• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah terhadap perkembangan iman siswa kelas VIII SMP Negeri I Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah terhadap perkembangan iman siswa kelas VIII SMP Negeri I Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat."

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT. Judul ini dipilih berdasarkan kesan dari penulis melalui pengamatan sepintas terhadap pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang masih bersifat monoton. Hal ini mengakibatkan masih ada siswa yang malas mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik pada saat di kelas.

Persoalan pokok dari skripsi ini adalah menemukan jawaban sejauh mana peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dalam membantu perkembangan iman siswa. Masalah ini ditanggapi oleh penulis pertama-tama dengan menguraikan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang meliputi: hakikat, tujuan, konteks, model, dan pelaku Pendidikan Agama Katolik. Selanjutnya supaya jawaban terhadap persoalan semakin jelas dan sungguh bertolak dari kenyataan, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi partisipatif, penyebaran kuesioner, dan wawancara dengan guru Pendidikan Agama Katolik.

(2)

ABSTRACT

This thesis was entitled THE ROLE OF RELIGIOUS EDUCATION IN CHATOLIC SHOOL ON THE DEVELOPMENT OF FAITN IN EIGHT GRADE OF SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, WEST KALIMANTAN. This title was chosen by the impression of the writer through casual observation of the situation of Chatolic religious education implementation at SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, West Borneo. Their learning processes are very bored. That process influence many student became lazy to study in the class.

The main issue of this thesis is to find answer the important role of religious education in the school in helping their progress to develop the student faith. The problem addresses by the writer with used the basic method that includes: the nature, purpose, context, models, and the teacher of religious education school. Then to solve the problem and clear the answer, the writer conducted a studying using participant observation, distribute questionnaires, and interviews with Catholic religious education teacher.

The results of this study showed that Chatolic religious education has been quite effective in the development of faith in students and students are more active to take part in church activities. But Chatolic religious education needs to be more improved because the purpose of Chatolic religious education has not been achieved so that there is some student still lazy to attend classes at time of Chatolic religious education class. Therefore, the writer proposes a matrix program that can be understood as the syllabus and lesson plans. This program is expected to achieve the goal of Catholic religious education in the school and the learning processes in the classroom are fun and creative as well in accordance with the needs of the student. So, the student can be more develop in their mind, act, and faith.

(3)

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII

SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Maria Susana NIM: 091124019

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

¾ Kedua orangtuaku yaitu Bapak Makarius dan Ibu Fransiska Astina serta saudara-saudaraku Marselinus Ade, Triponius Anggel, dan Vebryanus Verry yang telah memberi motivasi, semangat, dan dukungan finansial kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

¾ Para pembimbing dan dosen yang telah membimbing, memotivasi, dan selalu sabar selama mendampingi saya dalam belajar di Kampus IPPAK.

(7)

MOTTO

“Berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah”

(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT. Judul ini dipilih berdasarkan kesan dari penulis melalui pengamatan sepintas terhadap pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang masih bersifat monoton. Hal ini mengakibatkan masih ada siswa yang malas mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik pada saat di kelas.

Persoalan pokok dari skripsi ini adalah menemukan jawaban sejauh mana peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dalam membantu perkembangan iman siswa. Masalah ini ditanggapi oleh penulis pertama-tama dengan menguraikan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang meliputi: hakikat, tujuan, konteks, model, dan pelaku Pendidikan Agama Katolik. Selanjutnya supaya jawaban terhadap persoalan semakin jelas dan sungguh bertolak dari kenyataan, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi partisipatif, penyebaran kuesioner, dan wawancara dengan guru Pendidikan Agama Katolik.

(11)

ABSTRACT

This thesis was entitled THE ROLE OF RELIGIOUS EDUCATION IN CHATOLIC SHOOL ON THE DEVELOPMENT OF FAITN IN EIGHT GRADE OF SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, WEST KALIMANTAN. This title was chosen by the impression of the writer through casual observation of the situation of Chatolic religious education implementation at SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, West Borneo. Their learning processes are very bored. That process influence many student became lazy to study in the class.

The main issue of this thesis is to find answer the important role of religious education in the school in helping their progress to develop the student faith. The problem addresses by the writer with used the basic method that includes: the nature, purpose, context, models, and the teacher of religious education school. Then to solve the problem and clear the answer, the writer conducted a studying using participant observation, distribute questionnaires, and interviews with Catholic religious education teacher.

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena berkat kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT.

Penulis menyadari bahwa banyaknya dukungan dan dorongan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Drs. FX. Heryatno W. W., S.J., M. Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma dan sekaligus sebagai dosen pembimbing utama yang selalu sabar mendampingi dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen

penguji kedua penulis yang telah membimbing serta memberi arahan untuk memeriksa dan menguji skripsi ini serta membimbing penulis selama kuliah di Kampus IPPAK.

3. Drs. L. Bambang Hendarto., Y. M. Hum. selaku dosen penguji ketiga yang telah berkenan mendampingi dan menguji skripsi ini.

4. Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang secara tidak langsung telah memberikan dorongan kepada penulis 5. Keluarga tercinta: bapak, mama, adik, dan pacar yang selalu memberikan

(13)
(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Metode Penulisan ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II. PENYELENGGARAAN POKOK-POKOK PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DEMI TERWUJUDNYA PERKEMBANGAN IMAN SISWA ... 13

A. Pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 14

1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik ... 14

(15)

a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah: Inti Segala

Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 20

b. Tujuan Formal Jangka Panjang: Kedewasaan Iman ... 21

c. Iman yang Dihayati Membebaskan Manusia ... 21

3. Konteks Pendidikan Agama Katolik ... 22

a. Sosialisasi Menuju Pribadi yang Lebih Matang... 22

b. Sosialisasi Menuju Hidup Beriman yang Dewasa ... 23

c. Proses Sosialisasi Memerlukan Edukasi yang Bersifat Kritis ... 24

4. Model-Model Pendidikan Agama Katolik ... 25

a. Tiga Unsur Pokok Pendidikan Agama Katolik ... 25

1) Pengalaman Hidup Peserta Didik... 25

2) Visi dan Kisah Kristiani (Harta Kekayaan Iman Gereja) 26

3) Komunikasi Hidup Konkret Peserta dengan Visi dan Kisah/Tradisi Kristiani ... 27

b. Beberapa Model Pendidikan Agama Katolik ... 28

1) Model Transmisi/Transfer ... 28

2) Model yang Berpusat Pada Hidup Peserta ... 28

5. Sosok Guru Pendidikan Agama Katolik Memandang Siswa Sungguh Baik, Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Tuhan .. 29

a. Antropologi Kristiani: Manusia Sungguh Baik ... 29

b. Implikasi Antropologi Positif bagi Pengembangan Sikap Hidup Para Guru ... 30

1) Meneguhkan Pribadi dan Jati Diri Siswa ... 30

2) Tetap Yakin dan Penuh Harapan pada Siswa ... 30

3) Mengasihi Siswa ... 31

4) Menghormati Siswa Sebagai Subjek ... 32

5) Menghormati Kebebasan, Hak dan Tanggungjawab Siswa... 32

B. Perkembagan Iman ... 33

(16)

2. Iman ... 36

a. Pengertian Iman ... 36

b. Iman Kristen dalam Tiga Dimensi ... 38

1) Iman Sebagai Kegiatan Meyakini ... 38

2) Iman Sebagai Kegiatan Mempercayakan ... 39

3) Iman Sebagai Kegiatan Melakukan ... 40

c. Iman: “Kepercayaan-tanpa-jaminan” ... 40

1) Allah Serentak Sebagai Tujuan Sasaran Iman dan Dasar/Alasan Iman ... 40

2) Mencapai Kepastian dengan, dalam dan karena Peng-amin-an ... 41

3) Iman Kepercayaan yang Bertanya-tanya ... 41

3. Perkembangan Remaja ... 42

a. Masa Remaja ... 42

b. Perkembangan Sosial Remaja ... 43

c. Perkembangan Moral Remaja ... 43

d. Perkembangan Iman Remaja ... 44

C. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah yang Mendukung Terwujudnya Perkembangan Iman Siswa ... 45

BAB III. PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT DAN PERANANNYA TERHADAPPERKEMBANGAN IMAN SISWA ... 49

A. Gambaran Umum Keadaan SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 50

1. Sejarah, Visi, dan Misi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 50

(17)

Kalimantan Barat ... 52

c. Misi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 52

B. Gambaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 54

1. Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, kalimantan Barat ... 54

2. Sosok Guru Pendidikan Agama Katolik SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 56

C. Penelitian Tentang Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Iman Siswa ... 57

1. Desain Penelitian ... 57

a. Latar Belakang Penelitian ... 57

b. Tujuan Penelitian ... 59

c. Jenis Penelitian ... 59

d. Instrumen Pengumpulan Data ... 61

e. Responden ... 62

f. Waktu Pelaksanaan dan Cara Pengumpulan Data ... 62

g. Variabel Penelitian ... 63

h. Kisi-kisi Instrumen ... 63

2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 64

a. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Melalui Kuesioner ... 64

1) Laporan Penelitian Melalui Kuesioner ... 64

2) Pembahasan Hasil Penelitian Melaui Kuesioner ... 74

b. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Melalui Wawancara ... 88

(18)

BAB IV. UPAYA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DEMI PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS

VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG,

KALIMANTAN BARAT ... 96

A. Spiritualitas Guru Pendidikan Agama Katolik dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 97

B. Upaya Meningkatkan Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 100

1. Model yang Berpusat Pada Hidup Peserta ... 100

2. Model Praksis ... 100

3. Model Naratif Eksperiensial ... 101

C. Usulan Program Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 102

1. Latar Belakang ... 102

2. Tujuan Program ... 103

3. Materi Program ... 103

4. Matrik Usulan Program ... 105

5. Pengembangan Program ... 110

BAB V. PENUTUP ... 116

A. Kesimpulan ... 116

B. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119

LAMPIRAN ... 121

Lampiran 1 : Surat Permohonan Penelitian ... (1)

(19)

Lampiran 3 : Surat Sudah Melaksanakan Penelitian ... (3)

Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian ... (4)

Lampiran 5 : Pertanyaan wawancara Guru Pendidikan Agama Katolik ... (7)

Lampiran 6 : Hasil Wawancara Guru Pendidikan Agama Katolik ... (12)

(20)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

A. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964

GE : Gravissimum Educationis, Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen yang dikeluarkan pada tanggal 7 Desember 1965

B. Singkatan Lain Hal. : Halaman

PAK : Pendidikan Agama Katolik

RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran SMP : Sekolah Menengah Pertama

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia Kis : Kisah Para Rasul

OMK : Orang Muda Katolik PIR : Pembinaan Iman Remaja PIA : Pembinaan Iman Anak

C. Istilah

(21)

Liturgia : Peribadatan

Diakonia : Pelayanan Kemasyarakatan Koinonia : Persekutuan

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Heryatno (2008: 14) berpendapat Pendidikan Agama Katolik harus bervisi spiritual. Yang dimaksud spiritual disini adalah hal-hal yang berhubungan dengan inti hidup manusia. Maka bervisi spiritual berarti Pendidikan Agama Katolik secara konsisten terus berusaha memperkembangkan kedalam hidup peserta didik, memperkembangkan jati diri atau inti hidup mereka. Pendidikan Agama Katolik juga berusaha membantu peserta didik memperkembangkan jiwa dan interioritas hidup mereka. Jiwa merupakan tempat dimana Allah bersemayam dan karena itu membuat manusia merasa rindu kepada-Nya dan peduli kepada hidup sesamanya. Sedang interioritas berhubungan dengan kesadaran, kedalaman dan nilai hidup yang dipegang dan diwujudkan. Karena itu, Pendidikan Agama Katolik di Sekolah tidak hanya mengejar prestasi akademis, tetapi juga memperkembangkan kejujuran, kepekaan, kebijaksanaan, dan hati nurani peserta didik.

(23)

secara langsung bagi perserta didik yang percaya kepada Kristus. Adapun di sekolah swasta Katolik Pendidikan Agama Katolik merupakan satu kemungkinan pewartaan secara langsung, di samping pewartaan tidak langsung kepada seluruh peserta didik di sekolah itu. Pewartaan tidak langsung itu ialah pengajaran agama yang dipadukan ke dalam seluruh pelajaran dan kehidupan komunitas sekolah Katolik.

Di Indonesia, agama dalam kehidupan masyarakat sangat berperan penting. Agama diyakini dapat membantu manusia mempunyai tujuan hidup yang jelas, oleh sebab itu setiap orang beriman bebas menentukan pilihan dalam memeluk agamanya. Manusia secara umum memang tidak bisa tanpa menganut agama, karena agama dipercaya agar orang bisa berkomunikasi dengan Tuhan. Di dalam agama Katolik, ada banyak hal yang perlu dilakukan agar iman umat berkembang, misalnya mengikuti doa bersama pada bulan Rosario dan bulan Maria, mengunjungi tempat ziarah seperti Gua Maria, mengikuti Misa di Gereja, serta memberi kesaksian. Manusia hidup berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, oleh sebab itu agama akan mengantar manusia agar sampai kepada Tuhan. Tuhan memang tidak kelihatan, tetapi melalui kepercayaannya manusia merasakan kehadiran Tuhan melalui cinta kasih terhadap sesama. Cinta kasih terhadap sesama seringkali dirasakan manusia melalui kebersamaan dalam hidup sehari-hari antar umat beragama serta mendorong umat manusia agar saling menghargai antara satu dengan yang lainnya.

(24)

adalah suku Dayak. Pada awalnya masyarakat disana belum mengenal agama dan sangat kental dengan hal-hal mistis. Oleh sebab itu, banyak para misionaris terutama misionaris yang datang dari luar negeri tertarik untuk menyebarkan agama Katolik disana sehingga pada akhirnya masyarakat Dayak mempunyai kesadaran dalam dirinya dan menganut agama Katolik. Agama Katolik menjadi agama mayoritas. Setelah masyarakat mempunyai kepercayaan dalam hidupnya, banyak perubahan positif yang terjadi pada masyarakat Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat terutama dalam kehidupan menggereja. Masyarakat bergotong-royong membangun Gereja dan mengadakan banyak kegiatan pada hari-hari tertentu khususnya Natal dan Paska sehingga rasa persaudaraan semakin terjalin di antara masyarakat Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Selain itu, para misionaris juga membangun biara, paroki, dan gedung untuk pertemuan Orang Muda Katolik (OMK), Pembinaan Iman Anak (PIA), dan Pembinaan Iman Remaja (PIR) agar membantu perkembangan iman anak sejak dini dan sebagai generasi penerus Gereja di masa mendatang.

(25)

meghargai antar pemeluk agama. Pendidikan Agama Katolik di dalam keluarga yang dilakukan oleh orangtua kepada anaknya merupakan kewajiban orangtua dan hak bagi anaknya. Kewajiban orangtua selain memberi nafkah juga mendidik anaknya agar semakin berkembang baik dalam berperilaku juga dalam iman. Seorang anak dapat berkembang baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat karena anak tersebut juga merasakan kasih di dalam keluarga. Orangtua sangat berperan penting dalam perkembangan iman anak karena orangtua merupakan pendidik utama dalam keluarga sehingga apa yang sudah diajarkan oleh orangtua kepada anaknya akan terus melekat dalam diri anak tersebut dimanapun ia berada.

(26)

dengan keadaan sosial ekonomi tinggi, sedangkan kesadaran ke dua dialami golongan sosial ekonomi rendah. Pada kesadaran yang mengejutkan, remaja mengalami badai atau goncangan atau pengalaman tidak sehat.

Fowler sebagaimana dikutip Supratiknya (1995: 156) mengungkapkan bahwa munculnya pubertas membawa serta suatu revolusi dalam kehidupan fisik dan emosional. Remaja membutuhkan suatu cermin untuk mengawasi pertumbuhan dalam minggu-minggu ini, cermin untuk menjadikan terbiasa dengan perubahan baru pada tubuh. Perubahan yang terjadi pada laki-laki adalah raut muka menjadi agak persegi, tidak montok lagi, kasar tidak mulus; dan pada perempuan rupa tubuhnya semakin elok dan bagian-bagian tertentu menonjol. Tetapi dengan satu cara baru (secara kualitatif), orang muda juga mencari cermin-cermin jenis yang lain. Remaja, laki-laki atau perempuan, membutuhkan mata dan telinga orang lain yang dapat dipercayai. Mata untuk melihat gambaran kepribadian yang sedang muncul dan telinga untuk mendengarkan perasaan, pengertian, kecemasan dan komitmen baru yang sedang terbentuk dan yang sedang mencari pengungkapannya.

(27)

mempengaruhi perkembangan iman. Jika seorang siswa mempunyai kepercayaan yang kuat maka tidak akan mudah goyah dan akan terus dipupuk dalam pertumbuhan imannya. Tahap remaja juga berkaitan erat dengan kenakalan remaja karena pada masa remaja inilah seorang siswa ingin dirinya mempunyai pengaruh bagi orang lain.

Oleh sebab itu, guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat secara rutin melibatkan siswa dalam kegiatan Gereja misalnya tugas koor, lektor, dan mazmur pada hari minggu. Kegiatan ini diharapkan dapat membantu siswa semakin aktif dalam kegiatan menggereja serta menambah pengalaman siswa sehingga siswa dapat berinteraksi secara positif dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Pengalaman yang telah dilalui membantu iman siswa akan terus berkembang. Iman yang berkembang tidak akan terbentuk tanpa adanya bimbingan dari orangtua dan sekolah serta masyarakat luas. Siswa belajar dari pengalamannya dan akan terus dikembangkan baik fisik maupun mentalnya. Dalam kehidupan menggereja, iman yang berkembang sangat berguna bagi pertumbuhan Gereja, karena di dalam kehidupan menggereja, umatlah yang menjadi pusat utama Gereja. Tanpa umat, Gereja tidak akan berkembang. Supaya siswa dapat menjadi generasi penerus Gereja, maka sangat pentinglah perkembangan iman setiap siswa agar Gereja terus berkembang.

(28)

membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Melalui perbuatan yang dilakukan oleh siswa baik di tengah keluarga, sekolah, Gereja dan masyarakat, maka iman yang ada dalam diri siswa akan menjadi penopang hidupnya. Agama yang dianut dan dipercayai oleh siswa akan terus digunakan selama hidupnya mengarah kepada Tuhan. Siswa juga merasa terbantu dengan Pendidikan Agama Katolik yang telah diberikan orangtua di rumah dan guru di sekolah serta pengetahuan lain di Gereja. Setiap siswa mempunyai peranannya masing-masing, sehingga perkembangan iman siswa juga berdasarkan pemahaman dari pribadi siswa, bukan pengendalian dari orang lain di sekitarnya.

Buku Iman Katolik (1996: 129) mengungkapkan bahwa dalam iman, manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang serba terbatas, menyapa dan memanggilnya. Iman berarti jawaban atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga. Dalam iman manusia menyerahkan diri kepada Sang Pemberi Hidup. Pengalaman religius memang merupakan pengalaman dasar, kendati belum berarti pertemuan dengan Allah dalam arti penuh. Di atas pengalaman dasar itulah dibangun iman, penyerahan kepada Allah, pertemuan dengan Allah. Manusia dari dirinya sendiri tak mungkin mengenal Allah. Umat Kristen mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus. “Tidak seorang pun mengenal Bapa, selain Anak dan orang yang kepadanya Anak berkenan menyatakan-Nya” (Mat 11:27).

(29)

iman remaja melalui Pembinaan Iman Remaja (PIR), dengan adanya Pembinaan Iman Remaja (PIR) ini para remaja Katolik akan terlibat aktif di dalam kegiatan Gereja, misalnya koor, lektor, menjadi pembina Pembinaan Iman Anak (PIA), serta menjadi panitia Natal dan Paska. Kegiatan tersebut secara langsung akan membentuk iman para remaja menjadi berkembang karena para remaja mempunyai kepercayaan yang ada di dalam dirinya melalui pengaruh yang positif dari Gereja. Remaja yang bergabung dalam Pembinaan Iman Remaja (PIR) merupakan generasi penerus Gereja di masa yang akan datang. Generasi ini berawal dari bayi yang baru dibaptis. Melalui baptisan tersebut anak menjadi Katolik. Ketika anak tersebut sudah memasuki usia anak-anak, maka Gereja membina anak-anak dengan Pembinaan Iman Anak (PIA), sampailah pada masa remajanya, anak dibina dan diteguhkan imannya dengan komuni pertama. Komuni pertama akan mengantar para remaja sampai pada pemahaman Katolik yang sesungguhnya, sehingga para remaja semakin percaya kepada Tuhan dan dikuatkan dalam iman.

(30)

Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat”. Dengan demikian, skripsi ini akan lebih melihat pengaruh yang ditimbulkan dari peranan Pendidikan Agama Katolik terhadap perkembangan iman siswa khususnya siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah ditulis dalam uraian di atas, penulis merumuskan 3 masalah skripsi sebagai berikut:

1. Apa hubungan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah dengan perkembangan iman?

2. Sejauh mana Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat telah sungguh membantu perkembangan iman siswa dan apa yang menjadi faktor pendukung serta penghambatnya? 3. Apa yang perlu diusahakan agar Pendidikan Agama Katolik sungguh

membantu perkembangan iman siswa?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menguraikan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah dan perkembangan iman siswa

(31)

membantu perkembangan iman siswa dan seberapa besar faktor yang menjadi pendukung dan penghambat

3. Menemukan usaha agar Pendidikan Agama Katolik sungguh membantu perkembangan iman siswa

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini antara lain: 1. Bagi Guru Pendidikan Agama Katolik

Skripsi ini diharapkan membantu guru Pendidikan Agama Katolik dalam proses belajar mengajar di kelas serta bisa meningkatkan mutu Pendidikan Agama Katolik di Sekolah.

2. Bagi Siswa

Skripsi ini diharapkan membantu siswa dalam mengembangkan imannya agar lebih percaya kepada Tuhan, mandiri, dan berahlak mulia.

3. Bagi Penulis

Dengan melaksanakan penelitian ini diharapkan penulis bisa lebih berkembang dalam pemahaman dan pengetahuan serta bisa menjadi bekal ketika sudah menjadi guru Agama Katolik.

E. Metode Penulisan

(32)

Pendidikan Agama Katolik terhadap perkembangan iman siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Dari metode yang digunakan, penulis juga mencoba untuk memahami peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah terhadap perkembangan iman siswa. Untuk mengetahui peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah terhadap perkembangan iman siswa, penulis menyebarkan kuesioner kepada siswa kelas VIII, melakukan wawancara dengan 1 orang guru Pendidikan Agama Katolik, pengamatan, penelitian kualitatif, dan studi pustaka. Data-data yang dihasilkan akan dianalisis guna mengetahui peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah terhadap perkembangan iman siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai skripsi ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok uraian sebagai berikut:

Bab I memaparkan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II menguraikan tentang pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yaitu hakikat, tujuan, konteks, model, dan pelaku Pendidikan Agama Katolik untuk membantu perkembangan iman siswa.

(33)

bagian yaitu pertama, gambaran umum keadaan SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang meliputi sejarah singkat, visi-misi, pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik dan sosok guru Pendidikan Agama Katolik. Kedua, mencakup penelitian yaitu latar belakang penelitian, tujuan penelitian, jenis penelitian, instrumen pengumpulan data, responden penelitian, waktu pelaksanaan dan cara pengumpulan data, variabel penelitian, kisi-kisi instrumen, dan pembahasan serta kesimpulan hasil penelitian.

Bab IV menguraikan spiritualitas guru Pendidikan Agama Katolik dan upaya meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

(34)

BAB II

PENYELENGGARAAN POKOK-POKOK PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DEMI TERWUJUDNYA PERKEMBANGAN IMAN SISWA

Pada bab II ini penulis menguraikan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang memiliki kesinambungan dengan pembahasan pada bab sebelumnya. Penulis melihat bahwa Pendidikan Agama Katolik di Sekolah belum terlaksana secara maksimal, karena guru lebih mengutamakan perkembangan kognitif (pikiran) daripada perkembangan iman siswa, sehingga siswa yang kurang mendapat pendampingan dari orangtua di rumah, imannya tidak berkembang secara maksimal sehingga mudah dipengaruhi secara negatif oleh teman sebayanya di sekolah. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah haruslah mengutamakan perkembangan iman siswa karena remaja akan banyak menghadapi persoalan untuk mencapai proses pendewasaan diri. Jika dibekali iman yang tangguh maka siswa dapat menghadapi berbagai persoalan dengan baik. Tetapi Pendidikan Agama Katolik di Sekolah tidak begitu saja melupakan segi kognitif (pikiran) karena hal ini bisa membantu pengetahuan siswa dengan wawasan yang luas. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik di sekolah diharapkan mampu memberikan secara seimbang segi koginitif, afeksi, dan praksis sehingga mampu membantu perkembangan iman siswa.

(35)

Pendidikan Agama Katolik. Pada bagian ketiga penulis menjelaskan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang mendukung terwujudnya perkembangan iman siswa.

A. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah 1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik

Penulis menyampaikan pengertian Pendidikan Agama Katolik dari para ahli yakni Mangunwijaya sebagaimana dikutip Heryatno (2008: 15) yang menyatakan bahwa “hakikat dasar Pendidikan Agama Katolik sebagai komunikasi iman, bukan pengajaran agama”. Komunikasi iman dapat menumbuhkembangkan kepercayaan dalam diri manusia sedangkan pengajaran agama hanya sebagai pengetahuan manusia serta membantu manusia untuk menerapkannya. Sangat perlulah komunikasi iman antar sesama melalui sharing pengalaman. Sharing pengalaman dapat membantu seseorang agar imannya berkembang. Mangunwijaya sebagaimana dikutip Heryatno (2008: 16) mengungkapkan bahwa:

Sebagai komunikasi iman Pendidikan Agama Katolik perlu menekankan sifatnya yang praktis, artinya bermula dari pengalaman penghayatan iman, melalui refleksi dan komunikasi menuju kepada penghayatan iman baru yang lebih baik. Bersifat praktis juga berarti Pendidikan Agama Katolik lebih menekankan tindakan (kehidupan) daripada konsep atau teori. Dengan sifatnya yang praktis, Pendidikan Agama Katolik menjadi mediasi transformasi iman yang berlangsung secara terus-menerus.

(36)

siswa semakin percaya kepada Tuhan. Perkembangan iman siswa dibantu melalui pengalaman iman yang direfleksikan karena dengan refleksi siswa mampu menemukan pengalaman imannya sehingga siswa bisa melakukan komunikasi iman terhadap sesama serta semakin mengimani Kristus sebagai Anak Allah. Siswa yang percaya kepada Tuhan selalu mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih menekankan tindakan nyata daripada teori karena Pendidikan Agama Katolik bertujuan untuk mengembangkan iman siswa secara konkrit dalam hidup siswa, hal ini dimaksudkan agar perkembangan iman siswa bukan hanya berguna bagi dirinya sendiri tetapi juga berguna bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.

(37)

imannya dan mengimani Kristus sebagai sumber kehidupan. Heryatno (2008: 14-15) berpendapat bahwa:

Pendidikan Agama Katolik harus bervisi spiritual. Yang dimaksud spiritual disini adalah hal-hal yang berhubungan dengan inti hidup manusia. Maka bervisi spiritual berarti Pendidikan Agama Katolik secara konsisten terus berusaha memperkembangkan kedalaman hidup peserta didik, memperkembangkan jati diri atau inti hidup mereka.

Dengan bervisi spiritual, Pendidikan Agama Katolik diharapkan dapat membantu perkembangan iman siswa melalui kepercayaan yang ada dalam diri siswa. Hal ini sangat penting untuk ditanamkan kepada siswa di sekolah agar siswa mendapatkan nilai-nilai yang bisa menopang kepercayaan yang terkandung di dalam Pendidikan Agama Katolik. Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat membantu siswa dalam menghadapi berbagai masalah pada masa remajanya. Pendidikan Agama Katolik mengajarkan kepada siswa agar pengetahuan dapat diterapkan dalam perbuatan nyata dan keduanya haruslah seimbang.

(38)

Lokakarya mengenai tempat dan peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang diadakan oleh Komkat KWI di Malino sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta (2011: 4) mengemukakan bahwa “Pendidikan Agama Katolik merupakan bagian dari katekese yang berusaha membantu siswa agar dapat menggumuli hidupnya dari segi pandangan Kristiani”. Katekese merupakan pelayanan sabda dengan fungsi khas pendidikan iman. Pelayanan sabda yang dilakukan melalui pengajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah diupayakan dapat membantu siswa menemukan jati dirinya serta beriman kepada Kristus. Siswa yang beriman kepada Kristus akan senantiasa melayani sesama dengan sepenuh hati.

(39)

dengan berdoa. Semuanya merupakan sarana agar manusia dekat dengan Tuhan serta mewartakan kasih Kristus.

Suradibrata (1984: 2) mengungkapkan bahwa “mendidik adalah kegiatan untuk membantu sesama agar “jadi orang”, dengan segala keterbatasannya, secara berangsur-angsur, dalam kebersamaan dengan orang lain”. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah menempatkan diri sebagai guru yang mempunyai jiwa pendidik yang sepenuh hati mendidik siswanya agar siswa tersebut mendapat pengetahuan dan perkembangan iman yang utuh dan penuh sehingga dapat berguna bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah mempunyai keunikan masing-masing dalam mendidik siswanya agar dapat berkembang. Berbagai macam cara dilakukan agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan dan dapat mewujudnyatakan dalam kehidupannya di tengah masyarakat luas. Groome (2010: 37) mengungkapkan bahwa:

Pendidikan Agama Kristen adalah kegiatan politis bersama para peziarah dalam waktu yang secara sengaja bersama mereka memberi perhatian pada kegiatan Allah di masa kini kita, pada cerita komunitas iman Kristen, dan Visi Kerajaan Allah, benih-benih yang telah hadir diantara kita.

(40)

Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Pendidikan Agama Katolik di sekolah bertujuan agar siswa mampu memahami dan melakukan kegiatan sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, kegiatan yang dilakukan dapat membantu mengembangkan iman dan kepercayaan siswa. Siswa juga diajarkan untuk menghargai dan menghormati agama lain sejak dini baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah agar siswa dapat menjalin komunikasi yang baik antar sesama. Guru terlibat aktif dalam proses perkembangan siswa di sekolah agar siswa melakukan kegiatan secara terarah dan mempunyai dorongan yang kuat dari guru tersebut.

2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik

(41)

Agama Katolik dengan cara yang mudah ditangkap dan menyenangkan oleh semua siswa, sehingga kreativitas guru sangat penting dalam mendidik. Berikut ini disampaikan 3 tujuan Pendidikan Agama Katolik yaitu 1) demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah: inti segala tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah, 2) tujuan formal jangka panjang: kedewasaan iman, 3) iman yang dihayati membebaskan manusia.

a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah: Inti Segala Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Heryatno (2008: 25) mengungkapkan bahwa:

Sifat holistik tujuan Pendidikan Agama Katolik dapat lebih konkret kalau diletakkan pada inti dari segala tujuan proses penyelenggaraannya, yang sering disebut metapurpose yaitu untuk memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus. Yesus Kristus di dalam sabda, karya dan seluruh hidup-Nya mempunyai keprihatinan pokok mewartakan serta mewujudkan kerajaan Allah. Dapat juga dikatakan bahwa Yesus adalah kerajaan Allah.

(42)

b. Tujuan Formal Jangka Panjang: Kedewasaan Iman

Heryatno (2008: 29) mengungkapkan bahwa “iman yang dewasa juga diartikan sebagai iman yang berkembang semakin matang secara penuh dan bersifat holistik karena mencakup segi pemikiran, hati, dan praksis.” Siswa yang memasuki masa remajanya membutuhkan proses untuk mencapai iman yang dewasa. Iman yang dewasa diartikan sebagai iman yang berkembang karena mencakup segi pemikiran, hati, dan praksis, artinya setiap siswa yang mempunyai keinginan untuk berkembang dalam iman akan mengandalkan pemikiran, hati, dan perasaan karena ketiganya merupakan penunjang agar siswa mampu melaksanakan sesuatu didasari oleh dorongan dalam diri mereka. Jika segi pemikiran, hati, dan perasaan berjalan secara seimbang, maka siswa akan lebih terbantu dalam proses pendewasaan iman serta mampu mengendalikan dirinya. Seseorang yang dianggap dewasa dalam iman adalah seseorang yang mampu mengendalikan dirinya sendiri dari hal-hal negatif atau yang merugikan dirinya sendiri serta orang di sekitarnya.

c. Iman yang Dihayati Membebaskan manusia

(43)

dan memperkembangkan imannya. Hal ini dimaksudkan bahwa suasana hati yang bebas sangat dibutuhkan oleh semua orang karena manusia melakukan sesuatu berdasarkan kehendak dari diri sendiri bukan karena adanya paksaan dari orang lain. Tentu saja bebas tidak diartikan secara individualitas karena bebas disini adalah bebas untuk mengasihi sesama, bebas untuk melaksanakan nilai-nilai Kerajaan Allah, bebas menanggapi cinta kasih Allah. Iman manusia akan berkembang menjadi lebih baik dengan adanya kebebasan.

3. Konteks Pendidikan Agama Katolik

Heryatno (2008: 40) mengungkapkan bahwa “para guru Pendidikan Agama Katolik diharapkan mengenal dengan baik keadaan hidup peserta didiknya dan memiliki perhatian personal kepada mereka.” Guru di sekolah diharapkan mampu untuk mengenal siswa secara personal agar dapat membantu proses perkembangan siswa baik rohani maupun jasmani. Guru tidak hanya memberikan materi di kelas, tetapi guru juga memberikan dorongan atau motivasi sehingga siswa dapat berkembang di masa remajanya. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah memiliki perhatian personal bagi para siswa, artinya dengan segala kekurangan dan kelebihan yang siswa miliki, guru senantiasa membantu siswa untuk berkembang.

a. Sosialisasi Menuju Pribadi yang Lebih Matang Heryatno (2008: 41) mengungkapkan bahwa:

(44)

bersama. Di dalam proses tersebut sebagai manusia kita menghadapi dan menanggapi pengaruh konteks sosial yang berupa tatanan hidup, nilai yang dianut, corak tingkah laku yang diharapkan, dll.

Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, artinya sepanjang hidupnya manusia akan terus melakukan sosialisasi karena manusia selalu berinteraksi dengan sesama. Dalam lingkungan keluarga anak mulai belajar bersosialisasi dengan orangtua dan saudaranya, jika anak tersebut mampu melakukan sosialisasi dengan keluarganya maka kebiasaan tersebut akan membawa dampak yang baik ketika sudah berada atau berinteraksi di lingkungan sekolah serta masyarakat luas. Anak menjadi pribadi yang lebih matang ketika anak mampu menyesuaikan diri di tengah masyarakat luas maka nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh orangtuanya di rumah terus melekat dalam dirinya. Sosialisasi menjadi suatu kebutuhan bagi hidup manusia karena dengan adanya sosialisasi setiap manusia menjumpai banyak orang yang dapat mengubah dirinya menjadi lebih dewasa dalam bersikap.

b. Sosialisasi Menuju Hidup Beriman yang Dewasa Heryatno (2008: 43) mengungkapkan bahwa:

Untuk menjadi lebih Kristiani kita membutuhkan komunikasi dengan sesama umat Kristiani. Di dalam komunikasi dengan sesama umat Kristiani tersebut kita menjumpai cara hidup umat, harta kekayaan dan pengakuan iman mereka. Di dalam proses yang sama itu, kita mempelajari harta kekayaan iman Gereja, kita berkenalan dan mengambil bagian di dalam cara hidup umat sehingga kita makin mencintai, meyakini dan menghayati iman umat.

(45)

iman seseorang. Hal ini dapat dilakukan melalui keterlibatan atau partisipasi umat dalam kehidupan menggereja, misalnya mengikuti pendalaman iman di lingkungan. Setiap mengikuti pendalaman iman di lingkungan, umat bisa saling bertukar pengalaman iman mereka dengan cara mensharingkannya, dari sharing tersebut umat saling memperkaya dan meneguhkan satu sama lain, pada akhirnya iman umat semakin diperkuat dan dipersatukan dalam nama Yesus. Untuk menjadi lebih Kristiani kita membutuhkan komunikasi dengan sesama umat Kristiani, artinya menjalin komunikasi antar umat Kristiani akan membantu setiap umat untuk berkembang.

c. Proses Sosialisasi Memerlukan Edukasi yang Bersifat Kritis Heryatno (2008: 47) mengungkapkan bahwa:

Dalam membantu memperkembangkan iman siswa Pendidikan Agama Katolik secara serentak memerlukan baik proses sosialisasi maupun edukasi yang bersifat kritis. Pendidikan Agama Katolik di sekolah memang harus bersifat kontekstual dan secara serius bertolak dari kenyataan hidup beriman siswa dan menanggapi kebutuhan mereka baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

(46)

dibekali pendidikan agar siswa mampu menjadi dirinya sendiri sehingga tidak terjadi keseragaman antar siswa. Siswa dapat saling melengkapi dengan segala perbedaan yang ada dalam diri mereka.

4. Model-Model Pendidikan Agama Katolik

Heryatno (2008: 49) mengungkapkan bahwa “istilah model perlu dimengerti sebagai suatu pendekatan tertentu yang memiliki suatu kerangka yang tertentu pula untuk suatu proses kegiatan penyelenggaraan pendidikan dalam iman dengan langkah-langkah yang kurang lebih tetap.” Pendidikan Agama Katolik di sekolah menempatkan siswa sebagai subjek dan guru sebagai fasilitator. Model perlu dimengerti sebagai suatu pendekatan hal ini dimaksudkan bahwa ada banyak cara atau pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru agar siswanya dapat memahami apa yang disampaikan guru di kelas sehingga membantu siswa untuk berkembang, perkembangan tersebut tentu saja berasal dari dorongan yang ada dalam diri siswa sehingga guru dengan berbagai cara pula membantu dan mengarahkan siswanya dalam bertindak.

a. Tiga Unsur Pokok Pendidikan Agama Katolik 1) Pengalaman Hidup Peserta Didik

(47)

refleksi memang tidak dapat dipisahkan karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang akan mengalami banyak hal yang membuat manusia merefleksikannya baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang tidak menyenangkan. Hal ini merupakan suatu proses pembelajaran hidup menuju suatu perkembangan iman manusia. Dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah, guru selalu membiasakan siswanya agar merefleksikan semua pengalaman yang sudah siswa dapatkan baik dalam pelajaran maupun dalam kegiatan siswa sehari-hari. Refleksi melatih siswa agar mampu memperbaiki yang menjadi kekurangannya dan mempertahankan apa yang menjadi kelebihan atau bakatnya serta menanggapi kehadiran Allah dalam hidupnya. Pengalaman hidup membawa setiap orang untuk berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan iman sehingga seseorang semakin percaya dan mengimani Kristus di tengah dunia.

2) Visi dan Kisah Kristiani (Harta Kekayaan Iman Gereja)

(48)

Tuhan selalu hadir di tengah hidup manusia. Pengalaman dibaptis merupakan pengalaman iman karena manusia menyadari akan kehadiran Tuhan melalui baptisan tersebut. Setelah dibaptis setiap orang akan semakin diperteguh imannya dan hidup dalam nama Yesus sebagai Anak Allah. Hal inilah yang dimaksud dengan pengakuan Katolik yang lebih personal dan otentik karena setiap orang yang memutuskan dirinya untuk dibaptis maka orang tersebut siap dengan segala konsekuensinya mengikuti Kristus.

3) Komunikasi Hidup Konkret Peserta dengan Visi dan Kisah/Tradisi Kristiani

(49)

b. Beberapa Model Pendidikan Agama Katolik 1) Model Transmisi/Transfer

Heryatno (2008: 55) mengungkapkan bahwa “model ini berpusat pada guru yang mentransfer (mengoper) seluruh pengetahuannya pada siswa dengan menerapkan relasi guru dengan siswa.” Model transmisi/transfer merupakan cara lama yang digunakan para guru dalam mengajar. Model ini kurang efektif karena tidak melibatkan siswa dalam kegiatan mengajar/memberikan materi. Dalam mengikuti pelajaran di kelas ada jarak antara guru dan siswa sehingga guru tidak kreatif dalam menyampaikan materi dan siswa kurang aktif mengikuti pelajaran di kelas. Hal ini tidak membantu perkembangan siswa baik secara kognitif maupun dalam iman karena guru tidak memberikan apa yang menjadi kebutuhan siswa.

2) Model yang Berpusat pada Hidup Peserta

(50)

Kedua model di atas masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan, oleh sebab itu kedua model di atas saling melengkapi. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah bukan hanya sebagai fasilitator tetapi guru juga memberikan pengetahuan/informasi sehingga membantu perkembangan kognitif siswa dan memfasilitasi siswa agar siswa aktif di kelas serta membantu perkembangan iman mereka.

5. Sosok Guru Pendidikan Agama Katolik Memandang Siswa Sungguh Baik, Diciptakan Menurut Gambar Dan Rupa Tuhan

a. Antropologi Kristiani: Manusia Sungguh Baik

(51)

b. Implikasi Antropologi Positif bagi Pengembangan Sikap Hidup para Guru

1) Meneguhkan Pribadi dan Jati Diri Siswa

Heryatno (2008: 104) menyatakan bahwa “sikap dasar guru Pendidikan Agama Katolik, yang meneguhkan dan menghormati lebih-lebih siswanya yang bermasalah, lemah dan nakal, diharapkan dapat mendorong dan memberdayakan siswa agar mereka (sendiri) dapat memperkembangkan hidupnya.” Manusia diciptakan Tuhan dengan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki setiap orang. Sikap dasar guru Pendidikan Agama Katolik, yang meneguhkan dan menghormati siswanya yang bermasalah, lemah, dan nakal dimaksudkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik mampu mengenal siswa secara personal, sehingga guru dapat mendorong dan memberdayakan siswanya dengan cara memahami kebutuhan siswa tanpa memandang latar belakang mereka. Guru Pendidikan Agama Katolik membantu siswa berkembang dengan melihat bakat-bakat yang mereka miliki. Melalui bakat-bakat yang ada dalam diri siswa tersebut maka guru dengan kerendahan hatinya mendampingi siswa, menaruh harapan dan kepercayaan agar siswa berkembang menjadi lebih baik serta bersikap lembut dan murah hati apabila menghadapi siswa yang bermasalah, lemah, dan nakal serta berusaha mendampingi para siswa untuk berkembang.

2) Tetap Yakin dan Penuh Harap pada Siswa Heryatno (2008: 104) menyatakan bahwa:

(52)

mereka terima dari Allah mereka; karena kebaikan dan kemurahan hati-Nya semua siswa dapat sampai pada kelimpahan dan kepenuhan hidup. Sebagai pendidik guru tidak pernah kehilangan pengharapan dan keyakinan terhadap siswanya, artinya guru tidak hanya melihat kekurangan yang siswa miliki tetapi guru percaya bahwa di balik kekurangan ada kelebihan dalam diri siswa. Melalui kepercayaan tersebut guru sungguh-sungguh mempunyai keinginan yang tulus untuk membantu siswa dalam berkembang. Guru membantu siswa untuk menemukan bakat-bakat yang ada dalam diri siswa serta membantu siswa untuk mengembangkan bakat tersebut. Guru meyakini bahwa setiap anak bisa berkembang menjadi lebih baik ketika ia tersebut mempunyai keyakinan yang kuat bahwa dirinya mampu dan bisa melakukan apa yang menjadi cita-citanya.

3) Mengasihi Siswa

(53)

berkoban dan sifat ibu yang lemah lembut, sabar, serta rendah hati. Sifat-sifat inilah yang membantu seorang guru dalam meperkembangkan hidup siswa.

4) Menghormati Siswa Sebagai Subjek

Heryatno (2008: 106) menyatakan bahwa “dengan memperlakukan mereka sebagai subjek, para guru Pendidikan Agama Katolik juga akan memberdayakan mereka sebagai pelaku pendidikan yang aktif, kreatif serta realistis.” Guru Pendidikan Agama Katolik memberdayakan siswa sebagai pelaku pendidikan yang aktif, kreatif, serta realistis artinya guru memfasilitasi siswa di kelas dengan penuh kepercayaan memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif menemukan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Guru juga memotivasi serta mempermudah siswa sehingga siswa mempunyai kreativitas dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki. Hal ini secara realistis membantu perkembangan iman siswa secara utuh.

5) Menghormati Kebebasan, Hak dan Tanggungjawab Siswa

(54)

menentukan pilihan dalam hidup siswa. Siswa hanya dimotivasi dan difasilitasi agar siswa mampu menetukan pilihannya sendiri secara kontekstual, dengan penuh kesadaran bahwa apa yang menjadi pilihannya adalah yang terbaik dalam hidupnya. Kebebasan yang dimiliki oleh siswa berdasarkan kesadaran dan hati nurani tanpa adanya paksaan dari guru atau orang lain.

B. Perkembangan Iman 1. Pengertian Perkembangan

Nagel sebagaimana dikutip Singgih (1981: 29) mengemukakan bahwa “perkembangan merupakan struktur yang teroganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, dan karena itu bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun dalam bentuk, akan mengakibatkan perubahan fungsi”. Perkembangan yang dimaksud di atas diibaratkan dengan anggota tubuh manusia yang mempunyai satu kesatuan. Jika anggota tubuh yang satu sakit atau tidak berfungsi lagi maka akan berakibat pada anggota tubuh yang lain. Suatu perkembangan dalam hidup manusia dimulai dari sebuah kemauan atau tekat yang besar dari diri sendiri. Dalam berkembang, manusia mempunyai banyak faktor dari dalam dan luar dirinya, baik faktor yang mendukung maupun faktor yang kurang mendukung. Oleh sebab itu setiap orang harus mampu mengendalikan diri sehingga dapat mencapai sesuatu yang diinginkan dalam hidupnya.

(55)

sepanjang hidupnya. Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua faktor, yakni kematangan dan pengalaman”. Kematangan dan pengalaman menjadi faktor dalam perkembangan karena setiap orang yang tumbuh baik jasmani dan rohani akan mengalami perubahan yang sangat signifikan. Berkembang melalui berbagai proses sehingga seseorang akan banyak mengalami pengalaman dan membantu proses kematangan dalam dirinya.

Senada dengan Scbneirla sebagaimana dikutip oleh Singgih, Hurlock, (1989: 2) mengungkapkan bahwa “perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.” Semakin banyak pengalaman yang dilalui oleh setiap orang maka semakin matang dan berkembang orang tersebut, karena setiap pengalaman mempunyai nilai atau kesan tersendiri bagi setiap orang sehingga mengajak orang tersebut untuk merefleksikannya sebagai proses pendewasaan diri serta secara perlahan mengajak seseorang tersebut untuk berubah.

(56)

orang-orang yang berada disekitarnya. Setiap orang yang sedang berproses akan cepat mengalami perkembangan apabila mendapat dukungan dari orang sekitar. Oleh sebab itu, setiap orang yang berkembang mengenal isinya, yaitu mengenal apa yang akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar. Hal ini dimaksudkan bahwa setiap orang yang mempunyai keinginan untuk berkembang mempunyai tujuan agar hidupnya menjadi lebih baik.

Fowler sebagaimana dikutip Supratiknya (1995: 24) mengungkapkan bahwa “kepercayaan eksistensial bukanlah sekedar kegiatan pemberian arti, tetapi juga proses dinamis pemberian arti itu sendiri. Proses tersebut terwujud dalam urutan sejumlah tahap perkembangan kepercayaan.” Setiap orang yang mempunyai kemauan untuk berkembang pasti ada kepercayaan yang kuat dalam dirinya. Kepercayaan inilah yang mendorong orang tersebut untuk terus maju. Manusia merupakan mahkluk yang dinamis atau berubah-ubah sehingga akan dimudahkan dalam berkembang jika dimotivasi untuk berubah menjadi lebih baik.

(57)

Selain itu kepercayaan yang ada dalam diri kita juga membawa perubahan yang baik bagi kita karena percaya diri sangat membantu setiap orang untuk berkembang.

2. Iman

a. Pengertian Iman

Buku Iman Katolik (1996: 127) mengungkapkan bahwa:

Dilihat dari pihak manusia yang menanggapi wahyu dan menyerahkan diri kepada Allah, iman adalah pertemuan yang sama. Dalam iman, manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak-terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang serba terbatas, menyapa dan memanggilnya. Iman berarti jawaban atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga. Dalam iman manusia menyerahkan diri kepada Sang Pemberi Hidup. Pengalaman religius memang merupakan pengalaman dasar, kendati belum berarti pertemuan dengan Allah dalam arti penuh. Di atas pengalaman dasar itulah dibangun iman, penyerahan kepada Allah, pertemuan dengan Allah. Umat Kristen mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus.

(58)

Fowler sebagaimana dikutip Supratiknya (1995: 8) mengungkapkan bahwa “iman adalah suatu cara manusia bersandar atau berserah diri serta menemukan atau memberikan makna terhadap berbagai kondisi atau keadaan hidupnya.” Ketika manusia dihadapkan dengan berbagai persoalan hidup, manusia yang beriman hanya bersandar kepada Tuhan sehingga dapat menyelesaikan atau melalui masalah dengan baik dan mendapat pengalaman yang berharga dari persoalan tersebut. Banyak pengalaman yang membuat manusia lebih dewasa dalam iman dan semakin percaya kepada Tuhan.

Banawiratma (1991: 49) mengungkapkan bahwa “beriman Kristiani berarti memilih makna kehidupan yang ditentukan oleh Yesus Kristus dengan keprihatinan tunggal Kerajaan Allah. Penghayatan iman Kristiani terjadi dalam paguyuban atau persekutuan iman dengan ajaran maupun ibadahnya.” Banyak hal yang dapat dilakukan untuk memperkuat iman manusia misalnya dengan mengikuti pendalaman iman di lingkungan. Dalam pendalaman iman, ada sharing pengalaman iman dan refleksi, keduanya mampu membantu manusia untuk berkembang dalam imannya. Begitu pula pada saat mengikuti kegiatan Gereja misalnya koor, umat dapat ambil bagian dalam kemajuan Gereja. Semuanya dilakukan karena umat percaya kepada Tuhan sang pemberi hidup.

(59)

manusia yang beriman mengetahui kepada siapa ia percaya dan mampu menjalin relasi yang baik dengan sesama.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa iman merupakan penyerahan diri manusia secara utuh dan penuh kepada Allah. Dengan iman dan kepercayaan itulah manusia dapat mencintai Allah melalui sesama. Pendidikan Agama Katolik di sekolah mengajarkan kepada siswa agar mempunyai iman yang tangguh sehingga tidak mudah terpengaruh oleh masalah apapun yang ada di dalam maupun di luar diri kita. Setiap orang beriman percaya bahwa hanya kepada Tuhanlah segala masalah dapat terselesaikan dengan baik, sehingga manusia hanya bisa berpasrah diri dan berusaha. Iman seseorang memang tidak dapat diukur tetapi iman dapat diamati dari kepercayaan yang ada dalam diri seseorang. Orang yang beriman tidak akan mudah putus asa jika dihadapkan dengan situasi yang sulit. Seseorang termotivasi oleh orang lain agar menjadi lebih baik merupakan suatu perkembangan iman.

b. Iman Kristen Dalam Tiga Dimensi

Groome (2010: 81) mengungkapkan bahwa iman Kristen sebagai realitas yang hidup memiliki tiga dimensi yang esensial: 1) keyakinan, 2) hubungan yang penuh kepercayaan, dan 3) kehidupan agape yang hidup.

1) Iman sebagai Kegiatan Meyakini Groome (2010: 82) berkeyakinan bahwa:

(60)

menyatakan “keyakinan” (belief) adalah simbol yang menjelaskan “pernyataan kognitif, moral, atau historis tertentu yang terkandung dalam sikap ‘iman’ tertentu”.

Keyakinan menjadi tolak ukur dari iman itu sendiri, dengan beriman berarti manusia yakin akan keberadaan Tuhan di dunia ini. Manusia yang mempunyai keyakinan memaknai keberadaan Tuhan melalui sesama, misalnya saling mengasihi dan meneguhkan. Setiap manusia mempunyai batasan-batasan kemampuan dalam menjalani hidupnya, ketika mendapat suatu cobaan, orang yang mempunyai keyakinan kepada Tuhan akan berdoa kepada Tuhan memohon berkat-Nya agar masalah yang menimpanya dapat diselesaikan.

2) Iman sebagai Kegiatan Mempercayakan Groome (2010: 87) menyatakan bahwa:

Beriman mengandung arti kegiatan mempercayakan. Jika kegiatan iman Kristen “percaya” (believing) terutama menunjuk pada tindakan kognitif, maka kegiatan iman Kristen mempercayakan (trusting) terutama bersifat afektif. Kegiatan iman Kristen mempercayakan adalah dimensi iman yang berdasarkan kepercayaan. Dimensi iman Kristen yang bersifat afektif/kepercayaan ini mengambil bentuk hubungan pribadi yang penuh kepercayaan dengan Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus; dan mempercayakan (trust) diekspresikan dalam kesetiaan, kasih, dan kelekatan. Karena Allah adalah setia, kita dapat menyerahkan diri kita dengan penuh kepercayaan.

(61)

manusia adalah Allah tidak meninggalkan manusia pada saat manusia jatuh ke dalam dosa bahkan Allah datang untuk menyelematkan manusia dari dosa.

3) Iman sebagai Kegiatan Melakukan Groome (2010: 90) mengungkapkan bahwa:

Iman Kristen sebagai respons terhadap Kerajaan Allah dalam Kristus harus mencakup melakukan kehendak Allah. Secara lebih khusus, melakukan kehendak Allah harus diwujudkan dalam kehidupan agape yang hidup mengasihi Allah dengan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Panggilan hidup mengasihi di dalam dunia begitu penting dalam tradisi Kristen sehingga kita dapat dengan mudah menganggap sudah secara otomatis demikian atau berhenti memperhatikan sentralitasnya.

Melakukan kehendak Allah harus diwujudkan dalam kehidupan agape yang hidup mengasihi Allah dengan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Hal ini dimaksudkan bahwa manusia yang beriman kepada Tuhan mewujudnyatakan kasih mereka melalui perbuatan nyata misalnya peduli terhadap sesama yang membutuhkan serta mencintai sesama dengan segala kerendahan hatinya. Melakukan kehendak Allah merupakan salah satu cara manusia mencintai Allah bahwa manusia mempercayakan seluruh hidupnya kepada Allah.

c. Iman: “kepercayaan-tanpa-jaminan”

1) Allah serentak sebagai tujuan sasaran iman dan dasar/alasan iman Syukur Dister (1989: 126-131) mengungkapkan bahwa:

(62)

hasrat-hasratnya yang intim, tetapi sekaligus penolong yang diandalkannya dalam mengejar kesempurnaan eksistensinya. Oleh karena itu tindakan “percaya” merupakan kenyataan yang kompleks. Di dalamnya termasuk keyakinan intelektual, ketaatan yang takwa dan hubungan cinta kasih.

Jika manusia mencintai Tuhan berarti manusia tersebut percaya akan adanya Tuhan dalam hidupnya. Ia akan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan dalam semua karyanya di dunia. Seringkali manusia berdoa untuk berkomunikasi kepada Tuhan agar mendapat rahmat dari-Nya. Rahmat yang dilimpahkan kepada manusia melalui perantara cinta kasih dari sesama.

2) Mencapai kepastian dengan, dalam dan karena peng-amin-an Syukur Dister (1989: 126-131) mengungkapkan bahwa:

Kepercayaan beragama (yang ditunjukkan dengan istilah “iman”) termasuk lapangan hubungan antar pribadi. Oleh karena itu iman tidak memiliki jaminan-jaminan yang dimiliki oleh akal yang menganalisis, yaitu jaminan-deduksi dan jaminan-induksi. Namun demikian orang beriman mempunyai kepastian juga: “Aku tahu kepada siapa aku percaya”. Tetapi kepastian iman ini baru diperoleh di dalam tindakan percaya itu sendiri.

Walaupun manusia mengarahkan diri kepada Tuhan, seringkali manusia ingin mengetahui lebih dahulu kepada siapa ia percaya, namun hal itu baru diketahuinya dengan dan karena percaya. Manusia tidak mengetahui akan adanya Tuhan yang tinggal di dalam hati setiap orang jika manusia tidak percaya. Manusia diberikan godaan atau masalah dalam hidupnya agar manusia semakin dekat dan percaya kepada Tuhan.

3) Iman kepercayaan yang bertanya-tanya

(63)

Selain kepastian terdapat juga ketidakpastian dalam iman. Iman juga selalu bertanya-tanya. Adapun sebabnya kiranya jelas. Objek iman memang sungguh-sungguh nyata bagi orang beriman, tetapi tidak pernah seluruhnya nyata. Kenyataan-kenyataan iman tidak memaksakan diri kepada akal budi, seperti misalnya kenyataan-kenyataan ilmu eksakta. Dalam kehidupan manusia, seringkali manusia bertanya-tanya apakah Tuhan itu nyata. Bagi orang yang tidak mempunyai kepercayaan hal ini sangat tidak mungkin karena Tuhan tidak kelihatan hanya dapat dirasakan dalam hati dan perantara manusia saja, tetapi sebaliknya bagi orang yang percaya Tuhan itu ada dan selalu tinggal di hati manusia dalam iman dan perbuatan.

3. Perkembangan Remaja a. Masa Remaja

Supriyati (2013: 10) berpendapat bahwa:

Masa remaja adalah masa transisi ke taraf kedewasaan. Lamanya masa transisi dipengaruhi oleh derajat ketergantungan, konflik dengan tuntunan orang tua, guru dan teman sebaya, status ambigue dalam kelompok, aspirasi yang tidak realistik dan motivasinya untuk membuat masa transisi. Adapun kesulitan yang dialami pada masa transisi ini dapat disebabkan karena kesulitan remaja dalam menduga peran barunya, ketergantungan secara ekonomi, status orang tua dan ada tidaknya kesempatan untuk menguasai tugas-tugas perkembangan.

(64)

mendukung perkembangan masa remajanya agar semakin didewasakan dalam perkataan dan perbuatan.

b. Perkembangan Sosial Remaja Supriyati (2013: 12) berpendapat bahwa:

Sosialisasi berarti belajar tingkah laku sesuai dengan harapan kelompok. Sosialisasi dapat dipandang secara subjektif dan objektif. Sosialisasi secara subjektif berkaitan dengan perasaan-perasaan dan sikap-sikap individu, sedangkan sosialisasi secara objektif lebih berkaitan dengan tingkah laku nampak dari diri seseorang. Tanda-tanda sosialisasi dapat dilihat dari keinginan remaja untuk memilih kawan-kawannya sendiri, memilih jumlah kawan yang dikehendaki, kualitas kawan dan keinginan untuk mempunyai kawan dari jenis kelamin yang berbeda.

Di lingkungan sekolah setiap siswa pasti berkeinginan mempunyai teman yang banyak agar tidak merasa kesepian, akan tetapi tidak semua siswa mampu bersosialisasi dengan teman sebayanya di sekolah karena setiap siswa mempunyai perilaku yang berbeda. Pada masa remaja, siswa cenderung membentuk kelompok agar dianggap paling kuat dari siswa yang lain dan lebih menonjol, sehingga ada kepuasan yang dirasakan oleh siswa tersebut. Siswa memilih teman bermain sesuai dengan kesamaan yang dimilikinya, misalnya kesamaan hobby atau kegemaran.

c. Perkembangan Moral Remaja Supriyati (2013: 14) berpendapat bahwa:

(65)

menyelaraskan diri dengan standar kelompok. Ada juga remaja yang mau tetapi tidak mampu menyelaraskan diri dengan kelompok (unmoral). Kesulitan dalam penyesuaian dengan moral orang dewasa biasanya berkaitan dengan nilai-nilai moral yang dianut sejak kanak-kanak tidak sesuai dengan kebutuhan remaja, untuk itu dibutuhkan nilai moral baru. Masa remaja merupakan masa yang banyak dihadapkan dengan peraturan baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda dalam melalui peraturan tersebut, ada siswa yang taat dengan peraturan dan ada siswa yang tidak mentaati peraturan, semuanya tergantung pada kepribadian masing-masing siswa. Peraturan yang ada membantu siswa agar siswa terbiasa dengan kedisiplinan dan bertanggungjawab dalam segala hal. Jika siswa mampu beradaptasi dengan peraturan yang ada maka siswa tersebut berkembang dalam kepribadiannya. Semuanya memerlukan proses yang lama dan berkesinambungan. Oleh sebab itu, orangtua dan guru saling bekerjasama dalam perkembangan siswa secara kognitif, afeksi dan praksis agar siswa mempunyai moral yang baik.

d. Perkembangan Iman Remaja

Fowler (1995: 31) dalam tahap ketiga sebagaimana dikutip oleh Supratiknya mengungkapkan bahwa:

Agamalah yang menciptakan kerangka makna eksistensial yang terdalam dan terakhir, dengan menempatkan orang dalam relasinya dengan lingkungan akhir. Sang remaja berjuang menciptakan suatu sintesis dari berbagai keyakinan dan nilai religius yang dapat mendukung proses pembentukan identitas diri dan memungkinkan munculnya rasa bersatu dengan orang-orang lain dalam suasana kesetiakawanan afektif.

(66)

akhir artinya setiap manusia yang meyakini suatu agama maka manusia tersebut akan terus berusaha menjalin relasi yang baik dengan sesama dan Tuhan karena agama mampu membawa manusia kepada kehidupan yang kekal. Begitu pula para remaja, sang remaja menciptakan suatu sintesis dari berbagai keyakinan dan nilai religius yang dapat mendukung proses pembentukan identitas diri. Hal ini dimaksudkan bahwa agama yang diyakini siswa membuat siswa berproses dalam hidupnya sehari-hari. Siswa belajar dari nilai-nilai religius melalui pengalaman iman mereka sehingga siswa mampu membentuk identitas diri dan bersatu dengan sesama.

C. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah yang Mendukung Terwujudnya Perkembangan Iman Siswa

(67)

mereka miliki. Guru memotivasi dan mengasihi siswa dengan penuh kerendahan hati agar siswa mampu mengembangkan bakat-bakat mereka. Mengasihi siswa merupakan sikap dasar guru Pendidikan Agama Katolik. Hal ini dimaksudkan bahwa iman dilandasi dengan pengharapan dan diwujudnyatakan melalui kasih seorang guru kepada siswa. Guru yang mengasihi siswa mampu menghormati siswa sebagai subjek dan memberi kebebasan, hak serta tanggungjawab kepada siswa, sehingga siswa sungguh-sungguh berkembang dalam imannya melalui tindakan nyata seorang guru di sekolah (Heryatno, 2008: 104-107)

Dalam perkembangan iman siswa, sosok guru yang memperhatikan siswa secara personal dengan kekurangan dan kelebihan yang siswa miliki tentu saja guru mempunyai cara atau model agar siswa sungguh-sungguh merasa diperhatikan dan dibantu oleh guru tersebut untuk berkembang. Guru sebagai fasilitator siswa berusaha dengan penuh kerendahan hati agar siswa mampu berkembang secara kognitif, afeksi, dan praksis. Guru memberikan kesempatan agar siswa aktif dan kreatif dalam mencari serta menemukan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah juga memberikan berbagai pengetahuan agar siswa juga memahami materi yang disampaikan oleh guru di kelas sehingga tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dapat terlaksana dengan baik (Heryatno, 2008: 57). Tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dapat terlaksana dengan baik apabila didukung oleh suasana yang dijiwai oleh Roh cinta kasih dan kebebasan Injili. Heryatno (2008: 17) mengungkapkan bahwa:

(68)

Dimensi Religius Sekolah-sekolah Katolik, a.25). Cinta kasih yang dimaksud di sini adalah cinta kasih yang dihayati oleh Yesus sendiri: yang mencintai semua murid-Nya dengan cara yang sehabis-habisnya sampai memberikan nyawa-Nya sendiri demi keselamatan mereka (bdk. Yohanes 15:13)

Seorang guru sangat berperan penting dalam perkembangan siswa di sekolah. Semangat Injili yang dimiliki oleh seorang guru menghasilkan benih-benih yang baik di dalam diri siswa. Guru yang mempunyai semangat cinta kasih dalam mengajar dengan tulus membantu siswanya untuk berkembang, sehingga sangat senang melihat anak didiknya berhasil dengan baik. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik sangat mengutamakan perkembangan siswa dalam iman dan kepercayaannya melalui tindakan nyata. Vugts (1968: 16) menyatakan bahwa:

Ajaran Yesus disebut Injil. Injil yang dimaksud berisi kabar gembira. Isi kabar gembira itu ialah berita bahwa Yesus datang untuk mendirikan Kerajaan Allah. Maka waktu Yesus mengajar, Ia selalu bercerita tentang Kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu berarti bahwa Allah sendiri akan turun tangan dalam sejarah manusia dan membimbing kita kepada keselamatan. Kabar gembira yang diterima oleh manusia adalah kabar bahwa Allah senantiasa akan terus menyertai manusia di setiap langkah hidupnya. Misalnya saja ketika kita merasa sendirian, Allah hadir untuk menghibur melalui orang-orang yang ada di sekitar kita. Allah mencintai umat-Nya tanpa memandang apapun sehingga semua manusia dapat merasakan kasih Allah. Semua manusia diselamatkan dari dosa karena kasih Allah yang tak berkesudahan, sehingga Allah mengirim putra-Nya Yesus Kristus datang ke dunia dan menyerahkan seluruh hidup-Nya untuk manusia. KWI (1990: 11) menyatakan bahwa:

(69)

terlaksananya pewartaan kabar gembira tersebut. Cinta Kristiani bukan dorongan perasaan dan juga bukan dorongan rasa perikemanusiaan: cinta Kristiani adalah kenyataan baru, yang lahir dari iman.

Kaum muda sebagai generasi penerus Gereja diharapkan mampu mewartakan kabar gembira di mana pun mereka berada. Mewartakan kabar gembira haruslah dibekali iman yang kuat dalam hidup kaum muda, mengingat kaum muda masih banyak mengalami perubahan dalam dirinya. Sekolah merupakan tempat para kaum muda untuk mewartakan kabar gembira karena mereka mendapat dukungan dari para guru, fasilitas yang memadai, serta keinginan yang kuat dalam diri kaum muda untuk berkembang.

(70)

BAB III

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT DAN PERANANNYA TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA

Bab II telah menguraikan Pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah demi terwujudnya perkembangan iman siswa. Secara teori pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah dipahami dan dijelaskan melalui dokumen-dokumen Gereja serta pendapat para ahli. Hal ini diharapkan dapat membantu guru dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah sehingga mampu mewujudkan perkembangan iman siswa.

(71)

Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dan pengaruhnya terhadap perkembangan iman siswa.

A. Gambaran Umum Keadaan SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat

1. Sejarah, Visi, dan Misi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat

a. Sejarah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dan perkembangannya

SMP Negeri 1 S

Gambar

Tabel 1: Identitas Responden
Gambar Suci
Gambar Kegiatan
Gambar Kegiatan

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II telah memiliki kesiapan sarana dan prasarana penanggulangan bencana kebakaran, namun masih terdapat beberapa unsur

Penelitian bertujuan untuk mengetahui penampilan reproduksi dan struktur populasi ternak kerbau di Lembah Napu Kabupaten Poso dan kemungkinan pengembangannya dengan

Kekuatan korelasi secara statistik adalah 0.696 yang menunjukkan hubungan yang kuat antara intensitas kebisingan mesin dan tingkat stres pada pekerja pabrik

Pada penelitian ini disimpulkan bahwa wanita yang mengalami obesitas memiliki risiko terjadi gangguan siklus menstruasi 1,89 kali lebih besar dibandingkan wanita

Dalam kaitan dengan judul penelitian ini, maka yang menjadi sasaran penelitian ini adalah peserta pelatihan (ibu-ibu rumah tangga yang berdomisili di Kelurahan Tanah

Baik kelompok minoritas dan mayoritas haruslah sama-sama memiliki bangunan kesadaran bahwa model kerukunan yang telah dipraktikkan di NTT adalah model terbaik yang

Pada media atau surat kabar yang dijadikan data primer untuk diteliti yaitu pada harian Rakyat Sulsel dan objek berita yang akan diteliti yaitu isi berita pilkada Sul- Sel

Kemajuan pada manajemen SDM/ Organisasi, ditunjukkan dengan kualitas SDM pengelola CECOM Foundation, khususnya kualitas para pendamping komunitas (field officer) yang telah