• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMULASI KODE HAMMING, Simulasi Kode Hamming, Kode Bch, Dan Kode Reed-Solomon Untuk Optimalisasi Forward Error Correction.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SIMULASI KODE HAMMING, Simulasi Kode Hamming, Kode Bch, Dan Kode Reed-Solomon Untuk Optimalisasi Forward Error Correction."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

SIMULASI KODE HAMMING,

KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON

UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION

Makalah

Program Studi Informatika

Fakultas Komunikasi dan Informatika

Disusun oleh:

Eko Fuji Setiawan

Fajar Suryawan, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D.

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

SIMULASI KODE HAMMING,

KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON

UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION

Eko Fuji Setiawan, Fajar Suryawan

Informatika, Fakultas Komunikasi dan Informatika

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Email: ekofujisetiawan@gmail.com

ABSTRAKSI

Komunikasi digital memiliki kemampuan untuk dapat mengontrol informasi yang dikirimkan maupun diterima yaitu dengan melakukan penyandian atau pengkodean data sebelum dikirim maupun mengembalikan sandi data menjadi data kembali setelah data

diterima.. FEC (Forward Error Correction..) adalah metode yang mampu mengoreksi error

dari informasi yang ditransmisikan. Pada FEC terdapat beberapa teknik pengkodean maupun pendekodean yang dapat digunakan untuk mengoreksi error dari data yang diterima, seperti kode Hamming, BCH (Bose-Chaudhuri-Hocquenghem), Reed-solomon dan lain-lain.. Penelitian bertujuan merancang dan membuat simulasi yang akan digunakan untuk melakukan analisa

pengkodean Hamming, pengkodean BCH, dan Reed-Solomon untuk optimalisasi FEC.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana teknik pengkodean kode Hamming, BCH dan Reed-Solomon dapat mendeteksi, mengoreksi error yang terjadi pada

pesan yang ditransmisikan, serta mensimulasikan hasil dari koreksi tersebut untuk dianalisa.

Model untuk simulasi dibuat dengan menggunakan software Matlab R2010a, dengan

sistem operasi Windows 7. Model simulasi dimaksudkan untuk mempermudah melakukan

analisa terhadap kemampuan teknik pengkodean dalam mengatasi noise (derau) yang muncul

dalam proses transmisi data.

Hasil dari simulasi telah berhasil membuktikan bahwa dengan menggunakan teknik pengkodean dapat mengurangi gangguan noise yang ada pada saat transmisi data. Berdasarkan hasil pengujian dengan membandingkan antara nilai BER (Bit Error Rate) sebelum dan sesudah dikodekan pada transmisi data, hasil menunjukkan bahwa nilai BER pada Eb/N0 yang sama lebih kecil untuk nilai BER setelah dikodekan. Hal ini tentunya membuktikan bahwa tujuan awal dari simulasi telah terpenuhi.

(6)

PENDAHULUAN

Komunikasi digital memiliki tingkat kehandalan yang lebih baik terhadap derau (noise). kontrol terhadap informasi yang dikirimkan dalam komunikasi digital dilakukan dengan melakukan menyandian terhadap data yang dikirimkan dan mengembalikan data pada sisi penerima.

Ada dua metode dalam komunikasi digital yaitu BEC(Bacward Error Correction) dan FEC(Forward Error Correction). Metode FEC merupakan metode yang mampu melakukan koreksi

error dari informasi yang ditransmisikan. Koreksi terhadap error dilakukan dengan menggunakan teknik coding sebelum data dikirimkan dan sebelum data diterima. Teknik coding yang sering digunakan adalah Hamming, BCH, Reed-Solomon.

Ketiga teknik coding tersebut merupakan jenis kode linear blok dan jenis cyclic code.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang akan diselesaikan pada tugas akhir ini adalah membuat simulasi transmisi data untuk optimalisasi metode forward error correction.

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membuat simulasi yang akan digunakan untuk melakukan analisa pengkodean Hamming, pengkodean BCH, dan Reed Solomon untuk optimalisasi

Forward Error Correction. Sehingga akan dilakukan penelitian untuk membuat simulasi pengkodean dengan teknik pengkodean Hamming, BCH, dan Reed Error Correcting Code” mengatakan,

Dalam skema komunikasi Shannon, sumber informasi dan tujuan akan mencakup skema sumber coding

disesuaikan dengan sifat informasi. Beberapa teknik pengkodean yang banyak digunakan dalam dunia telekomunikasi adalah jenis pengkodean linier dan pengkodean konvolusi.

Tamara Maharani, Aries Pratiarso, Arifin (2010) dalam artikelnya yang

berjudul “Simulasi Pengiriman dan

Penerimaan Informasi Menggunakan Kode BCH” menjelaskan, untuk menghasilkan suatu sistem komunikasi yang handal, dalam artian bebas dari error, perlu diterapkan suatu algoritma kode yang dapat mengkoreksi (error detection)

sekaligus memperbaiki kesalahan bit

(error correction).

Dixit Dutt Bohra, Avnish Bora (2014) dalam artikelnya yang berjudul “Bit

Error Rate Analysis in Simulation of Digital Communication Systems with

Different Modulation Schemes” mengatakan, dengan memilih skema modulasi yang handal dan teknik coding

yang lebih baik, peningkatan kinerja dapat diperoleh pada titik pemancar dan penerima dari sistem.

Landasan teori yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah:

1. Sistem komunikasi digital

(7)

memiliki blok elemen seperti Gambar 1 berikut:

Gambar 1.Elemen Komunikasi Digital Elemen kunci dari sistem komunikasi

digital adalah: a. Source (Sumber)

Alat ini membangkitkan data sehingga dapat ditransmisikan, seperti telepon dan PC.

b. Transmitter (Pengirim)

Sebuah transmitter cukup memindahkan dan menandai informasi dengan bara yang sama seperti menghsilkan sinya-sinyal elektromagnetik yang dapat ditransmisikan melewati beberapa sistem transmisi berurutan.

c. Transmission sistem (Sistem transmisi) Berupa jalur transmisi tunggal (single transmission line) atau jarigan kompleks (complex network) yang menghubungkan antara sumber dengan

destination (tujuan). d. Receiver (Penerima)

Receiver menerima sinyal dari sistem transmisi dan menggabungkan kedalam bentuk tertentu yang dapat ditangkap oleh tujuan.

e. Sumber noise (derau)

Noise merupakan gangguan yang muncul selama transmisi data berlangsung. Noise mempengaruhi mutu atau kualitas dari sinyal yang diterima pada bagian receiver.

f. Destination (Tujuan)

Menangkap data yang dihasilkan oleh

receiver.

Model kanal (channel) noise yang paling umum digunakan dalam komunikasi digital adalah kanal AWGN. Proses transfer informasi pada kanal AWGN adalah berbentuk gelombang elektromagnetik, di mana sumber mengeluarkan sinyal s(t) yang pada saat ditransmisikan terkena noise n(t), dan diterima sebagai r(t) pada penerima.

Gambar 2.Model Kanal AWGN 2. Konsep dasar pengkodean

Kesalahan (error) merupakan masalah dalam sistem komunikasi, sebab dapat mengurangi kinerja dari sistem. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu sistem yang dapat mengoreksi error, sehingga, dicari solusi metode penanganan

error dengan pemeriksaan bit. Metode yang digunakan ada dua yaitu:

a. Backward Error Control

Pada Backward Error Control, apabila pada data yang diterima terjadi error, maka penerima akan mengirimkan sinyal kepada pengirim untuk melakukan pengiriman ulang.

b. Forward Error Control

Error correction codes dinyatakan sebagai penerus koreksi kesalahan untuk mengindikasikan bahwa pesawat penerima sedang mengoreksi kesalahan. Pada

(8)

tersebut, dan apabila terjadi error maka pada data akan dilakukan pengkoreksian data.

3. Deteksi kesalahan

Pada saat data berada dalam

transmission sistem terdapat kemungkinan data terkorupsi (data error). Data error

tersebit akan diperbaiki oleh receiver

melalui proses error detection dan error correction. Proses error detection

dilakukan oleh transmitter dengan cara menambahkan beberapa bit tambahan (parity check bit) kedalam data yang akan ditransmisikan.

4. Koreksi kesalahan

Proses koreksi jauh lebih rumit daripada proses deteksi karena dalam proses koreksi selain dibutuhkan adanya pendeteksi kesalahan juga dibutuhkan lokasi kesalahan bit. Karena itu dibutuhkan semakin banyak bit tambahan (redudant)

bit agar sistem dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan.

5. Kode siklis

Bentuk kode siklis merupakan bagian penting dalam subclass dari kode-kode linear. Algoritma pengkode-kodean sebuah kode siklis (n,k) adalah sebagai berikut: 1. Mengalikan sumber informasi

dengan

2. Mencari digit parity check, yaitu nilai sisa dengan membagi dengan generator polinomial 3. Codeword yang dihasilkan merupakan

hasil penjumlahan dari dan

Algoritma pendekodean sebuah kode siklis (n,k) membutuhkan perhitungan sindrome

. merupakan vektor (n-k) bit pada persamaan kode blok linear.

6. Kode Hamming

Ide dasar pengkodean Hamming adalah menggunakan metode parity-checking,

yaitu menambahkan satu bit parity pada blok data. Bit parity ini berfungsi untuk mendeteksi bit yang salah, sekaligus menentukan lokasi kesalahan bit tersebut. Algoritma pengkodean kode Hamming

dibentuk dengan mengalikan sumber pesan dengan matrik G yang dibentuk dengan

primitive polynomial sesuai persamaan berikut:

Untuk algoritma pendekodean dari kode

Hamming dibutuhkan matriks parity-check H. jika didapatkan

Maka, matriks parity-check H adalah

[ ]

Dimana adalah matriks identitas. Matrik H kemudian ditransposisi menjadi

HT kemudian dikalikan dengan kode yang diterima, Hasil perkalian ini disebut

syndrome, syndrome digunaka untuk proses koreksi dan proses deteksi terhadap

error.

7. Kode BCH

Kode BCH merupakan generalisasi dari dari Hamming code untuk mengoreksi kesalahan ganda (mutiple error correction). Pada tahun 1961 metode deteksi dan koreksi ini dikembangkan oleh Gorenstein dan Zieler dengan menggunakan simbol dari Galois Field

(9)

1. Proses Encoding, yaitu proses pembentukan kumpulan chekbit yang akan dikirimkan bersama informasi. i. Bentuk Galois Field, GF (2m) ii. Tentukan buah minimal

polynomial.

iii. Bentuk generator polinomial(g(x)) iv. Tambahkan bit 0 dibelakang bit

biner dari pesan.

v. Lakukan operasi pembagian biner terhadap gabungan pesan dan bit 0 dengan g(x).

vi. Sisa hasil pembagian(reminder) merupakan checkbit.

vii.Bit informasi + Chekbit (v(x)) adalah informasi yang dikirimkan. 2. Proses dekoding, yaitu proses

pendeteksi error dan pengoreksian

error apabila ditemukan error.

a. Prosedur pendeteksi kesalahan (error detection).

b. Prosedur koreksi kesalahan (error correction) polinomial pendeteksi lokasi

error.

v. Setelah itu, cari akar dari persamaan polinomial tersebut dengan menggunakan metode

trial and error,

vi.Kemudian cari nilai kebalikan dari akar-akar tersebut. Nilai ini merupakan posisi bit error.

8. Kode Reed-Solomon

Kode Reed-Solomon bekerja dengan menambahkan bit parity kedalam data yang akan dikirimkan. Secara garis dikirmkan atau ditransmisikan, proses pembentukan code word menggunakan metode kode siklis yaitu:

a. Mengalikan sumber informasi

c. Codeword yang dihasilkan merupakan hasil penjumlahan dari

dan

2. Proses dekoding, yaitu proses pendeteksi error dan pengoreksian

error apabila ditemukan error:

a. Membentuk syndrome n-k simbol, kedalam proses koreksi kesalahan dengan Algoritma Euclidean untuk menentukan error locator polinomial dan error magnitude.

c. Algoritma Chien Search, digunakan untuk menentukan posisi error

d. Algoritma Forney’s digunakan untuk menentukan besaran error,

(10)

PEMODELAN DAN SIMULASI

Simulasi dimaksudkan untuk mempermudah melakukan analisa terhadap kemampuan teknik pengkodean dalam mengatasi noise (derau) yang muncul dalam proses transmisi data. Pemodelan berdasarkan atas model komunikasi digital standard dari Shannon, seperti pada Gambar 3 berikut:

Gambar 3. Model Simulasi Digital 1. Komponen simulasi

Menurut model komunikasi digital, beberapa blok yang terdapat dalam model di antarannya:

a. Source

Generator yang digunakan untuk menyusun bilangan acak sebagai sumber dalam simulasi adalah

Bernoulli Binnary Generator. b. Channel Encoder

Dalam channel ini akan dipilih jenis

coding yang akan dipakai untuk menyandikan data sebelum ditransmisikan. Ada 3 jenis encoder yang akan dipakai yaitu Hamming, bch, dan Reed-Solomon

c. Modulator

Merupakan rangkaian/blok yang berfungsi melakukan proses modulasi, yaitu proses menumpangkan data pada frekuensi gelombang pembawa untuk ditransmisikan. Pada simulasi ini

modulator yang digunakan adalah BPSK modulator.

d. Gangguan Saluran komunikasi (noise) Dalam hal ini, gangguan dibangkitkan dengan menggunakan metode Box-Muller, sehingga gangguan yang didapatkan adalah additive white gaussian noise (AWGN) yang didistribusikan dengan rata-rata nol dan varians satuan.

e. Demodulator

Demodulator mempunyai fungsi kebalikan dari modulator (demodulasi), yaitu proses mendapatkan kembali data atau proses membaca data dari sinyal yang diterima dari pengirim.

Demodulator yang akan digunakan sesuai dengan modulatornya.

f. Channel Decoder

Blok dalam channel decoder

menyesuaikan blok yang dipakai dalam

channel encoder. g. Destination

Dalam simulasi yang akan dibuat,

destination difungsikan sebagai pengukur kinerja system dengan memasangkan blok error rate calculation dan blok display.

2. Langkah kerja Simulasi

Simulasi dimulai dengan menyusun bilangan acak yang ada dalam blok

Bernoulli Binnary Generator, kemudian masuk dalam blok encoder untuk dikodekan sebelum ditransmisikan. Setelah itu informasi kemudian ditransmisikan dengan modulasi BPSK, ketika data ditransmisikan, data akan terinfeksi noise

(11)

calculation dan ditampilkan pada blok

display.

3. Algoritma Coding a. Hamming

Gambar 4. Hamming model Perhitungan dari algoritma coding Hamming adalah sebagai berikut:

1. Encoding

Merupakan proses membentuk pesan terkode, di mana dalam pesan terkode disisipkan bit-bit parity ynag digunakan untuk koreksi kesalahan pada sisi penerima, parameter yang digunakan dalam kode hamming untuk m=3, adalah sebagai berikut: o Panjang kode

o Jumlah simbol informasi

o Jumlah simbol parity check

o Kapasitas koreksi error

Semisal, pesan yang dikirimkan

adalah d = 1000, maka kode yang yang digunakan pada enkoder, sehingga matriks H terbentuk sebagai berikut.

[

]

Deteksi error, dengan menghitung

Syndrome,

(12)

Nilai sama dengan nilai matriks H pada urutan ketiga, jadi, terjadi

error pada bit ketiga dari pesan yang diterima. 1111000, kemudian bit error diivertkan menjadi 1101000.

b. BCH

Gambar 5. BCH Model

Perhitungan dari algoritma coding BCH Jika digunakan

adalah sebagai berikut: o Panjang blok yang dikirimkan

o Bit informasi

o Jumlah error maksimal

o Checkbit

Dimisalkan pesan yang dikirimkan

1. Encoding

i. Bentuk Galois Field, GF (2m)

ii. Tentukan buah minimal polynomial.

iii. Bentuk generator polinomial(g(x))

G(x)

(

iv. Tambahkan bit 0 dibelakang bit

biner dari pesan.

v. Lakukan operasi pembagian biner terhadap gabungan pesan dan bit 0 dengan g(x).

C(x) =

= 100101000100010

vi. Bit informasi + Chekbit (v(x)) adalah informasi yang dikirimkan.

V(x) =

2. Decoding

Dimisalkan pesan yang diterima menjadi

0001000011000001|100100000100010 a. Prosedur pendeteksi kesalahan

(error detection). i.

V(x) =

= 1111110111010

ii. Jika sisa pembagian = 0, berarti tidak terjadi

(13)

iii. Jika tidak = 0, berarti terdapat error, dan lanjut ke proses koreksi.

b. Prosedur koreksi kesalahan (error correction)

i. Tentukan 2t buah minimal pendeteksi lokasi error.

v. Setelah itu, cari akar dari persamaan polinomial

tersebut dengan

menggunakan metode trial and error,

(14)

0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0

c. Reed-Solomon

Gambar 6. RS Model

Perhitungan dari algoritma coding BCH Jika digunakan

adalah sebagai berikut: o Panjang blok yang dikirimkan

o Misalkan pesan yang dikirimkan

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11 1. Encoding

a. Bentuk generator berdasarkan pada tabel GF (16).

G(x) =

b. Mengalikan sumber informasi

dengan .

=

c. Mencari digit parity check, yaitu nilai sisa dengan membagi

dengan generator

polinomial

d. Codeword yang dihasilkan merupakan hasil penjumlahan dari

dan

R(x)=

Dimisalkan pesan yang diterima menjadi

2. Decoding

a. Membentuk syndrome n-k simbol,

o S0= =15

o S1= =3

o S2 =4

o S3 =12

b. Jika syndrome = 0, maka

codeword yang diterima valid tidak terjadi error, jika syndrome , maka terjadi error.

c. Jika terjadi error, maka masuk kedalam proses koreksi kesalahan dengan Algoritma Euclidean untuk menentukan error locator polinomial dan error magnitude.

d. Algoritma Chien Search, digunakan untuk menentukan posisi error.

Kebalikan dari

(15)

e. Algoritma Forney’s digunakan untuk menentukan besaran error,

dan memperbaiki bit error.

 untuk

 untuk

0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 0 0 2 0 0

1 2 3 4 5 11 7 8 9 10 11 3 1 12 12

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 3 3 12 12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyusunan tugas akhir ini menghasilkan table yang berisi angka nilai dari Bit Error Rate ketika dilakukan percobaan dengan mengacu pada angka Eb/No. Pengacuan ini disebut metode Jacob-viterbi.

Adapun hasil dari penyusunan tugas akhir ini disajikan dalam bentuk grafik perbandingan nilai BER vs Eb/N0 dari masing-masing teknik coding yang digunakan dalam simulasi.

1. Hamming

Tabel 2. Tabel Eb/N0 vs BER

Hamming

Eb/N0 BER

1 0.18733

2 0.265329

3 0.50059

4 0.79331

5 0.01667

6 0.06135

7 0.002076

8 0.008601

9 0.000155

10 0.000056667

Nilai BER didapatkan dari percobaan yang dilakukan dengan model simulasi yang dibuat. Dari table diatas, grafik perbandingan tercipta seperti Gambar 7 dibawah ini.

Gambar 7. Eb/N0 vs BER Hamming

(16)

2. BCH

Tabel 3. Tabel Eb/N0 vs BER BCH

Eb/N0 BER

1 0.192733

2 0.15865

3 0.122313

4 0.08948

5 0.05811

6 0.0331967

7 0.0160367

8 0.00564667

9 0.00155

10 0.000356667

Nilai BER didapatkan dari percobaan yang dilakukan dengan model simulasi yang dibuat. Dari table diatas, grafik perbandingan tercipta seperti Gambar 8 dibawah ini.

Gambar 8. Eb/N0 vs BER BCH

Grafik merah muda menunjukkan nilai Eb/N0 lebih sedikit dibandingkan dengan grafik biru, Dengan demikian, kinerja sistem dengan teknik pengkodean BCH lebih baik dibandingkan dengan sistem tanpa teknik pengkodean BCH. Semakin kecil nilai BER untuk Eb/N0 yang besar, maka akan semakin baik kinerja dari sistem transmisi data tersebut.

3. Reed-Solomon

Tabel 4. Tabel Eb/N0 vs BER Reed-Solomon

Eb/N0 BER

1 0.1364

2 0.2986

3 0.54908

4 0.04951

5 0.00276

6 0.0003136

7 0.000064

8 0.000000322

Nilai BER didapatkan dari percobaan yang dilakukan dengan model simulasi yang dibuat. Dari table diatas, grafik perbandingan tercipta seperti Gambar 9 dibawah ini.

Gambar 9. Eb/N0 vs BER Reed-Solomon

Grafik merah muda menunjukkan nilai Eb/N0 lebih sedikit dibandingkan dengan grafik biru, Dengan demikian, kinerja sistem dengan teknik pengkodean

Reed-Solomon lebih baik dibandingkan dengan sistem tanpa teknik pengkodean

(17)

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tentang kode

hamming, kode BCH ( bose-chaudhuri-hocquenghem), dan kode reed-solomon

untuk optimalisasi forward error correction melalui simulasi pada matlab, dapat disimpulkan bahwa:

1. Simulasi telah berhasil membuktikan bahwa dengan menggunakan teknik pengkodean dapat mengurangi gangguan noise yang ada pada saat transmisi data.

2. Hasil dari simulasi sesuai dengan teori error coding yang dituliskan oleh Shu Lin dan Daniel J. Castello Jr (2004) dalam bukunya yang berjudul “error control coding”.

Dalam bukunya dituliskan bahwa, dengan menggunakan teknik perngkodean dalam sistem transmisi digital, pengiriman informasi menjadi lebih efektif.

3. Hasil dari simulasi juga sesuai dengan penelitian tentang error

coding yang dilakukan oleh Dixit Dutt Bohra, Avnish Bora (2014) dalam artikelnya yang berjudul “Bit

Error Rate Analysis in Simulation of Digital Communication Sistems with

Different Modulation Schemes”. Dalam artikelnya dituliskan bahwa, untuk meningkatkan rasio Eb/N0, harus menggunakan beberapa jenis teknik pengkodean, untuk meningkatkan kualitas sinyal yang dipancarkan serta informasi yang dikirimkan.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dari perancangan simulasi yaitu digunakan untuk melakukan analisa pengkodean

Hamming, pengkodean BCH, dan Reed Solomon untuk optimalisasi Forwrd Error Correction telah berhasil dicapai sesuai dengan teori yang sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Avnish Bohra, Dixxit Dutt Bohra (2009), „Bit Error Rate Analysis in Simulation of Digital Communication Systems with Different Modulation Schemes, vol. 1, Issue 3, diakses 2 oktober 2014, <http://www.ijisetcom/>

C.K.P Clark 2002, “Reed-Solomon Error Correction”, R&D White Paper BRITISH

BROADCASTING CORPORATION, http://downloads.bbc.co.uk , [Diakses pada 2 Mei 2014 pukul 19.39]

Dony Ariyus dan Rum Andri K.r. 2008 .“Komunikasi Data edisi I”. Yogyakarta: Andi.

Dwiwulandari, Budiarini 2008. "aplikasi kode hamming sebagai error-detecting code dalam pengiriman pesan". Skripsi. Depok:Universitas Indonesia.

Irsan. 2009. "Simulasi Pengkodean Hamming untuk menghitung Bit Error Rate". Skripsi. Medan:Universitas Sumatra Utara.

(18)

Matematics, Departement, 2006, “Encoding and Decoding with the Hamming code”.University of Wyoming.

Nurul Hutami Husain, Andi, Gamantyo Hendranto, dan Suwadi 2013. “Pendekodean Kanal Reed-Solomon Berbasi FPGA Untuk Transmisi Citra pada Sistem Komunikasi Satelit

Nano”, POMITS, vol 2, no 1, <http://ejurnal.its.ac.id>, [Diakses pada 10 Mei 2014 pukul 23.00]

Robert H.Morelos, Zaragoza 2006, The Art Of Error Correcting Coding, 2nd edn, John willy

and Son Ltd, USA.

Shu Lin dan Daniel J.Castello 2004, Error Control Coding, 2nd edn, , New jersey NJ 074458, USA

Susanto, Edy 2010. “Analisis kode BCH”. Skripsi. Medan:Universitas Sumatra Utara..

Tamara Maharani, Aries Prastiarso, Arifin 2008, Simulasi Pengiriman dan Penerimaan Informasi menggunakan kode BCH. Surabaya:ITS.

Thamer 2000. “Binary Cyclic Code”, 4th Class in Communications, from

http://www.uotechnology.edu , [diakses 20 april 2014 pukul 23.14]

Wallace, Hank 2001. “Error Detection and Correction using the BCH Code ”.

Gambar

Gambar 1.Elemen Komunikasi Digital
Gambar 3 berikut:
Gambar 4. Hamming model
Gambar 5. BCH Model
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh variasi nira tebu dari beberapa varietas tebu dengan penambahan sumber nitrogen (N) dari tepung

sekolah tersebut. Hal pertama yang dilakukan pada tahap perencanaan dan pengembangan produk ini adalah penyusunan produk awal yang terdiri dari: 1) merancang

Teknik referensial digunakan untuk mendeskripsikan dialog tindak tutur pada program tv sentilan sentilun edisi 16 Januari 2015 dengan judul “ Ada Gula Ada Mafia”, sedangkan

Bursa tanaman ini / dapat dinikmati dari semua kalangan// mulai dari masyarakat yang memiliki hobi dengan tanaman /masyarakat umum / pecinta tanaman menengah ke atas /dan

D ri Medan Stasiun Panaran PLN – Medan (80 MMSCFD) Grissik Pagardewa Duri KALIMANTAN SULAWESI PAPUA Labuhan Maringgai Stasiun Panaran Jakarta JAWA Muara Bekasi. Stasiun

Pelaksanaan operasi dan atau proses yang mempengaruhi mutu barang atau jasa yang digunakan dalam instalasi nuklir di P2TBDU dikendalikan sesuai persyaratan yang te/ah

1) Sebagian masyarakat memandang bahwa perjudian adalah budaya masyarakat yang lazim, dan bukan merupakan pelanggaran hukum. Kalau kebijakan hukum tidak ada, hanya saja

– Intel membayar suku bunga 5.2% kepada pemberi pinjaman – Intel setuju untuk menukar suku bunga pinjamannya dengan – Intel setuju untuk menukar suku bunga pinjamannya dengan