• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BETAWI DI JAKARTA PADA MASA KEPEMIMPINAN GUBERNUR ALI SADIKIN 1966-1977.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BETAWI DI JAKARTA PADA MASA KEPEMIMPINAN GUBERNUR ALI SADIKIN 1966-1977."

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BETAWI DI

JAKARTA PADA MASA KEPEMIMPINAN GUBERNUR ALI SADIKIN

1966-1977

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh

Siti Rahmah Diyanti 0800471

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Perubahan Sosial Budaya

Masyarakat Betawi di Jakarta

Pada Masa Kepemimpinan

Gubernur Ali Sadikin Tahun

1966-1977

Oleh

Siti Rahmah Diyanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Siti Rahmah Diyanti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Betawi di Jakarta pada Masa Kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin 1966-1977. Latar belakang penelitian mengenai kajian ini bertolak dari keberadaan masyarakat Betawi sebagai masyarakat asli di Jakarta yang semakin terdesak di tengah perkembangan kota Jakarta yang semakin pesat pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1966-1977. Masalah utama yang dikaji dalam skripsi ini adalah “Bagaimana Dinamika Sosial Budaya Masyarakat Betawi di Jakarta pada Masa Kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin 1966-1977?”. Masalah utama tersebut kemudian dibagi dalam empat pertanyaan penelitian, yaitu: 1) Bagaimana kondisi sosial budaya masyarakat Betawi di Jakarta, terutama pada bidang kesenian dan pendidikan dalam kurun waktu tahun 1950-an hingga awal tahun 1960-an? 2) faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab perubahan sosial budaya masyarakat Betawi di Jakarta pada tahun 1966-1977? 3) Bagaimana proses perubahan sosial budaya masyarakat Betawi di Jakarta dalam bidang kesenian dan pendidikan pada tahun 1966-1977? 4) Bagaimana dampak perubahan sosial budaya di bidang pendidikan dan kesenian tersebut bagi masyarakat Betawi di Jakarta tahun 1966-1977? Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang terdiri atas empat langkah penelitian, yaitu heuristik sebagai upaya pencarian sumber, kritik atau analisis terhadap sumber, interpretasi atau penafsiran terhadap sumber yang telah di kritik, dan historiografi atau penulisan sejarah. Teknik yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah studi literatur, studi dokumentasi, dan wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut, kondisi masyarakat Betawi di Jakarta tahun 1950-an hingga tahun 1960-an belum cukup baik dengan tingkat pendidikan rendah serta beragam kesenian yang hampir punah. Proses perubahan sosial budaya masyarakat Betawi terjadi saat Ali Sadikin menjabat pada tahun 1966-1977. Faktor penyebab perubahan tersebut antara lain karena pertambahan penduduk, kebijakan-kebijakan dari pemerintah, penemuan-penemuan baru pada masyarakat Betawi, serta derasnya urbanisasi dari luar Jakarta. Beberapa perubahan yang terjadi pada masyarakat Betawi di Jakarta pada masa Ali Sadikin adalah banyaknya pembangunan sekolah-sekolah di berbagai pelosok wilayah Jakarta, penyetaraan sekolah madrasah dengan sekolah formal lainnya, diadakannya seminar mengenai kebudayaan Betawi, dan pendirian berbagai sarana sebagai wadah masyarakat dalam berkesenian. Dari upaya-upaya tersebut berdampak bagi tingkat pendidikan masyarakat Betawi yang semakin tinggi, meskipun belum merata serta berbagai kesenian Betawi yang semakin terpelihara, bahkan berkembang menjadi suatu kesenian nasional.

(5)

ABSTRACT

Background research on this study come from the presence of the indigenous Betawi people in Jakarta are increasingly desperate in the middle of the city development which rapidly increase in the leadership of Governor Ali Sadikin in 1966-1977. The main problem in this research is "How Social Culture change in Betawi Community when Jakarta was Led by Governor Ali Sadikin 1966-1977 ?". The main problem divided in four research questions: 1) How social and cultural conditions in Betawi society , particularly in the arts and education in the period of 1950s to early 1960s? 2) any factors that contribute to social and cultural change in Betawi society in 1966-1977? 3) How does the process of social and cultural change in Betawi society, especially on arts and education in the years 1966-1977 ? 4 ) How is the impact of social changes in the field of culture and arts education is for the Betawi society in Jakarta from 1966 to 1977? The authors use the historical method in this research which consists of four steps, heuristic, criticism or analysis of sources, interpretation or the interpretation of the source of the criticism that has been, and historiography or historical writing. Techniques that writers do in this research is the study of literature, study documentation and interviews. Results from this study are the condition of society in Jakarta Betawi 1950s to the 1960s has not been good enough with low education levels and a variety of endangered art . The process of social-cultural change in society Betawi caused by various factors, such as due to population growth, the policies of the government, new discoveries in the Betawi community, and the rapid urbanization from outside Jakarta. The ongoing process of change is not easy, however the process of generating a variety of social and cultural impact on the lives of the Betawi people.

(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ...i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ...iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR BAGAN DAN TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Metode dan Teknik Penelitian ... 9

1.5.1 Metode Penelitian ... 9

1.5.2 Teknik Penelitian ... 10

1.6 Struktur Organisasi Skripsi ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1 Masyarakat dan Kebudayaan ... 14

2.2 Perubahan Sosial Budaya ... 16

2.3 Masyarakat Betawi ... 27

2.4 Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Betawi ... 31

2.5 Kepemimpinan dan Perubahan dalam Masyarakat ... 33

2.6 Penelitian-penelitian terdahulu ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

3.1 Persiapan Penelitian ... 47

3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian ... 48

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 49

(7)

3.1.4 Mengurus Perizinan Penelitian ... 50

3.1.5 Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian ... 51

3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 51

3.2.1 Pengumpulan Sumber ... 51

3.2.1.1 Pengumpulan Sumber Tertulis ... 52

3.2.1.2 Pengumpulan Sumber Lisan ... 54

3.2.2 Kritik Sumber ... 56

3.2.2.1 Kritik Eksternal ... 56

3.2.2.2 Kritik Internal ... 59

3.2.3 Interpretasi ... 61

3.2.4 Historiografi ... 62

3.3 Laporan Penelitian ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

4.1 Gambaran Umum Kota Jakarta ... 64

4.2 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Betawi di Jakarta pada Tahun 1950-an Hingga Awal 1960-an ... 69

4.2.1 Bidang Pendidikan ... 69

4.2.2 Bidang Kesenian ... 73

4.3 Profil Singkat Ali Sadikin ... 77

4.4 Faktor-faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Betawi 1966-1977 ... 82

4.4.1 Faktor Internal ... 82

4.4.2 Faktor Eksternal ... 88

4.5 Proses Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Betawi 1966-1977 ... 92

4.5.1 Bidang Pendidikan ... 94

4.5.2 Bidang Kesenian ... 102

4.6 Dampak Perubahan Sosial Budaya Terhadap Kehidupan Masyarakat Betawi 1966-1977 ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

(8)

5.2 Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 126

DAFTAR LAMPIRAN ...

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Masyarakat merupakan sekumpulan individu yang selalu mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi di seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah pada aspek sosial budaya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Soekanto (1982: 318) bahwa perubahan ini bisa diakibatkan oleh berbagai faktor, baik faktor secara eksternal atau faktor yang timbul dari luar masyarakat, seperti bencana alam atau pun pengaruh dari kebudayaan masyarakat lain. Selain itu bisa juga diakibatkan oleh faktor internal atau faktor yang muncul dari dalam masyarakat itu sendiri, seperti bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru dan terjadinya pemberontakan atau revolusi.

Perubahan sosial sendiri menurut Sajogyo (1985: 119) adalah:

Perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, organisasi atau komunitas. Ia dapat menyangkut „struktur sosial‟ atau „pola nilai dan norma‟ serta „peranan‟. Dengan demikian, istilah yang lebih lengkap adalah perubahan sosial-kebudayaan.

Lauer (1993: 5) juga mengatakan bahwa perubahan itu normal dan berkelanjutan. Setiap masyarakat niscaya mengalami perubahan, akan tetapi perubahan pada setiap periodenya menunjukkan tingkatan yang berbeda-beda.

(10)

pencakar langit serta sarana lainnya sehingga layaklah Jakarta menyandang predikat sebagai sebuah kota yang diindentikkan selalu lebih maju dari pada desa. Akan tetapi di sisi lain pola hidup masyarakatnya belum mencerminkan pola hidup masyarakat perkotaan.

Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat ibukota yang terbilang masih rendah. Berdasarkan buku Sejarah Pengaruh Pelita Terhadap Kehidupan Masyarakat Pedesaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang

diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1983: 16), pada masa awal kemerdekaan, atau tepatnya pada kurun waktu 1950-1965 jumlah murid yang membutuhkan pendidikan sangat banyak, namun tidak ada sarana atau fasilitas yang cukup sehingga hasilnya amat menyedihkan. Hanya 35% dari jumlah penduduk yang mendapatkan tingkat pendidikan cukup, sedangkan 65% sisanya hanya lulusan sekolah dasar.

Berdasarkan penuturan Lubis (2008: 64) pada sekitar tahun 1950-an tingkat urbanisasi sudah terbilang cukup tinggi. Hal tersebut dipadukan dengan belum populernya program Keluarga Berencana (KB) sehingga menyebabkan lonjakan kependudukan di Jakarta dan menimbulkan permasalahan tersendiri, salah satunya adalah tingkat kriminalitas yang semakin melambung, karena demikian banyaknya penduduk sedangkan lapangan pekerjaan masih sangat terbatas, serta banyak penduduk yang tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk dapat bekerja dengan baik.

Jika melihat kondisi Jakarta yang saat itu terbilang sangat kacau serta ditambah lagi dengan adanya peristiwa G30S maka upaya untuk membangun serta mengubah Jakarta ke arah yang lebih baik tentu saja tidak mudah. Perubahan besar terjadi seiring dengan pesatnya pembangunan pada kurun waktu 1966-1977 yaitu di masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin.

(11)

untuk mengatasi segala keterbatasan yang ada. Pembangunan sebuah kota dapat berjalan dengan baik jika ada kerjasama yang baik diantara masyarakat dengan pemerintah setempat. Pemimpin daerah setempat harus dapat merencanakan pembangunan dengan baik dan ditaati oleh penduduknya. Pemimpin daerah berperan sangat besar untuk perkembangan kota serta kesejahteraan rakyatnya.

Demikian pula bila melihat perkembangan kota Jakarta, kita tidak dapat melupakan sosok gubernur kontroversial, Ali Sadikin. Pria kelahiran Sumedang yang akrab disapa dengan Bang Ali ini menjabat selamat dua periode, yaitu 1966-1977. Bang Ali sebagai pemimpin kala itu banyak melakukan pembangunan dalam berbagai bidang. Pembangunan tersebut terutama dalam hal fisik. Seperti yang disebutkan dalam buku Pers Bertanya, Bang Ali Menjawab yang disunting oleh Ramadhan K.H., bahwa :

Dialah pencetus sejumlah karya besar, antara lain Taman Ismail Marzuki, Dewan Kesenian Jakarta, Taman Ria remaja, Ancol, Gelanggang Remaja, Gelanggang Mahasiswa, Jakarta Fair, Lokalisasi Pelacuran Kramat Tunggak, Proyek perbaikan kampung (Mohammad Husni Thamrin), IMB, Puskesmas, sistem terminal terpadu, sistem STNK, lembaga OSIS, lembaga Karang Taruna, sampai dengan kontes ratu kecantikan (Ramadhan, 1995: xiv).

Keadaan kota Jakarta lambat laun mulai berubah. Gubernur Ali Sadikin dengan kebijakannya kala itu telah membawa suatu perubahan yang besar dalam masyarakat kota Jakarta. Banyak pihak yang memuji masa kepemimpinan Ali Sadikin, salah satunya adalah Majalah terbitan Amerika, yaitu majalah LIFE. Disebutkan dalam buku memoar mengenai Ali Sadikin yang ditulis oleh Ramadhan K.H., Bang Ali Demi Jakarta 1966-1977, bahwa di akhir Februari 1970 majalah tersebut menuliskan pendapatnya bahwa ketika Bang Ali diangkat sebagai Gubernur Jakarta oleh Soekarno, kedudukannya itu sama menariknya dengan komando kapal Titanic setelah tabrakan dengan gunung es. Berdasarkan hal tersebut kita dapat melihat bahwa kondisi Jakarta kala itu benar-banar memprihatinkan, bahkan dianalogikan seperti kapal Titanic yang menabrak gunung es yang artinya hampir sulit untuk diselamatkan lagi.

(12)

kebijakan-kebijakan yang tidak populer di mata rakyat. Banyak hal yang ia lakukan bertentangan dengan pemerintah pusat dan juga menimbulkan reaksi penolakan dari beberapa lapisan masyarakat. Salah satunya adalah legalisasi judi serta lokalisasi untuk para PSK. Tindakan Bang Ali itu membuat dirinya dijuluki sebagai „Gubernur Maksiat‟ oleh beberapa kalangan.

Kebijakan-kebijakan yang dicetuskan oleh Bang Ali dapat membawa perubahan yang berbeda-beda pada tiap golongan. Pada satu golongan mungkin kebijakan-kebijakan tersebut berdampak baik, akan tetapi belum tentu berdampak sama di golongan masyarakat lainnya.

Berbicara tentang Jakarta maka kita tidak bisa lepas dari masyarakat asli Jakarta atau yang lebih dikenal dengan masyarakat Betawi. Melihat demikian pluralnya masyarakat Jakarta, maka penelitian ini akan memfokuskan kajiannya terhadap masyarakat Betawi selaku masyarakat asli. Dilihat dari sejarahnya, Jakarta yang merupakan kota pelabuhan dan menjadi pusat kehidupan politik, perdagangan, serta kehidupan sosial lainnya ini memang mendapatkan pengaruh kebudayaan yang sangat besar dari para pendatang. Menurut Herlinawati pada buku Ragam Hias Kesenian Betawi (Depbudpar, 2005: 1) pengaruh ini bisa dikatakan dapat mewujudkan suatu komunikasi dan integrasi antar golongan yang cukup wajar. Pencampuran unsur berbagai kebudayaan dan para pendatang (dulu) lama merupakan suatu ciri yang khas dari Kota Betawi (Batavia) dulu dan Kota Jakarta kini.

(13)

Akan tetapi pendapat tersebut dibantah oleh Saidi (2001: 17). Menurutnya cikal bakal terbentuknya etnis Betawi telah ada jauh sebelum abad ke-15 dan 16, atau jauh sebelum Gubernur Jenderal Belanda Jan Pieterszon Coen mendatangkan budak-budak untuk membangun Batavia dari segala penjuru angin. Pada sekitar abad ke-10 telah terjadi suatu pembentukan etnis baru setelah adanya asimilasi dari penduduk asli yang berbahasa Sunda Kuno dengan pendatang dari Kalimantan Barat yang berbahasa Melayu Polinesia sehingga menimbulkan etnis baru dengan dialek yang khas. Pada masa itu etnik baru ini dikenal dengan sebutan Melayu Jawa yang dalam perkembangannya dikenal sebagai suku Betawi.

Terlepas dari pendapat yang berbeda-beda mengenai asal usul suku Betawi tersebut, suku ini memang memiliki ciri khas pluralisme yang kental. Penduduk asli Jakarta ini selalu mengalami perubahan dalam setiap periode waktunya. Meskipun banyak warga pendatang, namun kebudayaan Betawi tidak dapat dilupakan begitu saja.

Ali Sadikin serta kebijakan-kebijakannya telah memberikan suatu perubahan yang besar bagi Ibukota Jakarta secara keseluruhan, akan tetapi bagaimanakah pengaruh dari kebijakan-kebijakan Ali Sadikin tersebut khususnya bagi masyarakat Betawi?

Pada masa awal kemerdekaan ada anggapan yang menilai bahwa suku Betawi merupakan suku yang terbelakang. Hal ini muncul karena saat itu masih sedikit sekali suku Betawi yang berpendidikan tinggi serta memiliki profesi yang digolongkan sebagai profesi kelas atas seperti dokter, insinyur, dan lain sebagainya. Pandangan ini seakan dibenarkan dengan banyaknya tayangan televisi atau film-film yang menggambarkan etnis Betawi sebagai etnis yang kurang berpendidikan.

Adi yang mengutip dari Shahab (tersedia dalam http://oase.kompas.com), menyebutkan bahwa terdapat tiga golongan dalam suku Betawi, yaitu Betawi Kota atau Betawi Gedongan, Betawi Tengah, serta Betawi Pinggiran. Ketiganya

memiliki perbedaan dalam segi tempat tinggal, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan

(14)

Berdasarkan hal-hal di atas maka timbul pertanyaan dalam diri penulis,

apakah perkembangan yang pesat bagi kota Jakarta pada masa kepemimpinan Ali

Sadikin membawa perkembangan yang pesat pula bagi penduduk aslinya, yaitu

masyarakat Betawi? Serta bagaimana implementasi dari kebijakan-kebijakan Ali

Sadikin tersebut bagi masyarakat Betawi, terutama dalam segi pendidikan serta

perkembangan keseniannya?.

Oleh karena itu penulis memutuskan untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal ini dengan melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Betawi di Jakarta pada Masa Kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin Tahun 1966-1977”.

(15)

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan yang akan diteliti adalah, “Bagaimana dinamika sosial budaya masyarakat Betawi di Jakarta pada tahun 1966-1977?”

Untuk lebih mempermudah dan mengarahkan penelitian maka masalah penelitian tersebut dibatasi dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi sosial dan budaya masyarakat Betawi Jakarta di bidang

pendidikan dan kesenian pada rentang tahun 1950-an hingga awal tahun 1960-an?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab perubahan sosial budaya masyarakat Betawi Jakarta di bidang pendidikan dan kesenian pada tahun 1966-1977?

3. Bagaimana proses perubahan sosial budaya masyarakat Betawi Jakarta di bidang pendidikan dan kesenian pada tahun 1966-1977?

4. Bagaimana dampak perubahan sosial budaya di bidang pendidikan dan kesenian tersebut bagi kehidupan masyarakat Betawi Jakarta tahun 1966-1977?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitan ini dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam penyusunan tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di Jurusan Pendidikan Sejarah, UPI.

Secara khusus penelitian proposal ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan keadaan sosial dan budaya masyarakat Betawi Jakarta di bidang pendidikan dan kesenian pada tahun 1950-an hingga tahun 1960-an 2. Untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan sosial

(16)

3. Untuk menganalisis proses perubahan sosial budaya masyarakat Betawi Jakarta di bidang pendidikan dan kesenian pada tahun 1966-1977

4. Untuk mengidentifikasi dampak yang timbul dari perubahan sosial budaya di bidang pendidikan dan kesenian tersebut terhadap kehidupan masyarakat Betawi Jakarta tahun 1966-1977

1.4 Manfaat Penelitian

Suatu penelitian haruslah dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas juga bagi diri penulis itu sendiri. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian mengenai sejarah perkembangan kota Jakarta dan masyarakat asli dari kota tersebut, yaitu masyarakat Betawi serta dapat lebih memahami berbagai perubahan yang terjadi di Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para pembaca mengenai sosok Ali Sadikin yang memiliki peranan besar dalam perubahan kota Jakarta. Tokoh yang digelari Empu Peradaban Kota oleh Institut Kesenian Jakarta ini penulis rasa kurang banyak dikenal oleh masyarakat dewasa ini, terutama oleh para pemuda pemudi, baik di Jakarta ataupun di luar kota tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu dorongan serta motivasi kepada masyarakat luas, utamanya para pemuda untuk dapat lebih mengetahui tentang sosok yang telah membangun Jakarta ini serta dapat meneladani kebaikan beliau.

(17)

1.5 Metode dan Teknik Penelitian

1.5.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode historis yang merupakan suatu metode yang lazim dipergunakan dalam penelitian sejarah. Metode historis adalah suatu usaha untuk mempelajari dan mengenali fakta-fakta serta menyusun kesimpulan mengenai peristiwa masa lampau. Dalam penelitian ini dituntut menemukan fakta, menilai dan menafsirkan fakta-fakta yang diperoleh secara sistematis dan objektif untuk memahami masa lampau. Selain itu metode historis juga mengandung pengertian sebagai suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986: 32). Adapun langkah-langkah yang akan penulis gunakan dalam melakukan penelitian sejarah ini sebagaimana dijelaskan oleh Ismaun (2005: 48-50), yaitu terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.

a. Heuristik. Di dalam heuristik, penulis mencoba mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dan sesuai dengan masalah yang diangkat oleh penulis. Sumber-sumber tersebut berasal dari sumber buku, surat kabar, dokumentasi departemen maupun sumber lainnya yang didapatkan dari hasil pencarian di internet. Dalam proses mencari sumber-sumber ini penulis mendatangi berbagai perpustakaan, diantaranya adalah Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Perpustakaan Universitas Padjajaran, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Jawa Barat, dan Perpustakaan Nasional. Penulis juga mencari sumber-sumber relevan di toko-toko buku dan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait.

(18)

dikemukakan oleh Sjamsuddin (2007: 132) ialah “cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek „luar‟ dari sumber sejarah” Dalam kritik Eksternal dipersoalkan tokoh yang menjadi sumber lisan, umur, daya ingat. Kritik Internal sendiri merupakan kebalikan dari kritik eksternal. Kritik internal lebih ditunjukan untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan perbuatannya, tanggung jawab dan moralnya.

c. Penafsiran atau interpretasi. Pada tahap ini penulis melakukan proses penafsiran dan menyusun makna kata-kata yang diperoleh setelah proses kritik sumber dengan cara menghubungkan satu fakta dengan yang lainnya sehingga didapatkan gambaran yang jelas tentang fokus penelitian.

d. Historiografi. Seperti yang dikemukakan oleh Paul Veyne (Sjamsuddin, 2007: 156) bahwa menulis sejarah merupakan suatu kegiatan utama untuk memahami sejarah. Penulis berusaha melakukan historiografi dengan merangkai berbagai fakta yang ada sehingga dapat menjadi suatu cerita sejarah yang baik dan dapat dipercaya kebenarannya. Penelitian sejarah ini juga dilakukan dengan menggunakan kaidah bahasa yang baik dan benar serta dituliskan dengan sederhana sehingga diharapkan dapat menarik minat untuk membacanya serta dapat dengan mudah dimengerti.

1.5.2. Teknik Penelitian

Adapun teknik penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dengan memakai studi literatur, studi dokumentasi dan wawancara. Studi literatur merupakan teknik yang digunakan oleh penulis dengan membaca berbagai sumber buku dan mencari sumber lewat browsing internet yang berhubungan dengan tema penelitian. Studi dokumentasi juga dilakukan dengan mencoba membaca berbagai dokumen seperti arsip maupun data publikasi dari departemen-departemen terkait yang sekiranya dapat mendukung penelitian skripsi ini.

(19)

pada tahun 1966-1977. Teknik wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah teknik wawancara gabungan antara wawancara terstruktur yaitu tanya jawab secara resmi dengan wawancara yang bersifat informal atau tidak resmi. Teknik penulisan skripsi ini akan disesuaikan dengan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia.

1.6 Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi ini disesuaikan dengan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang dikeluarkan oleh UPI. Struktur tersebut tersusun atas:

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama merupakan bagian pendahuluan yang menguraikan kerangka pemikiran mengenai karya ilmiah ini. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah yang menjelaskan mengapa topik ini menarik untuk dikaji serta rumusan dan batasan masalah agar penelitian menjadi terfokus dan tidak melebar. Bab ini juga mengemukakan tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian, metode serta teknik yang digunakan dalam penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab kedua memaparkan mengenai buku-buku ataupun sumber utama lainnya yang menjadi sumber utama dan relevan dalam penelitian. Pada bab ini dipaparkan juga mengenai konsep-konsep yang banyak digunakan dalam penelitian serta mengenai penelitian-penelitian atau kajian-kajian sebelumnya yang membahas tentang perubahan sosial budaya di Jakarta, masyarakat Betawi serta penelitian lain yang membahas mengenai peranan Ali Sadikin dalam membangun kota Jakarta.

(20)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini merupakan sebuah pemaparan dari hasil penelitian mengenai perubahan sosial budaya masyarakat Betawi di Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin 1966-1977. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai latar belakang kehidupan sosial budaya masyarakat Betawi di Jakarta, faktor-faktor yang mengubah kehidupan sosial budaya masyarakat Betawi terutama di bidang pendidikan dan kesenian, proses perubahan sosial budaya masyarakat Betawi di Jakarta tersebut serta dampak dari perubahan itu sendiri terhadap kehidupan masyarakat Betawi di wilayah Jakarta.

(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini memaparkan penjelasan mengenai metodologi penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang terdapat di dalam skripsi ini. Metode penelitian sendiri merupakan prosedur, proses, atau teknik yang sistematis dalam penyidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek yang diteliti (Sjamsuddin, 2007: 13). Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode historis yang merupakan suatu metode yang lazim dipergunakan dalam penelitian sejarah.

Metode historis adalah suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986: 32). Pengertian mengenai metode historis atau metode sejarah dikemukakan pula oleh Ismaun (2005: 34) yaitu rekonstruksi imajinatif tentang gambaran masa lampau peristiwa-peristiwa sejarah secara kritis dan analitis berdasarkan bukti-bukti dan data peninggalan masa lampau yang disebut dengan sumber sejarah.

Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode historis bukan hanya sekedar merekonstruksi peristiwa di masa lampau secara kronologis, namun juga harus berdasarkan pada fakta-fakta serta sumber-sumber yang telah dikritisi sehingga kemudian dapat dijadikan acuan dalam menganalisis dan menarik kesimpulan dari peristiwa yang dikaji tersebut.

Menurut Ismaun (2005: 34), prosedur kerja sejarawan untuk menuliskan kisah masa lampau berdasarkan bukti-bukti yang ditinggalkan oleh masa lampau itu, terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Mencari jejak-jejak masa lampau (2) Meneliti jejak-jejak itu secara kritis

(3) Berdasarkan informasi yang diperoleh dari jejak-jejak itu berusaha membayangkan bagaimana gambaran masa lampau, dan

(22)

Secara lebih terperinci, Ismaun (2005: 49) memaparkan langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan penelitian sejarah ini sebagaimana dijelaskan yaitu terdiri atas heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.

a. Heuristik, yaitu pencarian dan pengumpulan sumber sejarah yang relevan setelah eksplorasi literatur.

b. Kritik, yaitu setelah menemukan sumber sejarah yang diperlukan, maka penulis harus melakukan analisis terhadap sumber yang telah diperoleh apakah sumber tersebut otentik atau jika otentik untuk sebagian, berapa bagiankah yang otentik dan berapa banyak bagian yang otentik itu dan sejauh mana dapat dipercaya. Dengan demikian diadakan seleksi atau penyaringan data untuk menyingkirkan bagian-bagian dari sumber yang tidak terpercaya.

c. Penafsiran atau interpretasi. Pada tahap ini penulis melakukan proses penafsiran dan menyusun fakta-fakta sejarah tersebut, menyimpulkan dan merumuskan dari data yang didapat dari penelitian terhadap evidensi-evidensi di dalam sumber sejarah.

d. Historiografi. Tahap ini merupakan tahap penyajian gambaran sejarah. Selain metode, dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan sebuah pendekatan untuk membantu menggambarkan peristiwa yang menjadi topik kajian dari penulis. Seperti yang diungkapkan oleh Kartodirdjo (1992: 4) bahwa dalam menggambarkan suatu peristiwa sangat tergantung pada pendekatan yang digunakan yaitu dari perspektif mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan dan lain sebagainya.

(23)

meneliti permasalahan yang diangkat yaitu perubahan sosial budaya masyarakat Betawi pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan enam tahapan penelitian yang dikutip oleh Sjamsuddin dengan mengacu kepada pendapat Gray (2007: 89), yaitu:

1. Memilih satu topik yang sesuai.

2. Mengusut semua evidensi yang relevan dengan topik.

3. Membuat catatan tentang evidensi atau bukti yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang dilakukan. 4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang sudah dikumpulkan

(kritik sumber)

5. Menyusun semua hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya

6. Menyajikannya dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikannya kepada pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.

Langkah-langkah penelitian tersebut penulis bagi ke dalam tiga bagian pembahasan, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan laporan hasil penelitian.

3.1 Persiapan Penelitian

(24)

3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian

Langkah awal yang dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian ialah menentukan tema atau memilih topik penelitian yang sesuai keinginan serta kemampuan yang dimiliki oleh penulis yaitu mengenai perubahan sosial budaya yang difokuskan pada masyarakat Betawi yang ada di Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin. Awal ketertarikan penulis adalah ketika membaca beberapa literatur mengenai Ali Sadikin dan kota Jakarta.

Dari hasil bacaan itulah penulis kemudian merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai kepemimpinan Ali Sadikin, terutama yang berkaitan dengan upayanya dalam merubah kehidupan masyarakat di Ibukota Jakarta yang masih demikian sulit kehidupannya di kurun waktu sebelum beliau menjabat, yaitu masa awal kemerdekaan. Pertanyaan awal yang muncul di benak penulis adalah bagaimana cara Ali Sadikin dalam memimpin sehingga dapat sedemikian berhasil, apakah tidak ada hambatan dalam pelaksanaannya serta bagaimana beliau bisa mengatasi segala kendala tersebut. Dari ide tersebut kemudian penulis mulai mencari dan membaca berbagai literatur lainnya mengenai topik tersebut. Dari hasil pencarian tersebut, penulis akhirnya menemukan beberapa literatur yang membahas mengenai kepemimpinan Ali Sadikin serta masyarakat kota Jakarta.

Penulis kemudian mengkonsultasikan mengenai topik permasalahan ini kepada beberapa dosen, antara lain Bapak Andi Suwirta, Ibu Farida Sarimaya serta Ibu Murdiyah. Dari konsultasi tersebut, beberapa kali penulis mendapatkan berbagai saran serta masukan agar penulis menjadi lebih baik lagi. Penulis akhirnya mendaftar untuk seminar proposal skripsi dengan mengajukan judul awal

yaitu “Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Jakarta pada Masa Pemerintahan

Gubernur Ali Sadikin Tahun 1966-1977”.

(25)

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Setelah pengajuan judul ke-TPPS dilakukan, penulis kemudian menyusun proposal penelitian yang kemudian dikonsultasikan dengan TPPS. Hal ini dilakukan agar proposal yang diajukan oleh penulis dapat dikritisi, dilihat kesesuaiannya dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah juga memastikan agar tidak ada skripsi dengan topik yang sama persis dengan apa yang akan penulis tuliskan. Setelah berkonsultasi dengan pihak TPPS, penulis akhirnya dapat melaksanakan seminar proposal skripsi pada tanggal 11 Mei 2012 di Laboratorium Jurusan Pendidikan Sejarah, lantai 4 Gedung FPIPS, Universitas Pendidikan Indonesia. Adapun isi dari proposal tersebut antara lain:

1. Judul

2. Latar Belakang Masalah 3. Rumusan dan Batasan Masalah 4. Tujuan Penelitian

5. Manfaat Penelitian

6. Metode dan Teknik Penelitian 7. Tinjauan Pustaka

8. Sistematika Penulisan 9. Daftar Pustaka

Hasil dari seminar proposal skripsi tersebut diantaranya adalah perubahan pada judul, fokus penelitian, rumusan masalah, serta buku sumber yang akan dipergunakan. Judul skripsi yang akhirnya penulis ambil setelah melaksanakan seminar proposal adalah "Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Betawi di Jakarta pada Masa Kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin Tahun 1966-1977”

Perubahan tersebut harus dilakukan agar memudahkan penulis dalam penulisan skripsi kedepannya. Proposal penelitian tersebut pun akhirnya disahkan dengan dikeluarkannya surat keputusan yang bernomor 043/TPPS/JPS/PEM/2012.

3.1.3 Proses Bimbingan

(26)

tema permasalahan yang penulis kaji. Berdasarkan surat penunjukkan pembimbing skripsi yang telah dikeluarkan oleh Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS), dalam penyusunan skripsi ini penulis dibimbing oleh Bapak Didin Saripudin, M. Si. Ph. D sebagai pembimbing I dan Drs. Syarief Moeis sebagai pembimbing II. Proses bimbingan atau konsultasi sangat penting dalam proses penulisan skripsi secara keseluruhan. Penulis biasanya berkonsultasi dengan para pembimbing setelah sebelumnya menentukan waktu pertemuan terlebih dahulu.

3.1.4. Mengurus Perizinan Penelitian

Pada tahapan ini penulis mulai memilih lembaga atau instansi juga individu yang dapat memberikan data serta informasi yang terkait dengan masalah penelitian sehingga dapat mempermudah jalannya penulisan skripsi.

Untuk dapat berhubungan dengan lembaga/instansi yang terkait, penulis memerlukan adanya surat keterangan dari pihak univeritas sebagai bukti bahwa penulis merupakan mahasiswa yang sedang melaksanakan penelitian mengenai topik tersebut. Pengurusan surat perizinan tersebut dimulai dari meminta surat izin penelitian dari pihak jurusan pendidikan sejarah yang kemudian diserahkan kepada bagian akademik FPIPS untuk memperoleh izin dari dekan fakultas. Setelah selesai di bagian fakultas, surat perizinan tersebut kemudian diserahkan kepada bagian akademik kemahasiswaan UPI untuk memperoleh izin dari pembantu rektor bagian akademik kemahasiswaan UPI. Adapun surat izin penelitian tersebut ditujukan kepada:

1. Kampung Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan.

2. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provisi DKI Jakarta 3. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta

4. Lembaga Kebudayaan Betawi 5. Akademi Jakarta

(27)

dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait yang sekiranya dapat memberikan informasi mengenai permasalahan yang dikaji.

3.1.5. Mempersiapkan Perlengkapan Penelitian

Setelah menentukan lembaga-lembaga serta individu yang dapat membantu penulisan skripsi dan mendapatkan surat izin penelitian, maka penulis harus langsung terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian. Untuk memperlancar jalannya penelitian, maka penulis harus mempersiapkan perlengkapan yang sekiranya diperlukan. Adapun perlengkapan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Surat izin penelitian dari universitas 2. Instrumen wawancara

3. Alat perekam 4. Alat tulis

5. Kamera foto

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Setelah persiapan penelitian selesai, maka penulis pun dapat langsung melaksanakan penelitian. Pelaksanaan penelitian merupakan faktor terpenting dari proses penyusunan skripsi ini. Dalam melakukan penelitian, penulis melaksanakan serangkaian langkah-langkah yang harus dilakukan berdasarkan metode historis. Langkah-langkah tersebut dibagi ke dalam beberapa bagian yaitu sebagai berikut:

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Heuristik yang merupakan kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, materi atau evidensi sejarah adalah kegiatan yang banyak menyita waktu, tenaga, pikiran, dan juga perasaan (Sjamsuddin, 2007: 86).

(28)

Sjamsuddin (2007: 95) adalah segala sesuatu yang baik secara langsung maupun tidak langsung menceritakan kepada kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu. Pada bagian ini penulis membagi dua proses pengumpulan sumber, yaitu pengumpulan sumber tertulis dan pengumpulan sumber lisan.

3.2.1.1. Pengumpulan Sumber Tertulis

Pada tahapan ini penulis mencari sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan masalah penelitian. Jenis-jenis sumber tertulis yang penulis dapatkan antara lain adalah sumber berbentuk buku, surat kabar, skripsi lainnya yang mengkaji tema yang mirip dengan penelitian penulis, dokumentasi departemen maupun sumber lainnya yang didapatkan dari hasil pencarian di internet. Proses pencarian sumber-sumber tertulis tersebut ialah dengan mengunjungi berbagai perpustakaan, toko-toko buku, dan lembaga-lembaga terkait. Beberapa tempat yang penulis kunjungi untuk mendapatkan sumber-sumber tertulis tersebut diantaranya adalah :

a. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini penulis menemukan banyak sumber literatur berupa buku. Beberapa diantaranya adalah buku-buku penunjang mengenai teori perubahan sosial, seperti buku Sosiologi Pembangunan karya Pudjiwati Sajogyo, Sosiologi Kajian Lengkap Konsep dan Teori Sosiologi Sebagai Ilmu Sosial karya Nazsir. Di sini juga penulis menemukan buku Jakarta 1950-an karya Firman Lubis, dan beberapa buku mengenai teori-teori kepemimpinan, seperti buku Psikologi Kepemimpinan karya Anoraga dan Analisis Kepemimpinan karya Trimo.

(29)

c. Perpustakaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, Cinambo Bandung. Di tempat ini penulis menemukan beberapa publikasi hasil penelitian yang telah disusun dalam bentuk laporan, salah satunya adalah yang berjudul Ragam Hias Kebudayaan Betawi.

d. Perpustakaan Universitas Indonesia. Di perpustakaan ini penulis cukup banyak menemukan sumber-sumber tertulis, diantaranya adalah buku Empu Ali Sadikin 80 tahun yang disunting oleh Bambang Bujono. Penulis juga menemukan hasil penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan tema dengan penelitian yang sedang penulis lakukan, salah satunya adalah sebuah tesis karya Ratu Husmiati yang berjudul Ali Sadikin dan Pembangunan Jakarta.

e. Perpustakaan UIN Syarif Hidayatulloh, Jakarta. Di perpustakaan ini penulis menemukan satu buku yang menunjang mengenai teori-teori perubahan sosial, yaitu buku Perspektif tentang Perubahan Sosial karya Robert H. Lauer.

f. Lembaga Kebudayaan Betawi, Jakarta. Lembaga ini memiliki banyak koleksi buku yang berkaitan dengan Jakarta dan kebudayaan Betawi. Beberapa diantaranya adalah buku karya Hendrowinoto dan Djurtatap, Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman. Serta buku Peta Seni Budaya Betawi karya Muhadjir dan RMT. Multamia, dkk.

g. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Perpustakaan ini memiliki koleksi yang cukup lengkap sehingga penulis menemukan cukup banyak sumber yang tersedia disini. Beberapa diantaranya adalah buku Gita Jaya, Catatan H. Ali Sadikin Gubernur DKI Jakarta 1966-1977, buku yang ditulis oleh Ali Sadikin sendiri yaitu buku Menggusur dan Membangun, serta buku karya Yasmine Zaki Shahab, Identitas dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi. Selain itu penulis juga menemukan sumber-sumber dari surat kabar.

(30)

Didin Saripudin dan Bapak Eryck Kamsori, serta koleksi pribadi penulis serta beberapa teman. Selain itu penulis juga mendapatkan sumber dari internet.

3.2.1.2 Pengumpulan Sumber Lisan

Pengumpulan sumber lisan dilakukan dengan mencari tokoh atau individu yang relevan serta memiliki kompetensi mengenai permasalahan yang dikaji sehingga penulis dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk menemukan narasumber tersebut, penulis mengunjungi berbagai macam tempat, seperti Lembaga Kebudayaan Betawi dan Kampung Betawi Setu Babakan. Dari lembaga Kebudayaan Betawi tersebut, penulis kemudian diarahkan untuk mencari narasumber ke Akademi Jakarta sebagai suatu lembaga yang memiliki peranan penting dalam bidang kesenian di masa Ali Sadikin. Di Akademi Jakarta, penulis pun diarahkan kembali kepada beberapa tokoh lainnya yang terkait dengan kesenian di masa Ali Sadikin.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara. Menurut Kuntowijoyo (2003: 74), teknik wawancara merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi secara lisan dari narasumber sebagai pelengkap dari sumber tertulis. Wawancara dilakukan antara penulis dan narasumber. Kuntowijoyo juga membagi teknik wawancara ini menjadi dua bagian (2003: 138), yaitu wawancara berencana dan wawancara tak berencana. Wawancara berencana yaitu wawancara yang terdiri atas suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Sedangkan wawancara tak berencana adalah wawancara yang tidak memiliki persiapan seperti daftar pertanyaan yang harus dipatuhi oleh pewawancara.

(31)

formal dan terlalu terpatok kepada daftar pertanyaan agar wawancara tidak berlangsung secara kaku dan narasumber pun tidak merasa canggung untuk menyampaikan informasi yang diketahui.

Narasumber dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa mereka benar-benar memahami mengenai topik permasalahan yang akan diteliti sehingga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam keperluan penulisan skripsi ini. Penulis berniat untuk membagi narasumber yang diwawancarai berdasarkan beberapa golongan, yaitu dari golongan seniman, pejabat, maupun orang biasa. Akan tetapi kemudian penulis menemukan kesulitan dalam menemukan pejabat di masa Ali Sadikin yang masih hidup sampai saat ini.

Beberapa narasumber yang penulis wawancarai adalah Bapak Abu Hasan Asyari yang merupakan sekrertaris di Akademi Jakarta. Beliau merupakan orang yang sering berinteraksi dengan para seniman serta tokoh di Jakarta juga sempat berinteraksi langsung dengan Bapak Ali Sadikin untuk kepentingan kesenian sehingga beliau mengetahui kondisi kesenian pada saat itu. Narasumber lainnya adalah Bang Yahya Andi Saputra, yang merupakan pengurus dari Lembaga Kebudayaan Betawi serta pemerhati kesenian Betawi. Bang Yahya ini meskipun tidak ikut serta dalam masa kepemimpinan Ali Sadikin, namun beliau merupakan orang Betawi yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kebetawian. Dari Bang Yahya inilah penulis kemudian diarahkan untuk menemui narasumber dari kalangan masyarakat Betawi biasa yang bertempat tinggal di wilayah Kembangan, Jakarta Barat. Beberapa narasumber dari masyarakat Betawi biasa yang penulis wawancarai adalah Bapak Machrum (76 tahun), Ibu Rukiyah (70 tahun), Bapak Mus (68 tahun) dan Ibu Yayah (66 tahun), warga Kembangan Barat dan Utara yang sempat merasakan hidup di masa kepemimpinan Bang Ali.

(32)

Bambu Apus, Cipayung Jakarta Timur. Namun saat itu beliau sedang jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur. Ketika dihubungi kembali setelah kondisi kesehatan beliau membaik, beliau menyatakan bahwa karena kesibukan yang kembali dijalaninya saat ini, belum memungkinkan untuk dilakukannya wawancara.

3.2.2 Kritik Sumber

Setelah mendapatkan sumber-sumber yang penulis perlukan, baik itu sumber lisan maupun sumber tulisan, langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah melakukan kritik terhadap sumber-sumber sejarah tersebut. Penulis tidak boleh menerima demikian saja apa yang tercantum dalam sumber-sumber yang didapatkan sehingga harus dilakukan kritik. Kritik sumber ini sangat penting dilakukan terutama terkait dengan tujuan sejarawan untuk mencari kebenaran (Sjamsuddin, 2007: 131). Menurut Lucey yang dikutip oleh Sjamsuddin (2007: 133) ada lima pertanyaan yang harus digunakan untuk memperoleh kejelasan dan keamanan mengenai sumber-sumber yang didapatkan, yaitu :

1. Siapa yang mengatakan itu?

2. Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah?

3. Apakah sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksiannya? 4. Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang

kompeten, apakah ia mengetahui fakta?

5. Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya dan memberikan kepada kita fakta yang diketahui itu?

Kritik sumber sendiri terdiri atas dua bagian, kritik eksternal dan kritik internal (Sjamsuddin, 2007: 131).

3.2.2.1 Kritik Eksternal

(33)

kemudian dilihat dari aspek isinya. Dalam melakukan kritik eksternal terhadap sumber lisan, beberapa hal yang dipersoalkan adalah seperti tokoh yang menjadi sumber lisan, umur, serta daya ingatnya. Kritik eksternal juga dilakukan untuk meminimalisasi subjektivitas dari sumber-sumber yang penulis temukan.

Dalam kritik eksternal penulis melakukan perlakuan yang berbeda terhadap jenis sumber yang penulis temukan. Penulis menggunakan beberapa sumber dalam penelitian ini, yaitu berupa buku memoar mengenai kehidupan Ali Sadikin selama menjabat yang ditulis berdasarkan wawancara langsung penulisnya yaitu Ramadhan K.H. dengan Ali Sadikin. Selain itu penulis juga menggunakan Gita Jaya, sebuah sumber primer berupa buku catatan atau laporan yang ditulis atas prakarsa Ali Sadikin sendiri dengan dibantu oleh berbagai biro dan staf-stafnya. Catatan ini disiapkan untuk memuat segala sesuatu yang telah direncanakan maupun dilaksanakan selama Bang Ali menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Buku lain yang memiliki pembahasan hampir sama yaitu buku Ali Sadikin Menggusur dan Membangun yang ditulis oleh Ali Sadikin sendiri. Penulis juga memakai buku-buku lainnya yang berkaitan dengan kehidupan sosial budaya masyarakat Betawi pada kurun waktu 1960 sampai akhir tahun 1970-an juga buku-buku yang menunjang mengenai kepemimpinan.

Selain dari buku, penulis juga menggunakan arsip-arsip atau dokumen yang diterbitkan oleh departemen-departemen tertentu yang memiliki kaitan dengan tema penelitian penulis dan juga sumber-sumber dari surat kabar.

(34)

mencari narasumber dengan datang ke wilayah Kembangan Jakarta Barat, dimana masih ada orang-orang Betawi yang merasakan kehidupan di masa Ali Sadikin.

Kritik eksternal terhadap sumber buku yang wujudnya memang ada, selain dari melihat siapa penulis buku dan tahun terbit buku tersebut, kritik juga dilakukan terhadap jenis kertas yang digunakan apakah buram atau putih bersih, serta melihat cover dari dari buku tersebut apakah masih dalam bentuk asli atau fotokopian. Penulis melakukan kritik eksternal terhadap beberapa buku yang penulis anggap memang layak untuk dilakukan kritik eksternal. Salah satu contoh kritik eksternal yang penulis lakukan adalah terhadap buku yang berjudul Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977. Untuk mengkritik buku tersebut penulis melihat siapa pengarangnya dan memperhatikan aspek akademis serta latar belakang dari pengarang buku tersebut. Setelah mencari tahu, ternyata pengarang buku tersebut yaitu Ramadhan K.H. merupakan seorang penulis biografi yang handal serta seorang wartawan terkemuka. Penulisan buku mengenai Bang Ali pun bukan ditulisnya dengan berdasarkan pada sumber-sumber sekunder dan tidak terpercaya, melainkan hasil dari interaksi dan kerjasamanya dengan Ali Sadikin sendiri. Ali Sadikin-lah yang memberikan izin agar biografinya ditulis oleh Ramadhan. Oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa sumber ini relevan dan dapat digunakan dalam penelitian.

Penulis juga melakukan kritik terhadap buku Gita Jaya Catatan H. Ali Sadikin Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977. Penulis mendapatkan kesulitan dalam menemukan buku ini karena buku ini merupakan kategori buku yang langka. Akhirnya penulis menemukan buku ini di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dalam keadaan yang baik.

(35)

saat ini, beliau merupakan orang yang cukup memiliki pengetahuan mengenai perkembangan kesenian di Jakarta. Ingatannya pun masih cukup kuat karena sampai saat ini beliau masih cukup aktif di Akademi Jakarta juga aktif mengajar sebagai dosen di kampus IPDN baik yang berada di Jakarta, maupun di Jatinangor Sumedang.

3.2.2.2 Kritik Internal

Kritik internal merupakan kebalikan dari kritik eksternal. Kritik internal

merupakan penilaian terhadap aspek “dalam”, yaitu isi dari sumber sejarah setelah

sebelumnya disaring melalui kritik eksternal (Sjamsuddin, 2007: 143). Pada tahapan ini penulis melakukan kritik internal baik terhadap sumber-sumber tertulis maupun terhadap sumber lisan.

(36)

Ramadhan K.H, merupakan buku memoar dengan gaya penulisan yang lebih ringan dan banyak memuat sisi lain di balik kepemimpinan Bang Ali, seperti kehidupan keluarganya yang sedikit terabaikan di masa-masa ketika beliau menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Dalam melakukan kritik internal terhadap sumber lisan, penulis melihat kualitas Informasi yang disampaikan oleh narasumber, konsistensi pemaparannya, serta kejelasan dan keutuhan informasi yang diberikan. Kritik internal ini juga dilakukan dengan melakukan perbandingan antara narasumber satu dengan narasumber lainnya, serta membandingkan keterangan yang didapatkan dari sumber lisan dengan sumber tulisan. Dari proses tersebut, baru penulis dapat menyimpulkan data serta informasi mana yang valid dan relevan.

(37)

yang berubah karena adanya pembangunan Pasar Senen. Bang Ali banyak bertanya mengenai bagaimana bentuk tempat berkumpul dan berkreasi yang sebaiknya disediakan bagi para seniman. Dari pertemuan itulah kemudian ditindaklanjuti dengan pendirian Taman Ismail Marzuki (Rosidi, 2006: 58-60)

Dari beberapa versi yang dikemukakan diatas penulis menyimpulkan bahwa keduanya bisa saja merupakan hal yang benar serta saling menguatkan dan melengkapi. Pendapat dari Bapak Usman Effendi dan kawan-kawannya bisa saja merupakan suatu awal munculnya ide dan versi dari Ajip Rosidi yang kemudian melengkapi dari jalannya pembangunan Taman Ismail Marzuki (TIM) sebagai wadah bagi para seniman Jakarta untuk berkarya.

3.2.3 Interpretasi

Setelah melalui tahap kritik, maka selanjutnya penulis harus melakukan interpretasi atau proses penafsiran sumber. Interpretasi adalah penafsiran terhadap fakta-fakta yang penulis dapatkan sehingga nantinya dapat ditemukan suatu keberartian yang kemudian dapat dituliskan secara utuh. Sjamsuddin (2007: 158-159) menjelaskan disadari atau tidak para sejarawan berpegang pada salah satu atau kombinasi beberapa filsafat sejarah tertentu yang menjadi dasar penafsirannya.

Pada proses interpretasi ini penulis memilih untuk melakukan penafsiran secara sintesis, yaitu penafsiran yang mencoba menggabungkan semua faktor atau tenaga yang menjadi penggerak sejarah karena tidak ada satu kategori penyebab tunggal yang cukup untuk menjelaskan semua fase dan periode dalam perkembangan sejarah (Barnes dalam Sjamsuddin, 2007: 170). Penulis tidak bermaksud mengecilkan peranan Ali Sadikin sebagai seorang Great Man, akan tetapi perkembangan dan jalannya sejarah tetap digerakkan oleh berbagai faktor, meskipun manusia tetap menjadi tokoh utamanya (Sjamsuddin, 2007: 170).

(38)

penelitian ini adalah tokoh Ali Sadikin sebagai seorang gubernur yang memimpin di Jakarta pada saat itu. Meski demikian, proses interpretasi penulis juga digabungkan dengan melihat aspek lainnya yang menurut penulis merupakan aspek yang juga memiliki peranan penting yaitu aspek sosiologis. Aspek sosiologis dan tentu saja bersama-sama dengan aspek antropologi budaya mencoba memberikan penjelasan mengenai pengulangan dan keseragaman dalam kausalitas sejarah (Barnes dalam Sjamsuddin, 2007: 170).

Proses interpretasi ini penulis lakukan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner yang melihat keterkaitan ilmu sejarah dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, dalam hal ini adalah ilmu politik, sosiologi dan antropologi. Hal ini dimaksudkan untuk mempertajam analisis penulis mengenai kajian yang dibahas. Penulis juga mencoba untuk merangkai seluruh fakta dan data yang didapatkan dari sumber-sumber sejarah sehingga dapat didapatkan gambaran yang lebih utuh.

3.2.4 Historiografi

Langkah terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Menurut Abdurahman (2007: 76) historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Dengan kata lain historiografi merupakan penulisan hasil penelitian yang dilakukan setelah sumber-sumber sejarah selesai dianalisis dan diinterpretasikan.

Ketika seorang sejarawan memasuki tahap historiografi, maka ia diharapkan memiliki kemampuan analitis serta menggunakan pikiran-pikiran kritisnya, bukan hanya sekedar memiliki kemampuan secara teknis saja sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan suatu sintesis dalam sebuah karya tulis yang utuh dan dapat dipertanggungjawabkan (Sjamsuddin, 2007: 156).

(39)

3.3 Laporan Penelitian

Langkah ini merupakan tahap akhir dari prosedur penelitian yang penulis lakukan. Setelah melakukan penyusunan hasil penelitian dan mendapatkan satu kesatuan tulisan sejarah yang utuh, kemudian dituangkan dalam suatu laporan hasil penelitian yang disusun berdasarkan sistematika yang berlaku di jurusan pendidikan sejarah UPI, yaitu berbentuk skripsi. Laporan hasil penelitian ini disusun untuk memenuhi syarat penyelesaian studi yang harus ditempuh mahasiswa untuk mendapatkan gelar sarjana.

Laporan penelitian ini disusun dalam lima bab yang terdiri dari:

BAB I, Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah mengenai kajian Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Betawi di Jakarta pada Masa Kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin 1966-1977. Supaya penelitian berjalan terarah, pada bab ini juga dirumuskan pertanyaan penelitian serta tujuan, manfaat, metode dan sistematika penulisan.

BAB II, Tinjauan Pustaka. Bab ini memaparkan penjelasan mengenai konsep-konsep serta teori-teori yang digunakan dalam penelitian.

BAB III, Metodologi Penelitian. Bab ini menjelaskan serangkaian prosedur yang harus dilakukan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini. Dimulai dari persiapan penelitian, yang terdiri atas pengajuan tema, penyusunan rancangan, konsultasi, dan mengurus perizinan. Kedua, pelaksanaan penelitian serta melakukan kritik serta interpretasi. Serta bagian ketiga yaitu pelaporan hasil penelitian.

BAB IV, Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini merupakan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perubahan sosial budaya masyarakat Betawi Jakarta pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin.

BAB V, Kesimpulan dan Saran. Pada bab ini dikemukakan kesimpulan dari seluruh isi penelitian yang telah dilakukan juga memuat rekomendasi penulis yang berkaitan dengan penelitian tersebut.

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Bab ini memaparkan mengenai kesimpulan serta rekomendasi penulis terhadap hasil kajian penelitian yang telah dilakukan. Berikut ini merupakan beberapa pokok kesimpulan yang penulis rumuskan.

Pertama, kondisi pendidikan dan kesenian masyarakat Betawi pada tahun 1950-an hingga di awal tahun 1960-an belum menunjukkan tingkat kemajuan yang signifikan. Masyarakat Betawi yang kebanyakan tinggal di wilayah pinggiran kota belum memiliki sarana pendidikan yang memadai. Hal tersebut karena sekolah-sekolah lebih terkonsentrasi di pusat kota dan hanya bisa diakses oleh masyarakat golongan tertentu. Rendahnya tingkat pendidikan dari masyarakat Betawi kala itu juga dipengaruhi oleh pola pikir mereka yang lebih mementingkan mengaji dan beladiri. Masyarakat Betawi lebih memilih untuk menyekolahkan anak-anaknya di madrasah atau sekolah berbasis Islam lainnya karena anggapan bahwa sekolah-sekolah formal yang ada saat itu adalah warisan kolonial dan banyak dikelola oleh orang-orang Kristen.

(41)

lebih menyukai kebudayaan yang berasal dari Barat dibandingkan dengan kebudayaan aslinya sendiri. Kebudayaan Betawi saat itu dianggap sebagai hal yang udik, kampungan, dan terbelakang.

Kedua, perubahan sosial budaya masyarakat Betawi terjadi akibat berbagai macam faktor, baik itu faktor eksternal maupun internal. Diantaranya adalah pertambahan penduduk yang sangat tinggi. Dari internal masyarakat Betawi sendiri merupakan hal yang lumrah untuk memiliki banyak anak. Ada anggapan bahwa banyak anak, banyak rezeki sehingga kebanyakan keluarga Betawi memiliki anak yang banyak. Pertambahan penduduk juga bisa disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu banyaknya urbanisasi dari penduduk luar Jakarta yang ingin memiliki penghidupan yang lebih baik di ibukota. Pertumbuhan penduduk tersebut menyebabkan kehidupan masyarakat Betawi berubah juga menyebabkan berbagai masalah. Sarana dan pra-sarana kehidupan, seperti sekolah-sekolah masih sangat sedikit dan belum mencukupi kebutuhan dari penduduk yang ada, apalagi penduduk yang terus bertambah menyebabkan sarana-sarana tersebut seperti tak pernah mencukupi. Penggusuran lahan demi kepentingan pembangunan juga berdampak bagi kehidupan masyarakat Betawi. Hal tersebut bisa berdampak baik atau buruk, tergantung bagaimana individu dari masyarakat tersebut memanfaatkan kondisi serta kompensasi ganti rugi dari penggusuran tersebut.

Ketiga, proses perubahan sosial budaya masyarakat Betawi di masa

(42)

dibangun untuk memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat, serta kebijakan-kebijakan lainnya untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Jakarta, termasuk di dalamnya masyarakat Betawi. Pada bidang kesenian, Bang Ali banyak membangun sarana-sarana kesenian bagi seniman dan masyarakat luas. Diantaranya adalah Taman Ismail Marzuki, yang juga berperan besar bagi kemunculan kembali kesenian Betawi. Bang Ali juga menyelenggarakan seminar kesenian Betawi untuk menggali dan menghidupkan kembali kesenian Betawi yang semakin meredup. Dari seminar ini mulai muncul suatu proses rekonstruksi dan rekacipta kesenian Betawi.

(43)

5.2 Saran

Sehubungan dengan kesimpulan yang penulis paparkan di atas, maka penulis ingin memberikan beberapa saran atau rekomendasi bagi beberapa pihak yang terkait. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, adalah rekomendasi bagi pemerintah daerah, baik itu pemerintah daerah kota Jakarta ataupun pemerintah daerah-daerah lainnya. Hendaknya dapat mengikuti langkah-langkah Ali Sadikin dalam membangun kota Jakarta serta memberikan perhatian yang lebih bagi peningkatan kualitas pendidikan serta pengembangan kebudayaan, terutama kebudayaan asli yang ada di daerah tersebut. Kesenian dan pendidikan merupakan hal vital dalam pengembangan suatu kota yang baik. Kesenian asli harus tetap dijadikan sebagai tuan rumah ditengah maraknya kesenian dari luar daerah. Maka pemerintah harus mengambil kebijakan serta tindakan-tindakan untuk melestarikan dan melindungi kesenian asli di tiap-tiap daerah agar tidak punah dan tergantikan oleh kebudayaan asing.

Kedua, adalah rekomendasi bagi para tenaga pendidik agar dapat memberikan

suatu motivasi dan arahan agar generasi muda dapat meneladani perangai Ali Sadikin dalam memimpin. Penulis merasa keteladanan Ali Sadikin bukan hanya harus diketahui oleh para siswa di Jakarta, namun juga di seluruh pelosok Indonesia karena banyak dari sifatnya yang dapat dijadikan suri tauladan yang baik sehingga generasi penerus bangsa dapat memiliki suatu sifat kepemimpinan yang baik. Salah satu caranya adalah dengan menerangkan materi mengenai tokoh Ali Sadikin sebagai tokoh nasional dalam pembelajaran sejarah.

Ketiga, bagi para peneliti yang berniat untuk melakukan penelitian yang lebih

(44)
(45)

Daftar Pustaka

Abdurahman, D. (2007). Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Abeyasekere, S. (1987). Jakarta A History. Singapore: Oxford University Press. Adi, W. (2012, 21 April). Mengenang "Mpok Kite" Chadidjah. Kompas. [Online].

Tersedia:

http://oase.kompas.com/read/2012/04/21/10473084/.Mpok.Kite.Chadidjah. [10 September 2012]

Anoraga, P. (1992). Psikologi Kepemimpinan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Anwar, R. (2006). “Bang Ali Sahabat Keluargaku”, dalam Empu Ali Sadikin 80 Tahun. Jakarta: IKJ Press bekerjasama dengan keluarga besar H. Ali Sadikin.

Biantoro, K. (2006). Manisnya Ditolak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Cohen, D.J. (1972). “Keadaan Politik Kelompok Masyarakat Berpenghasilan

Rendah di Jakarta”. Prisma. (Oktober 1972).

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (2005). Ragam Hias Kesenian Betawi. Bandung: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1983). Sejarah Pengaruh Pelita Terhadap Kehidupan Masyarakat Pedesaan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta: Depdikbud.

Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah DKI Jakarta. (1994). Sejarah 200 Tahun Sejarah Jakarta (1750-1945). Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah DKI Jakarta.

Djoened, M. dan Notosusanto, N. (1984). Sejarah Nasional Indonesia, Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. Penerjemah Nugroho Notosusanto. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Hanggoro, H.T. (2011). Masalah Permukiman Di Kota: Sejarah Permukiman

Kumuh Di Jakarta 1960-1969. Skripsi Sarjana pada Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya. Depok: Tidak Diterbitkan.

(46)

Hilman, I. (2008). Program Perbaikan Kampung: Proyek Muhammad Husni Thamrin Di Jakarta Tahun 1969-1979. Skripsi Sarjana pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Depok: tidak diterbitkan.

Hoed, M. (1976). “Dari Pralokakarya Betawi: Ape Aje Nyang Diomongin????”. Pelita. (19 Februari 1976).

―———— .(1976). “Dari Pralokakarya Betawi; Betawi Spy Dilindungi”. Pelita. (20 Februari 1976).

―———— .(1976). “Orang Kampung Engga Jelek !!”. Pelita. (21 Februari 1976).

Husmiati, R. (2003). Ali Sadikin Dan Pembangunan Jakarta 1966-1977. Tesis Magister pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Depok: tidak diterbitkan.

Ismaun. (2005) Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Press.

Kamsori, M. Eryck dan Mutakin, A. (2007). Dinamika Kehidupan Masyarakat Perkotaan. (Edisi Ketiga). Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS.

Kartodirdjo, S. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Koentjaraningrat. (1986). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. ―————. (1974). Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: PT.

Gramedia.

Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Laksono, M.S. (2012). “Mozaik Sejarah Yang Tercecer”. Intisari. (September,

2012)

Lauer, R.H. (1993). Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Lembaga Kebudayaan Betawi. (2010, 12 Mei). Sejarah Berdirinya LKB. [Online], Tersedia:

http://lembagakebudayaanbetawi.com/about/sejarah-berdirinya-lkb [20 November 2012]

Lerrissa, R.Z. (1995). Beberapa Segi Sejarah Masyarakat Budaya Jakarta. Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah.

(47)

. (2008). Jakarta 1960-an: Kenangan Semasa Mahasiswa. Jakarta: Masup Jakarta.

Martono, N. (2011). Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Muhadjir. et al. (1986). Peta Seni Budaya Betawi. Jakarta Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.

Mutakin. et al (2004). Dinamika Masyarakat Indonesia. Bandung : PT Gesindo. Narwoko, J. D. dan Suyatno, B. (Ed) (2011). Sosiologi Teks Pengantar Dan

Terapan (Edisi Keempat). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nasikun. (2010). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawal Press.

Nazsir, N. (2008). Sosiologi Kajian Lengkap Konsep dan Teori Sosiologi Sebagai Ilmu Sosial. Bandung: Widya Padjajaran.

―——————. (2008). Dinamika Kelompok Dan Kepemimpinan Kajian Dan Analisa Teori Serta Contoh Aplikasi Dalam Penelitian. Bandung: Widya Padjajaran.

Papanek, G.F. (1976). “Penduduk Miskin di Jakarta”. Prisma. (Februari 1976).

Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. (2009). Sejarah Kota Jakarta. [Online]. Tersedia:

http://www.jakarta.go.id/m/news/1970/01/Sejarah-Jakarta [15 Juli 2013] Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah 1976/1977. (1977). Sejarah

Daerah D.K.I. Jakarta. Jakarta: Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Departemen P dan K DKI Jakarta.

Pujiwiyana. (2010). Perubahan Perilaku Masyarakat Ditinjau Dari Sudut Budaya. Dalam Jurnal Tradisi Jurnal Seni Dan Budaya [Online], Vol 1 (1), 23-34. Tersedia:

Ramelan. (1976). “Anak Betawi Banyak Bakatnya”. Pelita. (24 Februari 1976)

(48)

Rosidi, A. (2006). “Ali Sadikin dan Kesenian”dalam Empu Ali Sadikin 80 Tahun. Jakarta: IKJ Press bekerjasama dengan keluarga besar H. Ali Sadikin. Sadikin, A. (1977). Ali Sadikin Menggusur Dan Membangun. Jakarta: Idayu

Press.

―————. (1976). “Pendidikan Gratis Hanya Mimpi Saja”. Prisma. (Maret 1976).

Saidi, R. (2001). Profil Orang Betawi Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya. (Cetakan Kedua). Jakarta: PT. Gunara Kata.

―———— . (2000). Warisan Budaya Betawi. Jakarta: LSIP bekerjasama dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta.

Sajogyo, P. (1985). Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta bekerjasama dengan BKKBN.

Saputra, Y.A. (2011, 1 Februari). Melongok Peta Seni Budaya Betawi. [Online]. Tersedia:

http://kampungbetawi.com/gerobog/pituah/melongok-peta-seni-budaya-betawi-4 [20 November 2012]

Saripudin, D. (2005). Mobilitas dan Perubahan Sosial. Bandung: Masagi Foundation.

Setiadi, E.M., et al. (2008). Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Shahab, Y.Z. (2004). Identitas Dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi. Depok: Laboratorium Antropologi FISIP UI.

―———— . (2006). Tantangan Peran Antropologi Di Indonesia. Dalam Jurnal Antropologi Indonesia. [Online], Vol 30 (2), 201-219. Tersedia: http://anthropology.fisip.ui.ac.ad/http docs/jurnal/2006/02/yasmine.pdf Singarimbun, M. (1977). “Urbanisasi Apakah Itu Sebuah Problema”. Prisma.

(Mei 1977).

Sjamsuddin, H. ( 2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Soekanto, S. (2002). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait