SIMULASI KODE HAMMING,
KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON
UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION
Makalah
Program Studi Informatika
Fakultas Komunikasi dan Informatika
Disusun oleh:
Eko Fuji Setiawan
Fajar Suryawan, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D.
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SIMULASI KODE HAMMING,
KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON
UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION
Eko Fuji Setiawan, Fajar Suryawan
Informatika, Fakultas Komunikasi dan Informatika
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Email: ekofujisetiawan@gmail.com
ABSTRAKSI
Komunikasi digital memiliki kemampuan untuk dapat mengontrol informasi yang dikirimkan maupun diterima yaitu dengan melakukan penyandian atau pengkodean data sebelum dikirim maupun mengembalikan sandi data menjadi data kembali setelah data
diterima.. FEC (Forward Error Correction..) adalah metode yang mampu mengoreksi error
dari informasi yang ditransmisikan. Pada FEC terdapat beberapa teknik pengkodean maupun pendekodean yang dapat digunakan untuk mengoreksi error dari data yang diterima, seperti kode Hamming, BCH (Bose-Chaudhuri-Hocquenghem), Reed-solomon dan lain-lain.. Penelitian bertujuan merancang dan membuat simulasi yang akan digunakan untuk melakukan analisa
pengkodean Hamming, pengkodean BCH, dan Reed-Solomon untuk optimalisasi FEC.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana teknik pengkodean kode Hamming, BCH dan Reed-Solomon dapat mendeteksi, mengoreksi error yang terjadi pada
pesan yang ditransmisikan, serta mensimulasikan hasil dari koreksi tersebut untuk dianalisa.
Model untuk simulasi dibuat dengan menggunakan software Matlab R2010a, dengan
sistem operasi Windows 7. Model simulasi dimaksudkan untuk mempermudah melakukan
analisa terhadap kemampuan teknik pengkodean dalam mengatasi noise (derau) yang muncul
dalam proses transmisi data.
Hasil dari simulasi telah berhasil membuktikan bahwa dengan menggunakan teknik pengkodean dapat mengurangi gangguan noise yang ada pada saat transmisi data. Berdasarkan hasil pengujian dengan membandingkan antara nilai BER (Bit Error Rate) sebelum dan sesudah dikodekan pada transmisi data, hasil menunjukkan bahwa nilai BER pada Eb/N0 yang sama lebih kecil untuk nilai BER setelah dikodekan. Hal ini tentunya membuktikan bahwa tujuan awal dari simulasi telah terpenuhi.
PENDAHULUAN
Komunikasi digital memiliki tingkat kehandalan yang lebih baik terhadap derau (noise). kontrol terhadap informasi yang dikirimkan dalam komunikasi digital dilakukan dengan melakukan menyandian terhadap data yang dikirimkan dan mengembalikan data pada sisi penerima.
Ada dua metode dalam komunikasi digital yaitu BEC(Bacward Error Correction) dan FEC(Forward Error Correction). Metode FEC merupakan metode yang mampu melakukan koreksi
error dari informasi yang ditransmisikan. Koreksi terhadap error dilakukan dengan menggunakan teknik coding sebelum data dikirimkan dan sebelum data diterima. Teknik coding yang sering digunakan adalah Hamming, BCH, Reed-Solomon.
Ketiga teknik coding tersebut merupakan jenis kode linear blok dan jenis cyclic code.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang akan diselesaikan pada tugas akhir ini adalah membuat simulasi transmisi data untuk optimalisasi metode forward error correction.
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membuat simulasi yang akan digunakan untuk melakukan analisa pengkodean Hamming, pengkodean BCH, dan Reed Solomon untuk optimalisasi
Forward Error Correction. Sehingga akan dilakukan penelitian untuk membuat simulasi pengkodean dengan teknik pengkodean Hamming, BCH, dan Reed Error Correcting Code” mengatakan,
Dalam skema komunikasi Shannon, sumber informasi dan tujuan akan mencakup skema sumber coding
disesuaikan dengan sifat informasi. Beberapa teknik pengkodean yang banyak digunakan dalam dunia telekomunikasi adalah jenis pengkodean linier dan pengkodean konvolusi.
Tamara Maharani, Aries Pratiarso, Arifin (2010) dalam artikelnya yang
berjudul “Simulasi Pengiriman dan
Penerimaan Informasi Menggunakan Kode BCH” menjelaskan, untuk menghasilkan suatu sistem komunikasi yang handal, dalam artian bebas dari error, perlu diterapkan suatu algoritma kode yang dapat mengkoreksi (error detection)
sekaligus memperbaiki kesalahan bit
(error correction).
Dixit Dutt Bohra, Avnish Bora (2014) dalam artikelnya yang berjudul “Bit
Error Rate Analysis in Simulation of Digital Communication Systems with
Different Modulation Schemes” mengatakan, dengan memilih skema modulasi yang handal dan teknik coding
yang lebih baik, peningkatan kinerja dapat diperoleh pada titik pemancar dan penerima dari sistem.
Landasan teori yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah:
1. Sistem komunikasi digital
memiliki blok elemen seperti Gambar 1 berikut:
Gambar 1.Elemen Komunikasi Digital Elemen kunci dari sistem komunikasi
digital adalah: a. Source (Sumber)
Alat ini membangkitkan data sehingga dapat ditransmisikan, seperti telepon dan PC.
b. Transmitter (Pengirim)
Sebuah transmitter cukup memindahkan dan menandai informasi dengan bara yang sama seperti menghsilkan sinya-sinyal elektromagnetik yang dapat ditransmisikan melewati beberapa sistem transmisi berurutan.
c. Transmission sistem (Sistem transmisi) Berupa jalur transmisi tunggal (single transmission line) atau jarigan kompleks (complex network) yang menghubungkan antara sumber dengan
destination (tujuan). d. Receiver (Penerima)
Receiver menerima sinyal dari sistem transmisi dan menggabungkan kedalam bentuk tertentu yang dapat ditangkap oleh tujuan.
e. Sumber noise (derau)
Noise merupakan gangguan yang muncul selama transmisi data berlangsung. Noise mempengaruhi mutu atau kualitas dari sinyal yang diterima pada bagian receiver.
f. Destination (Tujuan)
Menangkap data yang dihasilkan oleh
receiver.
Model kanal (channel) noise yang paling umum digunakan dalam komunikasi digital adalah kanal AWGN. Proses transfer informasi pada kanal AWGN adalah berbentuk gelombang elektromagnetik, di mana sumber mengeluarkan sinyal s(t) yang pada saat ditransmisikan terkena noise n(t), dan diterima sebagai r(t) pada penerima.
Gambar 2.Model Kanal AWGN 2. Konsep dasar pengkodean
Kesalahan (error) merupakan masalah dalam sistem komunikasi, sebab dapat mengurangi kinerja dari sistem. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu sistem yang dapat mengoreksi error, sehingga, dicari solusi metode penanganan
error dengan pemeriksaan bit. Metode yang digunakan ada dua yaitu:
a. Backward Error Control
Pada Backward Error Control, apabila pada data yang diterima terjadi error, maka penerima akan mengirimkan sinyal kepada pengirim untuk melakukan pengiriman ulang.
b. Forward Error Control
Error correction codes dinyatakan sebagai penerus koreksi kesalahan untuk mengindikasikan bahwa pesawat penerima sedang mengoreksi kesalahan. Pada
tersebut, dan apabila terjadi error maka pada data akan dilakukan pengkoreksian data.
3. Deteksi kesalahan
Pada saat data berada dalam
transmission sistem terdapat kemungkinan data terkorupsi (data error). Data error
tersebit akan diperbaiki oleh receiver
melalui proses error detection dan error correction. Proses error detection
dilakukan oleh transmitter dengan cara menambahkan beberapa bit tambahan (parity check bit) kedalam data yang akan ditransmisikan.
4. Koreksi kesalahan
Proses koreksi jauh lebih rumit daripada proses deteksi karena dalam proses koreksi selain dibutuhkan adanya pendeteksi kesalahan juga dibutuhkan lokasi kesalahan bit. Karena itu dibutuhkan semakin banyak bit tambahan (redudant)
bit agar sistem dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan.
5. Kode siklis
Bentuk kode siklis merupakan bagian penting dalam subclass dari kode-kode linear. Algoritma pengkode-kodean sebuah kode siklis (n,k) adalah sebagai berikut: 1. Mengalikan sumber informasi
dengan
2. Mencari digit parity check, yaitu nilai sisa dengan membagi dengan generator polinomial 3. Codeword yang dihasilkan merupakan
hasil penjumlahan dari dan
Algoritma pendekodean sebuah kode siklis (n,k) membutuhkan perhitungan sindrome
. merupakan vektor (n-k) bit pada persamaan kode blok linear.
6. Kode Hamming
Ide dasar pengkodean Hamming adalah menggunakan metode parity-checking,
yaitu menambahkan satu bit parity pada blok data. Bit parity ini berfungsi untuk mendeteksi bit yang salah, sekaligus menentukan lokasi kesalahan bit tersebut. Algoritma pengkodean kode Hamming
dibentuk dengan mengalikan sumber pesan dengan matrik G yang dibentuk dengan
primitive polynomial sesuai persamaan berikut:
Untuk algoritma pendekodean dari kode
Hamming dibutuhkan matriks parity-check H. jika didapatkan
Maka, matriks parity-check H adalah
[ ]
Dimana adalah matriks identitas. Matrik H kemudian ditransposisi menjadi
HT kemudian dikalikan dengan kode yang diterima, Hasil perkalian ini disebut
syndrome, syndrome digunaka untuk proses koreksi dan proses deteksi terhadap
error.
7. Kode BCH
Kode BCH merupakan generalisasi dari dari Hamming code untuk mengoreksi kesalahan ganda (mutiple error correction). Pada tahun 1961 metode deteksi dan koreksi ini dikembangkan oleh Gorenstein dan Zieler dengan menggunakan simbol dari Galois Field
1. Proses Encoding, yaitu proses pembentukan kumpulan chekbit yang akan dikirimkan bersama informasi. i. Bentuk Galois Field, GF (2m) ii. Tentukan buah minimal
polynomial.
iii. Bentuk generator polinomial(g(x)) iv. Tambahkan bit 0 dibelakang bit
biner dari pesan.
v. Lakukan operasi pembagian biner terhadap gabungan pesan dan bit 0 dengan g(x).
vi. Sisa hasil pembagian(reminder) merupakan checkbit.
vii.Bit informasi + Chekbit (v(x)) adalah informasi yang dikirimkan. 2. Proses dekoding, yaitu proses
pendeteksi error dan pengoreksian
error apabila ditemukan error.
a. Prosedur pendeteksi kesalahan (error detection).
b. Prosedur koreksi kesalahan (error correction) polinomial pendeteksi lokasi
error.
v. Setelah itu, cari akar dari persamaan polinomial tersebut dengan menggunakan metode
trial and error,
vi.Kemudian cari nilai kebalikan dari akar-akar tersebut. Nilai ini merupakan posisi bit error.
8. Kode Reed-Solomon
Kode Reed-Solomon bekerja dengan menambahkan bit parity kedalam data yang akan dikirimkan. Secara garis dikirmkan atau ditransmisikan, proses pembentukan code word menggunakan metode kode siklis yaitu:
a. Mengalikan sumber informasi
c. Codeword yang dihasilkan merupakan hasil penjumlahan dari
dan
2. Proses dekoding, yaitu proses pendeteksi error dan pengoreksian
error apabila ditemukan error:
a. Membentuk syndrome n-k simbol, kedalam proses koreksi kesalahan dengan Algoritma Euclidean untuk menentukan error locator polinomial dan error magnitude.
c. Algoritma Chien Search, digunakan untuk menentukan posisi error
d. Algoritma Forney’s digunakan untuk menentukan besaran error,
PEMODELAN DAN SIMULASI
Simulasi dimaksudkan untuk mempermudah melakukan analisa terhadap kemampuan teknik pengkodean dalam mengatasi noise (derau) yang muncul dalam proses transmisi data. Pemodelan berdasarkan atas model komunikasi digital standard dari Shannon, seperti pada Gambar 3 berikut:
Gambar 3. Model Simulasi Digital 1. Komponen simulasi
Menurut model komunikasi digital, beberapa blok yang terdapat dalam model di antarannya:
a. Source
Generator yang digunakan untuk menyusun bilangan acak sebagai sumber dalam simulasi adalah
Bernoulli Binnary Generator. b. Channel Encoder
Dalam channel ini akan dipilih jenis
coding yang akan dipakai untuk menyandikan data sebelum ditransmisikan. Ada 3 jenis encoder yang akan dipakai yaitu Hamming, bch, dan Reed-Solomon
c. Modulator
Merupakan rangkaian/blok yang berfungsi melakukan proses modulasi, yaitu proses menumpangkan data pada frekuensi gelombang pembawa untuk ditransmisikan. Pada simulasi ini
modulator yang digunakan adalah BPSK modulator.
d. Gangguan Saluran komunikasi (noise) Dalam hal ini, gangguan dibangkitkan dengan menggunakan metode Box-Muller, sehingga gangguan yang didapatkan adalah additive white gaussian noise (AWGN) yang didistribusikan dengan rata-rata nol dan varians satuan.
e. Demodulator
Demodulator mempunyai fungsi kebalikan dari modulator (demodulasi), yaitu proses mendapatkan kembali data atau proses membaca data dari sinyal yang diterima dari pengirim.
Demodulator yang akan digunakan sesuai dengan modulatornya.
f. Channel Decoder
Blok dalam channel decoder
menyesuaikan blok yang dipakai dalam
channel encoder. g. Destination
Dalam simulasi yang akan dibuat,
destination difungsikan sebagai pengukur kinerja system dengan memasangkan blok error rate calculation dan blok display.
2. Langkah kerja Simulasi
Simulasi dimulai dengan menyusun bilangan acak yang ada dalam blok
Bernoulli Binnary Generator, kemudian masuk dalam blok encoder untuk dikodekan sebelum ditransmisikan. Setelah itu informasi kemudian ditransmisikan dengan modulasi BPSK, ketika data ditransmisikan, data akan terinfeksi noise
calculation dan ditampilkan pada blok
display.
3. Algoritma Coding a. Hamming
Gambar 4. Hamming model Perhitungan dari algoritma coding Hamming adalah sebagai berikut:
1. Encoding
Merupakan proses membentuk pesan terkode, di mana dalam pesan terkode disisipkan bit-bit parity ynag digunakan untuk koreksi kesalahan pada sisi penerima, parameter yang digunakan dalam kode hamming untuk m=3, adalah sebagai berikut: o Panjang kode
o Jumlah simbol informasi
o Jumlah simbol parity check
o Kapasitas koreksi error
Semisal, pesan yang dikirimkan
adalah d = 1000, maka kode yang yang digunakan pada enkoder, sehingga matriks H terbentuk sebagai berikut.
[
]
Deteksi error, dengan menghitung
Syndrome,
Nilai sama dengan nilai matriks H pada urutan ketiga, jadi, terjadi
error pada bit ketiga dari pesan yang diterima. 1111000, kemudian bit error diivertkan menjadi 1101000.
b. BCH
Gambar 5. BCH Model
Perhitungan dari algoritma coding BCH Jika digunakan
adalah sebagai berikut: o Panjang blok yang dikirimkan
o Bit informasi
o Jumlah error maksimal
o Checkbit
Dimisalkan pesan yang dikirimkan
1. Encoding
i. Bentuk Galois Field, GF (2m)
ii. Tentukan buah minimal polynomial.
iii. Bentuk generator polinomial(g(x))
G(x)
(
iv. Tambahkan bit 0 dibelakang bit
biner dari pesan.
v. Lakukan operasi pembagian biner terhadap gabungan pesan dan bit 0 dengan g(x).
C(x) =
= 100101000100010
vi. Bit informasi + Chekbit (v(x)) adalah informasi yang dikirimkan.
V(x) =
2. Decoding
Dimisalkan pesan yang diterima menjadi
0001000011000001|100100000100010 a. Prosedur pendeteksi kesalahan
(error detection). i.
V(x) =
= 1111110111010
ii. Jika sisa pembagian = 0, berarti tidak terjadi
iii. Jika tidak = 0, berarti terdapat error, dan lanjut ke proses koreksi.
b. Prosedur koreksi kesalahan (error correction)
i. Tentukan 2t buah minimal pendeteksi lokasi error.
v. Setelah itu, cari akar dari persamaan polinomial
tersebut dengan
menggunakan metode trial and error,
0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0
c. Reed-Solomon
Gambar 6. RS Model
Perhitungan dari algoritma coding BCH Jika digunakan
adalah sebagai berikut: o Panjang blok yang dikirimkan
o Misalkan pesan yang dikirimkan
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11 1. Encoding
a. Bentuk generator berdasarkan pada tabel GF (16).
G(x) =
b. Mengalikan sumber informasi
dengan .
=
c. Mencari digit parity check, yaitu nilai sisa dengan membagi
dengan generator
polinomial
d. Codeword yang dihasilkan merupakan hasil penjumlahan dari
dan
R(x)=
Dimisalkan pesan yang diterima menjadi
2. Decoding
a. Membentuk syndrome n-k simbol,
o S0= =15
o S1= =3
o S2 =4
o S3 =12
b. Jika syndrome = 0, maka
codeword yang diterima valid tidak terjadi error, jika syndrome , maka terjadi error.
c. Jika terjadi error, maka masuk kedalam proses koreksi kesalahan dengan Algoritma Euclidean untuk menentukan error locator polinomial dan error magnitude.
d. Algoritma Chien Search, digunakan untuk menentukan posisi error.
Kebalikan dari
e. Algoritma Forney’s digunakan untuk menentukan besaran error,
dan memperbaiki bit error.
untuk
untuk
0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 0 0 2 0 0
1 2 3 4 5 11 7 8 9 10 11 3 1 12 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 3 3 12 12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan tugas akhir ini menghasilkan table yang berisi angka nilai dari Bit Error Rate ketika dilakukan percobaan dengan mengacu pada angka Eb/No. Pengacuan ini disebut metode Jacob-viterbi.
Adapun hasil dari penyusunan tugas akhir ini disajikan dalam bentuk grafik perbandingan nilai BER vs Eb/N0 dari masing-masing teknik coding yang digunakan dalam simulasi.
1. Hamming
Tabel 2. Tabel Eb/N0 vs BER
Hamming
Eb/N0 BER
1 0.18733
2 0.265329
3 0.50059
4 0.79331
5 0.01667
6 0.06135
7 0.002076
8 0.008601
9 0.000155
10 0.000056667
Nilai BER didapatkan dari percobaan yang dilakukan dengan model simulasi yang dibuat. Dari table diatas, grafik perbandingan tercipta seperti Gambar 7 dibawah ini.
Gambar 7. Eb/N0 vs BER Hamming
2. BCH
Tabel 3. Tabel Eb/N0 vs BER BCH
Eb/N0 BER
1 0.192733
2 0.15865
3 0.122313
4 0.08948
5 0.05811
6 0.0331967
7 0.0160367
8 0.00564667
9 0.00155
10 0.000356667
Nilai BER didapatkan dari percobaan yang dilakukan dengan model simulasi yang dibuat. Dari table diatas, grafik perbandingan tercipta seperti Gambar 8 dibawah ini.
Gambar 8. Eb/N0 vs BER BCH
Grafik merah muda menunjukkan nilai Eb/N0 lebih sedikit dibandingkan dengan grafik biru, Dengan demikian, kinerja sistem dengan teknik pengkodean BCH lebih baik dibandingkan dengan sistem tanpa teknik pengkodean BCH. Semakin kecil nilai BER untuk Eb/N0 yang besar, maka akan semakin baik kinerja dari sistem transmisi data tersebut.
3. Reed-Solomon
Tabel 4. Tabel Eb/N0 vs BER Reed-Solomon
Eb/N0 BER
1 0.1364
2 0.2986
3 0.54908
4 0.04951
5 0.00276
6 0.0003136
7 0.000064
8 0.000000322
Nilai BER didapatkan dari percobaan yang dilakukan dengan model simulasi yang dibuat. Dari table diatas, grafik perbandingan tercipta seperti Gambar 9 dibawah ini.
Gambar 9. Eb/N0 vs BER Reed-Solomon
Grafik merah muda menunjukkan nilai Eb/N0 lebih sedikit dibandingkan dengan grafik biru, Dengan demikian, kinerja sistem dengan teknik pengkodean
Reed-Solomon lebih baik dibandingkan dengan sistem tanpa teknik pengkodean
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian tentang kode
hamming, kode BCH ( bose-chaudhuri-hocquenghem), dan kode reed-solomon
untuk optimalisasi forward error correction melalui simulasi pada matlab, dapat disimpulkan bahwa:
1. Simulasi telah berhasil membuktikan bahwa dengan menggunakan teknik pengkodean dapat mengurangi gangguan noise yang ada pada saat transmisi data.
2. Hasil dari simulasi sesuai dengan teori error coding yang dituliskan oleh Shu Lin dan Daniel J. Castello Jr (2004) dalam bukunya yang berjudul “error control coding”.
Dalam bukunya dituliskan bahwa, dengan menggunakan teknik perngkodean dalam sistem transmisi digital, pengiriman informasi menjadi lebih efektif.
3. Hasil dari simulasi juga sesuai dengan penelitian tentang error
coding yang dilakukan oleh Dixit Dutt Bohra, Avnish Bora (2014) dalam artikelnya yang berjudul “Bit
Error Rate Analysis in Simulation of Digital Communication Sistems with
Different Modulation Schemes”. Dalam artikelnya dituliskan bahwa, untuk meningkatkan rasio Eb/N0, harus menggunakan beberapa jenis teknik pengkodean, untuk meningkatkan kualitas sinyal yang dipancarkan serta informasi yang dikirimkan.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dari perancangan simulasi yaitu digunakan untuk melakukan analisa pengkodean
Hamming, pengkodean BCH, dan Reed Solomon untuk optimalisasi Forwrd Error Correction telah berhasil dicapai sesuai dengan teori yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Avnish Bohra, Dixxit Dutt Bohra (2009), „Bit Error Rate Analysis in Simulation of Digital Communication Systems with Different Modulation Schemes, vol. 1, Issue 3, diakses 2 oktober 2014, <http://www.ijisetcom/>
C.K.P Clark 2002, “Reed-Solomon Error Correction”, R&D White Paper BRITISH
BROADCASTING CORPORATION, http://downloads.bbc.co.uk , [Diakses pada 2 Mei 2014 pukul 19.39]
Dony Ariyus dan Rum Andri K.r. 2008 .“Komunikasi Data edisi I”. Yogyakarta: Andi.
Dwiwulandari, Budiarini 2008. "aplikasi kode hamming sebagai error-detecting code dalam pengiriman pesan". Skripsi. Depok:Universitas Indonesia.
Irsan. 2009. "Simulasi Pengkodean Hamming untuk menghitung Bit Error Rate". Skripsi. Medan:Universitas Sumatra Utara.
Matematics, Departement, 2006, “Encoding and Decoding with the Hamming code”.University of Wyoming.
Nurul Hutami Husain, Andi, Gamantyo Hendranto, dan Suwadi 2013. “Pendekodean Kanal Reed-Solomon Berbasi FPGA Untuk Transmisi Citra pada Sistem Komunikasi Satelit
Nano”, POMITS, vol 2, no 1, <http://ejurnal.its.ac.id>, [Diakses pada 10 Mei 2014 pukul 23.00]
Robert H.Morelos, Zaragoza 2006, The Art Of Error Correcting Coding, 2nd edn, John willy
and Son Ltd, USA.
Shu Lin dan Daniel J.Castello 2004, Error Control Coding, 2nd edn, , New jersey NJ 074458, USA
Susanto, Edy 2010. “Analisis kode BCH”. Skripsi. Medan:Universitas Sumatra Utara..
Tamara Maharani, Aries Prastiarso, Arifin 2008, Simulasi Pengiriman dan Penerimaan Informasi menggunakan kode BCH. Surabaya:ITS.
Thamer 2000. “Binary Cyclic Code”, 4th Class in Communications, from
http://www.uotechnology.edu , [diakses 20 april 2014 pukul 23.14]
Wallace, Hank 2001. “Error Detection and Correction using the BCH Code ”.