• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH CaCl2 TERHADAP WARNA DAN CITA RASA BUAH PEPAYA KUPAS MENGGUNAKAN EDIBLE COATING PADA PENYIMPANAN SUHU KAMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH CaCl2 TERHADAP WARNA DAN CITA RASA BUAH PEPAYA KUPAS MENGGUNAKAN EDIBLE COATING PADA PENYIMPANAN SUHU KAMA."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH CaCl2 TERHADAP WARNA DAN CITA RASA BUAH PEPAYA KUPAS MENGGUNAKAN EDIBLE COATING PADA

PENYIMPANAN SUHU KAMAR

Deby Erica Bp. 07 118 001

ABSTRACT

Effect of CaCl2 soaking to color and flavor of the freshly-cut papaya fruit

by using edible coating at room temperature storage has been studied in December 2011 – January 2012 in Processing and Engineering Food Laborarorium of Agriculture (TPPHP), Agricultural Engineering Program, Faculty of Agriculture Technology, University of Andalas, Padang . This study purposed to maintain quality (color, flavor and level of violence) freshly-cut papaya fruit that has been given a solution of CaCl2 using edible coating on shelf

life effectively. The research is using the method of CRD (Completely Randomized Design) in a factorial with 4 treatments and 3 replications on 12 units of observation time. The fruit was soaked in 0%, 1%, 2%, 3% of CaCl2 by

using edible coatings each other. The results exhibited soaking in CaCl2 by using

edible coating more preservable the color of freshly-cut papaya fruit at room temperature storage than 0% of CaCl2 (without soaking). Soaked 3% of CaCl2

using edible coating on room temperature storage defended the shelf life of freshly-cut papaya fruit up to 27 hours ¸ brightest color with the green 0.3123 of index value, hue 25.17, level of violence 114.82 kPa and a value of 4 at the level of consumer preferences.

Key words : CaCl2, Edible Coating, Color, Peeled Papaya Fruit, Shelf Live

PENDAHULUAN

Pepaya (Carica papaya L) adalah salah satu komoditas buah – buahan multi guna yang memiliki rasa manis, bergizi tinggi, dan mengandung serat tinggi sehingga baik untuk kesehatan dan pencernaan. Pepaya sangat digemari masyarakat, baik pada buah yang sangat muda, mengkal, maupun yang masak. Perlakuan dengan edible coating dapat mempertahankan warna dan cita rasa buah. Dari penelitian Partha (2009) terhadap buah nangka kupas diketahui bahwa perendaman buah nangka kupas dalam CaCl2 2% dengan dilapisi edible coating

(2)

(1,347 nl/kg/jam). Penggunaan kalsium klorida (CaCl2) diketahui dapat

memperpanjang umur simpan buah. Buah dengan kandungan kalsium yang tinggi akan mempunyai warna permukaan yang lebih cerah dan umur simpan yang lebih lama. Namun belum ada penelitian tentang penggunaan CaCl2 dan edible coating

untuk memperpanjang umur simpan buah pepaya kupas dan pengaruhnya terhadap warna pada buah pepaya.

Sifat yang sangat sensitif terhadap suhu rendah pada buah pepaya mengakibatkan rasanya yang menjadi hambar, aroma berkurang serta terjadinya perubahan warna. Sedangkan peranan warna dalam mutu bahan pangan adalah sangat penting, karena umumnya konsumen atau pembeli sebelum mempertimbangkan nilai gizi dan rasa, pertama – tama akan mempertimbangkan keadaan warna bahan. Bila warna bahan makanan kurang cocok dengan selera atau menyimpang dari warna normal, bahan makanan itu tidak akan dipilih oleh konsumen, walaupun rasa, nilai gizi, dan faktor – faktor lainnya normal.

Umumnya masyarakat lebih suka memakan buah – buahan segar yang masih dalam bentuk aslinya. Oleh karena itu, keberadaan buah pepaya dalam bentuk segar dan atau dalam bentuk buah kupas dengan pengolahan minimal (minimally processed fruits) sangat membantu dalam mengatasi permasalahan yang ada pada buah pepaya tersebut. Pada kenyataanya buah kupas siap saji bersifat mudah rusak, cepat lunak, tekstur lembek sehingga umur simpannya menjadi relatif pendek. Upaya memperpanjang umur simpan produk buah kupas siap saji dapat dilakukan dengan beberapa cara yang diharapkan dapat mengendalikan proses fisiologi dan menghambat aktivitas mikroorganisme sehingga mempunyai nilai keunggulan dan manfaat.

Lapisan edible coating dapat berfungsi sebagai lapisan permeabel terhadap gas, uap air, reaksi pencoklatan enzimatik dan bahkan respirasi. Maka untuk itu diperlukan lapisan yang mampu memperpanjang umur simpan pada sayuran dan buah – buahan terutama pada buah potong segar (fresh cut). Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menentukan konsentrasi CaCl2 yang terbaik pada aplikasi edible coating

(3)

2. Menetapkan umur simpan efektif pepaya kupas yang mendapat perlakuan edible coating.

3. Mempertahankan mutu (warna, cita rasa dan tingkat kekerasan) buah pepaya kupas yang telah diberi pelapisan edible coating pada umur simpan efektif.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 – Januari 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang. Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah komoditi buah pepaya dengan indeks kematangan fisiologis 80 – 85% sebanyak 110 buah, larutan edible coating (isolate protein, gelatin, gliserol 87%, asam sitrat 5%, asam stearat, asam askorbat (vitamin C)), larutan CaCl2 (Pure Analyzer) dan air. Alat – alat yang

digunakan yaitu : Camera Digital merk BENQ tipe DC - E1280, Digital Force Gauge tipe FGS-5S, timbangan digital, stereofoam ukuran 15 x 15 cm sebanyak 580 buah, plastik stretch film, pompa vakum, pisau, kertas lakmus/pH meter, selotip, panci, oven.

Penelitian disusun dalam metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam faktorial (A x B) yang terdiri dari 2 faktor dengan 3 kali ulangan, yaitu :

1. Faktor pertama adalah tingkat konsentrasi larutan CaCl2 (A) dan pelapisan

edible coating yang terdiri dari 4 konsentrasi berbeda, yaitu: a0 = Perendaman dengan CaCl2 0% + pelapisan edible coating

a1 = Perendaman dengan CaCl2 1% + pelapisan edible coating

a2 = Perendaman dengan CaCl2 2% + pelapisan edible coating

a3 = Perendaman dengan CaCl2 3% + pelapisan edible coating

2. Faktor kedua adalah waktu (B) yang terdiri dari 12 waktu pengamatan, yaitu: b0 = Waktu Pengamatan Jam Ke-0

b1 = Waktu Pengamatan Jam Ke-3

b2 = Waktu Pengamatan Jam Ke-6

b3 = Waktu Pengamatan Jam Ke-9

b4 = Waktu Pengamatan Jam Ke-12

(4)

b6 = Waktu Pengamatan Jam Ke-18

b7 = Waktu Pengamatan Jam Ke-21

b8 = Waktu Pengamatan Jam Ke-24

b9 = Waktu Pengamatan Jam Ke-27

b10 = Waktu Pengamatan Jam Ke-30

b11 = Waktu Pengamatan Jam Ke-33

Pembuatan Larutan Edible coating

Menurut Iswari (2005) larutan edible coating dapat dilakukan dengan cara melarutkan isolate protein (0.5 % b/v) dengan aquades lalu aduk selama 5 menit. Kemudian tambahkan gelatin (1.5 % b/v), aduk kembali selama 5 menit. Tambahkan gliserol 87 % (2 % b/v), lalu aduk selama 1 menit. Atur pH = 6 dengan menggunakan NaHCo3 5 % atau asam sitrat 5 % lalu tambahkan asam

stearat (0.25 % b/v). Panaskan larutan pada suhu 69.7 0C (15 menit), kemudian dinginkan hingga mencapai suhu ruang. Hilangkan gas dengan menggunakan pompa vakum dengan tekanan 600 – 650 mm Hg (30 menit).

Pelapisan Buah Pepaya Kupas dengan Larutan Edible Coating

Buah pepaya dikupas dan dipisahkan dari dami (ampas)nya lalu potong dengan ukuran panjang 10 cm, lebar 2 cm dan tinggi 2 cm. kemudian dibersihkan dari kotoran, lalu ditimbang.

Celupkan buah pepaya kupas dalam larutan anti oksidan (150 ppm asam stearat + 150 ppm asam askorbat dengan perbandingan 1 : 1 selama 30 detik kemudian tiriskan selama 5 detik) kemudian celupkan pada larutan edible coating selama 15 detik (tiriskan 5 detik) kemudian celupkan pada larutan CaCl2 selama

15 detik (tiriskan 5 detik) dan celupkan lagi pada larutan edible coating selama 15 detik dengan penirisan selama 5 detik, diikuti dengan pencelupan ulang pada larutan CaCl2 selama 15 detik dengan penirisan selama 5 detik. Setelah itu buah

pepaya yang telah dicelupkan ke dalam larutan dikering anginkan selama 5 menit (Iswari, 2005).

(5)

Pengamatan dilakukan pada buah pepaya yang telah diberi perlakuan dengan parameter yang diamati adalah flavor menggunakan quisioner pada 15 orang panelis guna mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap cita rasa buah papaya, warna menggunakan kamera digital yang dilanjutkan dengan pengolahan citra digital guna mendapatkan nilai indeks warna H, S dan I dan tingkat kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah papaya terhadap jarum penusuk dari digital force gauge yang dilakukan pada tiga titik yang berbeda yaitu bagian ujung, tengah dan pangkal. Masing – masing pengamatan dilakukan setiap 3 jam. Kemudian data dianalisa menggunakan sidik ragam dengan uji F pada taraf nyata 1%. Kemudian, dilanjutkan dengan uji Duncan’s

[image:5.595.116.511.334.507.2]

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Flavor

Gambar 1. Perubahan Tingkat Kesukaan Masing – Masing Perlakuan

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada jam penyimpanan ke-18 rata – rata para panelis memberikan nilai 4 pada perlakuan CaCl2 0 % dan

nilai 4.6 pada perlakuan CaCl2 1 %. Kemudian pada jam penyimpanan ke-24 para

panelis memberikan nilai 4.4 pada perlakuan CaCl2 2 % serta nilai 4 pada

perlakuan CaCl2 3 % pada saat jam penyimpanan ke-27. Terjadinya penurunan

(6)

Hal tersebut dapat terjadi disebabkan karena pelukaan akibat pengupasan dan pemotongan serta perlakuan terhadap buah pepaya kupas yang disimpan pada suhu kamar. Hal ini juga didukung oleh pendapat Muzarnis (1982) yang mengatakan bahwa mikroorganisme mempunyai suhu optimal, artinya mikroorganisme hidup senang dan dapat tumbuh subur pada suhu optimal ini, yaitu 16 – 38o C. Penyimpanan suhu kamar dapat mempengaruhi pertumbuhan sel – sel pada mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurwantoro (1997) yang mengatakan bahwa suhu dapat mempengaruhi lamanya fase lag, kecepatan pertumbuhan, konsentrasi sel, kebutuhan nutrisi, kegiatan enzimatis dan komposisi sel.

Penyimpanan pada suhu kamar dan adanya pelukaan pada buah pepaya kupas tersebut mendorong aktifitas sel. Sehingga menunjang terjadinya peningkatan produksi etilen, penguapan air dipermukaan kulit, susut bobot dan laju respirasi sehingga mempercepat terjadinya perubahan pada warna, kerusakan pada tekstur dan flavor, serta tumbuhnya mikroorganisme pada permukaan buah pepaya khususnya jamur. Selain itu pelukaan juga dapat mengakibatkan kerusakan dinding sel (yang berfungsi menghalangi masuknya reaksi enzimatik yang tidak diinginkan ke dalam sel), kebocoran ion – ion dan komponen sel lainnya, serta hilangnya kadar air (Baldwin et al, 1995 cit. Sonti, 2003).

[image:6.595.113.511.520.703.2]

Degradasi Warna 1. Merah

(7)

Nilai rataan indeks warna merah yang paling tinggi terdapat pada perlakuan CaCl2 0% dan yang terendah sekaligus yang terbaik dialami oleh buah

papaya kupas pada perlakuan CaCl2 3%. Semakin menurunnya tingkat rataan

indeks warna merah seiring dengan meningkatnya konsentrasi CaCl2 tersebut

disebabkan karena terhambatnya proses sintesis karotenoid yang dapat menimbulkan warna merah pada buah.

Hal tersebut disebabkan karena pada larutan, CaCl2 tersebut akan terurai

menjadi Ca2+ dan 2Cl. Penyerapan Ca2+ kedalam jaringan buah terjadi karena perpindahan Ca2+ dari larutan perendaman yang konsentrasi kalsiumnya lebih tinggi kedalam jaringan buah yang konsentrasi kalsiumnya lebih rendah. Penyerapan kalsium ini akan berlangsung sehingga mencapai kesetimbangan antara jumlah ion Ca2+ dalam jaringan buah dan didalam larutan perendam. Ion Ca2+ tersebut akan berikatan dengan senyawa pektin membentuk kalsium pektat yang tidak larut dalam air. Semakin meningkatnya konsentrasi CaCl2 pada

perlakuan 0 %, 1 %, 2 %, dan 3 %, maka semakin meningkat pula jumlah kalsium yang bervalensi dua bereaksi secara menyilang dengan gugus karbosil dari pektin. Bila ikatan - ikatan tersebut bertambah maka akan menghasilkan jaringan – jaringan molekul kalsium pektat yang tidak larut dalam air. Makin besar jaringan molekul ini, akan semakin rendah daya larut pektin dan semakin kuat ikatan jaringan buah terhadap gangguan mekanis, sehingga pemecahan protopektin selama pengolahan menjadi lebih kecil (Lowe, 1963 cit. Tunas, 1983).

Selain berperan penting dalam menentukan kualitas buah, perubahan warna selama proses pematangan juga berkaitan dengan pembusukan dan proses sintesis. Indeks kematangan fisiologis pada buah pepaya tersebut mempengaruhi intensitas kelukaan pada saat dilakukan proses pengupasan dan pemotongan, sehingga pada penyimpanan suhu tinggi (suhu kamar) luka tersebut akan mengakibatkan meningkatnya produksi etilen, penguapan air dipermukaan kulit, susut bobot dan laju respirasi.

Hal tersebut didukung oleh pendapat Brecht cit. Sonti (2003) mengatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi intensitas luka adalah jenis, variasi, index kematangan, suhu, konsentrasi O2 dan CO2, dan tekanan uap air. Selain itu

(8)

mempengaruhi nilai indeks warna merah pada saat pengambilan gambar buah pepaya kupas dengan menggunakan pencitraan setiap jam pengamatannya.

Berdasarkan anilisis varians (ANAVA) terdapat interaksi antara waktu pengamatan dan konsentrasi larutan CaCl2 menandakan bahwa lamanya waktu

pengamatan mempengaruhi fungsi Kalsium yang terkandung dalam larutan CaCl2

yang dapat menunda kematangan. Selain itu juga terlihat bahwa waktu pengamatan dan konsentrasi larutan CaCl2 masing - masing sangat berbeda nyata

terhadap indeks warna merah.

Sangat berbeda nyata yang terjadi pada konsentrasi larutan CaCl2

disebabkan karena adanya perbedaan jumlah penyerapan ion Ca2+ ke dalam jaringan buah sehingga kemampuan kalsium pektat untuk memperkokoh dinding sel akan berbeda pula. Kokohnya dinding sel ini diharapkan dapat menekan terjadinya degradasi pada klorofil, laju respirasi dan pelepasan etilen sehingga mampu menekan laju kematangan pada buah yang diindikasikan dengan proses sintesis pada pigmen karotenoid (zat warna merah pada buah).

Hal tersebut didukung oleh pendapat Sosrodihardjo cit. Sari (2004) yang mengatakan bahwa Ca yang masuk ke dalam buah akan mengikat enzim lipoksigenase yaitu enzim yang bekerja untuk menghasilkan oksigen aktif yang diperlukan dalam sintesis etilen. Mengingat fungsi etilen sebagai hormon pematangan buah, maka hambatan terhadap produksi etilen akan berakibat pada hambatan pematangan buahnya.

Sedangkan Perbedaan yang sangat nyata terjadi pada setiap waktu pengamatan disebabkan karena suhu penyimpanan mempengaruhi intensitas pelukaan pada buah pepaya kupas. Hal ini didukung oleh pendapat Brecht cit. Sonti (2003) mengatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi intensitas luka adalah jenis, variasi, index kematangan, suhu, konsentrasi O2 dan CO2, dan

tekanan uap air.

(9)

sehingga kemampuan membran sel untuk menembuskan sesuatu zat akan hilang. Vakuola tidak lagi dikelilingi oleh membran protoplasma yang hidup, akibatnya cairan sel akan keluar dan masuk ke ruang sel khusus dan jaringan pembuluh (vakular sistem) sehingga tekstur akan berubah menjadi lunak.

[image:9.595.114.513.192.349.2]

2. Hijau

Gambar 3. Grafik Indeks Warna Hijau

Nilai rataan indeks warna hijau yang paling tinggi dan yang terbaik terdapat pada perlakuan CaCl2 3% dan yang terendah dialami oleh buah papaya

kupas pada perlakuan CaCl2 0%. Semakin meningkatnya indeks warna hijau

seiring dengan meningkatnya konsentrasi CaCl2 disebabkan kalsium yang

terbentuk pada pektat akan menambah protopektin sehingga memperkuat fungsi senyawa pektin sebagai bahan perekat ikatan – ikatan antar sel yang menyebabkan dinding sel menjadi lebih kuat. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Guzman cit. Partha (2009) yang mengatakan bahwa ion Ca dari garam CaCl2 dapat

berikatan dengan pektin membentuk Ca-pektat pada dinding sel dan lamela tengah, sehingga dinding sel menjadi stabil. Stabilnya dinding sel tidak hanya dapat mengendalikan proses fisiologis seperti laju respirasi, produksi etilen dan menghambat aktifitas mikroorganisme, tapi juga dapat mengendalikan proses degradasi pada khlorophyl.

Berdasarkan anilisis varians (ANAVA) terdapat interaksi antara waktu pengamatan dan konsentrasi larutan CaCl2 menandakan bahwa lamanya waktu

pengamatan mempengaruhi fungsi Kalsium yang terkandung dalam larutan CaCl2

yang dapat menunda kematangan. Selain itu juga terlihat bahwa waktu pengamatan dan konsentrasi larutan CaCl2 masing - masing sangat berbeda nyata

(10)

Hal tersebut diatas dapat terjadi disebabkan karena adanya perbedaan jumlah penyerapan ion Ca2+ ke dalam jaringan buah sehingga kemampuan kalsium pektat untuk memperkokoh dinding sel akan berbeda pula. Kokohnya dinding sel ini diharapkan dapat menekan terjadinya degradasi pada klorofil, laju respirasi dan pelepasan etilen sehingga mampu menekan laju kematangan pada buah yang diindikasikan dengan proses degradasi pada pigmen Khlorophyl. Hal tersebut didukung oleh pendapat Sosrodihardjo cit. Sari (2004) yang mengatakan bahwa Ca yang masuk ke dalam buah akan mengikat enzim lipoksigenase yaitu enzim yang bekerja untuk menghasilkan oksigen aktif yang diperlukan dalam sintesis etilen. Mengingat fungsi etilen sebagai hormon pematangan buah, maka hambatan terhadap produksi etilen akan berakibat pada hambatan pematangan buahnya. Terjadinya pengurangan khlorophyl pada buah yang matang (perubahan warna kulit dari hijau menjadi merah) adalah akibat dari peningkatan karotenoid (Siqueira, 2011).

Selain sintesis karotenoid, indeks warna hijau juga dipengaruhi oleh indeks warna biru yang didapat saat pengambilan gambar menggunakan teknik pencitraan pada gambar buah pepaya kupas yang diambil saat penelitian berlangsung. Karena pada pencitraan, indeks warna yang tertangkap oleh camera digital adalah indeks warna R (red) untuk warna merah, G (green) untuk warna hijau, dan B (blue) untuk warna biru atau yang kerap disingkat RGB. Indeks warna – warna tersebut yang apabila dijumlahkan akan bernilai 1 (satu).

[image:10.595.115.515.549.708.2]

3. Hue (Corak)

(11)

Nilai rataan indeks corak yang paling tinggi dan yang terbaik terdapat pada perlakuan CaCl2 3% dan yang terendah dialami oleh buah papaya kupas pada

perlakuan CaCl2 0%. Hal ini menandakan bahwa pada CaCl2 3% terjadi

penundaan kematangan sehingga kecerahan warna dapat dipertahankan.

Pada konsentrasi larutan CaCl2 3%, jumlah Ca2+ yang terserap telah

mencapai kesetimbangan dengan jumlah ion Ca2+ pada larutan dan menghambat proses pendegradasian khlorophyl. Hal ini mengindikasikan bahwa proses laju kematangan pada buah pepaya kupas juga terhambat. Siqueira (2011) mengatakan bahwa pada buah yang matang (perubahan warna kulit dari hijau menjadi merah) terjadinya pengurangan khlorophyl adalah akibat dari peningkatan karotenoid.

Adanya penghambatan pada proses degradasi khlorophyl Tidak hanya menandakan bahwa buah mengalami penundaan tingkat ketuaan tetapi juga dapat mempertahankan tingkat kecerahan pada warna, sehingga akan menyebabkan nilai corak menjadi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi CaCl2. Hal ini

didukung oleh pendapat Ahmad (2005) yang mengatakan bahwa semakin jenuh warna semakin tinggi nilai coraknya.

Berdasarkan anilisis varians (ANAVA) terdapat interaksi antara waktu pengamatan dan konsentrasi larutan CaCl2 yang menandakan bahwa lamanya

waktu pengamatan mempengaruhi fungsi Kalsium yang terkandung dalam larutan CaCl2 yang dapat menunda kematangan. Selain itu juga terlihat bahwa antar

perlakuan waktu pengamatan berbeda nyata terhadap rataan nilai corak.

Perlakuan waktu pengamatan yang berbeda nyata terhadap rataan nilai corak disebabkan karena selain indeks kelukaan, faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan kekerasan adalah laju respirasi, pelepasan etilen, dan pertumbuhan mikroorganisme. Selama penelitian berlangsung, semua perlakuan disimpan pada suhu yang sama, yaitu suhu kamar (25 ± 2 0C). Suhu yang tinggi dapat memicu pertumbuhan mikroorganisme dan bakteri sehingga mempercepat terjadinya proses pembusukan pada buah, terutama yang telah mengalami proses pengupasan dan pemotongan.

(12)

Penyimpanan suhu kamar dapat mempengaruhi pertumbuhan sel – sel pada mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurwantoro (1997) yang mengatakan bahwa suhu dapat mempengaruhi lamanya fase lag, kecepatan pertumbuhan, konsentrasi sel, kebutuhan nutrisi, kegiatan enzimatis dan komposisi sel.

[image:12.595.116.513.214.372.2]

4. Saturasi

Gambar 5. Grafik Indeks Nilai Saturasi

Nilai rataan perubahan indeks saturasi yang paling tinggi terdapat pada perlakuan CaCl2 1 % dan yang terendah sekaligus yang terbaik dialami oleh buah

papaya kupas pada perlakuan CaCl2 3%. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan

kesetimbangan ion Ca2+ pada masing – masing larutan tersebut.

Pada konsentrasi larutan CaCl2 1 % jumlah ion Ca2+ yang terserap ke

dalam jaringan buah sangat sedikit sehingga antara jumlah ion Ca2+ dalam jaringan buah dan didalam larutan perendam belum terjadi kesetimbangan. Sedikitnya jumlah ion Ca2+ yang terserap ke dalam jaringan buah tersebut menyebabkan berkurangnya ion Ca2+ yang bereaksi dengan senyawa pektin dan akan membentuk kalsium pektat dalam jumlah yang sedikit pula. Rendahnya kadar kalsium pada pektat yang terdapat di dalam dinding sel dan lamela tengah menyebabkan dinding sel tersebut kurang kokoh. Sehingga laju kematangan yang diindikasikan dengan proses sintesis pada pigmen karotenoid (zat warna merah pada buah) tidak mengalami hambatan.

(13)

penambahan konsentrasi tidak akan menaikkan jumlah Ca2+ kedalam jaringan buah.

Berdasarkan anilisis varians (ANAVA) terdapat interaksi antara waktu pengamatan dan konsentrasi larutan CaCl2 yang menandakan bahwa lamanya

waktu pengamatan mempengaruhi fungsi Kalsium yang terkandung dalam larutan CaCl2 yang dapat menunda kematangan. Selain itu juga terlihat bahwa waktu

pengamatan dan konsentrasi larutan CaCl2 masing - masing sangat berbeda nyata

terhadap rataan perubahan indeks saturasi.

Dari Uji Duncan antar taraf perlakuan pada konsentrasi CaCl2

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada perlakuan CaCl2

3 % dengan perlakuan 1 % dan perlakuan 0 %. Selain itu juga tidak terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan CaCl2 3 % dengan CaCl2 2 %. Hal ini juga

terjadi pada perlakuan CaCl2 1 % bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata

dengan perlakuan CaCl2 0 %.

Tidak berbeda nyatanya pengaruh perlakuan antara 0 % dan 1 % disebabkan karena jumlah ion Ca2+ yang terserap ke dalam jaringan buah sangat sedikit sehingga antara jumlah ion Ca2+ dalam jaringan buah dan didalam larutan perendam belum terjadi kesetimbangan. Sedikitnya jumlah ion Ca2+ yang terserap ke dalam jaringan buah tersebut menyebabkan berkurangnya ion Ca2+ yang bereaksi dengan senyawa pektin dan akan membentuk kalsium pektat dalam jumlah yang sedikit pula. Rendahnya kadar kalsium pada pektat yang terdapat di dalam dinding sel dan lamela tengah menyebabkan dinding sel tersebut kurang kokoh. Sehingga laju kematangan yang diindikasikan dengan proses sintesis pada pigmen karotenoid (zat warna merah pada buah) tidak mengalami hambatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sari(2004) yang mengatakan bahwa jika jumlah Ca2+ yang terserap dalam jaringan mencapai maksimum, maka penambahan konsentrasi tidak akan menaikkan jumlah Ca2+ kedalam jaringan buah.

Meningkatnya konsentrasi CaCl2 tidak hanya menyebabkan penghambatan

(14)

saturasi adalah jarak representatif titik objek ke warna putih. Jadi semakin jenuh warna (semakin dekat ke titik putih) maka saturasinya semakin tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Perendaman CaCl2 3% merupakan kombinasi terbaik pada aplikasi edible

coating terhadap mutu buah papaya kupas pada penyimpanan suhu kamar. 2. Perendaman CaCl2 3% buah papaya kupas dengan menggunakan pelapisan

edible coating pada penyimpanan suhu kamar memiliki umur simpan efektif selama 27 jam.

3. Perendaman CaCl2 3% buah papaya kupas dengan menggunakan pelapisan

edible coating pada penyimpanan suhu kamar memiliki warna tercerah dengan indeks nilai hijau 0.3123, corak 25.17, tingkat kekerasan 114.82 dan nilai 4 pada

tingkat kesukaan konsumen.

Saran

Untuk lebih meningkatkan mutu dan memperpanjang umur simpan buah papaya kupas dengan pelapisan edible coating dan perendaman CaCl2 maka perlu

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, U. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Agung, I.G.N. 1996. Pigmen pada Pengolahan Buah dan Sayur. Kajian Pustaka. BagianTeknologi Hasil Pertanian Universitas Udayana. Majalah Ilmiah Teknologi Pertanian Vol. 2, No. 1, 1996 – 57. http:// www. jurnal. pdiilipi. go. id/ admin/jurnal/21965759.pdf. 11/10/2011.

Ardiana, D. W. 2010. Teknik Kultur Jaringan Tunas Pepaya dengan Menggunakan Beberapa Konsentrasi Iba. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pasarminggu, Jakarta. Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 2, 2010 : 52-55.

Azarakhsh, N., Osman, A., H.M., Tan, C.P. and Mohd Adzahan, N. 2012. Optimization of Alginate and Gellan-based Edible Coating Formulations for Fresh-Cut Pineapples. Faculty of Food Science and Technology, University Putra Malaysia 43400 Serdang, Selangor, Malaysia. International Food Research Journal 19(1): 279-285 (2012). http:// www. ifrj. upm.edu.my/ 19%20(01)%202011/ (37) IFRJ – 2011 - 139% 20

Azizah. pdf. 24/04/2012

Baldwin, E.A, Nisperos-Carriedo, M.O., and Baker, R.A.1995. Use of edible coatingsto preserve quality of lightly (and slightly) processed products. Critical Reviews inFood Science and Nutrition. 35(6): 509-52.

Brecht, J.K. 1995. Physiology of lightly processed fruits and vegetables. Horticultural Science. 30(1): 18-22.

Cunha M.G.C, Miguel. A.C, Bortolomeu W.S.S, Marthyna P.S, Jose A.T, Antonio A.V. 2009. Physical Properties Of Edible Coatings And Film Made With A Polysaccharide From AnacardiumOccidentale L. Jurnal of Food Engineering 95 (2009) 379 – 385. http:// repositorium. sdum. uminho.pt/bitstream/1822/9579/1/Carneiro-da-CunhaJFE.pdf. 23/04/2012

(16)

Guilbert, S., Gontard, N., and Gorris, L.G.M. 1996. Prolongation of the shelf-life of perishable food products using biodegradable films and coatings. Lebensmittel-Wissenschaft und-Technologie. 29(1):10-17.

Hassani, F., F. Garousi., M. Javanmard. 2012. Edible coating based on whey protein concentrate-rice bran oil to maintain the physical and chemical properties of the kiwi fruit (actinidia deliciosa). Trakia Jaournal of Science, Vol. 10, No 1, pp 26-34, 2012. Tehran-Iran. http://tru.uni-sz.bg/tsj/Vol.10,%20N%201,%202012/F.Hassani.pdf. 24/04/2012

Iswari, K. 2005. Pembuatan Larutan Edible Coating dan Pengaplikasiannya Terhadap Buah Fresh-Cut. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sukarami. Sumatera barat.

Krochta, J.M. 2001.FAQ about edible films and coatings. http:// www.dairybiz.com/ feature.htm. 04/04/2012

Muchtadi, Deddy. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah – Buahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat, Indonesia.

Muktiani. 2011. Bertanam Varietas Unggul Pepaya California. Seri Perkebunan Modern. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Muzarnis, E. 1982. PengolahanDaging. CV. Yasaguna, Jakarta. 04/04/2012

Nurwatoro dan Abbas Siregar. 1997. Mikrobiologi Pangan Hewan dan Nabati. Kanisius Yogyakarta.

Partha, I.B.B, Suparmo, M.A.J. Wasono, M. Ulfah. 2009.Pengaruh CaCl2 dan

Edible film terhadap Penghambatan Chilling Injury pada Buah Nangka Kupas. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta, Indonesia. J.Teknol dan Industri Pangan, Vol XX No.1. Purwoko, S.B and K.Suryana. 2000. Efek Suhu Simpan dan Pelapis terhadap

Perubahan Kualitas Buah Pisang Cavendish. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bul. Agron. 28 (3) 77 – 84 (2000). http://www.e-jurnal.perpustakaan.ipb.ac.id/files/BAG002803bsp.pdf. 11/10/2011.

(17)

Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Andalas. Padang. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas Vol 12, No. 2 September : 35 - 40.

Sari, F. E., S. Trisnowati., dan S. Mitrowiharjo. 2004. Pengaruh Kadar CaCl2dan

Lama Perendaman Terhadap Umur Simpan dan Pematangan Buah Mangga Arumanis. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 1, 2004 : 42 – 50. http://agrisci.ugm.ac.id/ vol11_1/ no6_mangga. pdf. 25/01/2012.

SiqueiraA. M. de A ,J. M. C. da Costa, M. R. A. Afonso, E. Clemente. 2011. Pigments of Guava Paluma Cultivar Stored Under Environmental Conditions. Food Technology Department.Federal University of Ceara. Fortaleza. Brazil. African Journal of Food Science Vol. 5(6), pp. 320-323, June 2011. Http://www.academicjournals.org/ajfs. 27/02/2012.

Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan BAPPENAS. 2000. Pepaya (Carica papaya L.). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta.

Sonti, Sirisha. 2003. Consumer Perception and Application of Edible coating on Fresh-Cut Fruits and Vegetables. Thesis. Faculty of Lousiana State University and Agricultural and Mechanical Collage In The Departement of Food Science. Shreveport, U.S.A.

Syam, syahrial. 2010. Manfaat Buah – Buahan di Sekitar Kita. Badan Ketahanan Pangan. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat : Padang, Indonesia.

Tunas, E. 1983. Pengaruh Perendaman dalam Larutan CaCl2 dan Konsentrasi

Gula pada Pembuatan Pikel Manis Jambu Biji (Psidium guajava L.). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Gambar

Gambar 1. Perubahan Tingkat Kesukaan Masing – Masing Perlakuan
Gambar 2. Grafik Indeks Warna Merah
Gambar 3. Grafik Indeks Warna Hijau  Nilai rataan indeks warna hijau yang paling tinggi dan yang terbaik
Gambar 4. Grafik Indeks Nilai Hue (Corak)
+2

Referensi

Dokumen terkait