• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Dukungan Sosial Rekan Kerja Dengan Subjective Well-Being Pada Wanita Berperan Ganda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan Antara Dukungan Sosial Rekan Kerja Dengan Subjective Well-Being Pada Wanita Berperan Ganda"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL REKAN KERJA DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA WANITA BERPERAN GANDA

THE RELATIONSHIP BETWEEN CO-WORKER SOCIAL SUPPORT AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN WOMEN PLAYS A DUAL ROLE

Indra Kusumaatmadja1, Reny Yuniasanti2 Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial rekan kerja dengan subjective well-being pada wanita berperan ganda. Hipotesis yang diajukaan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara dukungan sosial rekan kerja dengan subjective well-being pada wanita berperan ganda. Subjek dalam penelitian ini adalah guru SMA berjenis kelamin wanita dan sudah menikah dengan jumlah 80 orang. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Skala Dukungan Sosial Rekan Kerja dan Skala Subjective Well-Being, metode analisis data menggunakan metode analisis product moment dari Pearson. Hasil analisis data untuk kepuasan hidup diperoleh nilai korelasi sebesar 0,379 dan p sebesar 0,001 < 0,05. Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti menyatakan bahwa hipotesis terbukti yakni terdapat hubungan antara dukungan sosial rekan kerja dengan subjective well-being wanita berperan ganda. Variabel dukungan sosial rekan kerja dalam penelitian ini memberikan kontribusi sebesar 32,3% terhadap subjective well-being dan sisanya dipengaruhi oleh faktor pendapatan, pernikahan dan keluarga, umur dan jenis kelamin, ras, employment, pendidikan, religiusitas, kepribadian, pengaruh budaya, proses kognitif. Diharapakan dari hasil penelitian ini menambah pengetahuan bagi wanita berperan ganda agar subjek dapat menyesuaikan diri dengan dukungan sosial sehingga tingkat subjective well-being subjek tinggi dan juga bagi kepala sekolah dan pemangku kebijakan dalam memperhatikan subjective well-being yang berkaitan dengan dukungan sosial rekan kerja yang ada dalam organisasi.

Kata kunci : dukungan sosial rekan kerja, subjective well-being, wanita berperan ganda

Abstract

This study aims to determine the relationship between co-workers' social support and subjective well-being in women with multiple roles. The hypothesis proposed in this study is that there is a positive relationship between co-workers' social support and subjective well-being in women with multiple roles. The subjects in this study were female and married high school teachers with a total of 80 people. The data collection method in this study used the Co-worker Social Support Scale and the Subjective Well-Being Scale, the data analysis method used the Pearson product moment analysis method. The results of data analysis for life satisfaction obtained a correlation value of 0.379 and p of 0.001 <0.05. Based on the results of the study, the researcher stated that the hypothesis was proven, namely that there was a relationship between the social support of coworkers and the subjective well-being of women with a dual role. The social support variables of coworkers in this study contributed 32.3% to subjective well-being and the rest was influenced by factors of income, marriage and family, age and gender, race, employment, education, religiosity, personality, cultural influences, process cognitive. It is hoped that the results of this study will increase knowledge for women who have a dual role so that the subject can adjust to social support so that the subjective well-being level of the subject is high and also for school

(2)

principals and policy makers in paying attention to subjective well-being related to the social support of existing colleagues. in the organization.

Keywords: co-workers social support, subjective well-being, on dual role women.

PENDAHULUAN

Menurut Hanum (2016), keputusan wanita yang memilih bekerja cenderung dibuat secara sadar untuk memenuhi kata hati untuk menjadi mandiri secara finansial.

Namun, menurut Lennon (dalam Pratiwi, Sintaasih, & Piatrini, 2018) jika dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, secara umum wanita yang bekerja cenderung memiliki well-being yang lebih rendah. Penyebabnya acapkali berkaitan dengan iklim kerja, jenis pekerjaan, dan tuntutan keluarga yang lebih besar. Hal ini didukung oleh Haring, Stock, dan Okun (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jenis kelamin secara signifikan prediktor untuk kesejahteraan subjektif. Haring (dalam Sahrah & Yuniasanti, 2020) menyatakan pria memiliki kesejahteraan subjektif yang lebih tinggi daripada wanita.

Maslach dan Jackson (1984) menyatakan bahwa profesi guru merupakan profesi pelayanan manusia yang menantang. Menurut Djamarah (2000), guru adalah individu yang memegang peranan penting dalam pendidikan. Hal ini semakin ditegaskan oleh pernyataan Zulkifli, Darmawan, dan Sutrisno (2014) penyelenggaraan pendidikan yang berhasil ditentukan oleh keprofesionalan tenaga pendidik.

Guru SMA merupakan orang tua kedua bagi siswa-siswi di sekolah menengah.

Seorang guru di jenjang pendidikan menengah bertanggung jawab untuk mengajarkan mata pelajaran yang sesuai dengan keilmuannya. Guru dalam menjalankan profesinya umumnya mengalami berbagai permasalahan. Masalah yang dialami guru dapat merujuk pada afek negatif dan afek positif yang dapat memengaruhi well-being serta kondisi emosional seorang guru. Afek negatif dan afek positif merupakan dua komponen yang ada di dalam subjective well being yaitu bagaimana individu mengelola emosi baik negatif maupun positif dalam dirinya dan bagaimana kepuasan individu dalam menjalani sebuah kehidupan. Menurut Ekamaya dan Puspitadewi (2019), kebutuhan akan guru memang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tanggung jawab guru. Seiring perkembangan zaman, guru dituntut mampu untuk berinovasi. Sejalan dengan pernyataan Wardhani (2012), perubahan pendidikan tidak direncanakan secara sistematis, menyebabkan daftar tugas guru yang lebih panjang dan harapan yang lebih tinggi bagi guru, sedangkan kondisi lain seperti kesejahteraan guru tidak banyak berubah. Padahal,

(3)

menurut Bakker dan Oerlemans (2010), dengan perasaan bahagia yang dirasakan setiap orang juga bisa memicu munculnya kebahagiaan itu sendiri.

Kesejahteraan subjektif adalah keadaan mental positif yang ditandai dengan tingkat kepuasan hidup yang tinggi, tingkat emosi positif yang tinggi, dan tingkat emosi negatif yang rendah (Carr, 2004). Haybron (2008) mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai gabungan antara kepuasan hidup umum ataupun khusus serta afek positif dan negatif di bidang kehidupan tertentu. Menurut Diener (2009), konsep sederhana dari subjective well-being adalah bahwa emosi positif lebih besar daripada emosi negatif.

Perasaan positif dan negatif ini ditafsirkan sebagai efek positif dan negatif. Dalam kehidupan sehari-hari, subjective well-being didefinisikan sebagai kondisi yang dirasakan individu ketika pengaruh positif melebihi pengaruh negatif. Diener menambahkan bahwa, lebih khusus lagi, subjective well-being adalah kombinasi dari emosi positif yang tinggi, emosi negatif yang rendah, dan kepuasan hidup secara umum. Ketika orang merasakan emosi yang lebih menyenangkan daripada emosi yang tidak menyenangkan, ketika mereka terlibat dalam kegiatan yang menarik, ketika mereka mengalami banyak kebahagiaan dan sedikit rasa sakit, dan ketika mereka puas dengan hidupnya, dapat dikatakan bahwa individu tersebut memiliki subjective well-being yang lebih tinggi (Diener, 2009).

Kesejahteraan subjektif bisa jadi bermakna subjektif, tergantung bagaimana penilaian seseorang mempengaruhi seluruh hidupnya (Sahrah & Yuniasanti, 2020).

Menurut Diener (2009), kesejahteraan subjektif mencakup tiga aspek, yaitu afek positif, afek negatif, dan kepuasan hidup. Diener (2009) menggambarkan kesejahteraan subjektif lebih sebagai penilaian positif terhadap kehidupan dan perasaan baik, sehingga jika seseorang mengalami kepuasan dan kebahagiaan hidup secara teratur, dan hanya sedikit mengalami perasaan seperti kesedihan atau kemarahan, maka dianggap memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi. Sebaliknya, orang dengan tingkat kesejahteraan subjektif yang rendah mengalami lebih sedikit kebahagiaan dan kasih sayang jika individu tidak puas dengan kehidupannya, dan cukup intens merasa marah. Muslich (2007) mengemukakan bahwa guru yang berkompeten dan mendapat kesejahteraan yang baik diharapkan dapat mencapai kinerja yang tinggi. Selain itu aspek kesejahteraan subjektif dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja, karena individu dengan kesejahteraan subjektif akan cenderung berkinerja lebih baik (Bryson, Forth, & Stokes, 2014).

(4)

Salah satu faktor yang mempengaruhi subjective well-being adalah dukungan sosial. Orang yang menerima dukungan sosial dapat meningkatkan subjective well-being mereka. Taylor (2009) berpendapat bahwa dukungan ini umumnya diberikan orang yang dekat atau berkaitan dengan seorang individu. Hal ini menjadi penting karena memberikan dampak positif dan mengurangi hambatan psikologis seperti stres dan burn out. Menurut Sarafino (2011), dukungan sosial adalah penerimaan individu oleh orang lain atau anggota keluarga, yang memberinya anggapan bahwa seseorang merasa dicintai, diperhatikan, dihargai, dan dibantu, sehingga akan muncul perasaan kalau kita memiliki hubungan yang bermakna untuk orang lain.

Menurut Chaplin (2005) menyatakan bahwa dukungan yakni proses penawaran dorongan maupun nasihat kepada orang lain dalam suatu kondisi tertentu, umumnya saat ingin mengambil keputusan. Sedangkan, Johnson (2013) mendefinisikan maksud dari pemberian dukungan ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan. Sarafino (2011) memaparkan bahwa “Social support is generally used to refer to the perceived comfort, caring, esteem or help a person receives from other people or groups”. Hal ini sejalan dengan Sarafino (2011) yang memaparkan jika dorongan melibatkan individu lain yang menjalin hubungan keterikatan interpersonal dalam hal memberikan comfort, perasaan aman, acceptance, dan rasa sayang. Menurut Sarafino (2011), bentuk dukungan sosial dapat berupa penguatan dukungan emosional, apresiasi, alat, informasi, serta dukungan social network.

Sejalan dengan uraian di atas, penelitian ini ingin menguji teori tentang hubungan antara dukungan sosial rekan kerja dengan subjective well-being, dimana ketika seseorang memiliki dukungan sosial rekan kerja yang tinggi maka subjective well-being yang dimiliki individu juga akan tinggi.

METODE

Subjective well-being adalah persepsi terhadap pengalaman hidup yang dirasakan oleh individu berkaitan dengan evaluasi secara keseluruhan tentang kehidupan, dengan kepuasan hidup dan afek positif yang lebih sering dirasakan dibandingkan dengan afek negatif dalam kehidupannya. Subjective well-being pada penelitian ini diungkap menggunakan skala subjective well-being yang disusun peneliti berdasarkan aspek menurut Diener (2009) dalam penelitian ini, yaitu afek positif, afek negatif, dan kepuasan hidup. Skor tinggi pada skala subjective well-being menunjukkan tingginya subjective

(5)

well-being pada subjek dan skor rendah menunjukkan rendahnya subjective well-being pada subjek.

Dukungan sosial rekan kerja merupakan persepsi individu tentang kenyamanan fisik, psikologis, dan dukungan dalam bentuk perhatian, penghargaan, ataupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diberikan oleh rekan kerja dan diterima individu saat menghadapi situasi yang sulit. Dukungan sosial rekan kerja pada penelitian ini diungkap menggunakan skala dukungan sosial rekan kerja yang disusun peneliti berdasarkan aspek menurut Sarafino dan Smith (2012) dalam penelitian ini, yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informatif, dukungan jaringan sosial. Skor tinggi pada skala dukungan sosial rekan kerja menunjukkan tingginya dukungan sosial rekan kerja pada subjek dan skor rendah menunjukkan rendahnya dukungan sosial rekan kerja pada subjek.

Skala subjective well-being terdiri dari 3 aspek yaitu kepuasan hidup, afek positif, dan afek negative. Dari setiap aspek memiliki 10 butir pernyataan. Berdasarkan hasil analisis, tidak terdapat aitem yang gugur dengann menggunakan uji validitas dengan batas indeks daya beda 0,30. Dari hasil analisis juga didapatkan koefisien reliabilitas Cornbarch Alpha kepuasan hidup sebesar 0,926, afek positif sebesar 0,874, dan afek negatif sebesar 0,906 dengan koefisien reliabilitas (rxx’) berada dalam rentang angka dari 0 sampai dengan 2,00. Jika koefisien reliabilitas semakin mendekati angka 1,00 berarti pengukuran semakin reliabel (Azwar, 2017). Dengan demikian skala subjective well- being merupakan pengukuran yang reliabel.

Skala dukungan sosial rekan kerja terdiri dari 5 aspek yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informatif, dukungan jaringan sosial. Dari setiap aspek memiliki 6 butir pernyataan. Berdasarkan hasil analisis, tidak terdapat aitem yang gugur dengan menggunakan uji validitas dengan batas indeks daya beda 0,30. Dari hasil analisis juga didapatkan koefisien reliabilitas Cornbarch Alpha dukungan sosial rekan kerja sebesar 0,946 dengan koefisien reliabilitas (rxx’) berada dalam rentang angka dari 0 sampai dengan 2,00. Jika koefisien reliabilitas semakin mendekati angka 1,00 berarti pengukuran semakin reliabel (Azwar, 2017). Dengan demikian skala dukungan sosial rekan kerja merupakan pengukuran yang reliabel.

Dalam kuesioner yang disebarkan didalamnya juga dicantumkan data biografis responden yang berupa nama atau inisial, jenis kelamin, asal sekolah (wilayah), dan status perkawinan. Responden dalam penelitian ini merupakan 80 guru SMA di Jawa Tengah berstatus sudah menikah. Hasil Analisa menunjukkan variabel subjective well-

(6)

being memiliki nilai minimum 69, nilai maksimum 90 serta memiliki rata-rata 80,56.

Sedangkan deviasi standar pada variabel subjective well-being ialah sebesar 4,056.

Berdasarkan hasil uji normalitas subjective well-being menunjukkan pbahwa nilai signifikansi sebesar 0,461. Data dikatakan normal apabila nilai signifikansi > 0,05. Hal tersebut berarti bahwa data variabel dukungan sosial rekan kerja berdisdtribusi normal.

Berdasarkan hasil uji normalitas dukungan sosial rekaan kerja menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,461. Data dikatakan normal apabila nilai signifikansi > 0,05. Hal tersebut berarti bahwa data variabel dukungan sosial rekan kerja berdistribusi normal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisa yang sudah dilakukan oleh peneliti dengan korelasi product moment, mendapatkan koefesiensi korelasi sebesar 0,379 dengan taraf signifikan sebesar 0,001 < 0,050 yang mengisyaratkan dukungan sosial rekan kerja dengan subjective wellbeing berkorelasi positif. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang positif antara variabel dukungan sosial rekan kerja dengan subjective well-being pada wanita berperan ganda. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima.

Dukungan sosial rekan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi subjective well-being pada wanita berperan ganda, ditunjukkan dengan diterimanya hipotesis pada penelitian ini. Hal tersebut berarti jika wanita berperan ganda merasakan dukungan sosial rekan kerja yang tinggi maka subjective well-being akan cenderung meningkat, begitupun sebaliknya jika wanita berperan ganda merasakan dukungan sosial rekan kerja yang rendah maka subjective well-being cenderung menurun.

Hasil kategorisasi dukungan sosial yang dilakukan kepada 80 subjek penelitian diketahui bahwa ada 13 atau 16,3% wanita berperan ganda memiliki tingkat dukungan sosial rekan kerja tinggi dan 52 atau 65% wanita berperan ganda memiliki tingkat dukungan sosial rekan kerja tinggi sedang dan 15 responden atau 18,8% memiliki tingkat dukungan sosial rekan kerja rendah. Dibuktikan dari hasil yang didapatkan di lapangan bahwa hanya beberapa subjek yang merasa sedang mengenai dukungan sosial rekan kerja, subjek merasa dicintai oleh rekan kerja, subjek juga merasa nyaman dengan perhatian yang diberikan oleh rekan kerja atas kehidupannya, subjek juga mendapatkan pujian ketika berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, subjek merasa mendapatkan pengakuan dari rekan kerja atas kelebihan yang dimiliki, subjek merasakan bahwa rekan kerja selalu menghargai pendapat yang disampaikan, subjek selalu mendapatkan bantuan dari rekan kerja ketika membutuhkan, subjek merasakan bahwa rekan kerja tidak

(7)

keberatan untuk meminjamkan beberapa barang yang dipunyai, subjek mendapatkan nasihat yang dibutuhkan dari rekan kerja, subjek merasa terbantu dengan infomasi yang diberikan oleh rekan kerja untuk mengatasi masalah yang sedang dialami, subjek merasakan kesenangan bersama rekan kerja, subjek merasakan kenyamanan saat berkumpul, bermain, dan makan bersama rekan kerja.

Berdasarkan kategori di atas dapat diketahui bahwa ada 9 atau 11,3% wanita berperan ganda memiliki tingkat subjective well-being rendah, sedangkan pada kategori sedang terdapat 57 orang atau 71,3% dan 14 responden memiliki tingkat subjective well- being tinggi atau sebesar 17,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar wanita berperan ganda memiliki subjective well-being yang tinggi, dibuktikan dari hasil dilapangan bahwa subjek wanita berperan ganda merasa puas dengan kegiatan sehari- hari, wanita berperan ganda merasa hidup mendekati ideal, subjek merasakan bahwa telah mendapatkan banyak hal yang diinginkan, subjek juga merasakan bahwa kehidupan sekarang lebih baik dibandingkan dengan kehidupan sebelumnya, subjek merasa kualitas hidup yang dimiliki menjadi baik dalam beberapa hal, subjek merasa bahagia dan bangga atas pencapaian yang didapatkan, subjek mempunyai rasa empati yang kuat dan merasa senang dengan kehidupan yang dijalan, subjek hampir tidak pernah merasa benci terhadap orang lain, subjek juga hampir tidak pernah marah dengan orang yang berbeda pendapat.

Sumbangan efektif dari variabel dukungan sosial rekan kerja terhadap subjective well-being pada wanita berperan ganda sebesar 14,36%. Hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan sosial rekan kerja cukup memberikan pengaruh terhadap subjective well-being, sedangkan sisanya sebesar 85,64% dipengaruhi oleh variabel lain seperti menurut Diener (dalam Hartanto & Kurniawan, 2015) yaitu: pendapatan, uang bukanlah segalanya dan uang belum tentu membuat bahagia, yang diinginkan adalah kesempatan untuk berkumpul kembali dengan keluarga dan menjalani hidup yang bahagia, karena uang adalah sarana, bukan tujuan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan sosial rekan kerja dengan subjective well-being pada wanita berperan ganda. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara dukungan sosial rekan kerja dengan subjective well-being pada wanita berperan ganda diterima. Hubungan positif antara dukungan sosial rekan kerja dengan subjective well-being menggambarkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial rekan kerja wanita berperan ganda, maka diikuti dengan semakin tingginya subjective

(8)

well-being pada wanita berperan ganda. Demikian sebaliknya semakin rendah dukungan sosial rekan kerja pada wanita berperan ganda, maka diikuti dengan semakin rendahnya subjective well-being pada wanita berperan ganda.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa hipotesis yang telah diajukan diterima. Hal ini dapat dilihat pada hasil uji hipotesis dengan analisis korelasi product moment menunjukkan adanya korelasi positif antara dukungan sosial rekan kerja dengan kepuasan hidup. Lalu dari hasil uji hipotesis dengan analisis korelasi product moment juga menunjukkan adanya korelasi positif antara dukungan sosial rekan kerja dengan afek positif dan dapat dilihat pada hasil uji hipotesis dengan analisis korelasi product moment menunjukkan adanya korelasi negatif antara dukungan sosial rekan kerja dengan afek negatif. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial rekan kerja yang dimiliki wanita berperan ganda maka subjective well-being akan cenderung semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial rekan kerja pada wanita berperan ganda, maka subjective well-being pada wanita berperan ganda akan cendrung rendah.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa variabel dukungan sosial rekan kerja memberikan kontribusi cukup besar terhadap variabel subjective well-being pada wanita berperan ganda, sedangkan sisanya dipengarui oleh variabel lain seperti pendapatan, pernikahan dan keluarga, umur dan jenis kelamin, ras, employment, pendidikan, religiusitas, kepribadian, pengaruh budaya, proses kognitif (Diener dalam Hartanto & Kurniawan, 2015).

Hasil kategorisasi menunjukkan bahwa sebagian besar wanita berperan ganda merasakan kepuasan hidup. Hasil kategorisasi menunjukkan sebagian besar wanita berperan ganda merasakan afek positif dan hasil kategorisasi menunjukkan bahwa sebagian besar wanita berperan ganda tidak merasakan afek negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Awaludin, Baiti A., dan Munadi, S. (2014). Pengaruh pengalaman praktik, prestasi belajar dasar kejuruan dan dukungan orang tua terhadap kesiapan kerja siswa SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi, 4(2), 164-180.

(9)

Azwar, S. (2017). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bryson, A., Forth, J., & Stokes, L. (2014). Does worker wellbeing affect workplace performance. London: UK Government Department of Business Innovation and Skills.

Carr,A. (2004). Positive Psychology; The Science of Happiness and Human Strengs. New York: Brunner Routledge.

Chaplin, James P. (2005). Kamus Lengkap Psikologi (alih bahasa: Dr. Kartini Kartono).

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Diener, E. (2009). Positive psychology: Past, present, and future. In C.R. Snyder &Shane J. Lopez (Eds.). Oxford Handbook of Positive Psychology. Oxford: Oxford University Press.

Djamarah dan Bahri. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:

Rineka Cipta.

Ekamaya, Riva. N., dan Puspitadewi, Ni Wayan S. (2019). Hubungan antara Iklim Organisasi dengan Subjective Well-being pada Guru Yayasan Pendidikan “X”.

Character: Jurnal Penelitian Psikologi, 6(2).

Hadi, S. (2015). Statistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hartanto, Erlinda W., dan Kurniawan, Jimmy E. (2015). Hubungan antara iklim organisasi dengan subjective well-being pada karyawan di perusahaan x. Jurnal Psikologi Teori & Terapan, 5(2), 70-80, ISSN: 2087-1708.

Haybron, Daniel M. (2008). Philosophy and the Science of Subjective WellBeing. Dalam M. Eid & R. J. Larsen (Editor), The Science of Subjective Well-Being. New York:

The Guildford Press.

Johnson, David W., dan Johnson, Frank P. (2013). Joining together: Group theory and group skills. London: Pearson Education Limited. doi: 10.1037/014685

(10)

Khairina., dan Sahrah, A. (2020). Dukungan Sosial Terhadap Subjective Well-Being Pada Wanita TNI Angkatan Udara. Semnas LPPM. ISBN: 978-602-6697-66-0.

Mauna, M., & Kurnia, Puspa I. (2018). Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap Subjective Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah Dasar Negeri di Jakarta Utara. Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi,07(2), 76-80.

Pratiwi, Putu Y., Sintaasih, Desak K., dan Piatrini, Putu S. (2018). Stres kerja dan coping dalam memediasi konflik peran terhadap subjective well-being. EKUITAS (Jurnal Ekonomi dan Keuangan), 2(1), 1-21.

Sahrah, A., & Yuniasanti, R. (2018). Efektivitas pelatihan pemberian dukungan sosial pada walinapi dengan metode bermain dan permainan peran. Jurnal Psikologi, 45(2), 151-163.

Sahrah, A., & Yuniasanti, R. (2020). The antecedents of subjective well-being of Javanese paramedics: The indigenous study. Jurnal Pendidikan Bitara UPSI, 13(1), 27-35.

Samputri, Shinta K., dan Sakti, H. (2015). Dukungan sosial dan subjective well being pada tenaga kerja wanita PT. Arni family ungaran. Jurnal Empati, 4(4), 208-216.

Sugiyono, (2017): Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Wardhani, Dayne T. (2012). Burnout di Kalangan Guru Pendidikan Luar Biasa di Kota Bandung. Jurnal Psikologi Undip, 11(1), 73-82.

Zulkifli, M., Darmawan, A., dan Sutrisno, E. (2014). Motivasi Kerja, Sertifikasi, Kesejahteraan Dan Kinerja Guru. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, 3(2), 148 – 155.

Referensi

Dokumen terkait

(4) Stres kerja memediasi pengaruh konflik peran ganda secara parsial terhadap kinerja wanita berperan ganda, serta dibuktikan dengan uji F bahwa konflik peran ganda dan stres

subjective well-being pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja maka diharapkan Dinas Pendidikan dapat meningkatkan tingkat pelayanan dan

pada wanita karir yang melajang, serta faktor – faktor yang mempengaruhi gambaran.. subjective well-being pada wanita karir yang

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan subjective well-being pada siswa SMA Saverius Karangmalang Sragen,

Dari hasil wawancara dan observasi awal, gambaran subjective well-being pada wanita odapus dewasa awal di Syamsi Dhuha Foundation masih sangat beragam, yang mana

Dari hasil wawancara dan observasi awal, gambaran subjective well-being pada wanita odapus dewasa awal di Syamsi Dhuha Foundation masih sangat beragam, yang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diungkapkan pada penelitian ini, maka simpulan dari penelitian ini adalah gambaran subjective well being pada wanita

Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Psychological Well-Being Pada Dokter Perempuan Berkeluarga Yang Menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Di RSUD Dr.. Work–family