STRATEGI PEMBERDAYAAN PERAN SERTA ORANG TUA
DAN MASYARAKAT DALAM PROGRAM SEKOLAH
(Kajian tentang Pengelolaan Sekolah Sehari Penuh (Fullday School)
di Madrasah Ibtidaiyah Asih Putera Cimahi Tahun 2002)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
O I e h :
DEDEN NEPIANA K.
NIM :009705
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembirafbing I
(Prof. Dr. H. Tb. Abin-Syamsuddin Makmun, MA)
NIP : 130188292
Pembimbing II
(Prof. Dr. H. Djam'an Satori, MA)
Mengetahui:
Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan
(Prof. Dr. H. T msuddin Makmun, MA)
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
ABSTRAK
STRATEGI PEMBERDAYAAN PERAN SERTA ORANG TUA DAN
MASYARAKAT DALAM PROGRAM SEKOLAH
(Kajian tentang Pengelolaan Sekolah Sehari Penuh (Fullday School) di Madrasah
Asih Putera Cimahi Tahun 2002).
Tesis ini mengkaji masalah strategi pemberdayaan peran serta orang tua dan
masyarakat dalam program sekolah di MI Asih Putera
(MI AP) Cimahi Tahun 2002. Secara
lebih rinci fokus permasalahannya berkenaan dengan (1) profil dan filosofi pendidikan MI AP,
(2) pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, (3) strategi pemberdayaan dan (4) dampak
upaya pemberdayaan terhadap efektivitas pengelolaan sekolah.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif atau naturalistik. Dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan studi dokumentasi,
data dikumpulkan dari subjek penelitian yang dianggap dapat membenkan informasi yang
mcmadai.yaitu pengurus yayasan, personil sekolah, siswa, orang tua dan masyarakat (warga
sekitar, instansi pemerintah/swasta, tokoh masyarakat, dunia usaha dan lembaga pendidikan
lain, dll). Penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap orientasi, eksplorasi dan member
check.
Data yang diperoleh di lapangan dianalisis melalui prosedur reduksi data,
display
data,
dan pengambilan kesimpulan dan verifikasi data.
Dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan.
Pertama,
MI AP
mengembangkan pendidikan terpadu..
Kedua,
hubungan sekolah dan masyarakat dikelola
secara bersama-sama oleh yayasan, kepala sekolah, wakil kepala urusan hubungan masyarakat, dan wali kelas dengan menjalin hubungan yang bersifat kemitraan (partnership) yang
diarahkan pada terciptanya kerjasama yang harmonis untuk mewujudkan sekolah yang efektif.
Ketiga,
untuk memberdayakan peranserta orang tua dan masyarakat, MI AP menempuh strategi
internal dan ekstemal. Strategi internal meliputi (1) pembinaan personil, (2) peningkatan
kualitas manajemen, dan (3) inovasi program berkelanjutan. Sedangkan Strategi ekstemal
meliputi (1) membangun komitmen awal orang tua, (2) menjalin silaturahmi, (3) melibatkan
orang tua dalam kegiatan perencanaan dan pengambilan keputusan, (4) mengundang orang tua
menjadi guru tamu, (5) mengundang nara sumber untuk kegiatan seminar, pelatihan, talkshow
dan sebagainya, (6) melibatkan orang tua dan masyarakat dalam kegiatan sekolah, (7)
memberikan peran kepada orang tua untuk mengurus lembaga yang menunjang program
sekolah, (8) menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah/swasta dan dunia usaha, (9)
memberikan penghargaan kepada pihak yang telah berperan serta menyukseskan program sekolah. Keempat, dampak dari upaya pemberdayaan tersebut adalah meningkatknya
keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam program sekolah sehingga meningkatkan
efektivitas pengelolaannya yang kemudian meningkatkan prestasi sekolah.Implikasi dari temuan penelitian ini adalah bahwa partisipasi orang tua dan masyarakat
dalam program sekolah bcrdampak positif terhadap efektivitas pengelolaan sekolah. Oleh
karena itu, penulis merekomendasikan bahwa (1) upaya pemberdayaan seharusnya dikelola
dengan lebih baik dan lebih sunguh-sungguh, (2) sekolah hendaknya menjaga kredibilitasnya
dan menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan orang tua dan masyarakat, (3) menjadikan
kepuasan pelanggan (khususnya pelanggan ekstemal) sebagai tolok ukur keberhasilaraiya, dan
(4) strategi pemberdayaan yang telah ditempuh oleh MI AP hendaknya dijadikan salah satu
ABSTRACT
EMPOWERMENT STRATEGY TO PARENTS AND SOCIETY PARTICIPATION
IN THE SCHOOL DEVELOPMENT PROGRAMS
(A Study of Full-Day School Management at Madrasah Ibtidaiyah
Asih Putera Cimahi inthe year 2002).
This thesis studies the management of a full day school and focuses onthe strategies to
empowering participation ofparents and society- in the school development programs at MI
Asih Putera(MI AP). The focus is correlated to (1) the profile and the educational philosophy of MI AP, (2) the public relation management, (3) the strategy to empowerment, and (4) the
impacts of the strategy on the effectiveness of the school.
The research is implemented through analytical descriptive method with qualitative or
naturalistic approach. Data are collected from the subjects of the research through interviews,
observations, and documentary studies. The steps of the research followed are orientation,
exploration, and member check. The procedures of analyzing the data are data reduction, data
display, and conclusion drawing and data verification.
The writer draws several conclusions. Firstly, MIAPdevelops integrative education.
According to MI AP, integrative education means developing moral, emotional, intellectual intelligence and professional competence harmoniously, (2) combining several subjects, (3) making Islam as the spirit of all the educational process, (4) that the process of education is
implemented at school, in the family, and in the society simultaneously.
Secondly,
the
school-public relation is managed by the principal, and the vice principal ofthe school-public relation affairs
and the supervisors of the class and the organizing foundation collaboratively by linking
partnership model relationships with parents and societies which is directed to the creation of
harmonious collaboration to actualize the effective school. Thirdly, to empower theparticipation ofparents and the society, MI AP takes internal and external strategy. The internal
strategy covers (1) developing personnel, (2) improving the quality of management, (3)
innovating programs continually. While the external strategy includes (1) building 'initial
commitment" of parents of candidate students, (2) linking good relationships (silaturahmi), (3) involving parents in planning and decision making, (4) inviting parents to be guest teachers, (5) inviting expert to seminaries, training, talk shows, etc. (6) involving parents and
society in the school activities, (7) giving roles to parents to manage organizations supporting
the school programs (8) collaborating with public/private offices and businesses (9) giving
rewards to the persons who participate in the school programs. Fourthly, the efforts of empowerment succeed: in increasing the involvement of parents and society in the school programs. With various kinds ofsupport including material and non-material from the parents and the society, the school manages to implement all the programs effectively. This
effectiveness brings positive impacts on the performance of the school.
The implication ofthe findings is that participation of parents and society in the school
programs has a positive impact on the effectiveness ofthe school management. Then the writer
proposes several recommendations: (1) the efforts of empowerment should be managed better
and more seriously with more accurate strategies, (2) MI AP should maintain its credibility
by managing the participation better and by maintaining harmonious relationships with
parents and society, (3) schools as service units are supposed to make customer satisfaction as
the standard of their success (4) the strategy of empowerment applied by MI AP is supposed
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i.
KATA PENGANTAR v
UCAPAN TERIMAKASIH ix
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR BAGAN xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Masalah Penelitian 17
C. Tujuan Penelitian 23
D. Manfaat Penelitian 24
E. Premis Penelitian 25
F. Paradigma/Kerangka Penelitian 27
BAB II KONSEP PEMBERDAYAAN PERAN SERTA ORANG TUA DAN
MASYARAKAT DALAM PROGRAM SEKOLAH 30
A. Administrasi Pendidikan Sekolah Dasar 30
1. Konsep Administrasi Pendidikan 30 2. Komponen-Komponen Administrasi Pendidikan SD 31 3. Proses/Fungsi Administrasi Pendidikan Sekolah Dasar 33
B. Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan Pendidikan 34
C. Otonomi Pengelolaan sekolah 36
D. Pengelolaan Hubungan Sekolah dengan Orang Tua dan Masyarakat 41
1. Pengertian 42
2. Pentingnya Hubungan Antara Sekolah dan Masyarakat 45 3. Maksud dan Tujuan Hubungan Sekolah dan Masyarakat 47
4. Peran Kepala Sekolah dalam Hubungan Sekolah dan Masyarakat... .47 5. Peranan Informasi dan Komunikasi dalam Hubungan Sekolah dan
Masyarakat 49
6. Teknik Membangun Hubungan Sekolah dengan Orang Tua dan
Masyarakat 49
7. Model Hubungan antara Sekolah dan Masyarakat sebagai
Konstituennya 51
E. Strategi Pemberdayaan Peran Serta Orang Tua dan Masyarakat dalam
Program Sekolah 53
1. Konsep Strategi 53
2. Konsep Pemberdayaan 64
3. Program Sekolah 70
4. Strategi Pemberdayaan Peran Serta Orang Tua dan
Masyarakat dalam Program sekolah 75
F. Kajian Penelitian yang Relevan 76
BAB III PROSEDUR PENELITIAN 89
A. Metode Penelitian 89
B. Subjek Penelitian 91
C. Data yang Diperlukan 92
D. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data 94
E. Langkah-Langkah Penelitian 95
F. Prosedur Analisis Data 97
G. Validasi Temuan Penelitian 99
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 103
A. Profil dan Filosofi Pendidikan MI Asih Putera Cimahi 103
1. Profil MI Asih Putera 101
2. Filosofi Pendidikan MI Asih Putera Ill
B. Pengelolaan Hubungan Sekolah dan Masyarakat 123
1. Pengeloaan 123
2. Pihak-Pihak yang Terlibat 125
3. Media dan Sarana Komunikasi 127
4. Model Hubungan yang Dikembangkan 128
C. Strategi Pemberdayaan Peran Serta Orang Tua Dan Masyarakat dalam
Program Sekolah 130
1. Latar Belakang dan Tujuan 130
2. Program MI Asih Putera 131
3. Hambatan dalam Pelaksanaan Program 141
4. Faktor-Faktor yang Mendukung Upaya Pemberdayaan 145
5. Strategi Pemberdayaan 151
6. Tanggapan Orang Tua Dan Masyarakat Terhadap Upaya
Pemberdayaan 158
D. Dampak Upaya Pemberdayaan 161
1. Tingkat Dan Bentuk Peran Serta Orang Tua Dan Masyarakat 161
2. Program Sekolah yang Dapat Dilaksanakan 167
3. Prestasi MI Asih Putera 169
E. Pembahasan 176
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 185
A. Kesimpulan 185
B. Implikasi 189
C. Rekomendasi 190
DAFTAR PUSTAKA 193
LAMPIRAN-LAMPIRAN 196
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 233
BAB I
PENDAHULIAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah besar dalam pembangunan pendidikan kita adalah
masih rendahnya mutu pendidikan itu sendiri. Berbagai upaya telah kita
laksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan mulai dari peningkatan
anggaran pendidikan, peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kependidikan dan
kesejahteraannya, peningkatan fasilitas, sampai peningkatan dalam manajemen
penyelengaraannya. Namun demikian, upaya-upaya tersebut belum membuahkan
hasil yang memuaskan. Mutu pendidikan kita masih jauh dari apa yang kita
harapkan.
Kita menyadari betul akan perlunya meningkatkan mutu pendidikan. Oleh
karena itu upaya peningkatan mutu pendidikan telah lama diangkat menjadi salah
satu kebijaksanaan pembangunan pendidikan. Misi pembangunan pendidikan kita
saat ini adalah,
"Perwujudan sistem dan iklim pendidikan nasional yang
demokratis dan guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif berwawasan
kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggung jawab, berketerampi/an
serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan
kualitas manusia Indonesia. "
(GBHN Tahun 1999-2004/Tap. MPR No. IV Tahun
1999).
Namun demikian, upaya peningkatan mutu pendidikan temyata tidaklah
Suyanto dan Abbas (2001:69), salah satu sebab sulitnya meningkatkan mutu
pendidikan kita selama ini adalah model pengelolaannya yang sentralistik. Model
ini paling tidak mengakibatkan dua hal paling penting.
Pertama,
kepala sekolah,
guru dan karyawan sekolah tidak merasa sepenuhnya bertanggungjawab terhadap
berbagai
kelemahan proses yang berlangsung di
dalamnya,
karena
ketidakmandiriannya dalam pengambilan keputusan dan kebijaksanaan.
Kedua,
masyarakat sekitar dan orang tua siswa tidak merasa sepenuhnya memiliki
sekolah (yang akibatnya tidak merasa ikut bertanggungjawab terhadap
keberadaannya).
Sementara itu, Indra Djati Sidi (2001:14) berpendapat bahwa kurang
berhasilnya upaya peningkatan mutu pendidikan kita adalah karena pembangunan
pendidikan selama ini didasarkan pada konsepsi
input-output analysis
atau
education productionfunction.
Konsep ini temyata tidak selalu dapat diterapkan
dalam pembangunan pendidikan, walaupun teori tersebut berhasil dalam dunia
mdustri. Pradigma ini berakar pada teori bidang ekonomi produksi yang
berkeyakinan bahwa apabila
input-nya.
diperbaiki maka secara otomatis
output-nya menjadi baik. Padahal, menurutoutput-nya,
input
pendidikan itu tidak sama dengan
input
di bidang industri.
Input
di bidang industri itu statis sementara
input
pendidikan itu dinamis, banyak dipengamhi oleh berbagai faktor, khususnya
faktor proses dan konteks. Oleh karena itu, paradigma sistem pendidikan nasional
hams mencakup kedua faktor tersebut (proses dan konteks) selain
input
dan
Faktor-faktor proses dan konteks itulah yang malah menentulan
output
pendidikan.
Selanjutnya Indra Djati Sidi menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional masa depan, perhatian perbaikan sistem pendidikan nasional
harus ditujukan pada aspek-aspek : kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan,
tenaga kependidikan, manajemen pendidikan dan
partisipasi masyarakat
dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Lebih jauh tentang manajemen pendidikan, perbaikan manajemen
diarahkan untuk lebih memberdayakan sekolah sebagai unit pelaksana terdepan
dalam kegiatan belajar mengajar disekolah. Di era otonomi di mana manajemen
pendidikan diarahkan untuk lebih memberdayakan sekolah sehingga sekolah
menjadi lebih mandiri dan bersikap kreatif, dapat mengembangkan iklim
kompetitif antar sekolah di wilayahnya, serta bertanggungjawab terhadap
stakeholders
pendidikan, khususnya orang tua dan masyarakat, manajemen
oendidikan hams lebih terbuka,
accountable
(dapat mempertanggungjawabkan
semua program kegiatannya), mengoptimalkan partisipasi orang tua dan
masyarakat, serta dapat mengelola semua sumber daya yang tersedia di sekolah
dan lingkungannya untuk digunakan seluas-luasnya bagi peningkatan prestasi
siswa dan mutu pendidikan pada umumnya (Indra Djati Sidi,
ibid:20).
Indra Djati Sisdi (ibid: 33) juga menyebutkan beberapa masalah yang
membuat upaya peningkatan mutu pendidikan itu tidak berjalan. Masalah-masalah
tersebut jugalah yang menjadi sebab pentingnya dilakukan otonomi sekolah.
1. akuntabilitas sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan kepada
masyarakat masih sangat rendah
2. penggunaan sumber daya tidak optimal
3. partisipasi masyarakat masih rendah
4. sekolah tidak mampu mengikuti perubahan yang terjadi di
lingkungannya
berkenaan dengan rendahnya partispasi masyarakat Indra Djati Sidi
mengatakan :
"Sebenarnya, secara historis, peran serta masyarakat dalam
pembangunan pendidikan di tanah air sangat besar. Tetapi strategi
pemerintah dalam pembangunan pendidikan selama ini belummampu menggali potensi tersebut, bahkan dalam beberapa kasus
mematikannya. Dalam skala mikro sekolah, marginalisasi peran
serta masyarakat dan orang tua dalam pengelolaan pendidikan
diwujudkan dengan adanya lembaga BP3 sekolah yang perannya
tidak hanya sebatas sebagai sumber dana tambahan bagi sekolah.
Tidak seimbangnya antara hak dan kewajiban anggota BP3 dalam
manajemen sekolah telah menjadikan lembaga yang seharusnya
mewadahi partisipasi masyarakat dan orang tua ini menjadi lembaga
yang tidak banyak diminati anggotanya. Keadaan seperti ini hams segera dikoreksi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Masyarakat dan orang tua sudah saatnya diikutsertakan dalam
pengamabilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah..."
Kita semua telah menyadari bahwa pembangunan pendidikan bukanlah
tanggungjawab pemerintah semata, melainkan merupakan tanggung jawab
bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu sudah
semestinya memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ikut serta dalam
pembangunan bidang pendidikan. Sebaliknya, masyarakat pun berkewajiban
untuk berpartisipasi dan tidak menyerahkannya sepenuhnya kepada pemerintah
manajemen pendidikan nasional tidak memberikan tempat yang seluas-luasnya
bagi partisipasi masyarakat maka lembaga pendidikan akan terasing dari
pengabdiannya bagi kebutuhan masyarakat yang nyata. Sejalan dengan itu
akhir-akhir ini telah diluncurkan konsep
community based education
oleh UNICEF.
yaitu pendidikan yang diabdikan untuk, bersama-sama dan dari masyarakat
sendiri. Menumt Tilaar, Administrasi dan manajemen pendidikan yang
berdasarkan kepada
community based education
akan dengan sendirinya
menampilkan wajah yang lain dari dewasa ini yaitu yang telah mengasingkan
lembaga pendidikan sekolah dari jangkauan masarakat lokal.
Bersamaan dengan diterapkannya kebijaksanaan otonomi daerah dan
otonomi pengelolaan pendidikan khsususnya, telah diluncurkan konsep
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS meletakkan
kekuatan dasar sekolah pada masyarakat dan pada potensi internal sekolah.
Dengan konsep ini pemerintah tidak akan terlalu banyak mencampuri lagi
penyelenggaraan sekolah dan akan menyerahkannya kepada sekolah untuk
dikelola bersama-sama dengan masyarakat sekitarnya (Suyanto dan Abbas,
ibid
:
75). Jadi keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dan sifat sekolah yang
responsif terhadap tuntutan masyarakat mempakan dua faktor yang paling
menentukan dalam penglolaan pendidikan di era otonomi.
Louis V. Gestner Jr. dalam bukunya
Reinventing Education
(1995) seperti
yang dikutip oleh Suyanto dan Abbas (ibid : 33-34) menyatakan bahwa sosok
sekolah masa depan mensyaratkan orang tua dan masyarakat berperan serta dalam
Abbas, peran serta orang tua dan masyarakat hendaknya tidak hanya dalam hal
pendanaan saja, melainkan juga dalam pengelolaan dan penilaian kinerja sekolah
serta penciptaan suasana yang kondusif sehingga antara sekolah dengan orang tua
dan masyarakat terjadi kinerja yang sinergis, terpadu, dan selaras. Kerjasama yang
harmonis antara ketiga unsur tersebut dapat memacu anak didik untuk lebih giat
belajar dan meningkatkan prestasinya. Suasana seperti inilah sebenamya yang
didambakan oleh sekolah, siswa, dan orang tua.
Kita menyadari betul akan pentingnya peran serta keluarga dan masyarakat
dalam pengelolaan lembaga pendidikan, sehingga kita menjadikannya sebagai
salah satu arah kebijakan pembangunan bidang pendidikan. Arah kebijakan
tersebut adalah
"Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar
sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta
meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana
dan prasarana yang memadai" (GBHN Tahun 1999-2004 Tap No.
IV/MPR/1999). Bahkan jauh sebelumnya UUSPN tahun 1989 pasal 47 ayat 1
menyatakan bahwa masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang
seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan
nasional
Berdasarkan PP No. 39 Tahun 1992 fungsi peran serta masyarakat adalah untuk memelihara, menumbuhkan, meningkatkan, dan mengembangkan
pendidikan nasional (pasal 2). Sedangkan tujuannya adalah untuk
mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat bagi pendidikan untuk
Selanjutnya dalam pasal 4 PP yang sama dijelaskan bahwa bentuk peran
serta masyarakat dapat berupa :
1. Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan pada jalur
pendidikan sekolah atau jalur pendidikan luar sekolah, pada
semua jenis pendidikan kecuali pendidikan kedinasan, dan pada
semua jenjang pendidikan di jalur pendidikan sekolah.2. Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan
3. Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli
4. Pengadaan dan atau penyelenggaraan program pendidikan yang
belum diadakan dan/atau diselenggarakan oleh pemerintah untuk
menunjang pendidikan nasional.
5. Pengadaan dana dan pemberian bantuan yang dapat berupa
wakaf, hibah, sumbangan, pinjaman, beasiswa dan bentuk lain
yang sejenis.
6. Pengadaan dan pemberian bantuan ruangan, gedung, dan tanah
untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar.7. Pengadaan dan pemberian bantuan buku pelajaran dan peralatan
pendidikan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
8. Pemberian kesempatan untuk magang dan atau latihan kerja.
9. Pemberian bantuan manajemen10. Pemberian pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan
penentuan kebijakan dan/atau penyelenggaraan pengembangan pendidikan
11. Pemberian bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian dan
pengembangan; dan
12. Keikutsertaan dalam program pendidikan dan/atau penelitian;
Menumt Keith dan Girling (1991:275) tingginya partisipasi masyarakat
memberikan manfaat yang sangat besar bagi pengelolaan pendidikan yaitu
terutama berupa tambahan sumber daya, dukungan politik, kesempatan untuk
movasi dan pengembangan profesi, serta meningkatnya prestasi mund.
Selanjutnya Keith dan Girling mengatakan bahwa tingginya tingkat keterlibatan
sekolah masyarakat mempakan salah satu jalan menuju terciptnya lingkungan
sekolah yang lebih responsif terhadap kliennya. Selengkapnya mereka
"A high level of school community involvement is one of se
avenues toward creating a more client responsive sc.
environment. The better the school knows the community and
better the community knows the school, the greater the possibilities,
for tailoring schools to meet client needs. Restmcturing schoo)
provide more learning options, a stronger curricular focus, and a
greater sense of community requires the active participation of
parents, teachers, administrators, and students. Involvement and
responsiveness are part and parcel ofthe same educational process
-a process th-at requires p-articip-ation -and c-areful m-an-agement."
Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sebenarnya lembaga-lembaga
pendidikan kita memang pada awalnya didirikan oleh masyarakat terutama dalam
bentuk pesantren. Sistem pendidikan pesantren pada dasamya merupakan
pendidikan yangindigenousyaitu pendidikan yang lahir dari kebutuhan dan untuk
masyarakat di mana lembaga itu hidup (Tilaar, 1999:114).
Sementara itu, sejalan dengan tuntutan masyarakat yang terns bembah
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, ekonomi
sosial, budaya dan seiuruh aspek kehidupan masyarakat, diperiukan suatu sistem
pendidikan nasional yang selalu relevan dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
Oleh Karena itu pembahaman (inovasi) sistem pendidikan adalah suatu kehamsan
dan akan terns diperiukan. Begitu pentingnya inovasi dalam pendidikan sehingga
Tilaar
(ibid:6\)
mengatakan bahwa pendidikan yang tidak inovatif yang
mematikan kreativitas generasi muda, berarti tidak memungkinkan suatu bangsa
untuk bersaing dan hidup di dalam masyarakat modem yang akan datang.
Untuk merespon terhadap berbagai tuntutan kebutuhan masyarakat dan
seluruh aspek kehidupannya termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, diperiukan suatu sistem pengelolaan pendidikan yang lebih akomodatif.
pendidikan bangsa berinisiatif mendirikan lembaga-lembaga pendidikan alternatif dengan harapan dapat memenuhi harapan masyarakat.
Salah satu bentuk lembaga pendidikan yang kini sedang menjamur dan menjadi trend sekolah alternatif pilihan masyarakat adalah apa yang kita kenal
sebagai sekolah terpadu atau sekolah unggulan atau sekolah plus yang karena jam belajarnya dari pagi sampai sore sekolah-sekolah seperti ini dikenal juga
sebagai "fullday school".
Bermunculannya sekolah-sekolah terpadu dan sejenisnya nampak mempakan jawaban atas ketidakpuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan dan
hasil pendidikan sekolah "biasa" (Natawijaya dalam Mimbar Pendidikan IKIP Bandung No. 3 Tahun 1996; 13). Penyelenggataan pendidikan selama ini
dirasakan tidak atau kurang akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah umum selama ini lebih bersifat
birokratik, feodalistik, kaku, dan lebih merefleksikan kepentingan pemerintah atau yayasan penyelenggara. Bahkan pendidikan modern dikatakan oleh Paulo
Freire (dalam Tilaar, ibid: 114) sebagai lembaga-lembaga tirani yang mematikan
inisiatif karena antara lain hilangnya partisipasi masyarakat di dalam
pengelolaannya.
Masyarakat sudah sejak lama mendambakan sekolah yang unggul yang benar-benar dapat memberikan sumbangan berarti bagi kesejahteraan masyarakat
di masa yang akan datang. Konsep sekolah unggul seperti yang digambarkan
sekolah biasa, melainkan terletak kepada upaya mengolah dan meni
program (yang juga mungkin digunakan di sekolah biasa) ke dalam bdhah^
yang lebih bermakna bagi perkembangan siswa. Per/uasan, pendaJama^f'J
pemunculan bidang kajian khusus, dan kelerpaduan program belajar merupakan
keunggulan dalam komponen program sekolah unggul.
Disebutkan pula bahwa program-program sekolah unggul tersebut
menyangkut
dimensi
program
pengembangan
:
(1)
kemampuan
intelektua/akademis yang mengarah kepada penguasaan ilmu dan teknologi; (2)
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, yang mengarah kepada pemahaman
dan perwujudan nilai-nilai agama di dalam kehidupan sehari-hari; (3) kemampuan
berkomunikasi yang mengarah kepada penguasaan bahasa sebagai alat berfikir
dan berkomunikasi; (4) kemandirian berfikir, wawasan kemasyarakatan,
kreativitas, kepemimpinan, dan tanggunjawab.
Mewujudkan sekolah yang bermutu (unggul) itu tentu bukanlah hal yang
mudah. Untuk itu, sekolah dituntut untuk dapat memberdayakan seluruh sumber
daya yang dimiliki baik internal maupun ekstemal. Salah satu sumber daya
ekstemal yang sangat penting untuk dimanfaatkan adalah potensi yang dimiliki
oleh orang tua dan masyarakat. Tanpa mengoptimalkan peran serta orang tua dan
masyarakat berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan sulit diharapkan dapat
berjalan dengan efektif. Itulah sebabnya perlu dilakukan upaya-upaya
pemberdayaannya untuk menunjang keberhasilan program sekolah.
Pemberdayaan yang dimaksud adalah
upaya untuk membangun diri
dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi
yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya
(Ginanjar
Kartasasmita (1997) dalam Deni Rohendi, 2002:9). Kindevatter (1979) seperti
yang dikutip oleh Supriyono (2000:35) mendefinisikan pemberdayaan
sebagai
upaya penyadaran peningkatan daya-daya pada seseorang atau kelompok untuk
memahami dan mengontrol dimemi-dimensi kekuatan yang dimiliki (religi, fisik,
psikis, sosial ekonomi, politik dan tebudayaan) untuk meningkatkan kedudukan
mereka di masyarakat.
Dengan pemberdayaan ini diharapkan khalayak sasaran
memiliki kepercayaan diri
(self-reliance)
dan produktivitas kerja yang tinggi.
Dalam konteks menajemen sekolah pemberdayaan peran serta orang tua
dan dalam masyarakat adalah
upaya-upaya untuk mendorong, memotivasi dan
membangkitkan kesadaran orang tua dan masyarakat akan potensi
rang
dimilikinya untuk berpartisipasi secara aktif untuk menunjang keberhasilan
program sekolah secara optimal efektifdan efisien.
Menumt suyanto dan Abbas (2001:78) partisipasi masyarakat selama ini
dipahami oleh para pelaksana pembangunan di daerah sebagai kemauan rakyat
untuk mendukung secara mutlak program-program pemerintah yang dirancang
dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah. Padalah menutur Lukman Sutrisno
(1995) seperti yang dikutip oleh Suyatno dan Abbas
(ibid)
partisipasi masyarakat
seharusnya, dipahami sebagai kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam
merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil
pembangunan. Sebagai sebuah kerjasama, maka masyarakat tidak lagi menjadi
sebuah sub sistem yang diposisikan sebagai penerima program pembangunan.
Masyarakat diasumsikan mempunyai aspirasi, nilai budaya yang perlu
diakomodasikan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program
pembangunan.
Sementara itu yang dimaksud dengan peran serta atau partisipasi
masyarakat dalam program sekolah adalah
"kesadaran dan kepedulian
masyarakat melakukan aktivitas-aktivitas untuk turut serta mengambil keputusan,
melaksanakan dan mengevaluasi keputusan suatu program pendidikan di sekolah
secara proporsional yang dilandasi kesepakatan." (Tim Pokja MBS, Dinas
Pendidikan Propinsi JawaBarat, 2001:66).
Sedangkan yang dimaksud dengan program sekolah, identik dengan
program pendidikan, adalah keselumhan dari penawaran sekolah termasuk
kegiatan di luar kelas dan susunan serta rangkaian mata pelajaran dan kegiatan
(Sutisna, 1993:48).
Upaya pemberdayaan peran serta orang tua dan masyarakat itu pun
ternyata tidak mudah. Di masyarakat kita, yang sudah terbiasa diperlakukan
sebagai objek pembangunan, seringkali kata peran serta diartikan sebagai
menerima dan mendukung saja apa yang dilaksanakan oleh pihak birokrat.
Pendekatan ini juga diperburuk lagi dengan masih melekatnya budaya feodal
dalam kehidupan modem yang oleh fatah (1994 dalam Suyanto dan Abbas, ibid :
77) disebut sikap patemalistik dan hubungan patron klien yang memposisikan
masyarakat pada posisi yang lebih rendah seperti 'bapak dan anak" dimana sang
anak dituntut untuk menerima, mematuhi, dan mendukung apa saja yang
diputuskan sang ayah.
Dikatakan oleh Suyanto dan Abbas (ibidAlO) bahwa keterlibatan unsur
orang tua siswa dan masyarakat ke dalam program sekolah baru sebatas partisipasi
pada aspek pendanaan kebutuhan sekolah dan belum banyak menyentuh aspek
manajerial dan penetapan serta pelaksanaan suatu kebijakan. Pada era reformasi
saat ini, tingkat keabsahan pelibatan masyarakat ke dalam pengelolaan pendidikan
di sekolah perlu lebih didorong sehingga menyentuh pula perumusan-perumusan
kebijakan sekolah.
Mengingat besarnya pengaruh peran serta orang tua dan masyarakat
terhadap keberhasilan program pendidikan, perlu kiranya dilakukan upaya-upaya
pemberdayaan. Agar dapat mengoptimalkan upaya-upaya pemberdayaan peran
serta orang tua dan masyarakat, maka sekolah perlu menerapkan manajemen
stratejik. Manajemen sekolah hams mampu menyusun strategi pemberdayaan
peran serta orang tua dan masyarakat dalam upaya mewujudkan program sekolah secara efektif.
Strategi yang dimaksud seperti yang dikemukakan oleh Robson (1997:5)
sebagai berikut, "strategy is the pattern of resource allocation decisions made
throughout an organisation. These encapsulate both desired goals and beliefs
about what are acceptable and, most critically, unacceptable meansfor achieving
them" (strategi adalah pola keputusan alokasi sumber daya yang dibuat di seluruh
organisasi, strategi meliputi baik sasaran-sasaran yang diinginkan maupun
keyakinan-keyakinan tentang cara-cara apa yang dapat diterima, dan yang paling
penting lagi, yang tidak dapat diterima untuk mencapainya).
Manajemen strategis, seperti yang digambarkan oleh Hannagan
(1998:120) adalah rencana tindakan yang memungkinkan suatu organisasi untuk
bergerak dari tempat sekarang berada menuju suatu tempat masa yang akan
datang. Hannagan, di tempat lain, mengatakan, "strategic management is
concerned with looking ahead to establish the way forward for an organization.
This involves developing plansfor strategic change. "(hal. 142).
Purwanto (dalam Biro Perencanaan Pendidikan Nasional 2000) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat
dan keluarga tentang peran strategis dan tanggung jawab mereka untuk dapat
terselenggaranya pendidikan nasional yang baik diperiukan inovasi tersendiri
mengingat ajakan partisipasi yang dilakukan selama ini sudah terlalu "rutin" bagi
masyarakat.
Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa sekolah-sekolah masih menggunakan pola lama dalam mengakomodasi peran serta masyarakat. Akibatnya potensi yang ada di masyarakat tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Masyarakat pun seakan tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekolah.
Orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya kepada sekolah. Itulah
sebabnya sekolah-sekolah kita semakin jauh dari harapan anak didik, orang tua
dan masyarakat atau dengan kata lain sekolah-sekolah kita kurang responsif
terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Fenomena seperti meningkatnya
angka putus sekolah, nilai-nilai ujian yang cenderung menurun, bergesemya
pilihan keluarga berpenghasilan tinggi dari sekolah negeri ke sekolah swasta, dan
semakin tingginya angka pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh para pelajar
adalah bukti-bukti akan adanya ketidakpuasan siswa, orang tua dan masyarakat
terhadap penyelenggaraan sekolah selama ini seperti yang dikemukakan oleh
Keith dan Girling (1991:270) sebagai berikut:
Making schools more responsive to the needs of students (more
student-centered) is the ultimate challenge to contemporary public
education. Indicators of nonresponsiveness are legion: The
increasing high school drop out-rate; the declining test score trends;
the shift ofupper-income families in some communities from public
to private schools particularly in urban areas; and the growth of
student discipline problems are all signs that there is agrowing gulf
between what school offer students and what students and parents
want and getfrom schools.
Apabila keadaan seperti yang digambarkan oleh Keith dan Girling di atas
tidak segera diatasi maka dikhawatirkan apa yang kita dambakan sebagai
pendidikan yang bermutu (unggul) tidak akan tercapai. Hal ini pun tentu akan
mengancam pada pencapaian tujuan pendidikan nasional secara umum.
Namun demikian, di tengah kekhawatiran akan rendahnya keterlibatan
orang tua dan masyarakat dalam program sekolah yang berakibat pada rendahnya
efektivitas pengelolaan sekolah, MIT Asih Putra Cimahi justm diakui telah
berhasil meningkatkannya. Keberhasilan meningkatkan peran serta orang tua dan
masyarakat ini tentu bukanlah suatu kebetulan melainkan hasil jerih payah selumh
komponen sekolah dalam mengembangkan suatu strategi pemberdayaannya.
Orang tua dan masyarakat tidak hanya berperan serta dalam pendanaan melainkan
juga perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program sekolah serta dalam
penciptaan suasana yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar mengajar
yang efektif. Sebagai contoh, orang tua berperan aktif dalam merumuskan visi,
misi dan tujuan sekolah, merencanakan program sekolah, penyusunan RAPBS,
pemilihan kepala sekolah (mulai dari pemilihan calon sampai menjadi anggota
juri dalam presentasi calon kepala sekolah), mengedit bahan pelajaran, mengawasi
kinerja kepala sekolah dan guru, menjadi panitia kegiatan ektrakurikuler,
menyumbangkan buku, ikut serta dalam seminar-seminar pengelolaan sekolah
unggulan, berbagi pengalaman dengan gum dan kepala sekolah tentang hasil
kunjungannya ke sekolah-sekolah di luar negeri, dan menjadi pembicara dalam
acara
"talkshow"
dengan siswa dalam acara-acara tertentu seperti peringatan "Hari
Kartinr.
Fenomena ini sungguh menarik dan sangat berharga untuk dikaji lebih
lanjut melalui penelitian mengingat saat ini tengah digulirkannya kebijakan
otonomi pengelolaan pendidikan yang berimpliksi pada pemberdayaan sekolah,
pemberdayaan gum, pemberdayaan murid, pemberdayaan orang tua dan
masyarakat sebagai realisasi dari konsep-konsep "bam" pengelolaan sekolah
yaitu Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Manajemen Berbasis Masyarakat.
Terdorong oleh keinginan untuk mengungkap lebih jauh tentang upaya
pemberdayaan peran serta orang tua dan masyarakat dalam program sekolah,
penulis
kemudian
melakukan
penelitian
dengan
judul
"STRATEGI
PEMBERDAYAAN PERAN SERTA ORANG TUA DAN MASYARAKAT
DALAM PROGRAM SEKOLAH" (Kajian tentang Pengelolaan Sekolah
Sehari Penuh (Fullday School) di Madrasah Ibtidaiyah Asih Putra Cimahi
Tahun 2002").
B. Masalah Penelitian
Peran serta orang tua dan masyarakat terhadap sekolah seharusnya tidak
hanya
dalam
hal
pembiayaan,
melainkan
juga
dalam
manajemen
penyelenggaraannya. Orang tua dan masyarakat hendaknya berpartisipsi aktif
dalam pengelolaan sekolah yang meliputi : (1) pengambilan keputusan, (2)
pelaksanaan, dan (3) mengevaluasi program pendidikan di sekolah (Dinas
Pendidikan Jawa Barat, 2001:66, Suyanto dan Abass : 2001 dan Indra Djati Sidi:
2001).
Sekolah sebagai organisasi modern haruslah senantiasa dikendalikan oleh
visi dan misi organisasi sekolah. Visi dan misi yang baik hendaklah mempakan
produk bersama
(shared vision)
antara kepala sekolah, gum, karyawan sekolah,
orang tua dan tokoh masyarakat setempat (Suyanto dan Abbas, 2001 : 118)
Salah satu kunci sukses melibatkan orang tua dalam program sekolah
menumt Depdiknas (1999 : 152) adalah memelihara keakraban hubungan sekolah
dengan mereka, yang dapat ditempuh oleh kepala sekolah melalui cara-cara
berikut:
a. Melakukan komunikasi secara intensif
b. Melibatkan orang tua sebagai sponsor/panitia kegiatan di sekolah c. Memberi peran kepada orang tua untuk mengambil keputusan,
sehingga merasa bertanggungjawab untuk melaksanakannya.
d. Mendorong gum untuk melibatkan orang tua dalam menunjang
keberhasilan belajar siswa.Kemudian Depdiknas memberikan langkah-Iangkah yang dapat ditempuh
oleh kepala sekolah untuk mendorong orang tua untuk aktif dalam kegiatan
sekolah, yaitu:
a. Melakukan identifikasi kebutuhan sekolah dan bagaimana orang
tua dapat membantu pada kegiatan tersebut.
b. Menyusun uraian tugas untuk posisi-posisi yang mungkin dapat
dibantu oleh orang tua sebagai relawan.
c. Membantu guru untuk menyusun program relawan yang terkait
dengan tugasnya.
d. Menginformasikan program relawan tersebut lengkap dengan
deskripsi tugas untuk setiap posisi.
e. Mengundang orang tua yang bersedia untuk menjadi relawan.
f. Memberikan
penghargaan
bagi
orang
tua
yang
telah
melaksanakan tugas sebagai relawan.Sedangkan untuk mengaktifkan BP3, kepala sekolah dapat menempuh
beberapa cara berikut:
a. Memperharikan masa kepengurusan dan melaksanakan pembentukan pengurus BP3 secara periodik.
b. Ikut aktifmelaksanakan program BP3 c. Memberdayakan badan pemeriksaBP3
d. Melibatkan pengurus BP3 dalam setiap kegiatan sekolah
e. Melakukan pembinaan dan pemantauan secara aktif dan berkala.
Diampaing itu, untuk meningkatkan minat masyarakat terlibat dalam
program sekolah, kepala sekolah dapat menempuh beberapa cara berikut:
a. Melibatkan orang-orang kunci dalam kegiatan sekolah,
khususnya yang sesuai dengan minatnya.
b. Melaksanakan program-program kemasyarakatan
c. Mengadakan buletin sekolah atau majalah atau lembar informasi yang secara berkala memuat kegiatan dan program sekolah untuk
diinformasikan kepada masyarkat.
d. Mengundang tokoh untuk menjadi pembicara atau pembina suatu
program sekolah.
e. Membuat program kerja sama sekolah dengan masyarakat.
Berkenaan dengan model hubungan antara sekolah dengan orang tua dan
masyarakat, Keith dan Girling (1991 : 256) menyebutkan ada tiga model
hubungan antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat sebagai konstituen
yaitu (1)
the profesional/client model, (2) the advocacy model,
dan
(3) the
Model pertama didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan adalah layanan
spesialis yang hams disampaikan oleh profesional (guru) kepada kliennya
(murid). Model ini beranggapan bahwa seorang profesional memiliki pengetahuan dan keahlian dan bahwa klien menginginkan atau membutuhkan pengetahuan dan keahlian tersebut. Lebih dari itu pelatihan, pengetahuan dan pengalamannya
menempatkan dirinya dalam posisi memiliki kewenangan untuk mendiagnosa
masalah-masalah dan kebutuhan klien dan untuk menentukan tindakan apa yang
sesuai dengan diagnosa tersebut. Jadi kliennya pasif dan hanya menjadi penerima
jasa profesional. Model ini menggambarkan konfigurasi spesifik tingkah laku partisipatori bagi klien. Motif partisipasinya adalah keinginan untuk mendapatkan
pengetahuan dan keahlian sang profesional. Begitu pulayang terjadi di sekolah, di mana murid datang untuk mempelajari apa yang mampu diajarkan oleh gurunya.
Orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah didasarkan pada premis bahwa guru
memiliki pengetahuan dan keahlian untuk dipelajari anak-anak mereka. Apa yang akan dipelajari biasanya tidak terbuka untuk dibicarakan dengan klien.
Komunikasi antara murid dan gum hanya terjadi satu arah. Begitu pula yang terjadi antara sekolah dengan konstituen yang lain, khususnya orang tua siswa. Gum menjadi inisiator komunikasi sedangkan orang tua menjadi responden. Komunikasi pun terjadi hanya seputar evaluasi atau penyampaian informasi. Model hubungan seperti ini yang umumnya terjadi di sekolah-sekolah negeri tidak mendorong partisipasi orang tua secaraaktif dan berkelanjutan.
Model kedua, advocacy model, ialah dimana konstituen memusatkan
perhatiannya pada partisipasi politik dari pada partisipasi dalam proses
pendidikan itu sendiri. Motif yang mendasari tuntutan akan keterlibatan dalam
pembuatan keputusan datang dari perspektif orang tua bahwa keputusan yang
sedang dibuat bertentangan dengan kepentingan anak-anak mereka, baik
keputusan tentang kurikulum, penggunaan dana, pengangkatan guru, maupun
kebijaksanaan disiplin sekolah. Dalam hal komunikasi, orang tua menjadi
penghasut. Komunikasi biasanya diartikan sebagai kritik atau tuntutan. Partisipasi
seperti ini lebih berfungsi sebagai kekuatan oposisi dari pada mendukung proses
atau reformasi pendidikan yang positif dan bergerak dalam arena politik dan
bukannya menjadi bagian dari organisasi sekolah.
Model ketiga,
partnership model,
terjadi manakala keluarga, sekolah, dan
masyarakat bekerja sama untuk menghasilkan prestasi pendidikan dengan inisiatif
dan tanggung jawab bersama. Model ini menitikberatkan pada keinginan pribadi
sebagai motif pendorong bagi orang tua maupun kelompok masyarakat lainnya
untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang terkait dengan sekolah. Partnership
mengembangkan partisipasi yang melibatkan hampir setiap orang-murid, orang
tua, gum, administrator, warga negara, pemsahaan-pemsahaan dan segala jenis
organisasi lokal. Semua orang yang berkepentingan dianggap bermanfaat dan
mampu meningkatkan mutu pendidikan. Pada model ini orang tua dan masyarakat
tidak memusatkan perhatiannya pada pembuatan keputusan dan kebijakan
pendidikan melainkan pada kegiatan-kegiatan lain seperti dukungan sumber daya
pendidikan dan dana, dorongan pekerjaan rumah, dan dorongan langsung kepada
gum kelas anak-anaknya.
Dihhat dan segi hasil, tingginya peran serta orang tua darj m&J|%j|apf *
dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pengelolaan pendidikan,Jal
terutama berupa tambahan sumber daya, dukungan politik, kesempatan untuk
inovasi dan pengembangan profesi, serta meningkatnya prestasi murid (Keith dan
Girling, 1991 : 275).
Berdasarkan uraian di atas, penulis menjadikan masalah pokok dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Bagaimanakah strategi pemberdayaan peran serta orang tua dan
masyarakat dalamprogram sekolah di MITAsih Putera Cimahi ?
Kemudian, agar fokus masalahnya menjadi lebih jelas, penulis
menjabarkannya menjadi pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Bagaimana Profil dan Filosofi Pendidikan MI Asih Putera?
a. Profil MI Asih Putera
1) Bagaimanakah profil badan penyelenggara MI Asih Putera?
2) Bagaimana sejarah singkat pendirian MI Asih Putera?
3) Bagaimana keadaan personil MI Asih Putera?
4) Bagaimanakah perkembangan animo masyarakat sejak didirikan?
5) Berapa banyak lulusan yang telah dihasilkan dan ke mana mereka
melanjutkan sekolahnya?
6) Bagaimanakah pengaturan waktu kegiatan belajar bengajar?
7) Bagaimana tanggapan orang tua terhadap keberadaan MI Asih Putera?
b. Filosofi Pendidikan MI Asih Putera
1) Bagaimanakah konsep pendidikan menumt MI Asih Putera?
2) Apakah visi, misi, dan tujuan MI Asih Putera?
3) Bagaimana profil lulusan MI Asih Putera yang diharapkan?
4) Bagaimanakah Program Pendidikan MI Asih Putera?
2. Bagaimana pengelolaan hubungan sekolah dengan orang tua dan Masyarakat
dilaksanakan?
a. Bagaimanakah pengelolaan hubungan sekolah dengan orang tua dan
masyarakat dilaksanakan?
b. Dengan pihak-pihak mana saja MI Asih Putera menjalin hubungan dan
dalam bentukapa?
c. Media apa yang digunakan MI Asih Putera untuk menjalin hubungan
dengan orang tua dan masyarakat?
d. Model hubungan apa yang dikembangkan oleh MI Asih Putera dengan
orang tuadan masyarakat sebagai konstituennya?
3. Bagaimanakah strategi pemberdayaan peran serta orang tua dan masyarakat
dalam program sekolah yang dilaksanakan oleh MI Asih Putera?
a. Apa yang melatarbelakangi dilakukannya upaya pemberdayaan peran
serta orang tua dan masyarakat dalam program sekolah dan apa
tujuannya ?
b. Bagaimakah program Ml Asih Putera?
c. Hambatan-hambatan apa yang ditemui MI Asih Putera dalam
melaksanakan programnya?
d. Faktor internal dan ekstemal apa yang mendukung upaya
e. Strategi apa yang digunakan Ml Asih Putera dalam upaya
pemberdayaan tersebut?
f. Bagaimanakah tanggapan orang tua dan masyarakat terhadap upaya
pemberdayaan tersebut?
4. Bagaimana dampak strategi diambil dalam upaya pemberdayaan terhadap
efektivitas program sekolah?
a. Dalam bentuk apakah peran serta orang tua dan masyarakat itu
diperoleh? Sejauhmanakah keterlibatan orang tua dan masyarakat
dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengawasan program
sekolah?
b. Sejauhmanakah peran serta orang tua dan masyarakat mendukung
efektivitas program sekolah?
c. Prestasi apakah yang telah diraih oleh MIT Asih Putera baik dalam
bidang akademik maupun non-akademik?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis startegi yang ditempuh oleh MI Asih Putera Cimahi dalam upaya meningkatkan peran serta orang tua dan masyarakat dlam program sekolah. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini
adalah untuk mendapatkan informasi , mengidentifikasi, mendeskripsikan
dan menganalisis hal-hal yang berkenaan dengan :
2. Pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat yang dilaksanakan MI
Asih Putera
3. Strategi pemberdayaan peran serta orang tua dan masyarakat dalam
program sekolah
4. Dampak upaya pemberdayaan terhadap efektivitas program sekolah.
D. Manfaat Penelitian
Apabila tujuan penelitian tersebut dapat dicapai dan masalah penelitian
dapat ditemukan jawabannya, diharapkan hasil penelitian ini memiliki manfaat
sebagai berikut:
1. Bagi pengembangan ilmu administrasi pendidikan, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan konsep-konsep bam dalam
pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat serta upaya-upaya
meningkatkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam program
pendidikan untuk mewujudkan sekolah yang responsif, efektif, dan
efisien.
2. Bagi para penyelenggara dan pengelola pendidikan baik dasar maupun
menengah, negeri maupun swasta, hasil penelitian ini dapat dijadikan
bahan perbandingan dalam upaya meningkatkan keterlibatan orang tua
dan masyarakat dalam program sekolah dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan.
3. Bagi pengelola MI Asih Putra Cimahi, hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan masukan untuk meningkatkan efektifitas dan
efesiensi pengelolaan sekolah khususnya dalam pengelolaan peran
serta orang tua dan masyarakat di masa yang akan datang dalam
mengupayakan pencapaian visi dan misinya memenuhi harapan
masyarakat.
E. Premis Penelitian
Berikut adalah asumsi yang mendasari penelitian yang dilakukan oleh
penulis. Asumsi-asumsi tersebut adalah :
1. Pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Bahkan secara ekstrim pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses
memanusiakan manusia. Oleh karena itu pendidikan adalah masalah
setiap orang. Membicarakan pendidikan adalah membicarakan masa depan bangsa. Mengabaikan pendidikan berarti mengabaikan masa depan bangsa. Krisis multi dimensional yang tengah dialami bangsa
kita saat ini diakibatkan oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia
sebagai akibat dari rendahnya perhatian pemerintah terhadap pentingnya peranan pendidikan dalam pembangunan bangsa dan
negara (Tampubolon : 2001).
2. Setiap orang tua menginginkan pendidikan yang bermutu dan terpadu
bagi anak-anaknya. Setiap orang tua menginginkan agar anak-anaknya
mendapatkan pendidikan yang memadukan antara pendidikan
intelektual dan nilai-nilai keagamaan secara terpadu dan seimbang.
3. Keberhasilan upaya pendidikan banyak dipengaruhi oleh administrasi
atau manajemen pendidikan (Engkoswara : 2001). Manajemen
pendidikan selama ini bersifat sentralistik yang telah mengakibatkan
sulitnya meningkatkan mutu pendidikan. Menejemen sentralistik
mengakibatkan :pertama, kepala sekolah, gum dan karyawan sekolah
tidak merasa sepenuhnya bertanggung jawab terhadap berbagai
kelemahan proses yang berlangsung di dalamnya, karena1
ketidakmandiriannya dalam pengambilan keputusan dan
kebijaksanaan; kedua, masyarakat sekitar sekolah dan orang tua siswa
tidak merasa sepenuhnya memiliki sekolah yang akibatnya tidak
merasa ikut bertanggungjawab terhadap keberadaannya (Suyanto dan
Abbas, 2001)
4. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu disyaratkan keterlibatan
semua pihak; orang tua, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah. Keberhasilan pendidikan adalah keberhasilan kolektif ketiga elemen tersebut (Biro Perencanaan Depdiknas, 2000;
Engkoswara, 2001; Suyanto dan Abbas, 2001).
5. Peran serta orang tua dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan saat ini dirasakan masih rendah. Itu pun baru dalam hal
pendanaan dan belum menyentuh aspek manajerial. Lebih dari itu,
orang tua dan masyarakat seharusnya ikut terlibat dalam pengambilan
keputusan, pelaksanaan dan pengawasan program sekolah (Indra Djati
Sidi : 2001, Suyanto dan Abbas : 2001, Tim Pokja School Based
ManagementDinas Pendidikan JawaBarat, 2001)
6. Mengingat besarnya arti dukungan peran serta orang tua dan
masyarakat terhadap. keberhasilan program sekolah, maka perlu
dilakukan upaya-upaya pemberdayaannya agar potensi yang dimiliki
oleh orang tuadan masyarakat baik bempa dana dan maupun non-dana
dapat dimanfaatkan secara optimal (Keith dan Girling, 1991; C.
Turney et. al., 1992; Suyanto dan Abbas, 2001; Indradjati Sidi ,
2001)
F- Paradigma/Kerangka Penelitian
Yang dimaksud dengan paradigma penelitian (seperti yang disimpulkan
oleh Sugiono, 2000 : 25) adalah pandangan atau model, atau pola pikir yang dapat
menjabarkan berbagai variabel yang akan diteliti kemudian membuat hubungan
antara suatu variabel dengan variabel yang lainnya, sehingga akan mudah dimmuskan masalah penelitiannya, pemilihan teori yang relevan, rumusan hipothesis yang diajukan serta kesimpulan yang diharapkan.
Paradigma penelitian ini dapat dilihat pada bagan 1 halaman 29. Bagan tersebut menjelaskan bahwa kondisi sekolah yang diharapkan adalah sekolah yang memiliki keunggulan baik komparatif maupun kompetetif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat; hubungan dengan orang tua dan masyarakat
bersifat kemitraan; peran serta orang tua dan masyarakat terhadap program
sekolah optimal baik daiam pengambilan keputusan, pelaksanaan, maupun dalam
pengawasan; serta program sekolah dapat terlaksana secara efektif. Namun dalam
kenyataannya peran serta orang tua dan masyarakat terhadap pengelolaan program
sekolah masih dirasakan sangat rendah itu pun baru dalam hal pendanaan; sekolah
kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat; hubungan sekolah dengan orang
tua dan masyarakat bersifat feodalisitik; sementara potensi orang tua dan
masyarakat belum termanfaatkan secara optimal sehingga
program sekolah
berjalan kurang efektif.
Kesenjangan antara harapan dan kenyataan ini menimbulkan masalah.
Masalahnya adalah bagaimana meningkatkan peran serta orang tua dan
masyarakat dalam pengelolaan program sekolah secara optimal sehingga program
sekolah dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Untuk ituiah diperiukan
upaya-upaya pemberdayaannya. Namun demikian karena upaya pemberdayaan
ternyata bukan hal yang mudah maka perlu disusun strategi yang tepat. Penelitian
ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang menyelumh tentang bagaimana
strategi pemberdayaan peran serta orang tua dan masyarakat dalam program
sekolah untuk mewujudkan sekolah yang efektif (unggul).
Dari hasil penelitian ini diharapkan akan ditemukan suatu model
pemberdayaan peran serta orang tua dan masyarakat dalam program sekoiah.
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Rumusan masalah dan fokus penelitian sebagaimana dijelaskan pada Bab I menuntut penelitian yang bersifat deskriptif-analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif atau naturalistik. Melalui penelitian ini, penulis berusaha memahami dan menafsirkan suatu peristiwa interaksi perilaku manusia dalam organisasi dalam situasi tertentu menumt perspektif penulis sendiri.
Dalam penelitian ini penulis berusaha mendapatkan gambaran yang menyelumh mengenai masalah yang diteliti. Penelitian ini dilakukan melalui ekplorasi untuk memahami dan mendeskripsikan masalah penelitian. Penulis melakukan pengumpulan dan pengolahan data tentang fenomena yang terjadi saat
ini. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis dan tidak pula untuk
menghubungkan berbagai variabel, melainkan untuk mengetahui keadaan setiap
variabel secara terpisah. Setelah diperoleh gambaran yang lengkap dan jelas
tentang masalah yang diteliti, dilakulcanlah analisis secara mendalam berdasarkan
kajian teori yang relavan.
Fokus pembahasan dan pengkajian yang akan dianalisis adalah
keselumham karakteristik MI Asih Putera Cimahi yang berkaitan dengan upaya
pemberdayaan peran serta orang tua dan masyarakat dalam program sekolah. Jadi
fokus penelitian yang akan dikaji meliputi sumber daya manusia, kondisi
organisasi sekolah dan lingkungannya, aktivitas, dokumen dan sarana-prasarana
yang terkait dengan upaya tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk
mengumpulkan data dan informasi dari sumber data tanpa melakukan pembahan
dan intervensi. Peneliti langsung mendatangi MI Asih Putera Cimahi sebagai
objek penelitian dan melakukan kegiatan pengamatan, pembicaraan baik secara formal mupun informal, dan studi dokumentasi.
Sesuai dengan mang lingkup masalah yang diteliti, dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif (naturalistik) untuk
mengungkap data empirik yang berkenaan dengan masalah tersebut. Dalam berbagai literatur penelitian kualitatif atau naturalistik memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Penelitian kualitatif memiliki latar alami sebagai sumber data langsung
2. Manusia sebagai alat atau instrumen penelitian
3. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif analitik
4. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada hasil
semata.
5. Dalam penelitian kualitatif mengutamakan makna (Bogdan dan Biklen,
1982:27-30; Nasution, 1988 : 9-12; Sudjana dan Ibrahim, 1989:
197-200; 1996:61; Moleong, 2000 : 4-8, dan Sugiono, 2000 : 4).
Sejalan dengan itu Blaxter et. Al, (1996:61) menyebutkan beberapa
karakter penelitian kualitatif, diantaranya adalah :
1. Peristiwa-peristiwa hanya dapat dipahami secukupnya apabila
peristiwa-peristiwa tersebut dilihat dalam konteks. Oleh karenaitu, seorang peneliti kualitatif membenamkan dirinya sendiri di
dalam setting tersebut.
2. Konteks pencarian tidak dirancang sebelumnya, melainkan alami. Tak ada yang ditetapkan atau dipastikan sebelumnya. 3. Peneliti kualitatif menginginkan orang-orang yang diteliti
berbicara apa adanya menurut pikiran mereka, menyampaikan persepsi mereka dalam bentuk kata-kata atau tindakan lain. Oleh karena itu penelitian kualitatif merupakan proses interaktif
dimana orang orang diteliti mengajari di peneliti tentang
kehidupannya.
4. Penelitian kualitatif memperlakukan pengaiaman sebagai suatu keselumhan, bukan sebagai variabel-variabel yang terpisah-pisah. Tujuan penelitian kualitatif adalah memahami pengaiaman
sebagai suatu kesatuan.
Blaxter et al. (ibid) kemudian menambahkan bahwa kualitatif merujuk pada hubungan langsung dengan pengaiaman apa adanya seperti yang dialami atau dirasakan. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami pengaiaman sedekat mungkin seperti yang dirasakan atau dialami oleh pelakunya.
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif tersebut, dalam penelitian ini penulis menjadi pengumpul data atau instrumen penelitian utama.
B. Subjek Penelitian
Yang dimaksud dengan subjek penelitian dalam penelitian ini adalah orang atau sumber informasi yang dapat memberikan informasi (data) kepada peneliti berkenaan dengan upaya-upaya yang dilakukan pihak MI Asih Putra Cimahi
untuk meningkatkan peran serta orang tua siswa dan masyarakat dalam menunjang keberhasilan program sekolah.
Sumber informasi utama dalam penelitian ini adalah pengums Yayasan Asih Putra, kepala sekolah dan guru, karyawan tata usaha, siswa, orang tua siswa,
dan masyarakat (institusi pemerintah, dunia usaha, tokoh masyarakat, lembaga
pendidikan lain yang ada di lingkungan MI Asih Putra Cimahi).
Penentuan subjek penelitian tersebut dilakukan secara puposif. Hal ini
didasarkan pada apa yang dikemukakan oleh Nasution (1996:32) bahwa dalam penelitian naturalistik yang dijadikan sampel hanyal sumber yang dapat memberikan informasi. Sampel dapat bempa hal, peristiwa, manusia, situasi yang diobservasi. Seringkali sampel berupa responden yang dapat diwawancarai,
kemudian responden ini pun diminta untuk menunjuk orang lain yang dapat
memberikan informasi. Cara tersebut dikenal dengan "snowball sampling" yang
dilakukan secara bemmtan.
Hal tersebut sejalan pula dengan apa yang dikemukakan oleh Moleong (1993: 165-166) bahwa ciri-ciri pengambilan subjek yaitu (1) rancangan subjek yang timbul tidak dapat ditentukan lebih dulu, (2) penentuan subjek secara
bemmtan, (3) penyesuaian subjek berkelanjutan, dan (4) penelitian berakhir jika
telah terjadi pengulangan.
C. Data Yang Diperiukan
1. Profil dan Filosofi Pendidikan MI Asih Putera
a. Profil asih putera yang meliputi profil badan penyelenggara,
sejarah singkat berdirinya Ml Asih Putera, fasilitas, keadaan personil, perkembangan animo masyarakat, keadaan lulusan, pengaturan waktu KBM, tanggapan orang tua terhadap keberadaan
MI Asih Putera.
b. Filosofi pendidikan MI Asih Putera yang meliputi konsep
pendidikan, visi, misi, dan tujuan MI Asih Putera, profil lulusan, dan program pendidikan.
2. Pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat yang meliputi
pengelolaan, pihak-pihak yang terlibat, media yang digunakan dan model hubungan yang dikembangkan antara MI Asih Putera dengan orang tua dan masyarakat sebagai konstituennya.
3. Strategi pemberdayaan peran serta orang tua dan masyarakat dalam program sekolah yang meliputi latar belakang dan tujuan upaya pemberdayaan orangtua dan masyarakat, program sekolah,
hambatan-hambatan dalam melaksanakan program, faktor internal dan ekstemal
yang mendukung upaya pemberdayaan, strategi yang ditempuh dalam upaya pemberdayaan, dan tanggapan orang tua dan masyarakat
terhadap upaya pemberdayaan.
dan prestasi sekolah baik yang bersifat akademik maupun
nonakademik serta prestasi kelembagaan.
D. Sumber Dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah orang, peristiwa dan dokumen
serta situasi yang ada di lingkungan MI Asih Putera yang berkaitan dengan masalah penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, studi dokumentasi dan wawancara.
Observasi digunakan untuk mendapatkan data tentang perilaku strategis
upaya-upaya pelibatan orang tua dan masyarakat yang dilaksanakan oleh pihak
sekolah dan kegiatan-kegiatan orang tua dan masyarakat sebagai wujud peran sertanya dalam berbagai program sekolah. Dengan pengamatan langsung diharapkan dapat diperoleh data yang cermat, faktual dan kontekstual mengenai
masalah yang sedang diteliti.
Studi dokumentasi digunakan untuk mengungkap data bempa
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dokumen yang dijadikan
bahan kajian antara lain dokumen tentang pendinan MI Asih Putera dan
sejarahnya, berbagai kebijakan yayasan dan sekolah yang berkaitan dengan
upaya-upaya pemberdayaan peran serta orang tua dan masyarakat, rencana induk
pengembangan sekolah, program kerja, petunjuk pelaksanaan kegitan sekolah yang melibatkan orang tua dan masyarakat, dokumen tentang prestasi yang telah diperoleh sekolah baik yang bersifat akademis maupun non-akademis dan dokumen-dokumen lain yang relevan.
Wawancara dilakukan untuk mengungkap infonnasi dan subje secara langsung berkenaan dengan masalah yang diteliti. Wa
dilaksanakan baik secara terbuka maupun secara terstmktur. Wawancara terbuka dimaksudkan untuk menggali informasi secara lebih leluasa sehinga diperoleh informasi yang lengkap. Sedangkan wawancara terstmktur dilakukan untuk menjaga agar wawancara tetap berada pada konteks permasalahan penelitian serta untuk meyakinkan kebenaran data spesifik. Wawancara dilakukan terhadap
pengurus yayasan Asih Putera, kepala sekolah, guru, staf tata usaha, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat sekitar (instansi pemerintah, tokoh masyarakat, dunia
usaha, dll)
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Untuk membantu mengumpulkan data dan informasi digunakan pedoman observasi.
pedoman wawancara, tape recorder dan kamera. Dengan demikian diharapkan
peneliti dapat mengumpulkan datadaninformasi selengkap mungkin.
E. Langkah-Langkah Penelitian
Dalam pelaksanaannya penelitian ini, penulis mengikuti tahap-tahap seperti yang disarankan oleh Nasution (1996 : 33-34), yaitu orientasi, eksplorasi dan member check.
1. Tahap Orientasi
Tahap ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas mengenai masalah yang hendak diteliti. Peneliti melakukan penjajakan di lapangan untuk menentukan permasalahan atau fokus penelitian. Penulis
melakukan serangkaian wawancara informal dengan beberapa pengurus yayasan,
kepala sekolah, beberapa orang gum, ketua POM, dan beberapa orang siswa dan melkukan observasi tidak langsung di MI Asih Putera Cimahi.
2. Tahap Eksplorasi
Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian yang sebenarnya. Peneliti mengumpulkan data sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan. Untuk itu, peneliti melakukan observasi, wawancara dan studi
dokumentasi.
Wawancara dilakukan berdasarkan pedoman yang telah disiapkan agar
pembicaraan terarah pada konteks yang menjadi fokus penelitian serta
memperoleh informasi yang lebih mendalam mengani aspek-aspek yang menonjol
dan penting yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Untuk mendapatkan data yang lebih lengkap peneliti juga melakukan observasi dan studi dokumentasi. Untuk mempermudah dalam analisis data peneliti langsung membuat deskripsi hasil wawancara setiap selesai suatu wawancara berdasarkan pandangan
responden. Selain itu peneliti juga membuat catatan lain berdasarkan deskripsi tersebut dan mencoba melihat permasalahan dari sudut pandang penulis sendiri.
3. Tahapmembercheck
Untuk mengecek kebenaran (validitas) data dan informasi yang sudah
dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi dan agar hasil
penelitian dapat dipercaya, peneliti melakukan kegiatan member-check. Pada
tahap ini peneliti melakukan konfirmasi hasil wawancara setiap kali wawancara
selesai dilakukan dan sedapat mungkin melakukan pengambilan kesimpulan bersama-sama dengan responden. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahfahaman tentang informasi yang telah diberikan oleh responden. Selain itu
peneliti juga meminta sumber informasi untuk mengoreksi catatan hasil observasi
dan triangulasi kepada responden atau informan yang lain yang berkompeten serta pada dokumen-dokumen tertulis. Member-check dilaksanakan seiring dengan
tahap eksplorasi.
F. Prosedur Analisis Data
Analisis data adalah suatu proses untuk mencari dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi untuk
meningkatkan penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan orang lain (Bogdan dan Biklen, 1990:189). Menumt Bogdan dan Biklen
(ibid : 190-226) ada dua langkah analisis data yaitu (1) analisis selama di lapangan
dan (2) analisis sesudash meninggalkan lapangan. Selama di lapangan yang dilakukan adalah :
1. Mempersempit fokus studi; menetapkan tipe studi;
2. Mengembangkan secara terus menerus pertanyaan analitik; 3. Menuliskan komentar peneliti sendiri;
4. Upaya penjajagan tentang ide dan tema penelitian pada subjek sebagai analisis penjajagan;
5. Membaca kembali pustaka yang relevan selama di lapangan;
6. Menggunakan metaphora, analogi dan konsep.
Sedangkan langkah-langkah sesudah meninggalkan lapangan adalah : 1. Membuat kategori masalah dan menyusun kodenya
2. Menata urutan penelaahannya
Dalam penelitian kualitatif analisis data dilakukan secara induktif dan
berlangsung terns menems sejak pengumpulan data di lapangan dan dilakukan dengan lebih intensif lagi setelah meningalkan lapangan.
Dalam menganalisis data penulis mengikuti prosedur seperti yang
dianj