, lisan atau telepon. (6) Tenaga kerja untuk membantu para penumpang.

(7) Informasi lengkap tentang lokasi, tarif, jadwal, dan rute dan pelayanan pengangkutan lokal.

(8) Peta kota harus tersedia bagi penumpang. 5) Hospitality (keramahtamahan)

Wisatawan yang sedang berada dalam lingkungan yang belum mereka kenal maka kepastian akan jaminan keamanan sangat penting, khususnya wisatawan asing.

Batasan pariwisata menurut Wahab (1994:9) adalah salah satu jenis industri baru rnampu menghasilkan perturnbuhan ekonomi yang cepat dalam

(8)

penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Sebagai sektor yang kompleks, yang meliputi industri-industri klasik yang sebenarnya seperti industri kerajinan tangan dan cindramata, penginapan dan transportasi secara ekonomis juga sebagai industri. Robert McIntosh dan Shashikant Gupta mengatakan bahwa pariwisata merupakan gabungan gejala dan gabungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintahan, tuan rumah, serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan.

Kodyat menyatakan bahwa pariwisata adalah suatu fenomena yang timbul oleh salah satu bentuk kegiatan manusia, yaitu kegiatan yang disebut perjalanan (travel). Dalam hal ini, perjalanan yang dimaksud adalah untuk memenuhi rasa ingin tau, keperluan yang bersifat rekreatif dan edukatif, dikategorikan sebagai kegiatan wisata (Kodyat, 1996:1).

Menurut Damardjati (dalam Karyono,1997:24) disebutkan bahwa industri pariwisata merupakan rangkaian dari berbagai macam bidang usaha,yang secara bersama-sama menghasilkan produk-produk maupun jasa-jasa layanan atau services, yang nantinya baik secara langsung ataupun tidak langsung akan dibutuhkan oleh wisatawan selama perlawatannya. Selain itu Yoeti mendefinisikan pariwisata sebagai suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (bussines) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam

(9)

(Yoeti,1990:109). Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut dapat dirumuskan pengertian pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan sementara waktu dari satu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai obyek dan daya tarik wisata untuk dapat dinikmati sebagai suatu rekreasi atau hiburan untuk mendapatkan kepuasan lahir dan batin.

2.2.3 Konsep pariwisata alternatif

Pariwisata alternatif dikembangkan di beberapa daerah tujuan wisata, agar dapat mencegah kerusakan alam dan mencegah dampak negatif dari pariwisata massal. Untuk lebih jelasnya apa itu pariwisata alternatif, ada beberapa sarjana memberikan konsep pariwisata alternatif seperti: Kodyat (1997:75) memberikan batasan bahwa pariwisata alternatif memiliki dua pengertian yaitu (1) sebagai salah satu bentuk kepariwisataan yang alami, bahkan sebagai reaksi terhadap dampak negatif dari pengembangan pariwisata konvensional, (2) sebagai bentuk kepariwisataan yang berbeda dari pariwisata konvensional untuk menunjang kelestarian lingkungan. Begitu juga Smith dan Myra (1997:87) memberikan batasan pariwisata alternatif sebagai bentuk pariwisata yang konsisten dengan nilai-nilai alami, sosial dan masyarakat memungkinkan baik tuan rumah maupun pengunjung untuk menikmati interaksi yang positif dan benar serta saling membagikan pengalamannya. Beberapa bentuk pariwisata alternatif seperti: wisata bersepeda, wisata memancing, agrowisata, wisata pedesaan, wisata alam, wisata hiking, trekking dan canoing. Jadi pariwisata alternatif merupakan kecenderungan baru dari bentuk pariwisata yang telah dikembangkan (konvensional) atau sering juga diartikan sebagai suatu bentuk pariwisata yang

(10)

sengaja disusun dalam skala kecil (small scale tourism) yang lebih memperhatikan aspek lingkungan fisik, sosial dan masyarakat setempat. Pariwisata alternatif ini merupakan kombinasi atau gabungan dari beberapa jenis wisata seperti wisata petualangan, wisata alam, dan wisata komunitas.

2.2.4 Konsep daya tarik wisata

Konsep tentang daya tarik wisata, banyak dikemukakan para sarjana serta tertuang juga dalam undang-undang kepariwisataan nomor 10 tahun 2009, terutama pasal 1 ayat (5) dimana daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya,dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. Minothi dalam Yoeti (1989:160) mengatakan obyek wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang mau berkunjung. Macam dan jenis daya tarik wisata itu meliputi:

1) Benda-benda yang tersedia di alam semesta seperti pemandangan alam, hutan belukar, kekayaan flora dan fauna.

2) Hasil ciptaan manusia seperti peninggalan sejarah, kebudayaan dan keagamaan.

3) Tata cara hidup masyarakat seperti adat-istiadat, dan kebiasaan hidup masyarakat yang menarik untuk disaksikan.

Supaya daya tarik wisata dapat dikunjungi oleh wisatawan, hendaknya suatu daerah tujuan wisata memenuhi paling sedikit tiga persyaratan yaitu: (1) sesuatu yang dapat dilihat (something to see); (2) sesuatu yang dapat dikerjakan (something to do); dan (3) sesuatu yang dapat dibeli (something to buy).

(11)

2.2.5 Konsep pengembangan daya tarik wisata

Pengertian pengembangan menurut Badudu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memberikan definisi pengembangan adalah hal, cara atau hasil kerja mengembangkan. Pengertian mengembangkan adalah membuka, memajukan, menjadikan maju dan bertambah baik

Ada beberapa pedoman umum untuk suatu organisasi pariwisata yang baik, yaitu:

1) Para pejabat yang duduk dalam organisasi baik tingkat nasional, provinsi dan lokal.

2) Para pengusaha yang bergerak dalam industri pariwisata seperti usaha perjalanan, usaha penginapan, usaha angkutan, usaha rekreasi dan sektor hiburan, lembaga keuangan pariwisata, usaha cinderamata, dan pedagang umum.

3) Organisasi yang tidak mencari untung yang erat kaitannya dengan pariwisata (misalnya klub-klub wisata dan klub mobil).

4) Asosiasi profesi dalam pariwisata.( Wahab, 1997:267)

Pengembangan daya tarik wisata merupakan usaha untuk memperbaiki atau meningkatkan kondisi daya tarik wisata berdasarkan potensi dan sumber daya yang dimiliki. Menurut Manuaba (1998:3), bahwa pengembangan obyek pariwisata agar tetap berlanjut harus sesuai dengan prinsip-prinsip berikut ini:

1) Harus dibantu dengan proses perencanaan, dengan partisipasi masyarakat. 2) Harus ada kepastian, adanya keseimbangan sasaran ekonomi sosial dan

(12)

3) Hubungan antara pariwisata, lingkungan alam, budaya harus dikelola sedemikian rupa sehingga lingkungan lestari untuk jangka panjang.

4) Aktivitas pariwisata tidak boleh merusak sumber alam dan menimbulkan dampak yang tidak dapat diterima oleh masyarakat.

5) Peraturan perundang-undangan secara pasti melindungi objek wisata serta dilaksanakan dengan baik.

6) Investor dan wisatawan harus dididik untuk menghormati kebiasaan, norma, dan nilai masyarakat setempat.

Begitu juga Simpen (1992:20) mengatakan bahwa pengembangan daya tarik wisata meliputi tiga hal yakni:

1) Pembinaan produk wisata artinya usaha yang berkelanjutan untuk meningkatkan sumber daya manusia dan pelayanan melalui berbagai unsur pokok produksi wisata seperti jasa penginapan, angkutan wisata, hiburan dan melakukan perjalanan ke obyek wisata.

2) Pembinaan masyarakat wisata artinya dalam pengembangan daya tarik wisata sangat diperlukan keterlibatan masyarakat setempat dalam pemeliharaan dan pelestarian serta keberlanjutan obyek tersebut.

3) Pemasaran terpadu artinya pemasaran daya tarik wisata kepada wisatawan juga memakai unsur-unsur pemasaran secara terpadu meliputi: produk yang dipasarkan, promosi yang tepat, pasar dan harga terjangkau.

Pengembangan pariwisata ini mempunyai dampak positif maupun dampak negatif, maka diperlukan perencanaan untuk menekan sekecil mungkin dampak

(13)

negatif yang ditimbulkan. Spillane (1994:51-62) menjelaskan mengenai dampak positif dan negatif dari pengembangan pariwisata.

Dampak positif, dari pengembangan pariwisata meliputi:

1) Penciptaan lapangan kerja, dimana pada umumnya pariwisata merupakan industri padat karya dimana tenaga kerja tidak dapat digantikan dengan modal atau peralatan.

2) Sebagai sumber devisa asing.

3) Pariwisata dan distribusi pembangunan spiritual, di sini pariwisata secara wajar cenderung mendistribusikan pembangunan dari pusat industri ke arah wilayah desa yang belum berkembang, bahkan pariwisata disadari dapat menjadi dasar pembangunan regional. Struktur perekonomian regional sangat penting untuk menyesuaikan dan menentukan dampak ekonomis dari pariwisata.

4) Menambah pemasukan atau pendapatan masyarakat daerah. Di daerah pariwisata tersebut masyarakat dapat menambah pendapatan dengan menjual barang- barang dan jasa.

5) Merangsang pertumbuhan kebudayaan asli Indonesia. Kebudayaan yang ada dapat tumbuh dan berkembang karena adanya pariwisata. Wisatawan asing yang datang ke Indonesia banyak yang ingin melihat kebudayaan asli Indonesia sehingga kebudayaan itu dapat tumbuh dan berkembang. 6) Menunjang gerak pembangunan di daerah. Di daerah pariwisata banyak

timbul pembangunan jalan, hotel, restoran dan lain-lain sehingga pembangunan di daerah lebih maju.

(14)

Dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya pengembangan pariwisata meliputi:

1) Pariwisata dan vulnerability ekonomi, karena di Negara kecil dengan perekonomian terbuka, pariwisata menjadi sumber mudah kena serang atau luka (vulnerability), khususnya kalau Negara tersebut sangat tergantung pada satu pasar asing.

2) Banyak kasus kebocoran sangat luas dan besar, khususnya kalau proyek-proyek pariwisata berskala besar dan di luar kapasitas perekonomian, seperti barang-barang impor, biaya promosi keluar negeri, tambahan pengeluaran untuk warga Negara sebagai akibat dari penerimaan dan pencontohan dari pariwisata dan lainnya.

3) Polarisasi spasial dari industri pariwisata dimana perusahaan besar mempunyai kemampuan untuk menerima sumber daya modal yang besar dari kelompok besar perbankan atau lembaga keuangan lain, sedangkan perusahaan kecil harus tergantung dari pinjaman atau subsidi dari pemerintah dan tabungan pribadi. Hal ini menjadi hambatan dimana terjadi konflik spasial antara perusahaan kecil dan perusahaan yang besar.

4) Sifat dari pekerjaan dalam industri pariwisata cenderung menerima gaji yang rendah, menjadi pekerjaan musiman, tidak ada serikat buruh.

5) Dampak industri pariwisata terhadap alokasi sumber daya ekonomi industri ini dapat menaikkan harga tanah dimana kenaikan harga tanah dapat menimbulkan kesulitan bagi penghuni daerah tersebut yang tidak

(15)

bekerja di sektor pariwisata yang ingin membangun rumah atau mendirikan bisnis.

6) Dampak terhadap lingkungan, bisa berupa polusi air atau udara, kekurangan air, keramaian lalu lintas dan kerusakan dari pemandangan alam yang tradisional.

Dalam bukunya Yoeti (1997:2-3), pengembangan pariwisata ini ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu:

1) Wisatawan (Tourist)

Harus diketahui karakteristik dari wisatawan, dari negara mana mereka datang, usia, hobi, dan pada musim apa mereka melakukan perjalanan.

2) Transportasi

Harus dilakukan penelitian bagaimana fasilitas transportasi yang tersedia untuk membawa wisatawan ke daerah tujuan wisata yang dituju.

3) Atraksi/ obyek wisata

Bagaimana obyek wisata dan atraksi yang akan dijual, apakah memenuhi tiga syarat berikut, apa yang dapat dilihat, apa yang dilakukan dan apa yang dapat dibeli di DTW yang dikunjungi.

4) Fasilitas pelayanan

Fasilitas apa saja yang tersedia di DTW tersebut, bagaimana akomodasi perhotelan yang ada, restoran, pelayanan umum seperti Bank / Money changers, kantor pos, telepon/teleks di DTW yang akan dikunjungi wisatawan.

(16)

5) Informasi dan promosi

Diperlukan publikasi atau promosi, kapan iklan dipasang, kemana leaflets/ brosur disebarkan sehingga calon wisatawan mengetahui tiap paket wisata yang ditawarkan dan wisatawan cepat mengambil keputusan.

Bertolak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan pariwisata dapat diartikan sebagai suatu rangkaian pengembangan dari berbagai macam bidang usaha yang bersama-sama menghasilkan barang dan jasa yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan masyarakat dan daerah. Pada Gambar 2.1. dijelaskan tentang pelayanan kepada wisatawan dengan semua fasilitas yang memungkinkan untuk melakukan perjalanan wisata.

Gambar 2.1.

Wisatawan dan fasilitas yang diperlukan Sumber : Oka A. Yoeti (1997 : 31)

 Something to see  Something to do  Something to buy  Iklan  Brosur  Video  Darat  Laut  Udara  Domestic  Mancanegara WISATAWAN INFORMASI DAN PROMOSI BIRO PERJALANAN TRANSPORTASI

(17)

2.2.6 Konsep pemberdayaan masyarakat

Salah satu prinsip dari pariwisata alternatif adalah pemberdayaan masyarakat lokal dalam mengelola obyek wisata di daerahnya, begitu juga Bawa (1998:14) mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah menyiapkan kemampuan masyarakat atau sumberdaya manusia agar mereka mampu berperan dalam kegiatan pariwisata itu. Sumodiningrat (1999:44) mengatakan pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat seperti di atas, pemerintah pertama-tama menciptakan iklim dan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang, dengan mengeluarkan kebijakan yang memihak kepada masyarakat setempat.

2.3 Landasan teori

Sesuai dengan uraian yang sudah dijabarkan, maka beberapa pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Perencanaan dan Teori Perubahan Budaya. Perspektif masing-masing teori tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

2.3.1 Teori perencanaan

Sering didapatkan kenyataan, bahwa suatu daerah tujuan wisata terkenal dan mempunyai reportase baik, semakin hari semakin sepi dikunjungi dan mulai

(18)

ditinggalkan wisatawan karena perencanaan pengembangan yang kurang baik dan tidak matang. Menurut Anom (2005:32), secara umum perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Perencanaan sangat penting dilakukan, karena memiliki beberapa pertimbangan yakni:

1) Dengan perencanaan dapat disusun urutan-urutan kegiatan menurut skala prioritas dalam mencapai tujuan.

2) Dengan perencanaan dapat dibuat alokasi sumber daya yang paling baik.

3) Perencanaan merupakan alat ukur daripada kemajuan ekonomi dan juga sebagai pengawasan dari pelaksanaan pembangunan.

4) Melalui perencanaan dapat dibuat perkiraan keadaan pada masa yang akan datang.

5) Perencanaan pembangunan diharapkan tidak akan terputus, sebab sudah direncanakan proses pembangunan secara menyeluruh.

Sejalan dengan pemikiran di atas, maka peranan pemerintah dalam proses perencanaan sangat diperlukan karena pemerintah mempunyai peran strategis dalam melakukan inisiatif perencanaan industri wisata, dan melakukan promosi dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang rencana pembangunan obyek wisata. Wearing dan Neil dalam Hakim (2004:141) menyatakan dalam sebuah perencanaan, idealnya harus mencakup tahapan-tahapan yaitu (1) studi kelayakan (2) penentuan tujuan (3) analisis dan sintesis (4) kebijakan dan fomulasi rencana (5) rekomendasi (6) implementasi dan monitoring. Begitu juga

(19)

menurut Watson dan Heywood dalam Hakim (2004:144) bahwa suatu perencanaan harus mampu menjelaskan keterkaitan yang nyata antara kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial. Dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial, perencanaan dipandang akan mampu memperkuat perencanaan daerah, sekaligus menjamin redistribusi manfaat pengelolaan sumber daya alam secara berkesinambungan antargenerasi dan yang lebih penting adanya keadilan perolehan keuntungan dari penggunaan sumber daya yang ada. Begitu juga Davey dalam Hakim (2004:145) mengatakan perencanaan kawasan harus memperhatikan hal- hal sebagai berikut: (1) perencanaan hendaknya mempunyai asumsi-asumsi yang khusus, rasional dan kriteria yang jelas (2) perencanaan harus memiliki isu pokok (3) perencanaan harus melibatkan stakeholder (4) melibatkan tenaga ahli dari daerah setempat (5) mendapatkan dukungan politik dan (6) dapat diimplementasikan.

Yoeti (1997:13-14) mengungkapkan beberapa prinsip perencanaan pariwisata:

1) Perencanaan pengembangan kepariwisataan haruslah merupakan satu kesatuan dengan pembangunan regional atau nasional dari pembangunan perekonomian negara. Karena itu perencanaan pembangunan kepariwisataan hendaknya termasuk dalam kerangka kerja dari pembangunan.

2) Seperti halnya perencanaan sektor perekonomian lainnya, perencanaan pengembangan kepariwisataan menghendaki pendekatan terpadu dengan

(20)

sektor-sektor lainnya yang banyak berkaitan dengan bidang kepariwisataan.

3) Perencanaan pengembangan kepariwisataan pada suatu daerah haruslah dibawah koordinasi perencanaan fisik daerah tersebut secara keseluruhan.

4) Perencanaan suatu daerah untuk tujuan pariwisata harus pula berdasarkan suatu studi yang khusus dibuat untuk itu dengan memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan alam dan budaya di daerah sekitar.

5) Perencanaan fisik suatu daerah untuk tujuan pariwisata harus didasarkan atas penelitian yang sesuai dengan lingkungan alam sekitar dengan memperhatikan faktor geografis yang lebih luas dan tidak meninjau dari segi administrasi saja.

6) Rencana dan penelitian yang berhubungan dengan pengembangan kepariwisataan pada suatu daerah harus memperhatikan faktor ekologi daerah yang bersangkutan.

7) Perencanaan pengembangan kepariwisataan tidak hanya memperhatikan masalah dari segi ekonomi saja, tetapi tidak kalah pentingnya memperhatikan masalah sosial yang mungkin ditimbulkan.

8) Pada masa-masa yang akan datang jam kerja para buruh dan karyawan akan semakin singkat dan waktu senggangnya akan semakin panjang, karena itu dalam perancanaan pariwisata khususnya di daerah yang dekat dengan industri perlu diperhatikan pengadaan fasilitas rekreasi dan hiburan di sekitar daerah yang disebut sebagai pre-urban.

(21)

9) Pariwisata walau bagaimana bentuknya, tujuan pembangunan tidak lain untuk meningkatkan kesejahteraan orang banyak tanpa membedakan ras, agama, dan bahasa, karena itu pengembangan pariwisata perlu pula memperhatikan kemungkinan peningkatan kerjasama bangsa-bangsa lain yang saling menguntungkan.

2.3.2 Teori persepsi

Kata persepsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu perception yang berarti penglihatan atau daya memahami. Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya “Pengantar Ilmu Antropologi” menyebutkan bahwa persepsi merupakan proses fisik, fisiologi dan psiologis yang menyebabkan berbagai macam getaran atau tekanan yang diolah menjadi suatu susunan yang dipancarkan atau diproyeksi oleh individu menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan. Penggambaran tentang lingkungan dengan fokus menarik perhatian seseorang individu seringkali juga diolah dalam suatu proses dengan akal yang menghubungkan penggambaran tadi dengan penggambaran lain yang sejenis yang pernah diterimanya dan diproyeksi oleh akal dimasa lalu dan ditimbulkan kembali sebagai kenangan atau penggambaran lama dalam kesadaran sehingga menghasilkan suatu penggambaran baru yang disebut dengan “apresiasi” (Koentjaraningrat dalam Astuti, 2008:30).

Moeliono (1996:759), mengartikan persepsi sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; proses seseorang mengetahui beberapa hal memalui panca indranya, mempunyai kesadaran yang tajam, daya pemahaman atau pengamatan. Sedangkan menurut (Walgito dalam Sumadi, 2003:129-130),

(22)

persepsi merupakan organisasi pendapat keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang bersifat ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu yang memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berprilaku dengan cara tertentu yang dipilihnya. Lebih jauh Walgito menjelaskan ada tiga komponen yang akan membuat sikap (attitude) seseorang , yaitu: (1) Komponen kognitif (perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang memberikan persepsi terhadap suatu objek persepsi. (2) Komponen afektif (emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek persepsi. Rasa senang merupakan hal positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. (3) Komponen kognatif (prilaku), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecendrungan bertindak terhadap objek persepsi. Komponen ini menunjukkan intensitas persepsi, yaitu besar kecilnya keinginan bertindak (berprilaku) terhadap objek persepsi.

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului pengindraan, yaitu: suatu proses berwujud diterimanya individu memalui alat reseptor (alat indera). Namun proses ini tidak berhenti sampai di situ aja, melainkan rangsangan diteruskan ke pusat susunan saraf, yaitu otak dan terjadinya proses psiologi sehingga individu menyadari apa yang dilihat dan didengarkannya. Persepsi merupakan suatu aktivitas individu untuk mengenal suatu objek melalui alat inderanya kemudian diteruskan ke otak sehingga individu tersebut dapat memberikan tanggapan terhadap suatu objek dengan sadar (Astuti, 2008:30)

(23)

Dalam penelitian ini persepsi masyarakat dan wisatawan terhadap pengembangan atraksi wisata bersepeda Down Hill dilakukan dengan metode kualitatif, yaitu dengan wawancara mendalam (in-depth interview) untuk mengetahui persepsi masyarakat, wisatawan, pelaku wisata, dan pemerintah dikaitkan dengan permasalahan terhadap pengembangan atraksi wisata bersepeda. 2.3.3 Teori SWOT

Menurut Rangkuti (2008:19), kinerja perusahaan atau organisasi dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Analisis SWOT membandingkan antara faktor-faktor eksternal yang merupakan peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor-faktor internal yang merupakan kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weaknesses), kombinasi faktor internal dengan eksternal yaitu:

1. Strategi SO (strenghts opportunities)

Strategi SO merupakan strategi yang dibuat berdasarkan jalan pemikiran objek, yaitu dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi ST (strenghts threats)

Strategi ST merupakan strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki objek untuk mengatasi ancaman.

3. Strategi WO (weaknesses opportunities)

Strategi WO ini ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

(24)

4. Strategi WT (weaknesses threats)

Strategi WT didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensive dan berusaha meminimalkan kelemahan-kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. 2.3.4 Teori perubahan budaya

Perkembangan teori perubahan budaya, sangat dipengaruhi oleh oleh teori Darwin yang dikenal dengan teori evolusi, dimana proses evolusi dipengaruhi oleh keadaan lingkungan alam. Teori perubahan budaya bersumber dari teori Sosiologi Pariwisata dan Antropologi Pariwisata. Menurut teori perubahan, yang kuat akan dapat bertahan hidup sementara yang lemah akan dikuasai oleh yang kuat ataupun tersingkirkan dari persaingan. Bahwa segala sesuatu pasti akan mengalami perubahan.

Steward dan Harsojo (dalam Kaplan dan Manner, 2000: 63-64) adalah tokoh yang mengembangkan teori Darwin. Selanjutnya Steward yang terkenal dengan teori evolusionisme multilinier mengemukakan bahwa proses perkembangan berbagai kebudayaan itu memperlihatkan adanya beberapa proses perkembangan yang sejajar. Kesejajaran terutama nampak pada unsur yang primer, sedangkan unsur kebudayaan yang sekunder tidak nampak perkembangan yang sejajar dan hanya nampak perkembangan yang khas. Proses perkembangan yang sejajar mengenai beberapa unsur kebudayaan primer disebabkan karena lingkungan tertentu memaksa terjadi perkembangan ke arah itu.

Stark (1987: 440) salah satu pendukung teori perubahan budaya, mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi dalam lingkungan fisik sering diikuti dengan perubahan sosial budaya masyarakat. Kaplan (2000:89), perubahan

(25)

yang terjadi pada masyarakat dan budaya akan bisa mengalami transformasi drastis, dan ada pula masyarakat dan budaya yang sepenuhnya terserap. Pengaruh pariwisata terjadi karena kegiatan pariwisata harus ditunjang dengan prasarana dan sarana pariwisata. Pembangunan fasilitas wisata seperti hotel, restaurant, artshop, dan berbagai fasilitas wisata lainnya, mengakibatkan perubahan lingkungan fisik. Selain itu, masukan aktivitas pariwisata ke dalam aktivitas tradisional petani berarti telah terjadi perkembangan budaya, dari budaya petani ke budaya pariwisata. Tradisi dan adat istiadat menjadi salah satu komoditi daya tarik untuk pemenuhan kebutuhan wisatawan.

Dengan demikian, dampak dari perkembangan pariwisata di Bali yang paling besar yang dirasakan oleh masyarakat adalah alih fungsi lahan yang digunakan sebagai sarana pendukung kepariwisataan. Dengan itu diduga terjadi perubahan terhadap struktur ekonomi masyarakat dan perubahan sosial budaya.

2.4 Model kerangka penelitian

Kerangka pemikiran diterapkan sebagai dasar dalam pengembangan berbagai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian ini, serta hubungannya dengan masalah yang telah dirumuskan. Mengacu pada teori dan konsep yang ada, maka kerangka dasar pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2

(26)

Gambar 2.2 Kerangka pemikiran

Adapun penjelasan kerangka pemikiran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Pengembangan atraksi wisata bersepeda Down Hill di Banjar Titigalar Desa Bangli Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan dimulai dengan melihat potensi yang luar biasa besar. Sebelum dilakukan pengembangan perlu diteliti persepsi atau tanggapan terhadap pengembangan potensi yang ada sebagai kegiatan sebuah atraksi wisata, khususnya pengembangan atraksi wisata bersepeda Down Hill. Oleh karena itu sektor pariwisata harus dikembangkan

Potensi atraksi wisata bersepeda

Down Hill

Persepsi Masyarakat dan Wisatawan

Pendukung dan Penghambat pengembangan atraksi wisata

bersepeda Down Hill

Lingkungan Internal atraksi wisata bersepeda Down Hill

 Kekuatan (Strength)  Kelemahan (Weakness)

Lingkungan Eksternal atraksi wisata bersepeda Down Hill

 Peluang (Opportunity)  Tantangan (Threat)

Analisis SWOT

Strategi pengembangan atraksi wisata bersepeda Down Hill

Pengembangan Atraksi Wisata Bersepeda Down

(27)

dengan serius, agar dapat menambah daya tarik, peningkatan pelayanan, serta mempermudah akses menuju atraksi wisata bersepeda. Walaupun demikian pengembangan atraksi wisata bersepeda Down Hill tidak lepas dari adanya faktor-faktor pendukung ataupun faktor-faktor penghambat di dalam pelaksanaan pengembangan atraksi wisata, karena di setiap pelaksanaan pengembangan pasti ada faktor pendukung dan faktor penghambat.

Sebuah kawasan wisata dalam hal ini atraksi wisata tentunya memiliki lingkungan yang dapat dipisahkan menjadi lingkungan bagian dalam kawasan yang disebut lingkungan internal dan lingkungan bagian luar kawasan disebut lingkungan eksternal. Mengacu pada buku-buku teks manajemen strategi, lingkungan internal terdiri dari kekuatan (Strenght) dan kelemahan (Weakness) dan lingkungan eksternal terdiri dari peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat) yang disingkat dengan SWOT. Masing-masing kekuatan dan kelemahan pada lingkungan internal serta peluang dan ancaman pada lingkungan eksternal jika diidentifikasi terdiri atas faktor-faktor. Selanjutnya dengan bantuan alat analisis SWOT, maka dapat dibuatkan kombinasi faktor-faktor internal dan eksternal dalam bentuk analisis SWOT, yang berikutnya dari matriks ini dapat dirumuskan sebagai strategi pengembangan atraksi wisata bersepeda Down Hill.

Gambar

Gambar 2.2  Kerangka pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi dan persepsi pengunjung/jamaah pada Masjid Agung Jawa Tengah adalah pengunjung Masjid Agung Jawa Tengah mayoritas adalah jamaah domestik yang berasal dari

Selain itu dapat memberikan manfaat yang sangat banyak bagi peningkatan kerjasama di berbagai bidang terutama bidang ekonomi dan pembangunan terutama bagi kawasan Asia yang masih

Setelah menentukan tingkat resiko kontrol, auditor akan melakukan pengujian terhadap kontrol, dalam hubungannya dengan audit sistem informasi maka yang diuji adalah kontrol

Dari penelitian ini disarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap struktur komunitas Echinodermata di zona intertidal Pantai Krakal dan Drini dengan

Kesimpulan hasil penelitian bahwa dari kebijakan CU Semarong dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan, diketahui mayoritas karyawan, sudah memenuhi harapan karyawan

Status Gizi Remaja dan Faktor-faktor yang berhubungan pada siswa SMUN 3 Bogor Tahun 2001.. Fakultas Kesehatan

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

• Secara kelompok, mengamati gambar/ film rupa bumi sebagai akibat proses pelapukan, pengikisan dan pengendapan Jenis tagihan: Tugas individu Tugas kelompok, unjuk kerja, ulangan